Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN JIWA

PROFESIONAL KLINIK DAN KOMUNITAS

OLEH :

TITI ISMI
NIM : 142012018289

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KONVERSI
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam
lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Visi yang ingin dicapai
melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia Sehat 2010”,menurut
Depkes 1999. (http://www.litbang.depkes.go.id).

KESEHATAN JIWA MASYARAKAT

KELUARGA MASYARAKAT

SEJAHTERA

MASYARAKAT SEHAT JIWA

Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan, maka penyelenggaraan upaya


kesehatan perlu memperhatikan kebijakan umum, diantaranya adalah peningkatan upaya
kesehatan melalui pencegahan dan pengurangan angka kesakitan (morbiditas), angka kematian
(mortalitas) dan kecacatan dalam masyarakat terutama pada bayi, anak balita dan wanita
hamil, melahirkan dan masa nifas melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat,
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan dan
rehabilitasi. (http://www.litbang.depkes.go.id)
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara
maju,modern dan industry. Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit
degeneratif, kangker, gangguan jiwa dan kecelakaan (Mardjono dalam Hawari 2001).
Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan
kematian secara langsung,namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta
invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan,karena
mereka tidak produktif dan tidak efisien.
Kegiatan program CMHN merupakan serangkaian kegiatan yang dimulai dari proses
rekruitmen perawat CMHN yang akan mengikuti pelatihan, pertemuan persiapan yang
melibatkan beberapa sector yang terkait seperti Dinas Kesehatan dan pemerintah daerah
setempat dalam rangka memperoleh dukungan pelaksanan CMHN, kegiatan Pelatihan Dasar
Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat (Basic Course of Community Mental Health
Nursing (BC-CMHN) berupa pemberian pengetahuan dan keterampilan bagi perawat
Puskesmas, sehingga memiliki kompetensi melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien
gangguan jiwa, selanjutnya implementasinya di masyarakat dan kegiatan supervisi.
WHO memandang pelaksanaan Program CMHN tersebut sangat positif karena dapat
memenuhi sasaran dalam upaya penanganan masalah pasien gangguan jiwa di masyarakat.
Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis mencantumkan judul sebagai mana
yaitu “Community Mental Healthy Nursing (CMHN)” yang berarti keperawatan kesehatan
jiwa komunitas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa komunitas/
community mental health nursing?
2. Bagaimana konseptual model keperawatan jiwa komunitas?
3. Bagaimana peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa komunitas?
4. Bagaimana kompetensi perawatan kesehatan jiwa komunitas (competent of caring)
5. Bagaimana pelayanan keperawatan jiwa komunitas ?
6. Bagaimana perkembangan keperawatan jiwa komunitas ?
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana keperawatan kesehatan jiwa
komunitas/community mental health nursing
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konseptual model keperawatan kesehatan jiwa masayarakat yang ada.
2. Mengetahui peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa komunitas?
3. Mengetahui kompetensi perawatan kesehatan jiwa komunitas
4. Mengetahui pelayanan keperawatan jiwa komunitas
5. Mengetahui perkembangan keperawatan jiwa komunitas
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Community Mental Healthy Nursing


1. Pengertian
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan yang
komprehensif , holistik, dan paripurna yang berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa ,
rentan terhadap stress (resiko gangguan jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta
pencegahan kekambuhan (gangguan jiwa).
Pelayanan keperawatan komprehensif adalah pelayanan yang berfokuskan pada
pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder pada
anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial (resiko gangguan jiwa) dan
pencegahan tersier pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan.
Pelayanan keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada semua aspek
kehidupan manusia yaitu aspek bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual.
a. Aspek (bio-fisik)
Dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti kehilangan orang tubuh yag dialami
anggota masyarakat akibat bencana yang memerlukan pelayanan dala rangka adaptasi
mereka terhadap kondisi fisiknya. Demikian pula dengan penyakit fisik lain baik yang
akut,kronis maupun terminal yang memberi dampak pada kesehatan jiwa.
b. Aspek psikologis
Dikaitkan dengan berbagai masalah psikologis yang dialami masyarakat seperti
ketakutan, trauma,kecemasan maupun kondisi yang lebih berat yang memerlukakan
pelayanan agar mereka dapat beradaptasi dengan situasi tersebut.
c. Aspek social
Dikaitkan dengan kehilangan suami/istri/anak , keluarga dekat, kehilangan pekerjaan ,
tempat tinggal, dan harta benda yang memerlukan pelayanan dari berbagai sektor
terkait agar mereka mampu mempertahankan kehidupan sosial yang memuaskan.
d. Aspek cultural
Dikaitkan dengan tolong menolong dan kekeluargaan yang dapat digunakan sebagai
sistem pendukung sosial dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ditemukan.
e. Aspek spiritual
Dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat yang dapat diperdayakan sebagai
potensi masyarakat dalam mengatasi berbagai konflik dan masalah kesehatan yang
terjadi.
Pelayanan keperawatan paripurna adalah pelayanan pada semua jenjang pelayanan
yaitu dari pelayanan kesehatan jiwa spesialis , pelayanan kesehatan jiwa integratif dan
pelayanan kesehatan jiwa yang bersumber daya masyarakat. Perberdayaan seluruh
potensi dan sumber daya yang ada dimasyarakat diupayakan agar terwujud
masyarakat yang mandiri dalam memelihara kesehatannya.

