Anda di halaman 1dari 2

PANCASILA

Pancasila yang berarti Panca artinya lima dan Sila artinya asas atau dasar. Pertama kali
dikemukakan oleh Bung Karno dalam pidatonya di siding Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, pada
tanggal 1 Juni 1945) di Jakarta, untuk menyatakan tentang lima dasar negara.
Kata Pancasila berasal dari Bahasa Sansekerta yang digunakan dalam agama Budha
untuk menyatakan adanya lima pantangan bagi para upasaka dan upasika, yaitu pantang
membinasakan makhluk, pantang mencuri, pantang berbuat zina, pantang menipu, pantang
minuman keras.
Istilah Pancasila dalam kitab (sarga) ke 53 bait kedua dari kitab Nagarakertagama, yaitu
kitab yang digubah semasa pemerintahan Hayam Wuruk sebagai syair pujian tentang
kemegahan negara Majapahit oleh Mpu Prapanca tahun 1365, yang menyatakan:
‘Yatnanggewani Pancasila Krtasangskara bhisekakakrama’ maksudnya, “(Raja)
melaksnaakan dengan setia kelima pantangan, begitu juga upacara-upacara ibadah dan
penobatan”.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang
diberikan Bung Karno untuk menunjukkan kelima sila yang tercantum dalam Alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Kelima sila itu dilukiskan oleh lambang negara Garuda Pancasila dalam bentuk perisai
yang seolah-olah digenggam Garauda, yang sedang mengembakan sayapnya dan berdiri di atas
pita Bhineka Tunggal Ika. Bung Karno menyatakan Pancasila dapat diperas menjadi Trisila, yaitu
menjadi sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemudian Trisila
itu dapat diperas mejadi Ekasila (satu dasar) yakni Gotongroyong. Jika akan diperas menjadi
Ekasila, maka Ekasila seharusnya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pancasila adalah pencerminan dari Bhinneka Tunggal Ika ia bukan “sumber dari segala
hukum” sebagaimana memorandum DPRGR tanggal 9 Juni 1966, melainkan ia adalah sumber dari segala
sumber hukum ketatanegaraan Indonesia.
BHINNEKA TUNGGAL IKA
Istilah Bhinneka Tunggal Ika berasal dari lontar sutasoma karya Mpu Tantular yang berbunyi: “
Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma mangrwa”, maksudnya berbeda itu satu,tidak ada kebenaran
(agama) mendua. Kata-kata lain dalam ajaran Hindu Bali: “ Ekam eva adwityam brahman”, yang artinya
(Ekam eva) hanya satu, (Adwityam) tidak ada duanya, (Hyang Widhi= Tuhan) brahmani.

Pak Harto memberikan istilah eka sebagai nama Pedoman Penghayatan dan Pengalaman
Pancasila ialah Eka Prasetia Pancakarsa TAP MPR no. 11/1978. Eka artinya satu, Prasetia artinya janji
atau tekad, Panca artinya lima dan Karsa artinya kehendak atau tekad. Jadi maksud Eka Prasetia
Pancakarsa adalah tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak.

Jadi yang dimaksud dengan Bhinneka Tunggal Ika adalah walaupun berbeda namun satu jua
negaranya, yaitu negara kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan Pancasila kongres pemuda telah
dimulai pada tahun 1928, yaitu kongres dari berbagai golongan dan aliran pemuda, yang terkenal
dengan istilah Sumpah Pemuda di Jakarta. Pada masa itu pemuda Indonesia bertekad bulat mengaku
bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, menjunjung Bahasa persatuan
Bahasa Indonesia.

Dalam pidato bung karno pada tanggal 10 November 1956: “ Tjintailah dan madjukanlah daerah
asalmu, tapi tjintainjalan dan madjukanlah dalam rangka kesatuan tanah air dan bangsa Indonesia”.
Kemudian Moehamad Roem mengatakan bahwa “Manusia membuat rencana, tapi rencana Tuhanlah
yang berlaku. Kata bersayap ini saya sudah mendengar diucapkan berkali-kali dalam berbagai
kesempatan oleh pemimpin-pemimpin dari bermacam-macam aliran. Heranlah kita, jika lahir lambing
negara Bhineka Tunggal Ika”.

SANG BHUMI RUWA JURAI

Kata-kata Sang Bhumi Ruwa Jurai tercantum pada lambang daerah tingkat I Provinsi Lampung.
Berbentuk perisai bersegi lima dengan lukisan paying yang melindungi siger dengan sebuah gong
bersilang laduk dan payan di belakangnya, yang dilingkari setangkai padi dan setangkai lada yang
bertolak dari aksara asli, dengan pita bertulisan Sang Bumi Ruwa Junai.

Kata-kata Sang Bhumi Ruwa Junai yang terdiri dari kata sang artinya mulia, bumi artinya tanah
kediaman, ruwa artinya dua, jurai artinya garis keturunan. Jadi Sang Bhumi Ruwa Junai adalah tanah
kediaman mulia dari dua asal keturunan, yaitu masyarakat penduduk asli dan penduduk pendatang.

Selain lambang daerah masyarakat masihterdapat pandangan hidup yang disebut Pi-il Pesenggiri
dalam arti mempunyai harga diri. Kata Pi-il artiya rasa (malu), Pesenggiri artinya kepribadian (tidak mau
kalah). Pi-il orang Lampung terdiri dari lima sila yaitu:
1. Pesenggiri artinya tidak mau kalah
2. Nemui nyimah artinya suka menerima dan memberi
3. Nengah nyappur artinya suka bergaul dan bermusyawarah
4. Sakai sambayan artinya suka tolong menolong
5. Juluk adek artinya suka bergelar dan bernama baik.

Anda mungkin juga menyukai