Anda di halaman 1dari 173

BAB 1

Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

TUGAS AKHIR

PENGARUH PERKEMBANGAN KOTA SURAKARTA


TERHADAP PERMUKIMAN DI KAWASAN SOLOBARU

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Strata-1


Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh :
Panganti Widi Astuti
NIM. I 0606034

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

1
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan kota merupakan perubahan yang dialami oleh daerah
perkotaan pada aspek-aspek kehidupan dan penghidupan, seperti kondisi fisik,
perekonomian, sosial dan kemasyarakatan. Perkembangan kota didefinisikan
sebagai proses perubahan keadaan ke keadaan lain dalam kurun waktu yang
berbeda (Yunus, 1978). Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh
meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah
perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang. Oleh karena itu, kota
sebagai perwujudan geografis selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu
(Yunus, 1987).
Perkembangan kota-kota di Indonesia yang semakin pesat dewasa ini
membawa banyak perubahan pada kondisi internal kota. Perkembangan kota di
Indonesia mulai dirasakan sejak dekade 1950an yang merupakan masa transisi
dari masa penjajahan ke masa kemerdekaan (Sujarto, D, 2005 dalam tesis Ilyas
Ali, 2006). Hal-hal yang tampak nyata sebagai dampak dari perkembangan kota
adalah pesatnya perkembangan penduduk, tingginya angka kepadatan penduduk,
pesatnya perkembangan daerah terbangun, serta tingginya kebutuhan akan
fasilitas dan utilitas kota termasuk kebutuhan akan perumahan.
Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin bertambahnya
penduduk dengan segala aspek kehidupannya akan mengakibatkan kota tidak lagi
dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena itu, akan mengakibatkan
terjadinya proses densifikasi permukiman di dearah pinggiran kota dengan
berbagai dampaknya. Terbatasnya wilayah administrasi kota akan mengakibatkan
adanya kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi kota ke daerah pinggiran kota
(urban fringe) yang disebut dengan proses perembetan kenampakan fisik
kekotaan ke arah luar (urban sprawl) (Kustiwan dan Anugrahani, 2001; Giyarsih,
2001). Akibat selanjutnya di daerah pinggiran kota akan mengalami proses
transformasi spasial berupa proses densifikasi permukiman dan transformasi

2
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

sosial ekonomi sebagai dampak lebih lanjut dari proses transformasi spasial.
Proses densifikasi permukiman yang terjadi di daerah pinggiran kota merupakan
realisasi dari meningkatnya kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan.
Dahulu, Kota Surakarta merupakan satu kesatuan wilayah pemerintahan
Kasunanan dengan Kabupaten Sukoharjo, Sragen, Boyolali, dan Klaten. Namun,
dengan keluarnya Penetapan Pemerintah Nomor : 16/SD tanggal 15 Juli 1946,
maka secara formal wilayah pemerintahan Kasunanan sudah tidak ada lagi, dan
wilayah-wilayahnya menjadi wilayah Karesidenan Surakarta. Kemudian
Karesidenan Surakarta menjadi Kota Surakarta yang wilayahnya meliputi 5
kecamatan yakni Kecamatan Jebres, Banjarsari, Serengan, Pasar Kliwon, dan
Laweyan.
Kota Surakarta merupakan kota menengah yang mengalami
perkembangan di seluruh bagian kotanya. Dalam penelitian ini, perkembangan
Kota Surakarta yang dimaksud adalah perkembangan fisik, sosial, dan ekonomi.
Indikator perkembangan Kota Surakarta salah satunya dapat dilihat dari aspek
sosial yakni jumlah penduduknya yang mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Jumlah penduduk tahun 1975 yaitu 426.032 jiwa sedangkan tahun 1985
sejumlah 502.150 jiwa, dari data tersebut terlihat bahwa dalam dekade 10 tahun
yakni tahun 1975-1985, jumlah penduduk Kota Surakarta mengalami
pertambahan sebesar 76.118 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk tahun 1995 yaitu
533.628 jiwa sehingga dapat dilihat bahwa tahun 1985-1995 jumlah penduduk
Kota Surakarta mengalami peningkatan sebesar 31.478 jiwa. Jumlah penduduk
tahun 2005 sejumlah 560.046 jiwa sehingga dapat dilihat peningkatan jumlah
penduduk yang terjadi selama kurun waktu 10 tahun (1995-2005) sebesar 26.418
jiwa (Surakarta dalam Angka Tahun 1975-2005).
Pertambahan penduduk dari tahun ke tahun tersebut mempengaruhi
adanya perkembangan fisik Kota Surakarta. Perkembangan fisik Kota Surakarta
disebabkan karena adanya pertambahan penduduk dan aktivitas sosial ekonomi
penduduk. Semakin bertambahnya penduduk Kota Surakarta maka kebutuhan
akan ruang semakin bertambah. Kebutuhan ruang ini tidak hanya untuk perluasan
permukiman tetapi juga untuk kegiatan perekonomian, sosial dan lingkungan. Hal

3
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

tersebut mengakibatkan adanya konversi lahan dari lahan tak terbangun menjadi
lahan terbangun. Luas lahan terbangun tahun 1975 di Kota Surakarta adalah
2.868,16 Ha sedangkan luas lahan terbangun tahun 2005 adalah 3.521,85 Ha
(Surakarta dalam Angka Tahun 1975-2005). Dari data tersebut dapat dilihat
bahwa konversi lahan tak terbangun menjadi terbangun yang terjadi dalam dekade
30 tahun (tahun 1975-2005) di Kota Surakarta adalah sebesar 653,69 Ha
Perubahan penggunaan lahan ini menunjukkan adanya indikasi perkembangan
fisik Kota Surakarta.
Perkembangan ekonomi Kota Surakarta salah satunya ditunjukkan dengan
peningkatan PDRB Kota Surakarta dari tahun ke tahun. Pada tahun 1975 tingkat
PDRB Kota Surakarta mencapai 32.547,768 juta. Angka tersebut meningkat pada
tahun 1990 hingga mencapai 386.649,904 juta dan tahun 2005 menjadi
3.858.169,670 juta. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan ekonomi Kota
Surakarta semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Sedangkan perkembangan permukiman di Kota Surakarta dapat dilihat
dari adanya peningkatan luas lahan permukiman di seluruh wilayah kota. Luas
lahan permukiman di Kota Surakarta tahun 1975 yaitu 2.868,16 Ha, sedangkan
luas lahan permukiman tahun 1996 meningkat menjadi 3.372,4849 Ha. Namun,
pada tahun 2005 luas permukimannya menurun menjadi 2.707,27 Ha (Surakarta
dalam Angka Tahun 1975-2005). Sehingga dapat dilihat dalam kurun waktu 30
tahun yakni tahun 1975-2005, luas lahan permukiman di Kota Surakarta
mengalami kenaikan namun setelah tahun 1997 luasnya mengalami penurunan.
Perkembangan permukiman yang signifikan dalam dekade 30 tahun tersebut
terjadi pada tahun 1980 ketika Kota Surakarta mengalami pemekaran fisik kota
(perembetan fisik kota) karena dampak dari urbanisasi dan industrialisasi yang
terjadi pada tahun 1970an di Kota Surakarta.
Berdasarkan studi tim P2KT (Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada
tahun 2000 Kota Surakarta mengalami pemekaran kota seluas ±12000 ha yang
terjadi pada hinterlandnya yakni seluas ±7000 ha pada Kabupaten Sukoharjo
(Baki, Grogol, dan Kartasura) dan seluas ±5000 ha pada Kabupaten Karanganyar
(Ngringo dan Colomadu). Hal ini menunjukkan bahwa pemekaran Kota Surakarta

4
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

lebih banyak berkembang mengarah ke bagian selatan yakni Kabupaten


Sukoharjo.
Pemekaran kota ini ditandai dengan mulai menjamurnya pembangunan
perumahan (real estate, perumnas, komplek hunian baru) di hinterland Kota
Surakarta termasuk di Kabupaten Sukoharjo. Pembangunan perumahan di
pinggiran Kabupaten Sukoharjo ini merupakan limpahan dari adanya pertambahan
lahan permukiman di Kota Surakarta. Pembangunan perumahan di pinggiran
Kabupaten Sukoharjo yang paling terlihat adalah di Kawasan Solobaru. Kawasan
Solobaru menjadi daerah limpahan pertambahan kebutuhan lahan permukiman
Kota Surakarta karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Kota Surakarta dan
topografinya yang cenderung lebih sama dengan Kota Surakarta bila
dibandingkan dengan daerah hinterland Kota Surakarta yang lainnya. Berdasarkan
sejarah dari Kawasan Solobaru, pembangunan perumahan di Kawasan Solobaru
dimulai pada tahun 1987 oleh PT. Pondok Solo Permai (PSP). PT. Pondok Solo
Permai (PSP) yang awalnya berencana hanya membangun perumahan, kemudian
timbul gagasan baru untuk menciptakan kota baru. Akhirnya rencana
pembangunan perumahan dirubah menjadi menciptakan kota baru yang diberi
nama kota mandiri Solobaru dengan luas 1.075 Ha. Hingga kini kota mandiri
Solobaru terus berkembang dan perkembangan wilayahnya disebut dengan
Kawasan Solobaru yang meliputi dua kecamatan yakni kecamatan Baki dan
Grogol (RUTRK Solobaru tahun 1990-2010). Perkembangan Kawasan Solobaru
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal di Kawasan Solobaru tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor eksternal dari Kawasan Solobaru yakni adanya
pembangunan Kota Surakarta yang pesat sebagai akibat dari perkembangan Kota
Surakarta.
Adanya perkembangan Kawasan Solobaru merupakan dampak dari
perkembangan Kota Surakarta baik secara fisik maupun non fisik. Perkembangan
Kota Surakarta menjadikan Kawasan Solobaru sebagai daerah limpahan
kebutuhan permukiman Kota Surakarta. Hingga kini permukiman di Kawasan
Solobaru terus berkembang seiring dengan perkembangan Kota Surakarta.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka tujuan umum dari

5
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perkembangan Kota Surakarta


terhadap permukiman di Kawasan Solobaru.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah dari penelitian yang dilakukan adalah bagaimana pengaruh
perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru.

1.3 Tujuan dan Sasaran


1.3.1 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Mengetahui variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang
dominan berpengaruh terhadap perkembangan permukiman di Kawasan
Solobaru.
2. Mengetahui bagaimana pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap
fisik, ekonomi, dan sosial permukiman di Kawasan Solobaru.
1.3.2 Sasaran
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan sasaran penelitian sebagai berikut :
1. Mengetahui perkembangan luas permukiman di Kota Surakarta dan Kawasan
Solobaru (tahun 1975-2005).
2. Mengetahui perkembangan jumlah rumah di Kota Surakarta dan Kawasan
Solobaru (tahun 1975-2005).
3. Mengetahui perkembangan jumlah sarana pendidikan, kesehatan, dan
perdagangan di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).
4. Mengetahui perkembangan prasarana jalan di Kota Surakarta dan Kawasan
Solobaru (tahun 1975-2005).
5. Mengetahui perkembangan tingkat ekonomi (PDRB) Kota Surakarta dan
Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).

6
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

6. Mengetahui perkembangan jumlah penduduk Kota Surakarta dan Kawasan


Solobaru (tahun 1975-2005).
7. Mengetahui perkembangan interaksi sosial budaya masyarakat di Kawasan
Solobaru.
8. Mengetahui besaran pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta secara
bersama-sama terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.
9. Mengetahui besaran pengaruh setiap variabel perkembangan Kota Surakarta
terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.

1.4 Batasan Penelitian


Batasan wilayah penelitian yaitu Kawasan Solobaru seluas 5174 Ha yang
terdiri dari 2 kecamatan yakni kecamatan Baki dan Grogol (mengacu pada
Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Solobaru tahun 1990-2010) sebagai
kawasan yang perkembangannya dipengaruhi oleh Kota Surakarta dan Kota
Surakarta sebagai kota yang mempengaruhinya. Batasan wilayah penelitian
disajikan dalam peta berikut ini :

7
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Peta 1.1 Peta Orientasi Kawasan Solobaru terhadap Kota Surakarta


8
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Lingkup materi penelitian yaitu mengenai pengaruh fisik, ekonomi, dan


sosial dari perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan
Solobaru.
Batasan waktu yang digunakan dalam penelitian adalah perkembangan
kota tahun 1975-2005 karena berdasarkan sejarah Kota Surakarta, pada tahun
1970an terjadi urbanisasi dan industrialisasi yang berdampak pada pemekaran
kota sehingga pada tahun 1987 menjadi awal terbentuknya Kawasan Solobaru.

1.5 Kerangka Pikir


Pola pikir yang mendasari perumusan penelitian ini selengkapnya dapat
dilihat pada gambar bagan berikut :

34
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Perkembangan Kota Surakarta

Perubahan Sosial
Pertambahan Pertambahan Perubahan Sosial
Ekonomi
Penduduk Alamiah Penduduk Migrasi Budaya Penduduk
Penduduk Kota
Kota Surakarta Kota Surakarta Kota Surakarta
Surakarta

Pertambahan Penduduk Perkembangan Masyarakat (Sosekbud) Kota


Kota Surakarta Surakarta

Perubahan Sosial, Ekonomi, Fisik


Kota Surakarta

Trend Perkembangan
Kota Surakarta

Dampak Terhadap Berbagai Aspek Kota

Peningkatan Kebutuhan Kota


Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap

Kebutuhan Ruang
Kota
Permukiman di Kawasan Solobaru

Perkembangan
Intensifikasi Ekstensifikasi
Kawasan Solobaru

Perubahan Sosial Perubahan Sosial


Pertambahan Pertambahan
Budaya Penduduk Ekonomi
Penduduk Alamiah Penduduk Migrasi
Kawasan Penduduk Kawasan
Kawasan Solobaru Kawasan Solobaru
Solobaru Solobaru

Pertambahan Penduduk Perkembangan Masyarakat (Sosekbud) Kawasan


Kawasan Solobaru Solobaru

Perubahan Sosial, Ekonomi, Fisik


Kawasan Solobaru

Trend Perkembangan
Kawasan Solobaru

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

1.6 Sistematika Penulisan


TAHAP 1 PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
sasaran penelitian, batasan penelitian, kerangka pikir penelitian dan
sistematika penulisan.

35
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

TAHAP 2 LANDASAN PUSTAKA


Berisi tentang pengertian perumahan dan permukiman,
pertambahan penduduk (urbanisasi), teori perkembangan kota,
teori pemekaran kota, teori kebutuhan manusia terhadap hunian,
teori perumahan dan permukiman, teori bermukim, teori interaksi
desa-kota.
TAHAP 3 METODOLOGI PENELITIAN
Berisi mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Baik
itu metode dalam pengumpulan data maupun metode dalam
analisis.
TAHAP 4 TINJAUAN OBYEK KOTA SURAKARTA DAN KAWASAN
SOLOBARU
Berisi sejarah perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan
Solobaru (tahun 1975-2005), data luas permukiman di Kota
Surakarta dan Kawasan Solobaru, data jumlah sarana perkotaan
(pendidikan, kesehatan, perdagangan) di Kota Surakarta dan
Kawasan Solobaru, data kependudukan, ekonomi, dan sosial
masyarakat Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru.
TAHAP 5 KAJIAN PENGARUH PERKEMBANGAN KOTA
SURAKARTA TERHADAP PERMUKIMAN DI KAWASAN
SOLOBARU
Berisi diskripsi kecenderungan perkembangan fisik, ekonomi, dan
sosial Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005),
pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap fisik, ekonomi,
dan sosial permukiman di Kawasan Solobaru, serta analisis jalur
(path analisys) untuk mengetahui besaran pengaruh perkembangan
Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru.
TAHAP 6 PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran.
BAB 2
LANDASAN PUSTAKA

36
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

2.1 Pengertian Pengaruh


a. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (2002, 849), pengaruh adalah daya yang
ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak,
kepercayaan, atau perbuatan seseorang.
b. Menurut Badudu dan Zain (2004, 1031), pengaruh adalah :
 Daya yang menyebabkan sesuatu yang terjadi.
 Sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.
 Tunduk atau mengikuti karena kuasa atau kekuatan orang lain.

2.2 Perkembangan Kota


2.3.1 Pengertian Perkembangan Kota
Menurut Hendarto, 1997 (dalam Ilyas Ali, 2006), perkembangan kota dapat
diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala
perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik perubahan sosial
ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik.

Pada umumnya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perkembangan


kota, yaitu :

 Faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan penduduk, baik disebabkan karena


pertambahan alami maupum karena migrasi.
 Faktor sosial ekonomi, yaitu perkembangan kegiatan usaha masyarakat dan
peningkatan PDRB kota.
 Faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara
masyarakat akibat pengaruh luar, komunikasi, dan sistem informasi.
Pendapat berbeda mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan kota
dikemukakan oleh Melville C. Branch (1996:37). Menurutnya, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan kota, yaitu keadaan geografis, tapak (site), dan fungsi
kota.

37
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

2.3.2 Struktur Perkembangan Kota


Struktur perkembangan kota dalam Yunus, 2000 dikemukakan oleh beberapa
pakar yang menghasilkan beberapa teori struktur perkembangan kota, antara lain
sebagai berikut :

a. Teori Konsentrik
Teori konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess ini didasarkan pada
pengamatanya di Chicago pada tahun 1925, E.W. Burgess menyatakan bahwa
perkembangan suatu kota akan mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu
kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini
sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.

Gambar 2.1 Teori Konsentris (E.W. Burgess)

Keterangan :

 Daerah pusat bisnis atau The Central Bussiness District (CBD)


Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail
Business District). Merupakan daerah paling dekat dengan pusat kota. Di daerah
ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di
luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh
bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar
antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya
tahan lebih lama.

 Daerah Transisi atau The Zone of Transition


Adalah daerah yang mengitari pusat bisnis dan merupakan daerah yang
mengalami penurunan kualitas lingkungan pemukiman yang terus menerus.
Daerah ini banyak dihuni oleh lapisan bawah atau mereka yang berpenghasilan
rendah.

38
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

 Daerah pemukiman para pekerja atau The Zone of Workkingmen’s homes


Zona ini banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja pabrik, industri.
Kondisi pemukimanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan daerah transisi.
Para pekerja disini berpenghasilan lumayan sehingga memungkinkan untuk
hidup sedikit lebih baik.

 Daerah tempat tinggal golongan kelas menengah atau The Zone of Middle Class
Develiers
Daerah ini dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari orang-orang yang
profesional, pemilik usaha/bisnis kecil-kecilan, manajer, para pegawai dan lain
sebagainya. Fasilitas pemukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan
tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.

 Daerah para penglaju atau The Commuters Zone


Merupakan daerah terluar dari suatu kota, di daerah ini bermunculan
permukiman baru yang berkualitas tinggi. Daerah ini pada siang hari bisa
dikatakan kosong, karena orang-orangnya kebanyakan bekerja.

Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan
tiap daerah dalam cenderung memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah
luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah urutan-urutan yang dikenal sebagai rangkaian
invasi (invasion succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan
ekonomi kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak lain, jika jumlah
penduduk sebuah kota besar cenderung menurun, maka daerah disebelah luar
cenderung tetap sama sedangkan daerah transisi menyusut kedalam daerah pusat
bisnis. Penyusutan daerah pusat bisnis ini akan menciptakan daerah kumuh
komersial dan perkampungan. Sedangkan interprestasi ekonomi dari teori
konsentrik menekankan bahwa semakin dekat dengan pusat kota semakin mahal
harga tanah.

b. Teori Sektor

39
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Teori ini dikemukakan oleh Humer Hyot (1939), menyatakan bahwa


perkembangan kota terjadi mengarah melalui jalur-jalur sektor tertentu. Sebagian
besar daerah kota terletak beberapa jalur-jalur sektor dengan taraf sewa tinggi,
sebagian lainnya jalur-jalur dengan tarif sewa rendah yang terletak dari dekat pusat
kearah pinggiran kota. Dalam perkembangannya daerah-daerah dengan taraf sewa
tinggi bergerak keluar sepanjang sektor atau dua sektor tertentu. Menurut Humer
Hyot kecenderungan penduduk untuk bertempat tinggal adalah pada daerah-daerah
yang dianggap nyaman dalam arti luas. Nyaman dapat diartikan dengan kemudahan-
kemudahan terhadap fasilitas, kondisi lingkungan baik alami maupun non alami
yang bersih dari polusi baik fiskal maupun nonfiskal, prestise yang tinggi dan lain
sebagainya.

Gambar 2.2 Teori Sektor (Humer Hyot)

Keterangan :

 Daerah Pusat Bisnis


Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail
Business District). Merupakan daerah paling dekat dengan pusat kota. Di daerah
ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di
luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh
bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar
antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya
tahan lebih lama.

 Daerah Industri ringan dan perdagangan


Terdiri dari kegiatan pabrik ringan, terletak diujung kota dan jauh dari kota
menjari ke arah luar. Persebaran zona ini dipengaruhi oleh peranan jalur

40
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

transportasi dan komunikasi yang berfungsi menghubungkan zona ini dengan


pusat bisnis.

 Daerah pemukiman kelas rendah


Dihuni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah.
Sebagian zona ini membentuk persebaran yang memanjang di mana biasanya
sangat dipengaruhi oleh adanya rute transportasi dan komunikasi. Walaupun
begitu faktor penentu langsung terhadap persebaran pada zona ini bukanlah
jalur transportasi dan komunikasi melainkan keberadaan pabrik-pabrik dan
industri-industri yang memberikan harapan banyaknya lapangan pekerjaan.

 Daerah pemukiman kelas menengah


Kemapanan ekonomi penghuni yang berasal dari zona 3 memungkinkannya
tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan tempat kerja. Golongan ini
dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak dan semakin baik.

 Daerah pemukiman kelas tinggi


Daerah ini dihuni penduduk dengan penghasilan yang tinggi. Kelompok ini
disebut sebagai “status seekers”, yaitu orang-orang yang sangat kuat status
ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain dalam hal ketinggian
status sosialnya.

c. Teori Pusat Kegiatan Banyak


Dikemukakan oleh Harris dan Ulman, menurut pendapatnya kota-kota besar
tumbuh sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi terus-menerus dari
pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain dalam suatu sistem perkotaan
dan proses pertumbuhannya ditandai oleh gejala spesialisasi dan diferensiasi ruang
(Yunus, 2000:45).

41
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Gambar 2.3 Teori pusat kegiatan banyak (Harris-Ulman)

Keterangan:

 Daerah Pusat Bisnis


Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail
Business District). Merupakan daerah paling dekat dengan pusat kota. Di daerah
ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di
luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh
bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar
antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya
tahan lebih lama.

 Daerah Industri ringan dan perdagangan


Persebaran pada zona ini banyak mengelompok sepanjang jalur kereta api
dan dekat dengan daerah pusat bisnis.

 Daerah pemukiman kelas rendah


Zona ini mencerminkan daerah yang kurang baik untuk pemukiman
sehingga penghuninya umumnya dari golongan rendah.

 Daerah pemukiman kelas menengah


Zona ini tergolong lebih baik dari zona 3, dikarenakan penduduk yang tinggal
di sini mempunyai penghasilan yang lebih baik dari penduduk pada zona 3.

 Daerah pemukiman kelas tinggi


Zona ini mempunyai kondisi paling baik untuk permukiman dalam artian
fisik maupun penyediaan fasilitas. Lokasinya relatif jauh dari pusat bisnis, namun
untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di dekatnya dibangun daerah bisnis
baru yang fungsinya sama seperti daerah pusat bisnis.

 Daerah industri berat


Merupakan daerah pabrik-pabrik besar yang banyak mengalami berbagai
permasalahan lingkungan seperti pencemaran, kebisingan, kesemrawutan lalu
lintas dan sebagainya. Namun zona ini juga banyak menjanjikan berbagai

42
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

lapangan pekerjaan. Penduduk berpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat


zona ini.

 Daerah bisnis
Zona ini muncul seiring munculnya daerah pemukiman kelas tinggi yang
lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan
penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona ini.

 Daerah tempat tinggal pinggiran


Penduduk disini sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota dan daerah ini
hanya khusus digunakan untuk tempat tinggal.

 Daerah industri di daerah pinggiran


Unsur transportasi menjadi prasyarat hidupnya zona ini. Pada
perkembangan selanjutnya dapat menciptakan pola-pola persebaran
keruangannya sendiri dengan proses serupa.

2.3 Urbanisasi
Pengertian urbanisasi dijelaskan dengan mengutip pendapat Nas yakni adanya
sejumlah pengertian yang bisa ditarik dari pengertian urbanisasi, yaitu perubahan
daerah pedesaan ke arah sifat kehidupan kota, pertumbuhan suatu pemukiman menjadi
kota, perpindahan penduduk ke kota yang terlihat pada berbagai bentuk mobilitas
penduduk, serta kenaikan proporsi penduduk yang tinggal di kota. Menurut Charles
Whynne-Hammond (dalam Daldjoeni, 1987), salah satu faktor terjadinya urbanisasi
adalah adanya industrialisasi.
Gejala dan proses ekologi yang berkaitan dengan gejala dan proses urbanisasi
antara lain konsentrasi, agregasi, sentralisasi, desentralisasi, segregasi, invasi, dan
suksesi. Urbanisasi sebagai suatu proses sosial, bisa terjadi karena banyak faktor, yang
antara lain : (1) adanya masalah pengangguran di pedesaan, dan adanya persepsi bahwa
perkotaan banyak menyediakan kesempatan kerja; (2) adanya peningkatan,
keberhasilan, dan pemerataan program pendidikan di seluruh daerah dan lapisan
masyarakat, yang kemudian menuntut lapangan kerja yang sesuai dengan jenjang

43
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

pendidikan yang telah dicapai oleh setiap warga masyarakat yang bersangkutan; (3)
adanya persepsi yang sampai saat ini berlaku, bahwa kota adalah pusat modernisasi dan
merupakan segala-galanya untuk kemajuan orang perorangan atau kelompok orang; (4)
terjadinya proses cepat dalam pergeseran nilai-nilai sosio-budaya di kalangan
masyarakat pedesaan sebagai akibat arus informasi yang semakin menjagat; (5) semakin
baik dan lancarnya sistem transportasi yang menjalin wilayah-wilayah perkotaan dengan
wilayah-wilayah hinterlandnya; (6) urbanisasi adalah salah satu indikasi kemajuan
ekonomi dari suatu kawasan tertentu.

2.4 Urban Fringe


Daerah pinggiran kota (urban fringe) sebagai suatu wilayah peluberan kegiatan
perkembangan kota telah menjadi perhatian banyak ahli di berbagai bidang ilmu seperti
geografi, sosial, dan perkotaan sejak tahun 1930an saat pertama kali istilah urban fringe
dikemukakan dalam literatur. Besarnya perhatian tersebut terutama tertuju pada
berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran
yang berakibat pada perubahan fisikal misal perubahan tata guna lahan, demografi,
keseimbangan ekologis serta kondisi sosial ekonomi (Subroto, dkk, 1997). Pokok
persoalan yang terdapat di daerah urban fringe pada dasarnya dipicu oleh proses
transformasi spasial dan sosial akibat perkembangan daerah urban yang sangat intensif.
Dari kecenderungan di atas maka salah satu arah perkembangan kota yang perlu
dicermati adalah perkembangan spasial yang berdampak pada perkembangan sosial
ekonomi penduduk pinggiran kota.
Menurut Howard pada akhir abad ke 19 (dalam Daldjoeni, 1987), diantara
daerah perkotaan, daerah perdesaan, dan daerah pinggiran kota, ternyata daerah
pinggiran kota memberikan peluang paling besar untuk usaha-usaha produktif maupun
peluang paling menyenangkan untuk bertempat tinggal. Manusia sebagai penghuni
daerah pinggiran kota selalu mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya. Adaptasi
dan aktivitas ini mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan sosial,
ekonomi, kultural, dan lain-lain (Daldjoeni, 1987).
Salah satu tanda terjadinya pemekaran kota di daerah pinggiran kota adalah
adanya gejala filtering up yaitu pergantian pemukim-pemukim lama dengan pemukim-
pemukim baru yang kondisi ekonominya lebih baik (Yunus, 1987). Dengan kondisi

44
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

ekonomi yang lebih baik ini para pemukim di daerah pinggiran kota cenderung
mempunyai tingkat pendidikan yang lebih baik pula.
Salah suatu teori yang menjelaskan gejala perkembangan kota yaitu teori
kekuatan dinamis yang dikemukakan oleh Colby pada tahun 1959. Salah satu hal yang
mendasari teori ini adalah karena adanya persepsi terhadap lingkungan dari penduduk
yang berbeda-beda maka timbulah kekuatan-kekuatan yang menyebabkan pergerakan
penduduk yang mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan di luar kota
atau daerah pinggiran kota. Kekuatan dari teori kekuatan dinamis adalah kekuatan
sentripetal yaitu kekuatan yang menyebabkan berpindahnya penduduk dan fungsi-
fungsi kekotaan dari bagian dalam ke arah luar dari pada suatu kota. Dan kekuatan
sentrifugal yaitu kekuatan yang mengakibatkan pengaruh perubahan bentuk tata guna
lahan suatu kota yang realisasinya berwujud sebagai gerakan penduduk yang berasal
dari dalam kota menuju luar kota.

2.5 Urban Sprawl


Urban sprawl atau pemekaran kota adalah perluasan wilayah kota akibat
terjadinya perkembangan dan pertumbuhan kota. Arah pemekaran kota berbeda-beda
bergantung pada kondisi kota dan kondisi wilayah sekitarnya. Kondisi alam seperti
perbukitan dan lautan dapat menghentikan laju pemekaran kota. Daerah-daerah yang
menjadi penghambat pemekaran kota tersebut dianggap sebagai daerah lemah.
Sementara itu, daerah-daerah yang memiliki potensi ekonomi yang baik dapat menjadi
daerah yang memiliki daya tarik yang kuat untuk pemekaran kota.

Suatu kota mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan ini


menyangkut aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik. Khususnya
mengenai aspek yang berkaitan langsung dengan penggunaan lahan perkotaan maupun
penggunaan lahan pedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya
yang disebut pendekatan morfologi kota atau “Urban Morphological Approach” (Yunus,
2000).

Menurut Yunus (dalam Megapolitan, 2006), perkembangan spasial dan


penduduk suatu kota akan membawa pengaruh terhadap kondisi sosial, ekonomi,

45
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

cultural dan lingkungan dimana kota tersebut berkembangan. Proses perembetan


kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut ”urban sprawl”. Adapun macam “urban
sprawl” (dalam Yunus, 2000) adalah sebagai berikut :

a. Tipe 1 : Perembetan konsentris (Concentric Development / Low Density


continous development)

Gambar 2.4 Perembetan konsentris

Tipe perembetan konsentris dikemukakan pertama kali oleh Harvey Clark (1971)
yang menyebut tipe ini sebagai “lowdensity, continous development” dan Wallace
(1980) menyebut “concentric development”. Tipe perembetan paling lambat,
berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakkan fisik
kota yang sudah ada sehingga akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota
yang kompak. Peran transportasi terhadap perembetannya tidak begitu besar.

b. Tipe 2: Perembetan memanjang (ribbon development/lineair


development/axial development)

Gambar 2.5 Perembetan Linear

Tipe ini menunjukkan ketidakmerataan perembetan areal perkotaan di semua


bagian sisi luar dari pada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di
sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari

46
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

pusat kota. Daerah di sepanjang rute transportasi merupakan tekanan paling berat
dari perkembangan (Yunus, 2000).

Tipe ini perembetannya tidak merata pada semua bagian sisi luar dari pada
daerah kota utama. Perembetan bersifat menjari dari pusat kota disepanjang jalur
transportasi.

c. Tipe 3: Perembetan yang meloncat (leap frog development/checkkerboard


development)

Gambar 2.6 Perembetan Meloncat

Perembetan yang terjadi pada tipe ini dianggap paling merugikan oleh
kebanyakan pakar lingkungan, tidak efisien dan tidak menarik. Perkembangan lahan
kekotaannya terjadi berpencaran secara sporadis dan tumbuh di tengah-tengah
lahan pertanian, sehingga cepat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan
pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan produktifitas pertanian akan
lebih cepat terjadi.

Menurut Northam (dalam Yunus, 2000), mengacu pada hubungan antara


eksistensi batas fisik kota dengan batas administrasi kota, terlihat ada 3 macam
kemungkinan hubungan, yakni :

 Sebagian batas fisik kekotaan berada jauh di luar batas administrasi kota.
Kondisi kota yang mengalami situasi seperti ini disebut sebagai “under
bounded city.
 Sebagian batas fisik kekotaan berada jauh di dalam batas administrasi
kota. Kondisi kota yang mengalami situasi seperti ini disebut sebagai
“over bounded city.

47
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

 Batas fisik kota konsiden dengan batas administrasi kota. Kondisi kota
yang mengalami situasi seperti ini disebut sebagai “true bounded city.

2.6 Perumahan dan Permukiman


Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan fisiologis yang saling
melengkapi dengan kebutuhan keamanan dan keselamatan. Berikut adalah pengertian
dari perumahan dan permukiman.

2.7.1 Pengertian Perumahan


Perumahan menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

Menurut Soedjajadi Keman dalam bukunya yang berjudul Kesehatan


Perumahan, perumahan didefinisikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan
yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan misalnya penyediaan air minum, pembuangan
sampah, listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi
sebagaimana mestinya dan sarana lingkungan yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi
untuk penyelenggaraan serta pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya,
seperti fasilitas taman bermain, olah raga, pendidikan, pertokoan, sarana perhubungan,
keamanan,serta fasilitas umum lainnya.

2.7.2 Pengertian Permukiman


Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik
yang berupa kawasan perkotaan, maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan (UU No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman).

Permukiman merupakan wadah kehidupan manusia, bukan hanya menyangkut


aspek fisik dan teknis saja, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, dan budaya dari para
penghuninya (Bintarto, 1983). Masyarakat dengan berbagai perbedaan sikap dan

48
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

idaman, berhubungan secara timbal balik dengan lingkungan fisik tempat tinggalnya.
Karena tempat bermukim adalah gejala budaya yang wujud dan keteraturannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan budaya pemukimnya (Rapoport, 1987). Menurut Doxiadis
(1968), permukiman mempunyai lima elemen yaitu alam yang dibangun, manusia yang
membentuk dan mendiami alam, kehidupan sosial kemasyarakatan yang berupa
hubungan antar manusia, wadah yang melindungi, dan jaringan yang memberi
kemudahan bagi manusia untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatannya.
Permukiman terbentuk dari beberapa komponen (dalam buku Perencanaan dan
Pengembangan Perumahan, 2006) yaitu :

a. Alam
 Geologi
Geologi merupakan kondisi batuan dimana permukiman tersebut
berada. Sifat dan karakter geologi suatu permukiman (wilayah) akan
berbeda dengan permukiman yang lain. Perbedaan tersebut antara lain
disebabkan oleh adanya kondisi dan letak geografis yang berbeda.
Misalnya wilayah pegunungan dengan daerah di tepi pantai akan
mempunyai kondisi geologi yang berbeda.
 Topografi
Topografi merupakan kemiringan suatu wilayah yang juga ditentukan
oleh letak dan kondisi geografis suatu wilayah. Kemiringan permukaan
suatu wilayah permukiman dengan wilayah permukiman yang lain pasti
berbeda. Sebagai contoh, topografi suatu lereng pegunungan akan miring
relatif terjal, akan tetapi pada daerah selain pegunungan maka
topografinya cendeung datar.
 Tanah
Tanah merupakan media untuk meletakkan bangunan (rumah) dan
menanam tanaman yang dapat digunakan untuk menopang kehidupan,
yaitu untuk mencukupi kebutuhan pangan. Tanah sebenarnya juga
mempunyai ciri dan karakter yang berbeda. Oleh karena itu untuk
melakukan pembangunan perumahan harus dipikirkan juga faktor
keseimbangan lingkungan. Misalnya, pendirian perumahan tersebut harus

49
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

sesuai dengan peruntukannya, kemudian pembagian peruntukannya juga


harus disesuaikan dengan peraturan kelembagaan yang berlaku (misalnya
perbandingan daerah terbangun dan wilayah terbuka sebesar 40%
dibanding 60% dan sebagainya, agar kelestarian lingkungan tetap terjaga
sepanjang masa.
 Air
Air merupakan sumber kehidupan yang pokok dan vital sepanjang
kehidupan masih berlangsung, baik untuk manusia maupun makhluk hidup
yang lain. Oleh karenanya dalam perencanaan pembangunan permukiman
perlu dipertimbangkan dengan masak, baik penataan maupun persentase
peruntukan lahannya, agar kondisi air tanah tetap terjaga
keseimbangannya.
 Tumbuh-tumbuhan
Tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu elemen yang dapat dijadikan
sebagai bahan makanan guna mempertahankan dan meningkatkan kualitas
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
 Hewan
Hewan merupakan jenis makhluk hidup lain yang keberadaannya dapat
mendukung dan menguntungkan kehidupan manusia. Dengan adanya
hewan tersebut manusia bisa tercukupi kebutuhannya (sebagai alat bantu).
Hewan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dalam kehidupan
sehari-hari.
 Iklim
Iklim merupakan kondisi alami pada suatu wilayah permukiman,
dimana antara satu permukiman yang satu dengan yang lain mempunyai
kondisi yang berbeda, tergantung letak dan posisi geografis wilayah
tersebut.
b. Manusia
Di dalam suatu wilayah permukiman, manusia merupakan pelaku utama
kehidupan, di samping makhluk hidup lain seperti hewan, tumbuhan, dan
lainnya. Sebagai makhluk yang paling sempurna, dalam kehidupannya

50
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

manusia membutuhkan berbagai hal yang dapat menunjang kelangsungan


hidupnya, baik itu kebutuhan biologis (ruang, udara, temperatur, dan lain-
lain), perasaan dan persepsi kebutuhan emosional, serta kebutuhan akan nilai-
nilai moral.
c. Masyarakat
Masyarakat merupakan kesatuan sekelompok orang (keluarga) dalam
suatu permukiman yang membentuk suatu komunitas tertentu. Hal-hal yang
berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat yang
mendiami suatu wilayah permukiman adalah sebagai berikut :
 Kepadatan dan komposisi penduduk.
 Kelompok sosial.
 Adat dan kebudayaan.
 Pengembangan ekonomi.
 Pendidikan.
 Kesehatan.
 Hukum dan administrasi
d. Bangunan / Rumah
Bangunan (rumah) merupakan wadah bagi manusia (keluarga). Oleh
karena itu dalam perencanaan dan pengembangannya perlu mendapatkan
perhatian khusus agar sesuai dengan rencana kegiatan yang berlangsung di
tempat tersebut. Pada prinsipnya bangunan yang dapat digunakan sepanjang
operasional kehidupan manusia bisa dikategorikan sesuai dengan fungsi
masing-masing, yaitu :
 Rumah pelayanan masyarakat (misalnya sekolah, rumah sakit, dan lain-
lain).
 Fasilitas rekreasi (fasilitas hiburan).
 Pusat perbelanjaan (perdagangan) dan pemerintahan.
 Industri.
 Pusat transportasi.
e. Networks

51
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Networks merupakan sistem buatan maupun alam yang menyediakan


fasilitas untuk operasional suatu wilayah permukiman. Untuk sistem buatan,
tingkat pemenuhannya bersifat relatif, dimana antara wilayah permukiman
yang satu dengan yang lain tidak harus sama. Sebagai contoh, untuk daerah
pegunungan akan berbeda dengan daerah perkotaan dalam hal pemenuhan air
bersih. Di daerah pegunungan air bersih dapat dengan mudah diperoleh
sehingga tidak membutuhkan jaringan air bersih. Di wilayah perkotaan,
jaringan air bersih mutlak diperlukan karena air dari sumur biasanya sudah
tercemar dengan limbah, baik industri maupun rumah tangga. Sistem buatan
yang keberadaannya diperlukan di dalam suatu wilayah, antara lain adalah :
 Sistem jaringan air bersih.
 Sistem jaringan listrik.
 Sistem transportasi.
 Sistem komunikasi.
 Drainase dan air kotor.
 Tata letak fisik.
Menurut Friedmann (dalam Yunus, 2006), perkembangan permukiman kekotaan
disebabkan oleh dua proses yang terkait satu sama lain, yakni proses sosial ekonomi dan
proses spasial. Proses sosial ekonomi mendahului proses spasial namun adakalanya
proses spasial mendahului proses sosial ekonomi.

2.7 Kebutuhan Manusia Terhadap Hunian


Teori kebutuhan manusia terhadap hunian yang dikembangkan oleh Abraham H.
Maslow (1970) mempunyai 5 hierarki kebutuhan manusia terhadap hunian. Tingkatan
kebutuhan manusia terhadap hunian tersebut dapat dikategorisasikan sebagai berikut :

52
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Cognitive and Aesthetic Needs

Esteem Needs

Affiliation Needs

Safety and Security


Needs

Survival Needs

Gambar 2.7 Hierarki Kebutuhan Manusia Terhadap Hunian (Maslow, 1970)

a. Survival Needs
Tingkat kebutuhan yang paling dasar ini merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi pertama kali. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana untuk
menunjang keselamatan hidup manusia. Kebutuhan untuk dapat selamat
berarti manusia menghuni bangunan rumah agar dapat selamat dan tetap
hidup, terlindung dari gangguan iklim maupun makhluk hidup yang lain.
b. Safety and Security Needs
Kebutuhan terhadap keselamatan dan keamanan yang ada pada tingkat
berikutnya ini terkait dengan keselamatan dari kecelakaan, keutuhan anggota
badan serta hak milik. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana
perlindungan untuk keselamatan anggota badan dan hak milik tersebut.
c. Affiliation Needs
Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana agar dapat diakui sebagai
anggota dalam golongan tertentu. Hunian di sini berperan sebagai identitas
seseorang untuk diakui dalam golongan masyarakat.

53
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

d. Esteem Needs
Kebutuhan berikutnya terkait dengan aspek psikologis. Manusia butuh
dihargai dan diakui eksistensinya. Terkait dengan hal ini hunian merupakan
sarana untuk mendapatkan pengakuan atas jati dirinya dari masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Pada tingkatan ini, rumah sudah bukan tergolong
kebutuhan primer lagi, tetapi sudah meningkat kepada kebutuhan yang lebih
tinggi yang harus dipenuhi setelah kebutuhan pokok terpenuhi. Rumah yang
mewah, bagus, dapat memberikan kebanggaan dan kepuasan kepada pemilik
rumah tersebut.
e. Cognitive and Aesthetic Needs
Tingkatan yang paling tinggi dari kebutuhan manusia ini terkait dengan
aspek psikologos, seperti halnya esteem needs. Hanya saja pada level ini
hunian tidak saja merupakan sarana peningkatan kebanggaan dan harga diri,
tetapi juga agar dapat dinikmati keindahannya. Pada tingkatan ini, produk
hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi juga dapat memberi
dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara visual) pada lingkungan
sekitarnya.

2.8 Kecenderungan Pemilihan Lokasi Bermukim


Dalam pemilihan lokasi bermukim manusia tentunya menginginkan lokasi yang
lengkap akan sarana dan prasarana untuk menunjang berbagai kemudahan, seperti
kemudahan aksesibilitas menuju lokasi kerja, sarana pendidikan, sarana kesehatan serta
ketersediaan fasilitas dasar seperti jaringan listrik, air bersih, telepon, drainase, sanitasi
dan persampahan. Pertimbangan pemilihan lokasi bermukim tentu dipengaruhi oleh
keadaan ekonomi masing-masing orang yang kemudian berpengaruh pada jarak antara
lokasi pilihan dengan pusat kota. Berikut ini pendapat beberapa pakar dalam
kecenderungan pemilihan lokasi bermukim (dalam Yunus, 2000) :

54
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

2.9.1 Menurut E. W Burgess

Menurut teori burges yang menggambarkan bahwa kota adalah sebuah radial
dengan lapisan didalamnya dimana tiap lapisan menunjukkan fungsi-fungsi lahan.
Menurut teori konsentris Burges dapat digambarkan :

PDK (Pusat Daerah Kegiatan)

Daerah Transisi
Permukiman MBR
Permukiman MBM
Permukiman MBT

Gambar 2.8 Konsep Bermukim Menurut Burgess

Secara ideal antara selaput lapisan mempunyai batasan yang jelas namun
pembentukan tidak selalu radial dapat berupa elips atau bentuk lain dan tetap
mempunyai inti tunggal. Permukiman pinggiran disini terletak pada lapisan ke 4 dan 5
dari dalam. Dengan ditunjukkan bahwa masyarakat disana adalah yang berpenghasilan
menengah ke atas.

2.9.1 Menurut Turner

Konsep bermukim di daerah pinggiran menurut Turner dapat dijelaskan sebagai


berikut :

Prioritas
S
K

55
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

I II III
Gambar 2.9 Konsep Bermukim Menurut Turner
I : golongan ekonomi lemah (squatting)
II : golongan ekonomi lemah
III : golongan ekonomi menengah dan tinggi
J : jarak dari pusat kota
S : status tanah
K : kenyamanan
Dari konsep Turner diatas golongan ekonomi menengah keatas cenderung
memilih lokasi bermukim yang semakin jauh dari pusat kota karena menginginkan
kenyamanan dari lingkungan perumahan yang ditempati. Tidak terlalu memikirkan
besarnya biaya transportasi yang tinggi apabila lokasi tersebut jauh dari pusat kota.

2.9 Interaksi Desa Kota (rural-urban lingkage)


Interaksi desa-kota adalah proses hubungan yang bersifat timbal balik antar
unsur-unsur yang ada di kota dan di desa dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku
dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung, berita yang didengar atau
surat kabar sehingga melahirkan sebuah gejala baru, baik berupa fisik maupun non fisik.

Wujud interaksi desa-kota antara lain adalah adanya pergerakan barang dari
desa ke kota atau sebaliknya seperti pemindahan hasi pertanian, produk industri dan
barang tambang, pergerakan gagasan dan informasi terutama dari kota ke desa,
pergerakan manusia dalam bentuk rekreasi, urbanisasi, mobilitas penduduk baik yang
sifatnya sirkulasi maupun komutasi.

Interaksi antara desa-kota melahirkan suatu perkembangan baru bagi desa


maupun bagi kota. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan potensi yang dimiliki desa
maupun kota, dan adanya persamaan kepentingan. Menurut Edward Ulman ada 3 faktor
penyebab interaksi antar wilayah, yaitu :

a. Region Complementary (wilayah yang saling melengkapi).

56
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Wilayah yang memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda baik secara
kualitas maupun kuantitasnya. Perbedaan sumber daya kota dan desa menyebabkan
timbulnya interaksi. Jadi ada kebutuhan saling melengkapi atau komplementaritas.
Ini didorong oleh permintaan dan penawaran. Perancis berdagang anggur dengan
Belanda karena Belanda merupakan konsumennya. Relasi komplementaritas hanya
terjadi jika tawaran bermanfaat bagi pihak yang minta. Manfaatnya ditentukan oleh
banyak hal seperti : budaya, pengetahuan, teknik, kondisi kehidupan dan
sebagainya. Semakin besar komplementaritas, semakin besar arus komoditas.

Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Perkotaan :

 Terpenuhinya sumber daya alam sebagai bahan mentah/bahan baku industri.


 Terpenuhinya kebutuhan pokok yang dihasilkan pedesaan.
 Terpenuhinya kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan bagi perkotaan.
 Tersedianya tempat pemasaran hasil industri.
Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Pedesaan :

 Terpenuhinya barang-barang yang tidak ada di desa


 Masuknya pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari kota ke
pedesaan.
 Membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian.
b. Intervening Opportunity (kesempatan untuk berintervensi)
Adalah adanya kesempatan untuk timbulnya interaksi antarwilayah dan dapat
memenuhi kebutuhan sumber daya wilayah tersebut. Jadi, semakin besar
intervening opportunity, semakin kecil arus komoditas.

c. Spatial Transfer Ability (kemudahan pemindahan dalam ruang)


Adalah kemudahan pemindahan dalam ruang baik berupa barang, jasa, manusia
maupun informasi. Proses pemindahan dari kota ke desa atau sebaliknya
dipengaruhi antara lain :

 Jarak mutlak maupun jarak relatif antarwilayah


 Biaya transportasi dari satu tempat ke tempat yang lain
 Kelancaran transportasi antarwilayah

57
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Jadi, semakin mudah transfer abilitas, semakin besar arus komoditas.

Kedudukan desa dalam interaksi adalah, desa berfungsi sebagai hinterland atau
daerah dukung yang berfungsi sebagai suatu daerah pemberi bahan makanan pokok
seperti padi, jagung, ketela disamping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai,
buah-buahan dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan. Dari sudut ekonomi,
sebagai lumbung bahan mentah, pensupplai tenaga kerja. Dari segi kegiatan kerja
(occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa
nelayan dan sebagainya.

Dampak adanya interaksi desa-kota dapat menimbulkan pengaruh positif


maupun pengaruh negatif terhadap desa dan kota termasuk penghuninya.

a. Dampak positif interaksi desa-kota :


 Tingkat pengetahuan penduduk desa bertambah karena lebih banyak sekolah di
pedesaan. Demikian pengetahuan tentang pemilihan bibit unggul, pemeliharaan
keawetan atau kelestarian kesuburan tanah menjadi lebih diperhatikan.
Pengetahuan mengenai usaha-usaha lain di bidang yang nonagraris menjadi
lebih terbuka.
 Mengurangi ketertinggalan dan ketimpangan. Terbukanya wilayah desa karena
transportasi yang baik sehingga hubungan sosial-ekonomi warga desa dan kota
semakin baik.
 Masuknya para ahli di berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan banyak
bermanfaat bagi desa dalam melestarikan lingkungan pedesaan khususnya
pencegahan erosi dan pencarian sumber air bersih dan di bidang pengairan.
 Teknologi masuk desa menyebabkan deversifikasi produk, misalnya teknologi
tepat guna di bidang pertanian dan peternakan meningkatkan produksi desa,
sehingga penghasilan penduduk desa dapat bertambah.
 Campur tangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah meningkatkan
kualitas dan kuantitas di bidang wiraswasta seperti kerajinan tangan, industri
rumah tangga, peternak unggas dan sapi.
 Pengetahuan tentang masalah kependudukan lebih merata di pedesaan. Ini
penting karena desa dikenal dengan keluarga yang besar dan ini harus di cegah.

58
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Pengetahuan dan kesadaran mempunyai keluarga kecil telah mulai diresapi di


banyak daerah pedesaan.
 Berkembangnya koperasi dan organisasi sosial di pedesaan telah menunjukkan
bukti juga adanya pengaruh positif di daerah pedesaan.

b. Dampak negatif :
 Penetrasi kebudayaan kota ke desa yang tidak sesuai dengan kebudayaan atau
tradisi desa mengganggu tata pergaulan atau seni budaya desa. Misalnya
pengaruh dari “fashion-show”, atau berbagai kontes kecantikan telah ditiru oleh
para wanita di beberapa daerah pedesaan.
 Pengaruh televisi mempunyai segi negatif, misalnya pengaruh dari film-film
barat yang berbau kejahatan dapat meningkatkan kriminalitas di pedesaan.
 Terbukanya kesempatan kerja dan daya tarik kota di berbagai bidang telah
banyak menyerap pemuda desa sehingga desa mengalami pengurangan tenaga
potensial di bidang pertanian karena yang tinggal di pedesaan hanya orang-
orang tua yang semakin kurang produktif.
 Motivasi urbanisasi tinggi sehinga terjadi perluasan kota dan masuknya orang-
orang kota ke daerah pedesaan yang telah banyak mengubah tata guna lahan di
pedesaan, terutama di tepian kota yang berbatasan dengan kota. Banyak daerah
hijau telah menjadi daerah pemukiman atau bangunan lainnya.
 Munculnya slum area dan squatter area.

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian


3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dengan judul Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap
Permukiman di Kawasan Solobaru ini berlokasi di Kota Surakarta dan Kawasan
Solobaru sebagai wilayah yang perkembangannya dipengaruhi oleh

59
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

perkembangan Kota Surakarta. Penentuan lokasi penelitian ini, didasarkan pada


pertimbangan bahwa perkembangan Kawasan Solobaru dipandang relatif
dipengaruhi oleh Kota Surakarta walaupun ada faktor lain di luar Kota Surakarta
maupun Kawasan Solobaru yang mempengaruhinya. Berdasarkan studi tim P2KT
(Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada tahun 2000 Kota Surakarta
mengalami pemekaran kota seluas ±12000 ha yang terjadi pada hinterlandnya
yakni seluas ±7000 ha pada kabupaten Sukoharjo (Baki, Grogol, dan Kartasura)
dan seluas ±5000 ha pada kabupaten Karanganyar (Ngringo dan Colomadu). Hal
ini menunjukkan bahwa pemekaran Kota Surakarta lebih banyak berkembang
mengarah ke bagian selatan yakni kabupaten Sukoharjo. Banyak penduduk
Kawasan Solobaru yang memilih tinggal di Kawasan Solobaru karena dekat
dengan Kota Surakarta. Penduduk di Kawasan Solobaru juga tidak sedikit yang
menggunakan fasilitas di Kota Surakarta.

3.1.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian dengan judul Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta
terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru ini adalah 6 bulan yakni dari bulan
februari sampai bulan juli 2010.
Tahun penelitian ditentukan tahun 1975 – 2005 karena kurun waktu 30
tahun tersebut digunakan untuk mencari pengaruh dari perkembangan Kota
Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru. Tahun 1975 dipilih sebagai
awal penelitian karena pada tahun 1970 terjadi industrialisasi dan urbanisasi di
Kota Surakarta hingga menyebabkan pemekaran kota pada tahun 1980. Kemudian
pada tahun 1984 merupakan awal mula perkembangan Kawasan Solobaru yang
dimulai dengan pembangunan perumahan di Kawasan Solobaru oleh PT. PSP.

3.2 Jenis Penelitian


Jenis penelitian dengan judul Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta
terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru ini adalah penelitian deskriptif –
eksplanatory. Menurut Sugiyono (2003), penelitian deskriptif eksplanatory adalah
penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti

60
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

serta hubungan antara satu variable dengan variable yang lain. Penelitian
deskriptif eksplanatory yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Penelitian deskriptif
Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.
Penelitian ini juga sering disebut non eksperimen, karena pada penelitian ini
penelitian tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian.
Dengan metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan
hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan
mengembangkan teori yang memiliki validitas universal.
Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif digunakan untuk memaparkan
perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru dalam kurun waktu 30
tahun yakni tahun 1975 sampai 2005. Deskriptif perkembangan kota yang
dipaparkan adalah perkembangan fisik, ekonomi dan sosial.
b. Penelitian eksplanatory
Penelitian eksplanatory merupakan penelitian yang bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana sebuah fenomena sosial terjadi. Dalam penelitian ini,
pendekatan eksplanatory digunakan dalam pembahasan yakni dalam
menganalisis variabel perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh
terhadap permukiman di Kawasan Solobaru. Analisis tersebut dilakukan
dengan path analisys untuk menemukan besaran pengaruh dari setiap
indikator perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh terhadap
permukiman di Kawasan Solobaru.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara
verifikasi dari kajian pustaka. Adapun variabel yang digunakan adalah variabel
independent, variabel dependent dan variabel lain.
a. Variabel Independent
Variabel independent merupakan variabel bebas. Yang dimaksud variabel
bebas dalam penelitian ini adalah faktor perkembangan Kota Surakarta yang
didapat dari verifikasi kajian teori, peneliti mengambil 6 variabel

61
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

perkembangan Kota Surakarta yang dianggap dominan berpengaruh terhadap


perkembangan hinterlandnya, yakni sebagai berikut :
Tabel 3.1 Variabel Independent dalam Penelitian
Faktor Verifikasi variabel penelitian dengan landasan pustaka
Perkembangan
Kota Deskripsi Tokoh
Surakarta
Pertambahan Salah satu faktor perkembangan kota adalah faktor penduduk, Hendarto
Jumlah yaitu adanya pertambahan penduduk, baik disebabkan karena (1997)
Penduduk pertambahan alami maupum karena migrasi.
Pertambahan Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh Yunus
Rumah meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam (1987)
suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan
kebutuhan ruang.
Luas Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh Yunus
Permukiman meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam (1987)
suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan
kebutuhan ruang.
Jumlah Sarana Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh Yunus
(Perdagangan, meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam (1987)
Kesehatan, suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan
Pendidikan) kebutuhan ruang.
Prasarana Jalan Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh Yunus
meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam (1987)
suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan
kebutuhan ruang.
Peningkatan Salah satu faktor perkembangan kota adalah faktor sosial Hendarto
PDRB ekonomi, yaitu peningkatan PDRB kota dan perkembangan (1997)
kegiatan usaha masyarakat.
Interaksi Sosial Salah satu faktor perkembangan kota adalah faktor sosial Hendarto
budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara (1997)
masyarakat akibat pengaruh luar/interaksi sosial, komunikasi,
dan sistem informasi.
Sumber : Hasil Identifikasi, 2010
Jumlah sarana yang dimaksud dalam penelitian ialah jumlah sarana
perdagangan, kesehatan, dan pendidikan. Sedangkan sarana industri dan
rekreasi menjadi variabel lain, karena industri besar di Kota Surakarta sudah
semakin berkurang meskipun terdapat industri kreatif yang semakin
bermunculan, dan Kota Surakarta bukanlah kota untuk tujuan rekreasi tetapi
hanyalah kota rekreatif. Berikut adalah penurunan jumlah industri besar di
Kota Surakarta tahun 1975-2005 (Surakarta dalam Angka Tahun 1975-2005) :

62
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Gambar 3.1 Penurunan Jumlah Industri Besar di Kota Surakarta

b. Variabel Dependent
Variabel dependent merupakan variabel terikat. Yang dimaksud variabel
terikat dalam penelitian ini yaitu :
 Jumlah Penduduk Kawasan Solobaru
 Jumlah Rumah Kawasan Solobaru
 Luas Permukiman Kawasan Solobaru
 Jumlah Sarana Kawasan Solobaru
c. Variabel Lain
Variabel lain adalah faktor yang mempengaruhi variabel dependent tetapi
tidak dijadikan variabel independent, seperti :
 Bertambahnya pedagang kaki lima atau sektor informal lain yang
berkembang di Kota Surakarta.
 Bertambahnya industri kreatif yang semakin banyak di Kota Surakarta.
 Meningkatnya prasarana jalan di Kawasan Solobaru.
 Bertambahnya tempat rekreasi di Kota Surakarta.
 Perkembangan komunikasi dan sistem informasi.
 Dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi variabel dependent.
3.4 Populasi dan Sampel
Menurut Singarimbun (1995), populasi ialah jumlah keseluruhan dari unit
analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi yang akan dijadikan dasar
pengambilan sample dalam penelitian ini adalah penduduk yang ada di Kota
Surakarta dan Kawasan Solobaru.

63
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Menurut Suharsimi (1996), sampel adalah sebagian atau wakil populasi


yang diteliti. Perhitungan sample menurut Gay dan Diehl, 1992 (dalam artikel
“Teknik Sampling” oleh Hasan Mustafa, 2000) dalam penelitian perbandingan
kausal, sample yang digunakan adalah minimal 30. Karena penelitian ini
merupakan penelitian yang bersifat kausalitas, maka dalam penelitian ini sampel
yang diambil adalah 30.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati,
dan dicatat untuk pertama kalinya. Data primer ini diperoleh dari hasil
pengamatan lapangan pada waktu studi dilakukan, angket (kuesioner) dan
wawancara dengan informan yang terkait. Instrument yang digunakan adalah
pedoman wawancara, angket (kuesioner) bagi sejumlah responden.
b. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh tidak secara langsung. Data ini diperoleh
dari instansi-instansi terkait dengan penelitian ini.
Berikut ini adalah tabel kebutuhan data primer dan data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini :

Tabel 3.2 Data yang Digunakan dalam Penelitian


Aspek Data Sifat Jenis Data Sumber
a. Literatur mengenai sejarah BAPEDA, BPN,
Fisik perkembangan Kota Surakarta Kualitatif Sekunder BPS, Developer
dan Solobaru. Perumahan di

64
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

b. Kebijakan penggunaan lahan di Solobaru


Kota Surakarta dan Solobaru
(RTRW Surakarta, RTRW Kualitatif Sekunder
kabupaten Sukoharjo, dan RUTR
Kawasan Solobaru).
c. RTRW provinsi Jawa Tengah Kualitatif Sekunder
d. Data dan peta penggunaan lahan Kuantitatif
di Kota Surakarta dan Solobaru. dan Sekunder
Kualitatif
e. Data jumlah rumah dan luas
permukiman di Kota Surakarta Kuantitatif Sekunder
dan Kawasan Solobaru.
f. Data jumlah sarana perkotaan
(pendidikan, kesehatan,
Kuantitatif Sekunder
perdagangan) dan prasarana jalan
di Kota Surakarta dan Solobaru.
Ekonomi a. PDRB Kota Surakarta Kuantitatif Sekunder BPS
a. Jumlah penduduk tahun 1975- BPS, Kecamatan,
Kuantitatif Sekunder
2005 Penduduk
Sosial (wawancara,
b. Interaksi Sosial Budaya Kualitatif Primer kuesioner),
observasi.
Sumber : Identifikasi Peneliti

Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini


adalah sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik mendekati sumber informasi dengan
jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berdasarkan
tujuan penelitian. Wawancara merupakan percakapan dengan tujuan tertentu
dan dilakukan oleh pewawancara dan informan (Moleong, 1993).
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan pendekatan
menggunakan petunjuk umum wawancara yaitu pewawancara membuat
kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses
wawancara kepada informan yang bertindak sebagai responden yang terdiri
dari sejumlah penduduk yang tinggal di Kawasan Solobaru serta instansi
pemerintah. Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara terbuka yaitu
wawancara yang dilakukan secara terbuka, akrab dan penuh kekeluargaan.
Wawancara terbuka ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang menuntut
jawaban dari informan yang tidak terbatas dalam jawaban-jawabannya kepada

65
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

beberapa kata atau hanya pada jawaban “ya” atau “tidak” saja, tetapi dapat
memberikan keterangan dan cerita yang panjang. Wawancara ini dimaksudkan
untuk memperoleh informasi yang sifatnya mendalam terhadap masalah-
masalah yang diajukan.
b. Observasi Langsung
Menurut Sutrisno Hadi (Metode Research, 1981), observasi adalah suatu
proses pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan kemudian
melakukan pencataan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang
terjadi.
Observasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang apa yang
dilihat dan diperhatikan pada saat dilapangan. Kegiatan ini tidak hanya
dilakukan sekali melainkan berulang-ulang. Sebab dengan pengulangan
diharapkan data yang diperoleh akan lebih valid dan akan diperoleh hasil yang
nyata dan mendalam.
Dalam penelitian ini, data hasil observasi digunakan untuk mengetahui
interaksi penduduk Kawasan Solobaru dengan Kota Surakarta sehingga dapat
digunakan untuk mendukung data yang lain.
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data guna
mendukung penelitian. Teknik dokumentasi bertujuan untuk memperoleh data
berdasarkan sumber-sumber yang berasal dari buku-buku, literatur, laporan
serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan penulisan. Dokumen ini
dapat diperoleh dari lembaga pemerintah dan arsip serta dokumen pribadi. Hal
ini sesuai dengan pendapat H.B Sutopo (Metode Penelitian Kualitatif, 1990),
yaitu bahwa dokumen dan arsip adalah sumber informasi tertulis yang
berkaitan dengan suatu peristiwa atau kegiatan.
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode dokumentasi
adalah cara pengumpulan data yang dibutuhkan sebagai bukti dan keterangan
dalam bentuk tulisan maupun yang tampak. Dokumentasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah berupa arsip yang berkaitan dengan perkembangan
Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru.

66
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

d. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu
untuk dijawab oleh responden. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teknik kuesioner untuk mengetahui sikap responden terhadap pengaruh
perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru.
Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner terbuka, yaitu kuesioner yang
memberi kesempatan penuh memberi jawaban menurut apa yang dirasa perlu
oleh responden.
Dalam penelitian ini diusahakan memperoleh validitas data yang dapat
dipertanggung jawabkan. Validitas merupakan keakuratan data yang telah
dikumpulkan yang nantinya akan dianalisa dan ditarik kesimpulannya pada
akhir penelitian. Usaha meningkatkan validitas data dilakukan dengan :
 Trianggulasi
Menurut Moleong (1993), trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan
keabsahan data dengan menggunakan sesuatu yang lain selain data
tersebut untuk memeriksa atau untuk membandingkan data yang telah ada
tersebut.
Untuk menjamin kesahan data yang diperoleh dalam penelitian ini
maka dilakukan dengan trianggulasi data. Trianggulasi dilakukan dengan
trianggulasi data sumber. Trianggulasi data sumber dalam penelitian ini
diperoleh dengan cara mengumpulkan beberapa data dari berbagai sumber
yang berbeda baik dari hasil wawancara, observasi, kuesioner maupun
dokumentasi yang telah diperoleh untuk mendapatkan data yang sama
jenis, memperoleh kepercayaan terhadap suatu data dengan
membandingkan data yang diperoleh dari sumber yang berbeda sehingga
data yang satu akan dikontrol dengan data yang lain.

 Review Informan
Selain teknik pemeriksaan data dengan trianggulasi data, digunakan
pula review informan. Review informan merupakan pencocokan data atau

67
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

informasi yang sama kepada informan yang berbeda. Menurut H.B Sutopo
(Metode Peneltian Kualitataif, 1990), review informan adalah laporan
yang diperiksa kembali key informan untuk mengetahui apakah yang
ditulis merupakan sesuatu yang disetujui oleh mereka.

3.6 Metode Analisis


Analisis data yang dipergunakan dalam mengolah data atau informasi
yang diperoleh baik data yang berupa hasil wawancara, kuesioner maupun data
hasil observasi disinkronkan dengan teori yang mendasari dan kemudian
dilakukan analisis. Sedang yang dimaksud dengan analisis sendiri adalah proses
penyusunan data agar dapat ditafsirkan yaitu dengan menggolongkan,
mengurutkan, menstrukturisasikan sampai dengan mengumpulkan data sehingga
mempunyai arti.
Analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Analisis perkembangan kota
Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif untuk mengetahui
perkembangan Kota Surakarta dan perkembangan Kawasan Solobaru dengan
kurun waktu 30 tahun yakni dari tahun 1975 sampai 2005. Analisis ini
dilakukan dengan dasar data (tahun 1975-2005) mengenai perkembangan Kota
Surakarta dan perkembangan Kawasan Solobaru serta peta perkembangan
permukiman yang dioverlay dari tahun ke tahun. Perkembangan kota yang
dianalisis secara deskriptif ini meliputi perkembangan fisik, ekonomi, dan
sosial kedua kota.
b. Analisis pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di
Kawasan Solobaru
Analisis yang dilakukan menggunakan metode deskriptif eksplanatori
dimana data yang ada mengenai perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan
Solobaru kemudian dikaji dengan teori untuk mengetahui bagaimana
pengaruhnya. Sedangkan untuk besaran pengaruhnya akan dijelaskan dengan
teknik analisis jalur.

68
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

c. Analisis Jalur (Path Analysis)


Menurut Robert D. Retherford (dalam Ali Muhidin, Sambas dan Maman
Abdurahman, 2009), analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis
hubungan sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda jika variabel
bebasnya mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung
tetapi juga secara tidak langsung. Analisis jalur (path analysis) dikembangkan
oleh Sewall Wright, 1934 (dalam Ali Muhidin, Sambas dan Maman
Abdurahman, 2009). Analisis jalur digunakan untuk mengetahui pengaruh
secara serempak atau mandiri beberapa variabel penyebab terhadap sebuah
variabel akibat. Analisis jalur merupakan pengembangan korelasi yang diurai
menjadi beberapa interpretasi akibat yang ditimbulkannya. Lebih lanjut,
analisis jalur mempunyai kedekatan dengan regresi berganda, atau dengan
kata lain, regresi berganda merupakan bentuk khusus dari analisis jalur.
Teknik ini juga dikenal sebagai model sebab-akibat (causing modeling).
Penamaan ini didasarkan pada alasan bahwa analisis jalur memungkinkan
pengguna dapat menguji proposisi teoritis mengenai hubungan sebab dan
akibat tanpa memanipulasi variabel-variabel.
Dalam penelitian ini, analisis jalur (path analysis) menggunakan SPSS
yang digunakan untuk mengetahui besaran pengaruh variabel perkembangan
Kota Surakarta terhadap variabel perkembangan permukiman di Kawasan
Solobaru baik secara bersama-sama maupun secara parsial.
d. Model Analisis Jalur
Model merupakan representasi dari suatu sistem yang sedang diamati.
Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah model skematis dan
matematis. Model skematis dibuat dalam suatu diagram jalur yang digunakan
untuk menggambarkan kerangka hubungan kausal antar jalur (satu variabel
terhadap variabel lainnya). Sedangkan model matematisnya merupakan model
persamaan regresi yang juga menjelaskan hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat. Dalam analisis jalur terdapat banyak model jalur yaitu
model satu persamaan jalur, model dua persamaan jalur, model tiga persamaan
jalur, model empat persamaan jalur, dan seterusnya. Semakin kompleks

69
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

hubungan struktural maka semakin kompleks diagram jalurnya, dan makin


banyak pula substruktur yang membangun. Dalam penelitian ini menggunakan
model empat persamaan jalur dengan empat persamaan substruktur.
Adapun variabel penelitian yang akan diuji yaitu :
1) Variabel bebas (eksogen atau penyebab) yaitu faktor perkembangan Kota
Surakarta yang meliputi :
1) Jumlah Penduduk (X1)
2) Luas Permukiman (X2)
3) Jumlah Rumah (X3)
4) Jumlah Sarana (X4)
5) Jumlah Prasarana Jalan Kota Surakarta (X5)
6) Peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6)
2) Variabel terikat (endogen atau akibat) yaitu beberapa elemen dari
permukiman Kawasan Solobaru yang meliputi :
1) Jumlah Penduduk (X7)
2) Jumlah Rumah (X8)
3) Luas Permukiman (X9)
4) Jumlah Sarana (Y)
Karena dalam penelitian ini menggunakan model empat persamaan jalur,
maka model persamaan jalurnya dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.2 Model Empat Persamaan Jalur dalam Analisis


Dimana :
X1 = Jumlah Penduduk Kota Surakarta
X2 = Jumlah Rumah Kota Surakarta

70
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

X3 = Luas Permukiman Kota Surakarta


X4 = Jumlah Sarana Kota Surakarta
X5 = Jumlah Prasarana Jalan Kota Surakarta
X6 = Peningkatan PDRB Kota Surakarta
X7 = Jumlah Penduduk Kawasan Solobaru
X8 = Jumlah Rumah Kawasan Solobaru
X9 = Luas Permukiman Kawasan Solobaru
Y = Jumlah Sarana Kawasan Solobaru

rX Xn k = Besaran Koefisien Pengaruh

Adapun persamaan regresi yang digunakan untuk menunjukkan hubungan


kausal di atas adalah :
1) Persamaan regresi hubungan kausal perkembangan Kota Surakarta
terhadap jumlah penduduk di Kawasan Solobaru.
X7 = B + pyX1 X1 + … + pyXk Xk + py€
2) Persamaan regresi hubungan kausal perkembangan Kota Surakarta melalui
jumlah penduduk Kawasan Solobaru terhadap jumlah rumah di Kawasan
Solobaru.
X8 = B + pyX1 X1 + … + pyXk Xk + py€
3) Persamaan regresi hubungan kausal perkembangan Kota Surakarta melalui
jumlah penduduk Kawasan Solobaru dan jumlah rumah di Kawasan
Solobaru terhadap luas permukiman di Kawasan Solobaru.
X9 = B + pyX1X1 + … + pyXk Xk + py€
4) Persamaan regresi hubungan kausal perkembangan Kota Surakarta melalui
jumlah penduduk Kawasan Solobaru, jumlah rumah di Kawasan Solobaru,
dan luas permukiman di Kawasan Solobaru terhadap jumlah sarana di
Kawasan Solobaru.
Y = B + pyX1 X1 + … + pyXk Xk + py€

e. Uji Statistik

71
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Setelah didapatkan koefisien pengaruh dari hasil analisis jalur, maka perlu
dilakukan pengujian hasil tersebut. Adapun uji statistik yang digunakan adalah
uji F, uji R2, dan uji t (uji hipotesis).
 Uji Fisher (Uji Statistik F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel permukiman di Kawasan Solobaru
(variabel terikat). Uji F akan menjelaskan apakah semua variabel
independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel
dependent. Uji F pada dasarnya diturunkan dari tabel ANOVA (analysis of
variance).
 Uji Koefisien Determinasi (Uji Statistik R2)
Uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai
koefisien determinasi adalah antara 0 sampai 1 (0-100 %).
Kd = rs2 . 100%
Keterangan :
Kd = 0, berarti pengaruh variabel X terhadap variabel Y lemah.
Kd = 1, berarti pengaruh variabel X terhadap Y kuat.
Pada analisis menggunakan SPSS, uji R2 diturunkan dari tabel model
summary.
 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik T)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel
terikat. Yang perlu diperhatikan dalam interpretasi uji t adalah berapa
harga t yang diperoleh, kemudian lihat berapa derajad kebebasannya (db
= n-k-1, dimana k adalah jumlah variabel X), langkah selanjutnya adalah
melihat berapa harga p-nya jika harga p-nya signifikan (taraf signifikansi
yang biasa digunakan adalah p=1% dan p=5%) maka kesimpulannya
terdapat perbedaan antara kelompok yang diteliti.
3.7 Kerangka Penelitian

72
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Tahapan penelitian disajikan dalam kerangka penelitian sebagai berikut :

73
Kerangka Penelitian
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Latar Belakang :
Tema : Spatial Planning 1. Pada tahun 1970an terjadi urbanisasi dan industrialisasi di Kota Surakarta. Hal ini mengakibatkan terjadinya
pemekaran kota pada tahun 1980.
2. Berdasarkan studi tim P2KT (Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada tahun 2000 Kota Surakarta mengalami
pemekaran kota seluas ±12000 ha yang terjadi pada hinterlandnya yakni seluas ±7000 ha pada Kabupaten Sukoharjo
(Baki, Grogol, dan Kartasura) dan seluas ±5000 ha pada Kabupaten Karanganyar (Ngringo dan Colomadu). Hal ini
Judul : Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta menunjukkan bahwa pemekaran Kota Surakarta lebih banyak berkembang mengarah ke bagian selatan yakni
Terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru Kabupaten Sukoharjo.
3. Solobaru merupakan hinterland Kota Surakarta yang mempunyai topografi sama dengan Kota Surakarta. Oleh karena
itu, Solobaru menjadi limpahan pertambahan kebutuhan lahan permukiman Kota Surakarta.
4. Pada tahun 1987 mulai tumbuh perumahan di daerah Solobaru

Rumusan Masalah : Bagaimana pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap


permukiman yang ada di Kawasan Solobaru.
.

Data Sekunder (studi literature) Kebutuhan Data Data Primer (observasi)

Teori :
 Literatur tentang perkembangan Kota Surakarta dan 1. Teori perkembangan kota
Solobaru (tahun 1975-2005). 2. Teori pertambahan penduduk
 Kebijakan penggunaan lahan di Kota Surakarta dan  Kuesioner
3. Teori pemekrana kota
Solobaru (RTRW Solo, RTRW Kabupaten Menyebarkan kuesioner ke penduduk Kota
4. Teori kebutuhan manusia terhadap hunian
Sukoharjo, dan RUTR Kawasan Solobaru). Solobaru
5. Teori perumahan dan permukiman
 Data dan peta penggunaan lahan di Kota Surakarta  Wawancara
6. Teori bermukim
dan Solobaru (tahun 1975-2005). Wawancara dengan pihak terkait mengenai
7. Teori interaksi desa-kota
 Data jumlah rumah di Kota Surakarta dan Solobaru. perilaku dan aktivitas sosial, budaya,
 Data kependudukan, ekonomi, sosial ekonomi masyarakat Solobaru
Kompilasi data dan analisis

1. Mengetahui variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang dominan berpengaruh terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.
2. Mengetahui bagaimana pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap fisik, ekonomi, dan sosial permukiman di Kawasan Solobaru.
3. Mengetahui perkembangan luas permukiman di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).
4. Mengetahui perkembangan jumlah rumah di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).
5. Mengetahui perkembangan jumlah sarana perkotaan (pendidikan, kesehatan, perdagangan) di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Output : Pengaruh
6. Mengetahui perkembangan prasarana jalan di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Perkembangan Kota Solo
7. Mengetahui perkembangan tingkat ekonomi (PDRB) Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Terhadap Permukiman di
8. Mengetahui perkembangan jumlah penduduk Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Kawasan Solobaru
9. Mengetahui perkembangan interaksi sosial budaya masyarakat di Kawasan Solobaru.
10. Mengetahui besaran pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta secara bersama-sama terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.
11. Mengetahui besaran pengaruh setiap variabel perkembangan Kota Surakarta terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.
74
Gambar 3.3 Kerangka Penelitian
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

BAB 4
TINJAUAN OBYEK
KOTA SURAKARTA DAN KAWASAN SOLOBARU

3.8 Sejarah
3.1.3 Sejarah Kota Surakarta
A. Masa awal dan pra-Republik
Latar belakang pendirian Kota Surakarta adalah karena terjadinya
pemberontakan Sunan Kuning ("Gègèr Pacinan") pada masa pemerintahan Sunan
Pakubuwono (PB) II tahun 1742. Pemberontakan dapat ditumpas dengan bantuan
VOC dan Kartasura direbut kembali, namun dengan pengorbanan hilangnya
wilayah-wilayah Mataram sebagai imbalan bantuan VOC. Bangunan keraton
sudah hancur dan dianggap "tercemar". Sunan Pakubuwana II lalu memerintahkan
Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Mangkuyudo serta komandan
pasukan Belanda J.A.B. van Hohendorff untuk mencari lokasi ibu kota Mataram
yang baru. Untuk itu dibangunlah keraton baru 20 km ke arah tenggara dari
Kartasura, pada 1745, tepatnya di Desa Sala di tepi Bengawan Solo. Kelak
namanya berubah menjadi Surakarta. (Catatan-catatan lama menyebut bentuk
antara "Salakarta"). Pembangunan keraton baru ini menurut catatan menggunakan
bahan kayu jati dari kawasan Alas Kethu, hutan di dekat Wonogiri Kota dan
kayunya dihanyutkan melalui Bengawan Solo. Secara resmi, keraton mulai
ditempati tanggal 17 Februari 1745 (atau Rabu Pahing 14 Sura 1670 Penanggalan
Jawa, Wuku Landep, Windu Sancaya).

Gambar 4.1 Surat Perjanjian Giyanti tahun 1755

49
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Berlakunya Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) menyebabkan Surakarta


menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta, dengan rajanya PB III.
Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta, dengan rajanya
Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono (HB) I). Keraton dan kota Yogyakarta
mulai dibangun pada 1755, dengan pola tata kota yang sama dengan Surakarta
yang lebih dulu dibangun.
Perjanjian Salatiga 1757 memperluas wilayah kota ini, dengan
diberikannya wilayah sebelah utara keraton kepada pihak Pangeran Sambernyawa
(Mangkunagara I). Sejak saat itu, Sala merupakan kota dengan dua sistem
administrasi, yang berlaku hingga 1945, pada masa Perang Kemerdekaan
Republik Indonesia (RI).
B. Masa Perang Kemerdekaan 1945-1949
Situasi di Surakarta (dan wilayah pengaruhnya) pada masa ini sangat
menyedihkan. Terjadi sejumlah peristiwa politik yang menjadikan wilayah
Surakarta kehilangan hak otonominya, nasib yang berbeda dengan Yogyakarta.
C. D.I. Surakarta dan Pemberontakan Tan Malaka
Begitu mendengar pengumuman tentang kemerdekaan RI, pemimpin
Mangkunegaran (Mangkunegara VIII dan Susuhunan Sala (Pakubuwana XII)
mengirim kabar dukungan ke Presiden RI Soekarno dan menyatakan bahwa
wilayah Surakarta (Mangkunegaran dan Kasunanan) adalah bagian dari RI.
Sebagai reaksi atas pengakuan ini, Presiden RI Soekarno menetapkan
pembentukan propinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS).
Pada Oktober 1945, terbentuk gerakan swapraja/anti-monarki/anti-feodal
di Surakarta, yang salah satu pimpinannya adalah Tan Malaka, tokoh Partai
Komunis Indonesia (PKI). Tujuan gerakan ini adalah membubarkan DIS, dan
menghapus Mangkunegaran dan Kasunanan. Gerakan ini di kemudian hari
dikenal sebagai Pemberontakan Tan Malaka. Motif lain adalah perampasan tanah-
tanah pertanian yang dikuasai kedua monarki untuk dibagi-bagi ke petani
(landreform) oleh gerakan komunis.
Tanggal 17 Oktober 1945, wazir (penasihat raja) Susuhunan, KRMH
Sosrodiningrat diculik dan dibunuh oleh gerakan Swapraja. Hal ini diikuti oleh

50
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

pencopotan bupati-bupati di wilayah Surakarta yang merupakan kerabat


Mangkunegara dan Susuhunan. Bulan Maret 1946, wazir yang baru, KRMT
Yudonagoro, juga diculik dan dibunuh gerakan Swapraja. Pada bulan April 1946,
sembilan pejabat Kepatihan juga mengalami hal yang sama.
Karena banyaknya kerusuhan, penculikan, dan pembunuhan, maka tanggal
16 Juni 1946 pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan
politik Mangkunegaran dan Kasunanan. Sejak saat itu keduanya kehilangan hak
otonom menjadi suatu keluarga/trah biasa dan keraton/istana berubah fungsi
sebagai tempat pengembangan seni dan budaya Jawa. Keputusan ini juga
mengawali Kota Surakarta di bawah satu administrasi. Selanjutnya dibentuk
Karesidenan Surakarta yang mencakup wilayah-wilayah Kasunanan Surakarta dan
Praja Mangkunegaran, termasuk kota swapraja Surakarta. Tanggal 16 Juni
diperingati setiap tahun sebagai hari kelahiran Kota Surakarta.
Tanggal 26 Juni 1946 terjadi penculikan terhadap PM Sutan Syahrir di
Surakarta oleh sebuah kelompok pemberontak yang dipimpin oleh Mayor Jendral
Soedarsono dan 14 pimpinan sipil, di antaranya Tan Malaka, dari Partai Komunis
Indonesia. PM Syahrir ditahan di suatu rumah peristirahatan di Paras. Presiden
Soekarno sangat marah atas aksi pemberontakan ini dan memerintahkan polisi
Surakarta menangkap para pimpinan pemberontak. Tanggal 1 Juli 1946, ke 14
pimpinan berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara Wirogunan. Namun, pada
tanggal 2 Juli 1946, tentara divisi 3 yang dipimpin Mayor Jendral Soedarsono
menyerbu penjara Wirogunan dan membebaskan ke 14 pimpinan pemberontak.
Presiden Soekarno lalu memerintahkan Letnan Kolonel Soeharto,
pimpinan tentara di Surakarta, untuk menangkap Mayjen Soedarsono dan
pimpinan pemberontak. Namun demikian Soeharto menolak perintah ini karena
dia tidak mau menangkap pimpinan/atasannya sendiri. Dia hanya mau menangkap
para pemberontak kalau ada perintah langsung dari Kepala Staf militer RI, Jendral
Soedirman. Presiden Soekarno sangat marah atas penolakan ini dan menjuluki Lt.
Kol. Soeharto sebagai perwira keras kepala.
Tanggal 3 Juli 1946, Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak
berhasil dilucuti senjatanya dan ditangkap di dekat Istana Presiden di Yogyakarta

51
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

oleh pasukan pengawal presiden, setelah Letkol. Soeharto berhasil membujuk


mereka untuk menghadap Presiden Soekarno. Peristiwa ini lalu dikenal sebagai
pemberontakan 3 Juli 1946 yang gagal. PM Syahrir berhasil dibebaskan dan
Mayjen Soedarsono serta pimpinan pemberontak dihukum penjara walaupun
beberapa bulan kemudian para pemberontak diampuni oleh Presiden Soekarno
dan dibebaskan dari penjara.
D. Serangan Umum 7 Agustus 1949
Dari tahun 1945 sampai 1948, Belanda berhasil menguasai kembali
sebagian besar wilayah Indonesia (termasuk Jawa), kecuali Yogyakarta, Surakarta
dan daerah-daerah sekitarnya.
Pada Desember 1948, Belanda menyerbu wilayah RI yang tersisa,
mendudukinya dan menyatakan RI sudah hancur dan tidak ada lagi. Jendral
Soedirman menolak menyerah dan mulai bergerilya di hutan-hutan dan desa-desa
di sekitar kota Yogyakarta dan Surakarta.
Untuk membantah klaim Belanda, maka Jendral Soedirman merencanakan
“Serangan Oemoem” yaitu serangan besar-besaran yang bertujuan menduduki
kota Yogyakarta dan Surakarta selama beberapa jam. “Serangan Oemoem” di
Surakarta terjadi pada tanggal 7 Agustus 1949 dipimpin oleh Letnan Kolonel
Slamet Riyadi. Untuk memperingati peristiwa ini maka jalan utama di Kota
Surakarta dinamakan “Jalan Slamet Riyadi”.
Kepemimpinan Slamet Riyadi yang gugur di pertempuran melawan
gerakan separatis RMS pada Serangan Umum ini sangat mengejutkan pimpinan
tentara Belanda (Van Ohl), yang sempat berkata Slamet Riyadi lebih pantas
menjadi anaknya, ketika acara penyerahan Kota Surakarta.
E. Kota Surakarta Tahun 1960an sampai 1980an
Pada tahun 1966 terjadi banjir besar di Kota Surakarta sehingga separuh
Kota Surakarta tenggelam oleh kedahsyatan Bengawan Solo. Pada tahun 1970-an,
terjadi boom industri di sekitar Bengawan Solo, sehingga limbah industrinya,
yang dibuang ke Bengawan Solo, mampu memusnahkan berbagai spesies mahluk
hidup. Pada tahun 1980-an, setelah terjadi urbanisasi dan industrialisasi, Kota
Surakarta mengalami urban sprawl (pemekaran kota), baik di sisi utara, timur,

52
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

selatan dan barat. Pembangunan perumahan (real estate, perumnas, komplek


hunian baru) mulai menjamur dipinggiran Kota Surakarta. Pada sisi yang lain,
Kota Surakarta yang semula hanya mempunyai fasilitas pendidikan sampai SMA,
kini mulai ada dibangun fasilitas untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu
perguruan tinggi. Pada tahun 1988, pemerintah mencanangkan program Paket
November 1988, yang berdampak pada menjamurnya bank-bank swasta di Kota
Solo. Pada tahun 1990an, setelah pemerintah mencanangkan program Paket Juli
1993 (eksploitasi wisata), maka banyak bangunan hotel bermunculan, melengkapi
perkantoran dan perdagangan. Pada tahun 1998, terjadi peristiwa kerusuhan masal
yang menyebabkan bangunan-bangunan hangus dan hancur.
3.1.4 Sejarah Kawasan Solobaru
A. Masa awal dan pra-Republik
Dahulu Kabupaten Sukoharjo merupakan satu kesatuan wilayah
pemerintahan Kasunanan dan Mangkunegaran dengan Kota Surakarta,
Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten
Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri. Namun, dengan keluarnya Penetapan
Pemerintah Nomor: 16/SD tanggal 15 Juli 1946, maka secara formal wilayah
pemerintahan Kasunanan dan Mangkunegaran sudah tidak ada lagi, dan wilayah-
wilayahnya menjadi wilayah karesidenan Surakarta. Ini berarti wilayah
karesidenan Surakarta terdiri dari bekas wilayah-wilayah Mangkunegaran yaitu
Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri, serta bekas wilayah
Kasunanan yaitu Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali,
dan Kabupaten Sukoharjo (Kawedanan Sukoharjo, Bekonang, Kartasura),
serta Kota Surakarta.
B. Lahirnya Kabupaten Sukoharjo
Kabupaten Sukoharjo lahir berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor:
16/SD, penetapan ini kemudian dikukuhkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Dati II Sukoharjo No. 17 tahun 1986 tentang hari lahir Kabupaten
Sukoharjo, yang disahkan dengan SK Gubernur KDH Tingkat I Jawa Tengah
tanggal 15 Desember 1986 No. 188.3/480/1986 dan diundangkan dalam

53
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Lembaran Daerah Kabupaten Dati II Sukoharjo No. 3 Tahun 1987 Seri D No.2
tanggal 9 Januari 1987.
Keadaan ini mengilhami para pemimpin pada waktu itu untuk
membentuk kabupaten baru di luar Kota Surakarta agar ketiga kawedanan
(Sukoharjo, Bekonang, Kartasura) dapat dibina dalam satu naungan pemerintah
Kabupaten. Kemudian secara spontan KNI Daerah Surakarta menunjuk
KRMT Soewarno Honggopati Tjitrohoepojo untuk menjadi Bupati. Atas dasar
tersebut di atas serta pertimbangan analisa, logis dan kronologis yang dikaitkan
dengan landasan yuridis meskipun landasan yuridis itu tidak bersifat mengatur
secara khusus, maka pada hari Senin Pon tanggal 15 Juli 1946, saat
ditetapkannya Penetapan Pemerintah Nomor: 16/SD tersebut ditetapkan menjadi
Hari Lahir Kabupaten Sukoharjo.
C. Lahirnya Kawasan Solobaru
Pada mulanya pada tahun 1980, pengembangan Kawasan Solobaru ini
dimulai karena ada permintaan dari pihak pemerintah Kabupaten Sukoharjo
kepada pengembang untuk membuka jalan selebar 40 meter untuk mempermudah
akses dari Kabupaten Sukoharjo ke Kota Surakarta. Karena pertimbangan
membuat jalan raya, PSP kemudian memutuskan membuat proyek perumahan
dengan luas lahan sekitar 200-250 hektar.
Namun, rencana pengembang untuk sekedar membangun perumahan
mulai goyah karena memiliki lahan yang sedemikian luas maka lahir gagasan baru
yakni rencana proyek yang semula berskala kecil diubah menjadi besar dengan
rencana menciptakan kota baru di pinggiran Kabupaten Sukoharjo tersebut. Kota
baru itu tepatnya berlokasi di wilayah kecamatan Grogol dan Baki kabupaten
Sukoharjo.
Nama Solobaru dipilih karena menurut pakar budaya MT Arifin
dimungkinkan akan menjadi populer seperti lagu Bengawan Solo. Dan menurut
arsitek terkemuka Prof. Ir. Eko Budiharjo MSc, Solobaru mempunyai nilai
komersil yang dapat dijual dan mudah diingat.
Kawasan Solobaru awalnya terdiri dari 11 sektor. Penomoran sektor-
sektor tersebut tidak berdasarkan urutan pembangunannya, hanya nomor

54
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

pengkaplingan untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan dalam


merealisasikan bangunan. Awalnya Kawasan Solobaru hanya meliputi 11 sektor
yang dibangun oleh pengembang, namun seiring dengan berkembangnya
Kawasan Solobaru, maka pihak pemerintah Kabupaten Sukoharjo mengukuhkan
wilayah Kawasan Solobaru sebagai wilayah perkotaan dengan menyusun Rencana
Umum Tata Ruang Kawasan Solobaru tahun 1990-2010 yang wilayahnya
meliputi dua kecamatan yakni kecamatan Baki dan Grogol.

3.9 Gambaran Umum Kota Surakarta Tahun 1975 – 2005


4.2.1 Gambaran Fisik Kota Surakarta Tahun 1975 – 2005
A. Geografis
Kota Surakarta terletak diantara 110 45' 15"- 110 45'35" Bujur Timur dan
70 36' - 70 56' Lintang Selatan. Kota Surakarta terletak sekitar 65 km timur laut
Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang. Lokasi kota ini berada di dataran
rendah yakni ±92m di atas permukaan laut yang diapit Gunung Merapi di barat
dan Gunung Lawu di timur. Di sebelah selatan terbentang Pegunungan Sewu. Di
sebelah timur mengalir Bengawan Solo dan di bagian utara mengalir Kali Pepe
yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Solo. Kota Surakarta dibagi
menjadi lima kecamatan yaitu Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres,
Kecamatan Laweyan, Kecamatan Pasar Kliwon, dan Kecamatan Serengan. Batas
administrasi Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
 Sebelah utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali.
 Sebelah timur : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo.
 Sebelah selatan : Kabupaten Sukoharjo.
 Sebelah barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.
Peta administrasi Kota Surakarta disajikan berikut ini :

55
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

56
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Peta 4.1 Peta Administrasi Kota Surakarta

57
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Kota Surakarta mempunyai suhu udara maksimum 32,4 C dan suhu udara
minimum 21,6 C. Sedangkan tekanan udara rata-rata adalah 1008,74 mbs dengan
kelembaban udara 79 %. Kecepatan angin berkisar 4 knot dengan arah angin 188
serta beriklim panas. Tanah di Surakarta bersifat pasiran dengan komposisi
mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik kedua gunung api
yang telah disebutkan di atas. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air
yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk
budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan tebu.
Namun demikian, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata
berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk
kegiatan industri dan perumahan penduduk.
B. Kebijakan Tata Ruang Kota Surakarta
Dalam sistem penataan ruang dan perwilayahan Kota Surakarta
sebagaimana dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota tahun 1993-2013,
kebijakan tata ruang Kota Surakarta dibagi menjadi 10 SWP (Sub Wilayah
Pembangunan) yang meliputi :
 Sub Wilayah Pembangunan I
Meliputi 6 wilayah kelurahan yaitu Pucang Sawit, Jagalan, Gandekan,
Sangkrah, Sewu, dan Semanggi dengan pusat pertumbuhan di kelurahan
Pucang Sawit. Adapun kegiatan yang mendominasi adalah sektor industri.
 Sub Wilayah Pembangunan II
Meliputi 12 wilayah kelurahan yaitu Kampung Baru, Kepatihan Kulon,
Kepatihan Wetan, Purwodiningratan, Gilingan, Kestalan, Keprabon, Ketelan,
Timuran, Punggawan, Stabelan, dan Sudiroprajan dengan pusat pertumbuhan
di Kampung Baru. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah sektor
pariwisata, kebudayaan, perdagangan, perkantoran, dan bank.
 Sub Wilayah Pembangunan III
Meliputi 12 wilayah kelurahan yaitu Joyotakan, Danukusuman, Serengan,
Kratonan, Jayengan, Kemlayan, Pasar Kliwon, Gajahan, Kauman, Baluwarti,
Kedung Lumbu, dan Joyosuran dengan pusat pertumbuhan di kelurahan

58
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Gajahan. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah sektor


pariwisata, kebudayaan, dan perdagangan.
 Sub Wilayah Pembangunan IV
Meliputi 8 wilayah kelurahan yaitu Tipes, Bumi, Panularan, Penumping,
Sriwedari, Purwosari, Manahan, dan Mangkubumen dengan pusat
pertumbuhan di kelurahan Sriwedari. Adapun potensi kegiatan yang
mendominasi adalah sektor pariwisata dan olahraga.
 Sub Wilayah Pembangunan V
Meliputi 3 wilayah kelurahan yaitu Pajang, Laweyan, dan Sondakan dengan
pusat pertumbuhan di kelurahan Sondakan. Adapun potensi kegiatan yang
mendominasi adalah sektor industri.
 Sub Wilayah Pembangunan VI
Meliputi 3 wilayah kelurahan yaitu Karangasem, Jajar, dan Kerten dengan
pusat pertumbuhan di kelurahan Jajar. Adapun potensi kegiatan yang
mendominasi adalah perkamtoran dan perumahan/permukiman.
 Sub Wilayah Pembangunan VII
Meliputi 2 wilayah kelurahan yaitu Sumber dan Banyuanyar dengan pusat
pertumbuhan di kelurahan Sumber. Adapun potensi kegiatan yang
mendominasi adalah sektor perumahan/permukiman.
 Sub Wilayah Pembangunan VIII
Meliputi 2 wilayah kelurahan yaitu Jebres dan Tegalharjo dengan pusat
pertumbuhan di kelurahan Jebres. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi
adalah sektor pariwisata, pendidikan, dan perdagangan.
 Sub Wilayah Pembangunan IX
Meliputi 2 wilayah kelurahan yaitu Kadipiro dan Nusukan dengan pusat
pertumbuhan di kelurahan Kadipiro. Adapun potensi kegiatan yang
mendominasi adalah sektor industri dan pendidikan.
 Sub Wilayah Pembangunan X
Meliputi 1 wilayah kelurahan yang sekaligus merupakan pusat pertumbuhan,
yaitu kelurahan Mojosongo. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi
adalah sektor perumahan/permukiman.

59
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

C. Permukiman
Luas permukiman dan jumlah rumah di Kota Surakarta meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Luas permukiman dan jumlah rumah di
Kota Surakarta dari tahun 1975 sampai 2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1 Luas Permukiman di Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Luas Permukiman
Tahun Jumlah Rumah
(ha)
1975 2.868,16 67.314
1976 3.168,26 67.861
1977 3.168,26 68.379
1978 3.168,26 68.432
1979 3.254,56 83.578
1980 3.254,56 83.788
1981 3.018,5754 88.519
1982 3.137,3283 99.562
1983 3.137,3283 90.033
1984 3.242,1452 89.781
1985 3.052,6551 81.850
1986 3.252,6551 82.047
1987 3.266,1551 81.919
1988 3.302,3831 81.475
1989 3.351,6653 84.144
1990 3.369,4853 83.231
1991 3.370,4849 84.062
1992 3.372,4849 85.006
1993 3.372,4849 86.443
1994 3.372,4849 93.361
1995 3.372,4849 93.924
1996 3.372,4849 94.518
1997 2.665,16 95.364
1998 2.667,85 95.225
1999 2.674,24 96.134
2000 2.675,91 98.080
2001 2.681,11 106.364
2002 2.685,14 117.256
2003 2.672,21 124.176
2004 2.682,19 135.040
2005 2.707,27 144.640

60
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Sumber : Surakarta dalam Angka tahun 1975-2005

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa luas permukiman di Kota Surakarta
pada tahun 1975 adalah 2.868,16 ha. Jumlah tersebut meningkat menjadi 3.168,26
ha pada tahun 1980. Sedangkan pada tahun 1985, luas permukiman di Kota
Surakarta berkurang menjadi 3.052,6551 ha dan pada tahun 1990 meningkat
kembali menjadi 3.369,4853 ha. Pada tahun 1995 luas permukiman bertambah
menjadi 3.372,4849 ha. Jumlah tersebut berkurang menjadi 2.675,91 ha pada
tahun 2000 dan menjadi 2.707,27 ha pada tahun 2005. Luas permukiman di Kota
Surakarta dari tahun 1975 sampai 2005 dapat digambarkan pada diagram batang
berikut ini :

Gambar 4.2 Luas Permukiman di Kota Surakarta Tahun 1975-2005

Sedangkan jumlah rumah di Kota Surakarta tahun 1975 adalah 67.314 dan
meningkat menjadi 83.788 pada tahun 1980. Dalam kurun waktu 5 tahun dari
tahun 1980 samapi 1985, jumlah rumah di Kota Surakarta mengalami peningkatan
tetapi menurun kembali hingga pada tahun 1985 jumlahnya menjadi 81.850.
Jumlah tersebut meningkat pada tahun 1990 menjadi 83.231 rumah. Pada tahun
1995 jumlah rumah di Kota Surakarta sebanyak 93.924 dan meningkat menjadi
98.080 pada tahun 2000. Jumlah tersebut meningkat lagi hingga pada tahun 2005
jumlahnya menjadi 144.640. Jumlah rumah di Kota Surakarta dari tahun 1975
sampai 2005 dapat digambarkan pada diagram batang berikut ini :

61
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Gambar 4.3 Jumlah Rumah di Kota Surakarta Tahun 1975-2005

D. Sarana dan Prasarana


Sarana perkotaan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari sarana kesehatan,
perdagangan, dan pendidikan. Jumlah sarana di Kota Surakarta dari tahun 1975-
2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2 Jumlah Sarana Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Jumlah Sarana
Sarana Perdagangan Sarana Pendidikan Sarana Kesehatan
Pertokoan
Universitas,
Tahun (pasar Poliklinik,
Pasar Lembaga Rumah
modern, Jumlah TK SD SMP SMA Jumlah Puskesmas Balai Jumlah
Tradisional Pendidikan, Sakit
took, kios, Pengobatan
Kursus
warung)
1975 38 4.613 4.651 15 42 28 16 166 267 4 5 283 292
1976 38 4.330 4.368 15 42 28 16 84 185 4 5 305 314
1977 38 4.403 4.441 27 42 28 16 51 164 4 5 299 308
1978 38 4.439 4.477 32 44 28 16 383 503 4 5 146 155
1979 39 5.457 5.496 36 44 31 18 415 544 4 5 157 166
1980 39 5.741 5.780 45 48 34 18 449 594 5 5 169 179
1981 39 5.377 5.416 61 48 36 22 435 602 7 7 173 187
1982 39 5.466 5.505 61 52 36 26 446 621 7 7 187 201
1983 39 5.482 5.521 61 52 36 26 468 643 7 7 167 181
1984 40 5.507 5.547 63 52 36 28 498 677 7 7 141 155
1985 40 5.614 5.654 66 60 42 34 511 713 7 7 183 197
1986 40 5.766 5.806 68 60 42 36 528 734 7 9 181 197
1987 40 6.069 6.109 70 60 42 36 544 752 7 9 189 205
1988 40 6.128 6.168 72 62 42 36 567 779 7 9 192 208
1989 40 6.295 6.335 78 62 44 36 616 836 7 9 177 193
1990 40 6.457 6.497 78 64 48 42 615 847 7 14 158 179
1991 40 6.533 6.573 78 68 48 42 605 841 8 14 165 187
1992 40 6.544 6.584 78 68 48 42 603 839 8 14 168 190
1993 40 6.583 6.623 78 68 48 42 582 818 8 14 159 181
1994 40 6.642 6.682 78 68 48 42 518 754 8 18 161 187
1995 40 7.027 7.067 78 68 48 42 520 756 8 18 143 169
1996 40 7.717 7.757 72 68 44 42 296 522 9 18 145 172
1997 40 8.253 8.293 72 68 44 42 574 800 9 18 143 170
1998 40 8.272 8.312 72 68 44 42 521 747 9 18 155 182
1999 40 8.237 8.277 72 68 44 42 522 748 9 18 160 187

62
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

2000 40 8.250 8.290 72 64 41 42 516 735 12 22 154 188


2001 40 8.343 8.383 70 62 41 38 433 644 12 22 167 201
2002 40 8.386 8.426 70 60 41 38 533 742 12 22 178 212
2003 40 8.438 8.478 70 60 41 38 525 734 12 24 192 228
2004 40 8.491 8.531 68 60 41 38 517 724 12 24 159 195
2005 41 8.532 8.572 68 60 41 38 517 724 12 24 180 216
Sumber : Surakarta dalam Angka tahun 1975-2005
Sarana perdagangan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari pasar dan
pertokoan (kios, warung). Jumlah sarana perdagangan yang ada di Kota Surakarta
pada tahun 1975 sebesar 4.651. Jumlah tersebut terus bertambah hingga pada
tahun 1980 jumlahnya menjadi 5.780. Namun dalam kurun waktu lima tahun
jumlah tersebut terus berkurang hingga pada tahun 1985 jumlahnya menjadi
5.654. Pada tahun 1990, jumlah sarana perdagangan di Kota Surakarta sebesar
6.497 dan bertambah pada tahun 1995 menjadi 7.067. Dalam kurun waktu lima
tahun dari tahun 1995 sampai 2000, jumlah sarana perdagangan di Kota Surakarta
mengalami penurunan dan peningkatan hingga pada tahun 2000 jumlahnya
bertambah dari tahun 1995 menjadi 8.290 Jumlah tersebut terus bertambah hingga
pada tahun 2005 menjadi 8.572. Jumlah sarana perdagangan di Kota Surakarta
tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :

Gambar 4.4 Jumlah Sarana Perdagangan di Kota Surakarta Tahun 1975-2005

Sarana pendidikan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari TK, SD, SMP,
SMA, dan universitas maupun lembaga pendidikan serta kursus. Jumlah sarana
pendidikan di Kota Surakarta tahun 1975 sebesar 267. Dalam kurun waktu lima
tahun dari tahun 1975-1980 terjadi penurunan dan peningkatan jumlah sarana
pendidikan hingga pada tahun 1980 jumlahnya menjadi 594. Jumlah tersebut terus
bertambah hingga pada tahun 1985 jumlahnya menjadi 713 dan pada tahun 1990
menjadi 847. Namun, jumlah tersebut terus berkurang hingga pada tahun 1995
menjadi 756. Pada tahun 2000 jumlah sarana pendidikan berkurang menjadi 735

63
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

dan berkurang kembali pada tahun 2005 menjadi 724. Jumlah sarana pendidikan
di Kota Surakarta tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang
berikut ini :

Gambar 4.5 Jumlah Sarana Pendidikan di Kota Surakarta Tahun 1975-2005

Sarana kesehatan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari rumah sakit,
puskesmas, poliklinik dan balai pengobatan. Dari tabel diatas, dapat dilihat jumlah
sarana kesehatan di Kota Surakarta tahun 1975 sebesar 292. Namun jumlah
tersebut berkurang pada tahun 1980 menjadi 179. Pada tahun 1985, jumlah sarana
kesehatan di Kota Surakarta bertambah menjadi 197. Dalam kurun waktu lima
tahun, jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta terus bertambah namun pada
tahun 1990 berkurang hingga jumlahnya menjadi 179. Jumlah tersebut berkurang
kembali pada tahun 1995 menjadi 169. Namun pada tahun 2000, jumlah sarana
kesehatan di Kota Surakarta bertambah menjadi 188 dan jumlahnya terus
bertambah hingga pada tahun 2005 menjadi 216. Jumlah sarana kesehatan di Kota
Surakarta tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :

64
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Gambar 4.6 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Surakarta Tahun 1975-2005

Prasarana jalan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari beberapa kelas
jalan yakni jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal atau lingkungan. Prasarana
jalan di Kota Surakarta terletak pada jalur lintas selatan sistem transportasi
regional pulau Jawa. Jalan arteri primer di Kota Surakarta menghubungkan
bagian timur dan barat Kota Surakarta dengan jalan utama di pusat Kota Surakarta
yaitu jalan Slamet Riyadi yang menghubungkan jalan menuju Semarang,
Yogyakarta, Surabaya. Sedangkan jaringan jalan di dalam Kota Surakarta tampak
berpola grid.
Berikut ini data prasarana jalan Kota Surakarta :

65
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Tabel 4.3 Prasarana Jalan di Kota Surakarta Tahun 1975-2005


Tahun
Jenis Data
2005 2004 2003 2002 2001 2000 1999 1998 1997 1996 1995 1994 1993 1992 1991 1990
Jumlah Ruas Jalan 271 271 271 271 271 271 271 268 268 268 268 268 268 268 268 268
Panjang Ruas Jalan (Km) 675,860 675,860 675,800 675,700 675,600 675,600 675,550 675,525 675,400 675,400 675,375 675,300 675,250 675,150 675,075 675,025

Jenis Permukaan (Km)


Aspal 467,500 467,500 467,450 467,450 467,450 467,450 467,400 467,400 467,400 467,400 467,400 467,400 467,400 467,400 467,400 467,300
Krikil 97,550 97,550 97,550 97,550 97,550 97,500 97,500 97,500 97,500 97,530 97,530 97,520 97,510 97,510 97,480 97,480
Tanah 1,800 1,850 1,850 1,820 1,820 1,790 1,780 1,780 1,770 1,740 1,750 1,750 1,750 1,730 1,710 1,680
Desa/Tidak Terinci 109,010 108,960 108,950 108,880 108,780 108,860 108,870 108,845 108,730 108,730 108,695 108,630 108,590 108,510 108,485 108,565
Kondisi Jalan (Km)
Baik 395,888 393,400 393,400 391,000 389,500 380,750 375,200 370,000 362,020 358,120 350,100 345,250 300,425 297,866 292,360 289,500
Sedang 268,927 260,100 260,100 26,300 26,985 271,550 272,500 272,570 272,900 273,120 273,200 273,586 273,896 275,450 274,330 276,660
Rusak 7,780 7,650 7,650 7,428 7,260 7,045 7,560 7,680 7,768 7,865 8,010 8,268 8,596 8,765 8,985 8,965
Rusak Berat 3,265 14,710 14,650 250,972 251,855 16,255 20,290 25,275 32,712 36,295 44,065 48,196 92,333 93,069 99,400 99,900
Sumber : DLLAJ

66
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Lanjutan

Tahun
Jenis Data
1989 1988 1987 1986 1985 1984 1983 1982 1981 1980 1979 1978 1977 1976 1975
Jumlah Ruas Jalan 268 260 260 260 260 253 253 253 253 253 249 249 246 246 245
Panjang Ruas Jalan (Km) 675,025 675,010 674,080 674,050 674,020 673,050 673,000 672,000 671,050 669,045 669,000 667,050 666,090 666,000 665,080

Jenis Permukaan (Km)


Aspal 467,300 467,300 467,250 467,250 467,225 467,225 467,225 467,190 467,150 467,125 467,090 467,050 466,050 465,090 465,000
Krikil 97,480 97,465 97,465 97,465 97,455 97,455 97,440 97,440 97,425 97,425 97,425 97,415 97,415 97,410 97,400
Tanah 1,680 1,665 1,645 1,600 1,580 1,560 1,540 1,540 1,535 1,500 1,400 1,300 1,250 1,100 1,100
Desa/Tidak Terinci 108,565 108,580 107,720 107,735 107,760 106,810 106,795 105,795 104,845 102,840 102,795 100,845 101,375 99,795 98,875
Kondisi Jalan (Km)
Baik 283,560 280,888 276,360 272,566 268,680 264,320 264,320 260,466 260,466 256,385 240,250 232,100 225,350 220,244 200,340
Sedang 276,400 277,300 277,360 278,058 278,135 278,020 281,560 285,345 285,345 286,450 286,300 286,588 284,250 285,688 287,665
Rusak 9,010 8,964 9,024 9,264 9,264 9,638 9,865 1,020 1,268 1,480 1,588 1,760 1,840 1,920 1,980
Rusak Berat 41,120 42,192 44,224 44,585 45,981 46,953 46,721 46,734 46,440 45,578 37,535 37,234 35,803 33,723 41,234
Sumber : DLLAJ

67
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Jumlah ruas jalan di Kota Surakarta adalah 245 pada tahun 1975 dan
meningkat menjadi 268 pada tahun 1990, dan menjadi 271 pada tahun 2005. Hal
ini berarti terjadi peningkatan yang tidak signifikan pada jumlah ruas jalan dari
tahun ke tahun.Untuk panjang ruas jalan pada tahun 1975 adalah 665,080 km dan
meningkat menjadi 675,025 km pada tahun 1990 dan meningkat pada tahun 2005
menjadi 675,860 km. Hal ini berarti terjadi peningkatan panjang ruas jalan sekitar
10 km selama 30 tahun.
4.2.2 Gambaran Ekonomi Kota Surakarta Tahun 1975 – 2005
Perekonomian Kota Surakarta meningkat dari tahun ke tahun hal ini dapat
dilihat dari peningkatan PDRB Kota Surakarta dari tahun ke tahun.
Tabel 4.4 PDRB Kota Surakarta

PDRB PDRB
Tahun
ADHB ADHK

1975 32.547,768 32.547,768


1976 39.769,962 33.925,601
1977 50.049,687 38.393,566
1978 61.942,087 43.390,081
1979 78.294,250 46.243,491
1980 98.429,270 49.262,675
1981 208.434,950 208.434,950
1982 257.369,582 221.692,082
1983 297.734,686 237.612,251
1984 322.159,460 246.584,694
1985 364.681,512 261.815,609
1986 412.349,822 277.844,578
1987 419.853,320 313.761,541
1988 475.429,503 333.421,526
1989 561.103,314 361.702,249
1990 648.738,979 386.649,904
1991 741.040,442 413.725,392
1992 860.119,797 444.743,889
1993 982.373,384 473.127,652
1994 1.143.122,481 1.073.359,778
1995 1.331.166,129 1.166.205,398
1996 1.597.860,450 1.368.490,070
1997 1.725.142,860 1.432.562,370
1998 2.220.348,200 1.233.018,440

68
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

1999 2.545.175,030 1.250.807,410


2000 2.965.128,910 1.302.715,920
2001 3.321.685,630 1.353.882,640
2002 3.703.510,330 1.426.961,170
2003 4.177.490,750 1.518.008,050
2004 4.780.304,930 1.647.189,150
2005 5.585.776,840 3.858.169,670
Sumber : Surakarta dalam Angka tahun 1975-2005

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 1975 PDRB ADHK
(Atas Dasar Harga Konstan) Kota Surakarta sebesar 32.547,768. Jumlah ini
meningkat pada tahun 1980 menjadi 49.262,675 dan pada tahun 1985 meningkat
menjadi 261.815,609. Perekonomian Kota Surakarta terus meningkat hingga pada
tahun 1990 tingkat PDRB mencapai 386.649,904 dan tahun 1995 mencapai
1.166.205,398. Pada tahun 2000, tingkat PDRB Kota Surakarta mencapai
1.302.715,920 dan tahun 2005 mencapai 3.858.169,670. Tingkat ekonomi Kota
Surakarta tersebut dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :

Gambar 4.7 Tingkat Ekonomi (PDRB) Kota Surakarta Tahun 1975-2005

4.2.3 Gambaran Sosial Kota Surakarta Tahun 1975 – 2005


A. Penduduk
Penduduk Kota Surakarta dari tahun ke tahun mengalami peningkatan baik
peningkatan alami secara maupun secara urbanisasi. Jumlah penduduk dari tahun
1975-2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini :

69
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 1975-2005


Jumlah Penduduk
Tahun
(jiwa)
1975 426.032
1976 435.315
1977 443.129
1978 444.221
1979 451.541
1980 459.257
1981 468.490
1982 478.178
1983 485.375
1984 492.884
1985 502.150
1986 504.591
1987 508.138
1988 511.585
1989 515.234
1990 516.967
1991 519.997
1992 523.455
1993 527.767
1994 531.377
1995 533.628
1996 536.005
1997 539.387
1998 542.832
1999 546.469
2000 550.251
2001 553.580
2002 554.630
2003 555.395
2004 557.731
2005 560.046
Sumber : Surakarta dalam Angka tahun 1975-2005

Dari tabel di atas dapat dilihat pada tahun 1975 penduduk Kota Surakarta
berjumlah 426.032. Dalam dekade 5 tahun yakni pada tahun 1980, penduduknya
bertambah menjadi 459.257. Sedangkan pada tahun 1985 penduduknya
mengalami peningkatan sebesar 42.893 menjadi 502.150. Tahun 1990, penduduk
Kota Surakarta sebanyak 516.967 dan meningkat sebesar 16.661 menjadi 533.628

70
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

pada tahun 1995. Sedangkan pada tahun 2000, penduduk Kota Surakarta
berjumlah 550.251 dan meningkat menjadi 560.046 pada tahun 2005. Peningkatan
jumlah penduduk tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut ini :

Gambar 4.8 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 1975-2005

B. Interaksi Sosial
Kehidupan sosial penduduk di Kota Surakarta telah modern dengan gaya
hidup penduduk kota. Keberagaman sosial budaya yang ada di Kota Surakarta
menyebabkan adanya percampuran budaya dari masing-masing penduduk Kota
Surakarta. Berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku sosial penduduk Kota
Surakarta, interaksi sosial intern dalam Kota Surakarta masih ada tetapi tidak
sekuat penduduk desa yang rasa gotong royong dan kerjasamanya sangat tinggi.
Kondisi interaksi sosial penduduk Kota Surakarta berdasarkan kuesioner adalah
sebagai berikut :

Interaksi Sosial Penduduk Kota Surakarta

10%

47% baik
43% sedang
buruk

Gambar 4.9 Interaksi Sosial Penduduk Kota Surakarta

71
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Pada diagram di atas 10% menjawab interaksi sosial yang terjalin adalah
buruk. Hal ini terlihat seperti di kelurahan Banyuanyar dan Tegalharjo yang
penghuninya terdapat masyarakat golongan ekonomi atas. Kegiatan sosial masih
dilakukan seperti pertemuan warga atau kegiatan sosial lainnya, namun dalam
kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan, masyarakat ekonomi atas tidak serta
merta mengikuti kegiatan tetapi biasanya hanya memberi dukungan dalam bentuk
materi. Sehingga hal ini membuat interaksi sosial masyarakat tidak begitu baik.
43% menjawab sedang dan 47% menjawab baik, interaksi seperti ini terjadi di
Kelurahan Kratonan dan Kampung Sewu dimana interaksi sosial yang ada dapat
terjalin dengan baik karena banyaknya kegiatan sosial yang diikuti aktif oleh
seluruh wargannya.
Berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku sosial masyarakat Kota
Surakarta, interaksi sosial penduduk Kota Surakarta terhadap daerah luar Kota
Surakarta seperti daerah hinterlandnya justru banyak terjadi di Kota Surakarta
sendiri. Hal ini dikarenakan banyak penduduk hinterland Kota Surakarta seperti
penduduk Kawasan Solobaru yang lebih banyak menggunakan fasilitas yang ada
di Kota Surakarta seperti fasilitas pendidikan, perdagangan, maupun kesehatan.
Sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi sosial antara penduduk
Kota Surakarta dengan penduduk luar Kota Surakarta.

3.10 Gambaran Umum Kawasan Solobaru Tahun 1975 – 2005


4.2.1 Gambaran Fisik Kawasan Solobaru Tahun 1975 – 2005
A. Geografis
Kawasan Solobaru terletak di Kabupaten Sukoharjo yang wilayahnya
meliputi 2 kecamatan yakni Kecamatan Baki dan Kecamatan Grogol. Kawasan
Solobaru mempunyai luas wilayah 5174 Ha. Batas administrasi Kawasan
Solobaru adalah sebagai berikut :
 Sebelah utara : Kota Surakarta
 Sebelah timur : Kecamatan Mojolaban dan Kecamatan Polokarto
 Sebelah selatan : Kabupaten Klaten
 Sebelah barat : Kecamatan Kartasura dan Kecamatan Gatak

72
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Peta administrasi Kawasan Solobaru disajikan berikut ini :

73
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Peta 4.2 Peta Administrasi Kawasan Solobaru

74
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Kawasan Solobaru terletak pada daerah yang beriklim tropis dengan


temperatur rata-rata 26 derajat celcius. Curah hujan sebagaimana kondisi iklim di
wilayah tropis adalah cukup tinggi dan pertukaran arah angin setiap 6 bulan yang
menandakan peralihan antara bulan basah dan kering. Menurut topografinya,
Kawasan Solobaru merupakan daerah yang relatif datar, yaitu terletak pada
ketinggian antara 0 – 4% pada bagian tengah dan kurang dari 7% pada bagian
tenggara dan barat laut.
B. Kebijakan Tata Ruang Kabupaten Sukoharjo
Berdasarkan kebijakan perwilayahan, wilayah Kabupaten Sukoharjo
dibagi dalam 6 Sub Wilayah Pembangunan, yaitu :
 Sub Wilayah Pembangunan I
Meliputi wilayah Kecamatan Kartasura dan Gatak dengan pusatnya di Kota
Kartasura. Potensi utama yang dikembangkan adalah pertanian tanaman
pangan, perikanan, industri, perdagangan, perhubungan, permukiman/
perumahan, pariwisata dan pendidikan.
 Sub Wilayah Pembangunan II
Meliputi Wilayah Kecamatan Grogol dan Baki dengan pusatnya di Kota
Grogol. Potensi utama yang dikembangkan adalah pertanian tanaman pangan,
industri, perdagangan, permukiman/perumahan dan pariwisata.
 Sub Wilayah Pembangunan III
Meliputi Wilayah Kecamatan Mojolaban, Polokarto dan Bendosari bagian
utara, selatan dan timur dengan pusatnya di Kota Mojolaban. Potensi utama
yang dikembangkan adalah pertanian tanaman pangan, industri, perikanan,
perkebunan, peternakan industri kecil, permukiman/perumahan dan
pariwisata.
 Sub Wilayah Pembangunan IV
Meliputi Wilayah Kecamatan Sukoharjo, Bendosari bagian barat dengan
pusatnya di Kota Sukoharjo. Potensi utama yang dikembangkan adalah
pertanian tanaman pangan, perikanan, pemerintahan, industri, perdagangan,
permukiman/perumahan, pariwisata dan pendidikan.

75
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

 Sub Wilayah Pembangunan V


Meliputi Wilayah Kecamatan Nguter dengan perkembangannya di Kota
Nguter. Potensi utama yang dikembangkan adalah pertanian tanaman pangan,
industri, peternakan, perdagangan dan Pariwisata di Dam Colo dan wisata
Pancingan Tunjung Biru.
 Sub Wilayah Pembangunan VI
Meliputi Wilayah Kecamatan Tawangsari, Bulu dan Weru dengan pusatnya di
Kota Tawangsari. Potensi utama yang dikembangkan adalah pertanian
tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan, perdagangan,
pertambangan/ bahan galian, industri kecil dan pariwisata.
C. Permukiman
Luas permukiman di Kawasan Solobaru bertambah dari tahun ke tahun.
Luas permukiman dan jumlah rumah di Kawasan Solobaru dapat dilhat pada tabel
berikut ini :
Tabel 4.6 Luas Permukiman di Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005
Luas Permukiman
Tahun Jumlah Rumah
(ha)
1975 1.009,94 19.281
1976 1.044,21 19.604
1977 1.117,15 20.200
1978 1.163,37 20.773
1979 1.244,22 21.282
1980 1.288,76 22.706
1981 1.352,58 23.457
1982 1.395,12 24.172
1983 1.404,1 24.775
1984 1.523,1 25.469
1985 1.752,1 26.022
1986 1.821,1 26.608
1987 1.993,35 26.957
1988 2.017,18 27.474
1989 2.128,62 27.940
1990 2.251,74 28.510
1991 2.290,28 28.986
1992 2.305,13 29.573
1993 2.461,57 29.982

76
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

1994 2.568,44 30.561


1995 2.608,78 31.093
1996 2.738,02 32.538
1997 2.779,46 33.019
1998 2.816,24 33.508
1999 2.843,45 34.931
2000 2.894,31 35.055
2001 2.916,83 35.824
2002 2.934,92 36.250
2003 2.952,27 36.831
2004 2.977,57 36.965
2005 2.982,09 37.451
Sumber : Sukoharjo dalam Angka tahun 1975-2005

Dari tabel tersebut dapat dilihat luas permukiman di Kawasan Solobaru


pada tahun 1975 seluas 1.009,94 ha. Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada
tahun 1980 luasnya menjadi 1.288,76 ha. Dalam kurun waktu lima tahun dari
tahun 1980 sampai 1985 luas permukiman di Kawasan Solobaru terus bertambah
hingga pada tahun 1985 luasnya menjadi 1.752,10 ha. Jumah tersebut terus
bertambah hingga pada tahun 1990 menjadi 2.251,74 ha dan tahun 1995 seluas
2.608,78 ha. Namun dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1995-2000 luas
permukiman berkurang namun bertambah kembali pada tahun 2000 menjadi
2.894,31 ha dan pada tahun 2005 berkurang menjadi 2.982,09 ha. Luas
permukiman di Kawasan Solobaru dari tahun 1975 sampai 2005 dapat
digambarkan pada diagram batang berikut ini :

77
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Gambar 4.10 Luas Permukiman di Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005


Jumlah rumah di Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun semakin
bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Jumlah rumah di
Kawasan Solobaru tahun 1975 sebesar 19.281 dan terus meningkat hingga pada
tahun 1980 menjadi 22.706. Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada tahun
1985 menjadi 26.022 dan pada tahun 1990 menjadi 28.510. Pada tahun 1995,
jumlah rumah di Kawasan Solobaru sebesar 31.093 dan dalam kurun waktu lima
tahun dari tahun 1995 sampai 2000 terjadi penurunan hingga pada tahun 2000
menjadi 34.055. Namun, jumlah tersebut meningkat menjadi 37.451 pada tahun
2005. Jumlah rumah di Kawasan Solobaru dari tahun 1975 sampai 2005 dapat
digambarkan pada diagram batang berikut ini :

Gambar 4.11 Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005

D. Sarana dan Prasarana


Sarana perkotaan yang ada di Kawasan Solobaru terdiri dari sarana
kesehatan, perdagangan, dan pendidikan. Jumlah sarana di Kawasan Solobaru dari
tahun 1975-2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini :

78
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Tabel 4.7 Jumlah Sarana Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005


Jumlah Sarana
Sarana Perdagangan Sarana Pendidikan Sarana Kesehatan
Tahun Universitas,
Pertokoan Poliklinik,
Pasar Lembaga Rumah
(kios, Jumlah TK SD SMP SMA Jumlah Puskesmas Balai Jumlah
Tradisional Pendidikan, Sakit
warung) Pengobatan
Kursus
1975 4 253 257 12 24 12 2 12 86 - 2 18 20
1976 4 271 275 12 24 13 2 12 88 - 2 17 19
1977 6 284 290 12 26 13 2 12 90 - 2 18 20
1978 6 308 314 12 26 13 2 12 89 - 2 17 19
1979 6 319 325 12 26 14 2 12 85 - 2 14 16
1980 6 332 338 12 26 14 2 12 84 - 3 12 15
1981 6 344 350 12 26 14 2 12 85 - 3 12 15
1982 6 355 361 12 26 14 2 12 84 - 3 12 15
1983 8 367 375 12 26 14 2 12 86 - 3 10 13
1984 8 408 416 12 26 14 2 12 84 - 3 6 9
1985 8 478 486 14 26 14 4 14 85 - 4 7 11
1986 8 539 547 14 26 16 4 14 92 - 4 10 14
1987 8 589 597 14 26 16 4 14 94 - 4 9 13
1988 8 604 612 14 26 16 4 14 93 - 4 11 15
1989 8 670 678 14 26 16 4 14 92 - 4 11 15
1990 8 708 716 14 26 16 4 14 95 - 6 17 23
1991 13 746 759 14 24 16 4 14 100 - 6 18 24
1992 13 777 790 12 24 16 4 12 75 - 6 18 24
1993 13 825 838 12 24 16 4 12 75 - 6 18 24
1994 13 905 918 12 24 16 4 12 75 - 6 18 24
1995 13 996 1.009 12 24 16 4 12 75 1 6 14 21
1996 13 1.073 1.086 12 24 16 4 12 75 1 6 18 25
1997 14 1.091 1.105 12 24 16 4 12 88 1 6 11 18
1998 14 1.199 1.213 12 24 16 4 12 89 1 6 14 21
1999 14 1.274 1.288 12 24 16 4 12 89 1 6 13 20
2000 14 1.369 1.383 12 24 16 4 12 89 1 8 11 20
2001 14 1.477 1.491 12 24 16 4 12 88 1 8 8 17
2002 14 1.479 1.493 12 24 16 4 12 146 1 8 8 17
2003 14 1.484 1.498 12 24 16 4 12 175 1 8 20 29
2004 14 1.565 1.579 12 24 16 4 12 177 1 8 27 36
2005 14 1.893 1.907 12 24 16 4 12 161 1 8 28 37
Sumber : Sukoharjo dalam Angka tahun 1975-2005

Sarana perdagangan yang ada di Kawasan Solobaru terdiri dari pasar dan
pertokoan (kios, warung). Jumlah sarana perdagangan yang ada di Kawasan
Solobaru pada tahun 1975 sebesar 257. Jumlah tersebut terus bertambah hingga
pada tahun 1980 jumlahnya menjadi 338 dan pada tahun 1985 menjadi 486.
Dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1985 sampai 1990 jumlah sarana
perdagangan di Kawasan Solobaru terus bertambah hingga pada tahun 1990

79
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

menjadi 716. Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada tahun 1995 jumlah
sarana perdagangan di Kawasan Solobaru menjadi 1.009 dan pada tahun 2000
jumlah sarana perdagangan menjadi 1.383 dan jumlahnya terus bertambah hingga
pada tahun 2005 menjadi 1.907. Jumlah sarana perdagangan di Kawasan Solobaru
tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :

Gambar 4.12 Jumlah Sarana Perdagangan di Kawasan Solobaru Tahun 1975-


2005

Sarana pendidikan yang ada di Kawasan Solobaru terdiri dari TK, SD,
SMP, SMA, dan universitas maupun lembaga pendidikan serta kursus. Jumlah
sarana pendidikan di Kawasan Solobaru tahun 1975 sebesar 86. Dalam kurun
waktu lima tahun jumlah sarana pendidikan bertambah namun berkurang kembali
pada tahun 1980 menjadi 84 dan jumlahnya bertambah pada tahun 1985 menjadi
85. Jumlah tersebut terus bertambah hingga pada tahun 1990 menjadi 95. Namun,
pada tahun 1995 jumlahnya berkurang menjadi 75 dan meningkat kembali pada
tahun 2000 menjadi 89. Dari tahun 2000 sampai 2005, jumlah sarana pendidikan
di Kawasan Solobaru mengalami peningkatan namun pada tahun 2005 jumlahnya
berkurang menjadi 161. Jumlah sarana pendidikan di Kawasan Solobaru tahun
1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :

80
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Gambar 4.13 Jumlah Sarana Pendidikan di Kawasan Solobaru Tahun 1975-


2005

Sarana kesehatan yang ada di Kawasan Solobaru terdiri dari rumah sakit,
puskesmas, poliklinik dan balai pengobatan. Dari tabel diatas, dapat dilihat jumlah
sarana kesehatan di Kawasan Solobaru tahun 1975 sejumlah 20. Jumlah tersebut
berkurang pada tahun 1980 menjadi 15 dan pada tahun 1985 menjadi 11. Pada
tahun 1990, jumlahnya bertambah menjadi 23 tetapi jumlah tersebut berkurang
menjadi 21 pada tahun 1995. Dalam kurun waktu lima tahun, jumlahnya
bertambah namun berkurang kembali pada tahun 2000 menjadi 20. Jumlah
tersebut terus berkurang namun jumlah sarana kesehatan di Kawasan Solobaru
kembali bertambah pada tahun 2005 menjadi 37. Jumlah sarana kesehatan di
Kawasan Solobaru tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang
berikut ini :

Gambar 4.14 Jumlah Sarana Kesehatan di Kawasan Solobaru Tahun 1975-


2005

81
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Prasarana jalan di Kawasan Solobaru terletak pada jalur lintas selatan


sistem transportasi regional pulau Jawa. Prasarana jalan di Kawasan Solobaru
terdiri dari jalan arteri yang merupakan jalan utama yang menghubungkan
kabupaten Sukoharjo dengan Kota Surakarta yakni jalan Yos Sudarso dan jalan
Brigjen Kolonel Sudiarto. Sedangkan jaringan jalan di dalam Kawasan Solobaru
tampak berpola grid karena di Kawasan Solobaru banyak terdapat perumahan
yang biasanya menerapkan pola grid pada jaringan jalan.
Berikut data prasarana jalan di Kawasan Solobaru :

82
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

83
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Tabel 4.8 Prasarana Jalan di Kawasan Solobaru

Tahun
Jenis Data
2005 2004 2003 2002 2001 2000 1999 1998 1997 1996 1995 1994 1993 1992 1991 1990
Jumlah Ruas Jalan 62 62 62 62 62 62 59 59 59 59 59 59 59 59 59 59
Panjang Ruas Jalan
(Km) 358,219 358,219 358,219 358,100 357,875 357,580 357,225 357,000 356,810 356,700 356,435 356,400 356,125 355,885 355,885 355,340
Jenis Permukaan (Km)
Aspal 295,300 295,300 295,300 295,300 295,300 295,300 295,300 295,300 295,300 295,150 295,150 295,150 295,150 295,150 295,150 294,288
Krikil 30,125 30,125 30,125 30,125 30,125 30,125 30,125 30,125 30,125 29,750 29,700 29,485 29,130 29,010 29,000 29,100
Tanah 2,210 2,200 2,165 2,130 2,110 2,095 2,085 2,048 2,026 2,100 2,075 2,040 2,088 2,120 2,100 2,120
Desa/Tidak Terinci 30,584 30,594 30,629 30,545 30340 30,060 29,715 29,527 29,359 29,700 29,510 29,725 29,757 29,605 29635 29792
Kondisi Jalan (Km) 358219 358,219 358,219 358,100 357,875 357,580 357,225 357,000 356,810 356,700 356,435 356,400 356,125 355,885 355,885 355,300
Baik 289,760 287,566 285,488 285,222 285,120 283,466 283,898 283,990 283,688 283,386 283,120 283,000 281,644 281,468 281,226 280,966
Sedang 30,050 29,860 29,688 29,424 29,188 28,988 28,766 28,366 28,122 28,000 27,980 27,688 27,368 27,122 27,108 26,988
Rusak 9,888 9,760 9,548 9,344 9,180 9,010 8,988 8,755 8,544 8,210 8,008 7,988 7,568 7,266 7,010 6,980
Rusak Berat 28,521 31,033 33,495 34,110 34,387 36,116 35,573 35,889 36,456 37,104 37,327 37,724 39,545 40,029 40,541 40,406
Sumber : DLLAJ

84
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Lanjutan
Tahun
Jenis Data
1989 1988 1987 1986 1985 1984 1983 1982 1981 1980 1979 1978 1977 1976 1975
Jumlah Ruas Jalan 59 59 53 53 53 53 49 49 49 49 48 31 31 31 28
Panjang Ruas Jalan
(Km) 355,300 355,128 355,050 354,785 354,700 354,350 353,675 352,920 352,228 351,738 343,200 342,300 341,900 341,500 340,000
Jenis Permukaan
(Km)
Aspal 294,288 294,288 294,288 294,288 294,100 294,100 294,100 294,100 294,000 294,000 294,000 294,000 293,950 293,950 293,950
Krikil 29,116 29,348 29,400 29,478 29,320 29,300 29,646 29,680 29,878 29,888 27,900 29,625 29,335 29,665 29,700
Tanah 2,110 2,035 2,035 2,035 2,035 2,060 2,060 2,060 2,076 2,076 2,076 2,000 1,986 1,875 1,940
Desa/Tidak Terinci 29786 29,457 29,327 28,984 29,245 28,890 27,869 27,080 26,274 25,774 67,080 27,675 15,629 16,010 14,410
Kondisi Jalan (Km) 355,300 325,671 325,723 325,801 325,455 325,460 325,806 325,840 325,954 325,964 391,056 353,300 340,900 341,500 340,000
Baik 280,650 280,126 278,480 278,112 276,865 276,142 276,288 275,688 275,668 276,380 276,120 276,010 277,388 279,455 270,666
Sedang 26,766 26,366 26,112 25,988 25,866 25,490 25,200 25,108 24,998 24,880 24,680 24,400 24,244 24,100 24,088
Rusak 6,764 6,444 6,234 6,100 5,988 5,765 5,466 5,390 5,122 4,900 4,865 4,656 4,465 4,222 4,012
Rusak Berat 41,120 42,192 44,224 44,585 45,981 46,953 46,721 46,734 46,440 45,578 37,535 37,234 35,803 33,723 41,234
Sumber : DLLAJ

85
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Jumlah ruas jalan di Kawasan Solobaru adalah 28 pada tahun 1975 dan
meningkat menjadi 59 pada tahun 1990, dan menjadi 62 pada tahun 2005. Hal ini
berarti terjadi peningkatan yang tidak signifikan pada jumlah ruas jalan dari tahun
ke tahun. Untuk panjang ruas jalan pada tahun 1975 adalah 340,000 km dan
meningkat menjadi 355,340 km pada tahun 1990 dan meningkat pada tahun 2005
menjadi 358,219 km.
4.2.2 Gambaran Ekonomi Kawasan Solobaru Tahun 1975 – 2005
Perekonomian Kawasan Solobaru meningkat dari tahun ke tahun hal ini
dapat dilihat dari peningkatan PDRB Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun.
Tabel 4.9 PDRB Kawasan Solobaru
Tahun PDRB ADHB PDRB ADHK

1975 4.149,825 3.501,748


1976 5.837,272 4.821,419
1977 7.635,117 6.025,384
1978 8.853,994 6.873,767
1979 9.381,238 7.814,668
1980 14.539,556 8.399,923
1981 54.379,187 47.755,319
1982 77.451,483 52.648,112
1983 88.645,223 65.518,724
1984 94.732,473 80.551,746
1985 107.682,441 91.873,019
1986 147.845,382 122.401,281
1987 191.755,673 177139,653
1988 345.126,487 288.135,367
1989 351.189,442 299.745,124
1990 368.714,278 305.213,695
1991 379.462,305 314.522,752
1992 388.245,766 327.142,341
1993 397.522,181 338.830,558
1994 400.142,762 340.144,343
1995 409.634,871 359.973,219
1996 417.688,934 368.425,772
1997 425.813,657 379.681,046
1998 437.691,413 380.021,327
1999 557.180,792 450.074,162
2000 636.736,826 517.763,801

88
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

2001 709.658,175 628.397,554


2002 800.661,863 704.333,162
2003 918.610,304 825.732,826
2004 1.013.786,478 899.082,364
2005 1.109.427,382 948.968,277
Sumber : Sukoharjo dalam Angka tahun 1975-2005

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 1975 PDRB ADHK
(Atas Dasar Harga Konstan) Kawasan Solobaru sebesar 3.501,748. Jumlah ini
meningkat pada tahun 1980 menjadi 8.399,923 dan pada tahun 1985 meningkat
menjadi 91.873,019. Perekonomian Kawasan Solobaru terus meningkat hingga
pada tahun 1990 tingkat PDRB mencapai 305.213,695 dan tahun 1995 mencapai
359.973,219. Pada tahun 2000, tingkat PDRB Kawasan Solobaru mencapai
517.763,801 dan tahun 2005 mencapai 948.968,277. Tingkat ekonomi (PDRB)
Kawasan Solobaru dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :

Gambar 4.15 Tingkat Ekonomi (PDRB) Kawasan Solobaru

4.2.3 Gambaran Sosial Kawasan Solobaru Tahun 1975 - 2005


A. Penduduk
Penduduk Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
baik peningkatan secara alami maupun secara urbanisasi. Jumlah penduduk dari
tahun 1975-2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini :

89
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Tabel 4.10 Jumlah Penduduk Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005

Tahun Jumlah Penduduk

1975 77.120
1976 78.413
1977 80.797
1978 83.088
1979 85.125
1980 90.821
1981 93.826
1982 96.688
1983 99.099
1984 101.876
1985 104.084
1986 106.429
1987 107.825
1988 109.890
1989 111.757
1990 114.035
1991 115.944
1992 118.289
1993 119.924
1994 122.242
1995 124.370
1996 130.155
1997 132.073
1998 134.029
1999 136.009
2000 136.217
2001 143.293
2002 144.995
2003 146.481
2004 147.857
2005 149.800
Sumber : Sukoharjo dalam Angka tahun 1975-2005

Dari tabel di atas dapat dilihat jumlah penduduk Kawasan Solobaru tahun
1975 sebesar 77.120. Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada tahun 1980
menjadi 90.821 dan pada tahun 1985 menjadi 104.084. Dalam kurun waktu lima
tahun dari tahun 1985 sampai 1990, jumlah penduduk Kawasan Solobaru semakin

90
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

bertambah hingga pada tahun 1990 menjadi 114.035. Pada tahun 1995 jumlah
penduduk Kawasan Solobaru sebesar 124.370 dan terus meningkat hingga pada
tahun 2000 menjadi 136.217 dan tahun 2005 menjadi 149.800. Peningkatan
jumlah penduduk tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut ini :

Gambar 4.16 Jumlah Penduduk di Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005

B. Interaksi Sosial
Berdasarkan hasil observasi pada perilaku sosial penduduk di Kawasan
Solobaru, maka dapat dikatakan bila kondisi sosial penduduk di Kawasan
Solobaru sudah seperti menyatu dengan kehidupan Kota Surakarta. Kehidupan
sosial penduduk di Kawasan Solobaru yakni modern tradisional. Penduduk telah
mengikuti gaya hidup modern tetapi belum sepenuhnya meninggalkan tradisi-
tradisi sosial setempat.
Berdasarkan hasil observasi pada perilaku sosial penduduk di Kawasan
Solobaru, interaksi sosial intern dalam Kawasan Solobaru sendiri kurang terasa
kuat terutama di daerah perumahan swasta. Namun di daerah kampung-kampung
penduduk, interaksi sosial penduduknya lebih terasa, hal ini dapat dilihat dari
kebiasaan gotong royong mereka dalam pekerjaan yang membutuhkan kerjasama.
Interaksi sosial penduduk dari hasil kuesioner yang didukung wawancara dengan
penduduk Kawasan Solobaru dapat digambarkan dalam diagram berikut ini :

91
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Gambar 4.17 Interaksi Sosial Penduduk Kawasan Solobaru


Pada diagram di atas 30% menjawab interaksi sosial yang terjalin adalah buruk.
Interaksi seperti ini terjadi di lingkungan perumahan swasta di Kawasan Solobaru
yang hampir tidak ada kegiatan sosial antar penduduk. Penduduk di lingkungan
perumahan swasta sangat individual sehingga mereka kurang perhatian dengan
tetangga sekitarnya. Sebesar 33% responden menjawab interaksi sosial yang
terjalin adalah baik. Interaksi seperti ini terjadi di kampung-kampung penduduk
dimana gotong royong warganya sangat terlihat, pertemuan warga rutin diadakan,
dan kegiatan sosial sering diadakan.

BAB 5
KAJIAN PENGARUH PERKEMBANGAN KOTA SURAKARTA
TERHADAP PERMUKIMAN DI KAWASAN SOLOBARU

5.1 Perkembangan Kota Surakarta


5.1.1 Perkembangan Fisik Kota Surakarta
A. Perkembangan Permukiman Kota Surakarta
Hunian merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Dengan jumlah
penduduk yang bertambah sudah pasti menambah jumlah rumah. Di Kota
Surakarta jumlah rumah dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah rumah tersebut
mengakibatkan kepadatan permukiman di Kota Surakarta cenderung meningkat

92
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

dari tahun ke tahun. Perkembangan kepadatan permukiman di Kota Surakarta


dapat dilihat berikut ini :
Tabel 5.1 Tabel Kepadatan Permukiman di Kota Surakarta
Luas Pertambahan
Jumlah Jumlah Kepadatan
Tahun Permukiman Kepadatan
Penduduk Rumah Permukiman
(Ha) Permukiman
1975 426.032 67.314 2.868,16 65,13% -
1976 435.315 67.861 3.168,26 71,94% 6,81%
1977 443.129 68.379 3.168,26 71,94% 0,00%
1978 444.221 68.432 3.168,26 71,94% 0,00%
1979 451.541 83.578 3.254,56 73,90% 1,96%
1980 459.257 83.788 3.254,56 73,90% 0,00%
1981 468.490 88.519 3.018,5754 68,54% -5,36%
1982 478.178 99.562 3.137,3283 71,24% 2,70%
1983 485.375 90.033 3.137,3283 71,24% 0,00%
1984 492.884 89.781 3.242,1452 73,62% 2,38%
1985 502.150 81.850 3.052,6551 69,31% -4,31%
1986 504.591 82.047 3.252,6551 73,86% 4,55%
1987 508.138 81.919 3.266,1551 74,16% 0,30%
1988 511.585 81.475 3.302,3831 74,98% 0,82%
1989 515.234 84.144 3.351,6653 76,10% 1,12%
1990 516.967 83.231 3.369,4853 76,51% 0,41%
1991 519.997 84.062 3.370,4849 76,53% 0,02%
1992 523.455 85.006 3.372,4849 76,58% 0,05%
1993 527.767 86.443 3.372,4849 76,58% 0,00%
1994 531.377 93.361 3.372,4849 76,58% 0,00%
1995 533.628 93.924 3.372,4849 76,58% 0,00%
1996 536.005 94.518 3.372,4849 76,58% 0,00%
1997 539.387 95.364 2.665,16 60,52% -16,06%
1998 542.832 95.225 2.667,85 60,58% 0,06%
1999 546.469 96.134 2.674,24 60,72% 0,14%
2000 550.251 98.080 2.675,91 60,76% 0,04%
2001 553.580 106.364 2.681,11 60,88% 0,12%
2002 554.630 117.256 2.685,14 60,97% 0,09%
2003 555.395 124.176 2.672,21 60,68% -0,29%
2004 557.731 135.040 2.682,19 60,90% 0,22%
2005 560.046 144.640 2.707,27 61,47% 0,57%
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

Kepadatan permukiman di Kota Surakarta dapat digambarkan pada grafik


berikut ini :

93
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

90.00%
Kepadatan Permukiman 80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%

Gambar 5.1 Grafik Kepadatan Permukiman Kota Surakarta

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kepadatan permukiman di Kota


Surakarta selama kurun waktu 30 tahun (1975-2005) relative berubah namun
cenderung meningkat. Namun, pada tahun 1981 tampak kepadatan
permukimannya berkurang sebesar 5,36%, dan pada tahun 1985 berkurang
sebesar 4,31%. Bila ditinjau dari sejarah Kota Surakarta, maka dapat disimpulkan
bahwa hal ini disebabkan karena pada tahun 1970 terjadi urbanisasi dan
industrialisasi di Kota Surakarta sehingga banyak menyerap penduduk dari luar
kota, dan hal tersebut mengakibatkan terjadinya pemekaran Kota Surakarta hingga
tahun 1980an banyak bermunculan perumahan baru di hinterland Kota Surakarta
seperti di kabupaten Sukoharjo. Pada tahun 1997 tampak kepadatan
permukimannya berkurang sebesar 16,06% dan tahun 2003 berkurang sebesar
0.29%. Hal ini disebabkan semakin tergesernya fungsi permukiman oleh fungsi
komersial yang terutama terjadi di pusat kota.
Dalam kurun waktu 30 tahun, pola perkembangan permukiman Kota
Surakarta cenderung berpola ribbon development (perembetan memanjang) dan
leap frog development (perembetan meloncat) ke dalam maupun ke luar kota.
Adapaun spasial perkembangan permukiman Kota Surakarta dalam kurun waktu
30 tahun adalah sebagai berikut :

94
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Peta 5.1 Peta Perkembangan Permukiman di Kota Surakarta Tahun 1979-1997

95
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Peta 5.2 Peta Perkembangan Permukiman di Kota Surakarta Tahun 1997-2005

96
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Dari peta diatas dapat diketahui bahwa perkembangan Kota Surakarta pada
sampai tahun 1979 adalah memanjang mengikuti jaringan jalan (ribbon
development). Namun setelah lahan semakin terbatas, perkembangan permukiman di
Kota Surakarta pada tahun 1992 sampai sekarang adalah berpola sprawl dan
cenderung kearah luar kota.
Perkembangan spasial permukiman di Kota Surakarta dipengaruhi oleh
pertambahan sarana perekonomian yang semakin tahun bertambah. Dengan lahan
kota yang tetap, maka dari tahun ke tahun permukiman tergeser oleh keberadaan
sarana ekonomi yang berada di tengah kota. Hal ini tampak pada peta 5.2 di atas
bahwa perkembangan permukiman setelah tahun 1997 mulai cenderung ke arah luar
kota.
Bila dilihat dari perkembangan fisik kotanya, maka Kota Surakarta
mempunyai struktur kota konsentris seperti yang dikemukakan oleh Ernest Burgess
(dalam Yunus, 2000). Dalam teori struktur kota konsentris, suatu kota terdiri dari
zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe
penggunaan lahan yang berbeda. Hal ini tercermin pada penggunaan lahan yang
berbeda-beda pada masing-masing zona di Kota Surakarta. Dari kebijakan
penggunaan lahan di Kota Surakarta, pusat Kota Surakarta diarahkan sebagai fungsi
perdagangan, jasa, dan perkantoran. Dan menjauhi pusat kota semakin banyak lahan
yang diperuntukkan sebagai permukiman penduduk. Hal ini senada dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Karyono dalam tesisnya yang mengemukakan bahwa
model struktur kota konsentris sesuai dengan struktur kota yang pernah mengalami
migrasi besar-besaran dan mempunyai latar belakang kerajaan seperti Kota Surakarta.
Struktur kota konsentris yang tampak pada penggunaan lahan di Kota Surakarta dapat
dijelaskan pada peta berikut ini :

97
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Zona 1

Zona 2

Zona 3

Zona 4

Zona 5

Peta 5.3 Peta Stuktur Perkembangan Kota Surakarta

98
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Dari peta penggunaan lahan Kota Surakarta di atas dapat dilihat bahwa
struktur kotanya adalah konsentris. Berdasarkan teori struktur kota konsentris E.W
Burgess (dalam Yunus, 2000), maka pembagian zona konsentris pada struktur
Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
 Pada zona 1 (lingkaran 1) merupakan pusat bisnis atau the central bussiness
district (CBD) Kota Surakarta yang terdiri dari fungsi perdagangan dan jasa,
perkantoran, dan fungsi yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi. Fungsi-
fungsi tersebut banyak tersebar di sepanjang jalan utama Kota Surakarta
seperti di sepanjang jalan Slamet Riyadi, jalan Yos Sudarso, jalan Gatot
Subroto.
 Pada zona 2 (lingkaran 2) merupakan daerah transisi atau the zone of
transition. Pada zona ini banyak terdapat permukiman kumuh yang letaknya
berada tidak jauh dari pusat kota. Seperti permukiman di kelurahan Sangkrah,
kelurahan Kedung Lumbu, kelurahan Gandekan di Kota Surakarta.
 Pada zona 3 (lingkaran 3) merupakan daerah pemukiman para pekerja atau the
zone of workkingmen’s homes. Yang termasuk dalam zona ini antara lain
seperti kelurahan Nusukan, kelurahan Gilingan, kelurahan Tegalharjo, dan
kelurahan Semanggi di Kota Surakarta.
 Pada zona 4 (lingkaran 4) merupakan daerah tempat tinggal golongan kelas
menengah atau The Zone of Middle Class Develiers. Yang termasuk dalam
zona ini antara lain seperti kelurahan Kadipiro, kelurahan Mojosongo,
kelurahan Joyosuran, dan kelurahan Jajar.
 Pada zona 5 (lingkaran 5) merupakan daerah para penglaju atau the commuters
zone. Di daerah ini terdiri dari permukiman golongan kelas atas yang mencari
kenyamanan bertempat tinggal tanpa mempedulikan jarak yang jauh dari pusat
kota. Kelurahan Banyuanyar Kota Surakarta merupakan daerah yang termasuk
dalam zona ini. Di kelurahan Banyuanyar terdapat perumahan yang
penghuninya adalah masyarakat golongan ekonomi atas.
Ciri khas utama kota konsentris adalah adanya kecenderungan memperluas
wilayah dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya). Seperti yang terjadi di
Kota Surakarta yang dapat dilihat dari peta penggunaan lahan Kota Surakarta di

99
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

atas, bahwa hinterland Kota Surakarta yang berbatasan langsung dengan Kota
Surakarta seperti Kawasan Solobaru, kecamatan Kartasura, maupun kelurahan
Colomadu adalah daerah yang berfungsi sebagai permukiman penduduk. Dapat
dikatakan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang berfungsi untuk
menampung luapan kebutuhan perumahan di Kota Surakarta.
Menurut Melville C. Branch (1996:37), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan kota, yaitu keadaan geografis, tapak (site), dan
fungsi kota. Jika dilihat kondisi Kota Surakarta, maka dapat dikatakan bahwa
faktor yang paling mempengaruhi perkembangan Kota Surakarta adalah keadaan
geografis dan tapak (site) Kota Surakarta. Berikut ini letak geografis Kota
Surakarta bila ditinjau dari Jawa Tengah :

100
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Peta 5.4 Peta Orientasi Kota Surakarta terhadap Propinsi Jawa Tengah

101
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Dapat dilihat dari peta diatas, yang dilingkari adalah wilayah Kota
Surakarta dan sekitarnya. Dari peta tampak Kota Surakarta terletak di antara
lembah Gunung Merapi Merbabu dan Gunung Lawu sehingga membuat Kota
Surakarta berlimpah air bersih dan tanahnya berpotensi untuk kawasan budidaya.
Tapak (site) Kota Surakarta bila ditinjau dari topografinya maka topografinya
relatif datar. Hal ini memudahkan Kota Surakarta berkembang ke segala arah ke
hinterland-hinterlandnya.
Dari peta tampak, Kota Surakarta terletak pada simpul jalur lintas selatan
dan utara sistem transportasi regional pulau Jawa. Artinya Kota Surakarta dilalui
jalan nasional yang menghubungkan kota-kota lain di pulau Jawa. Hal ini
mendorong cepatnya perkembangan Kota Surakarta. Dengan letak geografisnya
yang strategis, maka di Kota Surakarta banyak terjadi bangkitan dan tarikan
kegiatan yang berpengaruh pada perkembangan Kota Surakarta. Hingga sekarang,
perkembangan fisik Kota Surakarta telah melampaui batas wilayah administrasi
Kota Surakarta. Terbatasnya lahan di Kota Surakarta menyebabkan terjadinya
urban sprawl ke hinterland Kota Surakarta. Perumahan-perumahan baru mulai
bermunculan di hinterland Kota Surakarta seperti di Kawasan Solobaru yang
merupakan hinterland Kota Surakarta.
B. Perkembangan Sarana Kota Surakarta
1. Perkembangan Sarana Perdagangan Kota Surakarta
Sarana perdagangan Kota Surakarta yang terdiri dari pasar dan pertokoan
(kios, warung) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan penurunan tetapi
lebih cenderung meningkat. Perkembangan jumlah sarana perdagangan sering kali
melebihi kebutuhan jumlah sarana. Perbandingan perkembangan jumlah sarana
perdagangan di Kota Surakarta dengan kebutuhan jumlah sarana perdagangan
menurut jumlah penduduk di Kota Surakarta yang dapat dianalisis dengan SNI 03-
1733-2004 tentang perencanaan perumahan kota dapat dilihat berikut ini :

102
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Tabel 5.2 Perkembangan Jumlah Sarana Perdagangan Kota Surakarta


Kebutuhan
Tingkat
Jumlah Jumlah Sarana
Jumlah Pertumbuhan Kelebihan
Tahun Sarana Perdagangan
Penduduk Sarana Sarana
Perdagangan berdasarkan
Perdagangan
SNI
1975 426.032 4.651 - 1.793 2.858
1976 435.315 4.368 -6,48% 1.832 2.536
1977 443.129 4.441 1,64% 1.865 2.576
1978 444.221 4.477 0,80% 1.869 2.608
1979 451.541 5.496 18,54% 1.900 3.596
1980 459.257 5.780 4,91% 1.933 3.847
1981 468.490 5.416 -6,72% 1.972 3.444
1982 478.178 5.505 1,62% 2.012 3.493
1983 485.375 5.521 0,29% 2.043 3.478
1984 492.884 5.547 0,47% 2.074 3.473
1985 502.150 5.654 1,89% 2.113 3.541
1986 504.591 5.806 2,62% 2.123 3.683
1987 508.138 6.109 4,96% 2.138 3.971
1988 511.585 6.168 0,96% 2.153 4.015
1989 515.234 6.335 2,64% 2.168 4.167
1990 516.967 6.497 2,49% 2.176 4.321
1991 519.997 6.573 1,16% 2.188 4.385
1992 523.455 6.584 0,17% 2.203 4.381
1993 527.767 6.623 0,59% 2.221 4.402
1994 531.377 6.682 0,88% 2.236 4.446
1995 533.628 7.067 5,45% 2.246 4.821
1996 536.005 7.757 8,90% 2.256 5.501
1997 539.387 8.293 6,46% 2.270 6.023
1998 542.832 8.312 0,23% 2.284 6.028
1999 546.469 8.277 -0,42% 2.300 5.977
2000 550.251 8.290 0,16% 2.316 5.974
2001 553.580 8.383 1,11% 2.330 6.053
2002 554.630 8.426 0,51% 2.334 6.092
2003 555.395 8.478 0,61% 2.337 6.141
2004 557.731 8.531 0,62% 2.347 6.184
2005 560.046 8.572 0,48% 2.357 6.215
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

103
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana perdagangan dari tahun


1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :
0.2

0.15
(%)

0.1

0.05

-0.05

-0.1

Gambar 5.2 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana


Perdagangan Kota Surakarta

Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat


pertumbuhan jumlah sarana perdagangan di Kota Surakarta yakni relative
meningkat dari tahun ke tahunnya meskipun mengalami peningkatan dan
penurunan pada beberapa kurun waktu. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan
sarana perdagangan di Kota Surakarta mencapai 4,91%. Pada tahun 1985, tingkat
pertumbuhan sarana perdagangan dalam setahun mencapai 1,89%, angka ini lebih
kecil bila dibandingkan pertumbuhan tahun 1980. Tingkat pertumbuhan sarana
perdagangan di Kota Surakarta meningkat kembali pada tahun 1990 yakni 2,49%
dan tahun 1995 yakni 5,45%. Pada tahun 2000, tingkat pertumbuhannya menurun
dalam setahun mencapai 0,16% dan meningkat kembali menjadi 0,48% pada
tahun 2005.
Namun, jumlah sarana perdagangan dari tahun ke tahun di Kota Surakarta
bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana perdagangan menurut jumlah
penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka jumlah sarana yang ada adalah
cenderug kelebihan dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kota Surakarta.
Seperti halnya pada tahun 1996, jumlah sarana perdagangan mencapai 7.757
padahal kebutuhan jumlah sarana perdagangan bila ditinjau dari jumlah
penduduknya adalah 2.256 dan berarti pada tahun 1996 terdapat kelebihan jumlah
sarana perdagangan sebesar 5.501. Dengan angka kelebihan yang sedemikian
banyak tentu saja menambah jumlah lahan untuk fungsi perdagangan.

104
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Perkembangan sarana perdagangan tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun ke


tahun jumlahnya bertambah dan lahannya semakin mengambil lahan di pusat kota.
Sehingga hal ini mengakibatkan lahan permukiman yang semula berada di pusat
kota menjadi bergeser ke arah pinggir kota. Keadaan ini juga didukung oleh
kebijakan pemerintah dalam menetapkan pusat perdagangan di pusat kota yakni di
sepanjang jalan utama Kota Surakarta khusunya bagian selatan seperti jalan
Slamet Riyadi, jalan Yos Sudarso, jalan Gatot Subroto, jalan Urip Sumoharjo,
jalan Brigjen Sudiarto.
2. Perkembangan Sarana Pendidikan Kota Surakarta
Sarana pendidikan di Kota Surakarta terdiri dari TK, SD, SMP, SMA, dan
universitas maupun lembaga pendidikan serta kursus. Sarana pendidikan di Kota
Surakarta dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan jumlah.
Perbandingan perkembangan jumlah sarana pendidikan di Kota Surakarta dengan
kebutuhan jumlah sarana pendidikan menurut jumlah penduduk di Kota Surakarta
yang dapat dianalisis dengan SNI 03-1733-2004 tentang perencanaan perumahan
kota dapat dilihat berikut ini :
Tabel 5.3 Perkembangan Jumlah Sarana Pendidikan Kota Surakarta
Tingkat Kebutuhan
Jumlah
Jumlah Pertumbuhan Jumlah Sarana Kekurangan
Tahun Sarana
Penduduk Sarana Pendidikan Sarana
Pendidikan
Pendidikan Berdasarkan SNI
1975 426.032 267 - 785 518
1976 435.315 185 -44,32% 802 617
1977 443.129 164 -12,80% 816 652
1978 444.221 503 67,40% 818 315
1979 451.541 544 7,54% 832 288
1980 459.257 594 8,42% 846 252
1981 468.490 602 1,33% 863 261
1982 478.178 621 3,06% 881 260
1983 485.375 643 3,42% 894 251
1984 492.884 677 5,02% 908 231
1985 502.150 713 5,05% 925 212
1986 504.591 734 2,86% 929 195
1987 508.138 752 2,39% 936 184
1988 511.585 779 3,47% 942 163
1989 515.234 836 6,82% 949 113
1990 516.967 847 1,30% 952 105

105
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

1991 519.997 841 -0,71% 958 117


1992 523.455 839 -0,24% 964 125
1993 527.767 818 -2,57% 972 154
1994 531.377 754 -8,49% 979 225
1995 533.628 756 0,26% 983 227
1996 536.005 522 -44,83% 987 465
1997 539.387 800 34,75% 993 193
1998 542.832 747 -7,10% 1.000 253
1999 546.469 748 0,13% 1.006 258
2000 550.251 735 -1,77% 1.013 278
2001 553.580 644 -14,13% 1.020 376
2002 554.630 742 13,21% 1.021 279
2003 555.395 734 -1,09% 1.023 289
2004 557.731 724 -1,38% 1.027 303
2005 560.046 724 0,00% 1.031 307
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana pendidikan dari tahun


1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :
0.8

0.6

0.4

0.2
(%)

-0.2

-0.4

-0.6

Gambar 5.3 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana


Pendidikan Kota Surakarta

Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat


pertumbuhan jumlah sarana pendidikan di Kota Surakarta yakni relative menurun
dari tahun ke tahunnya meskipun mengalami peningkatan dan penurunan pada
beberapa kurun waktu. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan sarana pendidikan
di Kota Surakarta mencapai 8,42%. Pada tahun 1985, dalam setahun tingkat
pertumbuhannya mencapai 5,05%. Namun tingkat pertumbuhan sarana
pendidikan di Kota Surakarta menurun dalam setahun pada tahun 1990 menjadi

106
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

1,30% dan tahun 1995 menjadi 0,26%. Dalam setahun pada tahun 2000, tingkat
pertumbuhannya terus menurun menjadi -1,77% dan meningkat kembali dalam
setahun menjadi -1,38% pada tahun 2004. Kecenderungan penurunan jumlah
sarana pendidikan ini sangat terkait dengan jumlah penduduk usia sekolah.
Namun, jumlah sarana pendidikan dari tahun ke tahun di Kota Surakarta
bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana pendidikan menurut jumlah
penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka jumlah sarana yang ada
cenderung belum mencukupi dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kota
Surakarta. Seperti halnya pada tahun 1990, jumlah sarana pendidikan mencapai
847 padahal kebutuhan jumlah sarana perdagangan bila ditinjau dari jumlah
penduduknya adalah 952 dan berarti pada tahun 1990 terjadi kekurangan jumlah
sarana pendidikan sebesar 105.
3. Perkembangan Sarana Kesehatan Kota Surakarta
Sarana kesehatan di Kota Surakarta terdiri dari rumah sakit, puskesmas,
poliklinik dan balai pengobatan. Sarana kesehatan di Kota Surakarta dari tahun ke
tahun mengalami kenaikan dan penurunan jumlah. Perbandingan perkembangan
jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta dengan kebutuhan jumlah sarana
kesehatan menurut jumlah penduduk di Kota Surakarta yang dapat dianalisis
dengan SNI 03-1733-2004 tentang perencanaan perumahan kota dapat dilihat
berikut ini :
Tabel 5.4 Perkembangan Jumlah Sarana Kesehatan Kota Surakarta
Kebutuhan
Jumlah Tingkat Jumlah Sarana
Jumlah Kelebihan
Tahun Sarana Pertumbuhan Kesehatan
Penduduk Sarana
Kesehatan Sarana Kesehatan Berdasarkan
SNI
1975 426.032 292 - 32 260
1976 435.315 314 7,01% 33 281
1977 443.129 308 -1,95% 33 275
1978 444.221 155 -98,71% 33 122
1979 451.541 166 6,63% 34 132
1980 459.257 179 7,26% 34 145
1981 468.490 187 4,28% 35 152
1982 478.178 201 6,97% 36 165
1983 485.375 181 -11,05% 36 145

107
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

1984 492.884 155 -16,77% 37 118


1985 502.150 197 21,32% 38 159
1986 504.591 197 0,00% 38 159
1987 508.138 205 3,90% 38 167
1988 511.585 208 1,44% 38 170
1989 515.234 193 -7,77% 39 154
1990 516.967 179 -7,82% 39 140
1991 519.997 187 4,28% 39 148
1992 523.455 190 1,58% 39 151
1993 527.767 181 -4,97% 40 141
1994 531.377 187 3,21% 40 147
1995 533.628 169 -10,65% 40 129
1996 536.005 172 1,74% 40 132
1997 539.387 170 -1,18% 40 130
1998 542.832 182 6,59% 41 141
1999 546.469 187 2,67% 41 146
2000 550.251 188 0,53% 41 147
2001 553.580 201 6,47% 42 159
2002 554.630 212 5,19% 42 170
2003 555.395 228 7,02% 42 186
2004 557.731 195 -16,92% 42 153
2005 560.046 216 9,72% 42 174
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana kesehatan dari tahun


1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :
0.4
0.2
0
-0.2
(%)

-0.4
-0.6
-0.8
-1
-1.2

Gambar 5.4 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana


Kesehatan Kota Surakarta
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat
pertumbuhan jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta yakni relative menurun

108
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

dari tahun ke tahunnya meskipun mengalami peningkatan dan penurunan pada


beberapa kurun waktu. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan sarana kesehatan di
Kota Surakarta dalam setahun mencapai 7,26%. Tingkat pertumbuhan jumlah
sarana kesehatan pada tahun 1985 dalam setahun mencapai 21,32%. Namun
tingkat pertumbuhan sarana kesehatan di Kota Surakarta menurun pada tahun
1990 menjadi -7,82% selama setahun dan tahun 1995 menjadi -10,62% selama
setahun. Pada tahun 2000, tingkat pertumbuhannya meningkat kembali menjadi
0,53% selama setahun dan terus meningkat menjadi 9,72% pada tahun 2005
selama setahun.
Namun, jumlah sarana kesehatan dari tahun ke tahun di Kota Surakarta
bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana kesehatan menurut jumlah
penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka jumlah sarana yang ada adalah
lebih dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kota Surakarta. Seperti halnya
pada tahun 1996, jumlah sarana kesehatan mencapai 172 padahal kebutuhan
jumlah sarana kesehatan bila ditinjau dari jumlah penduduknya adalah 40 dan
berarti pada tahun 1996 terdapat kelebihan jumlah sarana kesehatan sebesar 132.
Dengan angka kelebihan yang sedemikian banyak tentu saja menambah jumlah
lahan untuk fungsi kesehatan. Perkembangan spasial sarana kesehatan di Kota
Surakarta persebarannya mengikuti fungsi sarana kesehatan tersebut. Keadaan ini
merupakan interpretasi dari kebijakan pemerintah mengenai persebaran sarana
kesehatan. Seperti misalnya rumah sakit kasih ibu yang merupakan fungsi
pelayanan primer maka letaknya berada di jalan utama Kota Surakarta. Namun,
sarana kesehatan seperti puskesmas dengan fungsi pelayanan sekunder maka
letaknya berada di tiap-tiap kecamatan.
C. Perkembangan Prasarana Jalan Kota Surakarta
Prasarana jalan di Kota Surakarta menjadi sangat penting karena Kota
Surakarta menjadi simpul regional pulau Jawa. Kota Surakarta dilalui jalan
nasional yang menghubungkan utara dan selatan pulau Jawa. Oleh karena itu
dalam perkembangannya, Kota Surakarta selalu meningkatkan jumlah ruas jalan
dan kualitasnya untuk menunjang akses di dalam maupun keluar Kota Surakarta.
Berikut ini grafik perkembangan prasarana jalan di Kota Surakarta :

109
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Peningkatan Jumlah Ruas Jalan Kota Surakarta


Tahun 1975-2005
280
270
260
250
240
230

Gambar 5.5 Peningkatan Jumlah Ruas Jalan Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Dari grafik tersebut, kecenderungan peningkatan ruas jalan di Kota
Surakarta adalah cenderung meningkat. Peningkatan tersebut tidak begitu
signifikan setiap tahunnya karena setiap tahun tidak selalu ada penambahan ruas
jalan. Namun, perkembangan jalan juga terlihat pada peningkatan kualitasnya.
Perkembangan prasarana jalan di Kota Surakarta lebih banyak ke
peningkatan kualitas jalan seperti pelebaran jalan. Pelebaran jalan yang ada yakni
pelebaran jalan Slamet Riyadi pada tahun 1975an, pelebaran jalan Yos Sudarso
pada tahun 1980an, pelebaran jalan Ahmad Yani pada tahun 1990an. Untuk
pembuatan jalan baru adalah jalan layang Jebres dan jalan Ir. Juanda Kartasanjaya
pada tahun 1995an, jalan lingkar utara Kota Surakarta yakni pada tahun 2000.
Perkembangan prasarana jalan yang ada di Kota Surakarta merupakan
realisasi kebijakan pemerintah dalam mempermudah akses pergerakan barang
maupun jasa. Mengingat Kota Surakarta merupakan simpul pertemuan jalur utara
dan selatan pulau Jawa maka prasarana jalan merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi perkembangan Kota Surakarta dan hinterlandnya.
5.1.2 Perkembangan Ekonomi Kota Surakarta
Perkembangan ekonomi Kota Surakarta dapat dilihat dari perkembangan
PDRB Kota Surakarta dari tahun ke tahun. Tingkat pertumbuhan ekonomi
(PDRB) di Kota Surakarta dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :

110
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Tabel 5.5 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Kota Surakarta


Tingkat
PDRB PDRB Pertumbuhan
Tahun
ADHB ADHK Ekonomi
(PDRB)
1975 32.547,768 32.547,768 -
1976 39.769,962 33.925,601 4,06%
1977 50.049,687 38.393,566 11,64%
1978 61.942,087 43.390,081 11,52%
1979 78.294,250 46.243,491 6,17%
1980 98.429,270 49.262,675 6,13%
1981 208.434,950 208.434,950 76,37%
1982 257.369,582 221.692,082 5,98%
1983 297.734,686 237.612,251 6,70%
1984 322.159,460 246.584,694 3,64%
1985 364.681,512 261.815,609 5,82%
1986 412.349,822 277.844,578 5,77%
1987 419.853,320 313.761,541 11,45%
1988 475.429,503 333.421,526 5,90%
1989 561.103,314 361.702,249 7,82%
1990 648.738,979 386.649,904 6,45%
1991 741.040,442 413.725,392 6,54%
1992 860.119,797 444.743,889 6,97%
1993 982.373,384 473.127,652 6,00%
1994 1.143.122,481 1.073.359,778 55,92%
1995 1.331.166,129 1.166.205,398 7,96%
1996 1.597.860,450 1.368.490,070 14,78%
1997 1.725.142,860 1.432.562,370 4,47%
1998 2.220.348,200 1.233.018,440 -16,18%
1999 2.545.175,030 1.250.807,410 1,42%
2000 2.965.128,910 1.302.715,920 3,98%
2001 3.321.685,630 1.353.882,640 3,78%
2002 3.703.510,330 1.426.961,170 5,12%
2003 4.177.490,750 1.518.008,050 6,00%
2004 4.780.304,930 1.647.189,150 7,84%
2005 5.585.776,840 3.858.169,670 57,31%
Sumber : Hasil Analisis, tahun 2010

111
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

10000000
8000000
6000000
4000000
PDRB ADHB
2000000
PDRB ADHK
0
Tahun 1975
Tahun 1977
Tahun 1979
Tahun 1981
Tahun 1983
Tahun 1985
Tahun 1987
Tahun 1989
Tahun 1991
Tahun 1993
Tahun 1995
Tahun 1997
Tahun 1999
Tahun 2001
Tahun 2003
Tahun 2005
Gambar 5.6 Peningkatan PDRB Kota Surakarta

1
0.8
0.6
(%)

0.4
0.2
0
-0.2
-0.4

Gambar 5.7 Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)


Kota Surakarta

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan perekonomian


di Kota Surakarta cenderung meningkat dari tahun ke tahunnya. Tingkat
pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun cenderung berbeda-beda. Tingkat
pertumbuhan yang paling signifikan adalah pada tahun 1981 yakni tingkat
pertumbuhannya sebesar 76,37%. Hal ini dipengaruhi karena pada tahun tersebut
terjadi industrialisasi di Kota Surakarta sehingga kontribusi kegiatan industri
semakin menambah angka PDRB.
Intensitas dan ragam kegiatan ekonomi di Kota Surakarta dari tahun ke
tahun juga mengalami peningkatan yang ditandai dari ketersediaan fasilitas
ekonomi yang semakin banyak jumlah dan jenisnya. Kegiatan perekonomian telah
mendominasi kegiatan kawasan pusat kota. Kegiatan perekonomian seperti
perbelanjaan, perbankan dan jasa banyak berlokasi di sepanjang jalan arteri.

112
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Kegiatan sosial budaya seperti kegiatan bermukim (perumahan) menjadi


terpinggirkan oleh perkembangan kegiatan perekonomian yang terlihat dari
adanya alih fungsi sarana kegiatan sosial budaya menjadi sarana kegiatan
perekonomian dan tidak sebaliknya.
5.1.3 Perkembangan Sosial Kota Surakarta
A. Perkembangan Penduduk Kota Surakarta
Berdasarkan data perkembangan penduduk Kota Surakarta tahun 1975-
2005 diketahui bahwa terjadi fluktuasi tingkat pertumbuhan penduduk. Berikut ini
tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta tahun 1975-2005 :
Tabel 5.6 Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Tingkat
Jumlah
Tahun Pertumbuhan
Penduduk
Penduduk (r)
1975 426.032 -
1980 459.257 0,14%
1985 502.150 1,81%
1990 516.967 0,60%
1995 533.628 0,65%
2000 550.251 0,60%
2005 560.046 0,37%
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

Perubahan tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta dari tahun


1975-2005 dapat digambarkan berikut ini :
2.00%
Tingkat Pertumbuhan

1.50%
Penduduk (r)

1.00%

0.50%

0.00%
1975-1980 1980-1985 1985-1990 1990-1995 1995-2000 2000-2005

Gambar 5.8 Grafik Perubahan Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta


Tahun 1975-2005

113
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Tingkat pertumbuhan penduduk di Kota Surakarta pada tahun 1975-1980


mencapai 0,14% sedangkan pada tahun 1980-1985 terjadi peningkatan yang
cukup signifikan hingga tingkat pertumbuhan penduduknya menjadi 1,81%. Hal
ini dapat terjadi karena pada tahun 1980 telah terjadi urbanisasi di Kota Surakarta.
Namun, pada tahun 1985-1990 tingkat pertumbuhan penduduknya berkurang
menjadi 0,60%. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 1985-1990 telah terjadi
pemekaran Kota Surakarta sehingga mengakibatkan munculnya perumahan-
perumahan baru di hinterland kota yang dapat menyerap penduduk Kota Surakarta
untuk tinggal di luar Kota Surakarta. Pada tahun 1990-1995 tingkat pertumbuhan
penduduk Kota Surakarta meningkat menjadi 0,65% namun pada tahun 1995-
2000 menurun kembali menjadi 0,60% dan terus menurun hingga tingkat
pertumbuhan penduduk menjadi 0,37% pada tahun 2000-2005. Angka yang terus
menurun ini dikarenakan terdesaknya kawasan permukiman di pusat kota yang
beralih fungsi untuk kegiatan ekonomi.
Menurut Barlow dan Newton (1971) mengemukakan bahwa, ada dua
kekuatan dinamis yang berpengaruh dalam perkembangan wilayah suatu daerah
yaitu kekuatan sentrifugal dan sentripental.

Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Boyolali

Kekuatan Sentrifugal
Kabupaten Sukoharjo
Kekuatan Sentripental

Gambar 5.9 Kekuatan Sentrifugal dan Sentripental di Kota Surakarta

114
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Kekuatan sentrifugal adalah kekuatan yang mengakibatkan pengaruh


perubahan bentuk tata guna lahan suatu kota yang realisasinya berwujud sebagai
gerakan penduduk yang berasal dari dalam kota menuju luar kota. Dalam
perkembangan Kota Surakarta juga terdapat kekuatan sentrifugal. Hal ini
dicerminkan oleh pergerakan penduduk Kota Surakarta yang bergerak keluar Kota
Surakarta (hinterland) baik untuk bermukim maupun beraktivitas. Sedangkan
yang dimaksud kekuatan sentripental adalah kekuatan-kekuatan yang
mengakibatkan perubahan bentuk tata guna lahan suatu kota, yang realisasinya
terwujud sebagai gerakan penduduk yang berasal dari luar kota menuju ke arah
dalam kota. Dalam perkembangan Kota Surakarta juga terdapat kekuatan
sentripental yang dicerminkan oleh adanya penduduk yang bukan asli penduduk
Kota Surakarta melakukan mobilisasi maupun kegiatan di dalam Kota Surakarta.
Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya pemekaran Kota
Surakarta, yang pada akhirnya mengambil ruang di daerah hinterland Kota
Surakarta.
B. Perkembangan Interaksi Sosial Budaya
Dengan adanya kekuatan sentripental yang menyerap penduduk bukan asli
Kota Surakarta ke dalam Kota Surakarta, maka hal ini mangakibatkan terjadinya
keberagaman penduduk yang tinggal di Kota Surakarta. Keberagaman penduduk
yang demikian mengakibatkan transformasi budaya diantara mereka. Proses
transformasi budaya di Kota Surakarta banyak terjadi di pusat kota dimana banyak
penduduk luar Kota Surakarta yang menetap di permukiman dekat pusat kota
seperti di Kelurahan Sangkrah dimana banyak pendatang dari luar kota yang
menetap di Kelurahan Sangkrah.
Keberagaman penduduk yang terjadi mempengaruhi interaksi sosial
penduduknya. Kondisi interaksi sosial penduduk Kota Surakarta adalah sebagai
berikut :

115
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Interaksi Sosial Penduduk Kota Surakarta

10%

47% baik
43% sedang
buruk

Gambar 5.10 Interaksi Sosial Penduduk Kota Surakarta


Pada diagram di atas 10% menjawab interaksi sosial yang terjalin adalah
buruk. Hal ini terlihat seperti di Kelurahan Banyuanyar dan Tegalharjo yang
penghuninya terdapat masyarakat golongan ekonomi atas. Kegiatan sosial masih
dilakukan seperti pertemuan warga atau kegiatan sosial lainnya, namun dalam
kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan, masyarakat ekonomi atas tidak serta
merta mengikuti kegiatan tetapi biasanya hanya memberi dukungan dalam bentuk
materi. Sehingga hal ini membuat interaksi sosial masyarakat tidak begitu baik.
43% menjawab sedang dan 47% menjawab baik, interaksi seperti ini terjadi di
Kelurahan Kratonan dan Kampung Sewu dimana interaksi sosial yang ada dapat
terjalin dengan baik karena banyaknya kegiatan sosial yang diikuti aktif oleh
seluruh wargannya.

5.2 Perkembangan Kawasan Solobaru


5.2.1 Perkembangan Fisik Kawasan Solobaru
A. Perkembangan Permukiman Kawasan Solobaru
Menurut Doxiadis (1968), permukiman mempunyai lima elemen yaitu
alam yang dibangun, manusia yang membentuk dan mendiami alam, kehidupan
sosial kemasyarakatan yang berupa hubungan antar manusia, wadah yang
melindungi, dan jaringan yang memberi kemudahan bagi manusia untuk
menyelenggarakan fungsi dan kegiatannya. Sama halnya dengan yang
dikemukakan oleh Doxiadis, Kawasan Solobaru merupakan permukiman yang
terbentuk dari elemennya. Dahulu, Kawasan Solobaru merupakan areal
persawahan yang kemudian dibangun perumahan di kawasan tersebut lengkap

116
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

dengan fasilitasnya. Pembangunan fasilitasnya terus berkembang sehingga


memberi kemudahan bagi penduduk Kawasan Solobaru dalam beraktivitas.
Seiring dengan perkembangannya terbentuklah kehidupan sosial kemasyarakatan.
Adanya struktur kota yang demikian di Kawasan Solobaru tak lain karena
meningkatnya permukiman yang berpola sprawl sehingga memunculkan banyak
pusat kegiatan. Meningkatnya jumlah rumah di Kawasan Solobaru dipengaruhi
oleh jumlah penduduk yang semakin bertambah. Berikut ini adalah tabel
perbandingan jumlah penduduk dengan jumlah rumah di Kawasan Solobaru :
Tabel 5.7 Komparasi Jumlah Penduduk dengan Jumlah Rumah
di Kawasan Solobaru
Jumlah Jumlah
Tahun
Penduduk Rumah
1975 77.120 19.281
1976 78.413 19.604
1977 80.797 20.200
1978 83.088 20.773
1979 85.125 21.282
1980 90.821 22.706
1981 93.826 23.457
1982 96.688 24.172
1983 99.099 24.775
1984 101.876 25.469
1985 104.084 26.022
1986 106.429 26.608
1987 107.825 26.957
1988 109.890 27.474
1989 111.757 27.940
1990 114.035 28.510
1991 115.944 28.986
1992 118.289 29.573
1993 119.924 29.982
1994 122.242 30.561
1995 124.370 31.093
1996 130.155 32.538
1997 132.073 33.019
1998 134.029 33.508
1999 136.009 34.931
2000 136.217 35.055
2001 143.293 35.824

117
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

2002 144.995 36.250


2003 146.481 36.831
2004 147.857 36.965
2005 149.800 37.451
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

200000

150000

100000 Jumlah
Pendudu
50000 k

Gambar 5.11 Komparasi Jumlah Penduduk dengan Jumlah Rumah


di Kawasan Solobaru
Dari tabel dan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin
meningkatnya jumlah penduduk di Kawasan Solobaru maka semakin meningkat
juga jumlah rumah di Kawasan Solobaru. Seperti pada tahun 1990-1995 ketika
jumlah penduduknya meningkat sebesar 10.335 jiwa maka jumlah rumahnya juga
meningkat sebesar 2.583. Jumlah rumah di Kawasan Solobaru yang semakin
bertambah membuat kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru semakin tinggi.
Pertambahan kepadatan permukiman dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :
Tabel 5.8 Kepadatan Permukiman di Kawasan Solobaru
Pertambahan
Luas Kepadatan
Tahun Kepadatan
Permukiman Permukiman
Permukiman
1975 1.009,94 19,52% -
1976 1.044,21 20,18% 0,66%
1977 1.117,15 21,59% 1,41%
1978 1.163,37 22,48% 0,89%
1979 1.244,22 24,05% 1,56%
1980 1.288,76 24,91% 0,86%
1981 1.352,58 26,14% 1,23%
1982 1.395,12 26,96% 0,82%
1983 1.404,1 27,14% 0,17%
1984 1.523,1 29,44% 2,30%
1985 1.752,1 33,86% 4,43%

118
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

1986 1.821,1 35,20% 1,33%


1987 1.993,35 38,53% 3,33%
1988 2.017,18 38,99% 0,46%
1989 2.128,62 41,14% 2,15%
1990 2.251,74 43,52% 2,38%
1991 2.290,28 44,27% 0,74%
1992 2.305,13 44,55% 0,29%
1993 2.461,57 47,58% 3,02%
1994 2.568,44 49,64% 2,07%
1995 2.608,78 50,42% 0,78%
1996 2.738,02 52,92% 2,50%
1997 2.779,46 53,72% 0,80%
1998 2.816,24 54,43% 0,71%
1999 2.843,45 54,96% 0,53%
2000 2.894,31 55,94% 0,98%
2001 2.916,83 56,37% 0,44%
2002 2.934,92 56,72% 0,35%
2003 2.952,27 57,06% 0,34%
2004 2.977,57 57,55% 0,49%
2005 2.982,09 57,64% 0,09%
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

Kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru dapat digambarkan pada


grafik berikut ini :
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%

Gambar 5.12 Grafik Kepadatan Permukiman di Kawasan Solobaru

Dari tabel dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa kepadatan permukiman
di Kawasan Solobaru cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980

119
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru adalah 24,91%. Angka tersebut


meningkat menjadi 43,52% pada tahun 1990 dan terus meningkat pada tahun
2005 menjadi 57,64%. Peningkatan kepadatan permukiman ini didukung dengan
kebijakan tata ruang kabupaten Sukoharjo yang mengarahkan Kawasan Solobaru
untuk fungsi permukiman sehingga menjadikan Kawasan Solobaru berkembang
sebagai kawasan permukiman.
Dalam kurun waktu 30 tahun, pola perkembangan permukiman Kawasan
Solobaru cenderung berpola leap frog development (perembetan meloncat) dan
ribbon development di dalam Kawasan Solobaru. Adapaun spasial perkembangan
permukiman Kawasan Solobaru dalam kurun waktu 30 tahun adalah sebagai
berikut :

120
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Peta 5.5 Peta Perkembangan Permukiman di Kawasan Solobaru Tahun 1979-2005

121
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Dari peta diatas dapat diketahui bahwa perkembangan Kawasan Solobaru


adalah cenderung meloncat (frog leap development) dan mengikuti jaringan jalan
(ribbon development). Pada tahun 1970-1980 permukimannya didominasi oleh
penduduk asli Kawasan Solobaru. Pada tahun 1984 dibangun perumahan baru di
Gedangan, Madegondo dan Langenharjo. Kemudian pada tahun 1987 dibangun
perumahan di Kadokan, Telukan, dan Grogol. Dalam pembangunan perumahan
tersebut, pemerintah Kabupaten Sukoharjo melalui surat nomer 30/PSP/12.84,
tertanggal 1 Desember 1984 memberikan syarat kepada pengembang bahwa
dalam pembangunan perumahan tersebut harus membuat jalan tembus untuk jalur
alternatif Surakarta-Sukoharjo-Wonogiri, sepanjang 4,5 km dengan lebar jalan 40
m dari Desa Bacem sampai Desa Tanjunganom. Karena adanya pembangunan
jalan tersebut maka akses ke kota lain khusunya Surakarta menjadi semakin
mudah sehingga hal ini menimbulkan banyak bermunculan perumahan di
sepanjang jalan tersebut.
Menurut Howard (dalam Daldjoeni, 1987), diantara daerah perkotaan,
daerah perdesaan, dan daerah pinggiran kota, ternyata daerah pinggiran kota
memberikan peluang paling besar untuk usaha-usaha produktif maupun peluang
paling menyenangkan untuk bertempat tinggal. Kota Surakarta yang semakin
padat dirasa sudah tidak nyaman lagi untuk tempat tinggal bagi mereka yang
termasuk golongan ekonomi atas. Bahkan dalam pengumpulan data ditemui
beberapa keluarga yang mempunyai tempat tinggal di Kota Surakarta dan di
Kawasan Solobaru, tentunya keluarga ini merupakan golongan ekonomi atas.
Mereka adalah penduduk asli Kota Surakarta yang bekerja dan beraktivitas di
Kota Surakarta namun sesekali menempati rumahnya di Kawasan Solobaru ketika
ada waktu liburan. Dari hasil wawancara dengan masyarakat Kawasan Solobaru,
dijumpai juga yang dahulu merupakan penduduk Kota Surakarta namun sekarang
menjadi penduduk dan bertempat tinggal di Kawasan Solobaru. Alasan mereka
adalah mencari hunian yang nyaman tidak sepadat Kota Surakarta namun tetap
dekat dengan tempat kerja mereka dan dengan fasilitas yang komplit. Hal seperti
ini sering dijumpai pada penduduk di perumahan Solobaru yang dikembangkan
oleh PT. PSP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pemilihan lokasi bermukim

122
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

manusia menginginkan lokasi yang lengkap akan sarana dan prasarana untuk
menunjang berbagai kemudahan, seperti kemudahan aksesibilitas menuju lokasi
kerja, sarana pendidikan, sarana kesehatan serta ketersediaan fasilitas dasar seperti
jaringan listrik, air bersih,telepon, drainase, sanitasi dan persampahan. Namun,
pertimbangan pemilihan lokasi bermukim tentu dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi masing-masing orang yang kemudian berpengaruh pada jarak antara
lokasi pilihan dengan pusat kota. Bagi mereka yang merupakan golongan ekonomi
atas cenderung memilih lokasi bermukim yang semakin jauh dari pusat kota
karena menginginkan kenyamanan dari lingkungan perumahan yang ditempati
dan tidak terlalu memikirkan besarnya biaya transportasi yang tinggi apabila
lokasi tersebut jauh dari pusat kota. Hal inilah yang terjadi pada penduduk
pendatang di Kawasan Solobaru yang umumnya merupakan ekonomi kelas atas.
Menurut Abraham H. Maslow (1970), kebutuhan manusia terhadap hunian
mempunyai 5 hierarki, dari yang terendah sampai tertinggi adalah survival needs,
safety and security needs, affiliation needs, esteem needs, dan cognitive and
aesthetic needs. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, penduduk
pendatang Kawasan Solobaru umumnya dalam pemenuhan kebutuhan perumahan
tergolong dalam cognitive and aesthetic needs karena bagi penduduk pendatang
Kawasan Solobaru terutama yang bertempat tinggal di perumahan Solobaru,
hunian mereka di Kawasan Solobaru tidak saja merupakan sarana peningkatan
kebanggaan dan harga diri, tetapi juga agar dapat dinikmati keindahannya. Bagi
mereka produk hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi juga dapat
memberi dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara visual) pada lingkungan
sekitarnya.
Bila dilihat dari perkembangan fisik kotanya, maka Kawasan Solobaru
mempunyai struktur kota dengan pusat kegiatan banyak seperti yang dikemukakan
oleh Harris dan Ulman (dalam Yunus, 2000). Menurut pendapatnya, kota dengan
pusat kegiatan banyak tumbuh sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi
terus-menerus dari pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain dalam suatu
sistem perkotaan dan proses pertumbuhannya ditandai oleh gejala spesialisasi dan

123
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

diferensiasi ruang. Hal ini tampak pada penggunaan lahan di Kawasan Solobaru
yang dapat dijelaskan pada peta berikut ini :

124
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

8
4
6
5 7 3

3
7
4 1
7 2
5
4

2
9

Peta 5.6 Peta Struktur Kawasan Solobaru

125
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Dari peta penggunaan lahan Kawasan Solobaru di atas dapat dilihat bahwa
struktur kotanya adalah kota dengan pusat kegiatan banyak. Zona-zonanya dapat
dijelaskan berikut ini :
 Zona 1 merupakan pusat bisnis atau the central bussiness district (CBD)
Kawasan Solobaru yang terdiri dari fungsi perdagangan dan jasa, perkantoran,
dan fungsi yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi. Fungsi-fungsi
tersebut banyak tersebar di sepanjang jalan utama Kawasan Solobaru seperti
di sepanjang jalan raya Solo Permai.
 Zona 2 merupakan daerah industri ringan dan perdagangan yang letaknya
tidak jauh dari pusat kota. Industri ringan dan perdagangan yang ada di
Kawasan Solobaru banyak terdapat di sepanjang jalan raya Telukan dan jalan
Brigjen Sudiarto. Adapun industri ringan yang ada antara lain industri mebel
dan rotan.
 Zona 3 merupakan daerah permukiman golongan ekonomi kelas rendah.
Permukiman golongan ekonomi kelas rendah biasanya dihuni oleh penduduk
asli Kawasan Solobaru. Permukiman tersebut antara lain terdapat di desa
Cemani dan desa Sanggrahan.
 Zona 4 merupakan daerah pemukiman kelas menengah. Permukiman ini
antara lain terdapat di desa Gentan, desa Gedangan, dan desa Madegondo.
 Zona 5 merupakan pemukiman kelas tinggi. Pada zona ini umumnya
merupakan perumahan mewah, antara lain perumahan Gentan Raya di desa
Gentan dan perumahan Solobaru sektor 1 di desa Gedangan.
 Zona 6 merupakan daerah industri berat. Desa Cemani dan desa Sanggrahan
termasuk dalam zona ini. Di desa tersebut terdapat pabrik-pabrik besar seperti
pabrik Batik Keris dan pabrik Konimex. Sehingga di desa tersebut terutama di
sekitar pabrik banyak terdapat permukiman kelas rendah yang dihuni oleh
para pekerja.
 Zona 7 merupakan pusat bisnis. Zona ini muncul seiring munculnya daerah
pemukiman kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga
untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona
ini. Zona ini terdapat di jalan raya Gentan dan jalan raya Gedangan.

126
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

 Zona 8 merupakan daerah tempat tinggal pinggiran. Penduduk di sini sebagian


besar bekerja di pusat-pusat kota dan daerah ini hanyak khusus digunakan
untuk tempat tinggal. Zona ini terdapat di desa Purbayan dimana terdapat
perumahan kelas menengah yang penghuninya banyak bekerja di Kota
Surakarta.
 Zona 9 merupakan daerah industri di pinggiran. Zona ini terdapat di desa
Pandeyan dimana terdapat industri mebel dan rotan.
B. Perkembangan Sarana Kawasan Solobaru
1. Perkembangan Sarana Perdagangan Kawasan Solobaru
Sarana perdagangan Kawasan Solobaru yang terdiri dari pasar dan
pertokoan (kios, warung) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan
penurunan tetapi cenderung meningkat. Perkembangan jumlah sarana
perdagangan sering kali melebihi kebutuhan jumlah sarana. Perbandingan
perkembangan jumlah sarana perdagangan di Kawasan Solobaru dengan
kebutuhan jumlah sarana perdagangan menurut jumlah penduduk di Kawasan
Solobaru yang dapat dianalisis dengan SNI 03-1733-2004 tentang perencanaan
perumahan kota dapat dilihat berikut ini :
Tabel 5.9 Perkembangan Jumlah Sarana Perdagangan Kawasan Solobaru
Kebutuhan
Tingkat
Jumlah Jumlah Sarana
Jumlah Pertumbuhan Kelebihan
Tahun Sarana Perdagangan
Penduduk Sarana Sarana
Perdagangan Berdasarkan
Perdagangan
SNI
1975 77.120 257 - 324 -67
1976 78.413 275 6,55% 329 -54
1977 80.797 290 5,17% 339 -49
1978 83.088 314 7,64% 349 -35
1979 85.125 325 3,38% 358 -33
1980 90.821 338 3,85% 381 -43
1981 93.826 350 3,43% 394 -44
1982 96.688 361 3,05% 406 -45
1983 99.099 375 3,73% 416 -41
1984 101.876 416 9,86% 428 -12
1985 104.084 486 14,40% 437 49
1986 106.429 547 11,15% 447 100
1987 107.825 597 8,38% 453 144

127
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

1988 109.890 612 2,45% 462 150


1989 111.757 678 9,73% 469 209
1990 114.035 716 5,31% 479 237
1991 115.944 759 5,67% 487 272
1992 118.289 790 3,92% 497 293
1993 119.924 838 5,73% 504 334
1994 122.242 918 8,71% 513 405
1995 124.370 1.009 9,02% 522 487
1996 130.155 1.086 7,09% 547 539
1997 132.073 1.105 1,72% 555 550
1998 134.029 1.213 8,90% 563 650
1999 136.009 1.288 5,82% 571 717
2000 136.217 1.383 6,87% 572 811
2001 143.293 1.491 7,24% 602 889
2002 144.995 1.493 0,13% 609 884
2003 146.481 1.498 0,33% 615 883
2004 147.857 1.579 5,13% 621 958
2005 149.800 1.907 17,20% 629 1.278
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana perdagangan dari tahun


1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :
0.2

0.15
(%)

0.1

0.05

Gambar 5.13 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana


Perdagangan Kawasan Solobaru

Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat


pertumbuhan jumlah sarana perdagangan di Kawasan Solobaru yakni relative
meningkat dari tahun ke tahunnya meskipun mengalami peningkatan dan
penurunan pada beberapa kurun waktu. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan

128
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

sarana perdagangan di Kawasan Solobaru dalam setahun mencapai 3,85%.


Tingkat pertumbuhan sarana perdagangan pada tahun 1985 di Kawasan Solobaru
dalam setahun meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 14,40%. Namun tingkat
pertumbuhan sarana perdagangan di Kawasan Solobaru menurun pada tahun 1990
menjadi 5,31% dalam setahun dan meningkat kembali pada tahun 1995 menjadi
9,02% dalam setahun. Pada tahun 2000, tingkat pertumbuhannya menurun
mencapai 6,87% dalam setahun dan meningkat menjadi 17,20% selama setahun
pada tahun 2005.
Namun, jumlah sarana perdagangan dari tahun ke tahun di Kawasan
Solobaru bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana perdagangan
menurut jumlah penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka pada tahun
1975-1984 jumlah sarana yang ada cenderung kurang dari yang sebenarnya
dibutuhkan penduduk Kawasan Solobaru. Seperti halnya pada tahun 1975, jumlah
sarana perdagangan mencapai 257 padahal kebutuhan jumlah sarana perdagangan
bila ditinjau dari jumlah penduduknya adalah 324 dan berarti pada tahun 1975
terdapat kekurangan jumlah sarana perdagangan sebesar 67. Namun, pada tahun
1985-2005 jumlah sarana perdagangan di Kawasan Solobaru bila dibandingkan
dengan kebutuhan jumlah sarana perdagangan menurut jumlah penduduk
berdasarkan analisis dengan SNI adalah cenderung kelebihan dari yang
sebenarnya dibutuhkan penduduk Kawasan Solobaru. Seperti pada tahun 1990,
jumlah sarana perdagangan Kawasan Solobaru adalah 716 sedangkan bila ditinjau
dari jumlah penduduknya kebutuhannya adalah 479 dan berarti pada tahun 1990
terdapat kelebihan jumlah sarana perdagangan sebesar 237.
2. Perkembangan Sarana Pendidikan Kawasan Solobaru
Sarana pendidikan di Kawasan Solobaru terdiri dari TK, SD, SMP, SMA,
dan universitas maupun lembaga pendidikan serta kursus. Sarana pendidikan di
Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan
jumlah. Perbandingan perkembangan jumlah sarana pendidikan di Kawasan
Solobaru dengan kebutuhan jumlah sarana pendidikan menurut jumlah penduduk
di Kawasan Solobaru yang dapat dianalisis dengan SNI 03-1733-2004 tentang
perencanaan perumahan kota dapat dilihat berikut ini :

129
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Tabel 5.10 Perkembangan Jumlah Sarana Pendidikan Kawasan Solobaru


Kebutuhan
Tingkat Jumlah
Jumlah
Jumlah Pertumbuhan Sarana Kekurangan
Tahun Sarana
Penduduk Sarana Pendidikan Sarana
Pendidikan
Pendidikan Berdasarkan
SNI
1975 77.120 86 - 142 56
1976 78.413 88 2,27% 144 56
1977 80.797 90 2,22% 149 59
1978 83.088 89 -1,12% 153 64
1979 85.125 85 -4,71% 157 72
1980 90.821 84 -1,19% 167 83
1981 93.826 85 1,18% 173 88
1982 96.688 84 -1,19% 178 94
1983 99.099 86 2,33% 183 97
1984 101.876 84 -2,38% 188 104
1985 104.084 85 1,18% 192 107
1986 106.429 92 7,61% 196 104
1987 107.825 94 2,13% 199 105
1988 109.890 93 -1,08% 202 109
1989 111.757 92 -1,09% 206 114
1990 114.035 95 3,16% 210 115
1991 115.944 100 5,00% 214 114
1992 118.289 75 -33,33% 218 143
1993 119.924 75 0,00% 221 146
1994 122.242 75 0,00% 225 150
1995 124.370 75 0,00% 229 154
1996 130.155 75 0,00% 240 165
1997 132.073 88 14,77% 243 155
1998 134.029 89 1,12% 247 158
1999 136.009 89 0,00% 250 161
2000 136.217 89 0,00% 251 162
2001 143.293 88 -1,14% 264 176
2002 144.995 146 39,73% 267 121
2003 146.481 175 16,57% 270 95
2004 147.857 177 1,13% 272 95
2005 149.800 161 -9,94% 276 115
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana pendidikan dari tahun


1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :

130
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

0.6

0.4

0.2
(%)

-0.2

-0.4

Gambar 5.14 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana


Pendidikan Kawasan Solobaru

Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat


pertumbuhan jumlah sarana pendidikan di Kawasan Solobaru yakni relative
menurun. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan sarana pendidikan di Kawasan
Solobaru mencapai -1,19%. Namun pada tahun 1985, tingkat pertumbuhannya
meningkat menjadi 1,18% selama setahun. Pada tahun 1990, tingkat
pertumbuhannya adalah 3,16% selama setahun dan tahun 2000 tidak terdapat
pertambahan sarana pendidikan yang berarti tingkat pertumbuhan sarana
pendidikan pada tahun tersebut adalah 0% selama setahun. Pada tahun 2005
tingkat pertumbuhan sarana pendidikan menurun menjadi -9,94% selama setahun.
Namun, jumlah sarana pendidikan dari tahun ke tahun di Kawasan
Solobaru bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana pendidikan menurut
jumlah penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka jumlah sarana yang ada
cenderung kurang dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kawasan Solobaru.
Seperti halnya pada tahun 2000, jumlah sarana pendidikan mencapai 89 padahal
kebutuhan jumlah sarana pendidikan bila ditinjau dari jumlah penduduknya adalah
251 dan berarti pada tahun 2000 terdapat kekurangan jumlah sarana pendidikan
sebesar 162. Hal ini dipengaruhi oleh sebagian penduduk Kawasan Solobaru lebih
memilih pendidikan di Kota Surakarta karena kualitas yang lebih baik dan
jaraknya tidak terlalu jauh sehingga kekurangan sarana pendidikan tersebut
bukanlah suatu masalah bagi penduduk Kawasan Solobaru.

131
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

3. Perkembangan Sarana Kesehatan Kawasan Solobaru


Sarana kesehatan di Kawasan Solobaru terdiri dari rumah sakit,
puskesmas, poliklinik dan balai pengobatan. Sarana kesehatan di Kawasan
Solobaru dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan jumlah.
Perbandingan perkembangan jumlah sarana kesehatan di Kawasan Solobaru
dengan kebutuhan jumlah sarana kesehatan menurut jumlah penduduk di Kawasan
Solobaru yang dapat dianalisis dengan SNI 03-1733-2004 tentang perencanaan
perumahan kota dapat dilihat berikut ini :
Tabel 5.11 Perkembangan Jumlah Sarana Kesehatan Kawasan Solobaru
Kebutuhan
Tingkat Jumlah
Jumlah
Jumlah Pertumbuhan Sarana Kelebihan
Tahun Sarana
Penduduk Sarana Kesehatan Sarana
Kesehatan
Kesehatan Berdasarkan
SNI
1975 77.120 20 - 6 14
1976 78.413 19 -5,26% 6 13
1977 80.797 20 5,00% 6 14
1978 83.088 19 -5,26% 6 13
1979 85.125 16 -18,75% 6 10
1980 90.821 15 -6,67% 7 8
1981 93.826 15 0,00% 7 8
1982 96.688 15 0,00% 7 8
1983 99.099 13 -15,38% 7 6
1984 101.876 9 -44,44% 8 1
1985 104.084 11 18,18% 8 3
1986 106.429 14 21,43% 8 6
1987 107.825 13 -7,69% 8 5
1988 109.890 15 13,33% 8 7
1989 111.757 15 0,00% 8 7
1990 114.035 23 34,78% 9 14
1991 115.944 24 4,17% 9 15
1992 118.289 24 0,00% 9 15
1993 119.924 24 0,00% 9 15
1994 122.242 24 0,00% 9 15
1995 124.370 21 -14,29% 9 12
1996 130.155 25 16,00% 10 15
1997 132.073 18 -38,89% 10 8
1998 134.029 21 14,29% 10 11
1999 136.009 20 -5,00% 10 10

132
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

2000 136.217 20 0,00% 10 10


2001 143.293 17 -17,65% 11 6
2002 144.995 17 0,00% 11 6
2003 146.481 29 41,38% 11 18
2004 147.857 36 19,44% 11 25
2005 149.800 37 2,70% 11 26
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana kesehatan dari tahun


1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :
0.6
0.4
0.2
(%)

0
-0.2
-0.4
-0.6

Gambar 5.15 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana


Kesehatan Kawasan Solobaru
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat
pertumbuhan jumlah sarana kesehatan di Kawasan Solobaru yakni relative
menurun dari tahun ke tahunnya meskipun mengalami peningkatan dan penurunan
pada beberapa kurun waktu. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan sarana
kesehatan di Kawasan Solobaru mencapai -6,67%. Pada tahun 1985 tingkat
pertumbuhannya meningkat menjadi 18,18% selama setahun dan menjadi 34,78%
selama setahun pada tahun 1990. Namun tingkat pertumbuhan sarana kesehatan di
Kawasan Solobaru menurun pada tahun 1995 menjadi -14,29% selama setahun.
Pada tahun 2000, tidak terdapat perubahan jumlah sarana kesehatan yang berarti
tingkat pertumbuhannya adalah 0% selama setahun. Pada tahun 2005, tingkat
pertumbuhannya mencapai 2,70% selama setahun.
Jumlah sarana kesehatan dari tahun ke tahun di Kawasan Solobaru bila
dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana kesehatan menurut jumlah
penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka jumlah sarana yang ada
cenderung lebih dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kawasan Solobaru.

133
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Seperti halnya pada tahun 1980, jumlah sarana kesehatan mencapai 15 padahal
kebutuhan jumlah sarana kesehatan bila ditinjau dari jumlah penduduknya adalah
7 dan berarti pada tahun 1980 terdapat kelebihan jumlah sarana kesehatan sebesar
8 sarana.
C. Perkembangan Prasarana Jalan Kawasan Solobaru
Perkembangan prasarana jalan Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun
yang paling signifikan adalah tahun 1984. Sebelumnya pada tahun 1975an
prasarana jalan yang ada hanyalah jalan lingkungan, jalan nasional yang
menghubungkan Kota Surakarta dengan kabupaten Sukoharjo, dan jalan raya Solo
Permai (dahulu belum ada nama jalannya). Dari tahun ke tahun, ruas jalannya
meningkat seperti chart berikut ini :

Peningkatan Jumlah Ruas Jalan Kawasan Solobaru


Tahun 1975-2005
80
60
40
20
0

Gambar 5.16 Peningkatan Jumlah Ruas Jalan Kawasan Solobaru


Pada chart tersebut terlihat perkembangan jumlah ruas jalan di Kawasan
Solobaru dari tahun ke tahunnya meningkat. Hal ini menunjukkan adanya
perkembangan Kawasan Solobaru mengingat Kawasan Solobaru jaraknya dekat
dengan Kota Surakarta sehingga jumlah ruas jalan sudah pasti berkembang pesat
untuk mendukung peningkatan akses ke Kota Surakarta maupun ke kota lainnya.
Perkembangan jalan di Kawasan Solobaru setidaknya ada peningkatan
kuantitas yang dilakukan pada tahun 1984 yakni pelebaran jalan raya Solo Permai
yang dahulu belum ada namanya namun setelah pelebaran jalan diberi nama jalan
Solo Permai yang semula lebar jalannya 7m menjadi 22m sepanjang 2,5 km.
Pembuatan jalan baru yang ada di Kawasan Solobaru adalah pembuatan jalan
tembus untuk jalur alternatif Surakarta-Sukoharjo-Wonogiri, lebih kurang

134
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

sepanjang 4 km dengan lebar jalan 40 m dari Desa Bacem sampai Desa


Tanjunganom. Usaha pembangunan jalan ini terjadi karena adanya perumahan
baru pada waktu itu. Ini menjadi pembuka akses lain antara Kota Surakarta
dengan Kawasan Solobaru.
Perkembangan prasarana jalan baik peningkatan kualitas maupun kuantitas
ini merupakan realisasi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan akses barang
dan jasa kedalam maupun ke luar Kawasan Solobaru. Mengingat Kawasan
Solobaru dilalui oleh jalan nasional yang menghubungkan Kota Surakarta dengan
kabupaten Sukoharjo dan Wonogiri maka prasarana jalan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perkembangan Kawasan Solobaru.
5.2.2 Perkembangan Ekonomi Kawasan Solobaru
Perkembangan ekonomi Kawasan Solobaru dapat dilihat dari tingkat
pertumbuhan PDRB Kawasan Solobaru. Perkembangan tingkat pertumbuhan
PDRB Kawasan Solobaru dari tahun 1975 sampai 2005 adalah sebagai berikut :
Tabel 5.12 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Kawasan Solobaru
Tingkat
PDRB PDRB Pertumbuhan
Tahun
ADHB ADHK Ekonomi
(PDRB)
1975 4.149,825 3.501,748 27,37%
1976 5.837,272 4.821,419 19,98%
1977 7.635,117 6.025,384 12,34%
1978 8.853,994 6.873,767 12,04%
1979 9.381,238 7.814,668 6,97%
1980 14.539,556 8.399,923 82,41%
1981 54.379,187 47.755,319 9,29%
1982 77.451,483 52.648,112 19,64%
1983 88.645,223 65.518,724 18,66%
1984 94.732,473 80.551,746 12,32%
1985 107.682,441 91.873,019 24,94%
1986 147.845,382 122.401,281 30,90%
1987 191.755,673 177.139,653 38,52%
1988 345.126,487 288.135,367 3,87%
1989 351.189,442 299.745,124 1,79%
1990 368.714,278 305.213,695 2,96%
1991 379.462,305 314.522,752 3,86%
1992 388.245,766 327.142,341 3,45%

135
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

1993 397.522,181 338.830,558 0,39%


1994 400.142,762 340.144,343 5,51%
1995 409.634,871 359.973,219 2,29%
1996 417.688,934 368.425,772 2,96%
1997 425.813,657 379.681,046 0,09%
1998 437.691,413 380.021,327 15,56%
1999 557.180,792 450.074,162 13,07%
2000 636.736,826 517.763,801 17,61%
2001 709.658,175 628.397,554 10,78%
2002 800.661,863 704.333,162 14,70%
2003 918.610,304 825.732,826 8,16%
2004 1.013.786,478 899.082,364 5,26%
2005 1.109.427,382 948.968,277 27,37%
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

2500000
2000000
1500000
1000000
500000 PDRB ADHB
0 PDRB ADHK
Tahun 1987
Tahun 1989
Tahun 1991
Tahun 1975
Tahun 1977
Tahun 1979
Tahun 1981
Tahun 1983
Tahun 1985

Tahun 1993
Tahun 1995
Tahun 1997
Tahun 1999
Tahun 2001
Tahun 2003
Tahun 2005

Gambar 5.17 Peningkatan PDRB Kawasan Solobaru

1
0.8
0.6
(%)

0.4
0.2
0

Gambar 5.18 Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)


Kawasan Solobaru

Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa tingkat pertumbuhan
ekonomi Kawasan Solobaru yang paling signifikan adalah pada tahun 1980
sebesar 82,41%. Pada tahun 1980an Kawasan Solobaru menjadi daerah yang

136
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

terkena dampak pemekaran fisik Kota Surakarta karena adanya urbanisasi dan
industrialisasi di Kota Surakarta. Kawasan Solobaru mendapat limpahan
kebutuhan perumahan dari Kota Surakarta. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya
kegiatan perekonomian di Kawasan Solobaru yang berkontribusi pada PDRB
Kawasan Solobaru.
Kegiatan perekonomian di Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun semakin
meningkat intensitas dan ragamnya dengan ditandai meningkatnya fasilitas
perekonomian di Kawasan Solobaru. Dahulu kegiatan perekonomian penduduk
asli Kawasan Solobaru bertumpu pada sektor pertanian namun setelah penduduk
pendatang menetap di Kawasan Solobaru maka kegiatan perekonomian menjadi
beragam dengan dibangunnya sarana perekonomian yang heterogen seperti sarana
perdagangan, perbankan, dan jasa.
Kegiatan perdagangan dan jasa yang tumbuh di sepanjang jalan utama
Kawasan Solobaru ini berkembang hingga kini menjadi pusat perdagangan di
Kawasan Solobaru. Pusat perdagangan dan jasa di Kawasan Solobaru ini
menciptakan lapangan kerja bagi penduduk sekitarnya. Hal ini juga
menguntungkan bagi penduduk asli Kawasan Solobaru yang dapat memanfaatkan
potensi perkembangan kegiatan perdagangan tersebut.
5.2.3 Perkembangan Sosial Kawasan Solobaru
A. Perkembangan Penduduk Kawasan Solobaru
Berdasarkan data perkembangan penduduk Kawasan Solobaru tahun 1975-
2005 diketahui bahwa terjadi fluktuasi tingkat pertumbuhan penduduk. Berikut ini
tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan Solobaru tahun 1975-2005 :
Tabel 5.13 Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005
Jumlah Tingkat Pertumbuhan
Tahun
Penduduk Penduduk (r)
1975 77.120
1980 90.821 3,32%
1985 104.084 2,75%
1990 114.035 1,86%
1995 124.370 1,77%
2000 136.217 1,86%
2005 149.800 1,91%
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010

137
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Perubahan tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan Solobaru dari tahun


1975-2005 dapat digambarkan berikut ini :

Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kawasan Solobaru


3.50%
Tingkat Pertumbuhan Penduduk (r)

3.00%
2.50%
2.00%
1.50%
1.00%
0.50%
0.00%
1975-1980 1980-1985 1985-1990 1990-1995 1995-2000 2000-2005

Gambar 5.19 Grafik Perubahan Tingkat Pertumbuhan Penduduk


Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005

Tingkat pertumbuhan penduduk di Kawasan Solobaru pada tahun 1975-


1980 mencapai 3,32%. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk ini dikarenakan
adanya pelebaran jalan yang menghubungkan Kabupaten Sukoharjo dengan Kota
Surakarta sehingga semakin memudahkan akses antara kedua wilayah tersebut
yang mengakibatkan pinggiran Kabupaten Sukoharjo khususnya Kawasan
Solobaru menjadi diminati penduduk untuk tempat tinggal. Mengingat pada tahun
1980an terjadi urbanisasi di Kota Surakarta yang pada akhirnya menimbulkan
pemekaran kota karena meningkatnya kebutuhan lahan perumahan yang
berdampak pada Kawasan Solobaru sebagai daerah limpahan pemenuhan
kebutuhan lahan perumahan tersebut.
Pada tahun 1980-1985, tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan Solobaru
mencapai 2,75%. Angka tersebut menurun dari tahun sebelumnya. Tingkat
pertumbuhan penduduk Kawasan Solobaru pada tahun 1985-1990 adalah 1,86%
dan pada tahun 1990-1995 menurun menjadi 1,77%. Namun, pada tahun 1995-
2000 tingkat pertumbuhan penduduk di Kawasan Solobaru meningkat menjadi
1,86% dan tahun 2000-2005 menjadi 1,91%.

138
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

B. Perkembangan Interaksi Sosial Budaya Penduduk Kawasan Solobaru


Menurut Daldjoeni (1987), manusia sebagai penghuni daerah pinggiran
kota selalu mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya. Adaptasi dan aktivitas
ini mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan sosial, ekonomi,
kultural, dan lain-lain. Hal ini tampak nyata pada kehidupan sosial masyarakat di
Kawasan Solobaru. Dari tahun ke tahun, masyarakat pendatang semakin
memenuhi perumahan yang ada di Kawasan Solobaru. Para pendatang yang
kebanyakan berasal dari kota baik itu Kota Surakarta maupun Yogyakarta secara
umum merupakan golongan masyarakat menengah ke atas. Budaya kota yang
melekat pada masyarakat pendatang tersebut tetap muncul pada kehidupan sehari-
hari di Kawasan Solobaru seperti kebiasaan hidup mereka yang individualis.
Sebaliknya penghuni asli Kawasan Solobaru masih juga meneruskan budaya
kedesaan mereka seperti kebiasaan hidup mereka yang masih sangat terasa
interaksi sosialnya dengan tetangganya. Perbedaan sosial budaya tersebut
menimbulkan adaptasi masyarakat asli Kawasan Solobaru dan masyarakat
pendatang terhadap lingkungannya. Sehingga adaptasi yang terjadi dari tahun ke
tahun ini merubah kondisi sosial budaya masyarakat di Kawasan Solobaru
terutama kondisi sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru. Setelah terjadinya
proses invasi dan suksesi dari tahun ke tahun, kehidupan sosial masyarakat asli
Kawasan Solobaru berubah menjadi modern tradisional. Masyarakat asli telah
mengikuti gaya hidup modern para pendatang tetapi belum sepenuhnya
meninggalkan tradisi-tradisi sosial setempat. Hal ini berarti kontak sosial budaya
yang terjadi dari tahun ke tahun di Kawasan Solobaru dimenangkan oleh
masyarakat pendatang yang sekarang gaya hidup modern telah mendominasi
kehidupan sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru.
Interaksi sosial intern dalam Kawasan Solobaru kurang terasa kuat
terutama di daerah perumahan swasta. Namun, interaksi sosial penduduk Kawasan
Solobaru terhadap daerah luar Solobaru justru terasa kuat pada penduduk di
perumahan swasta. Interaksi sosial penduduknya lebih banyak terjadi ke Kota
Surakarta dibanding ke kota Sukoharjo yang satu wilayah kabupaten dengan
Kawasan Solobaru. Hal ini dikarenakan jarak Kota Surakarta yang dekat dengan

139
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

fasilitas perkotaannya yang lengkap, sehingga banyak penduduk Kawasan


Solobaru yang lebih banyak menggunakan fasilitas yang ada di Kota Surakarta
seperti fasilitas pendidikan, perdagangan, maupun kesehatan. Berdasarkan hasil
kuesioner, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan penduduk Kawasan Solobaru
menggunakan sarana yang ada di Kota Surakarta. Hal ini dapat digambarkan
dalam diagram berikut ini :

Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang


Menggunakan Sarana Perdagangan di Kota Surakarta

23%
Ya
77% Tidak

Gambar 5.20 Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang Menggunakan


Sarana Perdagangan di Kota Surakarta

Dari diagram tersebut disimpulkan bahwa 77% penduduk Kawasan Solobaru


menjawab menggunakan sarana perdagangan di Kota Surakarta sedangkan 23%
tidak menggunakan.

Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang


Menggunakan Sarana Kesehatan di Kota Surakarta

43%
Ya
57%
Tidak

Gambar 5.21 Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang Menggunakan


Sarana Kesehatan di Kota Surakarta

Dari diagram tersebut disimpulkan bahwa 57% penduduk Kawasan Solobaru


menjawab menggunakan sarana kesehatan di Kota Surakarta sedangkan 43% tidak
menggunakan.

140
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang


Menggunakan Sarana Pendidikan di Kota Surakarta

17%

Ya
83% Tidak

Gambar 5.22 Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang Menggunakan


Sarana Kesehatan di Kota Surakarta

Dari diagram tersebut disimpulkan bahwa 83% penduduk Kawasan Solobaru


menjawab menggunakan sarana pendidikan di Kota Surakarta sedangkan 17%
tidak menggunakan.

5.3 Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di


Kawasan Solobaru
5.3.1 Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Aspek Fisik
Permukiman di Kawasan Solobaru
Menurut Yunus (dalam Megapolitan, 2006), perkembangan spasial dan
penduduk suatu kota akan membawa pengaruh terhadap kondisi sosial budaya,
ekonomi, dan lingkungan dimana kota tersebut berkembangan. Berdasarkan studi
tim P2KT (Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada tahun 2000 Kota Surakarta
mengalami pemekaran kota seluas ±12000 ha yang terjadi pada hinterlandnya
yakni seluas ±7000 ha pada kabupaten Sukoharjo (Baki, Grogol, dan Kartasura)
dan seluas ±5000 ha pada kabupaten Karanganyar (Ngringo dan Colomadu). Hal
ini menunjukkan bahwa pemekaran Kota Surakarta lebih banyak berkembang
mengarah ke bagian selatan yakni kabupaten Sukoharjo. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa perkembangan spasial dan penduduk Kota Surakarta
berpengaruh terhadap kondisi sosial, ekonomi, kultural dan lingkungan kecamatan
Baki dan Grogol yang merupakan satu Kawasan Solobaru.
Berdasarkan tabel 5.1 kepadatan permukiman di Kota Surakarta dan tabel
5.8 kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru, maka dapat dilihat bahwa dari

141
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

tahun 1975 sampai tahun 1980 ketika permukiman di Kota Surakarta bertambah
sebesar 386,4 ha maka luas permukiman di Kawasan Solobaru juga bertambah
sebesar 278,82. Ketika luas permukiman di Kota Surakarta pada tahun 1982
berkurang sebesar 117,2317 ha maka luas permukiman di Kawasan Solobaru
bertambah sebesar 106,36 ha. Pada tahun 1997 ketika luas permukiman di Kota
Surakarta berkurang sebesar 707,3249 ha, maka luas permukiman di Kawasan
Solobaru bertambah sebesar 129,24 ha. Perubahan luas permukiman tersebut
dapat dispasialkan dalam peta perembetan spasial permukiman Kota Surakarta ke
Kawasan Solobaru sebagai berikut :

142
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Peta 5.7 Peta Perembetan Spasial Permukiman Kota Surakarta ke Kawasan Solobaru Tahun 1979-1997

143
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Peta 5.8 Peta Perembetan Spasial Permukiman Kota Surakarta ke Kawasan Solobaru Tahun 1997-2005

144
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Dari peta tersebut dapat dilihat pola perembetan fisik Kota Surakarta ke
Kawasan Solobaru cenderung konsentris berada di pinggiran batas Kota
Surakarta. Menurut Northam, 1979 (dalam Yunus, 2000), kondisi perembetan
fisik Kota Surakarta yang melebihi batas administrasi seperti yang terlihat pada
peta di atas disebut sebagai Under Bounded City.
5.3.2 Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Aspek Ekonomi
Permukiman di Kawasan Solobaru
Menurut Friedmann (dalam Yunus, 2006), perkembangan permukiman
kekotaan disebabkan oleh dua proses yang terkait satu sama lain, yakni proses
sosial ekonomi dan proses spasial. Proses sosial ekonomi mendahului proses
spasial namun adakalanya proses spasial mendahului proses sosial ekonomi. Dari
data sejarah Kota Surakarta dimana pada tahun 1970 terjadi industrialisasi
(industri pembuat pewarna tekstil namun tahun 1980an industri tersebut mulai
dilakukan AMDAL oleh pemerintah sehingga menggeser lokasi industri-industri
tersebut ke luar Kota Surakarta) hingga mengakibatkan urbanisasi besar-besaran
(tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta tahun 1975-1980 adalah 3,32%)
serta dilihat dari kecenderungan tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta
(merujuk pada tabel 5.5 tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta) yang
cenderung meningkat dari tahun ke tahunnya maka dapat disimpulkan bahwa
perkembangan permukiman Kota Surakarta cenderung disebabkan oleh proses
sosial ekonomi yang mendahului proses spasial. Peningkatan PDRB Kota
Surakarta dari tahun 1975-2005 berarti terjadi peningkatan penghasilan penduduk
yang diikuti oleh peningkatan sarana ekonomi dan sosial (merujuk pada tabel 5.2
perkembangan jumlah sarana perdagangan dan tabel 5.1 kepadatan permukiman
di Kota Surakarta). Konsekuensi spasial yang ditimbulkan selanjutnya adalah
semakin bertambahnya ruang Kota Surakarta hingga merembet ke Kawasan
Solobaru. Perembetan spasial Kota Surakarta ke dalam Kawasan Solobaru yang
merupakan konsekuensi dari proses sosial ekonomi Kota Surakarta dapat dilihat
pada peta 5.7 dan 5.8 perembetan spasial permukiman Kota Surakarta yang telah
disajikan pada sub bab sebelumnya.
Berdasarkan peta 5.7 dan 5.8 perembetan spasial permukiman Kota
Surakarta ke dalam Kawasan Solobaru terlihat bahwa spasialnya sudah seperti
menjadi satu atau tidak ada fungsi guna lahan lain yang menjadi penyekat antar

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

dua kota tersebut. Jarak yang sedemikian dekat antara Kawasan Solobaru dengan
Kota Surakarta yakni hanya ± 6 km menjadikan perekonomian Kota Surakarta
berpengaruh ke Kawasan Solobaru. Teori Carrothers (dalam Daldjoeni, 1987)
menyebutkan bahwa kekuatan hubungan ekonomis antara kota dengan
hinterlandnya adalah berbanding lurus dengan besarnya jumlah penduduk dan
berbanding terbalik dengan jarak antar keduanya. Jumlah penduduk Kota
Surakarta yang cenderung meningkat berbanding lurus dengan jumlah Kawasan
Solobaru yang juga cenderung meningkat (merujuk tabel 5.6 tingkat pertumbuhan
penduduk Kota Surakarta dan tabel 5.13 tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan
Solobaru). Dengan jarak Kawasan Solobaru ke Kota Surakarta yang relative dekat
yakni ±6 km, maka hubungan ekonomi antara Kota Surakarta dengan Kawasan
Solobaru cenderung kuat. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan perkembangan
ekonomi Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru dalam kurun waktu 30 tahun
(1975-2005) yang dari tahun ke tahunnya sama-sama semakin meningkat
(merujuk pada tabel 5.5 tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta dan tabel
5.12 tingkat pertumbuhan ekonomi Kawasan Solobaru).
5.3.3 Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Aspek Sosial
Permukiman di Kawasan Solobaru
Menurut Charles Whynne-Hammond (dalam Daldjoeni, 1987), salah satu
faktor terjadinya urbanisasi adalah adanya industrialisasi. Berdasarkan sejarah
Kota Surakarta, pada tahun 1970an terjadi industrialisasi di Kota Surakarta
(industri pembuat pewarna tekstil namun tahun 1980an industri tersebut mulai
dilakukan AMDAL oleh pemerintah sehingga menggeser lokasi industri-industri
tersebut ke luar Kota Surakarta). Industrialisasi yang terjadi di Kota Surakarta
merupakan faktor penarik penduduk luar kota untuk melakukan urbanisasi ke
Kota Surakarta. Menurut Barlow dan Newton (1971), kekuatan yang
mengakibatkan adanya gerakan penduduk yang berasal dari luar kota menuju ke
arah dalam kota tersebut disebut dengan kekuatan sentripetal. Urbanisasi yang
besar-besaran di Kota Surakarta tampak nyata pada tahun 1975-1980 di Kota
Surakarta, tingkat pertumbuhan penduduknya mencapai 3,32% (merujuk pada
tabel tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta). Angka ini merupakan
capaian tingkat pertumbuhan penduduk yang paling tinggi dalam periode tahun
1975-2005.

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi demikian maka


kebutuhan akan rumah bertambah (merujuk tabel 5.1 kepadatan permukiman Kota
Surakarta pada sub bab perkembangan fisik Kota Surakarta). Pertambahan jumlah
penduduk sudah pasti akan menambah jumlah sarana di Kota Surakarta karena
sarana dibangun berdasarkan pelayanan untuk sejumlah penduduk di kota.
Semakin tahun jumlah penduduk dan jumlah rumah semakin bertambah hingga
lahan kosong di Kota Surakarta menjadi terbatas. Kondisi yang ada di Kota
Surakarta adalah lahan permukiman semakin tergeser kearah pinggiran karena
pusat kota digunakan untuk fungsi komersial. Kondisi ini dapat dilihat dari luas
permukiman yang semakin berkurang dari tabel 5.1 kepadatan permukiman Kota
Surakarta dan peta 5.1 perkembangan permukiman Kota Surakarta yang telah
disajikan pada sub bab perkembangan fisik Kota Surakarta.
Menurut Daldjoeni, salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gaya
sentrifugal (gerakan penduduk dari dalam kota ke luar kota) adalah perumahan di
dalam kota pada umumnya padat dan tidak sehat, sebaliknya rumah-rumah yang
dapat dibangun di luar kota dapat diusahakan luas, sehat dan bermodel mutakhir.
Berdasarkan teori tersebut, ketersediaan lahan permukiman di Kota Surakarta
yang semakin terbatas membuat terjadinya gerakan sentrifugal yakni dari
penduduk asli Kota Surakarta yang bergerak ke luar Kota Surakarta khususnya
Kawasan Solobaru. Gaya sentripetal (gerakan penduduk dari luar kota ke dalam
kota) yang terjadi di Kota Surakarta akan berimplikasi dengan terjadinya gerakan
sentrifugal karena pertambahan penduduk akan mengakibatkan berkurangnya
ketersediaan lahan permukiman.
Menurut Daldjoeni (1987), manusia sebagai penghuni daerah pinggiran
kota selalu mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya. Adaptasi dan aktivitas
ini mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan sosial, ekonomi,
kultural, dan lain-lain. Hal ini tampak nyata pada kehidupan sosial masyarakat di
Kawasan Solobaru. Perkembangan Kota Surakarta berpengaruh ke sosial budaya
penduduk Kawasan Solobaru. Dari tahun ke tahun, masyarakat pendatang
semakin memenuhi perumahan yang ada di Kawasan Solobaru. Para pendatang
yang kebanyakan berasal dari Kota Surakarta masih membawa budaya kotanya
pada kehidupan sehari-hari di Kawasan Solobaru seperti kebiasaan hidup mereka
yang individualis. Sebaliknya penghuni asli Kawasan Solobaru masih juga

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

meneruskan budaya kedesaan mereka seperti kebiasaan hidup mereka yang masih
sangat terasa interaksi sosialnya dengan tetangganya. Perbedaan sosial budaya
tersebut menimbulkan adaptasi masyarakat asli Kawasan Solobaru dan
masyarakat pendatang terhadap lingkungannya. Sehingga adaptasi yang terjadi
dari tahun ke tahun ini merubah kondisi sosial budaya masyarakat di Kawasan
Solobaru terutama kondisi sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru. Setelah
terjadinya proses invasi dari tahun ke tahun, maka terjadilah suksesi kehidupan
sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru berubah menjadi modern tradisional.
Masyarakat asli telah mengikuti gaya hidup modern para pendatang tetapi belum
sepenuhnya meninggalkan tradisi-tradisi sosial setempat. Hal ini berarti kontak
sosial budaya yang terjadi dari tahun ke tahun di Kawasan Solobaru dimenangkan
oleh masyarakat pendatang yang sekarang gaya hidup modern telah mendominasi
kehidupan sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru. Perubahan ini tampak nyata
pada paradigma berpikir penduduk asli Kawasan Solobaru mengenai pentingnya
pendidikan. Setelah terjadi interaksi sosial budaya dengan penduduk pendatang
maka keinginan mengenyam pendidikan pada penduduk asli Kawasan Solobaru
yang semula hanya merasa cukup pada tingkat SMP kini mulai merasa perlu
meneruskan sampai tingkat universitas. Berdasarkan hasil kuesioner yang telah
disebarkan kepada penduduk Kawasan Solobaru, maka dapat disimpulkan bahwa
penduduk Kawasan Solobaru berinteraksi dengan penduduk Kota Surakarta
melalui pemakaian sarana perdagangan, pendidikan dan kesehatan yang ada di
Kota Surakarta (merujuk gambar 5.20, 5.21, 5.22 Prosentase Penduduk Kawasan
Solobaru yang Menggunakan Sarana Perdagangan, Kesehatan, Pendidikan).

5.3.4 Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Kebijakan


Permukiman di Kawasan Solobaru
Di dalam merespon perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh
terhadap perkembangan Kawasan Solobaru seperti yang telah dijelaskan pada sub
bab sebelumnya, pemerintah kabupaten Sukoharjo dalam penyusunan Rencana
Umum Tata Ruang Kota Kawasan Solobaru Tahun 1990-2010 menyatakan dalam
fungsi dan peran Kawasan Solobaru adalah sebagai antisipasi perkembangan
kegiatan Kota Surakarta. Ini berarti bahwa pemerintah kabupaten Sukoharjo
dalam pengambilan kebijakan RUTRK Kawasan Solobaru dipengaruhi oleh

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

perkembangan Kota Surakarta. Dalam RUTRK tersebut, Kawasan Solobaru


dikembangkan untuk fungsi permukiman. Ini berarti pemerintah kabupaten
Sukoharjo telah merespon perkembangan Kota Surakarta yang dari tahun ke tahun
membutuhkan lahan permukiman yang kuantitasnya semakin berkurang di dalam
Kota Surakarta.

5.4 Besaran Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap


Permukiman di Kawasan Solobaru (Analisis Jalur)
Untuk melihat faktor perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang
paling kuat mempengaruhi permukiman di Solobaru maka digunakan analisis
jalur. Analisis jalur (path analysis) dikembangkan oleh Sewall Wright, 1934
(dalam Ali Muhidin, Sambas dan Maman Abdurahman, 2009). Analisis jalur
digunakan untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung, secara
serempak atau mandiri beberapa variabel penyebab terhadap sebuah variabel
akibat. Dalam pengerjaan analisis jalur dibagi menjadi beberapa langkah yakni
yang pertama membuat model analisis jalur, perhitungan koefisien jalur, dan
pengujian analisis jalur.
5.4.1 Model Analisis Jalur
Dalam analisis jalur terdapat banyak model jalur yaitu model satu
persamaan jalur, model dua persamaan jalur, model tiga persamaan jalur, model
empat persamaan jalur, dan seterusnya. Semakin kompleks hubungan struktural
maka semakin kompleks diagram jalurnya, dan makin banyak pula substruktur
yang membangun. Dalam penelitian ini menggunakan model empat persamaan
jalur dengan empat persamaan subtruktur dan empat persamaan regresi seperti
yang telah dijelaskan dalam bab metodologi penelitian.
5.4.2 Perhitungan Koefisien Jalur dan Uji Statistik
Dalam penelitian ini, perhitungan koefisien jalur menggunakan SPSS.
Karena model jalur ada 4 model, maka perhitungan koefisien jalur dilakukan pada
setiap model yang ada.
1. Perhitungan koefisien jalur pada model jalur pengaruh
perkembangan Kota Surakarta terhadap jumlah penduduk di
Kawasan Solobaru.
Tabel 5.14 Model Summary

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Model Summarye
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
a
1 .981 .962 .960 4434.69302
b
2 .991 .981 .980 3142.12419
c
3 .995 .989 .988 2410.01720
d
4 .997 .994 .993 1924.56670
a. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana
b. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk
c. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk,
Luas_Permukiman
d. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk,
Luas_Permukiman, Jumlah_Rumah
e. Dependent Variable: Jumlah_Penduduk_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS
 Uji R Square
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa model ke-4 mempunyai R
Square paling besar dan standard error paling kecil yang berarti model regresi
ke-4 merupakan model yang dapat digunakan untuk mengetahui variabel
perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang mempengaruhi jumlah
penduduk Kawasan Solobaru. Dari kolom predictors (d), dapat disimpulkan
bahwa jumlah sarana Kota Surakarta (X4), jumlah penduduk Kota Surakarta
(X1), luas permukiman Kota Surakarta (X3) dan jumlah rumah Kota Surakarta
(X2) mempunyai pengaruh secara bersama-sama sebesar 0,994 atau 99,4% (uji
R Square : berpengaruh kuat) terhadap jumlah penduduk Kawasan Solobaru
(X7). Hal ini berarti sebesar 0,006 atau 0,6% jumlah penduduk Kawasan
Solobaru dipengaruhi oleh variabel prasarana Kota Surakarta (X5),
peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6), dan variabel lain yang semula tidak
diduga (€).
Tabel 5.15 Anova
ANOVAe
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.428E10 1 1.428E10 725.882 .000a
Residual 5.703E8 29 1.967E7
Total 1.485E10 30
2 Regression 1.457E10 2 7.285E9 737.847 .000b
Residual 2.764E8 28 9872944.406
Total 1.485E10 30
3 Regression 1.469E10 3 4.896E9 843.010 .000c
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Residual 1.568E8 27 5808182.904


Total 1.485E10 30
4 Regression 1.475E10 4 3.687E9 995.529 .000d
Residual 9.630E7 26 3703956.983
Total 1.485E10 30
a. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana
b. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk
c. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk, Luas_Permukiman
d. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk, Luas_Permukiman,
Jumlah_Rumah
e. Dependent Variable: Jumlah_Penduduk_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS
 Uji F
Dari tabel anova diatas, diperoleh nilai F dengan nilai sig = 0,000.
Karena nilai sig < α (0,05), maka besaran pengaruh variabel jumlah sarana,
jumlah penduduk Kota Surakarta, luas permukiman Kota Surakarta, dan
jumlah rumah Kota Surakarta secara bersama-sama terhadap variabel jumlah
penduduk Kawasan Solobaru sebesar 0,994 atau 99,4% adalah signifikan
berpengaruh yang berarti terdapat pengaruh antara jumlah sarana (X4), jumlah
penduduk Kota Surakarta (X1), luas permukiman Kota Surakarta (X3), dan
jumlah rumah Kota Surakarta (X2) terhadap jumlah penduduk Kawasan
Solobaru (X7). Karena terdapat pengaruh secara bersama-sama maka
pengujian analisis jalur (uji t) secara individual dapat dilakukan.
Tabel 5.16 Koefisien Jalur
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations
Model B Std. Error Beta t Sig. Zero-order Partial Part
1 (Constant) 3898.175 4173.540 .934 .358
Jumlah_Sarana 14.849 .551 .981 26.942 .000 .981 .981 .981
2 (Constant) -77664.716 15239.149 -5.096 .000
Jumlah_Sarana 8.007 1.313 .529 6.096 .000 .981 .755 .157
Jumlah_Penduduk .260 .048 .473 5.456 .000 .978 .718 .141
3 (Constant) -70757.026 11787.157 -6.003 .000
Jumlah_Sarana 3.806 1.368 .251 2.782 .010 .981 .472 .055
Jumlah_Penduduk .374 .044 .680 8.433 .000 .978 .851 .167
Luas_Permukiman -10.796 2.379 -.135 -4.538 .000 -.574 -.658 -.090
4 (Constant) 1501.217241 9571.670 -8.126 .000
Jumlah_Sarana 3.35872271 1.102 .212 2.919 .007 .981 .497 .046

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Jumlah_Penduduk .357 .036 .649 9.999 .000 .978 .891 .158


Luas_Permukiman -8.316 1.996 -.104 -4.165 .000 -.574 -.633 -.066
Jumlah_Rumah .136 .034 .110 4.042 .000 .824 .621 .064
a. Dependent Variable: Jumlah_Penduduk_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS

Dari tabel koefisien jalur diatas, didapatkan koefisien jalur yang


merupakan besaran pengaruh dari setiap variabel. Besaran koefisien tersebut harus
diuji t terlebih dahulu untuk mengetahui apakah variabel tersebut signifikan
berpengaruh atau tidak. Uji t yang dilakukan dalam model jalur ini menghasilkan
kesimpulan bahwa semua variabel signifikan berpengaruh. Untuk proses uji t
setiap variabel dapat dilihat pada lampiran. Dari tabel koefisien di atas dapat
diketahui :
B : 1501.217241
X4 (Jumlah Sarana) : 3.35872271
X1 (Jumlah Penduduk): 0.357
X3 (Luas Permukiman): -8.316
X2 (Jumlah Rumah) : 0.136
Dan didapatkan persamaan jalur =
X7 (Jumlah Penduduk Solobaru) = B + pyX4 X4 + pyX1 X1 + pyX3 X3 + pyX2 X2
+ py€
X7 (Jumlah Penduduk Solobaru) = 1501.217241 + 3.35872271 X4 + 0.136 X1
- 8.316 X3 + 0.357 X2 + py€
Persamaan tersebut bila diterapkan pada data tahun 1975 maka :
77120 = 1501.217241 + 3.35872271 (5210) + 0.136 (426032)
-8.316 (2868.16) + 0.357 (67314) + py€
77120 = 77119.994 + py€
py€ = 77120 - 77119.994
py€ = 0.6% berarti variabel lain mempengaruhi sebesar 0.6%, tanda negatif
berarti arah variabel bebas berlawanan dengan variabel terikat.
Dari hasil perhitungan SPSS diatas dapat disimpulkan koefisien jalur dan
kontribusi pengaruh jumlah sarana Kota Surakarta, jumlah penduduk Kota
Surakarta, luas permukiman Kota Surakarta, dan jumlah rumah Kota Surakarta
terhadap variabel jumlah penduduk Kawasan Solobaru terhadap variabel terikat
(jumlah penduduk Kawasan Solobaru) sebagai berikut :
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Tabel 5.17 Kontribusi Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat (Jumlah
Penduduk Kawasan Solobaru)
Statistik Uji Kontribusi
Koefisien Arah
Variabel Pengaruh
Uji R Uji F Uji t Jalur (P) Pengaruh
(%)
Jumlah Signifikan
Sarana Berpengaruh 3.35872271 27.57% Positif (searah)
(X4)
Jumlah Signifikan
Rumah Berpengaruh 0.357 2.93% Positif (searah)
(X2)
99.4% Signifikan
Luas Signifikan
Negatif
Permukim Berpengaruh - 8.316 68.27%
(berlawanan)
an (X3)
Jumlah Signifikan
Penduduk Berpengaruh 0.136 1.11% Positif (searah)
(X1)
Sumber : Hasil Analisis

Kontribusi pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta yang


dominan terhadap jumlah penduduk Kawasan Solobaru dari pengaruh terbesar
sampai terkecil adalah luas pemukiman Kota Surakarta (68.27%), jumlah sarana
Kota Surakarta (27.57%), jumlah rumah Kota Surakarta (2.93%), dan jumlah
penduduk Kota Surakarta (1.11%).
Maka dapat disimpulkan bahwa variabel perkembangan Kota Surakarta
yang dominan berpengaruh terhadap jumlah penduduk di Kawasan Solobaru
adalah jumlah sarana Kota Surakarta, jumlah rumah di Kota Surakarta, luas
permukiman di Kota Surakarta, dan jumlah penduduk Kota Surakarta. Semua
variabel penyebab mempunyai arah pengaruh searah kecuali variabel luas
permukiman. Walaupun demikian jumlah sarana Kota Surakarta, jumlah rumah di
Kota Surakarta, luas permukiman di Kota Surakarta, dan jumlah penduduk Kota
Surakarta adalah terikat dengan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
jumlah penduduk di Kawasan Solobaru.
Menurut Yunus (dalam Megapolitan, 2006), perkembangan spasial dan
penduduk suatu kota akan membawa pengaruh terhadap kondisi sosial, ekonomi,
cultural dan lingkungan dimana kota tersebut berkembangan. Berdasarkan teori
tersebut dan berdasarkan hasil analisis serta kecenderungan perkembangan Kota
Surakarta dan Kawasan Solobaru, maka dapat disimpulkan bahwa :
- Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah penduduk
Kota Surakarta bertambah menjadi 0.136 X jumlah penduduk Kota Surakarta
+ variabel lain.
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

- Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah rumah di


Kota Surakarta bertambah menjadi 0.357 X jumlah rumah Kota Surakarta +
variabel lain.
- Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah sarana
Kota Surakarta bertambah menjadi 3.35872271 X jumlah sarana Kota
Surakarta + variabel lain.
- Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah luas
permukiman berkurang menjadi 8.316 X luas permukiman Kota Surakarta +
variabel lain.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa jumlah penduduk Kawasan
Solobaru lebih dominan dipengaruhi oleh luas lahan permukiman Kota Surakarta
yang semakin berkurang dan jumlah sarana yang semakin bertambah. Penduduk
dari luar yang berurbanisasi ke Kota Surakarta menginginkan tinggal di Kota
Surakarta yang jumlah sarananya semakin komplit namun karena terbatasnya
lahan permukiman maka penduduk pendatang tersebut lebih memilih Kawasan
Solobaru untuk bermukim sehingga hal ini menambah jumlah penduduk yang ada
di Kawasan Solobaru.
Dari teori konsep bermukim yang dikemukakan oleh Turner, golongan
ekonomi menengah keatas cenderung memilih lokasi bermukim yang semakin
jauh dari pusat kota karena menginginkan kenyamanan dari lingkungan
perumahan yang ditempati. Tidak terlalu memikirkan besarnya biaya transportasi
yang tinggi apabila lokasi tersebut jauh dari pusat kota. Hal ini yang ditemukan
pada penduduk Kawasan Solobaru khususnya penduduk pendatang Kawasan
Solobaru. Dari hasil kuesioner dan wawancara dengan penduduknya, kebanyakan
mereka adalah penduduk Kota Surakarta yang mempunyai dua hunian di Kota
Surakarta dan Kawasan Solobaru ataupun dahulu mereka adalah penduduk Kota
Surakartamyang kemudian menghuni Kawasan Solobaru.
2. Perhitungan koefisien jalur pada model jalur pengaruh
perkembangan Kota Surakarta melalui jumlah penduduk Kawasan
Solobaru terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru.
Tabel 5.18 Model Summary
Model Summaryd
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

1 .999a .998 .998 234.68026


b
2 .999 .999 .998 221.03553
c
3 .999 .999 .999 207.78474
a. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru
b. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru,
Luas_Permukiman
c. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru,
Luas_Permukiman, Jumlah_Rumah
d. Dependent Variable: Jumlah_Rumah_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS
 Uji R Square
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa model ke-3 mempunyai R
Square paling besar dan standard error paling kecil yang berarti model regresi
ke-3 merupakan model yang dapat digunakan untuk mengetahui variabel
perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang melalui jumlah penduduk
Kawasan Solobaru mempengaruhi jumlah rumah di Kawasan Solobaru. Dari
kolom predictors (c), dapat disimpulkan bahwa luas permukiman Kota
Surakarta (X3) dan jumlah rumah di Kota Surakarta (X2) melalui jumlah
penduduk Solobaru (X7), mempunyai pengaruh secara bersama-sama sebesar
0,999 atau 99,9% (uji R Square : berpengaruh kuat) terhadap jumlah rumah
Kawasan Solobaru (X8). Hal ini berarti sebesar 0,001 atau 0,1% jumlah rumah
Kawasan Solobaru dipengaruhi oleh variabel jumlah penduduk Kota Surakarta
(X1), jumlah sarana Kota Surakarta (X4), prasarana Kota Surakarta (X5),
peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6), dan variabel lain yang semula tidak
diduga (€).
Tabel 5.19 Anova
ANOVAd
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 9.525E8 1 9.525E8 17294.098 .000a
Residual 1597169.856 29 55074.823
Total 9.541E8 30
2 Regression 9.527E8 2 4.763E8 9749.927 .000b
Residual 1367987.761 28 48856.706
Total 9.541E8 30
3 Regression 9.529E8 3 3.176E8 7356.973 .000c
Residual 1165711.472 27 43174.499
Total 9.541E8 30
a. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

b. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru, Luas_Permukiman


c. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru, Luas_Permukiman, Jumlah_Rumah
d. Dependent Variable: Jumlah_Rumah_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS
 Uji F
Dari tabel anova diatas, diperoleh nilai F dengan nilai sig = 0,000.
Karena nilai sig < α (0,05), maka besaran pengaruh variabel luas permukiman
Kota Surakarta dan jumlah rumah Kota Surakarta melalui jumlah penduduk
Kawasan Solobaru, secara bersama-sama terhadap variabel jumlah rumah di
Kawasan Solobaru sebesar 0,999 atau 99,9% adalah signifikan berpengaruh
yang berarti terdapat pengaruh antara luas permukiman Kota Surakarta (X3)
dan jumlah rumah Kota Surakarta (X2) melalui jumlah penduduk Kawasan
Solobaru (X7) terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru (X8). Karena
terdapat pengaruh secara bersama-sama maka pengujian analisis jalur (uji t)
secara individual dapat dilakukan.
Tabel 5.20 Koefisien Regresi
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Correlations Statistics
Zero-
Model B Std. Error Beta t Sig. order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) -306.606 224.103 -1.368 .182
Jumlah_Pendudu .253 .002 .999 131.50 .000 .999 .999 .999 1.000 1.000
k_Solobaru 7
2 (Constant) 1206.005 729.591 1.653 .110
Jumlah_Pendudu .251 .002 .988 113.07 .000 .999 .999 .809 .670 1.492
k_Solobaru 0
Luas_Permukima -.384 .177 -.019 -2.166 .039 -.586 -.379 -.015 .670 1.492
n
3 (Constant) 1797.387394 735.487 2.421 .022
Jumlah_Pendudu . 24828 .003 1.007 83.759 .000 .999 .998 .563 .313 3.196
k_Solobaru
Luas_Permukima -.392317 .175 -.025 -2.846 .008 -.586 -.480 -.019 .610 1.638
n
Jumlah_Rumah -.008000001 .004 -.027 -2.165 .039 .818 -.385 -.015 .292 3.424
a. Dependent Variable: Jumlah_Rumah_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Dari tabel koefisien jalur diatas didapatkan koefisien jalur yang


merupakan besaran pengaruh dari setiap variabel. Besaran koefisien tersebut harus
diuji t terlebih dahulu untuk mengetahui apakah variabel tersebut signifikan
berpengaruh atau tidak. Uji t yang dilakukan dalam model jalur ini menghasilkan
kesimpulan bahwa semua variabel signifikan berpengaruh. Untuk proses uji t
setiap variabel dapat dilihat pada lampiran. Dari tabel koefisien di atas diketahui :
B : 1797.387394
X7 (Jumlah Penduduk Solobaru): 0.24828
X3 (Luas Permukiman) : -0.392317
X2 (Jumlah Rumah) : -0.008000001
Dan didapatkan persamaan jalur =
X8 (Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru) = B + pyX7 X7 + pyX3 X3 + pyX2 X2
+ py€
X8 (Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru) = 1797.387394 + 0.24828 X7
- 0.392317 X3 – 0.008000001 X2
+ py€
Persamaan tersebut bila diterapkan pada data tahun 1975 maka :
19281 =1797.387394 + 0.24828 (77120) - 0.392317 (2868.16)
- 0.008000001 (67314) + py€
19281 = 19281.001 + py€
py€ = 19281 - 19281.001
py€ = (-) 0.1%
variabel lain mempengaruhi sebesar (-) 0.1%, tanda negatif berarti arah variabel
bebas berlawanan dengan ariabel terikat.
Dari hasil perhitungan SPSS diatas dapat disimpulkan koefisien jalur dan
kontribusi pengaruh variabel luas permukiman Kota Surakarta dan jumlah rumah
Kota Surakarta melalui jumlah penduduk Kawasan Solobaru terhadap variabel
terikat (jumlah rumah di Kawasan Solobaru) sebagai berikut :
Tabel 5.21 Kontribusi Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat (Jumlah
Rumah di Kawasan Solobaru)

Statistik Uji Kontribusi


Koefisien Arah
Variabel Pengaruh
Uji R Uji F Uji t Jalur (P) Pengaruh
(%)
Jumlah Signifikan
Positif
Penduduk 99.9% Signifikan Berpengaruh 0.24828 38.24%
(searah)
Kawasan
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Solobaru (X7)
Luas Signifikan
Negatif
Permukiman Berpengaruh -0.392317 60.42%
(berlawanan)
(X3)
Jumlah Rumah Signifikan Negatif
-0.008000001 1.23%
(X2) Berpengaruh (berlawanan)
Sumber : Hasil Analisis

Kontribusi pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta yang


dominan terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru adalah luas pemukiman
Kota Surakarta yang kontribusi pengaruhnya sebesar 60.42% dan jumlah rumah
Kota Surakarta yang kontribusi pengaruhnya sebesar 1.23%. Namun selain
variabel perkembangan Kota Surakarta tersebut, jumlah penduduk Kawasan
Solobaru juga berpengaruh terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru dengan
kontribusi pengaruh sebesar 38.42%.
Maka dapat disimpulkan bahwa variabel perkembangan Kota Surakarta
yang dominan berpengaruh terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru adalah
luas permukiman dan jumlah rumah di Kota Surakarta. Walaupun demikian
jumlah rumah dan luas permukiman Kota Surakarta dalam mempengaruhi jumlah
rumah di Kawasan Solobaru adalah terikat dengan faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi jumlah rumah di Kawasan Solobaru.
Luas permukiman dan jumlah rumah di Kota Surakarta mempengaruhi
jumlah rumah di Kawasan Solobaru dengan arah berlawanan melalui jumlah
penduduk di Kawasan Solobaru. Hal ini dapat disimpulkan bahwa :
- Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah penduduk
Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.24828 X jumlah penduduk Kawasan
Solobaru + variabel lain.
- Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas permukiman di
Kota Surakarta berkurang menjadi 0.392317 X luas permukiman Kota
Surakarta + variabel lain.
- Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas permukiman di
Kota Surakarta berkurang menjadi 0.008000001 X jumlah rumah Kota
Surakarta + variabel lain.
Jumlah rumah dan luas permukiman di Kota Surakarta semakin bergeser
ke arah luar kota ketika lahan menjadi terbatas karena peningkatan sarana
khususnya perdagangan. Perkembangan permukiman yang semakin bergeser ke

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

arah luar tersebut dapat dilihat pada peta perkembangan permukiman Kota
Surakarta di sub bab perkembangan fisik Kota Surakarta.
Menurut Edward Ulman salah satu faktor penyebab interaksi antar wilayah
adalah region complementary (wilayah yang saling melengkapi). Dalam hal ini,
Kota Surakarta mempunyai potensi teknologi, sarana perkotaan yang komplit dan
sektor lapangan kerja yang dapat menyerap penduduk dari luar kota. Sedangkan
Kawasan Solobaru memiliki potensi lahan permukiman yang masih banyak.
Sehingga potensi di Kota Surakarta banyak menyerap penduduk dari luar Kota
Surakarta. Bertambahnya penduduk menambah jumlah rumah dan kepadatan
permukiman di Kota Surakarta sehingga berdampak pada kurangnya lahan untuk
permukiman. Kawasan Solobaru dengan potensi lahan permukiman menjadi
luapan kebutuhan perumahan dari Kota Surakarta. Hal ini didukung dengan
kebijakan penggunaan lahan Kabupaten Sukoharjo yang mengarahkan Kawasan
Solobaru sebagai daerah permukiman.
3. Perhitungan koefisien jalur pada model jalur pengaruh
perkembangan Kota Surakarta melalui jumlah penduduk dan jumlah
rumah di Kawasan Solobaru terhadap luas permukiman di Kawasan
Solobaru.
Tabel 5.22 Model Summary
Model Summarye
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
a
1 .982 .965 .964 132.83658
b
2 .992 .984 .983 91.17300
c
3 .993 .987 .986 83.73838
d
4 .993 .987 .986 82.40787
a. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru
b. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru,
Jumlah_Rumah
c. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru,
Jumlah_Rumah, Jumlah_Penduduk_Solobaru
d. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah,
Jumlah_Penduduk_Solobaru
e. Dependent Variable: Luas_Permukiman_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS
 Uji R Square
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa model ke-4 mempunyai R
Square paling besar dan mempunyai standar error paling kecil yang berarti
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

model regresi ke-4 merupakan model yang dapat digunakan untuk mengetahui
variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang melalui jumlah
penduduk dan jumlah rumah di Kawasan Solobaru mempengaruhi luas
permukiman di Kawasan Solobaru. Dari kolom predictors (d), dapat
disimpulkan bahwa jumlah rumah di Kota Surakarta mempengaruhi luas
permukiman di Kawasan Solobaru melalui pengaruh dari jumlah penduduk
Kawasan Solobaru dengan koefisien jalur (besaran pengaruh) sebesar 0,987
atau 98,7% (uji R Square : berpengaruh kuat). Hal ini berarti sebesar 0,013
atau 1,3% luas permukiman di Kawasan Solobaru dipengaruhi oleh variabel
jumlah penduduk Kota Surakarta (X1), luas permukiman di Kota Surakarta
(X3), jumlah sarana Kota Surakarta (X4), prasarana Kota Surakarta (X5),
peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6), jumlah rumah di Kawasan Solobaru
(X8) dan variabel lain yang semula tidak diduga (€).
Tabel 5.23 Anova
ANOVAe
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.402E7 1 1.402E7 794.686 .000a
Residual 511721.143 29 17645.557
Total 1.453E7 30
2 Regression 1.430E7 2 7150827.259 860.248 .000b
Residual 232750.442 28 8312.516
Total 1.453E7 30
3 Regression 1.434E7 2 7172127.679 1056.114 .000d
Residual 190149.602 28 6791.057
Total 1.453E7 30
4 Regression 1.435E7 3 4781692.610 681.919 .000c
Residual 189327.129 27 7012.116
Total 1.453E7 30
a. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru
b. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Jumlah_Rumah
c. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Jumlah_Rumah,
Jumlah_Penduduk_Solobaru
d. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah, Jumlah_Penduduk_Solobaru
e. Dependent Variable: Luas_Permukiman_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS

 Uji F

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Dari tabel anova diatas, diperoleh nilai F dengan nilai sig = 0,000.
Karena nilai sig < α (0,05), maka besaran pengaruh variabel jumlah rumah di
Kota Surakarta mempengaruhi luas permukiman di Kawasan Solobaru melalui
pengaruh dari jumlah penduduk Kawasan Solobaru dengan koefisien jalur
(besaran pengaruh) sebesar 0,987 atau 98,7% adalah signifikan berpengaruh
yang berarti terdapat pengaruh antara jumlah rumah di Kota Surakarta (X2)
melalui pengaruh dari jumlah penduduk Kawasan Solobaru (X7) terhadap luas
permukiman di Kawasan Solobaru (X9). Karena terdapat pengaruh secara
bersama-sama maka pengujian analisis jalur (uji t) secara individual dapat
dilakukan.
Tabel 5.24 Koefisien Regresi
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations
Zero-
Model B Std. Error Beta t Sig. order Partial Part
1 (Constant) -1356.633 125.453 -10.814 .000
Jumlah_Rumah_ .121 .004 .982 28.190 .000 .982 .982 .982
Solobaru
2 (Constant) -1200.336 90.233 -13.303 .000
Jumlah_Rumah_ .146 .005 1.179 28.351 .000 .982 .983 .678
Solobaru
Jumlah_Rumah -.009 .002 -.241 -5.793 .000 .724 -.738 -.139
3 (Constant) -1243.224 84.648 -14.687 .000
Jumlah_Rumah_ -.023 .068 -.189 -.342 .735 .982 -.066 -.008
Solobaru
Jumlah_Rumah -.010 .002 -.269 -6.753 .000 .724 -.793 -.148
Jumlah_Pendudu .044 .018 1.392 2.488 .019 .982 .432 .055
k_Solobaru
4 (Constant) -1237.914 81.894 -15.116 .000
Jumlah_Rumah - .047 .001 -.266 -6.964 .000 .724 -.796 -.151
Jumlah_Pendudu .03806791 .001 1.201 31.466 .000 .982 .986 .680
k_Solobaru
a. Dependent Variable: Luas_Permukiman_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS
Dari tabel koefisien jalur diatas didapatkan koefisien jalur yang
merupakan besaran pengaruh dari setiap variabel. Besaran koefisien tersebut harus
diuji t terlebih dahulu untuk mengetahui apakah variabel tersebut signifikan
berpengaruh atau tidak. Uji t yang dilakukan dalam model jalur ini menghasilkan
kesimpulan bahwa semua variabel signifikan berpengaruh. Untuk proses uji t
setiap variabel dapat dilihat pada lampiran. Dari tabel koefisien di atas diketahui :
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

B : -1237.914
X2 (Jumlah Rumah) : - 0.047
X7 (Jumlah Penduduk Solobaru) : 0.03806791
Dan didapatkan persamaan jalur =
X9 (Luas Permukiman di Kawasan Solobaru) = B + pyX2 X2 + pyX7 X7 + py€
X9 (Luas Permukiman di Kawasan Solobaru) = -1237.914 - 0.047 X2
+ 0.03806791 X7 + py€
Persamaan tersebut bila diterapkan pada data tahun 1975 maka :
1009.94 = 1237.914 - 0.047 (67314) + 0.03806791 (77120) + py€
1009.94 = 1009.953 + py€
py€ = 1009.94 - 1009.953
py€ = (-) 1,3%
variabel lain mempengaruhi sebesar (-) 1.3%, tanda negatif berarti arah variabel
bebas berlawanan dengan variabel terikat.
Dari hasil perhitungan SPSS diatas dapat disimpulkan koefisien jalur dan
kontribusi pengaruh variabel jumlah rumah Kota Surakarta melalui jumlah
penduduk Kawasan Solobaru terhadap variabel terikat (luas permukiman di
Kawasan Solobaru) sebagai berikut :
Tabel 5.25 Kontribusi Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat (Luas
Permukiman Kawasan Solobaru)
Statistik Uji Kontribusi
Koefisien Arah
Variabel Pengaruh
Uji R Uji F Uji t Jalur (P) Pengaruh
(%)
Jumlah Signifikan
Negatif
Rumah Berpengaruh -0.047 54.53%
(berlawanan)
(X2)
Jumlah Signifikan
98.7% Signifikan
Penduduk Berpengaruh
Positif
Kawasan 0.03806791 44.16%
(searah)
Solobaru
(X7)
Sumber : Hasil Analisis

Kontribusi pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta yang


dominan terhadap luas permukiman di Kawasan Solobaru adalah variabel jumlah
rumah yang kontribusi pengaruhnya sebesar 54.53%. Namun selain variabel
perkembangan Kota Surakarta tersebut, jumlah penduduk Kawasan Solobaru juga
mempengaruhi luas permukiman di Kawasan Solobaru dengan kontribusi sebesar
44.16%.

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa variabel perkembangan Kota


Surakarta yang berpengaruh terhadap luas permukiman di Kawasan Solobaru
adalah jumlah rumah di Kota Surakarta. Yang dapat disimpulkan bahwa :
- Luas pemukiman di Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah
penduduk Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.03806791 X jumlah
penduduk Kawasan Solobaru + variabel lain.
- Luas permukiman di Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah rumah
di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.047 X jumlah rumah Kota Surakarta +
variabel lain.
4. Perhitungan koefisien jalur pada model jalur perkembangan Kota
Surakarta melalui jumlah penduduk, jumlah rumah, dan luas
permukiman di Kawasan Solobaru terhadap jumlah sarana di
Kawasan Solobaru.
Tabel 5.26 Model Summary
Model Summaryd
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
a
1 .961 .9242 .921 139.42921
b
2 .983 .9662 .964 94.31166
c
3 .992 .9824 .981 67.64475
a. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru
b. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru,
Peningkatan_PDRB
c. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru,
Peningkatan_PDRB, Luas_Permukiman
d. Dependent Variable: Jumlah_Sarana_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS

 Uji R Square
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa model ke-3 mempunyai R
Square paling besar dan mempunyai standar error paling kecil yang berarti
model regresi ke-3 merupakan model yang dapat digunakan untuk mengetahui
variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang melalui jumlah
penduduk, jumlah rumah, dan luas permukiman di Kawasan Solobaru
mempengaruhi jumlah sarana di Kawasan Solobaru. Dari kolom predictors
(c), dapat disimpulkan bahwa peningkatan PDRB Kota Surakarta dan luas

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

permukiman Kota Surakarta melalui jumlah rumah di Kawasan Solobaru


mempengaruhi jumlah sarana di Kawasan Solobaru dengan koefisien jalur
(besaran pengaruh) sebesar 0,9824 atau 98,24% (uji R Square : berpengaruh
kuat). Hal ini berarti sebesar 0,0176 atau 1,76% jumlah sarana di Kawasan
Solobaru dipengaruhi oleh variabel jumlah penduduk Kota Surakarta (X1),
jumlah rumah Kota Surakarta (X2), jumlah sarana Kota Surakarta (X4),
prasarana Kota Surakarta (X5), jumlah penduduk di Kawasan Solobaru (X7),
luas permukiman di Kawasan Solobaru (X9), dan variabel lain yang semula
tidak diduga (€).
Tabel 5.27 Anova
ANOVAd
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6818947.345 1 6818947.345 350.760 .000a
Residual 563774.655 29 19440.505
Total 7382722.000 30
2 Regression 7133670.695 2 3566835.347 401.007 .000b
Residual 249051.305 28 8894.689
Total 7382722.000 30
3 Regression 7259175.061 3 2419725.020 528.808 .000c
Residual 123546.939 27 4575.813
Total 7382722.000 30
a. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru
b. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Peningkatan_PDRB
c. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Peningkatan_PDRB,
Luas_Permukiman
d. Dependent Variable: Jumlah_Sarana_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS
 Uji F
Dari tabel anova diatas, diperoleh nilai F dengan nilai sig = 0,000.
Karena nilai sig < α (0,05), maka besaran pengaruh variabel peningkatan
PDRB Kota Surakarta dan luas permukiman Kota Surakarta melalui jumlah
rumah di Kawasan Solobaru mempengaruhi jumlah sarana di Kawasan
Solobaru dengan koefisien jalur (besaran pengaruh) sebesar 0,9824 atau
98,24% adalah signifikan berpengaruh yang berarti terdapat pengaruh antara
peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6) dan luas permukiman Kota Surakarta
(X3) melalui jumlah rumah di Kawasan Solobaru (X8) terhadap jumlah sarana

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

di Kawasan Solobaru (Y). Karena terdapat pengaruh secara bersama-sama


maka pengujian analisis jalur (uji t) secara individual dapat dilakukan.
Tabel 5.28 Koefisien Regresi
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations
Model B Std. Error Beta t Sig. Zero-order Partial Part
1 (Constant) -1489.148 131.679 -11.309 .000
Jumlah_Rumah_ .085 .005 .961 18.729 .000 .961 .961 .961
Solobaru
2 (Constant) -886.271 134.927 -6.568 .000
Jumlah_Rumah_ .058 .005 .654 10.522 .000 .961 .893 .365
Solobaru
Peningkatan_PD .000 .000 .370 5.948 .000 .913 .747 .206
RB
3 (Constant) 182.489 225.857 .808 .426
Jumlah_Rumah_ . .004 .616 13.623 .000 .961 .934 .339
Solobaru 054795119
Peningkatan_PD . 00057929 .000 .297 6.359 .000 .913 .774 .158
RB
Luas_Permukim -.312 .057 -.169 -5.237 .000 -.714 -.710 -.130
an
a. Dependent Variable: Jumlah_Sarana_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS

Dari tabel koefisien jalur diatas didapatkan koefisien jalur yang


merupakan besaran pengaruh dari setiap variabel. Besaran koefisien tersebut harus
diuji t terlebih dahulu untuk mengetahui apakah variabel tersebut signifikan
berpengaruh atau tidak. Uji t yang dilakukan dalam model jalur ini menghasilkan
kesimpulan bahwa semua variabel signifikan berpengaruh. Untuk proses uji t
setiap variabel dapat dilihat pada lampiran. Dari tabel koefisien di atas diketahui :
B : 182.489
X8 (Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru) : 0.054795119
X6 (Peningkatan PDRB) : 0.00057929
X3 (Luas Permukiman) : -0.312
Dan didapatkan persamaan jalur =
Y (Jumlah Sarana di Kawasan Solobaru) = B + pyX8 X8 + pyX6 X6 + pyX3 X3
+ py€
Y (Jumlah Sarana di Kawasan Solobaru) = 182.489 + 0.054795119 X8
+ 0.00057929 X6 - 0.312 X3 + py€

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Persamaan tersebut bila diterapkan pada data tahun 1975 maka :


363 = 182.489 + 0.054795119 (19281) + 0.00057929 (32547.77)
- 0.312 (2868.16) + py€
363 = 362.9823671 + py€
py€ = 363 - 362.9823671
py€ = 1,76%
variabel lain mempengaruhi sebesar 1,76%, tanda positif berarti arah variabel
bebas searah dengan variabel terikat.
Dari hasil perhitungan SPSS diatas dapat disimpulkan koefisien jalur dan
kontribusi pengaruh peningkatan PDRB Kota Surakarta dan luas permukiman
Kota Surakarta melalui jumlah rumah di Kawasan Solobaru terhadap variabel
terikat (jumlah sarana di Kawasan Solobaru) sebagai berikut :
Tabel 5.29 Kontribusi Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat (Jumlah
Sarana Kawasan Solobaru)
Statistik Uji Kontribusi
Variabel Koefisien Arah
Pengaruh
Bebas (X) Uji R Uji F Uji t Jalur (P) Pengaruh
(%)
Jumlah Signifikan
Rumah Berpengaruh
Positif
Kawasan 0.054795119 14.65%
(searah)
Solobaru
(X8)
Peningkatan Signifikan
PDRB Kota Berpengaruh Positif
98,24% Signifikan 0.00057929 0.15%
Surakarta (searah)
(X6)
Luas Signifikan Negatif
Permukiman Berpengaruh (berlawanan)
Kota - 0.312 83.43%
Surakarta
(X3)
Sumber : Hasil Analisis
Kontribusi pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta yang
dominan terhadap jumlah sarana di Kawasan Solobaru adalah variabel
peningkatan PDRB Kota Surakarta yang kontribusi pengaruhnya sebesar 0.15%
dan luas permukiman Kota Surakarta yang kontribusi pengaruhnya sebesar
83.43%. Namun selain kedua variabel perkembangan Kota Surakarta tersebut,
jumlah rumah di Kawasan Solobaru juga berpengaruh terhadap jumlah sarana di
Kawasan Solobaru yang kontribusi pengaruhnya sebesar 14.65%.

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Maka dapat disimpulkan bahwa variabel perkembangan Kota Surakarta


yang dominan berpengaruh terhadap jumlah sarana di Kawasan Solobaru adalah
luas permukiman dan peningkatan PDRB di Kota Surakarta. Yang artinya adalah :
- Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah rumah di
Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.054795119 X jumlah rumah
Kawasan Solobaru + variabel lain.
- Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas permukiman di
Kota Surakarta berkurang menjadi 0.312 X luas permukiman Kota Surakarta +
variabel lain.
- Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika PDRB Kota
Surakarta bertambah menjadi 0.00057929 X tingkat PDRB Kota Surakarta +
variabel lain.
Interaksi antara Kota Surakarta dengan Kawasan Solobaru adalah interaksi
yang bersifat region complementary (wilayah yang saling melengkapi). Sebagian
penghuni Kawasan Solobaru bekerja di salah satu sektor lapangan kerja di Kota
Surakarta. Peningkatan PDRB Kota Surakarta berarti peningkatan ekonomi kota
yang dapat menjadi tarikan bagi penduduk kota lain untuk berurbanisasi ke Kota
Surakarta namun semakin berkurangnya lahan untuk permukiman maka akan
menambah jumlah rumah di Kawasan Solobaru yang pada akhirnya menambah
sarana di Kawasan Solobaru.
BAB 6
PENUTUP

5.5 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh perkembangan Kota
Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru, maka dapat disimpulkan
beberapa hal yakni sebagai berikut :
1) Perkembangan spasial dan penduduk Kota Surakarta berpengaruh terhadap
kondisi fisik, ekonomi dan sosial budaya Kawasan Solobaru.
2) Perkembangan permukiman Kota Surakarta cenderung disebabkan oleh
proses sosial ekonomi yang mendahului proses spasial.
3) Perkembangan ekonomi yang terjadi tahun 1970an di Kota Surakarta
merupakan kekuatan sentripetal yang menjadi faktor penarik penduduk
luar kota untuk melakukan urbanisasi ke Kota Surakarta. Tingkat
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

pertumbuhan penduduk tahun 1975-1980 di Kota Surakarta mencapai


3,32%.
4) Ketersediaan lahan permukiman di Kota Surakarta yang semakin terbatas
membuat terjadinya gerakan sentrifugal yakni penduduk asli Kota
Surakarta bergerak ke luar Kota Surakarta seperti ke Kawasan Solobaru.
Sehingga hal ini mengakibatkan jumlah penduduk di Kawasan Solobaru
bertambah yang diikuti dengan pertambahan jumlah rumah dan sarana di
Kawasan Solobaru.
5) Interaksi antara Kota Surakarta dengan Kawasan Solobaru adalah interaksi
yang bersifat region complementary (wilayah yang saling melengkapi),
yakni Kota Surakarta mempunyai potensi teknologi, sarana komplit, dan
lapangan kerja, sedangkan Kawasan Solobaru mempunyai potensi
ketersediaan lahan permukiman. Kawasan Solobaru dengan jarak yang
relative lebih dekat dibanding hinterland Kota Surakarta lainnya
menjadikan lahan permukiman di Kawasan Solobaru.
6) Interaksi sosial yang kuat antara penduduk Kota Surakarta dengan
Kawasan Solobaru membuat adanya proses invasi sosial budaya antara
penduduk Kota Surakarta dengan Kawasan Solobaru yang akhirnya terjadi
suksesi budaya modern pada penduduk Kawasan Solobaru.
7) Pengaruh variabel dominan perkembangan Kota Surakarta terhadap
jumlah penduduk Kawasan Solobaru adalah sebagai berikut :
 Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah
penduduk Kota Surakarta bertambah menjadi 0.136 X jumlah penduduk
Kota Surakarta + variabel lain.
 Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah
rumah di Kota Surakarta bertambah menjadi 0.357 X jumlah rumah Kota
Surakarta + variabel lain.
 Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah
sarana Kota Surakarta bertambah menjadi 3.35872271 X jumlah sarana
Kota Surakarta + variabel lain.
 Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah luas
permukiman berkurang menjadi 8.316 X luas permukiman Kota
Surakarta + variabel lain.

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

8) Pengaruh variabel dominan perkembangan Kota Surakarta terhadap


jumlah rumah di Kawasan Solobaru adalah sebagai berikut :
 Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah
penduduk Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.24828 X jumlah
penduduk Kawasan Solobaru + variabel lain.
 Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas
permukiman di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.392317 X luas
permukiman Kota Surakarta + variabel lain.
 Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas
permukiman di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.008000001 X
jumlah rumah Kota Surakarta + variabel lain.
9) Pengaruh variabel dominan perkembangan Kota Surakarta terhadap
jumlah luas permukiman di Kawasan Solobaru adalah sebagai berikut :
 Luas pemukiman di Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah
penduduk Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.03806791 X jumlah
penduduk Kawasan Solobaru + variabel lain.
 Luas permukiman di Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah
rumah di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.047 X jumlah rumah Kota
Surakarta + variabel lain.
10) Pengaruh variabel dominan perkembangan Kota Surakarta terhadap
jumlah sarana di Kawasan Solobaru adalah sebagai berikut :
 Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah rumah
di Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.054795119 X jumlah rumah
Kawasan Solobaru + variabel lain.
 Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas
permukiman di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.312 X luas
permukiman Kota Surakarta + variabel lain.
 Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika PDRB Kota
Surakarta bertambah menjadi 0.00057929 X tingkat PDRB Kota
Surakarta + variabel lain.

5.6 Rekomendasi

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian mengenai pengaruh


perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru, maka
dapat disusun rekomendasi sebagai berikut :
1) Rekomendasi bagi pemerintah
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh perkembangan Kota
Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru, disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh antar Kota Surakarta ke Kawasan Solobaru oleh karena itu
direkomendasikan kepada pihak pemerintah bahwa perlu adanya kerjasama antara
pemerintah Kota Surakarta dengan pemerintah kabupaten Sukoharjo dalam
mengantisipasi perkembangan Kawasan Solobaru yang dipengaruhi oleh
perkembangan Kota Surakarta agar lebih berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan. Kerjasama tersebut dapat diwujudkan dalam koordinasi antar
instansi terkait dalam penyusunan rencana tata ruang.
a. Bapeda Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo
Kedua instansi perlu melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan
pembangunan yang mempengaruhi Kawasan Solobaru. Hal ini perlu
dilakukan mengingat adanya kecenderungan konversi lahan tak terbangun
menjadi terbangun yang kurang terkendali karena adanya pengaruh
perkembangan Kota Surakarta yang lokasinya berbatasan langsung dengan
Kawasan Solobaru.
b. DPU Kota Surakarta dan DPU Kawasan Solobaru
Perlunya peningkatan aksesbilitas agar dapat menunjang mekanisme
kegiatan ke pusat Kawasan Solobaru, terutama pada pusatlingkungan
permukiman penduduk. Selain itu juga dikembangkan berbagai fasilitas
pelayanan sesuai dengan fungsi lahan yang diberikan, seperti penyediaan
fasilitas dan utilitas yang lebih memadai.
c. Dinas Tata Kota Surakarta dan Bapeda Kabupaten Sukoharjo
Perlunya diterbitkan aspek peraturan yang berkaitan dengan kepastian
hukum dalam pelaksanaan rencana penataan ruang, terutama masalah
pertanahandan prosedur perijinan. Hal ini ditujukan untuk mengantisipasi
kecenderungan perubahan penggunaan lahan yang kurang terkendali.
2) Rekomendasi untuk studi lanjutan

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini memiliki banyak


kekurangan sehingga direkomendasikan untuk studi lanjutan bila ingin mengkaji
lebih dalam lagi mengenai pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap
permukiman di Kawasan Solobaru, maka sebaiknya variabel penelitian yang
digunakan diharapkan untuk lebih spesifik pada variabel yang pengaruhnya
berkontribusi besar pada perkembangan Kawasan Solobaru. Variabel yang
digunakan untuk penelitian selanjutnya lebih baik dispesifikan pada jangkauan
sarana prasarana di Kota Surakarta yang dapat membentuk interaksi dengan
Kawasan Solobaru.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU/DOKUMEN
Ali Muhidin, Sambas dan Maman Abdurahman. 2009. Analisis Korelasi, Regresi,
dan Jalur dalam Penelitian. Bandung : Pustaka Setia.
Badudu, J.s dan Zein. 2004. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.
Barlow M.H & Newton R.G. 1971. Patterns and Procesess in Man’s Economic
Enviroment. Sydney: Angus & Robertson Pty. Ltd
Bintarto. 1983. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta : Ghalia
Indonesia.

Branch, Melville. 1996. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan


Penjelasan. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada University
Press.
Colby. 1959. Centrifugal and Centripetal Forces in Urban Geography. In : Mayer
and Kohn (eds.) : Reading in Geography. Chicago : University of Chicago.
Daldjoeni. 1987. Geografi Kota dan Desa untuk Mahasiswa dan Guru SMU.
Bandung: Alumni.
Doxiadis. 1968. Ekistics: An Introduction to the Science of Human Settlements.
New York: Oxford University Press.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metode Research. Yogyakarta: UGM Press.

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Hendro, Raldi Koestoer. 2001. Dimensi Keruangan Kota Teori dan Kasus.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Jayadinata, Johara T. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan
Perkotaan dan Wilayah. Bandung: ITB.
Kecamatan Baki dalam Angka Tahun 1975 – 2005.
Kecamatan Grogol dalam Angka Tahun 1975 – 2005.
Maslow, Abraham H. 1970.“A Theory of Human Motivation”, dalam Psychologi
Review.
Moleong, Lexy. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
P.J.M. Nas. Kota di Dunia Ketiga. Jil. 1 dan 2. Terj. S. Suryochondro. Jakarta:
Bhratara Karya Aksara, 1979.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta Tahun 1993 – 2013.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 – 2029.
Rencana Umum Tata Ruang Kota Kawasan Solobaru Tahun 1990 – 2010.
Sejarah Kabupaten Sukoharjo.
Pontoh, Nia K dan Iwan Kustiwan. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan.
Bandung: ITB.
Rapoport, A. 1987. The Meaning of The built Environment, An Nonverbal
Communication Approach,Sage Publication.
Sarwono, Jonathan. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS.
Yogyakarta: Andi Offset.
Sastra, M. Suparno dan Endy Marlina. 2006. Perencanaan dan Pengembangan
Perumahan. Yogyakarta: Andi Offset.
Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
SNI 03-1733-2004 tentang Perencanaan Perumahan Kota.
Somantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika dalam
Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Subroto, Yoyok Wahyu, Bakti Setiawan, Setiadi. 1997. Proses Transformasi
Spasial dan Sosio-Kultural Desa-Desa di Daerah Pinggiran Kota (Urban
Fringe) di Indonesia (Studi Kasus Yogyakarta). Laporan Penelitian
Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Dasar Tahun Anggaran
1996/1997. Yogyakarta : PPLH UGM.

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Suharsimi, Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.
Sukoharjo dalam Angka tahun 1975 – 2005.
Surakarta dalam Angka tahun 1975 – 2005.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sutopo, HB. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS.
Ullman, E.L. 1980. Transportation Geografic: eemn methodologische inleiding.
Den Bosch: Malmberg.
UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
Yunus. 1978. Konsep Perkembangan Daerah dan Pengembangan Daerah
Perkotaan. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Yunus, Hadi Sabari. 1987. Permasalahan Daerah Urban Fringe dan Alternatif
Pemecahannya. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM.
Yunus, Hadi Sabari, M.A. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Yunus, Hadi Sabari, M.A. 2006. Megapolitan Konsep, Problematika, dan
Prospek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yunus, Hadi Sabari, M.A. 2008. Dinamika Wilayah Peri Urban Determinan
Masa Depan Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

ARTIKEL
Arminah, Valentina. 1999. Kajian Pola Perkembangan Fisik Kota Surakarta
Melalui Citra Spot dan Landsat TM. Majalah Geografi Indonesia Volume
13 Nomor 2 Terbitan September 1999.
Mustafa, Hasan. 2000. Teknik Sampling.
Rum, Sri Giyarsih. Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Proses Densifikasi
Permukiman di Daerah Pinggiran Kota. Yogyakarta.

JURNAL

i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru

Giyarsih, S.R. 2001. Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Proses Desifikasi
Permukiman di Daerah Pinggiran Kota (Urban Fringe Area). Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota 12 (1):40-45.
Keman, Soedjajadi. Kesehatan Perumahan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 2
No 1, Juli 2005. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Kustiwan, I dan M. Anugrahani. 2001. Perubahan Pemanfaatan Lahan Perumahan
Ke Perkantoran: Implikasinya Terhadap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kota. Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota. 11 (1):40-45.
Prayitno, Budi. Morfologi Kota Surakarta (1500-2000). Bandung.
Qomarun dan Budi Prayitno. 2007. Morfologi Kota Solo (tahun 1500-2000).
Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 35, No. 1, Juli 2007: 80 – 87. Jurusan
Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas
Kristen Petra.

SKRIPSI/TESIS
Adi, Hari. 2002. Dampak Keberadaan Permukiman Solobaru terhadap Kondisi
Ekonomi, Sosial, dan Fisik Permukiman Sekitarnya. Tugas Akhir (S1).
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota UNDIP. Semarang.
Ilyas, Ali. 2006. Pengaruh Perkembangan Kota Banjarmasin terhadap
Penggunaan Lahan di Kota Kertak Hanyar. Tesis (S2). Pasca Sarjana
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota UNDIP. Semarang.
Karyono. 2006. Pemekaran Kota Surakarta dan Strategi Pembangunan
Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan. Tesis (S2). Pasca Sarjana
Program Studi Ilmu Lingkungan UNS. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai