Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL PENGAJUAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR PASCA BENCANA ALAM


DI KABUPATEN SRAGEN

Disusun oleh :
Nama : Didik Rahayu
NIM : 043315487
Mata Kuliah : Perencanaan Kota
Pogram Stufi : Ilmu Administrasi Negara
Dosen Pengampu : Dr. Tatik Fidowaty, S.IP.,M.Si

FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatanpada penulis untuk menyelesaikan proposal ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Proposal Pengajuan Perencanaan
Pembangunan Infrastruktur Pasc Bencana Alam Di Kabupaten Sragen tepat waktu.
Proposal Proposal Pengajuan Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Pasc
Bencana Alam Di Kabupaten Sragen disusun guna memenuhi tugas dari Dr. Tatik
Fidowaty, S.IP.,M.Si pada mata kuliah Perencanaan Kota. Selain itu, penulis juga
berharap agarproposal ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Tatik Fidowaty, S.IP.,M.Si
selaku tutor mata kuliah Perencanaan Kota. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan proposal ini. Penulis menyadari proposal ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima
demi kesempurnaan proposal ini.

Sragen, 7 Mei 2023


Penulis,

Didik Rahayu

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1


A. Latar Belakang ...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................8
C. Maksud dan Tujuan ............................................................................................8

BAB II TINJAUAN LITERATUR .......................................................................5


A. Penanggulangan Bencana Alam Di Kabupaten Sragen .....................................5
B. Kebijakan dan Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana
Alam ...................................................................................................................5
C. Pembangunan Infrastruktur Terdampak Bencana ..............................................8
D. Pembiayaan Resiko ..........................................................................................10

BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................11


A. Indikator Status Bencana Alam Di Kabupaten Sragen ....................................11
B. Anggaran Penanggulangan dan Pemulihan Pasca Bencana .............................13

BAB IV PENUTUP ..............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten di propinsi Jawa Tengah.
Secara geografis Kabupaten Sragen berada di perbatasan antara Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Sragen yaitu :
• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ngawi (propinsi jawa timur)
• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali
• Sebelah selatan berbatasan Kabupaten Karanganyar
• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Grobogan
Luas wilayah Kabupaten Sragen adalah 941,55 km2 yang terbagi dalam 20
Kecamatan, 12 Kelurahan dan 196 Desa. Secara astronomis Kabupaten Sragen
terletak pada 7 ° 15 LS dan 7 ° 30 LS dan 110 ° 45 BT DAN 111 ° 10 BT.
Wilayah Kabupaten Sragen berada di dataran dengan ketinggian rata rata 109
M diatas permukaa laut. Sragen menpunyai iklim tropis dengan suhu harian
yang berkisar antara 19 ° - 31 °. Wilayah Kabupaten Sragen terbagi menjadi
dua yaitu sebelah selatan dan sebelah utara Sungai Bengawan Solo, dengan
rincian :
• Sebelah selatan Bengawan Solo :
✓ Luas Wilayah : 32.760 ha (34,79 %)
✓ Tanah Sawah : 22.027 ha (54,85 %)
✓ Terdiri dari 9 Kecamatan dan 88 Desa/Kelurahan
• Sebelah utara Bengawan Solo :
✓ Luas Wilayah : 61.395 ha (65,21 %)
✓ Tanah Sawah : 18.102 ha (45,15 %)
✓ 11 Kecamatan dan 120 Desa/Kelurahan
Bengawan Solo adalah sungai terpanjang di pulau Jawa, Indonesia dengan mata
air dari daerah Wonogiri dan bermuara di daerah Bojonegoro. Sungai ini
panjangnya sekitar 548,53 km dan mengaliri dua provinsi yaitu Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Kabupaten yang dilalui adalah Wonogiri, Pacitan, Sukoharjo,
Klaten, Solo, Sragen, Ngawi, Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan dan Gresik.
Kabupaten Sragen berada di lembah daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang

1
mengalir ke arah timur. Sebelah utara berupa perbukitan, bagian dari sistem
Pegunungan Kendeng. Sedangkan di selatan berupa pegunungan, lereng dari
Gunung Lawu. Sragen terletak di jalur utama Solo-Surabaya. Kabupaten ini
merupakan gerbang utama sebelah timur Provinsi Jawa Tengah, yang
berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur. Sragen dilintasi jalur kereta
api lintas selatan Pulau Jawa (Surabaya-Yogyakarta-Jakarta) dengan stasiun
terbesarnya Sragen, serta lintas Semarang-Solo dengan stasiun terbesarnya
Gemolong.
Kabupaten Sragen terdiri atas 20 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah
208 desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Sragen.
Kecamatan tersebut :
• Gemolong • Tanon
• Ngrampal • Gesi
• Plupuh • Gondang
• Sambirejo • Jenar
• Sambungmacan • Kalijambe
• Sragen • Karangmalang
• Sidoharjo • Kedawung
• Sukodono • Masaran
• Sumberlawang • Miri
• Tangen • Mondokan
Keadaan Alam di Kabupaten Sragen mempunyai relief yang beraneka ragam,
ada daerah pegunungan kapur yang membentang dari timur ke barat terletak di
sebelah utara bengawan Solo dan dataran rendah yang tersebar di seluruh
Kabupaten Sragen, dengan jenis tanah : gromusol, alluvial regosol, latosol dan
mediteran.
Klimatologi Kabupaten Sragen mempunyai iklim tropis dan temperatur
sedang dengan cuah hujan rata-rata dibawah 3.000 mm/tahun dan hari hujan
dengan rata-rata dibawah 150 hari/tahun.

Bencana Alam Di Kabupaten Sragen

2
Apabila melihat dari letak geografis Kabupaten Sragen merupakan wilayah
yang dilalui oleh aliran Sungai Bengawan Solo. Potensi bencana alam yang
terjadi akibat letak geografis ini adalah banjir akibat luapan Sungai Bengawan
Solo. Selan itu faktor iklim dan cuaca saat curah hujan yang tinggi pada musim
penghujan mengakibatkan adanya angin puting beliung yang melanda beberapa
daerah di Kabupaten Sragen. Berikut rincian bencana alam yang terjadi di
Kabupaten Sragen pada kurun waktu 2022 sampai awal 2023 :
1. Angin Puting Beliung
Pada awal tahun 2023, angin puting beliung melanda beberapa daerah di
Kabupaten Sragen. Lokasi yang terdampak meliputi Kelurahan
Plumbungan dan Desa Pelemgadung, Kecamatan Karangmalang; Desa
Ngarum, Kecamatan Ngrampal; dan Desa Wonotolo, Kecamatan Gondang.
Akibat hujan deras disertai angin kencang, beberapa pohon tumbang
menimpa rumah dan melintang jalan. Total terdapat 27 pohon tumbang, 33
rumah rusak ringan. Di antaranya tertimpa pohon dan tiga tiang sibel roboh.
Pada Bulan April 2023, angin putting beliung kembali menerjang wilayah
Kecamatan Miri.
2. Banjir Akibat Luapan Sungai Bengawan Solo
Pada awal tahun 2023, terjadi bencana banjir di beberapa wilayah
Kabupaten Sragen. Terdapat 14 desa dari 4 kecamatan terendam banjir
selama tiga hari mulai tanggal 17 sampai 19 Februari 2023. Kecamatan yang
terdampak banjir meliputi :
• Kecamatan Masaran 4 Desa terdampak banjir
• Kecamatan Plupuh 4 Desa terdampak banjir
• Kecamatan Sidoharjo 5 Desa terdampak banjir
Dengan total sebanyak 618 jiwa dari 188 KK yang terdampak banjir
sehingga aktifitas warga setempat terganggu oleh luapan DAS Bengawan
Solo. Tidak hanya itu, ada beberapa bencana yang menyertai nya yaitu
adanya tanah longsor dan juga rumah roboh. Tepat di Dukuh Nglombo, Ds.
Tenggak, Kec. Sidoharjo 1 rumah huni longsor dan terseret arus banjir
Sungai Gawan DAS Bengawan Solo. Di Desa yang sama, Dukuh Metep
juga ada 1 rumah huni yang longsor dikarenakan tergerus arus banjir.