2. Tujuan program Kesehatan Jiwa Masyarakat


Tujuan dari diadakannya KESWAMAS adalah untuk meningkatkan kerjasama lintas
sektoral dan kemitraan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, kelompok profesi dan
organisasi masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan
kesadaran kemauan dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi masalah kesehatan
jiwa sehingga akan terbentu perilaku sehat sebagai individu, keluarga dan masyarakat
yang memungkinkan setiap individu hidup lebih produktif secara sosial dan ekonomi.

3. Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa


a. Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat
dengan klien).
b. Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).
c. Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam
keperawatan jiwa).
d. Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam
keperawatan jiwa).
e. Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam
keperawatan jiwa).
f. Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya
dalam keperawatan jiwa).
g. Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan
dalam keperawatan jiwa).
h. Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam
keperawatan jiwa).
i. Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses
keperawatan: dengan standar- standar perawatan).
j. Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards
(aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar
professional).
4. Jenis – jenis CMHN
a. Basic Course (BC) CMHN
Sasaran : perawat keswamas (puskesmas)
Kegiatan :perawat diberikan pelatihan cara memberikan asuhan keperawatan
(7 Dx Keperawatan) pada klien dan keluarga pasien gangguan jiwa dirumah.
b. Intermediate Course (IC) CMHN
Sasaran : Kader Keswa dan Perawat Keswa (Puskesmas)
Kegiatan :
1. Membentuk desa siaga sehat jiwa
2. Merekrut dan melatih kader keswa untuk skreening ggn jiwa di masyarakat,
masalah psikososial dan sehat jiwa.
3. Melatih perawat keswa mengintervensi klien dengan masalah psikososial dan
mengembangkan rehabilitasi pasien gangguan jiwa.
c. Advance Course (AC) CMHN
Sasaran : individu, keluarga, staf puskesmas, kelompok formal dan informal
serta masyarakat luas
Kegiatan :
1. Manajemen keperawatan kesehatan jiwa
2. Kerjasama Lintas sektoral
5. Pelayanan Formal & Informal di luar Sektor kesehatan :
a. Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal di luar tatanan pelayanan
kesehatan merupakan target pelayanan kesehatan jiwa
b. Kelompok yang dimaksud adalah TOMA (tokoh agama, kepala dusun), pengobatan
tradisional (orang pintar)
c. Mereka dapat menjadi target pelayanan ataupun mitra tim kesehatan yang
diinterasikan dengan perannya di masyarakat
6. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar :
a. Semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat yaitu praktik pribadi
dokter, bidan, perawat psikolok dan semua sarana pelayanan kesehatan (puskesmas
dan balai pengobatan)
b. Untuk itu diperlukan penyegaran dan penambahan pengetahuan tentang pelayanan
kesehatan jiwa komunitas bersama dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan
c. Pelatihan yang perlu dilakukan adalah : konseling, deteksi dini dan pengobatan
segera, keperawatan jiwa dasar.
7. Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat :
a. Tim kesehatan terdiri atas : psikiater, psikolok klinik dan perawat jiwa
b. Tim berkedudukan di tingkat Dinas Kesehatan kabupaten / kota
c. Tim bertanggung jawab terhadap program pelayanan kesehatan jiwa di daerah
pelayanan kesehatan kabupaten / kota
d. Tim bergerak secara periodik ke tiap puskesmas untuk konsultasi, surveisi,
monitoring dan evaluasi
e. Pada saat tim mengunjungi puskesmas, maka penanggung jawab pelayanan
kesehatan jiwa & komunitas di puskesmas akan : mengkonsultasikan kasus-kasus
yang tidak berhasil atau melaporkan hasil dan kemajuan pelayanan yang telah
dilakukan
8. Unit pelayanan Kesehatan Jiwa :
a. Rumah sakit Umum daerah pada tingkat kabupaten / kota diharapkan mampu
menyediakan pelayanan rawat inap bagi klien gangguan jiwa dengan jumlah tempat
tidur terbatas sesuai dengan kemampuan
b. Sistem rujukan dari puskesmas / tim kesehatan jiwa masyarakat kabupaten / kota ke
rumah sakit umum harus jelas
c. Rumah Sakit Jiwa :
1. Rumah sakit jiwa merupakan pelayanan spesialistik kesehatan jiwa yang
difokuskan pada klien gangguan jiwa yang tidak berhasil di rawat di
keluarga/puskesmas/ RSU
2. Pasien yang telah selesai di rawat di RSJ dirujuk lagi ke puskesmas. Penanggung
jawab pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di puskesmas bertanggung jawab
terhadap lanjutan asuhan di keluarga

B. Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas


Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi
sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan
baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya. Dalam
mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk
mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar
yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa.
Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan kesehatan jiwa
sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan
pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk
mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik keperawatan.
1. Pengkajian yg mempertimbangkan budaya
2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
3. Berperan serta dalam pengelolaan kasus
4. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental -
penyuluhan dan konseling
5. Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan
pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan
6. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan

C. Kompetensi Perawat Kesehatan Jiwa Komunitas (Competent Of Caring)


1. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.
2. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga.
3. Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi,
koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.
4. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk menggunakan
sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk pelayanan terkait,
teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
5. Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh penyakit
mental melalui penyuluhan dan konseling.
6. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis dan penyakit
jiwa dengan masalah fisik.
7. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan
klien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.

D. Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas


Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan jiwa yang
diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi masyarakat yang
sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yag memerlukan pelayanan keperawatan pada
tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa
yang komprehensif mencakup 3 tingkat pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan
tersier.
1. Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan pencegahan
terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa ,
mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota
masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu
anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Aktivitas pada pencegahan primer adalah program
pendidikan kesehatan , program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan
jiwa , manajemen stress , persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan yang dilakukan
adalah :
a. Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :
1. Pendidikan menjadi orangtua
2. Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
3. Memantau dan menstimulasi perkembangan
4. Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
b. Pendidikan kesehatan mengatasi stress
1. Stress pekerjaan
2. Stress perkawinan
3. Stress sekolah
4. Stress pasca bencana
c. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang kehilangan
pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang semuanya ini mungkin
terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan
2. Menggerakkan dukunganmasyarakat seperti menjadi orangtua asuhbagi anak
yatim piatu.
3. Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk mendapatkan
pekerjaan
4. Mendapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat tinggal.
d. Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering digunakan
sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang dilakukan:
1. Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
2. Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa menyakiti
orang lain.
3. Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri
seseorang.
e. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara penyelesaian
masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh karena itu perlu
dilakukan program :
1. Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tanda-
tanda bunuh diri.
2. Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
3. Melatih keterampilan koping yang adaptif.

