Anda di halaman 1dari 47

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
BAB IV
DATA DAN ANALISIS

Pada bab ini berisi kompilasi dan analisis data terkait penelitian pola morfologi Kota
Surakarta dan wilayah peri urban di sekitarnya. Data awal yang disajikan berupa data yang
dibutuhkan untuk menentukan batas wilayah peri urban Kota Surakarta berdasarkan sintesis
teori yang telah dijabarkan pada Bab II. Penentuan batasan wilayah bertujuan agar ruang
lingkup wilayah penelitian memiliki karakteristik yang sesuai dengan teori. Dengan ruang
lingkup wilayah yang sesuai dengan teori, kemudian disajikan data komponen morfologi yaitu
penggunaan lahan, pola jaringan jalan dan pola bangunan. Dari data komponen morfologi
tersebut akan dilakukan analisis pola morfologi Kota Surakarta dan wilayah peri urban.
4.1 Identifikasi Wilayah Peri Urban Kota Surakarta
Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki perkembangan cukup pesat.
Dalam penelitian ini Kota Surakarta berperan sebagai kota induk yang akan dilihat bagaimana
perkembangan dan pengaruhnya terhadap wilayah di sekitarnya atau disebut juga wilayah peri
urban. Wilayah peri urban Kota Surakarta memiliki beberapa bagian dengan karakteristik
masing-masing. Pada wilayah peri urban Kota Surakarta terdapat sarana berskala regional
seperti sarana kesehatan berupa rumah sakit, sarana pendidikan berupa universitas, sarana
perdagangan komersil berupa mall serta dilalui simpul-simpul transportasi berupa jaringan
jalan primer seperti Jalan Ahmad Yani (jalan Semarang-Solo) dan jaringan jalan sekunder yaitu
Jalan Adi Sumarmo, Jalan Baki-Solo, Jalan Raya Pajang, Jalan Ir. Soekarno dan Jalan Brigjen
Sudiarto. Serta pembangunan industri-industri yang terdapat pada wilayah peri urban dan
fasilitas kota yang terletak di wilayah peri urban yaitu Bandara Adi Soemarmo. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya konektivitas sangat tinggi antara kota induk dan wilayah peri
urban. Dikarenakan keterbatasan wilayah pada kota induk, wilayah peri urban menjadi pilihan
terbaik untuk menyokong berkembangnya suatu kota. Karena letaknya yang tidak jauh dari kota
induk, potensi paling besar dalam terkena dampak perkembangan kota sangat besar, didukung
dengan adanya faktor-faktor pendukung lain seperti ketersediaan lahan, keterjangkauan harga,
keterjangkauan jarak menuju pusat kota, serta ketersediaan fasilitas-fasilitas pendukung
perkotaan.
Wilayah peri urban sendiri memiliki beberapa definisi. Definisi-definisi ini berasal dari
beberapa ahli yang masing-masing memiliki karakteristik. Dari definisi-definisi ini dilakukan
sintesis teori yang kemudian dijadikan kriteria dalam menentukan wilayah peri urban Kota
Surakarta. Kriteria wilayah peri urban antara lain (hasil sintesis peneliti) :

29
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a. Wilayah yang berada di luar batas administrasi kota (berbatasan langsung)
Wilayah yang berada di luar batas administrasi kota diasumsikan menjadi wilayah yang
berbatasan langsung dengan Kota Surakarta. Terdapat tiga kabupaten yang berbatasan langsung
dengan batas administrasi Kota Surakarta yaitu Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar
dan Kabupaten Boyolali. Pembatasan wilayah ditentukan dengan batas administrasi kecamatan
tetapi skala terkecil yang akan digunakan adalah skala kelurahan. Pembatasan wilayah ini
digunakan agar ruang lingkup penelitian hanya berfokus pada kawasan yang memenuhi kriteria.
Dari ketiga kabupaten, terdapat sembilan kecamatan yaitu Kecamatan Ngemplak, Colomadu,
Gondangrejo, Jaten, Baki, Gatak, Grogol, Kartasura, dan Mojolaban. Dari kesembilan
kecamatan terdapat 113 kelurahan yang termasuk kedalam wilayah pada kriteria pertama.
Wilayah pada kriteria pertama ini menjadi dasar untuk pengolahan data selanjutnya yaitu data
kepadatan penduduk, data luas lahan sawah dan bukan sawah, dan data perubahan jumlah
penduduk dari tahun 2013 ke 2018. Pengolahan data awal ini dilakukan untuk mendapatkan
wilayah yang sesuai dengan kriteria peri urban yang telah disintesis dari definisi para ahli.
Pada kriteria pertama, masih belum terlihat wilayah yang memiliki karakteristik sebagai
wilayah peri urban. Dikarenakan pada kriteria ini wilayah yang masuk adalah wilayah yang
berbatasan langsung dengan administrasi Kota Surakarta dengan pembatasan skala kecamatan.
Pada kriteria ini juga belum terlihat kearah mana perkembangan wilayah peri urban Kota
Surakarta.
Tabel 4.1 Wilayah yang berada di luar batas administrasi Kota Surakarta
Kebupaten Kecamatan Kelurahan
Boyolali Ngemplak Dibal, Donohudan, Gagaksipat, Kismoyo, Ngesrep,
Sobokerto, Giriroto, Manggung, Sawahan,
Pandeyan, Ngargorejo
Colomadu Malangjiwan, Paulan, Blulukan, Gedongan,
Gawanan, Klodran, Bolon, Ngasem, Tohudan,
Baturan, Gajahan
Gondangrejo Wonosari, Karangturi, Plesungan, Selokaton,
Karanganyar
Krendowahono, Tuban, Dayu, Bulurejo, Rejosari,
Kragan, Jeruksawit, Jatikuwung, Wonorejo
Jaten Sroyo, Brujul, Jetis, Ngringo, Dagen, Jaten, Jati,
Suruhkalang
Baki Gentan, Purbayan, Waru, Siwal, Duwet,
Sukoharjo Bakipandeyan, Kadilangu, Menuran, Kudu, Jetis,
Bentakan, Gedongan, Mancasan, Ngrombo

30
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kebupaten Kecamatan Kelurahan
Gatak Tempel, Wironanggan, Sraten, Trangsan, Mayang,
Klaseman, Luwang, Trosemi, Sanggung, Blimbing,
Kagokan, Jati, Geneng, Krajan
Grogol Banaran, Cemani, Sanggrahan, Manang,
Kearasan, Kadokan, Grogol, Madegondo,
Gedangan, Langenharjo, Telukan, Pondok,
Parangjoro, Pandeyan
Kartasura Ngabeyan, Wirogunan, Gonilan, Singopuran,
Kertonatan, Pabelan, Kartasura, Pucangan,
Ngadirejo, Makamhaji, Gumpang, Ngemplak
Mojolaban Triyagan, Palur, Gadingan, Sapen, Joho, Dukuh,
Demakan, Plumbon, Laban, Wirun, Klumprit,
Kragilan, Bekonang, Tegalmade, Cangkol
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2018

31
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.1 Peta Kriteria Pertama Wilayah Peri Urban


Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2018
32
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Kawasan yang memiliki kepadatan lebih rendah dari kota resmi, namun lebih tinggi
diantara wilayah di dalamnya (data kecamatan dalam angka tahun 2018)
Kota resmi yang dimaksudkan adalah Kota Surakarta dan wilayah di dalamnya yang
dimaksudkan adalah wilayah yang masuk ke dalam kriteria pertama yaitu 113 kelurahan. Acuan
kepadatan dari Kota Surakarta yang digunakan adalah kepadatan rata-rata pada kelurahan di
Kota Surakarta yaitu sebesar 12808 jiwa/km2. Pada kriteria kedua dapat terlihat kepadatan
penduduk wilayah peri urban mengarah ke bagian barat dan bagian selatan Kota Surakarta. Hal
ini ditunjukkan dengan kepadatan penduduk skala sedang dan tinggi yang berada pada kedua
bagian wilayah peri urban Kota Surakarta.
Dapat dilihat dari gambar 4.2, kepadatan penduduk pada sebagian besar wilyah peri urban
Kota Surakarta yang berbatasan langsung dengan batas administrasi kota resmi berada pada
level kepadatan tinggi dan kepadatan sedang. Sedangkan sebagian besar wilayah peri urban
yang tidak berbatasan langsung dengan batas administrasi kota resmi berada pada level
kepadatan rendah. Pada level kepadatan tinggi berada pada enam kelurahan yaitu Kelurahan
Cemani, Kartasura, Makamhaji, Ngadirejo, Banaran dan Ngadirejo. Kepadatan tertinggi berada
di Kelurahan Cemani yaitu sebesar 15522 jiwa/km2. Walaupun tertinggi, kepadatan Kelurahan
Cemani masih belum melebihi kepadatan tertinggi kelurahan Kota Surakarta yaitu Kelurahan
Gandekan sebesar 25905 jiwa/km2. Sedangkan pada level kepadatan sedang berada hampir di
sebagian besar wilayah peri urban bagian selatan menuju ke barat. Namun ada beberapa
kelurahan di wilayah peri urban bagian timur yang juga memiliki kepadatan sedang yaitu
Kelurahan Ngringo, Palur, Plumbon, Jaten, dan Cangkol. Dan terdapat empat kelurahan juga
yang memiliki level kepadatan penduduk sedang yaitu pada Kelurahan Luwang, Menuran, Jetis
dan Gedongan. Sedangkan level kepadatan rendah tersebar merata pada seluruh wilayah bagian
Kota Surakarta.
Pada kriteria kepadatan penduduk, perkembangan wilayah peri urban Kota Surakarta
mengarah ke bagian barat dan selatan. Dikarenakan kepadatan penduduk pada wilayah peri
urban bagian timur dan utara masih terhitung rendah dibandingkan dengan wilayah peri urban
bagian barat dan selatan. Dapat dilihat juga pada peta bahwa kepadatan Kota Surakarta sebagai
kota induk juga cenderung pada wilayah selatan menuju ke barat. Hal ini menunjukkan bahwa
kepadatan penduduk Kota Surakarta dan wilayah peri urban saling terkait karena memiliki arah
perkembangan yang sama yaitu dari wilayah selatan menuju ke barat. Perkembangan Kota
Surakarta memberikan dampak ke wilayah peri urban di sekitarnya. Dengan adanya
peningkatan jumlah penduduk tetapi tidak berbanding lurus dengan ketersediaan lahan yang
ada, akan berdampak pada perluasan kota ke wilayah pinggiran di sekitarnya.

33
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 4.2 Kepadatan Jumlah Penduduk Wilayah Peri Urban Kota Surakarta Tahun 2018
Luas Jumlah Kepadatan
No Desa/Kelurahan Wilayah Penduduk Penduduk
(Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2)
1 Cemani 1,67 25923 15522,75
2 Kartasura 1,34 20346 15183,58
3 Ngadirejo 1,21 12697 10493,39
4 Makamhaji 2,11 21531 10204,27
5 Baturan 1,292 11393 8818,111
6 Banaran 1,31 10970 8374,046
7 Pucangan 2,28 18709 8205,702
8 Kwarasan 1,16 9338 8050
9 Madegaondo 1,44 10382 7209,722
10 Gentan 1,38 9544 6915,942
11 Singopuran 1,33 8937 6719,549
12 Ngringo 4,2027 27385 6516,049
13 Grogol 0,85 5485 6452,941
14 Purbayan 1,15 7294 6342,609
15 Malangjiwan 2,064 12825 6213,663
16 Sanggrahan 1,84 11204 6089,13
17 Jaten 2,7737 15942 5747,557
18 Klodran 1,1177 6057 5419,164
19 Langenharjo 1,95 10377 5321,538
20 Gedongan 1,793 9502 5299,498
21 Gumpang 1,92 10150 5286,458
22 Gawanan 1,313 6744 5136,329
23 Ngabeyan 1,18 5823 4934,746
24 Gonilan 1,31 6397 4883,206
25 Blulukan 1,639 7942 4845,638
26 Manang 1,43 6670 4664,336
27 Bolon 1,632 7318 4484,069
28 Bakipandeyan 1,13 5039 4459,292
29 Jetis 1,42 6235 4390,845
30 Waru 1,73 7596 4390,751
31 Gedangan 1,75 7534 4305,143
32 Tohudan 1,504 6408 4260,638
33 Wirogunan 1,33 5502 4136,842
34 Palur 4,09 16740 4092,91
35 Duwet 1,24 4959 3999,194
36 Kertonantan 1,2 4791 3992,5
37 Ngasem 1,525 6071 3980,984
38 Pabelan 2,32 9142 3940,517
39 Telukan 3,25 12247 3768,308
40 Wonorejo 4,1 15156 3696,585
41 Kadilangu 1,11 4052 3650,45
42 Gedongan 1,25 4496 3596,8
43 Paulan 0,977 3509 3591,607
34
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Luas Jumlah Kepadatan
No Desa/Kelurahan Wilayah Penduduk Penduduk
(Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2)
44 Triyagan 1,68 5989 3564,881
45 Sraten 0,96 3386 3527,083
46 Menuran 2,34 8121 3470,513
47 Kadokan 1,92 6410 3338,542
48 Wironanggan 1,26 4193 3327,778
49 Sawahan 2,658 8817 3317,156
50 Gadingan 2,04 6711 3289,706
51 Cangkol 2,1 6782 3229,524
52 Pondok 2,92 9419 3225,685
53 Gajahan 0,726 2341 3224,518
54 Bentakan 1,24 3880 3129,032
55 Ngrombo 1,26 3899 3094,444
56 Selokaton 3,29 9617 2923,1
57 Siwal 1,78 4956 2784,27
58 Ngemplak 1,7 4731 2782,941
59 Luwang 1,28 3557 2778,906
60 Pandeyan 2,564 7112 2773,791
61 Wirun 2,69 7459 2772,862
62 Donohudan 2,445 6689 2735,787
63 Jati 2,6547 7193 2709,534
64 Tuban 2,78 7490 2694,245
65 Gagaksipat 2,556 6864 2685,446
66 Krajan 1,91 5121 2681,152
67 Plumbon 2,3 6065 2636,957
68 Trangsan 2,48 6526 2631,452
69 Mayang 1,61 4156 2581,366
70 Mancasan 2,76 6951 2518,478
71 Klumprit 2,09 5261 2517,225
72 Geneng 1,43 3506 2451,748
73 Laban 2,25 5325 2366,667
74 Jati 1,15 2683 2333,043
75 Sanggung 0,96 2237 2330,208
76 Blimbing 2,29 5331 2327,948
77 Bekonang 2,55 5890 2309,804
78 Joho 3,43 7848 2288,047
79 Sapen 2,32 5151 2220,259
80 Sroyo 4,5978 10172 2212,362
81 Dagen 2,835 6248 2203,88
82 Brujul 2,8323 6205 2190,799
83 Jetis 2,6261 5731 2182,324
84 Kragilan 1,93 4194 2173,057
85 Dibal 2,799 6036 2156,484
86 Trosemi 1,25 2661 2128,8
87 Dukuh 1,85 3919 2118,378
35
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Luas Jumlah Kepadatan
No Desa/Kelurahan Wilayah Penduduk Penduduk
(Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2)
88 Giriroto 2,865 5888 2055,148
89 Kudu 2,18 4410 2022,936
90 Sindon 2,571 5075 1973,94
91 Klaseman 0,91 1789 1965,934
92 Kagokan 0,96 1834 1910,417
93 Bulurejo 3,14 5783 1841,72
94 Demakan 2,37 4361 1840,084
95 Tegalmade 1,85 3364 1818,378
96 Tempel 1,02 1799 1763,725
97 Suruhkalang 3,0258 5270 1741,688
98 Plesungan 5,98 10356 1731,773
99 Kismoyoso 3,779 6506 1721,619
100 Pandeyan 3,64 6074 1668,681
101 Ngesrep 4,022 6072 1509,697
102 Manggung 4,223 6337 1500,592
103 Parangjoro 4,87 6621 1359,548
104 Jatikuwung 4,76 6236 1310,084
105 Sobokerto 4,974 6159 1238,239
106 Ngargorejo 3,066 3650 1190,476
107 Krendowahono 3,74 3782 1011,23
108 Jeruksawit 5,53 5380 972,8752
109 Kragan 3,2 3061 956,5625
110 Wonosari 4,95 3601 727,4747
111 Karangturi 4,66 3040 652,3605
112 Rejosari 4,98 2994 601,2048
113 Dayu 5,69 3249 571,0018
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2018

36
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.2 Peta Kriteria Kedua Wilayah Peri Urban


Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2018
37
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Luas penggunaan lahan terbangun lebih dari 75% dari luas wilayah (data kecamatan dalam
angka tahun 2018, luas wilayah sawah dan bukan sawah)
Pada kriteria ketiga, terlihat perbedaan arah dari kriteria kedua. Jika pada kriteria kedua
wilayah peri urban Kota Surakarta mengarah pada wilayah bagian selatan menuju ke barat, pada
kriteria ketiga wilayah peri urban Kota Surakarta mengarah pada wilayah bagian utara, barat
dan selatan. Data yang diambil adalah data luas wilayah bukan sawah dan wilayah sawah. Luas
bukan sawah disini diasumsikan sebagai luas lahan terbangun. Apabila kelurahan tersebut
memiliki luas bukan sawah melebihi 75% dari luas wilayah maka kelurahan tersebut masuk ke
dalam kriteria ketiga.
Dari data yang diperoleh, terdapat tiga kelurahan yang memiliki luas bukan sawah bahkan
mencapai 100% yaitu Kelurahan Kartasura, Grogol dan Ngadirejo. Ketiga kelurahan ini sudah
tidak lagi memiliki lahan non terbangun yang diasumsikan dalam luas sawah. Luas sawah pada
ketiga kelurahan ini adalah 0 km2. Pada kriteria kedua Kartasura dan Ngadirejo juga termasuk
kedalam level kepadatan penduduk tinggi.
Dari kriteria ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah peri urban yang berbatasan
langsung dengan administrasi Kota Surakarta memiliki luas lahan terbangun melebihi 75% dari
luas wilayah, kecuali wilayah peri urban Kota Surakarta pada bagian timur. Pada kriteria
sebelumnya wilayah peri urban bagian timur juga hanya memiliki level kepadatan penduduk
sedang pada beberapa kelurahan saja, sisanya memiliki level kepadatan penduduk rendah. Hal
ini dapat diartikan bahwa perkembangan Kota Surakarta sebagai kota induk belum memberikan
dampak yang besar pada wilayah peri urban bagian timur, tidak seperti bagian selatan, barat
dan utara.
Tabel 4.3 Penggunaan Lahan Sawah Dan Bukan Sawah Tahun 2018
Luas Bukan
Sawah 75% Luas
No Kelurahan/Desa Wilayah Sawah
(km2) Wilayah
(km2) (km2)
1 Tegalmade 1,85 1,41 0,44 1,3875
2 Laban 2,25 1,44 0,81 1,6875
3 Wirun 2,69 1,66 1,03 2,0175
4 Bekonang 2,55 1,78 0,77 1,9125
5 Cangkol 2,1 1,3 0,8 1,575
6 Klumprit 2,09 1,36 0,73 1,5675
7 Kragilan 1,93 1,3 0,63 1,4475
8 Sapen 2,32 1,34 0,98 1,74
9 Triyagan 1,68 0,69 0,99 1,26
10 Joho 3,43 2,19 1,24 2,5725
11 Demakan 2,37 1,25 1,12 1,7775
12 Dukuh 1,85 1,18 0,67 1,3875
13 Plumbon 2,3 1,46 0,84 1,725

38
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Luas Bukan
Sawah 75% Luas
No Kelurahan/Desa Wilayah Sawah
(km2) Wilayah
(km2) (km2)
14 Gadingan 2,04 1,23 0,81 1,53
15 Palur 4,09 2,02 2,07 3,0675
16 Pondok 2,92 0,6 2,32 2,19
17 Parangjoro 4,87 2,96 1,91 3,6525
18 Pandeyan 3,64 1,99 1,65 2,73
19 Telukan 3,25 0,58 2,67 2,4375
20 Kadokan 1,92 0,55 1,37 1,44
21 Grogol 0,85 0 0,85 0,6375
22 Madegondo 1,44 0,06 1,38 1,08
23 Langenharjo 1,95 0,25 1,7 1,4625
24 Gedangan 1,75 0,17 1,58 1,3125
25 Kwarasan 1,16 0,45 0,71 0,87
26 Sanggrahan 1,84 0,73 1,11 1,38
27 Manang 1,43 0,62 0,81 1,0725
28 Banaran 1,31 0,3 1,01 0,9825
29 Cemani 1,67 0,08 1,59 1,2525
30 Ngrombo 1,26 0,69 0,57 0,945
31 Mancasan 2,76 1,59 1,17 2,07
32 Gedongan 1,25 0,81 0,44 0,9375
33 Jetis 1,42 0,81 0,61 1,065
34 Bentakan 1,24 0,93 0,31 0,93
35 Kudu 2,18 1,52 0,66 1,635
36 Kadilangu 1,11 0,56 0,55 0,8325
37 Bakipandeyan 1,13 0,69 0,44 0,8475
38 Menuran 2,34 1,39 0,95 1,755
39 Duwet 1,24 0,88 0,36 0,93
40 Siwal 1,78 1,14 0,64 1,335
41 Waru 1,73 0,89 0,84 1,2975
42 Gentan 1,38 0,17 1,21 1,035
43 Purbayan 1,15 0,34 0,81 0,8625
44 Sanggung 0,96 0,67 0,29 0,72
45 Kagokan 0,96 0,65 0,31 0,72
46 Blimbing 2,29 1,5 0,79 1,7175
47 Krajan 1,91 1,18 0,73 1,4325
48 Geneng 1,43 0,91 0,52 1,0725
49 Jati 1,15 0,81 0,34 0,8625
50 Trosemi 1,25 0,85 0,4 0,9375
51 Luwang 1,28 0,61 0,67 0,96
52 Klaseman 0,91 0,67 0,24 0,6825
53 Tempel 1,02 0,68 0,34 0,765
54 Sraten 0,96 0,54 0,42 0,72
55 Wironanggan 1,26 0,79 0,47 0,945
56 Trangsan 2,48 1,38 1,1 1,86
57 Mayang 1,61 0,85 0,76 1,2075
39
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Luas Bukan
Sawah 75% Luas
No Kelurahan/Desa Wilayah Sawah
(km2) Wilayah
(km2) (km2)
58 Ngemplak 1,7 1,14 0,56 1,275
59 Gumpang 1,92 0,58 1,34 1,44
60 Makamhaji 2,11 0,09 2,02 1,5825
61 Pabelan 2,32 0,28 2,04 1,74
62 Ngadirejo 1,21 0 1,21 0,9075
63 Kartasura 1,34 0 1,34 1,005
64 Pucangan 2,28 0,6 1,68 1,71
65 Kertonantan 1,2 0,45 0,75 0,9
66 Wirogunan 1,33 0,35 0,98 0,9975
67 Ngabeyan 1,18 0,4 0,78 0,885
68 Singopuran 1,33 0,31 1,02 0,9975
69 Gonilan 1,31 0,11 1,2 0,9825
70 Suruhkalang 3,0258 2,04 0,9858 2,26935
71 Jati 2,6547 1,53 1,1247 1,991025
72 Jaten 2,7737 0,92 1,8537 2,080275
73 Dagen 2,835 1,25 1,585 2,12625
74 Ngringo 4,2027 0,6 3,6027 3,152025
75 Jetis 2,6261 1,27 1,3561 1,969575
76 Sroyo 4,5978 2,58 2,0178 3,44835
77 Brujul 2,8323 1,91 0,9223 2,124225
78 Ngasem 1,525 0,69 0,835 1,14375
79 Bolon 1,632 0,63 1,002 1,224
80 Malangjiwan 2,064 0,4 1,664 1,548
81 Paulan 0,977 0,38 0,597 0,73275
82 Gajahan 0,726 0,27 0,456 0,5445
83 Blulukan 1,639 0,39 1,249 1,22925
84 Gawanan 1,313 0,26 1,053 0,98475
85 Gedongan 1,793 0,5 1,293 1,34475
86 Tohudan 1,504 0,73 0,774 1,128
87 Baturan 1,292 0,13 1,162 0,969
88 Klodran 1,1177 0,25 0,8677 0,838275
89 Wonorejo 4,1 1,14 2,96 3,075
90 Plesungan 5,98 0,43 5,55 4,485
91 Jatikuwung 4,76 2,53 2,23 3,57
92 Selokaton 3,29 0,4 2,89 2,4675
93 Bulurejo 3,14 0,085 3,055 2,355
94 Rejosari 4,98 0,11 4,87 3,735
95 Jeruksawit 5,53 0,1 5,43 4,1475
96 Karangturi 4,66 1,45 3,21 3,495
97 Kragan 3,2 1,5 1,7 2,4
98 Wonosari 4,95 1,47 3,48 3,7125
99 Dayu 5,69 0,01 5,68 4,2675
100 Tuban 2,78 1,2 1,58 2,085
101 Krendowahono 3,74 0,31 3,43 2,805
40
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Luas Bukan
Sawah 75% Luas
No Kelurahan/Desa Wilayah Sawah
(km2) Wilayah
(km2) (km2)
102 Ngargorejo 3,066 0,81 2,256 2,2995
103 Sobokerto 4,974 1,28 3,694 3,7305
104 Ngesrep 4,022 0,97 3,052 3,0165
105 Gagaksipat 2,556 0,24 2,316 1,917
106 Donohudan 2,445 0,99 1,455 1,83375
107 Sawahan 2,658 0,79 1,868 1,9935
108 Pandeyan 2,564 1,13 1,434 1,923
109 Kismoyoso 3,779 2,25 1,529 2,83425
110 Dibal 2,799 1,13 1,669 2,09925
111 Sindon 2,571 1,23 1,341 1,92825
112 Manggung 4,223 1,61 2,613 3,16725
113 Giriroto 2,865 1,73 1,135 2,14875
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2018

41
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.3 Peta Kriteria Ketiga Wilayah Peri Urban


Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2018
42
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
d. Peningkatan jumlah penduduk dalam jangka waktu tertentu (data kecamatan dalam angka
dari tahun 2013 ke tahun 2018)
Dapat dilihat dari gambar 4.4, dalam kurun waktu lima tahun terjadi peningkatan jumlah
penduduk pada setiap desa/kelurahan. Peningkatan jumlah penduduk tertinggi berada di
Kelurahan Makamhaji, Cemani, Pucangan dan Kartasaura yaitu sebesar 5776, 5715, 5447, dan
5083 penduduk. Namun, terdapat beberapa desa/kelurahan yang mengalami penurunan jumlah
penduduk. Penurunan tertinggi berada di Desa Trangsan, Wironangan, dan Luwang, dalam
kurun waktu lima tahun terjadi penurunan penduduk sebesar 252, 164, dan 123 penduduk.
Peningkatan jumlah penduduk dalam kurun waktu lima tahun ini dapat menunjukkan
bagaimana kepadatan penduduk wilayah peri urban terbentuk. Dengan peningkatan penduduk
yang cukup tinggi dalam kurun waktu lima tahun, sedangkan lahan yang tersedia sangat
terbatas, tidak menutup kemungkinan terjadinya peralihan lahan non terbangun menjadi
terbangun. Hal ini seharusnya dapat dicegah karena apabila kebutuhan akan ruang terbuka hijau
sebaiknya berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk.
Peningkatan jumlah penduduk kategori sedang terkonsentrasi pada Kecamatan Kartasura
dan Kecamatan Grogol. Peningkatan jumlah penduduk kategori tinggi hanya terdapat pada
empat desa yaitu pada desa Pucangan, Kartasura, Makamhaji dan Cemani. Semua
desa/kelurahan mengalami peningkatan jumlah penduduk dalam kurun waktu lima tahun, tetapi
dengan kategori rendah. Pada kriteria ini wilayah peri urban juga lebih condong pada bagian
barat dan selatan. Sedangkan pada bagian timur hanya terdapat tiga desa yang memiliki
peningkatan jumlah penduduk kategori sedang yaitu Desa Ngringo, Joho dan Palur.
Tabel 4.4 Perubahan Jumlah Penduduk Dari Tahun 2013 Ke Tahun 2018
No Kelurahan/Desa 2018 2013 Perubahan
1 Bakipandeyan 5039 3355 1684
2 Banaran 10970 8724 2246
3 Baturan 11393 10426 967
4 Bekonang 5890 5259 631
5 Bentakan 3880 2566 1314
6 Blimbing 5331 5418 -87
7 Blulukan 7942 7270 672
8 Bolon 7318 6698 620
9 Brujul 6205 5952 253
10 Bulurejo 5783 5455 328
11 Cangkol 6782 5774 1008
12 Cemani 25923 20208 5715
13 Dagen 6248 5999 249
14 Dayu 3249 3068 181
15 Demakan 4361 3785 576
43
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
No Kelurahan/Desa 2018 2013 Perubahan
16 Dibal 6036 5983 53
17 Donohudan 6689 6351 338
18 Dukuh 3919 3451 468
19 Duwet 4959 3370 1589
20 Gadingan 6711 5732 979
21 Gagaksipat 6864 6237 627
22 Gajahan 2341 2145 196
23 Gawanan 6744 6174 570
24 Gedangan 7534 5445 2089
25 Gedongan 4496 3057 1439
26 Gedongan 9502 8697 805
27 Geneng 3506 3593 -87
28 Gentan 9544 6305 3239
29 Giriroto 5888 5697 191
30 Gonilan 6397 4616 1781
31 Grogol 5485 4178 1307
32 Gumpang 10150 7200 2950
33 Jaten 15942 15305 637
34 Jati 7193 6902 291
35 Jati 2683 2651 32
36 Jatikuwung 6236 5884 352
37 Jeruksawit 5380 5075 305
38 Jetis 6235 4140 2095
39 Jetis 5731 5498 233
40 Joho 7848 6720 1128
41 Kadilangu 4052 2604 1448
42 Kadokan 6410 4776 1634
43 Kagokan 1834 1878 -44
44 Karangturi 3040 2871 169
45 Kartasura 20346 19246 1100
46 Kertonantan 4791 3421 1370
47 Kismoyoso 6506 6314 192
48 Klaseman 1789 1814 -25
49 Klodran 6057 5546 511
50 Klumprit 5261 4426 835
51 Kragan 3061 2889 172
52 Kragilan 4194 3601 593
53 Krajan 5121 5171 -50
54 Krendowahono 3782 3568 214
55 Kudu 4410 3024 1386
56 Kwarasan 9338 7116 2222
57 Laban 5325 4347 978
44
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
No Kelurahan/Desa 2018 2013 Perubahan
58 Langenharjo 10377 7980 2397
59 Luwang 3557 3680 -123
60 Madegaondo 10382 8386 1996
61 Makamhaji 21531 15755 5776
62 Malangjiwan 12825 11736 1089
63 Manang 6670 5129 1541
64 Mancasan 6951 4693 2258
65 Manggung 6337 6023 314
66 Mayang 4156 4173 -17
67 Menuran 8121 5252 2869
68 Ngabeyan 5823 4351 1472
69 Ngadirejo 12697 11685 1012
70 Ngargorejo 3650 3497 153
71 Ngasem 6071 5558 513
72 Ngemplak 4731 3227 1504
73 Ngesrep 6072 6104 -32
74 Ngringo 27385 26288 1097
75 Ngrombo 3899 2707 1192
76 Pabelan 9142 6732 2410
77 Palur 16740 14572 2168
78 Pandeyan 6074 4616 1458
79 Pandeyan 7112 6955 157
80 Parangjoro 6621 4858 1763
81 Paulan 3509 3216 293
82 Plesungan 10356 9767 589
83 Plumbon 6065 5185 880
84 Pondok 9419 6859 2560
85 Pucangan 18709 13262 5447
86 Purbayan 7294 4699 2595
87 Rejosari 2994 2826 168
88 Sanggrahan 11204 8378 2826
89 Sanggung 2237 2292 -55
90 Sapen 5151 4121 1030
91 Sawahan 8817 8273 544
92 Selokaton 9617 9070 547
93 Sindon 5075 4953 122
94 Singopuran 8937 6566 2371
95 Siwal 4956 3291 1665
96 Sobokerto 6159 5860 299
97 Sraten 3386 3325 61
98 Sroyo 10172 9764 408
99 Suruhkalang 5270 5058 212
45
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
No Kelurahan/Desa 2018 2013 Perubahan
100 Tegalmade 3364 2391 973
101 Telukan 12247 9621 2626
102 Tempel 1799 1890 -91
103 Tohudan 6408 5866 542
104 Trangsan 6526 6778 -252
105 Triyagan 5989 5074 915
106 Trosemi 2661 2706 -45
107 Tuban 7490 7064 426
108 Waru 7596 5144 2452
109 Wirogunan 5502 3999 1503
110 Wironanggan 4193 4357 -164
111 Wirun 7459 6478 981
112 Wonorejo 15156 14290 866
113 Wonosari 3601 3400 201
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2018

46
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.4 Peta Kriteria Keempat Wilayah Peri Urban


Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2018
47
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(a) (b)

(d)
(c)
Gambar 4.5 (a),(b), (c), (d) Overlay Wilayah Peri Urban Kota Surakarta
Sumber: Kecamatan Dalam Angka,2019
48
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.6 Peta Kota Surakarta dan Wilayah Peri Urban Di Sekitarnya
Sumber : Peneliti, 2019
49
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penentuan wilayah peri urban ini berdasarkan dari kriteria yang diambil dari berbagai
sumber ahli. Definisi-definisi wilayah peri urban disintesis yang kemudian dijadikan satu dalam
kriteria wilayah peri urban. Dari keempat kriteria tersebut kemudian dijadikan acuan dalam
mencari data awal dalam penentuan wilayah peri urban. Data-data tersebut diolah sesuai
kebutuhan. Kemudian dilakukan delineasi peta dan kemudian terbentuklah wilayah peri urban
Kota Surakarta sebagai dasar untuk melihat komponen morfologi.
Dari delineasi peta, didapatkan 15 kelurahan yang memenuhi keempat kriteria wilayah peri
urban. Dari 15 kelurahan ini nantinya akan dilihat komponen pembentuk morfologi didalamnya
guna mendukung teridentifikasinya pola morfologi Kota Surakarta dan wilayah peri urban di
sekitarnya. Kota Surakarta tidak dapat berdiri sendiri sebagai kota induk dikarenakan
membutuhkan peran wilayah peri urban untuk menyokongnya juga dikarenakan perkembangan
pesat pada wilayah peri urban yang terkena dampak dari perkembangan Kota Surakarta itu
sendiri. Dari kriteria kedua hingga keempat, wilayah peri urban Kota Surakarta bagian timur
tidak terlalu mengalami perkembangan. Hal ini dilihat dari arah condongnya kelurahan-
kelurahan yang memenuhi kriteria wilayah peri urban. Sedangkan wilayah peri urban bagian
utara, dapat dibilang masih mengalami perkembangan karena pada kriteria ketiga
perkembangan wilayah peri urban Kota Surakarta juga mengarah ke bagian utara. Untuk
wilayah peri urban bagian selatan dan barat, sebagian besar kelurahan memenuhi kriteria. Maka
dari itu wilayah peri urban yang terpilih adalah 15 kelurahan yang terdiri dari sebagian
Kecamatan Kartasura dan sebagian Kecamatan Grogol.

4.2 Identifikasi Karakteristik Komponen Morfologi


Pada identifikasi karakteristik komponen morfologi dapat dilihat dari kedua komponen
yang telah dibahas pada tabel definisi operasional. Komponen penggunaan lahan hanya terdapat
pada salah satu bentuk morfologi yang menjadi acuan dalam penelitian ini, jadi hanya melihat
pada dua komponen yang lainnya yaitu pola jaringan jalan dan pola bangunan (Yunus, 2000).
Kedua komponen ini terdapat pada semua bentuk morfologi yang telah dijabarkan pada Bab II
Tinjauan Pustaka.
4.2.1 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan salah satu komponen morfologi. Penggunaan lahan yang
dimaksud adalah berupa kenampakan fisik eksisting guna lahan suatu kawasan serta proporsi
penggunaan lahan. Identifikasi penggunaan lahan pada wilayah peri urban dimaksudkan untuk
melihat komposisi penyusun pada wilayah peri urban Kota Surakarta. Dilihat juga komposisi
penyusun penggunaan lahan pada Kota Surakarta, untuk melihat adanya keselarasan komposisi
atau dampak yang ditimbulkan dari kota induk ke wilayah pinggirannya.

50
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4.2.1.1 Penggunaan Lahan Eksisting
Data penggunaan lahan eksisting didapatkan dari survei primer berupa observasi pada
wilayah peri urban Kota Surakarta. Pada penggunaan lahan eksisting ini dapat dilihat
persebaran penggunaan lahan wilayah peri urban Kota Surakarta. Penggunaan lahan eksisting
pada wilayah peri urban Kota Surakarta teridentifikasi terdiri atas lima penggunaan lahan yaitu
permukiman, perdagangan & jasa, industri, ruang terbuka hijau (RTH), dan lain-lain.
Permukiman mendominasi penggunaan lahan baik itu pada Kota Surakarta maupun
wilayah peri urbannya. Dapat dilihat dari peta, warna kuning hampir memenuhi sebagian besar
wilayah Kota Surakarta dan wilayah peri urban. Dominasi penggunaan lahan permukiman pada
wilayah peri urban lebih cenderung berada pada wilayah peri urban bagian barat. Pada wilayah
peri urban bagian selatan lebih cenderung pada penggunaan lahan industri serta ketersediaan
ruang terbuka hijau berupa sawah dan tegalan, tetapi penggunaan lahan permukiman juga cukup
mendominasi.
Untuk penggunaan lahan perdagangan dan jasa terdiri dari hotel, ruko, mall, rumah sakit,
dan perkantoran. Pada Kota Surakarta, penggunaan lahan perdagangan dan jasa memiliki pola
mengikuti jalan. Sebagian besar penggunaan lahan pendidikan, perkantoran, kesehatan,
perdagangan dan jasa terletak pada jaringan jalan arteri, kolektor dan lokal. Pusat perbelanjaan
Solo Square dan Solo Grand Mall berada pada Jalan Slamet Riyadi yang merupakan jaringan
jalan kolektor Kota Surakarta. Keberadaan kedua pusat perbelanjaan ini juga selaras dengan
pusat perbelanjaan yang ada di wilayah peri urban yaitu Transmart Pabelan yang berada di
jaringan jalan arteri yaitu Jalan Ahmad Yani (Jalan Semarang-Solo). Tidak hanya pusat
perbelanjaan, hotel-hotel bintang empat dan lima juga berada pada jaringan jalan arteri dan
kolektor. Seperti hotel Aston Solo, Alila Solo, Swiss-Bellin, Sala View, POP dan Harris, Riyadi
Palace Hotel, Fave Hotel dan The Adhiwangsa. Selain pusat perbelanjaan dan hotel, kantor
pemerintahan seperti Kantor Inspektorat, Kantor DPRD, Kantor PDAM, Kantor PLN juga
berada pada jaringan jalan arteri dan kolektor.
Tabel 4.5 Penggunaan Lahan Eksisting Pada Kota Surakarta
Nama dan Fungsi Jalan Guna Lahan Nama Bangunan
Jalan Ir. Sutami Lain-lain (pendidikan) UNS
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Satwa Taru Jurug, Taman Makam
Pahlawan
Lain-lain Taman Budaya Jawa Tengah
Jalan Ki Hajar Dewantara Lain-lain (pendidikan, Institut Seni Indonesia (ISI), Stikes Aisiyah
kesehatan, perkantoran) Surakarta, Akademi Tekstil, Solo Science
Center
RSJ Dr. Arif Zainudin
Badan Pertanahan Negara (BPN)
Jalan Tentara Pelajar Lain-lain BBRSPDF Prof. Dr. Soeharso
Jalan Brigjen Katamso Lain-lain (kesehatan, RS Dr. Oen
pendidikan) SMP N 16 Surakarta
51
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Nama dan Fungsi Jalan Guna Lahan Nama Bangunan
Jalan Monginsidi Lain-lain (pendidikan, SMP Kristen 3 Margoyudan, Universitas
perkantoran) Kristen Surakarta, SMAN 1 & 2
Surakarta
Bina Marga
Stasiun Solo Balapan
Jalan DI Panjaitan (lokal) Lain-lain (perkantoran) Dinas Pendidikan Surakarta
Jalan Kolonel Sutarto Lain-lain (kesehatan) RSUD Dr. Moewardi, RS Hermina, PMI
Jalan Lumban Tobing (lokal) Lain-lain (perkantoran) Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta
Jalan Yosodipuro Perdagangan dan jasa Solo Paragon
Jalan Ahmad Yani Lain-lain Terminal Tirtonadi
Jalan MT Haryono Lain-lain (pendidikan, SMK N 2 Surakarta, SMA N 4 Surakarta,
perkantoran) POLRES Surakarta
RTH Stadion Manahan
Jalan Adi Sucipto Lain-lain (pendidikan, SMK N 4,5,6 Surakarta, SMA Pangudi
perkantoran, kesehatan) Luhur St. Yosef, SMA Regina Pacis,
Universitas Sahid Surakarta
Kantor Inspektorat, DPRD, PDAM,
KPPN Surakarta
RS Mata
Perdagangan dan jasa Fave Hotel, The Adhiwangsa
Jalan Slamet Riyadi Lain-lain (kesehatan, RS Gigi dan Mulut, RS Kasih Ibu, RS
pendidikan, perkantoran) Panti Waluyo, RS Slamet Riyadi, RS Ibu
dan Anak Amanah
SMP & SMA Batik Surakarta, SMP 5
Muhammadiyah Surakarta
Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian
Surakarta, Pengadilan Negeri Surakarta,
Rutan Kelas I Surakarta, Jasa Raharja,
Kantor PLN Surakarta
Stasiun Purwosari, Korem
Perdagangan dan jasa Solo Grand Mall, Solo Square, Robinson
Solo, Diamond Convention Center,
Center Point, PGS
Alila Hotel, Swiss Belinn Solo, Aston
Solo, POP & Harris Solo, Sala View,
Riyadi Palace Hotel, Novotel Solo, The
Royal Heritage
RTH Stadion Sriwedari
Jalan Jendral Sudirman RTH Benteng Vastenburg
Perdagangan dan jasa Telkom Surakarta, Bank Indonesia
Lain-lain (perkantoran) Balaikota Surakarta, kantor pos
Jalan Jendral Urip Sumoharjo Perdagangan dan jasa Pasar Gede Solo
Sumber : hasil observasi, 2019
Walaupun dominasi penggunaan lahan adalah permukiman, tetapi masih juga dapat
ditemukan penggunaan lahan industri pada Kota Surakarta. Bidang industri yang dapat
ditemukan di Kota Surakarta adalah percetakan dan tekstil. Industri pada Kota Surakarta antara
lain PT. Sari Warna, Percetakan Kiky, PT. Penerbit Erlangga, PT. Iskandar Indah Printing, PT.
Wonorejo Katon, PT. Jetak Makmur Lestari, PT. Sumber Tirta, PT. Multi Kimia Inti Pelangi,
PT. Solo Murniagung, dan SOHO Industri.
Penggunaan lahan eksisting menunjukkan pada wilayah peri urban bagian barat dan selatan
memiliki sarana-sarana dengan skala regional. Pada wilayah peri urban bagian barat, berada
pada Kelurahan Pabelan Kecamatan Kartasura dan pada jaringan jalan arteri yaitu Jalan Ahmad
Yani. Sarana pendidikan berupa Perguruan Tinggi yaitu Universitas Muhammadiyah Surakarta
52
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(UMS), Al Firdhaus World Class Islamic School (AFWCIS), sarana kesehatan berupa rumah
sakit yaitu Rumah Sakit Ortopedi Dr. Soeharso dan Rumah Sakit UNS, serta sarana komersil
berupa pusat perbelanjaan yaitu Transmart Pabelan. Sedangkan pada wilayah peri urban bagian
selatan, berada pada Kelurahan Madegondo, Kecamatan Grogol. Terdapat sarana komersil yang
berada di sepanjang Jalan Ir. Soekarno berupa ruko, hotel, restoran, dan berpusat pada sentra
perbelanjaan yang juga dikelilingi hotel-hotel yaitu The Park Mall, Hartono Mall, Hartono
Trade Centre (HTC), sentra niaga, Fave Hotel dan Best Western Premier Solo Baru yang berada
pada lokasi berdekatan. Dapat dilihat juga dari peta bahwa penggunaan lahan perdagangan jasa
wilayah peri urban bagian selatan terhubung dengan penggunaan lahan perdagangan jasa Kota
Surakarta. Hal ini dapat menunjukkan adanya keterkaitan antara penggunaan lahan
perdagangan jasa Kota Surakarta dan wilayah peri urban. Pola penggunaan lahan perdagangan
jasa Kota Surakarta yang cederung mengikuti pola jaringan jalan, berdampak pada wilayah peri
urban bagian selatan. Dapat terlihat pola penggunaan lahan perdagangan dan jasa Kota
Surakarta maupun wilayah peri urban sebagian besar mengikuti pola jalan.
Tabel 4.6 Penggunaan Lahan Eksisting Pada Wilayah Peri Urban Bagian Barat dan Bagian Selatan
Sarana Barat Selatan
Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Surakarta (UMS)
Al Firdhaus World Class Islamic
School (AFWCIS)
Kesehatan Rumah Sakit Ortopedi
Dr.Soeharso
Rumah Sakit Universitas Sebelas
Maret (UNS)
Perdagangan dan Jasa Transmart Pabelan The Park Mall Solo Baru
Hartono Mall
Hartono Trade Center (HTC)
Assalaam Hypermarket Sentra Niaga
Fave Hotel
Best Western Premier Solo Baru
Sumber : hasil observasi, 2019
Penggunaan lahan industri dapat terlihat cenderung berada pada wilayah peri urban bagian
selatan. Perbedaan kedua wilayah peri urban juga terlihat pada penggunaan lahan sebagai
industri. Pada wilayah peri urban bagian selatan terlihat lebih banyak penggunaan lahan sebagai
industri dibandingkan dengan wilayah peri urban bagian barat. Penggunaan lahan industri pada
wilayah peri urban bagian barat antara lain PT. Namasindo Plas Solo, Masmedia Buana Pustaka
dan CV. Mitra Mulia Kartasura. Sedangkan pada wilayah peri urban bagian selatan antara lain
PT. Cahaya Kharisma Plasindo, PT. Sunwoo Garment Indonesia, PT. Nagabhuana Aneka
Piranti, PT. Index, PT. Surya Ben Tata, PT. Clothing Semesta Citra, Pantai Mas, PT. Santoso
Cipta Dian Prima, PT. Garuda Prima Sentosa, PT. Tridaya Sumber Rejeki, PT. Gemophia
Indonesia dan PT. Jaya Perkasa Garment.

53
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 4.7 Penggunaan Lahan Berupa Industri Pada Wilayah Peri Urban Bagian Barat dan Selatan
Barat Selatan
PT. Namasindo Plas Solo PT. Cahaya Kharisma Plasindo
PT. Sunwoo Garment Indonesia
PT. Nagabhuana Aneka Piranti
PT. Index
Masmedia Buana Pustaka PT. Surya Ben Tata
PT. Clothing Semesta Citra
Industri
Pantai Mas
PT. Santoso Cipta Dian Prima
CV. Mitra Mulia Kartasura PT. Garuda Prima Sentosa
PT. Tridaya Sumber Rejeki
PT. Gemophia Indonesia
PT. Jaya Perkasa Garment
Sumber : hasil observasi, 2019
Untuk ruang terbuka hijau sendiri terdiri dari sawah dan makam. Ketersediaan ruang
terbuka hijau pada Kota Surakarta dan wilayah peri urban sangat sedikit sekali jika dilihat dari
peta penggunaan lahan. Penggunaan lahan lain-lain terdiri dari pendidikan, pergudangan, dan
peribadatan.
Dapat dilihat, bahwa adanya perkembangan permukiman pada wilayah peri urban yang
mana mendapatkan dampak dari kota induk atau Kota Surakarta. Komposisi penggunaan lahan
baik itu pada Kota Surakarta dan wilayah peri urban memiliki banyak kesamaan fungsi. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh Kota Surakarta sebagai kota induk sangat besar terhadap
wilayah pinggirannya atau wilayah peri urban. Ketersediaan lahan pada wilayah peri urban
semakin lama akan semakin berkurang seiring dengan meningkatnya perkembangan kota
induk. Hal ini dapat dilihat melalui peta penggunaan lahan, bahwa wilayah peri urban bagian
barat Kota Surakarta mengalami penurunan dalam ketersediaan ruang terbuka hijau, terutama
bagian yang berbatasan langsung. Dapat dilihat juga, semakin menjauhi perbatasan administrasi
kota, ruang terbuka hijau yang tersedia cukup luas. Berbeda dengan wilayah peri urban bagian
selatan. Wilayah yang dekat dengan perbatasan administrasi kota, peralihan fungsi ruang
terbuka hijau lebih condong sebagai industri. Untuk ketersediaan ruang terbuka hijau wilayah
selatan masih lebih luas dibandingkan wilayah peri urban bagian barat.
Terdapat perbedaan yang mencolok dari kedua bagian wilayah peri urban. Untuk wilayah
peri urban bagian barat lebih condong kearah permukiman dan sarana-sarana sedangkan pada
wilayah peri urban bagian selatan lebih condong kearah industri, juga komersil dan
permukiman. Dari kondisi eksisting penggunaan lahan, ditemukan banyak persamaan antara
Kota Surakarta dan wilayah peri urban. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa Kota Surakarta
sebagai kota induk memberikan pengaruh pada penggunaan lahan wilayah peri urban.
Komposisi penyusun penggunaan lahan pada Kota Surakarta dan wilayah peri urban dapat
dilihat melalui peta dibawah ini:

54
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.7 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kota Surakarta dan Wilayah Peri Urban
Sumber : hasil observasi, 2019
55
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dari peta diatas dapat jika dikaitkan dengan indikator bentuk morfologi, penggunaan lahan
dengan kondisi eksisting dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 4.8 Indikator Bentuk Morfologi Pada Komponen Penggunaan Lahan
Sumber (kondisi eksisting)
Variabel Bentuk Indikator
Kota Surakarta Wilayah Peri Urban
Penggunaan Bujur - Penggunaan lahan pada Dominasi Dominasi penggunaan
Lahan sangkar pusat berupa perdagangan penggunaan lahan lahan pada wilayah peri
dan jasa, sisanya Kota Surakarta adalah urban adalah
permukiman berupa permukiman permukiman.
Empat - (tidak dijelaskan) dan sudah memenuhi Penggunaan lahan
Persegi hampir seluruh sebagai industri lebih
Panjang wilayah Kota condong pada wilayah
Kipas - (tidak dijelaskan) Surakarta. peri urban bagian
Bulat - (tidak dijelaskan) Ketersediaan RTH selatan, daripada
Pita - (tidak dijelaskan) terdapat pada bagian wilayah peri urban
utara Kota Surakarta. bagian barat. Begitu
Gurita - Penggunaan lahan
Pola penggunaan juga dengan
beragam memiliki fungsi
lahan perdagangan ketersediaan RTH.
lebih kompleks
dan jasa mengikuti Pada wilayah peri
dibandingkan kawasan
pola jaringan jalan. urban bagian selatan
lainnya disepanjang jalan
Dari kondisi eksisting ketersediaannya masih
Tidak - Daerah kepulauan ini dapat dikatakan cukup luas dari pada
Berpola bahwa perkembangan bagian barat. Pola
Terpecah - Areal pertanian Kota Surakarta penggunaan lahan pada
mengelilingi kawasan cenderung seimbang wilayah peri urban juga
Berantai - Lahan terbangun dan ke berbagai arah di mengikuti pola jaringan
non terbangun seluruh wilayah. jalan.
dipisahkan jalur
transportasi
Terbelah - Dibelah oleh perairan
cukup lebar
Stellar - Terdapat beberapa sub
kawasan
Sumber : hasil observasi, 2019
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kondisi eksisting penggunaan lahan Kota Surakarta
dan wilayah peri urban memiliki beberapa kesamaan antara lain dominasi penggunaan lahan
yaitu sebagai permukiman dan pola penggunaan lahan perdagangan dan jasa yang mengikuti
pola jaringan jalan. Pada Kota Surakarta penggunaan lahan sebagai permukiman hampir
memenuhi seluruh wilayah. Sedangkan pada wilayah peri urban, dominasi penggunaan lahan
juga berupa permukiman. Tetapi terdapat juga beberapa perbedaan dari penggunaan lahan Kota
Surakarta dan wilayah peri urban antara lain: pada wilayah peri urban masih tersedia ruang
terbuka hijau berupa sawah dan tegalan, penggunaan lahan sebagai industri pada wilayah peri
urban terutama bagian selatan jauh lebih banyak dibandingkan dengan Kota Surakarta yang
sangat didominasi permukiman.
Menurut Peraturan Daerah No 1 tahun 2012 Kota Surakarta tentang RTRW Kota Surakarta
tahun 2011-20131, terdapat satu pusat pelayanan kota yaitu Kecamatan Pasar Kliwon. Tetapi
terdapat juga enam sub pusat kawasan dengan klasifikasi spesifik pada setiap kelurahan yang
terpilih. Jika dilihat dari peta kondisi eksisting dan kebijakan yang berlaku, Kota Surakarta

56
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
mendekati pola bujur sangkar dan stellar. Pola bujur sangkar teridentifikasi dengan indikator
terdapat pusat kawasan berupa perdagangan jasa dan sisanya berupa permukiman. Hal ini sesuai
dengan ketentuan pusat pelayanan kota pada Kecamatan Pasar Kliwon. Kondisi eksisting
menunjukkan adanya penggunaan lahan perdagangan jasa yang lebih terpusat dibandingkan
pada bagian wilayah lainnya. Serta dominasi penggunaan lahan pada Kota Surakarta adalah
permukiman. Pola stellar teridentifikasi dengan indikator terdapat beberapa sub kawasan. Hal
ini dirasa juga sesuai dengan kebijakan Kota Surakarta yang mempunyai enam sub kawasan
dengan spesifikasi disetiap kawasan yang berbeda-beda.
Pada wilayah peri urban kondisi eksisting lebih mendekati ke pola berantai. Menurut
Yunus (2000) pola berantai merupakan pola yang mirip dengan pola terpecah, tetapi biasanya
pola ini terjadi hanya pada rute atau jalur transportasi tertentu dan peran lahan non terbangun
cukup besar dalam memisahkan bagian-bagian wilayahnya. Kondisi eksisting penggunaan
lahan berupa perdagangan jasa wilayah peri urban Kota Surakarta, sebagian besar memiliki
pola yang mengikuti jaringan jalan. Juga masih tersedianya lahan non terbangun berupa sawah.
4.2.1.2 Proporsi Penggunaan Lahan
Proporsi penggunaan lahan ditinjau dari luasan penggunaan lahan dari fungsi tertentu
terhadap luas wilayah. Penggunaan lahan pada Kota Surakarta dan wilayah peri urban cukup
beragam. Namun dapat terlihat dari tabel dibawah bahwa dominasi penggunaan lahan pada
Kota Surakarta dan wilayah peri urban adalah permukiman. Pada Kota Surakarta presentase
penggunaan lahan permukiman sebesar 52,46% dari luas wilayah sebesar 46,01 km2 sedangkan
pada wilayah peri urban sebesar 55,27% dari luas wilayah sebesar 27,01 km2 . Tetapi terdapat
perbedaan cukup signifikan pada proporsi penggunaan lahan ruang terbuka hijau. Pada Kota
Surakarta presentase penggunaan lahan ruang terbuka hijau termasuk paling rendah diantara
keempat penggunaan lahan lainnya yaitu sebesar 9,32%, sedangkan pada wilayah peri urban
presentase penggunaan lahan ruang terbuka hijau berada pada presentase tertinggi kedua setelah
permukiman yaitu sebesar 26,08%.
Tabel 4.9 Proporsi Penggunaan Lahan Pada Kota Surakarta Dan Wilayah Peri Urban
No Guna Lahan Surakarta (%) Peri Urban (%)
1 Permukiman 52.46 55.27
2 Perdagang jasa 15.78 7.87
3 Industri 10.03 9.47
4 RTH 9.32 26.08
5 Lain-lain 12.41 1.31
Total 100 100

Sumber: hasil observasi, 2019

57
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Surakarta Peri Urban

permukiman
perdagangan & jasa
industri
RTH
lain-lain

Gambar 4.8 Diagram Proporsi Penggunaan Lahan Kota Surakarta dan Wilayah Peri Urban
Sumber : hasil observasi, 2019
Penggunaan lahan dengan masing-masing fungsi yang berbeda juga dapat diinformasikan
dengan presentase lahan terbangun dan non terbangun. Penggunaan lahan terbangun yang
dimaksud adalah permukiman, perdagangan dan jasa, industri, dan lain-lain. Untuk lahan non
terbangun yang dimaskud adalah ruang terbuka hijau yang terdiri dari sawah dan makam.
Proporsi penggunaan lahan terbangun pada Kota Surakarta mencapai 90,68% sedangkan pada
wilayah peri urban mencapai 73,92%. Proporsi penggunaan lahan terbangun pada Kota
Surakarta hanya sebesar 9,32% sedangkan pada wilayah peri urban sebesar 26,08%.
Tabel 4.10 Proporsi Penggunaan Lahan Terbangun dan Non Terbangun
Proporsi Surakarta Peri Urban
(%) (%)
Terbangun 90,68 73,92
Tidak 9,32 26,08
Terbangun
Sumber : hasil observasi, 2019

Surakarta Peri Urban

Terbangun
Tidak Terbangun

Gambar 4.9 Diagram Proporsi Penggunaan Lahan Terbangun Dan Non Terbangun
Sumber : hasil observasi, 2019

58
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4.2.2 Pola Jaringan Jalan
Pola jaringan jalan ditentukan oleh bentuk jalan pada suatu wilayah. Terdapat beberapa
pola jaringan jalan diantaranya tidak teratur, radial konsentris, grid atau pola jalan bersiku. Pada
analisis pola jaringan jalan ditentukan melalui bentuk fisik berupa lebar dan arah jalan. Pola
grid atau pola jalan bersiku adalah pola jalan yang terbagi menjadi blok-blok persegi panjang
dengan jalan paralel longitudinal dan tranversal yang membentuk sudut siku-siku (Yunus,
2000). Jaringan jalan pada Kota Surakarta dan wilayah peri urban terdiri dari arteri dan kolektor
sebagai klasifikasi jaringan jalan utama, serta jalan lokal dan jalan lingkungan sebagai
klasifikasi jaringan jalan pendukung. Pola grid teridentifikasi melalui jalan kolektor dan jalan
lokal yang kemudian membentuk pola siku-siku. Jaringan jalan tersebut memiliki dimensi atau
ukuran lebar yang beragam, yaitu arteri dengan lebar 16 m, kolektor dengan lebar 8-7 m, lokal
dengan lebar 6 m dan jalan lingkungan dengan lebar 4 m. Pola jalan grid memiliki keteraturan
dalam membentuk sudut siku-siku pada pola jalan.
Tabel 4.11 Jaringan Jalan Pada Kota Surakarta
Fisik Jalan (m)
Nama Jalan Fungsi
Lebar Jalur Lajur
Jalan Ahmad Yani Arteri 16 2 4
Jalan Ir. Sutarmi Arteri 16 2 4
Jalan Adi Sucipto Kolektor 16 2 4
Jalan Brigjen Slamet Riyadi Kolektor 16 1 4
Jalan Brigjen Katamso Kolektor 12 2 4
Jalan Brigjen Sudiarto Kolektor 12 2 4
Jalan Ki Hajar Dewantara Kolektor 10 2 4
Jalan Jendral Sudirman Kolektor 8 2 4
Jalan Jendral Urip Sumoharjo Kolektor 12 2 4
Jalan Tentara Pelajar Kolektor 10 2 4
Jalan Kolonel Sugiyono Kolektor 9 2 2
Jalan Letjen Suprapto Kolektor 9 2 4
Jalan Veteran Kolektor 12 2 4
Jalan Ronggowarsito Kolektor 9 1 2
Jalan Mr. Sartono Kolektor 9 2 2
Jalan Sam Ratulagi Kolektor 7 2 2
Jalan Dr. Rajiman Kolektor 12 1 4
Jalan Gajah Mada Kolektor 9 2 2
Jalan Ir. Juanda Kolektor 12 2 4
Jalan Monginsidi Kolektor 9 2 4
Jalan MT. Haryono Kolektor 7 2 2
Jalan Adi Sumarmo Kolektor 8 2 2

59
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Fisik Jalan (m)
Nama Jalan Fungsi
Lebar Jalur Lajur
Jalan Sumpah Pemuda Kolektor 12 2 4
Jalan Kolonel Sutarto Kolektor 10 2 2
Jalan Dr. Wahidin Kolektor 7 2 2
Jalan Dr. Muwardi Kolektor 12 2 4
Jalan Jaya Wijaya Kolektor 7 2 2
Sumber : hasil observasi, 2019
Pada wilayah peri urban Kota Surakarta, persebaran sarana perdagangan dan jasa, industri,
bahkan permukiman cenderung mengikuti pola jaringan jalan. Hal ini dapat terlihat dari peta
penggunaan lahan wilayah peri urban Kota Surakarta.
Tabel 4.12 Jaringan Jalan Pada Wilayah Peri Urban Kota Surakarta
Fisik Jalan
Nama Jalan Fungsi
Lebar Jalur Lajur
Jalan Ahmad Yani Arteri 16 2 4
Jalan Adi Sucipto Kolektor 16 2 4
Jalan Adi Sumarmo Kolektor 8 2 2
Jalan Raya Pajang Kolektor 6 2 2
Jalan Baki-Solo Kolektor 6 2 2
Jalan Raya Dlopo Kolektor 6 2 2
Jalan Ir. Soekarno Kolektor 8 2 4
Jalan Kanguru I Kolektor 6 2 2
Jalan Brigjen Sudiarto Kolektor 12 2 4
Sumber : hasil observasi, 2019
Pola jaringan jalan Kota Surakarta dan wilayah peri urban memiliki pola yang sama yaitu
berupa pola grid. Pola ini teridentifikasi dari pola jalan yang ada di Kota Surakarta dan wilayah
peri urban. Keduanya memiliki pola jaringan jalan yang serupa. Hal ini bisa menunjukkan
bahwa Kota Surakarta sebagai kota induk memberikan dampak yang sangat besar ke wilayah
pinggirannya.
Sebagian besar pola yang terbentuk adalah pola grid. Dari peta dapat juga dilihat perbedaan
pola jaringan jalan antara Kota Surakarta dan wilayah peri urban. Kota Surakarta walaupun
memiliki pola grid yang terbentuk pada jaringan jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan
tetapi terlihat memiliki kerapatan yang tinggi. Hal ini bisa jadi dikarenakan kekompleksan Kota
Surakarta sebagai kota induk dan minimnya ketersediaan lahan non terbangun. Sedangkan
untuk wilayah peri urban pola grid terlihat lebih renggang dikarenakan masih tersedianya lahan
non terbangun yang cukup luas. Pola jaringan jalan Kota Surakarta dan wilayah peri urban dapat
dilihat melalui peta dibawah ini:

60
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.10 Peta Pola Jaringan Jalan Kota Surakarta dan Wilayah Peri Urban
Sumber : hasil observasi, 2019
61
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dapat dilihat secara visual


melalui peta kondisi
eksisting jaringan jalan Kota
Surakarta sebagian besar
jaringan jalan berpola
persegi panjang atau persegi.
Pola ini menurut Yunus
(2000) termasuk kedalam
klasifikasi pola jalan grid.

Tidak jauh berbeda dengan


kondisi eksisting jaringan
jalan Kota Surakarta.
Jaringan jalan pada wilayah
peri urban secara visual juga
berupa persegi panjang atau
persegi. Yang membedakan
antara jaringan jalan Kota
Surakarta dan wilayah peri
urban hanyalah kerapatan
jalan. Pada wilayah peri
urban kondisi jaringan jalan
cenderung lebih renggang
jika dibandingkan dengan
kondisi jaringan jalan Kota
Surakarta.

Gambar 4.11 Peta Pola Jaringan Jalan Kota Surakarta dan Wilayah Peri Urban
Sumber : hasil observasi, 2019

62
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Berdasarkan data dan peta diatas, pola jaringan jalan pada wilayah peri urban adalah pola
grid. Pada indikator bentuk morfologi, pola grid termasuk ke dalam beberapa bentuk. Bentuk
morfologi yang memiliki pola jaringan jalan grid adalah bujur sangkar, empat persegi panjang,
kipas, pita, gurita, tidak berpola, dan berantai. Sedangkan pada bentuk terpecah, terbelah dan
stellar, tidak memiliki indikator pola jaringan jalan berupa pola grid. Untuk lebih jelasnya,
berikut tabel indikator bentuk morfologi pada pola jaringan jalan.
Tabel 4.13 Indikator Bentuk Morfologi Pada Komponen Pola Jaringan Jalan
Variabel Bentuk Indikator Sumber (kondisi eksisting)
Pola jaringan Bujur - Radial konsentris Pola jaringan jalan pada wilayah
jalan sangkar - Grid peri urban memiliki pola yang
Empat - Grid sama dengan Kota Surakarta yaitu
persegi pola grid. Pola jaringan jalan
panjang bersiku dapat dijumpai pada
Kipas - radial konsentris hampir seluruh wilayah baik itu
- grid pada Kota Surakarta maupun
Bulat - radial konsentris (ke wilayah peri urban. Perbedaan
segala arah) pola grid pada kedua wilayah
hanya terlihat dari sisi
Pita - grid
kerapatannya. Pada Kota
Gurita - radial konsentris
Surakarta pola grid yang
- grid
teridentifikasi cederung rapat,
Tidak - radial konsentris disebabkan karena minimnya
berpola - grid lahan non terbangun. Sedangkan
- tidak berpola pada wilayah peri urban cenderung
Berantai - radial konsetris atau grid renggang karena lahan non
Terbelah - tidak berpola (ke segala terbangun yang tersedia masih
arah) cukup luas.
Stellar - radial konsentris
*warna kuning menunjukkan kesesuaian dengan kondisi eksisting
Sumber : hasil observasi, 2019
4.2.3 Pola Bangunan
Pola bangunan ditinjau dari kumpulan bangunan yang tersusun membentuk pola atau
bentuk tertentu. Pada dasarnya kenampakan fisik bangunan jika ditinjau memiliki bentuk yang
beragam. Pola bangunan biasanya dilihat melalui kumpulan bangunan pada suatu wilayah,
kumpulan bangunan ini nantinya akan ditinjau apakah membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Suatu pola atau bentuk tertentu ini nantinya digunakan untuk meninjau tekstur
kawasan yang ada pada wilayah tersebut.
Pada Kota Surakarta dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah kota dipenuhi dengan
bangunan. Peta persil bangunan Kota Surakarta hampir keseluruhan wilayah berwarna abu-abu.
Dari peta persil bangunan dapat dikatakan bahwa tekstur kawasan Kota Surakarta adalah
heterogen, karena jika dilihat secara visual bentuk bangunan yang teridentifikasi seragam,
meskipun hampir memenuhi seluruh wilayah kota, masih ada lahan non terbangun yang bersifat
privat. Selain bentuk bangunan, fungsi setiap bangunan yang beragam juga memberikan
pengaruh cukup besar.

63
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dengan kerapatan serta bentuk bangunan yang beragam dan bervariasi, indikator pola
morfologi mendekati ke dalam tiga pola morfologi yaitu pola pita, pola terbelah dan tidak
berpola. Menurut Yunus (2000) ketiga pola tersebut memiliki kondisi spesifik yang menjadi
penyebab terbentuknya pola morfologi. Pada pola pita, pengaruh jalur transportasi. Pada pola
terbelah, terdapat pengaruh sistem perairan. Sedangkan pada pola yang tidak berpola
mendapatkan pengaruh besar dari kondisi geografis, biasanya ditemui pada daerah kepulauan.
Dari ketiga pola morfologi, kondisi eksisting paling mendekati kedalam definisi pola pita. Hal
ini dikarenakan pola pita tidak memiliki kondisi geografis khusus seperti pola terbelah dan tidak
berpola. Pola pita mendapatkan pengaruh besar dari jalur transportasi. Hal ini dapat dikatakan
menjadi penyebab persebaran bangunan ke seluruh wilayah Kota Surakarta.
Sedangkan pola sebaran bangunan pada wilayah peri urban yang cenderung masih
menyebar karena masih tersedianya lahan non terbangun atau ruang terbuka hijau. Dapat dilihat
pada gambar 4.15 adanya sawah ditengah area permukiman menunjukkan secara visual bahwa
pola sebaran bangunan pada wilayah peri urban cenderung bervariasi. Bangunan-bangunan
yang ada pada wilayah peri urban juga cenderung berupa rumah, tetapi yang membedakan
dengan Kota Surakarta adalah adanya bangunan-bangunan pabrik dengan skala yang cukup
besar. Bangunan pabrik ini terdiri dari industri skala kecil hingga skala besar misalnya PT.
Ambassador Garmindo, PT. Konimex, PT. Sobiscoo, PT. Danliris dan PT. Batik Keris.
Dapat dilihat juga dari peta, kerapatan bangunan-bangunan pada wilayah peri urban
cenderung berada pada jaringan jalan utama. Tidak hanya pada jaringan jalan utama, kerapatan
bangunan juga dapat terlihat pada bagian perbatasan administrasi Kota Surakarta. Pada
wilayah-wilayah perbatasan administrasi kota ini dominasi fungsi bangunan yang ada adalah
rumah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perluasan kenampakan fisik kekotaan pada wilayah
peri urban. Selain rumah, terdapat juga beberapa sarana dengan skala regional yang berada pada
wilayah perbatasan administrasi kota dan masuk ke dalam wilayah peri urban, diantaranya
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rumah Sakit Ortopedi Dr. Soeharso, Rumah
Sakit UNS, Transmart Pabelan, Al Firdhaus World Class Islamic School (AFWCIS).
Dengan adanya persebaran bangunan dan masih tersedianya lahan non terbangun yang
memisahkan antara bangunan satu dengan bangunan lainnya, tekstur kawasan pada wilayah
peri urban Kota Surakarta adalah heterogen. Dengan kerapatan yang berada di sepanjang
jaringan jalanBerbeda dengan tekstur bangunan Kota Surakarta yang lebih mengarah pada
tekstur kawasan homogen karena memiliki kerapatan, massa ruang dan ukuran yang hampir
serupa dan memenuhi pada hampir seluruh wilayah kota.

64
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 4.14 Indikator Bentuk Morfologi Pada Komponen Pola Bangunan
Sumber Kondisi Eksisting
Variabel Bentuk Indikator
Kota Surakarta WPU
Pola Bujur - Homogen, kerapatan Sebaran bangunan Pola sebaran bangunan
bangunan sangkar merata Kota Surakarta pada wilayah peri urban
Empat - Tersebar dengan pola memiliki pola yang cenderung menyebar,
persegi memanjang(homogen), bervariasi pada seluruh sehingga kerapatannya
panjang kerapatan tersebar wilayah kota, dengan tidak teratur. Hal ini
Kipas - Tersebar ke berbagai kerapatan yang juga disebabkan, masih
arah(homogen), beragam. Dengan tersedianya lahan non
kerapatan seimbang keberagaman ini terbangun pada wilayah
Bulat - Homogen, persebaran tekstur kawasan yang peri urban.
seimbang teridentifikasi adalah
Pita - Heterogen, kerapatan tekstur heterogen.
tidak teratur
Gurita - Heterogen, kerapatan
terpusat tinggi
Tidak - Heterogen, kerapatan
berpola tidak beraturan
Berantai - Heterogen
Terbelah - Heterogen, kerapatan
menyebar bervariasi
Stellar - Heterogen, kerapatan
terpusat
Sumber : hasil observasi, 2019

65
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.12 Peta Sebaran Bangunan Kota Surakarta dan Wilayah Peri Urban
Sumber : hasil observasi, 2019
66
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sebaran bangunan yang terletak pada simpul


Jalan Adi Sucipto memiliki fungsi yang beragam
Citra satelit ini menunjukkan secara visual bahwa
akibatnya bentuk bangunan juga beragam,
wilayah Kota Surakarta sudah dipenuhi dengan
terdapat beberapa bangunan sekolah, kodim,
bangunan dengan berbagai macam fungsi yang
kantor polisi, bank, cafe dan sisanya berupa
beragam. Serta dapat dilihat juga minimnya RTH
rumah.
karena sebagian besar sudah menjadi lahan terbangun.

Gambar 4.13 Peta Sebaran Bangunan Kota Surakarta dan Sebagian Citra Satelit
Sumber : hasil observasi, 2019

67
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.14 Peta Sebaran Bangunan Wilayah Peri Urban Kota Surakarta
Sumber : hasil observasi, 2019
68
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Citra satelit wilayah peri urban bagian barat Kota


Surakarta menunjukkan perbedaan yang cukup
signifikan dengan Kota Surakarta. Pada wilayah peri
urban, masih dapat ditemui lahan non terbangun
berupa sawah yang memisahkan area-area
permukiman. Area permukiman pada wilayah peri
urban Kota Surakarta cenderung berupa cluster.
Apabila hal tersebut tidak dikendalikan tidak
menutup kemungkinan nantinya semua sawah yang
ada akan beralihfungsi menjadi area permukiman.

Gambar 4.15 Peta Sebaran Bangunan Wilayah Peri Urban Bagian Barat Kota Surakarta
Sumber : hasil observasi, 2019
69
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tidak berbeda dengan penampakan visual citra satelit


wilayah peri urban bagian barat, pada wilayah peri urban
bagian selatan Kota Surakarta juga masih dapat ditemui
persawahan yang memisahkan area-area permukiman.
Bangunan rumah cenderung padat pada wilayah-wilayah
tertentu.

Gambar 4.16 Peta Sebaran Bangunan Wilayah Peri Urban Bagian Selatan Kota Surakarta
Sumber : hasil observasi, 2019

70
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4.3 Analisis Pola Morfologi Kota Surakarta dan wilayah peri urban di sekitarnya
Pola morfologi Kota Surakarta dan wilayah peri urban di sekitarnya ditinjau berdasarkan
komponen morfologi yang teridentifikasi. Ditinjau dari penggunaan lahan eksisting,
dominasinya berupa permukiman baik itu pada Kota Surakarta maupun wilayah peri urban. Hal
ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara wilayah peri urban dan Kota Surakarta.
Didukung juga dengan kebijakan daerah yang menetapkan wilayah peri urban sebagai
peruntukkan kawasan permukiman perkotaan. Wilayah peri urban menjadi wilayah yang
terdampak secara langsung dengan adanya perkembangan Kota Surakarta. Karena
perkembangan suatu Kota dapat dilihat dari meningkatnya pertumbuhan penduduk, dengan
adanya pertumbuhan penduduk ini maka selaras juga dengan meningkatnya kebutuhan akan
lahan yang dijadikan sebagai tempat tinggal. Peningkatan kebutuhan lahan yang tidak
sebanding dengan ketersediaan lahan pada suatu kota akan menyebabkan wilayah pinggiran
menjadi terdampak. Pada wilayah peri urban terutama wilayah yang berbatasan dengan
administrasi kota memiliki penggunaan lahan sebagai permukiman. Hal ini menunjukkan
bahwa Kota Surakarta yang memiliki dominasi penggunaan lahan berupa permukiman
memberikan pengaruh kepada wilayah peri urban yang didukung dengan adanya jalur
transportasi, sarana yang memadai, serta jarak yang tidak terlalu jauh dari kota.
Terdapat perbedaan diantara kedua wilayah bagian peri urban. Jika pada wilayah peri urban
bagian selatan, penggunaan lahan sebagai industri jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan
wilayah peri urban bagian barat. Pada wilayah peri urban bagian barat juga masih dapat ditemui
beberapa industri, tetapi untuk industri-industri skala besar berada pada wilayah peri urban
bagian selatan. Dominasi penggunaan lahan pada wilayah peri urban bagian barat lebih
condong ke permukiman sedangkan pada wilayah peri urban bagian selatan lebih condong ke
industri. Hal ini berkaitan dengan kebijakan daerah yaitu Perda Kabupaten Sukoharjo No 14
tahun 2011 yang menetapkan bahwa Kecamatan Kartasura merupakan pusat kegiatan lokal
(PKL) dan kawasan permukiman perkotaan. Sedangkan pada Kecamatan Grogol ditetapkan
sebagai peruntukkan industri besar.
Untuk penggunaan lahan perdagangan dan jasa sebagian besar mengikuti pola jaringan
jalan yang ada, tetapi terdapat juga yang menyebar, baik itu pada Kota Surakarta maupun pada
wilayah peri urban. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari jaringan jalan terhadap
terbentuknya suatu penggunaan lahan yang secara pasti memberikan pengaruh juga terhadap
pola sebaran bangunan yang terbentuk. Adanya kesamaan pola yang terbentuk, menunjukkan
bahwa Kota Surakarta dan wilayah peri urban memiliki hubungan yang kuat. Didukung dengan
jaringan jalan yang menghubungkan satu wilayah ke wilayah yang lain.

71
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Menurut Perda No 1 tahun 2012 Kota Surakarta, terdapat pusat pelayanan dan sub pusat
kawasan. Berdasarkan kebijakan tersebut dan kondisi eksisting penggunaan lahan Kota
Surakarta, pola yang mendekati ada dua yaitu pola bujur sangkar dan pola stellar. Sedangkan
kondisi eksisting penggunaan lahan wilayah peri urban, lebih mendekati ke pola berantai.
Pola jaringan jalan yang teridentifikasi pada Kota Surakarta dan wilayah peri urban
sebagian besar adalah berupa pola grid. Pola jalan berbentuk siku-siku hampir mendominasi
seluruh pola jaringan jalan Kota Surakarta dan wilayah peri urban. Pola grid dapat ditemukan
pada tujuh indikator pola yang disebutkan oleh Yunus (2000). Pola jaringan jalan terlihat
memberikan pengaruh sangat besar terhadap perkembangan Kota Surakarta dan wilayah peri
urban. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan lahan perdagangan jasa yang cenderung mengikuti
jaringan jalan dan kesamaan pola yang teridentifikasi. Pola jaringan jalan yang sama
menunjukkan bahwa adanya keterikatan dan keberlanjutan pola jaringan jalan Kota Surakarta
ke wilayah peri urban.
Pada identifikasi pola bangunan, terdapat persamaan tekstur kawasan antara Kota
Surakarta dengan wilayah peri urban yaitu tekstur heterogen. Tekstur heterogen teridentifikasi
melalui konfigurasi bentuk bangunan secara visual dan keberadaan lahan non terbangun. Pada
Kota Surakarta ketersediaan lahan non terbangun cenderung sedikit tetapi masih ada.
Sedangkan pada wilayah peri urban cenderung lebih luas.
Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisting Kota Surakarta teridentifikasi memiliki pola
morfologi pita. Pada indikator penggunaan lahan, kondisi eksisting masuk kedalam indikator
dua pola yaitu bujur sangkar dan stellar, pada pola jaringan jalan masuk kedalam indikator tujuh
pola antara lain bujur sangkar, empat persegi panjang, kipas, pita, gurita, tidak berpola dan
berantai, sedangkan pada pola bangunan masuk kedalam indikator tiga pola yaitu pita, terbelah
dan tidak berpola. Pola morfologi Kota Surakarta berdasarakan kondisi eksisting lebih
mendekati ke pola pita. Sama halnya dengan wilayah peri urban, pola morfologi yang
teridentifikasi adalah pola pita. Terdapat perbedaan pada indikator penggunaan lahan antara
Kota Surakarta dan wilayah peri urban. Pada Kota Surakarta, kondisi eksisting pada
penggunaan lahan lebih condong ke pola bujur sangkar dan stellar (didukung dengan kebijakan
yang berlaku). Sedangkan pada wilayah peri urban, kondisi eksisting penggunaan lahan lebih
condong ke pola berantai. Meskipun terdapat perbedaan ketersediaan lahan non terbangun,
kedua wilayah memiliki konfigurasi bentuk bangunan yang sama yaitu beragam atau bervariasi.
Dari kesamaan pola morfologi yang teridentifikasi, menunjukkan bahwa wilayah peri urban
merupakan wilayah yang terdampak oleh perkembangan Kota Surakarta. Tidak menutup
kemungkinan apabila tidak dikendalikan, wilayah peri urban berkembang tidak terkendali.

72
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.15 Analisis Pola Morfologi Kota Surakarta


Komponen Kondisi Eksisting Analisis
Penggunaan Lahan Dominasi penggunaan lahan Kota Surakarta adalah Berdasarkan kondisi eksisting, jika ketiga komponen morfologi pada
berupa permukiman dan sudah memenuhi hampir Kota Surakarta digabungkan, tidak ada kondisi yang sesuai dengan
seluruh wilayah Kota Surakarta. Ketersediaan RTH indikator pola morfologi. Pada komponen pertama yaitu penggunaan
terdapat pada bagian utara Kota Surakarta. Pola lahan, kondisi eksisting didukung dengan kebijakan yang berlaku
penggunaan lahan perdagangan dan jasa mengikuti mendekati pada dua indikator pola yaitu pola bujur sangkar dan pola
pola jaringan jalan. Dari kondisi eksisting ini dapat stellar. Sedangkan pada komponen kedua yaitu pola jaringan jalan,
dikatakan bahwa perkembangan Kota Surakarta kondisi eksisting jaringan jalan Kota Surakarta teridentifikasi pola grid.
cenderung ke berbagai arah di seluruh wilayah. Pola grid dapat ditemukan pada hampir di seluruh indikator pola
Terdapat pusat kawasan dan sub pusat kawasan. Pusat jaringan jalan. Terdapat tujuh pola yang memiliki indikator pola jalan
kawasan berupa perdagangan dan jasa. Sub pusat berupa grid antara lain bujur sangkar, empat persegi panjang, kipas,
kawasan memiliki spesifikasi pelayanan yang pita, gurita, tidak berpola dan berantai. Pada komponen ketiga yaitu
berbeda-beda. pola bangunan, Kota Surakarta teridentifikasi memiliki tekstur
kawasan heterogen. Tekstur kawasan ini teridentifikasi melalui
keberagaman bentuk bangunan serta kerapatan yang juga beragam. Pada
komponen ketiga, kondisi eksisting mendekati indikator tiga pola yaitu
pola pita, pola terbelah dan tidak berpola. Tetapi dari ketiga pola
Pola Jaringan Jalan Pola jaringan jalan yang teridentifikasi adalah pola
tersebut, kedua pola memiliki kondisi spesifik tertentu. Pada pola
grid. terbelah, perairan memiliki pengaruh cukup besar. Sedangkan tidak
Pola Bangunan Sebaran bangunan Kota Surakarta memiliki pola yang berpola biasa ditemukan pada daerah kepulauan. Dengan pertimbangan
bervariasi pada seluruh wilayah kota, dengan kondisi geografis pada kedua pola tersebut, pola pita dirasa paling sesuai
kerapatan yang juga beragam. Dengan keberagaman dan mendekati kriteria. Pola pita adalah pola yang dipengaruhi oleh jalur
ini tekstur kawasan yang teridentifikasi adalah tekstur trasnportasi. Pola pita menjadi pola yang paling mendekati dengan
heterogen. kesesuaian kondisi eksisting Kota Surakarta. Spesifikasi pola pita
adalah pola yang mengikuti jalan (karena pengaruh jalur transportasi).
Jika dilihat secara visual, Kota Surakarta memang tidak tampak seperti
pola pita yang digambarkan oleh Yunus (2000). Pola pita pada Kota
Surakarta sudah mengalami perkembangan yang cukup jauh, sehingga
pola yang teridentifikasi juga tingkat kesesuainnya tidak akurat.
Sumber : berbagai data yang diolah, 2019

73
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.16 Analisis Pola Morfologi Wilayah Peri Urban Kota Surakarta
Komponen Kondisi Eksisting Analisis
Penggunaan Lahan Dominasi penggunaan lahan pada Berdasarkan kondisi eksisting dari ketiga komponen morfologi pada wilayah peri urban
wilayah peri urban adalah Kota Surakarta, pola yang teridentifikasi paling mendekati adalah pola pita. Pada komponen
permukiman. Penggunaan lahan pertama yaitu penggunaan lahan, kondisi eksisting mendekati indikator pola berantai.
sebagai industri lebih condong
Pola berantai dapat dikatakan hampir mirip dengan pola pita, tetapi perbedaan yang
pada wilayah peri urban bagian
selatan, daripada wilayah peri mencolok adalah adanya pengaruh kuat pada lahan non terbangun. Lahan non terbangun
urban bagian barat. Begitu juga cenderung memisahkan dengan tegas, antara satu kawasan dengan kawasan lainnya.
dengan ketersediaan RTH. Pada Sedangkan pada komponen kedua yaitu pola jaringan jalan, kondisi eksisting jaringan
wilayah peri urban bagian selatan jalan Kota Surakarta teridentifikasi pola grid. Pola grid dapat ditemukan pada hampir di
ketersediaannya masih cukup luas seluruh indikator pola jaringan jalan. Terdapat tujuh pola yang memiliki indikator pola jalan
dari pada bagian barat. Pola berupa grid antara lain bujur sangkar, empat persegi panjang, kipas, pita, gurita, tidak
penggunaan lahan pada wilayah
berpola dan berantai. Pada komponen ketiga yaitu pola bangunan, wilayah peri urban
peri urban juga mengikuti pola
jaringan jalan. teridentifikasi memiliki tekstur kawasan heterogen. Tekstur kawasan ini teridentifikasi
melalui keberagaman bentuk bangunan serta kerapatan yang juga beragam. Pada komponen
ketiga, kondisi eksisting mendekati indikator tiga pola yaitu pola pita, pola terbelah dan
Pola Jaringan Jalan Pola jaringan jalan yang
tidak berpola. Tetapi dari ketiga pola tersebut, kedua pola memiliki kondisi spesifik
teridentifikasi adalah pola grid.
Pola Bangunan Pola sebaran bangunan pada tertentu. Pada pola terbelah, perairan memiliki pengaruh cukup besar. Sedangkan tidak
wilayah peri urban cenderung berpola biasa ditemukan pada daerah kepulauan. Dengan pertimbangan kondisi geografis
menyebar, sehingga kerapatannya pada kedua pola tersebut, pola pita dirasa paling sesuai dan mendekati kriteria. Pola pita
tidak teratur. Hal ini disebabkan, adalah pola yang dipengaruhi oleh jalur trasnportasi. Pola pita menjadi pola yang paling
masih tersedianya lahan non mendekati dengan kesesuaian kondisi eksisting. Spesifikasi pola pita adalah pola yang
terbangun pada wilayah peri mengikuti jalan (karena pengaruh jalur transportasi). Jika dilihat secara visual, wilayah peri
urban.
urban tampak seperti pola pita yang digambarkan oleh Yunus (2000).

Sumber: berbagai data yang diolah, 2019

74
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.17 Peta Pola Morfologi Kota Surakata Dan Wilayah Peri Urban Di Sekitarnya
Sumber : hasil analisis, 2019
75

Anda mungkin juga menyukai