3
B. Rumusan Masalah
Bencana alam di Kabupaten Sragen terjadi bukan hanya karena faktor dari alam
semata, juga terdapat faktor lain dari luar hal itu. Maka beberapa permasalahan
yang muncul yaitu :
1. Rusaknya infrastruktur akibat bencana alam yang terjadi diluar diprediksi.
2. Akibat angin puting beliung dan tanah longsor mengakibatkan beberapa
akses jalan terputus, akses transportasi warga terganggu.
3. Rusaknya sarana dan prasarana layanan publik yang menghambat
masyarakat dalam melakukan kegiatan perekonomian.
4. Rusaknya lahan pertanian, peternakan dan beberapa akses kegiatan
kemasyarakatan.
5. Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen yang belum mencukupi
untuk melakukan pembenahan dan fasilitasi pelayanan publik terdampak
bencana, karena pemerintah daerah berfokus pada bantuan kepada korban
terdampak. Walaupun ada beberapa perbaikan infrastruktur sudah masuk
dalam anggaran tetapi belum sepenuhnya tercover.

C. Maksud Dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari pengajuan perencanaan pembangunan ini adalah untuk
:
1. Membenahi infrastruktur terdampak bencana alam.
2. Perbaikan akses pelayanan publik untuk memperlancar kegiatan
perekonomian masyarakat pasca bencana alam.
3. Pembangunan kembali fasilitas publik yang rusak atau hancur akibat
bencana.
4. Pembangunan infrastruktur penanggulangan bencana alam, terutama
bencana banjir akibat luapan sungai bengawan solo.

4
BAB II
TINJAUAN LITERATUR

A. Penanggulangan Bencana Alam di Kabupaten Sragen


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, pengertian bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Merujuk pada visi dan misi Kabupaten Sragen tersebut dapat dikerucutkan
bahwa misi BPBD Kabupaten Sragen sesuai dengan RPJMD tahun 2021-2026
adalah masuk pada misi ke-dua yaitu “Mewujudkan tata kelola pemerintahan
yang bersih, inovatif, efektif, terpercaya dan bersinergi dengan pelayanan
publik berbasis teknologi”, dengan sasaran jangka menengah yaitu
Meningkatkan Indek Ketahanan Daerah.
Kebutuhan secara sistematis untuk mengurangi dampak bencana, degradasi
lingkungan hidup, dan perubahan iklim perlu ditingkatkan guna mendapatkan
pengakuan dan komitmen dari para pengambil keputusan (pemerintah dan
pemerintah daerah) dalam pembuatan kebijakan baik secara politik, hukum,
ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya. Kebijakan tersebut kemudian
diterjemahkan menjadi berbagai strategi dalam pengembangan ilmu dan
pengetahuan, perencanaan pembangunan yang terpadu, penyusunan dan
penegakan tata ruang, penegakan hukum dan perlindungan masyarakat,
membangun pelibatan dan kesadaran masyarakat, meningkatkan kapasitas
penanggulangan bencana; meliputi pencegahan dan mitigasi bahaya, peringatan
dini bahaya dan potensi bencana, kesiapsiagaan, serta penanganan darurat dan
pemulihan bencana. Penanggulangan bencana di Kabupaten Sragen khususnya
pra bencana belum berjalan secara maksimal, hal tersebut dapat terlihat dalam
kehidupan masyarakat yang lebih beranggapan bahwa Kabupaten Sragen aman
dari bencana sehingga masyarakat terkesan bahwa mitigasi bencana tidak
menarik untuk dilakukan sehingga menunggu adanya kejadian bencana dulu

5
baru mereka akan melakukan penanganan bencana pada saat tanggap darurat
saja. Penanggulangan bencana harus dilakukan secara komprehensif dan
terukur sehingga memerlukan strategi perencanaan yang tepat untuk
menghadapi perkembangan dan perubahan lingkungan yang terjadi agar
mampu meningkatkan kualitas pelayanan penanggulangan bencana. Forum
Pengurangan Risiko Bencana (Forum PRB) yang terdiri dari para pemangku
kepentingan dapat membantu untuk menyediakan dan memobilisasi
pengetahuan, keterampilan dan sumber daya yang diperlukan untuk
mengarusutamakan pengurangan risiko bencana (PRB) ke dalam kebijakan,
perencanaan, dan program pembangunan. Forum PRB adalah sebuah wadah
independen yang menyatukan berbagai organisasi pemangku kepentingan yang
bergerak dan mendukung berbagai upaya pengurangan risiko bencana. Forum
PRB juga berupaya mewadahi semua kepentingan terkait pengelolaan
kebencanaan di daerah, serta membantu menyelaraskan berbagai kebijakan,
perencanaan dan program pembangunan dan kegiatan PRB di masing-masing
tingkatan, serta mendukung tercapainya tujuan-tujuan Pengurangan Risiko
Bencana dan Pemulihan Pasca Bencana. Kabupaten Sragen memang tidak dekat
dengan gunung berapi dan jauh dari laut, tetapi potensi bencana tetap ada dari
segi angin putting beliung, banjir DAS Bengawan Solo dan tanah longsor.

B. Kebijakan Dan Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Penanggulangan


Bencana Alam
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Kegiatan
pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya
untuk menghilangkan dan atau mengurangi ancaman bencana. Menurut
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, penanggulangan bencana bertujuan
untuk: Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada. Menjamin
terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh. Menghargai budaya lokal. Membangun

6
partisipasi dan kemitraan publik serta swasta. Mendorong semangat gotong
royong, kesetiakawanan dan kedermawanan. Menciptakan perdamaian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1. Pemerintah Pusat
Tanggungjawab pemerintah pusat dalam rangka penanggulangan bencana
yaitu :
• Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana
dengan program pembangunan.
• Perlindungan masyarakat dari dampak bencana. Penjaminan
pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara
adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.
• Pemulihan kondisi dari dampak bencana.
• Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memadai.
• Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana
siap pakai.
• Pemeliharaan arsip atau dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan
dampak bencana.

2. Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi:
• Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena
bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum.
• Perlindungan masyarakat dari dampak bencana.
• Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana
dengan program pembangunan.
• Pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang memadai.

7
C. Pembangunan Infrastruktur Terdampak Bencana
Infrastruktur di Indonesia setiap tahunya terus bertambah banyak. Namun,
Indonesia sering mengalami kerusakan akibat bencana alam yang
mengakibatkan kerugian yang sangat besar tak terkecuali daerah-daerah
termasuk Kabupaten Sragen. Tentu, pemerintah perlu mengambil langkah
Manajemen Risiko untuk mengurangi kerugian akibat kerusakan infrastruktur
pada setiap terjadinya bencana. Terdapat 4 (empat) klasifikasi kawasan bencana
berdasarkan frekuensi dan tingkat kerusakannya. Pada tiap kawasan ini,
terdapat teknik manajemen risiko yang dapat di ambil Kesimpulannya yaitu
terdapat beberapa kombinasi teknik yang dapat diambil untuk setiap klasifikasi
kawasan yang terbentuk. Bertambahnya kekayaan negara setiap tahunnya
menyebabkan pemerintah perlu memperhatikan berbagai aspek manajemen
aset, termasuk di dalamnya aspek manajemen risiko. Salah satu risiko terhadap
aset Barang Milik Negara (BMN) terutama pada bangunan gedung negara
adalah risiko terhadap bencana alam. Kondisi geografi Indonesia yang terletak
di jalur gunung api menjadikan negara ini tidak lepas dari ancaman bencana
alam berupa letusan gunung api, gempa bumi tektonik, banjir dan tanah longsor.
Pembangunan infrastruktur tentu sangat diperlukan untuk mempercepat
putaran roda ekonomi. Namun, pembangunan tersebut seyogyanya harus
memperhatikan potensi bencana yang ada. Menurut Davidson (1997: 5) dan
(The World Bank, 2012: 12), meningkatnya pertumbuhan tanpa adanya
manajemen risiko dan semakin bertambah tuanya aset tersebut merupakan
penyebab utama meningkatnya kerusakan pada saat bencana. Nugroho (2013)
menyatakan besarnya kerusakan dan kerugian akibat bencana gempa bumi di
indonesia setiap kejadian adalah 5 s.d. 8 kali biaya untuk membangun jembatan
besar, sehingga dampak akibat bencana alam ini tentu berpengaruh terhadap
laju pembangunan.

Kawasan I ( Frekuensi Tinggi – Kemungkinan Tingkat Kerusakan Tinggi)


Pada kawasan ini, tingkat kerugian ketika dibangun suatu infrastruktur akan
berdampak besar. Teknik manajemen risiko yang dapat diaplikasikan adalah
menghindari atau relokasi. Infrastruktur yang dapat dibangun adalah

8
infrastruktur sederhana seperti jalan yang dapat digunakan untuk kegiatan
tanggap darurat. Bangunan Milik Negara pada daerah ini perlu diminimalisir
dan hanya diutamakan terdapat bangunan untuk pertolongan pada bencana
seperti kantor polisi, pemadam kebakaran, fasilitas kesehatan. Untuk
infrastruktur dan bangunan milik negara selain untuk kegiatan tanggap darurat,
sebaiknya direlokasi ke zona yang lebih aman. Pada zona sangat rawan ini,
bangunan milik negara dibangun tidak bertingkat atau hanya bertingkat dua
sederhana, agar beban yang disangga oleh bangunan tidak melebihi batas aman.
Bentuk bangunan harus regular atau seragam pada semua sisinya dan dan tidak
terlalu panjang seperti bangunan sekolah. Bangunan yang akan dibangun atau
telah eksisting harus diperkuat sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung
Negara.

Kawasan II ( Frekuensi Tinggi – Kemungkinan Tingkat Kerusakan


Rendah)
Di zona kedua merupakan zona rawan bencana, dimana masih memliki
propabilitas bencana yang sedang. Teknik manajemen risiko yang dapat
diaplikasikan adalah retensi atau memperkuat, Pengendalian yaitu dengan
langkah urban planning dan asuransi. Pada zona ini masih memungkinkan untuk
mendirikan infrastruktur dan bangunan tingkat sederhana dengan melakukan
penguatan. Bangunan yang telah existing dengan fungsi di luar administrasi
seperti laboratorium harus direlokasi dari zona ini. Pembangunan sekolah
menggunakan material kayu atau dibuat semi permanen.

Kawasan III ( Frekuensi Rendah – Kemungkinan Tingkat Kerusakan


Tinggi)
Di zona ketiga propabilitas bencana rendah dengan tingkat kerusakan tinggi.
Teknik manajemen risiko yang dapat diaplikasikan adalah Asuransi dan
Pengendalian melaui urban planning. Pada zona ini, infrastruktur dapat
didirikan dengan jumlah yang telah diperhitungkan dan seluruh infrastruktur

9
tersebut di asuransikan. Bangunan yang telah existing dengan fungsi di luar
administrasi seperti laboratorium harus direlokasi dari zona ini.

Kawasan IV ( Frekuensi Rendah – Kemungkinan Tingkat Kerusakan


Rendah)
Zona ini merupakan zona aman, dimana semua jenis Infrastruktur vital dapat
dibangun seperti bandara, rel kereta, pipa gas, dan pusat listrik.

D. Pembiayaan Risiko
Menurut Linnerooth, dkk (2010: 3), asuransi bukan merupakan satu-satunya
langkah manajemen risiko. Langkah asuransi diambil untuk mengurangi risiko
yang tersisa setelah langkah manajemen risiko yang lain telah diambil.
Infrastruktur pada daerah rawan bencana yang sudah dibangun (existing) dan
telah diperkuat masih memiliki risiko sehingga perlu dikurangi risikonya
dengan pembiayaan risiko.
Langkah pembiayaan risiko meliputi dua hal yaitu dengan cost saving dan
asuransi. Apabila tingkat risiko bencana dari bangunan rendah, sebaiknya
dipilih cost saving untuk rencana pembangunan kembali bangunan. Dengan
cost saving, pemerintah bisa menghemat anggaran dalam membayar premi
asuransi tiap tahunnya. Berdasarkan studi kerusakan pada gempa Yogyakarta di
Bantul, masih terdapat 17% bangunan yang kurang efektif bila mengambil
langkah asuransi. Hal ini karena tigkat kerusakannya masih lebih kecil dari
deductible valuenya (Lihat Dorojatun & Kurniawan, 2016).
Infrastruktur yang memiliki risiko bencana yang tinggi maka sebaiknya
dilakukan asuransi. Dengan dilakukan apabila terjadi bencana dan kerusakan
bangunan berat, maka Pemerintah dapat klaim asuransi untuk memperbaiki
bangunan atau membangun bangunan baru pengganti bangunan yang sudah
rusak berat.

10
BAB III
METODE PENELITIAN

Proposal ini dirumuskan dengan menggunakan metodologi kajian literatur dan


kerangka konseptual pemikiran secara logis. Kajian literatur dilakukan dengan
mengkaji peraturan per Undang-Undangan terkait bencana serta peraturan terkait
peraturan penganggaran. Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penulisan dan
kerangka konseptual dirumuskan usulan pemikiran untuk mengatasi permasalahan
yang dihadapi. Langkah-lamgkah dalam melakukan kajian dapa tdijelaskan sebagai
berikut :

A. Metode Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Di Kabupaten Sragen


Melalui Mitigasi Bencana
Bencana bisa terjadi kapan saja dan dapat menimbulkan risiko atau dampak.
Dalam hal ini bencana yang dimaksud bisa timbul karena fenomena alam atau
karena tindakan manusia. Mitigasi bencana perlu dilakukan sebagai upaya
mengurangi dampak risiko bencana. Mitigasi bencana harus diperhitungkan dan
dilakukan secara matang. Pengertian mitigasi bencana Menurut Pasal 1 ayat 6
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana, mitigasi diartikan sebagai serangkaian upaya yang
dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik lewat pembangunan fisik
ataupun penyadaran serta peningkatan kemampuan dalam menghadapi
ancaman bencana. Risiko bencana yang dimaksud ini meliputi timbulnya
korban jiwa, kerusakan lingkungan, hilangnya dan kerugian harta benda
(rumah, perabotan dan lain-lain) serta timbulnya dampak psikologis.
Untuk tindakan mitigasi dan prosedurnya disesuaikan dengan kebijakan
pemerintah di setiap negara. Tujuan utama dari adanya mitigasi bencana adalah
mengurangi risiko cedera dan kematian masyarakat atau timbulnya korban jiwa.
Sedangkan tujuan sekunder dari mitigasi bencana ialah mengurangi kerusakan
dan kerugian ekonomi, termasuk infrastruktur, yang mungkin ditimbulkan.
Tujuan lain dari mitigasi bencana, yakni meningkatkan pengetahuan
masyarakat dalam menghadapi dan mengurangi risiko bencana, supaya

11
masyarakat bisa hidup dengan aman dan nyaman. Mitigasi bencana juga
ditujukan sebagai landasan perencanaan pembangunan. Metode dalam
penanggulangan bencana antara lain :
1. Pemetaan daerah rawan bencana, seperti longsor atau banjir.
2. Pembangunan rumah, kantor, dan prasarana fisik
3. Melakukan reboisasi di hutan atau kawasan sekitarnya, sehingga saat hujan
tiba tidak terjadi banjir dan longsor.
4. Selalu memperhatikan informasi terkini tentang kebencanaan lewat
pemberitaan atau imbauan BMKG.
5. Memahami prosedur kebencanaan, misalnya saat terjadi gempa apa yang
harus dilakukan.

B. Indikator Status Bencana Alam Di Kabupaten Sragen


Dalam menetapkan status dan tingkat bencana nasional dan daerah,
pemerintah menggunakan indikator sebagai berikut:
1. Jumlah korban
Jumlah korban dari bencana angin putting beliung di wilayah Kecamatan
Sambirejo, Gondang, Karangmalang dan Masaran adalah 5 orang korban
meninggal dan 27 orang mengalami luka-luka.
Sedangkan untuk banjir DAS Bengawan Solo tidak ada korban jiwa hanya
beberapa warga mengalami sakit akibat sanitasi yang tidak sehat, seperti
diare, muntaber dan adanya penyakit bawaan pasien tersebut.
2. Kerugian harta benda
Dari data yang dihimpun BPS Kab Sragen dan Pusat Data dan Operasional
BPBD Kabupaten Sragen tercatat 995 rumah warga terendam banjir, 40
pertokoan dan 1203 hektare persawahan.
3. Kerusakan prasarana dan sarana
Kerusakan sarana prasarana meliputi 10 sekolah terdampak banjir, 16 unit
masjid, dan 10 jembatan terendam hingga membuat akses terputus.
4. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana

12
Luas wilayah terdampak banjir diperkirakan mencapai 4.240 hekatre yang
terdiri Kecamatan Sragen, Sidoharjo, Masaran, Tanon, Plupuh, Gesi,
Sukodono dan Kecamatan Jenar.
5. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan
Banjir telah melumpuhkan perekonomian kurang lebih selama 10 hari,
mulai dari awal banjir sampai benar-benar surut total hingga tidak
merendam ke daratan. Dampaknya adalah banyak warga yang tidak dapat
bekerja karena akses jalan tidak bisa dilewati, bagi petani tentu menunda
waktu panen bahkan sampai gagal panen dan banyak warga yang kesulitan
mendapatkan fasilitas layak seperti air bersih dan bahan makanan.

C. Anggaran Penanggulangan dan Pemulihan Pasca Bencana


Reformasi Keuangan di Indonesia yang ditandai dengan lahirnya UU No.
17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan
Negara. Tujuan dari reformasi tersebut salah satunya adalah untuk menciptakan
Anggaran yang efektif dan efisien. Agar APBN lebih efektif dan efisien, dalam
penyusunan anggaran diterapkan tiga pendekatan utama yaitu:
1. Anggaran Terpadu (unified budgeting)
Pendekatan anggaran ini adalah untuk memastikan bahwa tidak terjadi
duplikasi dalam penganggaran baik sumber dana, pelaku dan
penanggungjawab suatu urusan. Dengan pendekatan ini diharapkan
anggaran dapat tepat sasaran an efisien. Selain itu keberhasilan instansi yang
melakukan kegiatan dan mendapat alokasi anggaran menjaid lebih mudah
untuk diukur. Penentuan instansi mana yang berhasilan dan gagal dalam
melaksanakan fungsinya dapat ditentukan dengan mudah.
2. Anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting)
Dalam konsep ini penyusunan anggaran dilakukan dengan memperhatikan
keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang hendak dicapai. Besar
kecilnya anggaran disediakan sesuai dengan output yang hendak dicapai.
Dalam pendekatan anggaran performance based budgeting harus
memperhatikan tiga instrument yaitu: indikator kinerja, standar biaya dan
evaluasi kinerja agar tujuan efektivitas dan efisiensi anggaran dapat

13
terwujud. Selanjutnya dengan adanya ketiga instrument anggaran tersebut
maka setiap Rupiah anggaran diharapkan dapat dipertanggungjawabkan
penggunaannya.
3. Kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure
framework)
Pendekatan anggaran ini dilakukan dengan menentukan besaran anggaran
dengan memperhatikan perspektif lebih dari satu tahun. KPJM disusun
berdasarkan kebijakan yang dipilih. KPJM harus memperhatikan kebutuhan
anggaran guna mengimplementasikan kebijakan tersebut meskipun dengan
konsekwensi penyediaan anggaran lebih dari satu tahun anggaran, sampai
kebijakan yang telah ditetapkan benar-benar terwujud. Diperlukan disiplin
penganggaran yang tinggi untuk tidak tergoda mengalokasikan anggaran
yang terbatas kepada program lain pada jangka waktu yang lebih dari satu
tahun anggaran Dalam rangka penganggaran untuk bencana alam, selain
berpedoman pada paket UU nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara juga
berpedoman pada UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam
UU tentang Penanggulangan Bencana tersebut dinyatakan dana
penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab Snkn 2018 | Simposium
Nasional Keuangan Negara 1049 bersama antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah selain itu pemerintah daerah juga mendorong partisipasi
masyarakat. Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, pemerintah
baik pusat maupun daerah memiliki tanggung jawab, antara lain meliputi:
pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran
pendapatan dan belanja yang memadai dan pengalokasian anggaran
penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai.
Perkiraan anggaran pemulihan pasca bencana alam di Kabupaten Sragen :
Keterangan / Harga Satuan Jumlah
No. Volume
Rincian
Pembangunan
1 6 Kec 30.000.000 180.000.000
Infrastruktur Publik
Subsidi Bantuan
2 Pembangunan Warga 995 KK 10.000.000 995.000.000
Terdampak

14
Subsidi Bantuan
3 Pembenahan Lahan 1.203 Ha 700.000 842.100.000
Pertanian
Pembenahan
Infrastruktur Umum
✓ Jembatan 10 unit 20.000.000 200.000.000
4
✓ Sekolah 10 unit 10.000.000 100.000.000
✓ Masjid 16 unit 10.000.000 160.000.000
✓ Jalan 10 Km 20.000.000 200.000.000
Pembangunan Lokasi
5 Pengungsian Aman 5 Unit 350.000.000 1.750.000.000
Bencana Banjir
Pembuatan dan
Pembangunan
6 7 Kec. 50.000.000 350.000.000
Teknologi Tanggap
Bencana
Jumlah Total 4.777.100.000

15
BAB IV
PENUTUP

Pemulihan bencana adalah proses antisipasi dan penanganan bencana terkait


teknologi oleh organisasi. Sistem IT di perusahaan mana pun dapat mati tiba-tiba
karena keadaan yang tidak terduga, seperti pemadaman listrik, peristiwa alam, atau
masalah keamanan. Pemulihan bencana mencakup prosedur dan kebijakan
perusahaan untuk pulih dengan cepat dari peristiwa semacam itu. Pemulihan
bencana berfokus pada mendapatkan aplikasi dan berjalan dalam beberapa menit
dari pemadaman. Organisasi menangani tiga komponen berikut :
1. Pencegahan
Untuk mengurangi kemungkinan bencana terkait teknologi, bisnis memerlukan
rencana untuk memastikan bahwa semua sistem utama dapat diandalkan dan
seaman mungkin. Karena manusia tidak dapat mengendalikan bencana alam,
pencegahan hanya berlaku untuk masalah jaringan, risiko keamanan, dan
kesalahan manusia. Anda harus menyiapkan alat dan teknik yang tepat untuk
mencegah bencana. Misalnya, perangkat lunak pengujian sistem yang secara
otomatis memeriksa semua file konfigurasi baru sebelum menerapkannya dapat
mencegah kesalahan dan kegagalan konfigurasi.
2. Antisipasi
Antisipasi termasuk memprediksi kemungkinan terjadinya bencana pada masa
mendatang, mengetahui konsekuensinya, dan merencanakan prosedur
pemulihan bencana yang tepat. Sulit untuk memprediksi apa yang bisa terjadi,
tetapi Anda dapat menemukan solusi pemulihan bencana dengan pengetahuan
dari situasi dan analisis sebelumnya. Misalnya, mencadangkan semua data
bisnis penting ke cloud untuk mengantisipasi kegagalan perangkat keras pada
masa mendatang dari perangkat on-premise adalah pendekatan pragmatis untuk
manajemen data.
3. Mitigasi
Mitigasi adalah bagaimana bisnis merespons setelah skenario bencana. Strategi
mitigasi bertujuan untuk mengurangi dampak negatif pada prosedur bisnis

16
normal. Semua pemangku kepentingan utama tahu apa yang harus dilakukan
jika terjadi bencana, termasuk langkah-langkah berikut :
• Memperbarui dokumentasi
• Melakukan pengujian pemulihan bencana secara berkala
• Mengidentifikasi prosedur operasi manual jika terjadi pemadaman
• Mengoordinasikan strategi pemulihan bencana dengan personel terkait

17
DAFTAR PUSTAKA

Kustiawan, Iwan. (2022). Perencanaan Kota. Banten: Universitas Terbuka.

Majid, Noor Cholis. (2018). Analisis Metode Perhitungan Dan Alokasi Anggaran
Bencana Alam. Diakses pada 6 Mei 2023, dari
file:///C:/Users/user/Downloads/263-Article%20Text-2386-1-10-20181113.pdf

BPBD Kabupaten Sragen. (2023). Data Bencana Alam Di Kabupaten Sragen.


Diakses pada 6 Mei 2023, dari
http://bpbd.sragenkab.go.id/index.php?page=detail_berita&id_berita=278

Pemerintah Kabupaten Sragen. (2023). Tentang Sragen. Diakses pada 6 Mei 2023,
dari https://www.sragenkab.go.id/tentang-sragen.html

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Diakses pada Tanggal 6 Mei


2023, dari https://pusatkrisis.kemkes.go.id/Angin-Puting-Beliung-di-SRAGEN-
JAWA-TENGAH-07-04-2022-92

18

Anda mungkin juga menyukai