2. Pencegahan Sekunder
Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan
penanganan dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan
adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan adalah anggota
masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa.
Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :
a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai
sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain dan penemuan langsung.
b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut
1. Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada semua pasien
yang berobat kepukesmas dengan keluhan fisik.
2. Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi maka
lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian keperawatan kesehatan
jiwa.
3. Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di tempat–
tempat umum)
4. Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan sesuai
dengan standar pendelegasian program pengobatan (bekerja sama dengan dokter)
dan memonitor efek samping pemberian obat, gejala, dan kepatuhan pasien
minum obat.
5. Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang
dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada
gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).
6. Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar
melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda yang tidak
biasa, dan menginformasikan jadwal tindak lanjut.
7. Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat yang aman,
melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping, dan melakukan rujukan jika
mengancam keselamatan jiwa.
8. Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk membantu
pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok , terapi keluarga dan terapi
lingkungan.
9. Memfasilitasi self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga, atau
kelompok masyarakat pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang mebahas
masalah-masalah yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara penyelesaiannya.
10. Menyediakan hotline service untuk intervensikrisis yaitu pelayanan dalam 24
pukul melalu telepon berupa pelayan konseling.
11. Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pelayana keperawatan
adalah : pada peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada
pasien gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau
ketidakmampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat
mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan.
Aktifitas pada pencegahan tersier meliputi :
a. Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber dimasyarakat
seperti sumber pendidikan, dukungan masyrakat (tetangga, teman dekat, tokoh
masyarakat), dan pelayan terdekat yang terjangkau masyarakat. Beberapa
kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap
penerima pasien gangguan jiwa.
2. Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam
penanganan pasien yang melayani kekambuhan.
b. Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri
berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara :
1. Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan
menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat
2. Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan
masyarakat.
3. Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan potensi yang perlu
dikembangkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien produktif
kembali.
4. Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil keputusan
untuk dirinya.
c. Program sosialisasi
1. Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
2. Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas hidup sehari-
hari/ADL),mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi
3. Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke tempat
rekreasi.
4. Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan bersama, pengajian bersama, majelis
taklim, kegiatan adat)
d. Program mencegah stigma.
Stigma merupaka anggapan yang keliru dalam masyarakat terhadap gangguan
jiwa, oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk
menghindari isolasi dan deskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa
kegiatan yang dilakukan, yaitu :
1. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang kesehatan jiwa
dan gangguan jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai pasien
gangguan jiwa.
2. Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau orang yang
berpengaruh dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan
jiwa.
E. Masalah Kesehatan Jiwa Masyarakat
Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat,
khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urban mental health)
meliputi: kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus perceraian, anak remaja putus
sekolah, kasus kriminalitas anak remaja, masalah anak jalanan, promiskuitas,
penyalahgunaan Napza dan dampak nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll), gelandangan psikotik
serta kasus bunuh diri.
1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap seseorang yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (definisi
dalam UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT). Lingkup rumah tangga adalah
suami, istri dan anak, termasuk juga orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga
karena hubungan darah, perkawinan, pengasuhan, perwalian dengan suami maupun istri
yang menetap bersama dalam rumah tangga.
Dampak kekerasan dalam rumah tangga meliputi gangguan kesehatan fisik
