Anda di halaman 1dari 55

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

49

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian


1. Keadaan Geografis
Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu wilayah di Provinsi
Jawa Tengah yang kondisi alamnya sebagian besar berupa dataran rendah
dan dataran tinggi yang cukup subur. Di bagian selatan, merupakan
pegunungan berbatu gamping yang termasuk dalam jajaran Pegunungan
Seribu. Asal kata Wonogiri berasal dari bahasa Jawa yaitu wana yang
artinya hutan dan giri yang berarti gunung. Nama ini sangat tepat
menggambarkan kondisi wilayah Kabupaten Wonogiri yang memang
sebagian besar berupa hutan dan gunung (Sutrisno, 2012).
Kabupaten Wonogiri secara administratif dibagi menjadi 25
Kecamatan. Salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Wonogiri adalah
Kecamatan Slogohimo. Kecamatan Slogohimo merupakan daerah dataran
tinggi sebagai bagian dari Pegunungan Lawu Selatan yang memiliki udara
sejuk dan tanah yang subur sehingga masyarakat di daerah ini pada
umumnya bermata pencaharian di bidang pertanian.
Desa Setren merupakan salah satu desa yang termasuk dalam
wilayah administratif Kecamatan Slogohimo. Desa Setren merupakan
tempat diselenggarakannya Upacara Tradisional Susuk Wangan yang
menjadi salah satu event budaya unggulan di Kabupaten Wonogiri. Dari
Ibu Kota Kecamatan, Desa Setren berjarak 7,1 kilometer ke arah utara.
Sementara itu dari Ibu Kota Kabupaten Wonogiri, Desa Setren terletak di
sebelah timur laut yang berjarak 43,1 kilometer (Kecamatan Slogohimo,
2011). Lalu lintas menuju lokasi ini cukup sulit jika tidak memiliki
kendaraan pribadi, karena sarana transportasi kendaraan umum dari Kota
Wonogiri hanya sampai di Kota Kecamatan Slogohimo dengan rute Kota
Wonogiri-Ngadirojo-Sidoharjo-Jatisrono-Kota Kecamatan Slogohimo.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

Dari Kota Kecamatan Slogohimo untuk menuju desa ini harus berganti
kendaraan umum menggunakan angkutan desa atau ojek motor. Akses
jalan menuju desa ini kondisinya rusak selain itu terdapat tanjakan dan
turunan curam sehingga diperlukan kehati-hatian dalam perjalanan untuk
menuju ke Desa Setren.
Kondisi geografis Desa Setren berupa daerah perbukitan dan
lembah yang terletak di kaki Pegunungan Lawu Selatan. Suhu udara rata-
rata di daerah ini sekitar 20 °C dengan curah hujan yang tinggi. Secara
administratif Desa Setren berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor
Kepala Desa Setren bahwa sebelah utara Desa Setren berbatasan dengan
Kabupaten Karanganyar, sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Sokoboyo (Kecamatan Slogohimo), sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Jatipurno dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Sugihan
(Kecamatan Slogohimo). Desa Setren berada di ketinggian 884 dpl dan
memiliki luas wilayah 990.826 Ha yang terdiri dari 4 dusun yaitu
Kembang, Setren, Salam dan Ngrapah. Desa Setren juga dibagi ke dalam
RW dan RT yaitu 8 RW (Rukun Warga) dan 19 RT (Rukun Tetangga).

2. Kondisi Sosial Budaya


a. Penduduk
Keadaan geografis Desa Setren mempengaruhi kondisi
masyarakat Desa Setren, tanah yang subur dan air yang melimpah
mendukung sebagian besar masyarakat Desa Setren untuk menjadi
seorang petani. Masyarakat Desa Setren merupakan masyarakat yang
homogen dengan matapencahariannya sebagai petani. Pekerjaan
sebagai petani telah dilakukan secara turun temurun, bahkan tanah
yang dikerjakan merupakan warisan dari orang tuanya. Data
Monografi Desa Setren pada tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah
penduduk 3.158 orang yang terdiri dari 1.578 orang penduduk laki-laki

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

dan 1.580 orang penduduk wanita. Apabila dirinci menurut kepala


keluarga (KK) terdapat 680 KK di Desa Setren.

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di


Desa Setren Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri
Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah
0-4 tahun 239 233 473
5-9 tahun 198 198 396
10-14 tahun 139 139 278
15-19 tahun 149 155 304
20-24 tahun 157 152 309
25-29 tahun 177 170 347
30-39 tahun 185 168 353
40-49 tahun 169 157 326
50-59 tahun 137 142 279
60 thn ke atas 30 67 97

Jumlah 1580 1581 3161

(Sumber : Laporan Data Dinamis Desa Setren, 2012)

Apabila dirinci berdasarkan umur, maka dapat dikatakan bahwa


penduduk Desa Setren merupakan penduduk usia produktif yaitu
penduduk yang berusia 15 tahun sampai 59 tahun lebih banyak
dibandingkan penduduk non produktif. Perincian penduduk Desa
Setren berdasarkan umur adalah sebagai berikut yaitu penduduk yang
berusia 0-14 tahun sebesar 1.147 orang, penduduk yang berusia 15-59
tahun berjumlah 1.918 orang serta penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas sebanyak 97 orang. Banyaknya kelompok penduduk yang berusia
produktif menunjukkan bahwa masyarakat Desa Setren adalah
penduduk yang tergolong usia muda. Tingkat kepadatan penduduk

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

Desa Setren setiap kilometer persegi sebesar 3.161 orang dengan


jumlah anggota rumah tangga sebesar 686 jiwa.
Berdasarkan tingkat mobilitas penduduk Desa Setren pada
tahun 2012 menunjukkan bahwa pada setiap tahunnya penduduk Desa
Setren yang pergi meninggalkan desa sebanyak 14 orang dan yang
datang 26 orang. Sedangkan penduduk yang meninggal 29 0rang dan
penduduk yang lahir sebanyak 34 orang.

b. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan bangsa,
dalam lingkup yang lebih kecil lagi pendidikan juga dapat digunakan
sebagai tolak ukur kemajuan suatu daerah. Suatu daerah dapat
dikatakan atau dikategorikan sebagai daerah yang maju apabila kondisi
penduduknya mempunyai tingkat pendidikan yang relatif tinggi.
Tingkat pendidikan penduduk di Desa Setren, Kecamatan Slogohimo,
Kabupaten Wonogiri dapat dikatakan masih tergolong rendah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Slogohimo
jumlah penduduk menurut pendidikan yang ditamatkan di Desa Setren
sebagai berikut:

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa


Setren Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri
No Pendidikan Jumlah
Penduduk
1. Tidak Tamat SD 2263
2. Tamat SD 369
3. Tamat SMP 237
4. Tamat SMA 277
5. Tamat Perguruan Tinggi 15
Jumlah 3161

( Sumber : Laporan Data Dinamis Desa Setren, 2012)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

Berdasarkan data monografi Desa Setren sebagian besar hanya


berpendidikan Sekolah Dasar yaitu 369 jiwa atau 11,69 % sedangkan
sebanyak 237 jiwa (7,49%) berpendidikan Sekolah Menengah Pertama
dan sekitar 277 jiwa (8,76%) tamat Sekolah Menengah Atas.
Sementara penduduk yang berpendidikan setingkat akademi atau
perguruan tinggi sangat kecil yaitui 0,47% atau 15 orang saja. Kecuali
itu, dari data monografi ada penduduk Desa Setren yang tidak tamat
Sekolah Dasar sebesar 71,59% atau 2263 orang.
Rendahnya tingkat pendidikan penduduk Desa Setren lebih
dikarenakan kondisi ekonomi keluarga yang tidak mendukung serta
sedikitnya sarana prasarana pendidikan yang tersedia. Berdasarkan
data dari Kecamatan Slogohimo bahwa prasarana pendidikan yang
terdapat di Desa Setren hanya 2 Sekolah Dasar Negeri, tidak ada
Taman Kanak-Kanak, Sekolah Menengah Pertama ataupun Sekolah
Menengah Atas. SMP dan SMA hanya ada di Ibukota Kecamatan
Slogohimo yang kira-kira berjarak 7,1 kilometer dari Desa Setren.

c. Mata Pencaharian
Masyarakat Desa Setren adalah masyarakat homogen yang
sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani yaitu 1264 orang
atau 39,98 %. Masyarakat Desa Setren sebagian besar mengusahakan
lahan pertanian baik berupa sawah, tegalan serta tanah pekarangan
yang terdapat di sekitar tempat tinggalnya. Lahan sawah sebagian
besar terletak di bagian selatan atau bagian dataran rendah, namun
tidak sedikit penduduk setempat tetap memanfaatkan dataran tinggi
sebagai persawahan dengan sistem persawahan bertingkat atau
terasering.
Persawahan digunakan untuk menanam padi dan tanaman lain.
Untuk keperluan irigasi masyarakat Desa Setren memanfaatkan air
dari sumber mata air di hutan Girimanik yang dialirkan ke sawah-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

sawah masyarakat. Selain itu, air juga dimanfaatkan oleh masyarakat


setempat untuk kebutuhan sehari-hari. Penduduk setempat mengalirkan
air dengan membuat wangan atau saluran air, kemudian air dari
wangan dialirkan menggunakan selang atau membuat saluran
tersendiri ke rumah masing-masing (wawancara dengan Budi Susilo
selaku Camat Slogohimo pada 27 Januari 2013) .

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa


Setren Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri
No Mata Pencaharian Jumlah
Penduduk
1. Petani 1264
2. Buruh Tani 751
3. Pengusaha Kecil 70
4. Buruh Industri -
5. Buruh Bangunan 130
6. Pedagang 809
7. Angkutan 8
8. PNS/TNI/POLRI 6
9. Lain-lain 123
Jumlah 3161

( Sumber : Laporan Data Dinamis Desa Setren, 2012)

Topografi Desa Setren dibagian utara adalah dataran tinggi


yang berupa hutan dan perbukitan. Lahan pertanian di bagian utara
digunakan untuk menanam berbagai macam jenis sayuran (kol, wortel,
kentang, selada, kacang panjang, cabe, tomat, buncis) dan tanaman
tegalan seperti palawija (jagung, ubi kayu, kacang tanah). Sedangkan
tanah pekarangan penduduk dimanfaatkan untuk tanaman cengkeh,
petai cina dan buah-buahan seperti pisang, papaya, mangga, durian,
jambu, rambutan dan sebagainya. Hasil tanaman dari pekarangan yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

melimpah biasanya dijual oleh masyarakat ke pasar Kecamatan


Slogohimo atau telah dijual di rumah.
Masyarakat Desa Setren juga bekerja sebagai buruh tani
sebanyak 751 orang atau 23,75%. Para buruh tani menggarap lahan
pertanian milik orang lain dengan sistem bagi hasil karena lahan
pertanian mereka relatif sempit atau bahkan tidak memilki lahan
pertanian sendiri.
Penduduk yang bermatapencaharian sebagai swasta dan
wiraswasta sebesar 1140 orang atau 36 % yang terdiri dari pengusaha
kecil, buruh industri, buruh bangunan, pedagang, jasa angkutan dan
lain-lain. Sedangkan penduduk yang bermatapencaharian sebagai
Pegawai Negeri Sipil, TNI dan Polri hanya 8 orang atau 0,18% .

d. Agama
Mayoritas penduduk Desa Setren beragama Islam yaitu 3.114
orang atau sekitar 99,1%. Penduduk yang beragama Kristen Protestan
sebanyak 3 orang atau 0,09% dan yang beragama Budha sebesar
0,79% atau 25 orang.

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Menurut Agama di Desa Setren


Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri
No Agama Jumlah
Penduduk
1. Islam 3135
2. Protestan 1
3. Katholik -
4. Hindhu -
5. Budha 25
Jumlah 3161

( Sumber : Laporan Data Dinamis Des Setren, 2012)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

Prasarana peribadatan merupakan penunjang kegiatan


keagamaan di dalam masyarakat. Desa Setren memiliki prasarana
peribadatan berupa 7 buah masjid, 4 langgar atau surau, dan 1 buah
vihara Budha. Sebagian besar penduduk Desa Setren memanfaatkan
prasarana tersebut untuk tempat ibadah dan berbagai kegiatan
keagamaan.

Tabel 4.5. Jumlah Sarana Ibadah di Desa Setren Kecamatan Slogohimo


Kabupaten Wonogiri

No Sarana Ibadah Jumlah


Penduduk
1. Masjd 7
2. Surau 4
3. Gereja -
4. Pura -
5. Vihara 1
Jumlah 12

( Sumber : Kecamatan Slogohimo dalam Angka, 2011)

Sebagian besar penduduk Desa Setren telah menganut agama


resmi yang diakui oleh pemerintah, namun masyarakat juga masih
mempertahankan tradisi yang telah dilakukan secara turun-temurun
hingga saat ini. Kegiatan tersebut antara lain melakukan berbagai
upacara daur hidup (lingkaran kehidupan manusia) seperti mitoni,
brokohan, selapanan, khitanan, perkawinan, kematian dan sebagainya.
Selain itu ada acara tradisi yang melibatkan seluruh masyarakat antara
lain Upacara Tradisional Susuk Wangan, Upacara Bersih Desa,
Upacara nyadran ke makam sesepuh atau tempat-tempat yang
dianggap keramat di Desa Setren.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

57

3. Mitos tentang Riwayat Hutan Girimanik di Desa Setren


Mitos tentang riwayat Hutan Girimanik dipercaya oleh masyarakat
Desa Setren secara turun-temurun. Mitos ini menceritakan bahwa pada
jaman dahulu di hutan Girimanik ada seorang pertapa yang bernama Putut
Jonggoleko atau dikenal dengan Begawan Tunggul Manik. Di dalam hutan
Girimanik terdapat sebuah pertapaan yang berbentuk seperti huruf U
menghadap ke arah selatan (ke arah Desa Setren) yang dipercaya oleh
masyarakat Desa Setren sebagai tempat bertapa Begawan Tunggul Manik.
Kondisi bebatuan yang ditata rapi di pertapaan ini masih terlihat utuh
sampai sekarang.
Mitos tentang Riwayat Hutan Girimanik juga menceritakan tentang
seorang tokoh bernama Pangeran Samber Nyawa atau Raden Mas Sahid
yang melakukan meditasi spiritual di pertapaan Begawan Tunggul Manik
untuk memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa pada masa
peperangan dengan Belanda. Sehingga, masyarakat Desa Setren juga
menyebut pertapaan ini dengan petilasan Raden Mas Sahid. Mitos tentang
Riwayat Hutan Girimanik menceritakan bahwa Raden Mas Sahid
mendapatkan petunjuk untuk strategi berperang melawan Belanda setelah
melakukan meditasi spiritual di Hutan Girimanik, petunjuk tersebut
melalui pertemuannya dengan Mbok Rondo, ketika Raden Mas Sahid
singgah di rumah Mbok Rondo di Dusun Kembang (salah satu dusun di
Desa Setren sekarang). Raden Mas Sahid dijamu oleh Mbok Rondo dengan
makanan jenang katul (bekatul) yang masih sangat panas dengan diberi
sendok dari daun pisang yang dilipat atau disebut suru (dalam bahasa
Jawa) serta dihidangkan di atas piring yang terbuat dari tanah liat yang
disebut lemper (dalam bahasa Jawa).
Raden Mas Sahid merasa sedikit bingung bagaimana cara
memakan jenang katul tersebut padahal masih sangat panas, Mbok Rondo
yang mengetahui kebingungan Raden Mas Sahid kemudian menjelaskan
jika memakan jenang yang masih sangat panas seharusnya dimakan dari
tepi, jangan memakannya commit to dari
langsung usertengah. Falsafah ini mengandung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

58

makna tentang strategi perang yang harus dilakukannya untuk melawan


Belanda. Jika berperang, seharusnya menyerang dari pinggir atau tepi
sehingga ketika sampai ditengah musuh dapat dikalahkan dengan lebih
mudah. Setelah selesai bertapa di Hutan Girimanik, Raden Mas Sahid
kemudian melanjutkan perjalanan melewati pegunungan Lawu Selatan ke
daerah pesisir sampai Mangadek. Di Mangadek, Raden Mas Sahid
bertemu dengan Ajar Adiroso dan Adisumo, mereka melanjutkan
peperangan ke Mataram. Peperangan melawan Belanda dimenangkan
pihak Raden Mas Sahid (wawancara dengan Pono Martowiyono selaku
sesepuh Desa Setren pada tanggal 21 Oktober 2012).
Kepercayaan masyarakat Desa Setren yang telah diwarisi secara
turun-temurun tersebut menjadikan masyarakat percaya bahwa Pertapaan
Girimanik dianggap suci dan sakral karena dapat membawa tuah.
Masyarakat banyak mengunjungi pertapaan tersebut setiap bulan Sura
untuk ngalap berkah. Kegiatan sudah berlangsung sejak lama, pada
umumnya orang melakukan meditasi spiritual untuk meminta berkah.
Lokasi pertapaan sangat tenang sehingga sangat cocok untuk melakukan
meditasi spiritual. Masyarakat yang pernah melaksanakan ritual tersebut,
meyakini keinginannya banyak yang terwujud setelah bersemedi di
pertapaan Girimanik. Keyakinan itu menyebar ke wilayah lain sehingga
banyak pendatang dari berbagai wilayah melaksanakan ritual di Pertapaan
Girimanik. Selain adanya Pertapaan Girimanik di sebelah utara pertapaan
terdapat sebuah sendang yang dianggap suci dan sakral oleh masyarakat
Desa Setren yang bernama Sendang Kanastren atau Sendang Siwangi.
Letak Sendang Kanastren kurang lebih 300 meter dari Pertapaan
Girimanik. Sendang Kanastren jika diperhatikan berbentuk seperti huruf
U dan menghadap ke Selatan (ke Desa Setren) seperti bentuk pertapaan
Girimanik. Air Sendang Kanastren selalu mengalir tetapi airnya tidak
pernah penuh. Tempat ini dipercaya oleh masyarakat Desa Setren sebagai
tempat pemandian Raden Mas Sahid saat melakukan meditasi spiritual di
Hutan Girimanik. Sampai commit
saat ini to user orang yang datang ke tempat ini
banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

59

pada umumnya orang-orang yang sulit mendapat jodoh, sehingga mandi di


sendang ini dengan harapan mendapatkan jodoh. Bagi pengunjung yang
sedang datang bulan serta sudah berkeluarga dilarang berkunjung ke
Sendang Kanastren (wawancara dengan Hariyadi, selaku tokoh
masyarakat Desa Setren pada tanggal 8 November 2012). Selain Pertapaan
Girimanik masih ada tempat-tempat lain di Hutan Girimanik yang
dianggap suci dan sakral oleh masyarakat, diantaranya adalah Sendang
Drajat dan Telaga Nglambreh.
Sendang Drajat merupakan sebuah sendang yang dipercaya untuk
meningkatkan derajat seseorang apabila meminum air sendang ini.
Sendang ini didatangi oleh banyak orang bahkan dari daerah Jawa Timur,
Pati, Semarang dan bahkan dari luar Jawa untuk mengambil air dari
sendang ini karena air dari sendang ini dipercaya membawa ketentraman,
dan meningkatkan derajat bagi orang yang meminumnya. Menurut para
pendahulu, Sendang Drajat merupakan tempat berwudlu Raden Mas Said
atau Pangeran Samber Nyawa.
Letak Telaga Nglambreh berada di sebelah tenggara Pertapaan
Girimanik. Masyarakat Desa Setren percaya bahwa telaga ini pernah
digunakan untuk mandi Roro Mendut. Pada waktu itu kemben yang
dikenakan Roro Mendut terlepas hingga terlihat nglambreh, sehingga
telaga ini dinamakan Telaga Nglambreh. Luas telaga ini sekitar 100 m2, air
telaga ini sangat dingin dan jernih, letaknya yang berada diantara tebing-
tebing dengan tumbuhan yang lebat menjadikan telaga ini sangat rindang.
Masyarakat mempercayai bahwa air telaga ini berkhasiat agar orang awet
muda, bagi wanita yang mencuci muka di telaga ini akan terlihat cantik
dan bagi laki-laki akan terlihat lebih tampan (wawancara dengan Pono
Martowiyono selaku sesepuh Desa Setren pada tanggal 21 Oktober 2012).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

60

B. Deskripsi Upacara Tradisional Susuk Wangan


1. Latar belakang Upacara Tradisional Susuk Wangan
Masyarakat Desa Setren menganggap suci kawasan hutan
Girimanik, di dalam hutan Girimanik terdapat Pertapaan Girimanik yang
dianggap sakral oleh masyarakat sehingga banyak orang yang datang ke
hutan tersebut untuk melakukan meditasi spiritual. Kepercayaan
masyarakat Desa Setren yang menganggap hutan adalah tempat yang suci
dan sakral tidak terlepas dari mitos atau legenda yang berkembang di
masyarakat desa Setren tentang adanya Riwayat Hutan Girimanik.
Riwayat Hutan Girimanik mengisahkan berbagai cerita seperti Begawan
Tunggul Manik, Roro Mendut, Pangeran Samber Nyawa atau Raden Mas
Sahid yang dikaitakan dengan tempat-tempat yang dianggap suci dan
sakral oleh masyarakat Desa Setren.
Letak Desa Setren berbatasan langsung dengan Hutan Girimanik,
dapat dikatakan masyarakat Desa Setren merupakan masyarakat desa
hutan yang tinggal berbatasan dengan hutan. Sebenarnya Hutan Girimanik
merupakan bagian dari Kawasan Hutan Silamuk tetapi masyarakat sekitar
lebih mengenal hutan tersebut dengan Hutan Girimanik. Kawasan Silamuk
merupakan kawasan hutan yang terletak di Lereng Pegunungan Lawu
Selatan. Kondisi hutan ini selalu tertutup kabut putih, sehingga hutannya
selalu terlihat tidak jelas. Orang Jawa mengatakan lamuk-lamuk akibat
fenomena alam ini sehingga kawasan ini dikenal dengan kawasan
Silamuk. Namun, karena masyarakat percaya bahwa di dalam hutan
tersebut adalah tempat yang sakral dengan adanya Pertapaan Girimanik
maka masyarakat menyebut hutan tersebut dengan Hutan Girimanik.
Desa Setren dahulunya merupakan desa yang tandus dan kering, air
sebagai kebutuhan pokok kehidupan masyarakat sehari-hari sulit
didapatkan dan kondisi airnya tidak layak untuk dikonsumsi karena keruh.
Sumber mata air pertama kali ditemukan oleh seorang tokoh masyarakat di
Desa Setren yang melakukan babat alas di hutan Girimanik atas wangsit
commit
yang diperolehnya melalui to user
mimpi adanya sumber mata air di hutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

61

Girimanik (Sekilas Pandang, 2007). Hal tersebut juga diungkapkan oleh


salah satu penduduk Desa Setren yang mengatakan bahwa dahulu Desa
Setren pernah mengalami kekeringan untuk mencukupi kebutuhan air
sehari-hari sangat sulit kami bersyukur akhirnya ditemukan sumber mata
air oleh Mbah Pono sehingga Desa Setren tidak kekeringan lagi
(wawancara dengan Soma selaku penduduk asli Desa Setren, pada tanggal
27 Januari 2013).
Penemuan sumber mata air ini berawal dari mimpi atau wangsit
yang diperoleh oleh salah seorang tokoh masyarakat Desa Setren yang
ditemui oleh seorang pria berbaju putih yang konon diyakini sebagai
Pangeran Samber Nyawa Raden Mas Said. Pria itu memberitahukan
bahwa di dalam hutan Giri Manik terdapat sumber mata air dan pria itu
berpesan agar sumber mata air tersebut dijaga kelestariannya jangan
sampai rusak.
Berbekal keyakinan yang dimiliki maka tokoh masyarakat atau
sesepuh Desa Setren yang biasa disapa dengan sebutan Mbah Pono
mencari kebenaran tentang keberadaan sumber mata air yang ada di dalam
Hutan Girimanik. Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, usaha
tersebut tidak sia-sia karena setelah melewati semak belukar dan tebing-
tebing yang curam akhirnya umbul atau sumber mata air benar-benar ada
di dalam hutan. Umbul atau sumber mata air ini terletak di kawasan
Silamuk yang sekarang dikenal dengan Umbul Silamuk. (wawancara
dengan Pono Marto Wiyono, sesepuh Desa Setren pada tanggal 21
Oktober 2012).
Keberadaan sumber mata air tersebut kemudian diberitahukan
kepada masyarakat Desa Setren bahwa di dalam hutan Girimanik terdapat
sumber mata air yang dapat dimanfaatkan untuk.Setelah adanya
musyawarah atau rembugan bersama masyarakat Desa Setren untuk
mengalirkan sumber mata air tersebut ke Desa Setren, keesokan harinya
masyarakat Desa Setren bersama-sama menuju hutan untuk mengalirkan
commit
sumber mata air tersebut to userSetren. Masyarakat Desa Setren
ke Desa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

62

membuat saluran air dari sumber mata air sampai ke Desa Setren
menggunakan bambu. Sebelum mengerjakan saluran air masyarakat Desa
Setren dipimpin oleh sesepuh dan tokoh masyarakat Desa Setren untuk
berdoa bersama agar diberi keselamatan dan kemudahan. Masyarakat Desa
Setren mempercayai bahwa hutan tersebut dijaga oleh kekuatan yang
melebihi kekuatan manusia maka masyarakat Desa Setren harus meminta
ijin agar pekerjaan mereka berjalan lancar. Kerjasama masyarakat Desa
Setren membuahkan hasil, akhirnya air dapat mengalir ke Desa Setren.
Wujud rasa syukur karena telah menemukan sumber mata air maka
masyarakat Desa Setren mengadakan slametan dengan sesaji berupa
tumpeng dan ingkung, setelah berdoa masyarakat Desa Setren menikmati
makanan tersebut di dekat sumber mata air di hutan Girimanik. Dengan
adanya sumber mata air tersebut maka pertanian di Desa Setren menjadi
lebih baik maka masyarakat akhirnya mengadakan Upacara Tradisional
Susuk Wangan dengan meriah. Slametan sebagai wujud syukur akhirnya
menjadi tradisi hingga saat ini. Air mengalir tepat pada hari Sabtu Kliwon
sehingga hal ini terkait dengan hari diselenggarakannya Upacara
Tradisional Susuk Wangan pada setiap tahun.
Ariani berpendapat bahwa, “Di dalam masyarakat Jawa salah satu
cara untuk mencapai situasi selaras dan tenteram adalah melalui selamatan
atau sering disebut dengan upacara tradisional “(2003: 279). Sebagaimana
diungkapkan oleh Sumarsih bahwa upacara Tradisional yang dilaksanakan
oleh masyarakat mempunyai tujuan tertentu (Sujarno, 2009). Sebagaimana
orang Jawa yang selalu berpegang teguh pada pandangan hidupnya yang
religius dan mistis, bahkan orang Jawa sangat menjunjung tinggi moral
atau derajat hidupnya yang diwujudkan melalui tindakan. Disamping itu,
pandangan hidup masyarakat Jawa di dalam kehidupannya selalu
menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang serba rohaniah dan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

63

magis dengan menghormati arwah nenek moyang serta kekuatan-kekuatan


yang tidak tampak oleh indra manusia. Sebagai wujud rasa syukur
masyarakat Desa Setren setelah ditemukannya sumber mata air sehingga
desa mereka memiliki ketersediaan air yang melimpah maka masyarakat
melakukan upacara selamatan.
Selamatan pada hakekatnya merupakan upacara keagamaan yang
paling umum dilakukan oleh orang Jawa. Orang Jawa mengenal berbagai
bentuk upacara keagamaan baik yang bersifat individu terutama upacara
yang berkaitan dengan daur hidup maupun upacara yang bersifat
kemasyarakatan. Upacara yang bersifat kemasyarakatan ini diwujudkan
oleh masyarakat Desa Setren Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri
melalui Upacara Tradisional Susuk Wangan.
Susuk wangan itu terdiri dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu
kata susuk dan wangan, susuk yang artinya membersihkan dan wangan
artinya aliran air. Secara keseluruhan susuk wangan dapat diartikan
dengan membersihkan saluran air. Di dalam Upacara Tradisional Susuk
Wangan, masyarakat bersama-sama membersihkan saluran air yang
mengalir dari sumber mata air umbul di kawasan Silamuk ke Desa Setren.
Masyarakat Desa Setren mengadakan upacara Susuk Wangan berdasarkan
kebutuhan mereka, tetapi paling tidak diadakan setahun sekali di bulan
besar tepatnya Sabtu Kliwon menurut penanggalan Jawa. Upacara
tradisional Susuk Wangan merupakan upacara ritual masyarakat Desa
Setren sebagai wujud syukur kepada Tuhan karena Desa Setren mendapat
manfaat air yang melimpah baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun
pertanian. Selain sebagai upacara selamatan, di dalam prosesi Upacara
Tradisional Susuk Wangan terkandung nilai kearifan bagi masyarakat
pendukungnya (wawancara dengan Eko Sunarsono selaku Kasi Seni
Budaya Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Wonogiri pada tanggal 7 November 2012).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

64

2. Maksud dan Tujuan Upacara Tradisional Susuk Wangan


Upacara Tradisional Susuk Wangan merupakan wujud rasa syukur
masyarakat Desa Setren setelah ditemukannya sumber mata air sehingga
sampai sekarang masyarakat Desa Setren tidak pernah kekurangan air untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Upacara Tradisional Susuk Wangan
juga dikaitkan dengan adanya mitos di Desa Setren mengenai riwayat Hutan
Girimanik, hutan tersebut dianggap suci dan keramat oleh masyarakat sekitar
sehingga dengan adanya kepercayaan tersebut maka keberadaan hutan tersebut
terjaga kelestariannya karena masyarakat tidak berani sembarangan merusak
kelestarian hutan. Hal ini terkait dengan pandangan hidup masyarakat Desa
Setren sebagai bagian dari masyarakat Jawa yang cenderung mencampur ide-
ide dan simbol-simbol dengan objek-objek sendiri menjadi nyata. Dimana
masyarakat Desa Setren percaya bahwa di dalam hutan Girimanik dijaga oleh
kekuatan di luar kekuatan yang dimiliki oleh manusia (gaib).
Sistem religi orang Jawa mengandung suatu upacara yang sederhana,
formal, tidak dramatis dan hampir-hampir mengandung rahasia simbolis.
Kegiatan upacara religi masayarakat Jawa berkaitan erat dengan tingkat
religius dan emosi keagamaan yang dianut oleh masyarakat pendukungnya.
Kepercayaan yang sudah menjadi bagian dari dalam diri masyarakat Jawa
yang didasari oleh adanya perasaan takut, kurang tentram dalam mengarungi
kehidupan karena mereka percaya akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,
yang datang dari roh leluhur jika masyarakat tidak melakukan upacara seperti
yang yang dilakukan oleh para pendahulunya. Sumber mata air yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Setren terletak di wilayah hutan
Girimanik, dikaitkan dengan adanya kepercayaan yang ada di dalam
masyarakat bahwa Hutan Girimanik dijaga oleh kekuatan di luar kekuatan
manusia (gaib) maka Upacara Tradisional Susuk Wangan juga sebagai sarana
untuk meminta keselamatan, berkah dan ketentraman maka masyarakat harus
membersihkan saluran air yang mengalir ke Desa Setren.
Masyarakat Desa Setren memiliki mekanisme sendiri dalam menjaga
commit
dan melestarikan kehidupannya to usermelalui mitos yang dipercaya oleh
disamping
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

65

masyarakat Desa Setren. Masyarakat Desa Setren mengadakan Upacara


Tradisional Susuk Wangan dimaksudkan sebagai ucapan rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa atas berlimpahnya air, tanah yang subur sehingga
hasil pertanian yang diperoleh oleh masyarakat Desa Setren melimpah untuk
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang diadakannya Upacara Tradisional Susuk
Wangan telah diketahui bahwa sebelumnya Desa Setren mengalami
kekeringan, air sebagai kebutuhan hidup sehari-hari sulit didapatkan dan
hanya mengandalkan air tadah hujan. Upacara tradisional Susuk Wangan
merupakan bentuk ajaran moral yang disampaikan secara nonverbal sebagai
bentuk hubungan manusia dengan alam dan manusia dengan manusia serta
manusia dengan Sang Pencipta. Upacara atau selamatan merupakan upaya
manusia untuk mendapatkan keselamatan, ketentraman dan menjaga
kelestarian kosmos.
Upacara Tradisional Susuk Wangan merupakan fenomena sosial
dalam masyarakat dan berfungsi sebagai pengendali sosial yang dapat
dijadikan landasan dalam mengadakan hubungan sosial kemasyarakatan atau
solidaritas sosial hubungan dengan lingkungan alam. Mendukung pernyataan
tersebut Purwadi berpendapat bahwa upacara tradisional dilakukan orang Jawa
dengan tujuan memperoleh solidaritas sosial, lila lan legawa kanggo
mulyaning Negara, upacara tradisional juga berkaitan dengan lingkungan
hidup (2005). Upacara Tradisional Susuk Wangan ini dilaksanakan dengan
melibatkandd banyak orang serta dipimpin oleh para sesepuh masyarakat.
Upacara tradisional juga berkaitan dengan mekanisme menjaga dan
melestarikan lingkungan hidup di Desa Setren dengan menjaga kelestarian
hutan, sumber mata air, binatang langka yang ada di dalam hutan. Masyarakat
Desa Setren mempercayai bahwa lingkungan hidup itu perlu dilestarikan
dengan cara ritual-ritual keagamaan yang mengandung nilai kearifan lokal.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

66

Upacara Tradisional Susuk Wangan dilaksanakan selama bertahun-


tahun, sampai sekarang kegiatan ini dilestarikan oleh masyarakat
pendukungnya. Pelaksanaan Upacara Tradisional Susuk Wangan sangat di
dukung oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dengan
menjadikan Upacara Tradisional Susuk Wangan sebagai salah satu event
budaya unggulan di Kabupaten Wonogiri.

3. Persiapan Upacara Tradisional Susuk Wangan


a. Pembentukan Panitia Upacara
Panitia yang dibentuk beranggotakan dari masyarakat setempat
dengan jumlah yang relatif banyak. Panitia terdiri dari berbagai lapisan
masyarakat, semua terlibat dalam upacara ini. Selain panitia dari
masyarakat Desa Setren juga didukung oleh Dinas Kebudayaan,
Pariwisata,Pemuda dan Olahraga karena Upacara Tradisional Susuk
Wangan merupakan salah satu event budaya unggulan di Kabupaten
Wonogiri yang diadakan di wilayah Wisata Air Terjun Giri Manik.
Kepala Desa Setren sebagai penasehat dan ketua panitia yang
bertanggungjawab memberi instruksi kepada masyarakat Desa Setren.
Selain peran Kepala Desa Setren juga dibentuk seksi-seksi seperti seksi
penggalangan dana, seksi pentas seni, seksi upacara Susuk Wangan mulai
dari modin atau pembaca doa, pengiring arak-arakan, bagian pengadaan
sesaji, seksi konsumsi. Persiapan tempat pelaksanaan dikerjakan warga
masyarakat Desa Setren bersama-sama.

b. Waktu dan Tempat Upacara Tradisonal Susuk Wangan


Upacara Tradisional Susuk Wangan dilaksanakan di Objek Wisata
Air Terjun Girimanik, Desa Setren, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten
Wonogiri. Upacara Tradisional Susuk Wangan dilaksanakan setiap bulan
Besar berdasarkan sistem penanggalan Jawa pada hari Sabtu Kliwon.
Upacara Tradisional Susuk Wangan terdiri dari dua tahap, tahap pertama
adalah selamatann yang commit to user
dilakukan oleh para sesepuh Desa Setren di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

67

sumber mata air yang terletak di hutan Girimanik pada hari sebelum
malam Sabtu Kliwon. Tahap kedua adalah upacara besar yang
diselenggarakan oleh masyarakat Desa Setren dengan Dinas Kebudayaan,
Pariwisata, Pemuda dan Olahraga yang diadakan di Pos II Objek Wisata
Air Terjun Girimanik (batas antara hutan Girimanik dengan Desa Setren).

c. Peralatan dan Sesaji


Pelaksanaan upacara tradisional tidak terlepas dari piranti atau
peralatan yang digunakan untuk mendukung berlangsungnya upacara
tersebut. Setiap peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam upacara
tradisional mengandung makna simbolik dari tujuan upacara tradisonal
tersebut. Perlengkapan yang digunakan dalam Upacara Tradisional Susuk
Wangan seperti peralatan yang digunakan dalam upacara tradisional lain.
Peralatan dan sesaji yang digunakan cukup banyak meskipun mudah di
dapat. Berdasarkan wawancara dengan Sri Purwanti selaku Kepala Desa
Setren pada tanggal 8 November 2012 bahwa peralatan yang digunakan
dalam Upacara Tradisional Susuk Wangan antara lain:
1) Jodhang, peralatan yang digunakan untuk membawa sesaji di dalam
upacara yang berbentuk balok. Jodhang dibuat dari kayu dan
dipanggul dengan bambu. Sedangkan pada jodhang yang berbentuk
balok sebagai tempat meletakkan sesaji berupa nasi gurih, ayam
ingkung, tumpeng, jajan pasar, dan sebagainya. Jodhang disimpan di
rumah sesepuh Desa Setren, digunakan hanya pada saat upacara
berlangsung.
2) Gunungan, pada saat kegiatan upacara gunungan dihias dengan hasil
sayuran seperti kacang panjang, jagung, terong, wortel, kobis, tomat,
sawi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

68

3) Encek, bentuknya seperti nampan dari batang pisang dan bilah bambu
untuk meletakkan nasi tumpeng dan ayam ingkung. Encek di bawa oleh
satu orang, di bawa saat prosesi arak-arakan.
4) Peralatan untuk membersihkan saluran air yang mengalir di Desa
Setren. Peralatan ini berupa cangkul, sapu lidi, sabit.
5) Coek, peralatan ini terbuat dari bambu yang digunakan untuk
meletakkan dupa dan kemenyan.
6) Songsog agung atau payung kebesaran, digunakan dalam prosesi kirab
ageng (arak-arakan).
7) Lesung dan alat penumbuk padi, digunakan untuk tarian sahut-sahutan
menumbuk padi.
8) Gamelan, alat musik tradisional Jawa yang digunakan untuk
mengiringi sinden atau ledhek pada saat prosesi upacara.
Selain peralatan di atas, peralatan lain yang digunakan dalam upacara ini
antara lain tarub, kursi untuk tamu undangan, tikar, perlengkapan
makanan dan minuman serta tidak sedikit pula warga yang menggunakan
daun pisang untuk keperluan makan. Sebelumnya telah disebutkan bahwa
piranti yang digunakan dalam Upacara Tradisional Susuk Wangan juga
berupa sesaji. Berdasarkan wawancara dengan Hariyadi sebagai tokoh
masyarakat Desa Setren pada tanggal 8 November 2012, adapun sesaji
yang digunakan dalam Upacara Tradisional Susuk Wangan adalah:
1) Sega tumpeng ageng, nasi putih yang dibentuk kerucut tanpa lauk.
2) Ayam ingkung, ayam jago (ayam kampung jantan) yang dimasak dan
rasanya gurih diberi bumbu bawang, santan, garam, lengkuas, salam.
Ayam tidak dipotong-potong tetapi dibuat utuh, rasanya seperti ayam
panggang.
3) Nasi golong, nasi putih tawar biasa yang dibuat menyerupai sebuah
bola.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

69

4) Nasi gurih atau biasa disebut nasi uduk yaitu nasi yang dimasak
dengan santan dan diberi bumbu bawang, garam, salam, lengkuas
sehingga rasanya gurih.
5) Pisang sanggan, diutamakan pisang raja.
6) Jajan pasar, berupa berbagai macam jajanan pasar seperti jadah, wajik,
ketela yang direbus.
7) Kembang telon, kumpulan atau gabungan tiga macam bunga
8) Bubur Abang-Putih
9) Kupat lepet dan Kupat luar.

4. Pelaksanaan Upacara Tradisional Susuk Wangan


Upacara Tradisional Susuk Wangan menjadi tradisi yang dilakukan
oleh masyarakat Desa Setren. Setiap tahun masyarakat Desa Setren
melaksanakan kegiatan ini pada bulan Besar tepatnya hari Sabtu Kliwon.
Mendekati hari pelaksanaan upacara, kesibukan masyarakat Desa Setren
semakin tampak. Sebelum puncak acara sudah dibentuk panitia yang memiliki
tugas dan peran masing-masing sehingga kinerja masyarakat dalam upacara
ini menjadi lebih efektif. Sebelum puncak acara pada hari Jum’at pagi
masyarakat berkumpul di tempat dimana Upacara Tradisional Susuk Wangan
diselenggarakan, masyarakat bergotong-royong mengumpulkan berbagai
peralatan yang dibutuhkan dalam upacara.
Masyarakat bersama-sama membersihkan saluran air atau wangan
yang mengalir ke Desa Setren kemudian membersihkan tanah lapang yang
terletak di Pos II Obyek Wisata Air Terjun Girimanik Setren, tanah yang
cukup luas tersebut dipasang tarub diberi hiasan dan didekorasi dengan kain,
di bawah tarub diberi alas dan panggung untuk pementasan seni. Di setiap
jalan menuju Obyek Wisata Air Terjun Setren Girimanik dari mulai Pos I
sampai Pos II di pasang umbul-umbul, masyarakat juga memasang janur di
tempat diselenggarakannya upacara seperti dalam acara hajatan masyarakat
Jawa. Kursi-kursi tamu undangan mulai ditata, tempat pembacaan doa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

70

disiapkan meja yang cukup besar untuk meletakkan sesaji, gamelan dan lesung
untuk pertunjukan kesenian juga ditata rapi. Sound system juga sudah
dipersiapkan dengan baik, alunan musik-musik Jawa mulai didendangkan
layaknya orang yang mengadakan hajatan besar-besaran seperti acara
pernikahan masyarakat Jawa. Selain itu, masyarakat juga bersama-sama
membersihkan kantor yang ada di Pos II Hutan Girimanik yang akan
digunakan sebagai tempat konsumsi pada hari pelaksanaan. Kegiatan pada
hari sebelum puncak acara ini juga dipantau oleh Kepala Desa Setren dan
perwakilan dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga. Setelah
persiapan selesai dilaksanakan, pada malam harinya tempat ini digunakan
untuk lek-lekan atau begadang masyarakat Desa Setren khususnya laki-laki.
Prosesi Upacara Tradisional Susuk Wangan dibagi menjadi dua tahap.
Tahap pertama dilakukan pada hari Jum’at sore sebelum upacara besar
dilaksanakan dan esok harinya pada hari Sabtu Kliwon (wawancara dengan
Pono Marto Wiyono, sesepuh Desa Setren pada tanggal 9 November 2012).
Pada prosesi pertama di hari Jum’at Sore malam Sabtu Kliwon, para sesepuh
Desa Setren berkumpul di rumah sesepuh Desa Setren kemudian bersama-
sama berangkat ke sumber mata air di hutan Girimanik. Acara ini dinamakan
acara selamatan untuk meminta ijin agar upacara pada pagi harinya berjalan
lancar. Sebelum berangkat ke sumber mata air, sesaji yang di bawa untuk
didoakan di hutan Girimanik telah dipersiapkan. Sesaji tersebut berupa
tumpeng, ayam ingkung dan kembang telon. Selain itu, para sesepuh juga
membawa air minum dan ember. Perjalanan yang cukup jauh untuk menuju
sumber mata air di hutan Girimanik, jalanan menuju hutan yang belum di
aspal masih berupa tanah dan berbatu membutuhkan kehati-hatian dalam
mengendarai kendaraan yang hanya bisa menggunakan sepeda motor menuju
hutan, jalan yang sudah dicor dengan semen hanya di awal perjalanan saja
dari Pos II Obyek Wisata Air Terjun Girimanik.
Di setiap pinggir jalan menuju sumber mata air jalanan yang dilalui
berbatasan langsung dengan tebing dan jurang yang cukup curam, ditambah
dengan hutan yang berkabut commit
dan to user sangat dingin. Kondisi yang
hawanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

71

demikian menunjukkan bahwa hutan Girimanik masih sangat terjaga terlihat


dari banyak sekali ditemui pohon-pohon langka diantaranya pohon pinang
alam, pohon piji, lotrok, liwung selain itu terdapat berbagai tanaman anggrek
di setiap pinggir jalan. Selain tanaman langka, di hutan Girimanik juga
terdapat satwa liar yang dilindungi seperti burung elang, kera ekor panjang.
Sesampainya di sumber mata air, ember yang dibawa dari rumah Mbah Pono
di isi air dari sumber mata air kemudian sesaji berupa kembang telon yang
dimasukkan ke dalam ember tersebut. Para sesepuh duduk melingkar di atas
saluran air pertama atau wangan, dua tumpeng dan dua ayam ingkung yang
diletakkan di atas saluran air atau wangan tersebut. Sesaji tersebut kemudian
didoakan oleh sesepuh, setelah didoakan ember yang berisi air dan kembang
telon tersebut disiramkan di bawah wangan. Tumpeng dan ayam ingkung
dibagikan ke semua sesepuh dengan alas daun pisang kemudian dimakan
bersama. Setelah membersihkan semua peralatan yang di bawa, para sesepuh
kembali ke desa dan bersiap-siap untuk acara lek-lekan dan berkumpul
bersama masyarakat di tempat upacara akan diselenggarakan.
Prosesi kedua adalah puncak acara Upacara Tradisional Susuk Wangan
yang sudah dikemas oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan
Olahraga. Upacara ini diselenggarakan pada hari Sabtu Kliwon, masyarakat
berbondong-bondong sejak pagi datang ke Pos II Obyek Wisata Air Terjun
Girimanik Setren dengan membawa berbagai uba rampe perlengkapan
upacara. Masyarakat menganggap hari tersebut adalah hari yang istimewa atau
pesta bagi masyarakat Desa Setren. Para pemuda dan pemudi yang bertugas
menjadi punggawa dan dhomas pada acara arak-arakan juga sudah siap.
Sepanjang jalan menuju Obyek Wisata Air Terjun Girimanik Setren cukup
ramai, karena yang hadir bukan hanya masyarakat Desa Setren melainkan juga
masyarakat di sekitar desa serta para wisatawan domestik yang sengaja datang
untuk mengikuti jalnnya upacara. Acara ini dihadiri oleh Pejabat setempat di
Kabupaten Wonogiri seperti Bupati Wonogiri, Kepala Dinas Kebudayaan,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

72

Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, Camat Slogohimo, Kepala Perusahaan


Daerah Air Minum dan sebagainya.Prosesi ini terdiri dari beberapa tahap dari
awal sampai akhir upacara. Para kalangan media cetak dan elektronik juga
tidak ketinggalan dalam upacara ini untuk mengabadikan jalannya upacara
yang diadakan setiap tahun sekali.
Pemandangan pegunungan yang indah dan udara yang sejuk sangat
mendukung upacara ini, sehingga tidak akan merasa bosan mengikuti upacara
ini. Prosesi puncak Upacara Tradisional Susuk Wangan terdiri dari beberapa
tahap yang harus dilalui dari awal hingga akhir upacara yang dideskripsikan
sebagai berikut:
a. Arak-arakan peralatan upacara atau uba rampe
Arak-arakan peralatan upacara atau uba rampe yang dimaksud
adalah membawa sesaji berupa jodhang, gunungan, tumpeng dan
panggang ayam ingkung menuju tempat diselenggarakannya upacara di
Pos II Obyek Wisata Air Terjun Girimanik Setren. Peralatan upacara atau
uba rampe di arak sepanjang jalan menuju tempat diselenggarakannya
upacara. Iring-iringan upacara ini di pimpin oleh Kepala Desa Setren, Ibu
Sri Purwanti yang mengenakan busana adat wanita Jawa yaitu kebaya,
jarik kemudian rambut disanggul. Selanjutnya diikuti seorang pemuda
memakai pakaian seperti punggawa keraton Jawa yang membawa songsog
agung atau payung kebesaran. Diikuti rombongan pembaca doa yang
mengenakan busana adat Jawa yaitu beskap hitam, jarik dan blangkon,
kemudian dibelakang rombongan pembaca doa nampak dua orang laki-
laki yang memikul jodhang (berisi sesaji). Di belakang jodhang ada
rombongan putri dhomas yang mengenakan kebaya berwarna merah muda,
diikuti serombongan pemuda yang memikul gunungan. Di barisan terakhir
ada serombongan wanita yang membawa encek berisi tumpeng dan
panggang.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

73

b. Pembukaan
Semua tamu undangan dan masyarakat yang telah berkumpul di
tempat upacara sudah bersiap diri mengikuti jalannya upacara. Pembawa
acara yang bertugas membuka acara membacakan susunan acara pada pagi
itu. Acara pertama adalah pembukaan dilanjutkan serah terima peralatan
upacara uba rampe dari rombongan arak-arakan ke sesepuh Desa Setren.
Acara selanjutnya adalah sambutan dari tamu undangan yang hadir diawali
sambutan Kepala Desa Setren, Camat Slogohimo, Kepala Dinas
Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga serta Bupati Wonogiri.
Setelah sambutan selesai dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh modin.
Acara diakhiri dengan makan bersama-sama baik tamu undangan,
masyarakat dan siapa saja yang hadir dalam upacara tersebut. Setelah
selesai makan masyarakat bisa menikmati pertunjukan kesenian berupa
tarian gamelan lesung, campursari yang diiringi musik gamelan dan
pertunjukan kesenian kethek ogleng.

c. Serah terima peralatan upacara uba rampe


Pasrah peralatan upacara atau uba rampe yang dimaksud adalah
Kepala Desa Setren menyerahkan arak-arakan uba rampe yang berupa
sesaji kepada sesepuh atau tokoh masyarakat Desa Setren. Kepala Desa
Setren memilki peran ganda pada saat penyerahan sesaji karena Kepala
Desa Setren juga memberikan sambutan kepada para tamu undangan.
Setelah sesaji diserahkan secara simbolis berupa pemberian encek yang
berisi tumpeng dan ayam panggang ingkung, kemudian sesepuh menerima
sesaji tersebut dilanjutkan dengan meletakkan berbagai sesaji dan
perlengkapan upacara lain. Setelah sesaji diletakkan di meja besar maka
sesaji akan didoakan bersama yang dipimpin oleh modin dan masyarakat
Desa Setren dan dibawa ke tempat konsumsi untuk dicacah atau dibagi
rata kemudian dibagikan kepada masyarakat Desa Setren pada akhir acara.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

74

d. Sambutan
Acara sambutan adalah sambutan-sambutan yang dilakukan oleh
para Pejabat setempat yang turut hadir dalam Upacara Tradisional Susuk
Wangan. Sambutan pertama dilakukan oleh Kepala Desa Setren pada saat
serah terima uba rampe. Dalam sambutannya, Kepala Desa Setren sebagai
wakil dari seluruh masyarakat Desa Setren pada intinya menyambut baik
dengan adanya acara ini. Upacara ini telah menjadi tradisi mayarakat Desa
Setren yang harus tetap dijaga dan dilestarikan. Kepala Desa juga
mengajak masyarakat berdoa, mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa agar diberi keselematan.
Sambutan yang kedua oleh Bapak Camat Slogohimo, pada initinya
Camat Slogohimo mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Desa
Setren karena upacara ritual ini dijalankan dengan baik. Melalui ritual ini
Camat Slogohimo berharap masyarakat Desa Setren selalu menjaga
kearifan budaya masyarakat petani atau agraris dalam menjalin
keseimbangan hubungan hosrisontal dengan alam sekitar dan secara
vertikal kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Camat Slogohimo berpesan
kepada masyarakat Desa Setren untuk terus menjaga kebersihan
lingkungan Desa Setren, menjaga hutan dan sumber mata air sehingga
tetap lestari.
Sambutan ketiga dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Wonogiri yang menyabut senang hati atas usaha yang
dilakukan masyarakat Desa Setren, dengan kerjasama yang dibina
masyarakat dan Dinas kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahrga maka
upacara ini dapat berlangsung dengan baik. Kepala Dinas Kebudayaan,
Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wonogiri mengharapkan
upacara tradisi ini tetap dilestarikan, karena banyak sekali manfaat yang
didapat dari upacara ini. Selain menarik minat wisatawan datang ke Obyek
Wisata Air Terjun Girimanik, upacara tradisi ini dapat memupuk rasa
solidaritas sosial di dalam masyarakat Desa Setren.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

75

Sambutan terakhir dari Bupati Wonogiri yang menyatakan


kebanggaannya kepada masyarakat Desa Setren yang selalu menjaga
tradisi budaya yang mereka miliki secara turun-temurun. Selain sebagai
aset pariwisata Kabupaten Wonogiri, Upacara Tradisional Susuk Wangan
dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat Desa Setren untuk selalu
menjaga kelestarian lingkungan di Desa Setren khususnya hutan
Girimanik dan Obyek Wisata Air Terjun Girimanik agar tetap menjadi
kawasan wisata yang alami. Bapak Bupati Wonogiri juga megajak
masyarakat Desa Setren untuk berdoa bersama kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa agar masyarakat Desa Setren selalu diberikan keselamatan, berkah
dan kesejahteraan.

e. Doa bersama
Acara dilanjutkan dengan pembacaan doa setelah acara sambutan
selesai yang dipimpin oleh Modin Desa Setren didampingi para sesepuh
Desa Setren. Doa yang disampaikan oleh Modin pada intinya memohon
keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kepada Nabi Muhammad
SAW dan juga kepada para wali yang telah memberikan keselamatan
kepada para setiap orang yang hadir dalam ritual upacara Susuk Wangan.
Modin mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkah dan rahmatnya bagi masyarakat Desa Setren atas air yang
melimpah, tanah yang subur. Mudah-mudahan dengan terselenggaranya
Upacara Tradisional Susuk Wangan ini, masyarakat Desa Setren dapat
selamat, sejahtera dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari maupun
dalam mengerjakan pertanian (wawancara dengan Tarmin selaku Modin
Desa Setren pada tanggal 27 Januari 2013). Di dalam doa, Modin
membacakan doa-doa Islam serta beberapa surat-surat pendek.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

76

f. Penutup
Acara penutup merupakan rangkaian upacara setelah acara doa
bersama selesai, acara ini dimulai dengan pembagian panggang dan
tumpeng kepada masyarakat yang hadir dalam upacara ini. Sesaji berupa
tumpeng dan ayam panggang ingkung yang telah dicacah oleh panitia
konsumsi dibagikan ke semua tamu undangan dan setiap orang yang hadir
dalam upacara tersebut kemudian dimakan bersama-sama. Selain
dibagikan kepada masyarakat Desa Setren, sebagian sesaji yang sudah
didoakan dan dicacah ada yang di bawa oleh utusan sesepuh Desa Setren
untuk diletakkan di Sembilan lokasi yang berada di kawasan Hutan
Girimanik. Sembilan lokasi tersebut dianggap sebagai tempat yang suci
dan sakral oleh masyarakat Desa Setren, tempat yang diberi sesaji tersebut
adalah sebagai berikut: Pertapaan Girimanik (petilasan Raden Mas Sahid
atau Mangkunegara I), Umbul (sumber mata air) Silamuk, Air Terjun
Manik Moyo, Air Terjun Tejo Moyo, Air Terjun Condro Moyo, Sendang
Drajat, Sendang Kanastren, Sendang Nglambreh (wawancara dengan
Hariyadi selaku tokoh masyarakat Desa Setren pada tanggal 10 November
2012).

g. Pertunjukan Kesenian
Prosesi upacara diakhiri dengan berbagai pertunjukan kesenian
sebagai acara hiburan. Pertunjukan kesenian ini diselenggarakan oleh
masyarakat Desa Setren dengan dukungan dari Dinas Kebudayaan,
Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wonogiri sehingga acara
menjadi sangat meriah. Pertunjukan kesenian yang disajikan antara lain:
1) Pertunjukan Gamelan Lesung
Pertunjukan Gamelan Lesung adalah suara yang dihasilkan
dari lesung saat menumbuk padi sehingga megasilkan suara tok-tok
orang Jawa menybutnya dengan klothekan. Jika saat menumbuk
padi dimainkan dengan irama dan perasaan maka akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

77

menghasilkan suara yang bagus untuk didengarkan bahkan dapat


digunakan untuk mengiringi nyanyian.
Gamelan Lesung merupakan kesenian asli masyarakat Desa
Setren, alat yang digunakan untuk memainkannya berupa lesung
dan alu (alat yang digunakan untuk menumbuk padi). Pertunjukan
Gamelan Lesung ini dimainkan oleh empat orang yang
kesemuanya wanita dengan mengenakan busana khas wanita desa
di Jawa. Pakaian yang digunakan kebaya polos berwarna kuning
dan jarik. Para wanita tersebut menumbuk lesung bersama-sama
sehingga menghasilkan irama yang unik dan enak di dengar
(wawancara dengan Sri Purwanti sebagai Kepala Desa Setren pada
tanggal 8 November 2012).
Para wanita tersebut menumbuk lesung dengan alu selolah-
olah menumbuk padi, mereka juga melakukan gerakan dengan
melenggak-lenggokkan badan mengikuti irama lesung tersebut.
Pertunjukan Gamelan Lesung ini digunakan untuk mengiringi
ledek atau penyanyi. Lagu yang dibawakan oleh Ledek adalah lagu
Jawa yaitu Lagu Lesung Jumengglung.
2) Pertunjukan Kesenian Campur Sari
Kesenian Campur Sari terdiri dari para pemain musik
(wiyogo) dan penyayi (ledek) yang dilengkapi dengan gamelan
Jawa. Kesenian ini diminkan oleh para seniman Desa Setren. Para
ledek atau penyanyi menyanyikan lagu-lagu Jawa diiringi alunan
musik gamelan Jawa. Para tamu undangan boleh meminta ledek
menyanyikan lagu yang diinginkan bahkan menari bersama di atas
pangggung (wawancara dengan Eko Sunarsono, selaku Kasi Seni
Budaya DISBUDPARPORA Kabupaten Wonogiri pada 10
November 2012).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

78

3) Kesenian Kethek Ogleng


Kesenian Kethek Ogleng merupakan salah satu bentuk
kesenian rakyat yang masih berkembang dengan bentuk yang
beragam di Kabupaten Wonogiri. Kesenian Kethek Ogleng
merupakan tarian yang menceritakan tentang kisah seekor kera
jelmaan dari Raden Gunung Sari atau Raden Panji dalam upaya
mencari Dewi Sekartaji yang menghilang dari istana. Untuk
mengelabuhi penduduk agar bebas keluar masuk desa dan hutan
sehingga tidak dipandang sebagai seorang Raja, maka Raden
Gunung Sari menjelma jadi seekor kera putih yang lincah dan lucu.
Tari Kethek Ogleng ini ekspresinya menggambarkan gerak-
gerik sekelompok kera putih. Dalam tarian ini terlintas ungkapan
kelincahan, kebersamaan, semangat, kelucuan dan atraktif.
Iringannya menggunakan instrumen gamelan Jawa (wawancara
dengan Eko Sunarsono, selaku Staff DISBUDPARPORA
Kabupaten Wonogiri, pada tanggal 5 November 2012).

Dari seluruh serangkaian upacara tradisional apabila dicermati mengandung


berbagai unsur antara lain: latar belakang Upacara Tradisional Susuk Wangan,
maksud dan tujuan upacara tersebut diselenggarakan, waktu dan tempat
upacara dan yang terakhir adalah peralatan (uba rampe) dan sesaji yang
digunakan dalam upacara ini. Perlengkapan yang digunakan dalam Upacara
Tradisional Susuk Wangan mengandung makna simbolik jika dikaji lebih
mendalam selain itu perilaku masyarakat pendukungnya dalam mengikuti
upacara ini juga mengandung makna. Agar dapat diketahui secara lebih jelas
dan mendalam makna yang terkandung dalam perlengkapan upacara dan
perilaku masyarakat pendukung upacara, maka akan diuraikan satu persatu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

79

5. Makna Simbolik Perlengkapan Upacara Tradisional Susuk Wangan


Upacara Tradisional Susuk Wangan yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Setren menunjukkan adanya simbol-simbol yang terlihat di dalam
kelengkapan upacara.
a. Gunungan dihias dengan berbagai hasil sayuran seperti kacang panjang,
jagung, terong, wortel, kobis, tomat, sawi, buncis. Semua bentuk hiasan
tersebut secara umum melambangkan hasil pertanian yang dihasilkan oleh
masyarakat Desa Setren. Warna gunungan yang didominasi dengan
sayuran yang berwarna hijau memiliki makna bahwa Desa Setren
merupakan desa yang subur dan makmur. Warna gunungan yang hijau
dapat diartikan sebagai warna yang mendominasi dalam bidang pertanian,
dalam bahasa Jawa kita kenal dengan istilah ijo royo-royo. Upacara ini
diadakan oleh masyarakat yang sebagian besar adalah petani sehingga
dipilih warna hijau di dalam perlengkapan upacara dengan harapan kondisi
yang subur, makmur, hasil pertanian yang melimpah dapat teus dirasakan
masyarakat Desa Setren.
b. Jodhang yang digunakan untuk membawa ubarampe atau sesaji. Bentuk
jodhang yang terdiri yang memilki empat sudut dimana tiap sudut terdiri
dari empat buah kayu memiliki makna bahwa kepada keempat arah mata
angin, dimana manusia tidak dapat terlepas dari kekempat penjuru tersebut
yang melingkupi kehidupannya. Selain itu, empat kayu sebagai penyangga
tersebut melambangkan adanya empat hawa nafsu baik dan buruk yang
ada di dalam diri manusi, yaitu aluamah (sifat mementingkan makanan),
amarah (sifat emosi, marah), supiyah (sifat birahi), mutmainah (sifat baik).
Di dalam jodhang diletakkan berbagai ubarampe yang berupa sega
tumpeng ageng, ayam ingkung, nasi golong, nasi gurih atau biasa disebut
nasi uduk, pisang raja, jajan pasar (jadah, wajik, ketela), kembang telon,
bubur Abang-Putih, kupat luar.
1) Sega tumpeng ageng, nasi putih yang dibentuk kerucut tanpa lauk.
Tumpeng ini dibentuk seperti gunung yang mempunyai makna sebagai
commit
tempat tinggal para dewa to user
atau makhlus halus yang dihormati atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

80

dipuja oleh masyarakat pendukungnya. Bentuknya seperti kerucut


memiliki makna bahwa segala permohonan ditujukan kepada Tuhan,
dengan harapan agar apa yang dimohon atau diharapakan oleh
umatnya dapat terkabul.
2) Ayam ingkung, ayam jago (ayam kampung jantan) yang dimasak dan
rasanya gurih diberi bumbu bawang, santan, garam, lengkuas, salam.
Ayam tidak dipotong-potong tetapi dibuat utuh, rasanya seperti ayam
panggang. Ayam ingkung memiliki makna pengorbanan secara tulus
yang diperuntukkan kepada Tuhan maupun kepada leluhur yang telah
memberikan keselamatan, perlindungan selama ini, hal ini
menunjukkan suatu kewajiban manusia untuk berterima kasih kepada
Tuhan maupun leluhurnya.
3) Nasi golong, nasi putih tawar biasa yang dibuat menyerupai sebuah
bola. Nasi golong melambangkan hati seluruh masyarakat desa
menjadi satu (golong gilik) atau satu tujuan dan kehendak masyarakat
memberikan kesejahteraan melalui kerja keras. Adanya kerjasama
saling bahu membahu untuk kemakmuran masyarakat desa.
4) Nasi gurih atau biasa disebut nasi uduk yaitu nasi yang dimasak
dengan santan dan diberi bumbu bawang, garam, salam, lengkuas
sehingga rasanya gurih. Nasi gurih mempunyai makna meluhurkan
Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah yang telah memberikan
keselamatan kepada umatnya.
5) Pisang sanggan, diutamakan pisang raja yang bermakna sebagai
pengormatan kepada Tuhan yang diasumsikan sebagai Raja atau
penguasa.
6) Jajan pasar, berupa berbagai macam jajanan pasar seperti jadah, wajik,
ketela yang direbus. Jajan pasar bermakna bahwa dalam suatu
kehidupan dunia ini harus menyadari tidaklah dapat mencukupi
kebutuhan manusia dengan hasil dari dalam lingkungan sendiri
melainkan memerlukan bantuan di luar kekuatan mereka yaitu
commit
danyang desa yang telah to userkesuburan tanah tempat mereka
menjaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

81

memetik hasil bumi. Hasil bumi yang mereka peroleh biasanya dijual
ke pasar sehingga sebagai wujud imbal balik maka mereka membeli
segala jenis makanan yang dijual di pasar untuk dipersembahkan
sebagai sesaji kepada danyang agar terjaga kesejahteraan hidupnya.
7) Kembang telon, meruapakan kumpulan atau gabungan tiga macam
bunga (mawar, kanthil, kenanga). Bunga-bunga tersebut diasumsikan
sebagai bunga kesenangan danyang atau sing Mbaureksa. Kembang
telon digunakan oleh masyarakat untuk mengingat dan menghormati
sing Mbaureksa agar jangan sampai mengganggu kehidupan
masyarakat Desa Setren.
8) Bubur Abang-Putih merupakan makanan yang dibuat dari beras. Beras
dibuat bubur warna putih dan warna merah dari gula merah. Makanan
ini merupakan lambang untuk penghormatan cikal-bakal, yaitu asal
usul keberadaan seseorang. Bubur abang melambangkan unsur ibu dan
bubur putih melambangkan unsur bapak. Keduanya telah menyatu,
sehingga membuahkan manusia baru. Oleh karena itu, setiap manusia
harus selalu ingat asal usulnya sangkan paraning dumadi. Bubur
abang-putih juga merupakan lambang untuk menghormati kakang
kawah adhi ari-ari (air ketuban dan plasenta) yang menjadi lambang
keberadaan manusia.
9) Kupat lepet merupakan wujud permohonan maaf atas segala kesalahan
yang telah dilakukan oleh masyarakat Desa Setren kepada Tuhan Yang
Maha Esa, sedangkan kupat luar sebagai perlambang bahwa
masyarakat sudah keluar atau terbebas dari segala beban dengan
melaksanakan Upacara Tradisional Susuk Wangan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

82

6. Perilaku Simbolik Pelaku Upacara Tradisional Susuk Wangan


Penyelenggaraan upacara tradisional mempunyai tujuan dan maksud
tertentu. Maksud dan tujuan dari penyelenggaraan upacara tersebut dapat
tercermin dari perilaku, perlengkapan upacara, maupun ubarampe atau sesaji
yang keseluruhannya memiliki makna dan simbol. Maksud, tujuan, makna dan
simbol yang terkandung dalam upacara tradisional, dapat diketahui bagaimana
cara berfikir yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya.
Masyarakat Desa Setren memilki keyakinan bahwa segala sesuatu
yang menjadi maksud dan tujuan pemikiran mereka dividualisasikan dalam
berbagai perilaku maupun sesaji yang diujudkan.Upacara tradisional Susuk
Wangan yang dilaksanakan oleh Masyarakat DesaSetren mempunyai maksud
dan tujuan tertentu. Tujuan tersebut sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memebrikan rahmatnya sehingga
masyarakat DesaSetren dapat menikmati sumber air yang melimpah, memiliki
tanah yang subur sehingga memeperoleh hasil panen yang baik. Masyarakat
Desa Setren juga berharapa dengan menyelenggarakan upacara ini maka
seluruh warga mendapatkan keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan
dalam kehidupannya.
Tujuan yang diinginkan oleh masyarakat Desa Setren terlihat dari
perilaku dan perlengkapan upacara. Perilaku simbolik dapatdilihat dari awal
pelaksanaan upacara hingga selesai. Sejak awal pelaksanaan upacara segala
sesuatu yang berhubungan dengan upacara tradisional selalu dalam kondisi
bersih. Bersih secara fisik peserta upacara maupun lingkungan yang
digunakan sebagai tempat upacara merupakan makna sebagai ungkapan rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga manusia harus dalam
kondisi suci dan bersih. Secara fisik, kebersihan diri diwujudkan oleh
masyarakat Desa Setren dengan berpakaian bersih dan sopan. Sebagian besar
masyarakat mengenakan pakaian yang bukan pakaian kesehariaannya,
masyarakat Desa Setren tampil berbeda dengan hari-hari biasanya.
Pada awal prosesi upacara, barisan terdepan adalah Kepala Desa
commitupacara,
Setren sebagai pemimpin jalannya to user kemudian diikuti oleh seseorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

83

yang membawa payung kebesaran untuk mengiring rombongan pembaca doa,


kemudian dua orang pemikul jodhang sebagai tempat sesaji, rombongan putri
dhomas, gunungan, rombongan masyarakat Desa Setren yang membawa
tumpeng dan ingkung ayam. Arak-arakan yang menyerupai iring-iringan Raja
ini mengandung makna simbolik yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, yang dianalogikan sebagai Raja yaitu seseorang yang pantas dan harus
dihormati, dijunjung tinggi kebesaran-Nya.
Pembacaan doa oleh Modin yang didampingi sesepuh Desa Setren
dengan mengumandangkan pujian-pujian Islami dan ungkapan syukur kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa menunjukkan bahwa pada intinya manusia tidak
dapat melupakan Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kehidupan
dan mencukupi kebutuhannya. Meskipun yang mengikuti upacara ini bukan
hanya orang Islam tetapi rasa menghargai amat kental dalam upacara ini, nafas
Islam sudah kental di dalam masyarakat Desa Setren karena sebagian besar
penduduk masyarakat Desa Setren beragama Islam namun di dalam upacara
ini tidak mengenal batas agama yang ada hanyalah seluruh masyarakat Desa
Setren yang memiliki tujuan bersama untuk menyelenggarakan Upacara
Tradisional Susuk Wangan untuk kepentingan bersama.
Pertunjukan Kesenian Gamelan Lesung menunjukkan bahwa sebagian
besar masyarakat Desa Setren adalah petani. Pada jaman dahulu, sebelum
masyarakat mengenal peralatan pertanian yang canggih, untuk menumbuk
padi masyarakat Desa Setren menggunakan lesung dan alu. Alat penumbuk
padi tradisional yang terbuat dari kayu ini saat ini jarang ditemukan sekarang
ini karena masyarakat lebih memilih menggiling berasnya di tempat
penggilingan beras daripada menumbuk sendiri. Pertunjukan Gamelan Lesung
ini secara tidak langsung memperkenalkan alat pertanian tardisional yang
digunakan masyarakat Desa Setren sebelum ditemukannya peralatan modern
seperti sekarang ini dengan mengubah kemasan peralatan tradisional ini
menjadi kesenian masyarakat Desa Setren.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

84

C. Nilai Kearifan Upacara Tradisional Susuk Wangan


Nilai merupakan suatu konsepsi abstrak dalam diri manusia mengenai
apa yang baik dan apa yang dianggapnya buruk (Soekanto, 1993). Nilai dalam
konteks budaya adalah sesuatu yang abstrak tidak bisa diraba intangible
namun penting pada kehidupan manusia. Keberadaannnya yang abstrak
seringkali membuat seseorang atau masyarakat tidak menyadarinya. Di dalam
upacara tradisional, sebagian besar masyarakat berfikir apa yang mereka
lakukan adalah suatu rutinitas belaka sebagai tradisi yang dilakukan secara
turun temurun. Masyarakat tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan
memiliki nilai, makna bagi kehidupan mereka.
Upacara Tradisional Susuk Wangan yang dilaksanakan masyarakat
Desa Setren memilki nilai yang bermanfaat, yaitu Nilai Solidaritas dan Nilai
pelestarian Lingkungan.

1. Nilai Solidaritas
Upacara Tradisional Susuk Wangan diadakan oleh masyarakat
Desa Setren secara turun temurun dari tahun ke tahun. Masyarakat Desa
Setren melaksanakan upacara ini sebagai ungkapan syukur atas adanya
sumber air yang melimpah, tanah yang subur sehingga masyarakat Desa
Setren memperoleh hasil pertanian yang melimpah. Sehingga sebagian
besar masyarakat yang menyelenggarakan Upacara Tradisional Susuk
Wangan sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. mengandung
unsur-unsur simbolik untuk memelihara kerukunan masyarakat,
penyelenggaraan upacara tradisional juga mengandung fungsi tertentu.
Fungsi upacara tradisional hingga kini masih dipertahankan oleh
masyarakat pendukung upacara tersebut salah satunya untuk mempererat
solidaritas sosial di dalam masyarakat (Ariani, 2003).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

85

Menurut Durkheim bahwa solidaritas sosial merupakan suatu


keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada
perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh
pengalaman emosional bersama (Lawang, 1994). Solidaritas menekankan
pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari
keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral
dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari
hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga
memperkuat hubungan antar mereka.
Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan
kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan
didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat.
Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman
emosional, sehingga memperkuat hubungan antar individu dan kelompok,
hal ini tampak pada pelaksanaan Upacara Tradisional Susuk Wangan yang
diadakan oleh masyarakat Desa Setren. Menumbuhkan rasa solidaritas
bagi masyarakat desa terutama bagi masyarakat yang bermatapencaharian
sebagai petani sangat penting karena hal ini terkait dalam kehidupan
kesehariannya terutama dalam menggarap sawah.
Kegiatan yang sangat jelas menunjukkan adanya nilai solidaritas
pada pelaksanaan Upacara Tradisional Susuk Wangan oleh masayarakat
Desa Setren adalah membersihkan saluran air wangan yang mengaliri
Desa Setren, membersihkan jalan, membersihkan gerbang hutan.
Masyarakat Desa Setren merasa terikat dalam satu kelompok atau
komunitas yang memiliki tujuan yang sama sehingga masyarakat Desa
Setren dengan sendirinya tergerak untuk ikut serta dalam pelaksanaan
Upacara Tradisional Susuk Wangan. Masyarakat Desa Setren terikat
dengan adanya rasa solidaritas sosial yang digerakkan melalui pelaksanaan
Upacara Tradisional Susuk Wangan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

86

Menurut Durkheim bahwa bentuk solidaritas yang terbangun dalam


masyarakat yang relatif homogen adalah solidaritas mekanik (Ariani,2003:
310). Bentuk solidaritas ini dapat berjalan karena apabila diantara mereka
tidak ada pembagian kerja yang sangat mencolok seperti halnya yang ada
di perkotaan. Di samping itu solidaritas sosial mekanik sangat tergantung
adanya konsesus kelompok, sehingga peran individu tidak dapat
mengontrol keseluruhan upaya kelompoknya. Jadi, dari beberapa
ketentuan tersebut sangat jelas bahwa solidaritas sosial secara mekanik
sangat ditentukan kelompoknya. Hal ini dapat berjalan apabila di dalam
komunitas kelompok tersebut tidak banyak terdapat perbedaan sistem mata
pencaharian para masyarakat pendukungnya.
Masyarakat Desa Setren sebagian besar bermatapencaharian
sebagai petani, jika dikaitkan dengan bentuk solidaritas sosial yang
terbangun di dalam masyarakat tersebut maka bentuk solidaritas yang
sesuai dengan kondisi masyarakat Desa Setren adalah bentuk solidaritas
mekanik. Solidaritas mekanik menuntut adanya homogenitas pekerjaan,
hal ini sesuai dengan jenis pekerjaan masyarakat Desa Setren berdasarkan
data Monografi bahwa 39,13% masyarakatnya sebagai petani dan 35,83%
sebagai buruh tani.
Sehubungan dengan Upacara Tradisional Susuk Wangan yang
dikerjakan oleh masyarakat Desa Setren sebelum puncak acara Upacara
Tradisional Susuk Wangan diselenggarakan pada hari Jum’at pagi
masyarakat secara bersama-sama diantaranya membersihkan saluran air
yang mengalir ke Desa Setren (kerja bakti) kemudian membersihkan
tanah lapang yang terletak di Pos II Obyek Wisata Air Terjun Girimanik
Setren, tanah yang cukup luas tersebut dipasang tarub diberi hiasan
dekorasi dengan kain,di bawah tarub diberi alas dan panggung untuk
pementasan seni di setiap jalan menuju Obyek Wisata Air Terjun Setren
Girimanik dari mulai Pos I sampai Pos II dipasang umbul-umbul,
memasang janur di tempat diselenggarakannya upacara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

87

Masyarakat mengadakan lek-lekan pada malam harinya di tempat


Upacara Tradisional Susuk Wangan diselenggarakan dengan mengadakan
acara tahlilan sementara pada hari itu ibu-ibu mempersiapkan segala uba
rampe yang diperlukan dalam upacara tersebut. Berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Setren dalam mempersiapkan
penyelenggaraan Upacara Tradisional Susuk Wangan sangat nampak
sekali bahwa solidaritas sosial masyarakat Desa Setren terjalin cukup baik,
mereka memiliki tujuan dan kepentingan bersama untuk
menyelenggarakan upacara tersebut.
Seluruh masyarakat Desa Setren keseluruhannya terdiri dari empat
dusun yaitu Kembang, Setren, Salam dan Ngrapah. Pembiayaan untuk
sesaji berasal dari swadaya masyarakat Desa Setren untuk membawa
tumpeng dan ayam panggang ingkung. Masyarakat tidak merasa terbebani
karena upacara ini memang harus dilakukan terlebih lagi bagi kaum petani.
Untuk pembiayaan keperluan perlengkapan upacara lainnya masyarakat
mengumpulkan biaya kepada tiap Rukun Tetangga kemudian diserahkan
kepada panitia, selain itu upacara ini juga mendapat dukungan dari Dinas
Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wonogiri.
Kesadaran yang dimilki oleh masyarakat dan ketentuan untuk
mengumpulkan dana yang digunakan dalam kegiatan ini nampak bahwa
masyarakat Desa Setren dituntunt untuk memiliki pandangan bahwa rasa
solidaritas demi terselenggaranya upacara tersebut sangat dibutuhkan. Hal
tersebut sesuai dengan gambaran pekerjaan masyarakat Desa Setren yang
bermata pencaharian sebagai petani bahwa pekerjaan sebagai petani tidak
dapat dilakukan seorang diri. Petani membutuhkan bantuan orang lain
dalam mengerjakan sawahnya seperti pekerjaan ngluku, nandur dan
sebagainya.
Selain dari kegiatan di atas, uba rampe atau perlengkapan upacara
yang digunakan secara tidak langsung menunjukkan adanya solidaritas
sosial yang terjalin di dalam masyarakat Desa Setren. Pembuatan Jodhang
dan Gunungan dilakukan commit
bersamatooleh
usermasyarakat. Sebagian masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

88

yang bertugas membuat jodhang dan gunungan berkumpul di rumah


sesepuh Desa Setren, kemudian jodhang dibersihkan dan dihias dengan
janur sebelum diisi dengan sesaji. Gunungan juga dihias dengan hasil
bumi masyarakat Desa Setren berupa buah-buahan dan sayur mayur. Di
dalam pelaksanaan upacara jodhang dan gunungan tidak bisa di bawa
seseorang sendirian namun keduanya harus dipikul bersama-sama. Hal
tersebut menunjukkan bahwa jodhang dan gunungan menjadi tanggung
jawab bersama masyarakat Desa Setren, manusia hidup di dunia ini saling
membutuhkan satu sama lain (wawancara dengan Soma Wiyono selaku
penduduk asli Desa Setren pada tanggal 27 januari 2013). Dari sini terlihat
sekali bahwa jodhang dan gunungan juga menjadi simbol adanya rasa
solidaritas dan kebersamaan masyarakat Desa Setren.
Nilai solidaritas sosial dari Upacara Tradisional Susuk Wangan
terbangun karena adanya unsur selamatan yang mendasari
terselenggaranya upacara ini. Masyarakat Desa Setren menganggap bahwa
kegiatan ini wajib dilaksanakan masyarakat khususnya petani sebagai
bentuk kegiatan sosial dengan melibatkan warga masyarakat dalam
usahanya untuk mencapai tujuan bersama dan merupakan bagian yang
integral dari kehidupan masyarakat pendukung. Selain itu upacara
tradisional dapat diartikan sebagai suatu perilaku atau rangkaian tindakan
aktivitas manusia yang didorong perasaan manusia yang dihinggapi oleh
suatu emosi keagamaan yang ditata oleh adat atau peraturan yang pernah
dilakukan oleh generasi sebelumnya dalam masyarakat dan berlangsung
turun temurun dari generasi ke generasi sampai sekarang.

2. Nilai Pelestarian Lingkungan


Alam sebagai lingkungan hidup manusia merupakan ciptaan Tuhan
Yang Maha Kuasa yang dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

89

kebutuhan hidupnya. Manusia memilki kewajiban untuk memelihara dan


menjaga alam supaya tidak rusak sehingga alam terus-menerus akan
memberikan apa yang dibutuhkan oleh manusia.
Hubungan atau relasi antara manusia dengan alam merupakan
relasi mutual, yang berarti alam memilki nilai kegunaan yang akan
semakin membaik jika manusia ikut campur di dalamnya, karena alam itu
sendiri pada dasarnya bergerak menuju tahap penyempurnaan dirinya.
Demikian halnya dengan manusia yang sangat berkepentingan terhadap
kelestarian lingkungan karena tanpa kelestarian lingkungan maka
ketersediann manusia untuk kebutuhannya akan berkurang bahkan habis
sehingga manusia tidak akan bisa bertahan hidup.
Menurut Effendi nilai penting yang dimiliki masyarakat dalam
aktivitas yang berhubungan dengan eksplorasi dan ekploitasi alam. Nilai
budaya yang berupa kearifan manusia dalam mengelola alam yang
diyakini sebagai cara paling ampuh dalam mengelola alam (2011). Salah
satu wujud kearifan lokal masyarakat di sekitar hutan terhadap lingkungan
ditunjukkan dengan menjadikan hutan sebagai tempat yang dikeramatkan.
Masyarakat Desa Setren mengkaitkan hutan dengan hal-hal yang
dianggap mistis yang berfungsi sebagai pengendali segala aktivitas
manusia yang berhubungan dengan tempat tersebut. Ketaatan yang
diwariskan secara turun-temurun tersebut secara tidak langsung
menjadikan hutan agar tetap lestari. Menurut Effendi, “Hutan bagi
masyarakat (Jawa) merupakan simbol keberlangsungan kehidupannya
(2011: 165). Selaras dengan Koentjaraningrat yang menyatakan bahwa
“Dalam menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam sekitarnya,
masyarakat (Jawa) memiliki kepercayaan tertentu yang berhubungan
dengan kekuatan superanatural” (1974: 221).
Upacara Tardisional Susuk Wangan merupakan upacara yang
menggabungkan budaya dan prosesi spiritual masyarakat Desa Setren.
Upacara ini bukan semata-mata sebagai bentuk ucapan syukur kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa commit
yangto telah
user melimpahkan kekayaan alam,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

90

keselamatan, berkah dan perlindungan sehingga bermanfaat bagi


kehidupan masyarakat Desa Setren. Upacara Tradisional Susuk Wangan
secara tidak langsung mengandung nilai pelestarian lingkungan bagi
masyarakat Desa Setren untuk selalu menghargai alam.
Masyarakat Desa Setren menyadari untuk dapat hidup selaras
dengan alam diperlukan perlakuan yang baik dengan alam. Seringkali
ditemukan perlakuan yang menjurus pada sakralisasi dari alam oleh
masyarakat Desa Setren. Hal ini dilakukan semata-mata karena begitu
pentingnya keajegan kehidupan alam untuk menunjang kehidupan sosial
masyarakat.
Upacara Tradisional Susuk Wangan yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Setren merupakan wujud rasa syukur dan pengharapan
agar hasil pertanian yang akan datang hasilnya lebih berlimpah dan
bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Upacara ini mengandung nilai
kearifan untu menumbuhkan kesadaran masyarakat bagaimana untuk
berperilaku sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga
harus menjaga dan mensyukuri pemberian Tuhan dengan baik.
Salah satu sikap yang ditunjukkan masyarakat Desa Setren dengan
menjaga alam adalah dengan menjaga kelestarian hutan yang terletak di
batas Desa Setren yaitu Hutan Girimanik. Masyarakat Desa Setren tidak
berani menebang kayu yang ada di dalam hutan Girimanik. Masyarakat
Desa Setren dengan arif memanfaatkan hasil hutan seperti encek, daun
(ron), brongkol, gelam, tunggak, arang.
Realisasi nyata penjagaan hutan tersebut adalah dibentuknya
Lembaga Masyarakat Desa Setren yang kinerjanya di pantau oleh PT.
PERHUTANI. Sumber mata air umbul yang dimanfaatkan oleh
masyarakat Desa Setren terletak di hutan Girimanik. Upacara Tradisional
Susuk Wangan merupakan wujud syukur masyarakat Desa Setren atas
ditemukannya sumber mata air, sehingga Desa Setren yang dahulunya
kekeringan mendapatkan air yang melimpah untuk mencukupi kebutuhan
commit
air sehari-hari terlebih lagi to user
untuk pengairan sawah. Sebelum upacara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

91

dimulai, masyarakat Desa Setren bersama-sama membersihkan saluran air


yang mengalir ke Desa Setren. Masyarakat menanam tanaman yang dapat
meresap air di dekat sumber mata air sehingga ketersediaan air tetap
terjaga.
Hutan Girimanik dianggap sebagai tempat yang sakral oleh
masyarakat Desa Setren, selain terdapat umbul (sumber mata air) di dalam
hutan juga terdapat tempat-tempat yang dianggap suci dan sakral. Tempat-
tempat ini dipercaya masyarakat memilki kekuatan gaib (kekuatan di luar
kekuatan manusia) diantaranya Pertapaan Girimanik (petilasan Raden Mas
Sahid atau Mangkunegara I), Umbul (sumber mata air) Silamuk, Air
Terjun Manik Moyo, Air Terjun Tejo Moyo, Air Terjun Condro Moyo,
Sendang Drajat, Sendang Kanastren, Sendang Nglambreh (wawancara
dengan Pono Martowiyono, 10 November 2012).
Melalui mitos tentang riwayat hutan Girimanik yang diturunkan
secara turun-temurun serta kearifan yang dimilki oleh masyarakat Desa
Setren telah memberikan bukti bahwa masyarakat Desa Setren mampu
menjaga lingkungan alam dengan konsepsi dan mekanisme yang mereka
miliki. Dari serangkaian Upacara Tradisional Susuk Wangan mengandung
nilai yang terkait dengan cara yang arif dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan.
Pertama, masyarakat Desa Setren membersihkan saluran air yang
mengalir ke Desa Setren dan bak-bak yang menyalurkan air bersih ke
rumah-rumah masyarakat. Dengan membersihkan sampah dan kotoran
yang menyumbat saluran air maka air dapat mengalir dengan baik. Selain
itu, masyarakat juga menanam berbagai tanaman di sekitar saluran air dan
sumber mata air agar kelestarian air tetap terjaga.
Kedua, pada prosesi Upacara Tradisional Susuk Wangan hampir
semua komponen yang digunakan untuk perlengkapan upacara ini
merupakan gambaran kedekatan manusia dengan alam.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

92

Hal tersebut nampak sekali dari berbagai hasil bumi seperti sayuran
dan buah-buahan yang digunakan untuk hiasan gunungan. Upacara ini
sebagai ungkapan syukur atas pemberian Tuhan Yang Maha Kuasa
sehingga manusia sepatutnya menjaga alam untuk tetap lestari, karena
hanya dengan kondisi alam yang baik maka manusia mendapat manfaat
hasil dari sumber daya alam yang ada.

D. Implementasi Nilai yang Terkandung dalam


Upacara Tradisional Susuk Wangan Bagi Masyarakat Desa Setren
1. Implementasi Nilai Solidaritas Sosial
Solidaritas sosial masyarakat untuk kepentingan bersama sering
dikenal dengan istilah gugur gunung. Karja bakti atau gugur gunung
merupakan kegiatan yang cukup menonjol di kehidupan masyarakat Desa
Setren, kegiatan ini bertujuan untuk menggalang solidaritas dan sistem
moral sebagai dasar tingkah laku masyarakat. Di dalam kegiatan ini tidak
mengenal adanya ketentuan-ketentuan (tidak tertulis atau tidak mengikat
menjadi suatu peraturan), namun kegaitan ini mengandung unsur
keharusan atau kewajiban masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
ini. Sebagai contoh kerja bakti yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Setren antara lain: membangun balai desa, membangun balai dusun,
membangun pos ronda, memperbaiki jalan desa, memperbaiki pagar dan
gapura desa. Kegiatan ini tidak memandang status sosial atau jabatan yang
dimilki oleh sesorang dalam masyarakat, setiap warrga masyarakat
memilki hak dan kewajiban yang sama dalam berpartisipasi. Kegiatan
bersama yang dilakukan oleh masyarakat Desa Setren sebagai bentuk
solidaritas sosial yang ertak kaitannya dengan upacara yang dilakukan
bersama oleh masyarakat diantaranya: membersihkan petilasan yang ada
di Desa Setren, membersihkan makam, membersihkan sungai, bersih desa
dan lain sebagainya. Kegiatan tersebut dinilai sebagai suatu tindakan yang
positif karena dengan diadakannya upacara tersebut maka lingkungan
commit to user
menjadi terjaga kelestariannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

93

Implementasi dari kegiatan Upacara Tradisional Susuk Wangan


juga jelas terlihat bagi masyarakat Desa Setren, masyarakat Desa Setren
bersama-sama membangun saluran air dari sumber mata air menuju desa
Setren, membuat bak-bak penampungan air, membuat pintu air yang
digunakan untuk mengaliri persawahan, membersihkan sumber mata air
dan sungai yang mengalir di desa Setren sehingga terjaga kelestariannya.
Melalui upacara tersebut masyarakat merasa memilki kewajiban untuk
menjaga dan merawat pemberian Tuhan kepada masyarakat Desa Setren
yang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Masyarakat Desa
Setren meyakini dengan membersihkan saluran air, membersihkan sungai,
menjaga hutan secara tidak langsung masyarakat telah menjaga
keberlangsungan hidup warga terlebih lagi masyarakat Desa Setren dapat
terhindar dari bencana banjir yang dulu pernah melanda Desa Setren.
Masyarakat Desa Setren sebagian besar bermatapencaharian
sebagai petani. Solidaritas sosial yang diwujudkan oleh masyarakat Desa
Setren dalam implementasi kehidupan sehari-hari berkaitan dengan
kehidupan sosialnya. Dalam kegiatan sosial sehari-hari masyarakat Desa
Setren mengenal istilah prayakan dan sambatan. Prayakan merupakan
istilah dalam pertanian bagi masyarakat Desa Setren yang artinya
ditandangi wong akeh, bebarengan dikerjakan bersama (wawancara
dengan Sumi, penduduk asli dan petani Desa Setren pada tanggal 27
Januari 2013).
Masyarakat Desa Setren mengerjakan lahan pertanian secara
bersama-sama. Sistem prayakan biasanya pekerjaan yang dilakukan
adalah pekerjaan pertanian yang membutuhkan waktu singkat tetapi dapat
dikerjakan banyak orang yaitu dilakukan hanya dalam sekesuk (sewaktu
pagi) atau sesore (sewaktu sore saja) saja. Pekerjaan yang dilakukan
diantaranya matun (menyiangi), macul, ngawu-awu dan ngluku. Waktu
yang digunakan tidak begitu lama dan dikerjakan oleh orang banyak maka
dalam sistem prayakan masyarakat hanya diberi minuman serta makanan
commit
oleh pemilik sawah tersebut. to user
Sebagai contoh sistem prayakan adalah pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

94

saat proses penaburan benih atau ngawu-awu harus cepat diselesaikan,


sehingga petani harus mengarahkan tenaga yang lebih banyak. Tenaga
kerja biasanya diambil dari anggota keluarga sebagai tenaga kerja inti dan
tetangga yang pernah atau nanti akan mendapat giliran dibantu. Fungsi
prayakan untuk mengerahkan tenaga kerja agar di dalam melakukan suatu
kegiatan tertentu cepat terselesaikan, sebab kondisi Desa Setren sangat
tergantung dengan keadaan alam, khusunya curah hujan. Dengan demikian
masyarakat memilki hak dan kewajiban untuk saling membantu
(resiprositas).
Masyarakat Desa Setran juga memilki mekanisme tersendiri untuk
mengatur pengairan sawah mereka. Di Desa Setren ada seorang Jaga Tirta
yang bertugas membagi aliran air yang digunakan untuk mengairi sawah,
Jaga Tirta juga bertugas membuka dan menutup pintu air yang menuju
persawahan masyarakat. Setiap dusun di Desa Setren memilki perwakilan
menjadi Jaga Tirta. Pembagian dibuat seadil-adilnya berdasarkan
musyawarah bersama dengan masyarakat, khususnya para petani yang
memilki sawah. Setiap selapan sekali para petani dan Jaga Tirta
berkumpul bersama untuk mengatur pengairan bagi sawah mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa solidaritas yang terjalin di dalam masyarakat Setren
begitu erat, kegiatan yang demikian ini perlu dijaga untuk mempererat rasa
kebersamaan dan kerukunan di dalam masyarakat.
Sistem Sambatan atau tulung tinulung yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Setren adalah pekerjaan di luar bidang pertanian
misalnya mendirikan rumah. Di Desa Setren hampir semua masyarakatnya
bila mendirikan atau memperbaiki rumah akan mengundang orang lain
atau tetangga untuk membantu. Di dalam mengerjakan sistem sambatan,
masyarakat Desa Setren yang tergabung di dalamnya biasanya
mengerjakan pekerjaan yang diinginkan oleh yang menyambat (yang
meminta tolong) selama sehari penuh berbeda dengan sistem prayakan
yang hanya sekesuk atau sesore. Orang yang menyambat atau meminta
commit
bantuan selama sehari penuh to user
memberi makan pekerja sambatan sebanyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

95

tiga kali. Di dalam kegiatan ini, yang ikut berpartisipasi kebanyakan


adalah orang laki-laki, karena bahan yang digunakan untuk membangun
rumah pada umumnya membutuhkan tenaga laki-laki seperti menaikkan
molo, menata atap dan lain sebagainya. Para wanita biasanya ikut
membantu mempersiapkan makanan dan minuman. Berdasarkan
wawancara dengan salah satu warga Desa Setren bahwa saat mendirikan
rumah, Pak Soma dibantu oleh masyarakat di sekitarnya dan sanak
saudara. Selanjutnya Pak Soma mengatakan, bila waktu itu tidak ada yang
membantu dan harus mengeluarkan biaya sebagai ongkos mendirikan
rumah mungkin rumah ini tidak bisa berdiri (wawancara dengan Soma
Wiyono, penduduk asli Desa Setren pada tanggal 27 Januari 2013).
Masyarakat Desa Setren juga mengenal adanya kegiatan arisan
yang dilakukan setiap selapan sekali. Hampir setiap RT memilki
kelompok arisan. Tempat yang digunakan untuk arisan adalah semua
anggota arisan yang digilir sesuai kesepakatan. Selain kegiatan sosial
dalam bentuk arisan masyarakat juga mengenal kegiatan sosial yang
berkaitan dengan upacara lingkaran hidup yaitu siklus hidup sesorang
sejak masih dalam kandungan hingga meninggal dunia. Solidaritas sosial
masyarakat Desa Setren dalam kegiatan upacara terlihat dari kerelaan
tetangga untuk datang dan membantu segala yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan upacara. Walaupun secara materi tidak mendapat imbalan
atau upah namun dengan sukarela mereka membantu uapacara atau
selamatan tersebut. Hal ini nampak pada pandangan hidup masyarakat
Desa Setren sebagai bagian dari masyarakat Jawa yaitu “sopo nandur
bakal ngunduh wohe, wohe nandur kabecikan bakal ngunduh kabecikan
saka wong liya”. Masyarakat Desa Setren tidak menilai pekerjaan itu
dengan uang atau materi, namun hanya menginginkan perasaan tenteram
dalam kehidupannya di dalam bermasyarakat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

96

Solidaritas sosial di dalam masyarakat dapat mengekang sifat


individualisme, kesadaran kolektif yang diterapkan oleh masyarakat Desa
Setren melaaui kegiatan yang dilakukan bersama sehingga dapat
memperkecil jurang antara si kaya dengan si miskin. Kesepakatan yang
telah berlaku di dalam masyarakat Desa Setren kiranya akan menjaga
solidaritas sosial yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar membangun
kehidupan masyarakat Desa Setren untuk lebih maju dan sejahtera.

2. Implementasi Nilai Pelestarian Lingkungan


Masyarakat Desa Setren merupakan bagian dari masyarakat yang
hidup berbatasan langsung dengan hutan atau tepi hutan yang biasa disebut
dengan Masyarakat Desa Hutan. Dalam upaya menjaga, memelihara dan
melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan masyarakat Jawa yang
bertempat tinggal di sekitar hutan memiliki kebiasaan-kebiasaan dalam
hidupnya untuk mencari keselarasan dan keseimbangan dengan
lingkungan hidup. Semuanya ini tercermin dari falsafah dengan ungkapan
hamemayu hayuning bawono.
Upaya menjaga kelestarian lingkungan adalah wujud nyata
memayu bayuning bawono, yang dimaksudkan adalah suatu usaha
mempercantik atau memperindah alam dunia yang manifestasinya
membangun keadaan lingkungan hidup. Dengan demikian ungkapan
memayu bayuning bawono, secara implisit memiliki nilai yang bermanfaat
sebagai pedoman masyarakat dalam upaya menjaga, memelihara dan
melestarikan hutan. Hutan bagi masyarakat Desa Setren merupakan simbol
keberlangsungan kehidupannya. Di dalam Hutan Girimanik terdapat
sumber mata air (umbul) yang dimanfaatkan masyarakat Desa Setren
untuk kehidupan sehari-hari.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

97

Salah satu wujud kearifan lokal masyarakat Desa Setren yang


bertempat tinggal di sekitar hutan terhadap lingkungan ditunjukkan dengan
menjadikan hutan sebagai tempat yang dikeramatkan. Hutan dikaitkan
dengan hal-hal yang dianggap mistis yang berfungsi sebagai pengendali
segala aktivitas manusia yang berhubungan dengan tempat tersebut.
Masyarakat Desa Setren mempercayai bahwa di dalam Hutan Girimanik
terdapat tempat-tempat yang dianggap sakral dengan adanya Riwayat
Hutan Girimanik. Ketaatan yang diwariskan secara turun-temurun
menjadikan hutan agar tetap lestari. Menurut Effendi, “Hutan bagi
masyarakat (Jawa) merupakan simbol keberlangsungan kehidupannya
(2011:165). Selaras dengan Koentjaraningrat yang menyatakan bahwa
“Dalam menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam sekitarnya,
masyarakat (Jawa) memiliki kepercayaan tertentu yang berhubungan
dengan kekuatan superanatural” (1974:221).
Menurut Wirawan hubungan yang seimbang antara manusia
dengan lingkungan akan menyajikan kehidupan yang harmonis sehingga
manusia dan lingkungan merupakan gambaran hidup sistemis sempurna
yang pada dasarnya untuk kepentingan manusia itu sendiri (Ridwan,
2007:1). Dalam mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya
untuk mencapai keselarasan hidup masyarakat Jawa memiliki kearifan
tradisional atau lokal di dalam menjaga lingkungan sekitarnya. Untuk
mendapatkan keselamatan, ketentraman dan menjaga kelestarian kosmos
masyarakat Desa Setren melaksanakan upacara tradisional.
Upacara Tradisional Susuk Wangan merupakan salah satu unsur
budaya dan upaya manusia untuk menjaga kelestarian serta keseimbangan
dengan lingkungan, sosial maupun alam sekitarnya. Tradisi yang
berlangsung dalam masyarakat ada yang dianggap bermakna religius oleh
masyarakat pendukungnya. Karena tindakan tersebut diwujudkan dalam
upacara keagamaan yang bersifat keramat dalam tujuannya mencari
hubungan dengan Tuhan, Dewa ataupun dengan kekuatan gaib.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

98

Pada umumnnya upacara tersebut merupakan rangkaian lambang


yang dapat berupa benda materi, kegiatan fisik, dan kejadian-kejadian
tertentu. Terkait dengan implementasi pelestarian lingkungan melalui
Upacara Tradisional Susuk Wangan bagi masyarakat Desa Setren
diantaranya dengan menjaga sumber mata air (umbul) dengan menanam
tanaman yang dapat meresap dan menjaga ketersediaan air.
Masyarakat Desa Setren juga membersihkan saluran air (wangan)
dan sungai yang mengalir ke Desa Setren dari kotoran dan sampah. Selain
itu, masyarakat Desa Setren tidak sembarangan menebang pohon dan
satwa liar yang ada di dalam hutan Girimanik. Upacara Tradisional Susuk
Wangan untuk menjaga hutan dan air agar tetap terjaga dan bisa
dimanfaatkan terus menerus oleh masyarakat (wawancara dengan
Apriyana, warga Desa Setren pada tanggal 27 Januari 2013).
Rangkaian Upacara Tradisional Susuk Wangan mulai dari
persiapan hingga akhir upacara menunjukkan bahwa manusia harus
menghargai lingkungannya selain itu upacara ini juga menunjukkan
adanya keakraban hubungan antara manusia dengan lingkungan. Mitos
yang dipercaya oleh masyarakat Desa Setren tentang adanya Riwayat
Hutan Girimanik merupakan kekuatan tradisi yang dimiliki masyarakat
Desa Setren untuk menjaga alam yang diwujudkan melalui Upacara
Tradisional Susuk Wangan. Masyarakat Desa Setren percaya jika
masyarakat merusak apa yang ada di dalam hutan maka akan mendapatkan
celaka (wawancara dengan Hariyadi, tokoh masyarakat Desa Setren pada
tanggal 8 November 2012).
Menurut Effendi nilai penting yang dimiliki masyarakat dalam
aktivitas yang berhubungan dengan eksplorasi dan ekploitasi alam. Nilai
budaya yang berupa kearifan manusia dalam mengelola alam yang
diyakini sebagai cara paling ampuh dalam mengelola alam (2011). Dalam
menjaga kelestarian hutan Girimanik sehingga tetap terjaga kelestariannya
masyarakat Desa setren bekerjasama dengan PT.PERHUTANI
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

99

membentuk suatu kelompok yang dinamakan Lembaga Masyarakat Desa


Hutan (LMDH).
LMDH Girimanik dibentuk pada tanggal 3 Februari 2003.
Meskipun belum dibentuk ADART namun kelembagaan LMDH sudah
berjalan dengan adanya pertemuan pengurus dan anggota yang
dilaksanakan setiap 40 hari sekali. LMDH dibentuk untuk mengontrol
kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan hutan, dengan dibentuknya
LMDH maka pemanfaatan hutan oleh masyarakat lebih teraarah dan
mempermudah kontrol kerja pihak PT.PERHUTANI terhaadap hutan
Girimanik. Berdasarkan wawancara dengan Mantri Hutan Girimanik
bahwa LMDH merupakan kumpulan dari masyarakat di sekitar hutan
yang dibina oleh Perhutani. Tugas LMDH meliputi masalah tanaman,
keamanan, pemeliharaan dan semua kegiatan Perhutani termasuk produksi
hutan juga berkaitan dengan LMDH. LMDH Girimanik berdiri tahun
2003. Kinerja nyata adalah setiap bulan sekali LMDH mengadakan
pertemuan untuk membahas kagiatan yang akan dilakukan (wawancara
dengan Mastur, Staff PT.PERHUTANI Watu Kempul Giri Manik, pada
tanggal 27 Januari 2013 ).
Langkah nyata LMDH adalah menangani perencekan ( mencari
kayu bakar di dalam hutan) dikendalikan, karena meskipun kayu tumbang
tidak bisa diambil. Melalui LMDH masyarakat mengetahui mana kayu
yang boleh dimanfaatkan atau tidak. Melalui LMDH masyarakat
mendapatkan sharing getah pinus sesuai dengan kesepakatan antara
PT.PERHUTANI dan LMDH Girimanik.
Berdasarkan laporan dari tahun 2005-2007 LMDH mendapatkan
hasil sharing getah pinus sebesar Rp 9.201.874,00 yang diigunakan untuk
melengkapi administrasi lembaga, dibagikan pada pengurus dan anggota,
biaya koordinasi, dipinjamkan kepeda anggota berupa ternak kambing dan
sebagian disimpan sebagai kas LMDH. Dengan dibentuknya LMDH maka
masyarakat Desa setren dapat memenfaatkan hasil hutan dengan bijaksana
commithutan.
dengan tidak merusak ekosistem to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

100

Hutan Girimanik adalah hutan lindung, meskipun telah dibuka


menjadi Objek Wisata namun kelestarian hutan ini harus benar-benar
dijag. Di dalam hutan ini terdapat tanaman langka seperti kayu lotrok,
kayu liwung, berbagai macam jenis tanaman anggrek, pohon pinang alam,
pohon piji. Selain itu juga ada satwa langka diantaranya burung elang, kera
ekor panjang. Untuk mengatur kinerja LMDH maka dibentuk susunan
Organisasi yang menjadi kesepakatan bersama antara PT.PERHUTANI
dengan LMDH.
Berdasarkan kinerja LMDH Girimanik dapat diketahui bahwa
selaku pelindung adalah Kepala Desa Setren dan dalam tugasnya dibantu
oleh Penasehat yaitu KRPH Watu Kempul. Organisasi LMDH Girimanik
dalam kegiatannya diketuai oleh Pono Marto Wiyono sebagai ketua satu
dan Hartono sebagai ketua dua yang bertugas mengkoordinir kinerja
anggotanya dan mempimpin pelaksanaan kegiatan organisasi. Dalam
melaksanakan tugasnya ketua dibantu oleh sekretaris yaitu Tarso dan
Warjo serta dua orang bendahara yaitu Miskan dan Satimo.
Organisasi LMDH juga dibentuk seksi-seksi diantaranya seksi
perencanaan yang bertugas merencanakan kegiatan yang akan dikerjakan,
seksi sarana yang bertugas menjaga dan memelihara sarana dan prasarana
yang digunakan untuk menunjang kegiatan LMDH, seksi keamanan yang
bertugas untuk menjaga keamanan hutan, seksi budidaya bertugas
membudidayakan tanaman yang ada di hutan, serta seksi bagi yang
bertugas membagikan hasil pendapatan yang diperoleh LMDH kepada
anggota. Organisasi LMDH ini juga dibantu oleh pembantu umum yang
bertugas untuk memberikan kritik, saran serta pendapat demi kemajuan
LMDH Girimanik. Secara garis besar Organisasi Lembaga Masyarakat
Desa Hutan Girimanik peneliti gambarkan sebagai berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

101

Gambar 4.1 Struktur Organisasi LMDH “Girimanik” Desa Setren,


Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri

Pelindung Penasehat
Kepala Desa Setren KRPH Watu Kempul

Ketua
Pono Marto Wiyono

Sekretaris Bendahara
1. Tarso 1. Miskan Seksi-Seksi
2. Warjo 2. Satimo

Perencanaan Sarana Keamanan Budidaya Bagi


1. Parto 1. Kasimun 1. Pardi 1. Senen 1. Sadi
2. Sarto 2. Paiman 2. Rimi 2. Karyo 2. Mariman
no
(Sumber : Organisasi LMDH Girimanik, 2012)

Upaya masyarakat Desa Setren dalam menjaga pelestarian


lingkungan juga diwujudkan oleh Kepala Desa Setren dengan
mengeluarkan Perdes tentang Lingkungan Hidup yang disinkronkan
dengan LMDH (wawancara dengan Sri Purwanti selaku Kepala Desa
Setren pada tanggal 30 Januari 2013).
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya atau kegiatan
pencegahan, penanggulangan atau pemulihan pencemaran serta perusakan
lingkungan meliputi perencanaan, penataan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, monitoring, evaluasai dan pengawasan (Peraturan Desa Setren
Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri Nomor 4 Tahun 2011).
Berkenaan dengan lingkungan, nilai luhur yang dapat dijadikan kajian dari
commit to user
sebuah masyarakat adalah kebijaksanaan lokal atau kearifan lokal dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

102

melakukan pengelolaan lingkungannya. Pernyataan tersebut selaras


dengan Peraturan Desa Setren Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri
Nomor 4 Tahun 2011 bahwa “Salah satu cara untuk menjaga
keberlangsungan lingkungan hidup didasarkan pada nilai-nilai kearifan
lokal dan budaya lokal”. Manusia merupakan kunci perubahan dalam
lingkungannya karena manusia dengan segala tingkah lakunya mampu
mempengaruhi kelangsungan hidup seluruh makhluk yang ada, tetapi
melalui lingkungannya pula tingkah laku manusia ditentukan sehingga
sebenarnya ada hubungan timbal balik yang seimbang antara manusia
dengan lingkungannya.
Masyarakat Desa Setren mentaati peraturan yang ada di dalam
Peraturan Desa karena peraturan ini merupakan kesepakatan bersama
masyarakat Desa Setren. Adanya sanksi jika melanggar peraturan tersebut
menjadikan warga berfikir dua kali untuk melanggarnya selain itu
masyarakat Desa Setren juga memilki kesadaran secara pribadi untuk
menjaga lingkungan Desa Setren dengan sebaik-baiknya. Bahkan
peraturan ini tertulis dalam papan peraturan yang terletak di gerbang
masuk menuju Desa Setren.
Organisasi LMDH dan Peraturan Desa Setren merupakan realisasi
nyata masyarakat Desa Setren dalam menjaga kelestarian lingkungan Desa
Setren. Kearifan masyarakat Desa Setren terhadap lingkungan sekitarnya
dapat dilihat dari bagaimana perlakuan kita terhadap benda-benda,
tumbuhan, hewan dan apapun yang ada di lingkungan Desa Setren.
Upacara Tradisional Susuk Wangan merupakan salah satu bentuk
kearifan yang dimilki oleh masyarakat Desa Setren. Upacara ini
merupakan media pelestarian lingkungan oleh masyarakat Desa Setren
maka upacara ini dipertahankan hingga sekarang. Masyarakat Desa Setren
dengan kebijaksanaan lokal yang dimilkinya terbukti mampu menjaga
alam. Hal ini dibuktikan dengan terjaganya hutan Girimanik yang memilki
kekayaan alam berupa tanaman dan satwa langka serta sumber mata air
(umbul) yang tetap terjagacommit to user
kondisinya dengan baik hingga sekarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

103

Kepercayaan di dalam masyarakat Desa Setren tentang mitos


Hutan Girimanik menjadikan hutan, sungai, sumber mata air dan
lingkungan yang ada di Desa Setren benar-benar terjaga. Rangkaian
Upacara Tradisional Susuk Wangan mengandung ajaran moral bagi
masyarakat Desa Setren untuk menjaga lingkungannya. Ajaran moral
tersebut mengajarkan bahwa manusia harus menghormati dan menjaga
lingkungan sekitarnya.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai