Anda di halaman 1dari 6

3.

Dinamika Pancasila pada Awal Kemerdekaan Pada masa-masa awal kemerdekaan, tidak banyak lagi
pembicaraan me- ngenai Pancasila. Pancasila mulai dikenal kembali ketika diterbitkannya buku bertajuk
Lahirnya Pancasila, Bung Karno Menggembleng Dasar Negara tahun 1947. Isi buku tersebut merupakan
pidato Ir. Sockamo pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam bagian pengantamya, dr. KRT Radjiman
Wedyodiningrat menyampaikan sebagai berikut.

Pada tahun 1949 terjadi perubahan konstitusi yakni dari UUD negara Republik Indonesia yang
ditetapkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 menjadi Konstitusi RIS. Bagian mukadimah Konstitusi RIS 1949
memuat dasar negara dengan rumusan sebagai berikut. a. Ketuhanan Yang Maha Esa. c.
Perikemanusiaan. & Kebangsaan. k Kerakyatan. Keadilan sosial. Lima prinsip ini berbeda rumusannya
dengan rumusan yang terdapat dalam bagian Pembukaan UUD yang ditetapkan tahun 1945

Pada tahun 1950, terjadi perubahan bentuk negara, yakni dari negara RIS menjadi negara kesatuan.
Perubahan bentuk negara ini diikuti dengan pemberlakukan konstitusi baru yakni Undang-Undang Dasar
Sementara 1950. Bagian mukadimah UUDS 1950 juga memuat lima prinsip, yakni Ketuhanan Yang Maha
Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Rumusan ini sama dengan rumusan
dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949. Pada tanggal 5 Juli 1959 terjadi Dekrit Presiden yang isinya
memberlakukan kembali UUD NRI yang ditetapkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai undang-
undang dasar negara menggantikan UUDS 1950. UUD yang diberlakukan ini selanjutnya dikenal luas
dengan nama "UUD 1945". Lima prinsip dasar negara pada akhimya kembali pada rumusan semula
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Terjadinya perubahan undang-undang dasar
mengakibatkan terjadinya perubahan rumusan dasar negara meskipun tidak mengubah isinya secara
mendasar. Ketiga undang-undang dasar tersebut juga tidak menyebut istilah atau nama "Pancasila"
sebagai dasar negara. Namun demikian, berdasar interpretasi historis dan ada commanis opinio bahwa
dasar negara itu benama Pancasila. Pada periode 1945-1959, selain pidato I Juni 1945, muncul kembali
pemikiran tentang Pancasila yang dikemukakan oleh Ir. Sockamo ketika memberikan uraiannya pada
Kursus Pancasila pada tahun 1958 di Istana Negara, tepatnya tanggal 26 Mei, 5 Juni, 16 Juni, 5 Juli, 22
Juli, dan 3 September 1958. Pada uraiannya mengenai Pancasila, Ir. Sockarno ecara panjang lebar
mengemukakan "is daripada sila-sila Pancasila Ii yang dimaksud adalah makna atau hakikat dari masing-
masing lA Pancasila yang menurutnys tetap berisi lima hal, yakni kebangsaan, memasionalisme,
mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan. Memurut Ir. kamo, ieski unutannya berubah, tetapi isinya
tetaplah sama

Pemikiran Pancasila juga terjadi saat dilaksanakan Seminar Pancasila 1 tahun 1959 di Yogyakarta. Dalam
seminar tersebut ada S pemrasaran yang menyajikan pemikirannya mengenai Pancasila, yakni Muh.
Yamin, Roeslan Abdulgani, Prijono, Notonagoro, dan N. Drijakara. Ir. Sockarno juga memberikan
uraiannya pada saat penutupan seminar tersebut pada tanggal 20 dan 21 Februari 1959. Pada periode
1945-1959 juga terjadi perdebatan mengenai Pancasila sebagai dasar negara, terutama di sidang-sidang
Konstituante antara tahun 1957-1959. Konstituante adalah lembaga negara yang dibentuk dengan
tujuan menyusun undang-undang dasar baru sebagai pengganti dari UUDS 1950. Pada masa-masa
sidang Konstituante, Pancasila diperdebatkan keberadaannya oleh para anggota sidang. Apakah akan
tetap dipertahankan sebagai dasar negara ataukah akan dilakukan penggantian terhadap dasar negara
Indonesia? Periode ini ditandai dengan memuncak dan meluasnya konflik ideologi, yang secara cksplisit
dikemukakan dalam sidang Majelis Konstitutuante (Pranarka, 1985). Ideologi yang ditawarkan,
diusulkan, dan diperdebatkan adalah idcologi barat modern sekuler, ideologi Islam, dan ideologi
kebangsaan. Konstituante tidak mampu memenuhi kuorum pada saat pengumutan suara bagi para
anggotanya. Pada akhimya, Konstitutante dianggap tidak mampu mengambil keputusan guna menyusun
undang- undang dasar baru. Menghadapi krisis dan kemacetan yang terjadi dan dengan mendapat
dukungan dari partai politik, kaum intelektual, dan Angkatan Darat, maka Ir. Sockamo, mengeluarkan
dekrit tanggal 5 Juli 1959. Isi dekrit adalah membubarkan Konstitutuante, berlakunya kembali UUD
1945, dan pembentukan MPRS. B. DINAMIKA PANCASILA PADA ERA ORDE LAMA Periode Orde Lama
berlangsung antara tahun 1959-1966, yakni sat keperninpinan Presiden Sockamo, yang ditandai dengan
berlakunya

kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Periode ini juga dapat disebut masa Demokrasi
Terpimpin. Pancasila banyak disebut dan dikemukakan oleh Ir. Sockamo, misalnya pada saat Pidato
kenegaraan tanggal 17 Agustus 1959 yang dikenal sebagai Manifesto Politik dan sebagai
pertanggungjawaban atas Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada masa itu, Ir. Sockamo mengenalkan
Pancasila sebagai landasan idiil dan pemerintahan yang berdasar UUD 1945 sebagai landasan struktural
dari tujuan revolusi Indonesia. Tema revolusi nasional didengungkan secara terus-menerus, antara lain
dalam Pidato tanggal 17 Agustus 1960 yang berjudul Djarek (Djalannya Revolusi Kita). Pancasila menjadi
bagian dari revolusi Indonesia saat itu yang dikembangkan menjadi ideologi Manipol USDEK. Dalam
mengimplentasikan Pancasila, Ir. Sockano melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang
disebut USDEK. Untuk memberi arah perjalanan bangsa, presiden menekankan pentingnya memegang
teguh UUD 1945, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian
nasional. Pancasila banyak ditampilkan pada saat membahas mengenai kepribadian nasional. Dalam
pandangan kebangsaan, dikemukakan kritik-kritik terhadap liberalisme, sistem demokrasi Barat, dan
gerakan separatisme. Pancasila dipertentangkan dengan hal-hal tersebut. Pada masa itu pula, Ir.
Sockamo berhasil membawa Pancasila dikenal ke dunia melalui pidatonya di hadapan Sidang Umum PBB
tahun 1960, yang berjudul "Membangun Dunia Kembali (To Build The World A New)". Pancasila
ditampilkan sebagai Dasar Piagam yang Universal untuk Kesejahteraan Umnat Manusia. Sebagian dari isi
pidato tersebut sebagai berikut. "Arus sejarah memperlihatkan dengan myata bahwa semua bangsa
memerlukan sesuatu konsepsi dan cita-cita, Jika mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita
itu menjadi

Dalam bidang pendidikan nasional yang termuat dalam Pem. bangunan Nasional Semesta Berencana,
termuat arti penting Pancasila yaitu politik dan sistem pendidikan nasional kita yang diselenggarakan
olch pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta dari pendidikan prasekolah sampai dengan
pendidikan tinggi, supaya melahirkan warga negara-warga negara Indonesia yang berjiwa Pancasila,
ialah 1) Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) kemanusiaan yang adil dan beradab, 3) kebangsaan, 4)
kerakyatan, 5) keadilan sosial (Pranarka, 1985: 182) C. DINAMIKA PANCASILA PADA ERA ORDE BARU
Orde Baru adalah masa pemerintahan Presiden Socharto antara tahun 1966-1998. Pemerintahan Orde
Baru ditandai pada saat Jenderal