nonreproduksi (luka fisik, kecacatan), gangguan kesehatan reproduksi (penularan
penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki), gangguan kesehatan jiwa
(trauma mental), kematian atau bunuh diri. Kekerasan rumah tangga juga dapat menjadi
salah satu atau kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus penelantaran anak,
kasus kriminalitas anak remaja serta juga penyalahgunaan Napza.
2. Anak Putus Sekolah
Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas tahun 2005 lalu di
Indonesia tercatat jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak 1.000.746
siswa/siswi, sedangkan pelajar SLTA yang putus sekolah adalah sebanyak 151.976.
jumlah lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi pada tahun
tersebut tercatat sebanyak 691.361 siswa/ siswi. Laporan Organisai Buruh Internasional
(ILO) tahun 2005 menyatakan bahwa sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia
tidak bersekolah dan sebagainya menjadi “pekerja anak” perwakilan ILO di Indonesia
menyatakan bahwa banyaknya anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak disebabkan
karena biaya pendidikan di Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak terjangkau
oleh sebagian kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar (APK) program wajib
belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru mencapai 88,68% dari target
95% partisipasi anak usia sekolah yang diharapkan.
3. Masalah Anak Jalanan
Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak
jalananpenelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari
Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan di Indonesia adalah sekitar 30.000
anak dan sebagian besarnya berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu baru terdapat
12 daerah di Indonesia yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para anak-
anak jalanan tersebut jelas rentan terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan
perlakuan, pelecehan seksual bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh
orang dewasa yang menguasainya.
4. Kasus Kriminalitas Anak Remaja
Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephumkam dan komnas pelindungan anak
(PA) menujukan bahwa pada tahun 2005 di Indonesia terdapat 2.179 tahanan anak dan
802 narapidana anak, 7 diantaranya anak perempuan. Tahun 2006 angkanya menjadi
4.130 tahanan anak serta 1.325 narapidana anak, dimana 34 diantaranya adalah anak
perempuan. Menurut survey Komnas PA penyebab anak masuk LP Anak adalah 40%
karena terlibat kasus Narkoba (Napza), 20% karena perjudian sedangkan sisanya karena
kasus lain-lain. Kira-kira 20% tindak kekerasan seksual pada tahun 2006 pelakunya
adalah anak remaja, 72% anak remaja pelaku kekerasan seksual mengaku terinspirasi
Tayangan TV, setelah membaca media cetak porno dan nonton film porno. Laporan
Komnas PA menyatakan bahwa 50-70% anak terlibat dalam tindak pidana kriminalitas
lalu di vonis penjara dan masuk LP Anak justru perilakunya menjadi lebih jelek dan
menjadi residivis dikemudian hari.
5. Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) serta dampaknya
(Hepatitis C, HIV/AIDS, dll)
Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong dalam
zatpsikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar sinyal saraf (neuro-
transmiter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) sehingga meyebabkan terganggunya fungsi
kognitif (pikiran), persepsi, daya nilai (judgment) dan perilaku serta dapat menyebabakan
efek ketergantungan, baik fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza di Indonesia
sekarang sudah merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan negara.
Pengungkapan kasusnya di Indonesia meningkat rata-rata 28,9 % pertahun. Mengikuti
laju perkembangan kasus tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi penyakit hati lever
hepatitis tipe-c dan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS (Acquired
Immune-Deficiency Syndrome) yang modus penularan melalui penggunaan jarum yang
tidak steril secara bergantian pada “pengguna Napza suntik (Penasus/injecting drug user/
IDU).
Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara lain, pada
fase awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian tersebar melalui
perilaku seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks komersial, namun beberapa
tahun belakangan ini dijumpai kecenderungan peningkatan secara cepat penyebaran
penyakit ini diantara para pengguna Napza suntik. Berbagai sember memperkirakan
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000
orang dan sekitar 80% dari jumlah tersebut terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak
steril secara bergantian pada para pengguna Napza suntik, jumlah penderita HIV/AIDS
dari tahun 2000 sampai 2005 meningkat dengan cepat menjadi 4 kali lipat atau 40%. Data
pada akhir tahun 2005 menyatakan bahwa prevalensi penularan HIV AIDS pada
“penasun” adalah 80- 90% artinya , mencapai 90% dari total penasun dipastikan
terinfeksi HIV/AIDS.
6. Gangguan Psikotik Dan Gangguan Jiwa Skizofrenia
Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa
disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala
gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi
serta dijumpai daya nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku
aneh (bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di
suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35
tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk saja yang menderita gangguan tersebut, di
Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu orang penderita dari jumlah tersebut bila 10% nya
memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa berarti dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu
tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa yang ada saat ini hanya cukup merawat
penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000 orang. Jadi perlu dilakukan upaya
diantaranya porgram intervensi dan terapi yang implentasinya bukan di rumah sakit tetapi
dilingkungan masyarakat (community based psyciatric services) penambahan jumlah
rumah sakit jwa bukan lagi merupakan prioritas utama karena paradigma saat ini adalah
pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat (deinstitutionalization). Terlebih saat
ini telah banyak ditemukan obat-obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu
mengendalikan gejala ganggun penderitanya. Artinya dengan pemberian obat yang tepat
dan memadai penderita gangguan jiwa berat cukup berobat jalan.
7. Kasus Bunuh Diri
Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di seluruh dunia
melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan Sri Langka
menunjukkan angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang, mungkin di Indonesia angkanya
tidak jauh dari itu. Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari departemen kesehatan jiwa
WHO, lebih dari 90% kasus bunuh diri berhubungan dengan masalah gangguan jiwa
seperti depresi, psikotik dan akibat ketergantungan zat (Napza).
Yang mengkhawatirkan adalah dijumpainya pergeseran usia orang yang melakukan
tindak bunuh diri. Kalau dahulu sangat jarang anak yang usianya kurang dari 12 tahun
melakukan tindak bunuh diri, tetapi sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari 12
tahun semakin sering ditemukan. Ini menunjukkan kegagalan orang tua di rumah, guru di
sekolah dan tokoh panutan di asyarakat membekali keterampilan hidup (life skill) untuk
mengatasi tantangan maupun kesulitan hidupnya. Kasus bunuh diri sudah menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang serius terutama bila dikaitkan dengan dampak
kehidupan moderen. Oleh karena itu WHO memandang bunuh diri sebagai peyebab
utama kematian dini yang dapat dicegah.
Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah altruistic suicide atau bunuh diri
karena loyalitas berlebihan yang antara lain bentuk “bom bunuh diri”. Banyak ahli
mengaitkan hal tersebut sebagi manifestasi dari akumulasi kekecewaan, perlakuan tidak
adil atau tersisihkan. Mengatasi altruistic suicide tidak mudah dan memerlukan
pendekatan multi disiplin antara berbagai pihak terkait seperti aspek kesehatan jiwa,
pendekatan agama, penegakan hukum dan sosial.
F. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada (Anak, Remaja dan Lansia)
1. Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada Anak
Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa mencapai
11,6 % dari sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Hal ini menjadikan
masalah kesehatan jiwa sebagai prioritas bagi Kementerian Kesehatan karena merupakan
tantangan yang besar dengan kompleksitas tinggi di berbagai lapisan dan aspek
kehidupan. Anak-anak dapat menderita gangguan jiwa, sebagai berikut :
a. Gangguan kecemasan : Anak-anak dengan gangguan kecemasan menanggapi hal-hal
tertentu atau situasi dengan rasa takut dan ketakutan, serta dengan tanda-tanda fisik
dari kecemasan (gugup), seperti detak jantung yang cepat dan berkeringat.
b. Gangguan perilaku : Anak-anak dengan gangguan ini cenderung untuk menentang
aturan dan sering mengganggu di lingkungan terstruktur, seperti sekolah.
c. Gangguan perkembangan : Anak-anak dengan gangguan ini biasanya pola pemikiran
mereka memiliki masalah dalam memahami dunia di sekitar mereka.
d. Gangguan makan : Gangguan makan dapat melibatkan emosi dan sikap, serta
perilaku yang tidak biasa, terkait dengan kondisi tubuh bahkan makanan.
e. Gangguan Eliminasi : Gangguan ini mempengaruhi perilaku yang terkait dengan
pembuangan limbah tubuh (feses dan urin).
f. Gangguan Afektif : Gangguan ini melibatkan perasaan sedih terus menerus bahkan
berubahnya suasana hati dengan cepat.
g. Skizofrenia : Ini adalah gangguan serius yang melibatkan persepsi terdistorsi dan
pikiran.
h. Gangguan Tic : Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan aktifitas
yang sama serta berulang, gerakan tiba-tiba dan tak terkendali serta sering.
Beberapa penyakit, seperti gangguan kecemasan, gangguan makan, gangguan afektif, dan
skizofrenia, dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak. Sedangkan gangguan
perilaku dan gangguan perkembangan, gangguan eliminasi, gangguan belajar dan
komunikasi dimulai pada masa kanak-kanak saja, meskipun dapat berlanjut terus sampai
dewasa. Dalam kasus yang jarang terjadi, gangguan tic dapat terjadi pada orang dewasa.
Tetapi hal yang tidak biasa bagi seorang anak memiliki lebih dari satu gangguan.
2. Jenis Gangguan jiwa yang ditangani pada Remaja
a. Gangguan Cemas
Cemas (ansietas) adalah perasaan gelisah yang dihubungkan dengan suatu antisipasi
terhadap bahaya, ini berbeda dengan rasa takut, yang merupakan bentuk respon
emosional terhadap bahaya yang obyektif, walaupun manifestasifisiologik yang
ditimbulkannya sama cemas merupakan suatu bentuk pengalamanan yang umum, tapi
dapat ditemui dalam bentuk yang berbeda pada gangguan psikiatrik dan gangguan
medis Diagnosis mengenai cemas ditegakkanapabila gejala cemas mendominasi dan
menyebabkan distres (rasa tertekan) atau gangguan yang nyata.
b. Gangguan Depresi
Dalam perkembangan normal pun seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk
mengalami depresi, oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan secara jelas
dan hati-hati antara depresi yang disebabkan oleh gejolak
mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi yang patologik.
Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada
remaja sering tidak terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik
pada remaja sering kali akan berlanjut sampai
masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii membagi depresi
pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.
1. Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya
2. Tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan
gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya
lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelelahan sometik, dan lebih
sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem
tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.
c. Gangguan somatoform ( Psikosomatik )
Gangguan ini lebih dikenal di masyarakat umum sebagai gangguan psikosomatik .
Ciri uatama dari gangguan somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang
berulang, yang disertai dengan dengan permintaan pemeriksaan medis : meskipun
sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokter
bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya. Pasien
biasanya menolak adanya kemungkinan penyebab psikologis, walaupun ditemukan
gejala ansietas dan depresi yang nyata.
d. Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik adalah suatu kondisi terdapatnya gangguan yang berat dalam
kemampuan menilai realitas, yang bukan karena retardasi mental atau gangguan
penyalahgunaan NAPZA. Terdapat gejala yaitu waham , halusinasi,
perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah laku
agitatif dan disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :
1. Skizofrenia
2. Gangguan mood / afektif yang disertai dengan gejala psikotik
3. Gangguan waham
4. Gangguan mental organik dengan gejala psikotik ( yang ditandai oleh adanya
antara lain delirium,demensia )
Skizofrenia pada masa kanak dan remaja didefinisikan sama dengan skizofrenia pada
masa dewasa, dengan gejala psikotik yang khas, seperti adanya defisit pada fungsi
adaptasi, waham, halusinasi, asosiasi yang melonggar atau inkoherensi ( isi pikir yang
kacau ), katatonia, afek yang tumpul atau tidak dapat diraba-rabakan.
e. Gangguan Penyalahgunaan NAPZA ( Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan zat
Adikif lainnya )
Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin
meningkat . faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja penyalahgunaan
NAPZA :
1. Konflik keluarga yang berat
2. Kesulitan Akademik
3. Adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan tingkah
laku dan depresi.
4. Penyalahgunaan NAPZA oleh orang –tua dan teman
5. Impulsivitas
6. Merokok pada usia terlalu muda.
Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin besar kemungkinan seorang remaja
akan menjadi penggunaan NAPZA.
3. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada Lansia
a. Skizofernia
Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan
gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan
lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan
pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka
prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam
pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan
gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah
marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang
disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga
penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan skizofrenia
berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti mendengar
pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih
memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga.
b. Parafrenia
Parafrenia merupakan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada
lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini
sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan
gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian
pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan)
dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan
sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga
anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran.
Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.
c. Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan
emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi.
Gangguan afektif ini antara lain:
1. Gangguan Afektif tipe Depresif
2. Gangguan Afektif tipe Manik
d. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering
sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai
gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa
mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada
masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia)
berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia
(lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya
tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh,
secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya
menjadi irrasional. Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai
berikut:
1. Neurosis cemas dan panic
2. Neurosis obsesif kompulsif
3. Neurosis fobik
4. Neurosis histerik (konversi)
5. Gangguan somatoform
6. Hipokondriasis

G. Perkembangan Keperawatan Jiwa Komunitas

Menangani klien yang memiliki masalah sikap, perasaan dan konflik



Pencegahan primer

Penanganan multidisiplin

Spesialisasi keperawatan jiwa
1. Dulu: Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan, dipasung
2. Sekarang :
a. Meningkatkan Iptek
b. Pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa meningkat
c. Perlu pemahaman tentang human right
d. Penting meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan konsumen.

H. Perawatan Klien Gangguan Jiwa


1. Perawatan di Rumah Sakit Jiwa.
Rencana keperawatan klien di rumah sakit jiwa meliputi:
a. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan selama klien dirawat: Pada awal klien
di rawat,perawat hendaknya melakukan kontrak hubungan dengan klien dan
keluarga.Keluarga mengetahui peran dan tanggung jawabnya dalam proses
keperawatan yang direncanakan melalui kontrak yang telah disepakati.Hubungan
saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama untuk membantu
klien mengungkapkan dan mengenal perasaannya,mengidentifikasi kebutuhan dan
masalahnya,mencari alternative pemecahan masalah,melaksanakan alternative yang
dipilih serta mengevaluasi hasilnya.Tindakan keperawatan terhadap keluarga antara
lain:
1. Menyertakan keluarga dalam rencana perawatan klien
2. Menjelaskan pola perilaku klien dan cara penanganannya
3. Membantu keluarga berperilaku terapeutik,yang dapat menolong memecahkan
masalah klien.
4. Mengadakan pertemuan antar keluarga klien:diskusi,membagi
pengalaman,mengatasi masalah klien.
5. Melakukan terapi - keluarga.
6. Menganjurkan kunjungan keluarga yang teratur.
Persiapan Pulang: Perawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilajutkan
dengan perawatan di rumah.Untuk itu,selama di rumah sakit perlu dilakukan
persiapan pulang.Persiapan pulang dilakukan segera mungkin setelah dirawat
serta diintegrasikan di dalam proses keperawatan.Persiapan atau rencana pulang
bertujuan untuk:
a. Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik,psikologis dan social
b. Meningkatkan kemandirian klien dan keluarga.
c. Melaksanakan rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat
d. Melaksanakan proses pulang yang bertahap.
b. Beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalam persiapan pulang adalah:
1. Pendidikan (edukasi, reedukasi, reorientasi).
Penurunan angka kambuh pada klien dan keluarga yang mengikuti program
pendidikan. Pendidikan kesehatan ini ditujukan pula untuk mencegah atau
menguraikan dampak gangguan jiwa bagi klien. Program pendidikan yang dapat
dilakukan adalah:
a. Ketrampilan khusus: ADL, perilaku adaptif, aturan makan obat, penataan
rumah tangga, identifikasi gejala kambuh,pemecahan masalah.
b. Keterampilan umum: komunikasi efektif, ekspresi emosi yang konstruktif,
relaksasi, pengelolaan stress (stress management).
2. Program pulang bertahap.
Setelah klien mempunyai kemampuan dan keterampilan mandiri maka klien dapat
mengikuti program pulang bertahap. Tujuannya adalah melatih klien kembali ke
lingkungan keluarga dan masyarakat. Klien, keluarga bahkan kalau perlu
masyarakat dipersiapkan, antara lain apa yang harus dilakukan klien di rumah,
apa yang harus dilakukan keluarga untuk membantu adaptasi. Kegiatan yang
dilakukan klien dan keluarga di rumah dapat dibuat daftar dan dievaluasi
keberhasilannya sebagai data untuk rencana berikut.
3. Rujukan.
Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai hubungan langsung
dengan rumah sakit. Perawat komunitas (Puskesmas) sebaiknya mengetahui
perkembangan klien di rumah sakit dan berperan serta dalam membuat rencana
pulang.
4. Rencana Perawatan di rumah.
Setelah klien pulang ke rumah, sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan
pada Puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program integrasi kesehatan
jiwa.Perawat komuniti yang menangani klien dapat menganggap rumah klien
sebagai “ruang perawatan”.Perawat,klien dan keluarga bekerja sama untuk
membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga dan masyarakat.Perawat dapat
membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan rumah
dan aftercare di Puskesmas. Perawat membantu klien dan keluarga menyesuaikan
diri dilingkungan keluarga,dalam hal sosialisasi,perawatan mandiri dan
kemampuan memecahkan masalah.

2. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa Di Puskesmas


Perawat komunitas (Puskesmas) sebaiknya mengetahui perkembangan klien di rumah
sakit dan berperan serta dalam membuat rencana pulang, dan sebaliknya pada klien
gangguan jiwa yang akan dirujuk ke RSJ.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan Jiwa adalah pelayan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu
perilaku, Ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon
psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan
menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapetik dan dan
terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan
untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan
jiwa. klien, (individu, keluarga, kelompok komunitas).

B. Saran
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang
terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan
fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya,
Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting
untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa
konsep dasar yangf berhubungan denga asuhan keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN Basic. Jakarta: EGC.
Makalah Keperawatanku, Community Mental Health Nursing. Post 14 Maret 2012. Diambil pada
tanggal 15 April 2013, dari
alamat http://makalahkeperawatanku.blogspot.com/2012/03/community-mental-health-
nursing.html
Dunia Remaja, Beberapa jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi pada masa remaja. Post 23
Februari 2012. Diambil pada tanggal 15 April 2013, dari
alamat http://reni77.wordpress.com/2012/02/23/beberapa-jenis-gangguan-jiwa-yang-
banyak-terjadi-pada-masa-remaja/
Kesehatan komposiana, Gangguan Jiwa Pada Anak. Post 12 April 2013. Diambil pada tanggal
15 April 2013, dari alamat http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2013/04/12/gangguan-
jiwa-pada-anak 545552.html?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khewp

Anda mungkin juga menyukai