Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Nilai Mata Pelajaran Geografi
Pengampu : Kasihono S.Pd
Disusun oleh :
Nama : Damarjati Anang Wijanarka Kelas : XII IPS 1 No : 17
SMA NEGERI 1 SEYEGAN 2013/2014
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... A. KEADAAN PENDUDUK 1) Jumlah .............................................................................................. 2) Kelahiran........................................................................................... 3) Kematian........................................................................................... 4) Jenis kelamin...................................................................................... 5) Migrasi.............................................................................................. B. KEADAAN ALAM 1) Letak.................................................................................................. 2) Tanah................................................................................................. 3) Air ..................................................................................................... C. AKTIVITAS PENDUDUK 1) Pertanian .......................................................................................... BAB III A. KESIMPULAN.......................................................................................................... B. DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN Desa Bangunkerto adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Pada mulanya Desa Bangunkerto merupakan wilayah yang terdiri dari 3 (tiga) Kelurahan yakni : 1. Kelurahan Ganggong 2. Kelurahan Selobonggo 3. Kelurahan Wonosari Berdasarkan maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diterbitkan tahun 1946 mengenai Pemerintahan Kelurahan, maka Kelurahan-Kelurahan tersebut kemudian digabung menjadi satu Desa otonom dengan nama Desa Bangunkerto. Desa Bangunkerto kemudian secara resmi ditetapkan berdasarkan Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1948 tentang Perubahan Daerah-Daerah Kelurahan. Desa Bangunkerto termasuk Desa Budaya yang mempunyai potensi fisik dan non fisik. Situs yang ada di Desa Bangunkerto adalah Situs Ganggong yang berasal dari periodisasi Masa Klasik, berupa sisa pondasi bangunan candi. Di Desa ini terdapat dua Grup Kesenian tua yakni Jatilan Bangun Krida Turonggo, yang beralamat di Bangunsari, berdiri pada tahun 1960 dan Grup Kubrosiswo, beralamat di Kampung Wonosari berdiri pada tahun 1976. Wilayah kecamatan Turi berupa dataran tinggi dengan ketinggian 50-2.500 m dpl. Luas Wilayah Kecamatan Turi adalah 43.09 km2, dan terdiri dari empat desa, yaitu Bangunkerto, Donokerto, Girikerto dan Wonokerto. Di kecamatan ini terdapat 16 TK, 21 SD, 5 SLTP, dan 3 SLTA. Di wilayah ini dikembangkan beberapa objek wisata untuk mengembangkan potensi masyarakat setempat. Contohnya adalah agrowisata salak pondoh di Desa Bangunkerto, desa wisata di Dusun Kembangarum, Pembiakan kambing PE (Peranakan Etawa) di Dusun Nganggring, Desa Girikerto.
BAB II PEMBAHASAN A. KEADAAN PENDUDUK BANGUNKERTO
1. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk yang mendiami Desa Bangunkerto ini adalah 34.950 jiwa (2011) yang terbagi dalam 9.932 Kepala Keluarga. 2. Kelahiran
3. Kematian
4. Jenis Kelamin Struktur Penduduk Tahun 2011 No Struktur Usia (tahun) Jumlah Laki-laki Jumlah Perempuan Total 1. 0 4 388 285 673 2. 5 9 399 371 570 3. 10 14 252 453 705 4. 15 19 461 389 750 5. 20 24 395 334 729 6. 25 29 703 434 937 7. 30 34 938 872 1.810 8. 35 39 435 699 834 9. 40 44 386 432 818 10. 45 49 475 390 865 11. 50 54 822 389 1.311 12. 55 59 945 944 1.889 13. 60 64 862 636 998 14. 65 69 253 349 602 15. 70 74 219 137 256 16. 75 ke atas 569 353 822
Total 18. 300 16.650 34.950
5. Migrasi Status migrasi Migrasi seumur hidup adalah migrasi berdasarkan tempat kelahiran. Seseorang dikategorikan sebagai migran seumur hidup jika provinsi atau kabupaten/kota tempat ia dilahirkan berbeda dengan provinsi atau kabupaten/kota tempat tinggalnya sekarang (pada saat pencacahan). Angka migrasi masuk seumur hidup di suatu provinsi merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang tempat lahirnya berbeda dengan tempat tinggalnya sekarang dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di tempat tinggalnya sekarang. Nama Kabupaten/ Kota Jenis Kelamin Satuan: jiwa Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan Status Migrasi Status Migrasi Status Migrasi Non Migran Kabupat en/Kota Migran Kabup aten/K ota Jumlah Non Migran Kabupa ten Migran Kabupa ten Jumlah Non Migran Kabupaten Migran Kabupaten 01 Kulon Progo 172 772 17 922 190 694 175 223 22 952 198 175 347 995 40 874 02 Bantul 357 279 97 212 454 491 356 715 100 29 7 457 012 713 994 197 509 03 Gunung Kidul 309 025 17 678 326 703 329 937 18 742 348 679 638 962 36 420 04 Sleman 358 710 189 17 5 547 885 358 477 186 74 8 545 225 717 187 375 923 05 Yogyaka rta 109 011 80 126 189 137 108 361 91 129 199 490 217 372 171 255
B. KEADAAN ALAM
1. Letak Desa Bangunkerto Desa Bangunklerto terletak di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Batas Desa Bangunkerto : Utara : Desa Wonokerto Timur : Desa Donokerto Selatan : Desa Trimulyo Barat : Desa Merdikorejo Pedukuhan di Bangunkerto No Nama Padukuhan Nama Dukuh Nama Kampung & Perumahan 1 Ganggong
2. Tanah di Desa Bangunkerto Jenis tanah di Kabupaten Sleman terbagi menjadi litosol, regusol, grumosol, dan mediteran. Sebagian besar di wilayah Sleman didominasi jenis tanah regusol sebesar 49.262 ha (85,69%), mediteran 3.851 ha (6,69%), litosol 2.317 ha (4,03%), dan grumusol 1.746 ha (3,03%) Kadaan tanah Kabupaten Sleman di bagian selatan relatif datar kecuali daerah perbukitan di bagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di Kecamatan Gamping. Semakin ke utara relatif miring dan di bagian utara sekitar lereng gunung Merapi relatif terjal. Ketinggian wilayah Kabupaten Sleman berkisar antara 100 meter sampai dengan 2.500 meter di atas permukaan laut (m dpl). Ketinggian tanahnya dapat dibagi menjadi 4 kelas yaitu ketinggian <100 meter, 100-499 meter, 500-999 meter, dan >1.000 meter dpl. Ketinggian <100 m dpl seluas 6.203 ha, atau II-3 10,79% dari luas wilayah, terdapat di Kecamatan Moyudan, Minggir, Godean, Gamping, Berbah, dan Prambanan. Ketinggian 100- 499 m dpl seluas 43.246 ha, atau 75,32% dari luas wilayah, terdapat di 17 Kecamatan. Ketinggian 500-999 m dpl meliputi luas 6.538 ha, atau 11,38% dari luas wilayah, ditemui di Kecamatan Tempel, Turi, Pakem, dan Cangkringan. Ketinggian >1.000 m dpl seluas 1.495 ha, atau 2,60% dari luas wilayah, terdapat di Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan.
3. Air di Desa Bangunkerto Di Kabupaten Sleman terdapat 154 sumber mata air, yang airnya mengalir ke sungai-sungai utama yaitu sungai Boyong, Kuning, Gendol, dan Krasak. Di samping itu terdapat anak-anak sungai yang mengalir ke arah selatan dan bermuara di Samudera Indonesia. Air tanah Merapi yang mengalir di bawah permukaan secara rembesan bergerak menuju daerah yang lebih rendah terpotong oleh topografi, rekahan atau patahan maka akan muncul mata air. Di Kabupaten Sleman terdapat 4 jalur mata air (springbelt) yaitu: jalur mata air Bebeng, jalur mata air Sleman-Cangkringan, jalur mata air Ngaglik dan jalur mata air Yogyakarta. Mata air ini telah banyak dimanfaatkan untuk sumber air bersih maupun irigasi. Sehingga mata air di daerah Desa Bangunkerto sangat melimpah. Di Kabupaten Sleman, curah hujan yang tinggi terletak di bagian utara-barat (Kaliurang, Turi, Tempel, Sleman, dan utara Kota Yogyakarta) dengan curah hujan lebih besar dari 2.500 mm/tahun, sedangkan di bagian timur mempunyai II-7 curah hujan relatif lebih rendah yaitu di daerah Ngemplak, Prambanan, dan Kalasan (500-750 mm/tahun). Jumlah mata air di kabupaten Sleman pada tahun 2009 sejumlah 154 buah. Debit mata air pada musim kemarau berkisar antara 0,5 sampai dengan 200l/detik, sedangkan pada musim penghujan 1 sampai dengan 265 l/detik. Debit tertinggi terdapat di Mata air Umbul Wadon Desa Umbulharjo Kecamatan Cangkringan. Mata air Umbul wadon disamping digunakan untuk sumber air Minum di PDAM Tirta Darma Kabupaten Sleman, juga digunakan oleh PDAM Tirta Marta Kota Yogyakarta, serta untuk irigasi oleh masyarakat
C. Aktivitas Penduduk Desa Bangunkerto Kondisi iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Sleman termasuk tropis basah, hari hujan terbanyak dalam satu bulan 25 hari. Curah hujan rata-rata tertinggi 34,62 mm/hari pada tahun 2009. Kecepatan angin maksimum 6,00 knots dan minimum 3,00 knots, rata-rata kelembaban nisbi udara tertinggi 97,0% dan terendah 28,0%. Temperatur udara tertinggi 32 C dan terendah 24 C. Kondisi agroklimat di atas menunjukkan bahwa iklim di wilayah Kabupaten Sleman pada umumnya cocok untuk pengembangan sektor pertanian.
Aktivitas sebagian besar penduduk Desa Bangunkerto adalah bercocok salak pondoh. Salak (Salacca zalacca) atau snake fruit merupakan buah tropis yang banyak tumbuh dan berkembang di Indonesia (Jawa, Sumatra), juga Thailand, Malaysia hingga Filipina, Papua Nugini, Queensland dan Fiji. Sedangkan Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw cv Pondoh) merupakan jenis tanaman Salak khas dari wilayah Sleman dan telah menjadi kebanggaan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta pada umumnya. Menurut ceritera yang berkembang di dalam masyarakat, cikal bakal Salak Pondoh ini berawal dari wilayah Tempel (sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman). Pada tahun 1917 seorang warga negara Belanda yang akan kembali ke negerinya karena masa tugasnya berakhir memberikan kenang-kenangan empat butir biji salak kepada Partodiredjo, seorang Jogoboyo desa setempat. Biji Salak tersebut kemudian ditanam dan dibudidayakannya dengan baik. Setelah berbuah, ternyata menghasilkan buah salak yang manis dan tidak sepat, tidak seperti buah Salak yang selama itu banyak dikenal masyarakat. Kemudian pada tahun 1948-an tanaman Salak tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh putra Partodiredjo yang bernama Muhadiwinarto warga Sokobinangun, Merdikorejo, Tempel, Sleman. Karena kelebihannya dalam hal rasanya yang manis, tanaman salak yang kemudian dikenal dengan sebutan salak pondoh tersebut menyebar dengan pesat. Salak pondoh mulai dibududayakan dengan baik pada era tahun 80an. Salak varietas asli Sleman yang manis ini segera menjadi buah primadona dan menjadi bawaaan wajib bagi para wisatawan yang berkunjung ke wilayah Yogyakarta. Kepopuleran salak pondoh di lidah konsumen Indonesia tak lepas dari aroma dan rasanya. Meski belum cukup masak, salak pondoh tetap memiliki rasa yang manis segar tanpa rasa sepat. Sentra penghasil salak pondoh di Kabupaten Sleman terpusat di bagian utara atau sekitar kawasan lereng Gunung Merapi yakni Kecamatan Turi, Kecamatan Tempel, Kecamatan Pakem dan Kecamatan Sleman. Wilayah ini merupakan daerah yang sangat ideal bagi pertumbuhan tanaman salak pondoh karena kesesuaian tingkat kesuburan tanah, suhu pegunungan, kandungan mineral organik serta tingkat keasaman tanah (PH). Dengan keadaan geografis yang sangat sesuai tersebut, salak pondoh Sleman dapat menghasilkan rasa manis yang maksimal dan buah yang besar. Karena tingkatan kualitas buah, salak pondoh asli Sleman ini di kemudian hari dikenal dengan Salak Pondoh kualitas A,B dan C. Dalam perkembangannya, salak pondoh mulai dicoba untuk dibududayakan di luar wilayah Sleman termasuk hingga ke luar pulau. Akan tetapi karena perbedaan kondisi tanah, suhu, dan juga tingkat keasaman maka buah yang dihasilkan juga berbeda.
Salak Pondoh (Sallaca edulis Reinw cv Pondoh) dalam kajian ilmiah termasuk divisi Spermatophyta (tumbuhan berbiji) dengan sub divisi Angiospermae (berbiji tertutup). Sedangkan klasifikasi kelasnya adalah Monocotyledoneae (biji berkeping satu), yang termasuk bangsa Arecales, suku Arecaceae Palmae (keluarga Palem) dan marga Salacca jenis Salacca edulis Reinw dengan anak jenis Salacca edulis Reinw cv Pondoh. Tanaman ini dipilih menjadi flora identitas Kabupaten Sleman karena merupakan jenis tanaman Salak khas di wilayah Sleman dan telah menjadi kebanggaan masyarakat Sleman. Awalnya, Partodiredjo, seorang Jogoboyo desa pada Kapanewon Tempel, pada tahun 1917 menerima kenang-kenangan empat butir biji salak dari seorang warga negara Belanda yang akan kembali ke negerinya karena masa tugasnya telah berakhir. Biji Salak yang kemudian ditanam dan dibudidayakannya dengan baik ternyata menghasilkan buah yang manis dan tidak sepat, tidak seperti buah Salak yang selama itu dikenalnya. Pada tahun 1948-an tanaman Salak tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Muhadiwinarto (putra Partodiredjo) warga Sokobinangun, Merdikorejo, Tempel. Karena kelebihannya dalam hal rasa, tanaman salak tersebut cepat berkembang pesat penyebarannya
BAB III Kesimpulan Kawasan Desa Bangunkerto termasuk Desa Budaya yang mempunyai potensi fisik dan non fisik. Situs yang ada di Desa Bangunkerto adalah Situs Ganggong yang berasal dari periodisasi Masa Klasik, berupa sisa pondasi bangunan candi. Dan sebagian besar aktivitasa penduduk desa Bnagunkerto yaitu bercocok salak.