Socharto diberi kewenangan oleh Presiden Sockamo waktu itu untuk mengendalikan keadaan,
memulihkan keamanan dan ketertiban dalam negara setelah terjadinya Pemberontakan G 30 S/PKI.
Kewenangan itu didasarkan pada Surat Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru lahir dari konteks
penyimpangan yang dilakukan olch pemerintahan sebelumnya. Pemerintahan sebelumnya dianggap
telah mempraktikkan kehidupan kenegaraan yang tidak berdasar pada Pancasila dan UUD 1945,
peranan presiden yang amat besar, serta Manipol-USDEK dan NASAKOM telah menggeser
kedudukannormatif Pancasila dan UUD 1945. Orde Baru berusaha untuk mengembalikan tatanan
kehidupan bernegara kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
(Pranarka, 1985). Peristiwa penting di masa Orde Baru (1996-1998) adalah seruan Presiden Socharto
yang secara terus-menerus untuk memahami tentang pentingnya Pancasila sebagai dasar negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Tidak hanya itu saja, Pancasila perlu untuk dihayati dan diamalkan
dalam kehidupan schari-hari. Salah satunya adalah ketika Socharto berpidato selaku Pejabat Presiden di
hadapan sidang DPR GR tanggal 16 Agustus 1967. Di antaranya dikatakan sebagai berikut.
"Mempertahankan, memurnikan wujud dan memurnikan pe- laksanaan Pancasila dan UUD 1945, itulah
fungsi dan tujuan Onde Baru Pancasila yang merupakan keluhuran pandangan kidup bangsa itu
mencerminkan nilai-nilai pokok pandangan hidup seluruh bangsa lndonesia dan merupakan kepribadian
Indonesia (Pranarka, 1985; 208-209). Usaha-usaha secara sistematis untuk memperkuat kedudukan
Pancasila itu dilakukan antara lain, melalui: LSimposium Universitas Indonesia Tahun 1966, yang dalam
pembahasan bidang ideologi membual simpulan kembali ke rel Pancasila sejati

2 Sidang Umum MPRS 1966, yang menghasilkan Tap MPRS No XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib
Hukum Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia. Berdasar ketetapan itu
Pancasila dinyatakan sebagai sumber tertib hukum atau sumber dari segala sumber hukum 3. Pada
tahun 1968, Presiden Socharto mengeluarkan Inpres No. 12 Tahun 1968 tentang penulisan dan
pembacaan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. 4. Sidang Umum
MPR 1973, mengeluarkan putusan terkait Pancasila misalnya dengan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973
tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN sebagai program pembangunan bertujuan
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasar Pancasila di dalam wadah negara kesatuan republik
Indonesia. Sejak saat itu dikenal luas Pancasila menjadi landasan idiil pembangunan nasional. 5. Sidang
Umum MPR 1978, hasil Sidang Umum MPR tahun 1978 adalah keluarnya Ketetapan MPR No.
IL/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau Eka- prasetya Pancakarsa.
Sejak itu, Pancasila bukan sekadar dasar filsafat negara yang tertuang dalam pasal-pasal UUD 1945,
tetapi sebuah petunjuk perilaku dan juga munculnya "moral Pancasila" yang hendaknya tereermin
dalam sikap dan perilaku manusis Indonesia Pada Lahun 1985, idcologi Pancasila dikembangkan sebagai
satu-satunya asas dalam organisasi sosial politik dan organisas kemasyarakatan. Pada masa itu, keluar
Undang-Undang No.8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang isinya mewajibkan Pancasila
menjadi salu-satunya asas dalam berorganisasi. Tahun 1998, pemerintahan Orde Baru mengalami krisis
legitima Krisis ini bermula dari krisis moneter dan ekonomi tahun 1997. Ora

Baru telah dianggap gagal dalam mengelola pemerintahan yang semakin sentralistis dan dihinggapi
penyakit kolusi, korupsi, dan nepotisme. Tepat tanggal 21 Mei 1998, Presiden Socharto meletakkan
jabatan presiden dan menyerahkan kepada wakilnya, yakni BJ Habibie. Sejak saat itu dimulailah Era
Reformasi. D. DINAMIKA PANCASILA PADA ERA REFORMASI Era Reformasi tahun 1998, lahir dengan
semangat menghapuskan pengalaman-pengalaman buruk penyelenggaraan bernegara yang dilakukan
oleh Orde Baru dan melakukan reformasi atas penyelengga- raan pemerintahan. Tuntutan reformasi
saat itu adalah: 1) Amandemen UUD 1945, 2) Penghapusan doktrin Dwi Fungsi ABRI, 3) Penegakan
hukum, HAM, dan pemberantasan KKN, 4) Otonomi Daerah, 5) Kebebasan Pers, dan 6) Mewujudkan
kehidupan demokrasi. Ekses lain dari reformasi adalah anggapan bahwa semua warisan Orde Baru
dianggap menyimpang dan harus dihapuskan, termasuk di dalamnya Pancasila. Ideologi Pancasila yang
dimunculkan dengan Naskah P4 dianggap alat legitimasi kekuasaan Orde Baru. Selama proses reformasi
ini Pancasila seakan terpinggirkan. Pancasila ibarat mengalami hibernasi dan tidak ada pihak yang
berusaha menggugahnya (Fuad Hassan, 2006:38). Di masa awal reformasi, Pancasila ielah dilupakan
banyak orang Setidaknya hal ini diakui olch mantan Presiden BJ Habibie dalam pidato Peringatan Hari
Lahir Pancasila I Juni 2011, yang menyatakan sebagai berikut, un Ada sejumlah penjelasan, mengapa
Pancasila scolah 'lenyap'dari Aehidupan kita. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa vang
telah berubah baik di tingkat domestik, regional, maupun

Memang telah menjadi fenomena umum bahwa pada awal reformasi pamor Pancasila tampak meredup,
sebagaimana dinyatakan alch Jimly Asshiddiqie (2009), terjadi perkembangan yang sangat menarik, yaitu
sejak bergulimya Era Reformasi tahun 1998, kata Pancasila menjadi semakin jarang diucapkan, dikutip,
dan dibahas, baik dalam konteks kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Mahfud MD (2008),
juga menyatakan realitas politik sangat terasa bahwa sejak Era Reformasi semangat menggelorakan
Pancasila mulai mengendur Di tengah kebebasan dan demokrasi yang berjalan, kesan masyarakat
terhadap Pancasila pasca Orde Baru sekarang ini sedang berada pada titik jenuh dan terjadinya
penistaan terhadap Pancasila sebagai akibat dari mistifikasi dan ideologisasi Pancasila olech Orde Baru
(Gumilar R Somantri, 2006). Azyumardi Azra (2003) selaku Ketua Presidium Ikatan Cendikiawan Muslim
Indonesia (ICMI) mengatakan bahwa komitmen melaksanakan Pancasila dalam berbangsa dan
bernegara semakin luntur. Hal ini disebabkan karena laju liberalisasi di segala

bidang baik politik, hukum, dan ekonomi yang begitu kuat dalam masyarakat Indonesia. Salah satu
putusan penting kenegaraan perihal Pancasila adalah keluamya Ketetapan MPR No. XVIIUMPR/1998
tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor.
IL/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dan
Penetapan tentang Penegasan Kembali Pancasila sebagai Dasar Negara. Keluarnya ketetapan MPR tahun
1998 ini sesungguhnya dapat dikatakan sebagai momen penting dan bersejarah mengenai bagaimana
bangsa ini saat itu memahami, menyikapi, dan sekaligus tertindak terhadap Pancasila. Pancasila, yang
selama masa Orde Baru, amat "disakralkan" dan dijadikan legitimasi ideologis untuk mengendalikan
seluruh segi kehidupan, dengan serta-merta dan mudahnya-karena cuforia reformasi-turut dihapuskan.
Boleh jadi, tuntutan gerakan reformasi yang menolak semua hal yang berbau Orde Banu, maka Pancasila
ikut "terdeskreditkan" secara jauh dan salah satu keputusan penting Orde Baru itu pun turut
dirobohkan. Era Reformasi ternyata tidak "alergi" dengan Pancasila. Semangat reformasi justru ingin
kembali dan menegaskan bahwa Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia, tetapi juga tidak
ingin memperlakukan Pancasila sebagai alat legitimasi kekuasaan. Dewasa ini, Pancasila mulai kembali
diwacanakan baik melalui pemikiran akademis maupun jalur politik kenegaraan. Pancasila yang pada
awal reformasi tampak dipinggirkan, mulai ramai lagi diperbincangkan bahkan perdebatkan di tingkat
masyarakat dengan tujuan untuk mencari makna dan kedudukan dalam kehidupan berbangsa DAO dan
bernegara (Adian Husaini, 2009). Diskursus Pancasila dihidupkan bukan untuk mengulang sejarah, tetapi
meletakkan kembali

Pancasila secara proporsional dan kontekstual dengan semangat zaman (As'ad Said Ali, 2009). Diskursus
Pancasila telah muncul dalam bentuk kegiatan ilmiah yang diprakarsai oleh perguruan tinggi. Beberapa
kegiatan ilmiah seputar Pancasila itu adalah Simposium Peringatan Hari Lahir Pancasila diselenggarakan
oleh Universitas Indonesia (UI) tanggal 31 Mei 2006, Sarasehan dan Simposium Pancasila di Universitas
Gadjah Mada (UGM) tanggal 14-15 Agustus 2006, Seminar Nasional Pendidikan Pancasila sebagai
Pendidikan Kebangsaan diselenggarakan olch Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tanggal I Juni 2009,
dan Kongres Pancasila l-VII yang dilaksanakan tahunan sejak 2009 hingga sekarang. Mantan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada acara Peringatan Hari Lahir Pancasila baik di tahun 2006 yang
bertajuk "Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila" meminta semua
pihak untuk menghentikan perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara, karena berdasarkan
Ketetapan MPR No. XVIIIMPR/1998, telah menetapkan secara prinsip Pancasila sebagai dasar negara.
Adapun cukilan pidato tersebut sebagai berikut.

Dokumen kenegaraan secara tersurat juga menyatakan penerimaan atas Pancasila. Dalam Peraturan
Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-
2009, disebutkan bahwa dalam rangka Strategi Penataan Kembali Indonesia, bangsa Indonesia ke depan
perlu secara bersama-sama memastikan Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak
lagi diperdebatkan. Beberapa ketetapan MPR RI lain menyiratkan penerimaan atas Pancasila, sebagai
berikut. 1. Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR /1998 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan Bangsa
Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai hak asasi manusia yang bersumber dari ajaran
agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan UUD
1945. Pasal 2: Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia untuk meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi
Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. 2 Ketetapan MPR RI No.
V/MPR/2000 tentang Pemantapan Per- satuan dan Kesatuan Nasional. Kondisi yang Diperlukan (2)
Terwujudnya sila Persatuan Indonesia yang merupakan sila ketiga dari Pancasila sebagai landasan untuk
mempersatukan dung Arah kebijakan (2) Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang terbuka
dengan membuka wacana dan dialog terbuka di dalam masyarakat schingga dapat menjawab tantangan
sesuai dengan visi Indonesia undap eseu 3. Ketetapan MPR RI No. VIMPR/2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa yang mengartikan Etika Kehidupan Berbangsa me- rupakan rumusan yang bersumber dari
ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin
dalan Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpiu. bersikap, dan bertingkuh laku dalam kehidupan
berbangsa. MPR schagai lembaga negara saat ini juga tengah gencal mensosialisasikan konsensus
kebangsaan yang dikenal dengan nam Emput Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, yakni Pancasil
UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Dalam buku Em Pilar Kekidupan Berbangsa dan Bernegara,
terbitan Sekretar

MPR (2012), dikatakan Pancasila telah membimbing kehidupan lahir batin yang makin baik di dalam
masyarakat Indonesia. Pancasila sebagaimana termaktub pada Pembukaan UUD 1945 telah diterima
dan ditetapkan sebagai dasar negara. Di dalam Pancasila itulah tercantum kepribadian dan pandangan
hidup bangsa yang telah diuji kebenaran dan keampuhannya, sehingga tidak ada satu kekuatan
manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Berdasar uraian di
atas, dapat dikemukakan bahwa era reformasi yang pada awalnya "mendeskreditkan" Pancasila karena
dianggap sebaga bagian dari Orde Baru, pada perkembangan selanjutnya bisa menerima kembali
Pancasila. Bangsa Indonesia pada akhirnya harus mengakui bahwa Pancasila adalah produk sejarah
bangsa, warisan jenius pendiri bangsa, nilai-nilainya merupakan living reaulity, memiliki dimensi realitas,
idealitas, dan fleksilibilitas untuk terus berada dalam diri bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai