TUGAS AKHIR
Oleh :
Panganti Widi Astuti
NIM. I 0606034
1
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
BAB 1
PENDAHULUAN
2
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
sosial ekonomi sebagai dampak lebih lanjut dari proses transformasi spasial.
Proses densifikasi permukiman yang terjadi di daerah pinggiran kota merupakan
realisasi dari meningkatnya kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan.
Dahulu, Kota Surakarta merupakan satu kesatuan wilayah pemerintahan
Kasunanan dengan Kabupaten Sukoharjo, Sragen, Boyolali, dan Klaten. Namun,
dengan keluarnya Penetapan Pemerintah Nomor : 16/SD tanggal 15 Juli 1946,
maka secara formal wilayah pemerintahan Kasunanan sudah tidak ada lagi, dan
wilayah-wilayahnya menjadi wilayah Karesidenan Surakarta. Kemudian
Karesidenan Surakarta menjadi Kota Surakarta yang wilayahnya meliputi 5
kecamatan yakni Kecamatan Jebres, Banjarsari, Serengan, Pasar Kliwon, dan
Laweyan.
Kota Surakarta merupakan kota menengah yang mengalami
perkembangan di seluruh bagian kotanya. Dalam penelitian ini, perkembangan
Kota Surakarta yang dimaksud adalah perkembangan fisik, sosial, dan ekonomi.
Indikator perkembangan Kota Surakarta salah satunya dapat dilihat dari aspek
sosial yakni jumlah penduduknya yang mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Jumlah penduduk tahun 1975 yaitu 426.032 jiwa sedangkan tahun 1985
sejumlah 502.150 jiwa, dari data tersebut terlihat bahwa dalam dekade 10 tahun
yakni tahun 1975-1985, jumlah penduduk Kota Surakarta mengalami
pertambahan sebesar 76.118 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk tahun 1995 yaitu
533.628 jiwa sehingga dapat dilihat bahwa tahun 1985-1995 jumlah penduduk
Kota Surakarta mengalami peningkatan sebesar 31.478 jiwa. Jumlah penduduk
tahun 2005 sejumlah 560.046 jiwa sehingga dapat dilihat peningkatan jumlah
penduduk yang terjadi selama kurun waktu 10 tahun (1995-2005) sebesar 26.418
jiwa (Surakarta dalam Angka Tahun 1975-2005).
Pertambahan penduduk dari tahun ke tahun tersebut mempengaruhi
adanya perkembangan fisik Kota Surakarta. Perkembangan fisik Kota Surakarta
disebabkan karena adanya pertambahan penduduk dan aktivitas sosial ekonomi
penduduk. Semakin bertambahnya penduduk Kota Surakarta maka kebutuhan
akan ruang semakin bertambah. Kebutuhan ruang ini tidak hanya untuk perluasan
permukiman tetapi juga untuk kegiatan perekonomian, sosial dan lingkungan. Hal
3
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
tersebut mengakibatkan adanya konversi lahan dari lahan tak terbangun menjadi
lahan terbangun. Luas lahan terbangun tahun 1975 di Kota Surakarta adalah
2.868,16 Ha sedangkan luas lahan terbangun tahun 2005 adalah 3.521,85 Ha
(Surakarta dalam Angka Tahun 1975-2005). Dari data tersebut dapat dilihat
bahwa konversi lahan tak terbangun menjadi terbangun yang terjadi dalam dekade
30 tahun (tahun 1975-2005) di Kota Surakarta adalah sebesar 653,69 Ha
Perubahan penggunaan lahan ini menunjukkan adanya indikasi perkembangan
fisik Kota Surakarta.
Perkembangan ekonomi Kota Surakarta salah satunya ditunjukkan dengan
peningkatan PDRB Kota Surakarta dari tahun ke tahun. Pada tahun 1975 tingkat
PDRB Kota Surakarta mencapai 32.547,768 juta. Angka tersebut meningkat pada
tahun 1990 hingga mencapai 386.649,904 juta dan tahun 2005 menjadi
3.858.169,670 juta. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan ekonomi Kota
Surakarta semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Sedangkan perkembangan permukiman di Kota Surakarta dapat dilihat
dari adanya peningkatan luas lahan permukiman di seluruh wilayah kota. Luas
lahan permukiman di Kota Surakarta tahun 1975 yaitu 2.868,16 Ha, sedangkan
luas lahan permukiman tahun 1996 meningkat menjadi 3.372,4849 Ha. Namun,
pada tahun 2005 luas permukimannya menurun menjadi 2.707,27 Ha (Surakarta
dalam Angka Tahun 1975-2005). Sehingga dapat dilihat dalam kurun waktu 30
tahun yakni tahun 1975-2005, luas lahan permukiman di Kota Surakarta
mengalami kenaikan namun setelah tahun 1997 luasnya mengalami penurunan.
Perkembangan permukiman yang signifikan dalam dekade 30 tahun tersebut
terjadi pada tahun 1980 ketika Kota Surakarta mengalami pemekaran fisik kota
(perembetan fisik kota) karena dampak dari urbanisasi dan industrialisasi yang
terjadi pada tahun 1970an di Kota Surakarta.
Berdasarkan studi tim P2KT (Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada
tahun 2000 Kota Surakarta mengalami pemekaran kota seluas ±12000 ha yang
terjadi pada hinterlandnya yakni seluas ±7000 ha pada Kabupaten Sukoharjo
(Baki, Grogol, dan Kartasura) dan seluas ±5000 ha pada Kabupaten Karanganyar
(Ngringo dan Colomadu). Hal ini menunjukkan bahwa pemekaran Kota Surakarta
4
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
5
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
6
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
7
BAB 1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
34
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Perubahan Sosial
Pertambahan Pertambahan Perubahan Sosial
Ekonomi
Penduduk Alamiah Penduduk Migrasi Budaya Penduduk
Penduduk Kota
Kota Surakarta Kota Surakarta Kota Surakarta
Surakarta
Trend Perkembangan
Kota Surakarta
Kebutuhan Ruang
Kota
Permukiman di Kawasan Solobaru
Perkembangan
Intensifikasi Ekstensifikasi
Kawasan Solobaru
Trend Perkembangan
Kawasan Solobaru
35
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
36
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
37
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
a. Teori Konsentrik
Teori konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess ini didasarkan pada
pengamatanya di Chicago pada tahun 1925, E.W. Burgess menyatakan bahwa
perkembangan suatu kota akan mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu
kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini
sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.
Keterangan :
38
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Daerah tempat tinggal golongan kelas menengah atau The Zone of Middle Class
Develiers
Daerah ini dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari orang-orang yang
profesional, pemilik usaha/bisnis kecil-kecilan, manajer, para pegawai dan lain
sebagainya. Fasilitas pemukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan
tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.
Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan
tiap daerah dalam cenderung memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah
luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah urutan-urutan yang dikenal sebagai rangkaian
invasi (invasion succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan
ekonomi kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak lain, jika jumlah
penduduk sebuah kota besar cenderung menurun, maka daerah disebelah luar
cenderung tetap sama sedangkan daerah transisi menyusut kedalam daerah pusat
bisnis. Penyusutan daerah pusat bisnis ini akan menciptakan daerah kumuh
komersial dan perkampungan. Sedangkan interprestasi ekonomi dari teori
konsentrik menekankan bahwa semakin dekat dengan pusat kota semakin mahal
harga tanah.
b. Teori Sektor
39
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Keterangan :
40
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
41
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Keterangan:
42
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Daerah bisnis
Zona ini muncul seiring munculnya daerah pemukiman kelas tinggi yang
lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan
penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona ini.
2.3 Urbanisasi
Pengertian urbanisasi dijelaskan dengan mengutip pendapat Nas yakni adanya
sejumlah pengertian yang bisa ditarik dari pengertian urbanisasi, yaitu perubahan
daerah pedesaan ke arah sifat kehidupan kota, pertumbuhan suatu pemukiman menjadi
kota, perpindahan penduduk ke kota yang terlihat pada berbagai bentuk mobilitas
penduduk, serta kenaikan proporsi penduduk yang tinggal di kota. Menurut Charles
Whynne-Hammond (dalam Daldjoeni, 1987), salah satu faktor terjadinya urbanisasi
adalah adanya industrialisasi.
Gejala dan proses ekologi yang berkaitan dengan gejala dan proses urbanisasi
antara lain konsentrasi, agregasi, sentralisasi, desentralisasi, segregasi, invasi, dan
suksesi. Urbanisasi sebagai suatu proses sosial, bisa terjadi karena banyak faktor, yang
antara lain : (1) adanya masalah pengangguran di pedesaan, dan adanya persepsi bahwa
perkotaan banyak menyediakan kesempatan kerja; (2) adanya peningkatan,
keberhasilan, dan pemerataan program pendidikan di seluruh daerah dan lapisan
masyarakat, yang kemudian menuntut lapangan kerja yang sesuai dengan jenjang
43
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
pendidikan yang telah dicapai oleh setiap warga masyarakat yang bersangkutan; (3)
adanya persepsi yang sampai saat ini berlaku, bahwa kota adalah pusat modernisasi dan
merupakan segala-galanya untuk kemajuan orang perorangan atau kelompok orang; (4)
terjadinya proses cepat dalam pergeseran nilai-nilai sosio-budaya di kalangan
masyarakat pedesaan sebagai akibat arus informasi yang semakin menjagat; (5) semakin
baik dan lancarnya sistem transportasi yang menjalin wilayah-wilayah perkotaan dengan
wilayah-wilayah hinterlandnya; (6) urbanisasi adalah salah satu indikasi kemajuan
ekonomi dari suatu kawasan tertentu.
44
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
ekonomi yang lebih baik ini para pemukim di daerah pinggiran kota cenderung
mempunyai tingkat pendidikan yang lebih baik pula.
Salah suatu teori yang menjelaskan gejala perkembangan kota yaitu teori
kekuatan dinamis yang dikemukakan oleh Colby pada tahun 1959. Salah satu hal yang
mendasari teori ini adalah karena adanya persepsi terhadap lingkungan dari penduduk
yang berbeda-beda maka timbulah kekuatan-kekuatan yang menyebabkan pergerakan
penduduk yang mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan di luar kota
atau daerah pinggiran kota. Kekuatan dari teori kekuatan dinamis adalah kekuatan
sentripetal yaitu kekuatan yang menyebabkan berpindahnya penduduk dan fungsi-
fungsi kekotaan dari bagian dalam ke arah luar dari pada suatu kota. Dan kekuatan
sentrifugal yaitu kekuatan yang mengakibatkan pengaruh perubahan bentuk tata guna
lahan suatu kota yang realisasinya berwujud sebagai gerakan penduduk yang berasal
dari dalam kota menuju luar kota.
45
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tipe perembetan konsentris dikemukakan pertama kali oleh Harvey Clark (1971)
yang menyebut tipe ini sebagai “lowdensity, continous development” dan Wallace
(1980) menyebut “concentric development”. Tipe perembetan paling lambat,
berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakkan fisik
kota yang sudah ada sehingga akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota
yang kompak. Peran transportasi terhadap perembetannya tidak begitu besar.
46
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
pusat kota. Daerah di sepanjang rute transportasi merupakan tekanan paling berat
dari perkembangan (Yunus, 2000).
Tipe ini perembetannya tidak merata pada semua bagian sisi luar dari pada
daerah kota utama. Perembetan bersifat menjari dari pusat kota disepanjang jalur
transportasi.
Perembetan yang terjadi pada tipe ini dianggap paling merugikan oleh
kebanyakan pakar lingkungan, tidak efisien dan tidak menarik. Perkembangan lahan
kekotaannya terjadi berpencaran secara sporadis dan tumbuh di tengah-tengah
lahan pertanian, sehingga cepat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan
pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan produktifitas pertanian akan
lebih cepat terjadi.
Sebagian batas fisik kekotaan berada jauh di luar batas administrasi kota.
Kondisi kota yang mengalami situasi seperti ini disebut sebagai “under
bounded city.
Sebagian batas fisik kekotaan berada jauh di dalam batas administrasi
kota. Kondisi kota yang mengalami situasi seperti ini disebut sebagai
“over bounded city.
47
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Batas fisik kota konsiden dengan batas administrasi kota. Kondisi kota
yang mengalami situasi seperti ini disebut sebagai “true bounded city.
48
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
idaman, berhubungan secara timbal balik dengan lingkungan fisik tempat tinggalnya.
Karena tempat bermukim adalah gejala budaya yang wujud dan keteraturannya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan budaya pemukimnya (Rapoport, 1987). Menurut Doxiadis
(1968), permukiman mempunyai lima elemen yaitu alam yang dibangun, manusia yang
membentuk dan mendiami alam, kehidupan sosial kemasyarakatan yang berupa
hubungan antar manusia, wadah yang melindungi, dan jaringan yang memberi
kemudahan bagi manusia untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatannya.
Permukiman terbentuk dari beberapa komponen (dalam buku Perencanaan dan
Pengembangan Perumahan, 2006) yaitu :
a. Alam
Geologi
Geologi merupakan kondisi batuan dimana permukiman tersebut
berada. Sifat dan karakter geologi suatu permukiman (wilayah) akan
berbeda dengan permukiman yang lain. Perbedaan tersebut antara lain
disebabkan oleh adanya kondisi dan letak geografis yang berbeda.
Misalnya wilayah pegunungan dengan daerah di tepi pantai akan
mempunyai kondisi geologi yang berbeda.
Topografi
Topografi merupakan kemiringan suatu wilayah yang juga ditentukan
oleh letak dan kondisi geografis suatu wilayah. Kemiringan permukaan
suatu wilayah permukiman dengan wilayah permukiman yang lain pasti
berbeda. Sebagai contoh, topografi suatu lereng pegunungan akan miring
relatif terjal, akan tetapi pada daerah selain pegunungan maka
topografinya cendeung datar.
Tanah
Tanah merupakan media untuk meletakkan bangunan (rumah) dan
menanam tanaman yang dapat digunakan untuk menopang kehidupan,
yaitu untuk mencukupi kebutuhan pangan. Tanah sebenarnya juga
mempunyai ciri dan karakter yang berbeda. Oleh karena itu untuk
melakukan pembangunan perumahan harus dipikirkan juga faktor
keseimbangan lingkungan. Misalnya, pendirian perumahan tersebut harus
49
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
50
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
51
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
52
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Esteem Needs
Affiliation Needs
Survival Needs
a. Survival Needs
Tingkat kebutuhan yang paling dasar ini merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi pertama kali. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana untuk
menunjang keselamatan hidup manusia. Kebutuhan untuk dapat selamat
berarti manusia menghuni bangunan rumah agar dapat selamat dan tetap
hidup, terlindung dari gangguan iklim maupun makhluk hidup yang lain.
b. Safety and Security Needs
Kebutuhan terhadap keselamatan dan keamanan yang ada pada tingkat
berikutnya ini terkait dengan keselamatan dari kecelakaan, keutuhan anggota
badan serta hak milik. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana
perlindungan untuk keselamatan anggota badan dan hak milik tersebut.
c. Affiliation Needs
Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana agar dapat diakui sebagai
anggota dalam golongan tertentu. Hunian di sini berperan sebagai identitas
seseorang untuk diakui dalam golongan masyarakat.
53
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
d. Esteem Needs
Kebutuhan berikutnya terkait dengan aspek psikologis. Manusia butuh
dihargai dan diakui eksistensinya. Terkait dengan hal ini hunian merupakan
sarana untuk mendapatkan pengakuan atas jati dirinya dari masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Pada tingkatan ini, rumah sudah bukan tergolong
kebutuhan primer lagi, tetapi sudah meningkat kepada kebutuhan yang lebih
tinggi yang harus dipenuhi setelah kebutuhan pokok terpenuhi. Rumah yang
mewah, bagus, dapat memberikan kebanggaan dan kepuasan kepada pemilik
rumah tersebut.
e. Cognitive and Aesthetic Needs
Tingkatan yang paling tinggi dari kebutuhan manusia ini terkait dengan
aspek psikologos, seperti halnya esteem needs. Hanya saja pada level ini
hunian tidak saja merupakan sarana peningkatan kebanggaan dan harga diri,
tetapi juga agar dapat dinikmati keindahannya. Pada tingkatan ini, produk
hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi juga dapat memberi
dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara visual) pada lingkungan
sekitarnya.
54
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Menurut teori burges yang menggambarkan bahwa kota adalah sebuah radial
dengan lapisan didalamnya dimana tiap lapisan menunjukkan fungsi-fungsi lahan.
Menurut teori konsentris Burges dapat digambarkan :
Daerah Transisi
Permukiman MBR
Permukiman MBM
Permukiman MBT
Secara ideal antara selaput lapisan mempunyai batasan yang jelas namun
pembentukan tidak selalu radial dapat berupa elips atau bentuk lain dan tetap
mempunyai inti tunggal. Permukiman pinggiran disini terletak pada lapisan ke 4 dan 5
dari dalam. Dengan ditunjukkan bahwa masyarakat disana adalah yang berpenghasilan
menengah ke atas.
Prioritas
S
K
55
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
I II III
Gambar 2.9 Konsep Bermukim Menurut Turner
I : golongan ekonomi lemah (squatting)
II : golongan ekonomi lemah
III : golongan ekonomi menengah dan tinggi
J : jarak dari pusat kota
S : status tanah
K : kenyamanan
Dari konsep Turner diatas golongan ekonomi menengah keatas cenderung
memilih lokasi bermukim yang semakin jauh dari pusat kota karena menginginkan
kenyamanan dari lingkungan perumahan yang ditempati. Tidak terlalu memikirkan
besarnya biaya transportasi yang tinggi apabila lokasi tersebut jauh dari pusat kota.
Wujud interaksi desa-kota antara lain adalah adanya pergerakan barang dari
desa ke kota atau sebaliknya seperti pemindahan hasi pertanian, produk industri dan
barang tambang, pergerakan gagasan dan informasi terutama dari kota ke desa,
pergerakan manusia dalam bentuk rekreasi, urbanisasi, mobilitas penduduk baik yang
sifatnya sirkulasi maupun komutasi.
56
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Wilayah yang memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda baik secara
kualitas maupun kuantitasnya. Perbedaan sumber daya kota dan desa menyebabkan
timbulnya interaksi. Jadi ada kebutuhan saling melengkapi atau komplementaritas.
Ini didorong oleh permintaan dan penawaran. Perancis berdagang anggur dengan
Belanda karena Belanda merupakan konsumennya. Relasi komplementaritas hanya
terjadi jika tawaran bermanfaat bagi pihak yang minta. Manfaatnya ditentukan oleh
banyak hal seperti : budaya, pengetahuan, teknik, kondisi kehidupan dan
sebagainya. Semakin besar komplementaritas, semakin besar arus komoditas.
57
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Kedudukan desa dalam interaksi adalah, desa berfungsi sebagai hinterland atau
daerah dukung yang berfungsi sebagai suatu daerah pemberi bahan makanan pokok
seperti padi, jagung, ketela disamping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai,
buah-buahan dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan. Dari sudut ekonomi,
sebagai lumbung bahan mentah, pensupplai tenaga kerja. Dari segi kegiatan kerja
(occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa
nelayan dan sebagainya.
58
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
b. Dampak negatif :
Penetrasi kebudayaan kota ke desa yang tidak sesuai dengan kebudayaan atau
tradisi desa mengganggu tata pergaulan atau seni budaya desa. Misalnya
pengaruh dari “fashion-show”, atau berbagai kontes kecantikan telah ditiru oleh
para wanita di beberapa daerah pedesaan.
Pengaruh televisi mempunyai segi negatif, misalnya pengaruh dari film-film
barat yang berbau kejahatan dapat meningkatkan kriminalitas di pedesaan.
Terbukanya kesempatan kerja dan daya tarik kota di berbagai bidang telah
banyak menyerap pemuda desa sehingga desa mengalami pengurangan tenaga
potensial di bidang pertanian karena yang tinggal di pedesaan hanya orang-
orang tua yang semakin kurang produktif.
Motivasi urbanisasi tinggi sehinga terjadi perluasan kota dan masuknya orang-
orang kota ke daerah pedesaan yang telah banyak mengubah tata guna lahan di
pedesaan, terutama di tepian kota yang berbatasan dengan kota. Banyak daerah
hijau telah menjadi daerah pemukiman atau bangunan lainnya.
Munculnya slum area dan squatter area.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
59
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
60
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
serta hubungan antara satu variable dengan variable yang lain. Penelitian
deskriptif eksplanatory yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Penelitian deskriptif
Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.
Penelitian ini juga sering disebut non eksperimen, karena pada penelitian ini
penelitian tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian.
Dengan metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan
hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan
mengembangkan teori yang memiliki validitas universal.
Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif digunakan untuk memaparkan
perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru dalam kurun waktu 30
tahun yakni tahun 1975 sampai 2005. Deskriptif perkembangan kota yang
dipaparkan adalah perkembangan fisik, ekonomi dan sosial.
b. Penelitian eksplanatory
Penelitian eksplanatory merupakan penelitian yang bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana sebuah fenomena sosial terjadi. Dalam penelitian ini,
pendekatan eksplanatory digunakan dalam pembahasan yakni dalam
menganalisis variabel perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh
terhadap permukiman di Kawasan Solobaru. Analisis tersebut dilakukan
dengan path analisys untuk menemukan besaran pengaruh dari setiap
indikator perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh terhadap
permukiman di Kawasan Solobaru.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara
verifikasi dari kajian pustaka. Adapun variabel yang digunakan adalah variabel
independent, variabel dependent dan variabel lain.
a. Variabel Independent
Variabel independent merupakan variabel bebas. Yang dimaksud variabel
bebas dalam penelitian ini adalah faktor perkembangan Kota Surakarta yang
didapat dari verifikasi kajian teori, peneliti mengambil 6 variabel
61
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
62
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
b. Variabel Dependent
Variabel dependent merupakan variabel terikat. Yang dimaksud variabel
terikat dalam penelitian ini yaitu :
Jumlah Penduduk Kawasan Solobaru
Jumlah Rumah Kawasan Solobaru
Luas Permukiman Kawasan Solobaru
Jumlah Sarana Kawasan Solobaru
c. Variabel Lain
Variabel lain adalah faktor yang mempengaruhi variabel dependent tetapi
tidak dijadikan variabel independent, seperti :
Bertambahnya pedagang kaki lima atau sektor informal lain yang
berkembang di Kota Surakarta.
Bertambahnya industri kreatif yang semakin banyak di Kota Surakarta.
Meningkatnya prasarana jalan di Kawasan Solobaru.
Bertambahnya tempat rekreasi di Kota Surakarta.
Perkembangan komunikasi dan sistem informasi.
Dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi variabel dependent.
3.4 Populasi dan Sampel
Menurut Singarimbun (1995), populasi ialah jumlah keseluruhan dari unit
analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi yang akan dijadikan dasar
pengambilan sample dalam penelitian ini adalah penduduk yang ada di Kota
Surakarta dan Kawasan Solobaru.
63
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
64
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
65
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
beberapa kata atau hanya pada jawaban “ya” atau “tidak” saja, tetapi dapat
memberikan keterangan dan cerita yang panjang. Wawancara ini dimaksudkan
untuk memperoleh informasi yang sifatnya mendalam terhadap masalah-
masalah yang diajukan.
b. Observasi Langsung
Menurut Sutrisno Hadi (Metode Research, 1981), observasi adalah suatu
proses pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan kemudian
melakukan pencataan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang
terjadi.
Observasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang apa yang
dilihat dan diperhatikan pada saat dilapangan. Kegiatan ini tidak hanya
dilakukan sekali melainkan berulang-ulang. Sebab dengan pengulangan
diharapkan data yang diperoleh akan lebih valid dan akan diperoleh hasil yang
nyata dan mendalam.
Dalam penelitian ini, data hasil observasi digunakan untuk mengetahui
interaksi penduduk Kawasan Solobaru dengan Kota Surakarta sehingga dapat
digunakan untuk mendukung data yang lain.
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data guna
mendukung penelitian. Teknik dokumentasi bertujuan untuk memperoleh data
berdasarkan sumber-sumber yang berasal dari buku-buku, literatur, laporan
serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan penulisan. Dokumen ini
dapat diperoleh dari lembaga pemerintah dan arsip serta dokumen pribadi. Hal
ini sesuai dengan pendapat H.B Sutopo (Metode Penelitian Kualitatif, 1990),
yaitu bahwa dokumen dan arsip adalah sumber informasi tertulis yang
berkaitan dengan suatu peristiwa atau kegiatan.
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode dokumentasi
adalah cara pengumpulan data yang dibutuhkan sebagai bukti dan keterangan
dalam bentuk tulisan maupun yang tampak. Dokumentasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah berupa arsip yang berkaitan dengan perkembangan
Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru.
66
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
d. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu
untuk dijawab oleh responden. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teknik kuesioner untuk mengetahui sikap responden terhadap pengaruh
perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru.
Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner terbuka, yaitu kuesioner yang
memberi kesempatan penuh memberi jawaban menurut apa yang dirasa perlu
oleh responden.
Dalam penelitian ini diusahakan memperoleh validitas data yang dapat
dipertanggung jawabkan. Validitas merupakan keakuratan data yang telah
dikumpulkan yang nantinya akan dianalisa dan ditarik kesimpulannya pada
akhir penelitian. Usaha meningkatkan validitas data dilakukan dengan :
Trianggulasi
Menurut Moleong (1993), trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan
keabsahan data dengan menggunakan sesuatu yang lain selain data
tersebut untuk memeriksa atau untuk membandingkan data yang telah ada
tersebut.
Untuk menjamin kesahan data yang diperoleh dalam penelitian ini
maka dilakukan dengan trianggulasi data. Trianggulasi dilakukan dengan
trianggulasi data sumber. Trianggulasi data sumber dalam penelitian ini
diperoleh dengan cara mengumpulkan beberapa data dari berbagai sumber
yang berbeda baik dari hasil wawancara, observasi, kuesioner maupun
dokumentasi yang telah diperoleh untuk mendapatkan data yang sama
jenis, memperoleh kepercayaan terhadap suatu data dengan
membandingkan data yang diperoleh dari sumber yang berbeda sehingga
data yang satu akan dikontrol dengan data yang lain.
Review Informan
Selain teknik pemeriksaan data dengan trianggulasi data, digunakan
pula review informan. Review informan merupakan pencocokan data atau
67
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
informasi yang sama kepada informan yang berbeda. Menurut H.B Sutopo
(Metode Peneltian Kualitataif, 1990), review informan adalah laporan
yang diperiksa kembali key informan untuk mengetahui apakah yang
ditulis merupakan sesuatu yang disetujui oleh mereka.
68
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
69
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
70
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
e. Uji Statistik
71
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Setelah didapatkan koefisien pengaruh dari hasil analisis jalur, maka perlu
dilakukan pengujian hasil tersebut. Adapun uji statistik yang digunakan adalah
uji F, uji R2, dan uji t (uji hipotesis).
Uji Fisher (Uji Statistik F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel permukiman di Kawasan Solobaru
(variabel terikat). Uji F akan menjelaskan apakah semua variabel
independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel
dependent. Uji F pada dasarnya diturunkan dari tabel ANOVA (analysis of
variance).
Uji Koefisien Determinasi (Uji Statistik R2)
Uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai
koefisien determinasi adalah antara 0 sampai 1 (0-100 %).
Kd = rs2 . 100%
Keterangan :
Kd = 0, berarti pengaruh variabel X terhadap variabel Y lemah.
Kd = 1, berarti pengaruh variabel X terhadap Y kuat.
Pada analisis menggunakan SPSS, uji R2 diturunkan dari tabel model
summary.
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik T)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel
terikat. Yang perlu diperhatikan dalam interpretasi uji t adalah berapa
harga t yang diperoleh, kemudian lihat berapa derajad kebebasannya (db
= n-k-1, dimana k adalah jumlah variabel X), langkah selanjutnya adalah
melihat berapa harga p-nya jika harga p-nya signifikan (taraf signifikansi
yang biasa digunakan adalah p=1% dan p=5%) maka kesimpulannya
terdapat perbedaan antara kelompok yang diteliti.
3.7 Kerangka Penelitian
72
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
73
Kerangka Penelitian
BAB 3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Latar Belakang :
Tema : Spatial Planning 1. Pada tahun 1970an terjadi urbanisasi dan industrialisasi di Kota Surakarta. Hal ini mengakibatkan terjadinya
pemekaran kota pada tahun 1980.
2. Berdasarkan studi tim P2KT (Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada tahun 2000 Kota Surakarta mengalami
pemekaran kota seluas ±12000 ha yang terjadi pada hinterlandnya yakni seluas ±7000 ha pada Kabupaten Sukoharjo
(Baki, Grogol, dan Kartasura) dan seluas ±5000 ha pada Kabupaten Karanganyar (Ngringo dan Colomadu). Hal ini
Judul : Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta menunjukkan bahwa pemekaran Kota Surakarta lebih banyak berkembang mengarah ke bagian selatan yakni
Terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru Kabupaten Sukoharjo.
3. Solobaru merupakan hinterland Kota Surakarta yang mempunyai topografi sama dengan Kota Surakarta. Oleh karena
itu, Solobaru menjadi limpahan pertambahan kebutuhan lahan permukiman Kota Surakarta.
4. Pada tahun 1987 mulai tumbuh perumahan di daerah Solobaru
Teori :
Literatur tentang perkembangan Kota Surakarta dan 1. Teori perkembangan kota
Solobaru (tahun 1975-2005). 2. Teori pertambahan penduduk
Kebijakan penggunaan lahan di Kota Surakarta dan Kuesioner
3. Teori pemekrana kota
Solobaru (RTRW Solo, RTRW Kabupaten Menyebarkan kuesioner ke penduduk Kota
4. Teori kebutuhan manusia terhadap hunian
Sukoharjo, dan RUTR Kawasan Solobaru). Solobaru
5. Teori perumahan dan permukiman
Data dan peta penggunaan lahan di Kota Surakarta Wawancara
6. Teori bermukim
dan Solobaru (tahun 1975-2005). Wawancara dengan pihak terkait mengenai
7. Teori interaksi desa-kota
Data jumlah rumah di Kota Surakarta dan Solobaru. perilaku dan aktivitas sosial, budaya,
Data kependudukan, ekonomi, sosial ekonomi masyarakat Solobaru
Kompilasi data dan analisis
1. Mengetahui variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang dominan berpengaruh terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.
2. Mengetahui bagaimana pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap fisik, ekonomi, dan sosial permukiman di Kawasan Solobaru.
3. Mengetahui perkembangan luas permukiman di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).
4. Mengetahui perkembangan jumlah rumah di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).
5. Mengetahui perkembangan jumlah sarana perkotaan (pendidikan, kesehatan, perdagangan) di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Output : Pengaruh
6. Mengetahui perkembangan prasarana jalan di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Perkembangan Kota Solo
7. Mengetahui perkembangan tingkat ekonomi (PDRB) Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Terhadap Permukiman di
8. Mengetahui perkembangan jumlah penduduk Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Kawasan Solobaru
9. Mengetahui perkembangan interaksi sosial budaya masyarakat di Kawasan Solobaru.
10. Mengetahui besaran pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta secara bersama-sama terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.
11. Mengetahui besaran pengaruh setiap variabel perkembangan Kota Surakarta terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.
74
Gambar 3.3 Kerangka Penelitian
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
BAB 4
TINJAUAN OBYEK
KOTA SURAKARTA DAN KAWASAN SOLOBARU
3.8 Sejarah
3.1.3 Sejarah Kota Surakarta
A. Masa awal dan pra-Republik
Latar belakang pendirian Kota Surakarta adalah karena terjadinya
pemberontakan Sunan Kuning ("Gègèr Pacinan") pada masa pemerintahan Sunan
Pakubuwono (PB) II tahun 1742. Pemberontakan dapat ditumpas dengan bantuan
VOC dan Kartasura direbut kembali, namun dengan pengorbanan hilangnya
wilayah-wilayah Mataram sebagai imbalan bantuan VOC. Bangunan keraton
sudah hancur dan dianggap "tercemar". Sunan Pakubuwana II lalu memerintahkan
Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Mangkuyudo serta komandan
pasukan Belanda J.A.B. van Hohendorff untuk mencari lokasi ibu kota Mataram
yang baru. Untuk itu dibangunlah keraton baru 20 km ke arah tenggara dari
Kartasura, pada 1745, tepatnya di Desa Sala di tepi Bengawan Solo. Kelak
namanya berubah menjadi Surakarta. (Catatan-catatan lama menyebut bentuk
antara "Salakarta"). Pembangunan keraton baru ini menurut catatan menggunakan
bahan kayu jati dari kawasan Alas Kethu, hutan di dekat Wonogiri Kota dan
kayunya dihanyutkan melalui Bengawan Solo. Secara resmi, keraton mulai
ditempati tanggal 17 Februari 1745 (atau Rabu Pahing 14 Sura 1670 Penanggalan
Jawa, Wuku Landep, Windu Sancaya).
49
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
50
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
51
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
52
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
53
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Lembaran Daerah Kabupaten Dati II Sukoharjo No. 3 Tahun 1987 Seri D No.2
tanggal 9 Januari 1987.
Keadaan ini mengilhami para pemimpin pada waktu itu untuk
membentuk kabupaten baru di luar Kota Surakarta agar ketiga kawedanan
(Sukoharjo, Bekonang, Kartasura) dapat dibina dalam satu naungan pemerintah
Kabupaten. Kemudian secara spontan KNI Daerah Surakarta menunjuk
KRMT Soewarno Honggopati Tjitrohoepojo untuk menjadi Bupati. Atas dasar
tersebut di atas serta pertimbangan analisa, logis dan kronologis yang dikaitkan
dengan landasan yuridis meskipun landasan yuridis itu tidak bersifat mengatur
secara khusus, maka pada hari Senin Pon tanggal 15 Juli 1946, saat
ditetapkannya Penetapan Pemerintah Nomor: 16/SD tersebut ditetapkan menjadi
Hari Lahir Kabupaten Sukoharjo.
C. Lahirnya Kawasan Solobaru
Pada mulanya pada tahun 1980, pengembangan Kawasan Solobaru ini
dimulai karena ada permintaan dari pihak pemerintah Kabupaten Sukoharjo
kepada pengembang untuk membuka jalan selebar 40 meter untuk mempermudah
akses dari Kabupaten Sukoharjo ke Kota Surakarta. Karena pertimbangan
membuat jalan raya, PSP kemudian memutuskan membuat proyek perumahan
dengan luas lahan sekitar 200-250 hektar.
Namun, rencana pengembang untuk sekedar membangun perumahan
mulai goyah karena memiliki lahan yang sedemikian luas maka lahir gagasan baru
yakni rencana proyek yang semula berskala kecil diubah menjadi besar dengan
rencana menciptakan kota baru di pinggiran Kabupaten Sukoharjo tersebut. Kota
baru itu tepatnya berlokasi di wilayah kecamatan Grogol dan Baki kabupaten
Sukoharjo.
Nama Solobaru dipilih karena menurut pakar budaya MT Arifin
dimungkinkan akan menjadi populer seperti lagu Bengawan Solo. Dan menurut
arsitek terkemuka Prof. Ir. Eko Budiharjo MSc, Solobaru mempunyai nilai
komersil yang dapat dijual dan mudah diingat.
Kawasan Solobaru awalnya terdiri dari 11 sektor. Penomoran sektor-
sektor tersebut tidak berdasarkan urutan pembangunannya, hanya nomor
54
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
55
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
56
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
57
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Kota Surakarta mempunyai suhu udara maksimum 32,4 C dan suhu udara
minimum 21,6 C. Sedangkan tekanan udara rata-rata adalah 1008,74 mbs dengan
kelembaban udara 79 %. Kecepatan angin berkisar 4 knot dengan arah angin 188
serta beriklim panas. Tanah di Surakarta bersifat pasiran dengan komposisi
mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik kedua gunung api
yang telah disebutkan di atas. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air
yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk
budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan tebu.
Namun demikian, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata
berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk
kegiatan industri dan perumahan penduduk.
B. Kebijakan Tata Ruang Kota Surakarta
Dalam sistem penataan ruang dan perwilayahan Kota Surakarta
sebagaimana dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota tahun 1993-2013,
kebijakan tata ruang Kota Surakarta dibagi menjadi 10 SWP (Sub Wilayah
Pembangunan) yang meliputi :
Sub Wilayah Pembangunan I
Meliputi 6 wilayah kelurahan yaitu Pucang Sawit, Jagalan, Gandekan,
Sangkrah, Sewu, dan Semanggi dengan pusat pertumbuhan di kelurahan
Pucang Sawit. Adapun kegiatan yang mendominasi adalah sektor industri.
Sub Wilayah Pembangunan II
Meliputi 12 wilayah kelurahan yaitu Kampung Baru, Kepatihan Kulon,
Kepatihan Wetan, Purwodiningratan, Gilingan, Kestalan, Keprabon, Ketelan,
Timuran, Punggawan, Stabelan, dan Sudiroprajan dengan pusat pertumbuhan
di Kampung Baru. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah sektor
pariwisata, kebudayaan, perdagangan, perkantoran, dan bank.
Sub Wilayah Pembangunan III
Meliputi 12 wilayah kelurahan yaitu Joyotakan, Danukusuman, Serengan,
Kratonan, Jayengan, Kemlayan, Pasar Kliwon, Gajahan, Kauman, Baluwarti,
Kedung Lumbu, dan Joyosuran dengan pusat pertumbuhan di kelurahan
58
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
59
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
C. Permukiman
Luas permukiman dan jumlah rumah di Kota Surakarta meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Luas permukiman dan jumlah rumah di
Kota Surakarta dari tahun 1975 sampai 2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1 Luas Permukiman di Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Luas Permukiman
Tahun Jumlah Rumah
(ha)
1975 2.868,16 67.314
1976 3.168,26 67.861
1977 3.168,26 68.379
1978 3.168,26 68.432
1979 3.254,56 83.578
1980 3.254,56 83.788
1981 3.018,5754 88.519
1982 3.137,3283 99.562
1983 3.137,3283 90.033
1984 3.242,1452 89.781
1985 3.052,6551 81.850
1986 3.252,6551 82.047
1987 3.266,1551 81.919
1988 3.302,3831 81.475
1989 3.351,6653 84.144
1990 3.369,4853 83.231
1991 3.370,4849 84.062
1992 3.372,4849 85.006
1993 3.372,4849 86.443
1994 3.372,4849 93.361
1995 3.372,4849 93.924
1996 3.372,4849 94.518
1997 2.665,16 95.364
1998 2.667,85 95.225
1999 2.674,24 96.134
2000 2.675,91 98.080
2001 2.681,11 106.364
2002 2.685,14 117.256
2003 2.672,21 124.176
2004 2.682,19 135.040
2005 2.707,27 144.640
60
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa luas permukiman di Kota Surakarta
pada tahun 1975 adalah 2.868,16 ha. Jumlah tersebut meningkat menjadi 3.168,26
ha pada tahun 1980. Sedangkan pada tahun 1985, luas permukiman di Kota
Surakarta berkurang menjadi 3.052,6551 ha dan pada tahun 1990 meningkat
kembali menjadi 3.369,4853 ha. Pada tahun 1995 luas permukiman bertambah
menjadi 3.372,4849 ha. Jumlah tersebut berkurang menjadi 2.675,91 ha pada
tahun 2000 dan menjadi 2.707,27 ha pada tahun 2005. Luas permukiman di Kota
Surakarta dari tahun 1975 sampai 2005 dapat digambarkan pada diagram batang
berikut ini :
Sedangkan jumlah rumah di Kota Surakarta tahun 1975 adalah 67.314 dan
meningkat menjadi 83.788 pada tahun 1980. Dalam kurun waktu 5 tahun dari
tahun 1980 samapi 1985, jumlah rumah di Kota Surakarta mengalami peningkatan
tetapi menurun kembali hingga pada tahun 1985 jumlahnya menjadi 81.850.
Jumlah tersebut meningkat pada tahun 1990 menjadi 83.231 rumah. Pada tahun
1995 jumlah rumah di Kota Surakarta sebanyak 93.924 dan meningkat menjadi
98.080 pada tahun 2000. Jumlah tersebut meningkat lagi hingga pada tahun 2005
jumlahnya menjadi 144.640. Jumlah rumah di Kota Surakarta dari tahun 1975
sampai 2005 dapat digambarkan pada diagram batang berikut ini :
61
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
62
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Sarana pendidikan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari TK, SD, SMP,
SMA, dan universitas maupun lembaga pendidikan serta kursus. Jumlah sarana
pendidikan di Kota Surakarta tahun 1975 sebesar 267. Dalam kurun waktu lima
tahun dari tahun 1975-1980 terjadi penurunan dan peningkatan jumlah sarana
pendidikan hingga pada tahun 1980 jumlahnya menjadi 594. Jumlah tersebut terus
bertambah hingga pada tahun 1985 jumlahnya menjadi 713 dan pada tahun 1990
menjadi 847. Namun, jumlah tersebut terus berkurang hingga pada tahun 1995
menjadi 756. Pada tahun 2000 jumlah sarana pendidikan berkurang menjadi 735
63
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
dan berkurang kembali pada tahun 2005 menjadi 724. Jumlah sarana pendidikan
di Kota Surakarta tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang
berikut ini :
Sarana kesehatan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari rumah sakit,
puskesmas, poliklinik dan balai pengobatan. Dari tabel diatas, dapat dilihat jumlah
sarana kesehatan di Kota Surakarta tahun 1975 sebesar 292. Namun jumlah
tersebut berkurang pada tahun 1980 menjadi 179. Pada tahun 1985, jumlah sarana
kesehatan di Kota Surakarta bertambah menjadi 197. Dalam kurun waktu lima
tahun, jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta terus bertambah namun pada
tahun 1990 berkurang hingga jumlahnya menjadi 179. Jumlah tersebut berkurang
kembali pada tahun 1995 menjadi 169. Namun pada tahun 2000, jumlah sarana
kesehatan di Kota Surakarta bertambah menjadi 188 dan jumlahnya terus
bertambah hingga pada tahun 2005 menjadi 216. Jumlah sarana kesehatan di Kota
Surakarta tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :
64
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Prasarana jalan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari beberapa kelas
jalan yakni jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal atau lingkungan. Prasarana
jalan di Kota Surakarta terletak pada jalur lintas selatan sistem transportasi
regional pulau Jawa. Jalan arteri primer di Kota Surakarta menghubungkan
bagian timur dan barat Kota Surakarta dengan jalan utama di pusat Kota Surakarta
yaitu jalan Slamet Riyadi yang menghubungkan jalan menuju Semarang,
Yogyakarta, Surabaya. Sedangkan jaringan jalan di dalam Kota Surakarta tampak
berpola grid.
Berikut ini data prasarana jalan Kota Surakarta :
65
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
66
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Lanjutan
Tahun
Jenis Data
1989 1988 1987 1986 1985 1984 1983 1982 1981 1980 1979 1978 1977 1976 1975
Jumlah Ruas Jalan 268 260 260 260 260 253 253 253 253 253 249 249 246 246 245
Panjang Ruas Jalan (Km) 675,025 675,010 674,080 674,050 674,020 673,050 673,000 672,000 671,050 669,045 669,000 667,050 666,090 666,000 665,080
67
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Jumlah ruas jalan di Kota Surakarta adalah 245 pada tahun 1975 dan
meningkat menjadi 268 pada tahun 1990, dan menjadi 271 pada tahun 2005. Hal
ini berarti terjadi peningkatan yang tidak signifikan pada jumlah ruas jalan dari
tahun ke tahun.Untuk panjang ruas jalan pada tahun 1975 adalah 665,080 km dan
meningkat menjadi 675,025 km pada tahun 1990 dan meningkat pada tahun 2005
menjadi 675,860 km. Hal ini berarti terjadi peningkatan panjang ruas jalan sekitar
10 km selama 30 tahun.
4.2.2 Gambaran Ekonomi Kota Surakarta Tahun 1975 – 2005
Perekonomian Kota Surakarta meningkat dari tahun ke tahun hal ini dapat
dilihat dari peningkatan PDRB Kota Surakarta dari tahun ke tahun.
Tabel 4.4 PDRB Kota Surakarta
PDRB PDRB
Tahun
ADHB ADHK
68
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 1975 PDRB ADHK
(Atas Dasar Harga Konstan) Kota Surakarta sebesar 32.547,768. Jumlah ini
meningkat pada tahun 1980 menjadi 49.262,675 dan pada tahun 1985 meningkat
menjadi 261.815,609. Perekonomian Kota Surakarta terus meningkat hingga pada
tahun 1990 tingkat PDRB mencapai 386.649,904 dan tahun 1995 mencapai
1.166.205,398. Pada tahun 2000, tingkat PDRB Kota Surakarta mencapai
1.302.715,920 dan tahun 2005 mencapai 3.858.169,670. Tingkat ekonomi Kota
Surakarta tersebut dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :
69
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari tabel di atas dapat dilihat pada tahun 1975 penduduk Kota Surakarta
berjumlah 426.032. Dalam dekade 5 tahun yakni pada tahun 1980, penduduknya
bertambah menjadi 459.257. Sedangkan pada tahun 1985 penduduknya
mengalami peningkatan sebesar 42.893 menjadi 502.150. Tahun 1990, penduduk
Kota Surakarta sebanyak 516.967 dan meningkat sebesar 16.661 menjadi 533.628
70
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
pada tahun 1995. Sedangkan pada tahun 2000, penduduk Kota Surakarta
berjumlah 550.251 dan meningkat menjadi 560.046 pada tahun 2005. Peningkatan
jumlah penduduk tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut ini :
B. Interaksi Sosial
Kehidupan sosial penduduk di Kota Surakarta telah modern dengan gaya
hidup penduduk kota. Keberagaman sosial budaya yang ada di Kota Surakarta
menyebabkan adanya percampuran budaya dari masing-masing penduduk Kota
Surakarta. Berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku sosial penduduk Kota
Surakarta, interaksi sosial intern dalam Kota Surakarta masih ada tetapi tidak
sekuat penduduk desa yang rasa gotong royong dan kerjasamanya sangat tinggi.
Kondisi interaksi sosial penduduk Kota Surakarta berdasarkan kuesioner adalah
sebagai berikut :
10%
47% baik
43% sedang
buruk
71
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Pada diagram di atas 10% menjawab interaksi sosial yang terjalin adalah
buruk. Hal ini terlihat seperti di kelurahan Banyuanyar dan Tegalharjo yang
penghuninya terdapat masyarakat golongan ekonomi atas. Kegiatan sosial masih
dilakukan seperti pertemuan warga atau kegiatan sosial lainnya, namun dalam
kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan, masyarakat ekonomi atas tidak serta
merta mengikuti kegiatan tetapi biasanya hanya memberi dukungan dalam bentuk
materi. Sehingga hal ini membuat interaksi sosial masyarakat tidak begitu baik.
43% menjawab sedang dan 47% menjawab baik, interaksi seperti ini terjadi di
Kelurahan Kratonan dan Kampung Sewu dimana interaksi sosial yang ada dapat
terjalin dengan baik karena banyaknya kegiatan sosial yang diikuti aktif oleh
seluruh wargannya.
Berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku sosial masyarakat Kota
Surakarta, interaksi sosial penduduk Kota Surakarta terhadap daerah luar Kota
Surakarta seperti daerah hinterlandnya justru banyak terjadi di Kota Surakarta
sendiri. Hal ini dikarenakan banyak penduduk hinterland Kota Surakarta seperti
penduduk Kawasan Solobaru yang lebih banyak menggunakan fasilitas yang ada
di Kota Surakarta seperti fasilitas pendidikan, perdagangan, maupun kesehatan.
Sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi sosial antara penduduk
Kota Surakarta dengan penduduk luar Kota Surakarta.
72
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
73
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
74
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
75
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
76
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
77
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
78
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Sarana perdagangan yang ada di Kawasan Solobaru terdiri dari pasar dan
pertokoan (kios, warung). Jumlah sarana perdagangan yang ada di Kawasan
Solobaru pada tahun 1975 sebesar 257. Jumlah tersebut terus bertambah hingga
pada tahun 1980 jumlahnya menjadi 338 dan pada tahun 1985 menjadi 486.
Dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1985 sampai 1990 jumlah sarana
perdagangan di Kawasan Solobaru terus bertambah hingga pada tahun 1990
79
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
menjadi 716. Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada tahun 1995 jumlah
sarana perdagangan di Kawasan Solobaru menjadi 1.009 dan pada tahun 2000
jumlah sarana perdagangan menjadi 1.383 dan jumlahnya terus bertambah hingga
pada tahun 2005 menjadi 1.907. Jumlah sarana perdagangan di Kawasan Solobaru
tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :
Sarana pendidikan yang ada di Kawasan Solobaru terdiri dari TK, SD,
SMP, SMA, dan universitas maupun lembaga pendidikan serta kursus. Jumlah
sarana pendidikan di Kawasan Solobaru tahun 1975 sebesar 86. Dalam kurun
waktu lima tahun jumlah sarana pendidikan bertambah namun berkurang kembali
pada tahun 1980 menjadi 84 dan jumlahnya bertambah pada tahun 1985 menjadi
85. Jumlah tersebut terus bertambah hingga pada tahun 1990 menjadi 95. Namun,
pada tahun 1995 jumlahnya berkurang menjadi 75 dan meningkat kembali pada
tahun 2000 menjadi 89. Dari tahun 2000 sampai 2005, jumlah sarana pendidikan
di Kawasan Solobaru mengalami peningkatan namun pada tahun 2005 jumlahnya
berkurang menjadi 161. Jumlah sarana pendidikan di Kawasan Solobaru tahun
1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :
80
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Sarana kesehatan yang ada di Kawasan Solobaru terdiri dari rumah sakit,
puskesmas, poliklinik dan balai pengobatan. Dari tabel diatas, dapat dilihat jumlah
sarana kesehatan di Kawasan Solobaru tahun 1975 sejumlah 20. Jumlah tersebut
berkurang pada tahun 1980 menjadi 15 dan pada tahun 1985 menjadi 11. Pada
tahun 1990, jumlahnya bertambah menjadi 23 tetapi jumlah tersebut berkurang
menjadi 21 pada tahun 1995. Dalam kurun waktu lima tahun, jumlahnya
bertambah namun berkurang kembali pada tahun 2000 menjadi 20. Jumlah
tersebut terus berkurang namun jumlah sarana kesehatan di Kawasan Solobaru
kembali bertambah pada tahun 2005 menjadi 37. Jumlah sarana kesehatan di
Kawasan Solobaru tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang
berikut ini :
81
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
82
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
83
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tahun
Jenis Data
2005 2004 2003 2002 2001 2000 1999 1998 1997 1996 1995 1994 1993 1992 1991 1990
Jumlah Ruas Jalan 62 62 62 62 62 62 59 59 59 59 59 59 59 59 59 59
Panjang Ruas Jalan
(Km) 358,219 358,219 358,219 358,100 357,875 357,580 357,225 357,000 356,810 356,700 356,435 356,400 356,125 355,885 355,885 355,340
Jenis Permukaan (Km)
Aspal 295,300 295,300 295,300 295,300 295,300 295,300 295,300 295,300 295,300 295,150 295,150 295,150 295,150 295,150 295,150 294,288
Krikil 30,125 30,125 30,125 30,125 30,125 30,125 30,125 30,125 30,125 29,750 29,700 29,485 29,130 29,010 29,000 29,100
Tanah 2,210 2,200 2,165 2,130 2,110 2,095 2,085 2,048 2,026 2,100 2,075 2,040 2,088 2,120 2,100 2,120
Desa/Tidak Terinci 30,584 30,594 30,629 30,545 30340 30,060 29,715 29,527 29,359 29,700 29,510 29,725 29,757 29,605 29635 29792
Kondisi Jalan (Km) 358219 358,219 358,219 358,100 357,875 357,580 357,225 357,000 356,810 356,700 356,435 356,400 356,125 355,885 355,885 355,300
Baik 289,760 287,566 285,488 285,222 285,120 283,466 283,898 283,990 283,688 283,386 283,120 283,000 281,644 281,468 281,226 280,966
Sedang 30,050 29,860 29,688 29,424 29,188 28,988 28,766 28,366 28,122 28,000 27,980 27,688 27,368 27,122 27,108 26,988
Rusak 9,888 9,760 9,548 9,344 9,180 9,010 8,988 8,755 8,544 8,210 8,008 7,988 7,568 7,266 7,010 6,980
Rusak Berat 28,521 31,033 33,495 34,110 34,387 36,116 35,573 35,889 36,456 37,104 37,327 37,724 39,545 40,029 40,541 40,406
Sumber : DLLAJ
84
BAB 4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Lanjutan
Tahun
Jenis Data
1989 1988 1987 1986 1985 1984 1983 1982 1981 1980 1979 1978 1977 1976 1975
Jumlah Ruas Jalan 59 59 53 53 53 53 49 49 49 49 48 31 31 31 28
Panjang Ruas Jalan
(Km) 355,300 355,128 355,050 354,785 354,700 354,350 353,675 352,920 352,228 351,738 343,200 342,300 341,900 341,500 340,000
Jenis Permukaan
(Km)
Aspal 294,288 294,288 294,288 294,288 294,100 294,100 294,100 294,100 294,000 294,000 294,000 294,000 293,950 293,950 293,950
Krikil 29,116 29,348 29,400 29,478 29,320 29,300 29,646 29,680 29,878 29,888 27,900 29,625 29,335 29,665 29,700
Tanah 2,110 2,035 2,035 2,035 2,035 2,060 2,060 2,060 2,076 2,076 2,076 2,000 1,986 1,875 1,940
Desa/Tidak Terinci 29786 29,457 29,327 28,984 29,245 28,890 27,869 27,080 26,274 25,774 67,080 27,675 15,629 16,010 14,410
Kondisi Jalan (Km) 355,300 325,671 325,723 325,801 325,455 325,460 325,806 325,840 325,954 325,964 391,056 353,300 340,900 341,500 340,000
Baik 280,650 280,126 278,480 278,112 276,865 276,142 276,288 275,688 275,668 276,380 276,120 276,010 277,388 279,455 270,666
Sedang 26,766 26,366 26,112 25,988 25,866 25,490 25,200 25,108 24,998 24,880 24,680 24,400 24,244 24,100 24,088
Rusak 6,764 6,444 6,234 6,100 5,988 5,765 5,466 5,390 5,122 4,900 4,865 4,656 4,465 4,222 4,012
Rusak Berat 41,120 42,192 44,224 44,585 45,981 46,953 46,721 46,734 46,440 45,578 37,535 37,234 35,803 33,723 41,234
Sumber : DLLAJ
85
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Jumlah ruas jalan di Kawasan Solobaru adalah 28 pada tahun 1975 dan
meningkat menjadi 59 pada tahun 1990, dan menjadi 62 pada tahun 2005. Hal ini
berarti terjadi peningkatan yang tidak signifikan pada jumlah ruas jalan dari tahun
ke tahun. Untuk panjang ruas jalan pada tahun 1975 adalah 340,000 km dan
meningkat menjadi 355,340 km pada tahun 1990 dan meningkat pada tahun 2005
menjadi 358,219 km.
4.2.2 Gambaran Ekonomi Kawasan Solobaru Tahun 1975 – 2005
Perekonomian Kawasan Solobaru meningkat dari tahun ke tahun hal ini
dapat dilihat dari peningkatan PDRB Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun.
Tabel 4.9 PDRB Kawasan Solobaru
Tahun PDRB ADHB PDRB ADHK
88
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 1975 PDRB ADHK
(Atas Dasar Harga Konstan) Kawasan Solobaru sebesar 3.501,748. Jumlah ini
meningkat pada tahun 1980 menjadi 8.399,923 dan pada tahun 1985 meningkat
menjadi 91.873,019. Perekonomian Kawasan Solobaru terus meningkat hingga
pada tahun 1990 tingkat PDRB mencapai 305.213,695 dan tahun 1995 mencapai
359.973,219. Pada tahun 2000, tingkat PDRB Kawasan Solobaru mencapai
517.763,801 dan tahun 2005 mencapai 948.968,277. Tingkat ekonomi (PDRB)
Kawasan Solobaru dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :
89
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1975 77.120
1976 78.413
1977 80.797
1978 83.088
1979 85.125
1980 90.821
1981 93.826
1982 96.688
1983 99.099
1984 101.876
1985 104.084
1986 106.429
1987 107.825
1988 109.890
1989 111.757
1990 114.035
1991 115.944
1992 118.289
1993 119.924
1994 122.242
1995 124.370
1996 130.155
1997 132.073
1998 134.029
1999 136.009
2000 136.217
2001 143.293
2002 144.995
2003 146.481
2004 147.857
2005 149.800
Sumber : Sukoharjo dalam Angka tahun 1975-2005
Dari tabel di atas dapat dilihat jumlah penduduk Kawasan Solobaru tahun
1975 sebesar 77.120. Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada tahun 1980
menjadi 90.821 dan pada tahun 1985 menjadi 104.084. Dalam kurun waktu lima
tahun dari tahun 1985 sampai 1990, jumlah penduduk Kawasan Solobaru semakin
90
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
bertambah hingga pada tahun 1990 menjadi 114.035. Pada tahun 1995 jumlah
penduduk Kawasan Solobaru sebesar 124.370 dan terus meningkat hingga pada
tahun 2000 menjadi 136.217 dan tahun 2005 menjadi 149.800. Peningkatan
jumlah penduduk tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut ini :
B. Interaksi Sosial
Berdasarkan hasil observasi pada perilaku sosial penduduk di Kawasan
Solobaru, maka dapat dikatakan bila kondisi sosial penduduk di Kawasan
Solobaru sudah seperti menyatu dengan kehidupan Kota Surakarta. Kehidupan
sosial penduduk di Kawasan Solobaru yakni modern tradisional. Penduduk telah
mengikuti gaya hidup modern tetapi belum sepenuhnya meninggalkan tradisi-
tradisi sosial setempat.
Berdasarkan hasil observasi pada perilaku sosial penduduk di Kawasan
Solobaru, interaksi sosial intern dalam Kawasan Solobaru sendiri kurang terasa
kuat terutama di daerah perumahan swasta. Namun di daerah kampung-kampung
penduduk, interaksi sosial penduduknya lebih terasa, hal ini dapat dilihat dari
kebiasaan gotong royong mereka dalam pekerjaan yang membutuhkan kerjasama.
Interaksi sosial penduduk dari hasil kuesioner yang didukung wawancara dengan
penduduk Kawasan Solobaru dapat digambarkan dalam diagram berikut ini :
91
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
BAB 5
KAJIAN PENGARUH PERKEMBANGAN KOTA SURAKARTA
TERHADAP PERMUKIMAN DI KAWASAN SOLOBARU
92
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
93
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
90.00%
Kepadatan Permukiman 80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
94
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
95
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
96
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari peta diatas dapat diketahui bahwa perkembangan Kota Surakarta pada
sampai tahun 1979 adalah memanjang mengikuti jaringan jalan (ribbon
development). Namun setelah lahan semakin terbatas, perkembangan permukiman di
Kota Surakarta pada tahun 1992 sampai sekarang adalah berpola sprawl dan
cenderung kearah luar kota.
Perkembangan spasial permukiman di Kota Surakarta dipengaruhi oleh
pertambahan sarana perekonomian yang semakin tahun bertambah. Dengan lahan
kota yang tetap, maka dari tahun ke tahun permukiman tergeser oleh keberadaan
sarana ekonomi yang berada di tengah kota. Hal ini tampak pada peta 5.2 di atas
bahwa perkembangan permukiman setelah tahun 1997 mulai cenderung ke arah luar
kota.
Bila dilihat dari perkembangan fisik kotanya, maka Kota Surakarta
mempunyai struktur kota konsentris seperti yang dikemukakan oleh Ernest Burgess
(dalam Yunus, 2000). Dalam teori struktur kota konsentris, suatu kota terdiri dari
zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe
penggunaan lahan yang berbeda. Hal ini tercermin pada penggunaan lahan yang
berbeda-beda pada masing-masing zona di Kota Surakarta. Dari kebijakan
penggunaan lahan di Kota Surakarta, pusat Kota Surakarta diarahkan sebagai fungsi
perdagangan, jasa, dan perkantoran. Dan menjauhi pusat kota semakin banyak lahan
yang diperuntukkan sebagai permukiman penduduk. Hal ini senada dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Karyono dalam tesisnya yang mengemukakan bahwa
model struktur kota konsentris sesuai dengan struktur kota yang pernah mengalami
migrasi besar-besaran dan mempunyai latar belakang kerajaan seperti Kota Surakarta.
Struktur kota konsentris yang tampak pada penggunaan lahan di Kota Surakarta dapat
dijelaskan pada peta berikut ini :
97
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Zona 1
Zona 2
Zona 3
Zona 4
Zona 5
98
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari peta penggunaan lahan Kota Surakarta di atas dapat dilihat bahwa
struktur kotanya adalah konsentris. Berdasarkan teori struktur kota konsentris E.W
Burgess (dalam Yunus, 2000), maka pembagian zona konsentris pada struktur
Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
Pada zona 1 (lingkaran 1) merupakan pusat bisnis atau the central bussiness
district (CBD) Kota Surakarta yang terdiri dari fungsi perdagangan dan jasa,
perkantoran, dan fungsi yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi. Fungsi-
fungsi tersebut banyak tersebar di sepanjang jalan utama Kota Surakarta
seperti di sepanjang jalan Slamet Riyadi, jalan Yos Sudarso, jalan Gatot
Subroto.
Pada zona 2 (lingkaran 2) merupakan daerah transisi atau the zone of
transition. Pada zona ini banyak terdapat permukiman kumuh yang letaknya
berada tidak jauh dari pusat kota. Seperti permukiman di kelurahan Sangkrah,
kelurahan Kedung Lumbu, kelurahan Gandekan di Kota Surakarta.
Pada zona 3 (lingkaran 3) merupakan daerah pemukiman para pekerja atau the
zone of workkingmen’s homes. Yang termasuk dalam zona ini antara lain
seperti kelurahan Nusukan, kelurahan Gilingan, kelurahan Tegalharjo, dan
kelurahan Semanggi di Kota Surakarta.
Pada zona 4 (lingkaran 4) merupakan daerah tempat tinggal golongan kelas
menengah atau The Zone of Middle Class Develiers. Yang termasuk dalam
zona ini antara lain seperti kelurahan Kadipiro, kelurahan Mojosongo,
kelurahan Joyosuran, dan kelurahan Jajar.
Pada zona 5 (lingkaran 5) merupakan daerah para penglaju atau the commuters
zone. Di daerah ini terdiri dari permukiman golongan kelas atas yang mencari
kenyamanan bertempat tinggal tanpa mempedulikan jarak yang jauh dari pusat
kota. Kelurahan Banyuanyar Kota Surakarta merupakan daerah yang termasuk
dalam zona ini. Di kelurahan Banyuanyar terdapat perumahan yang
penghuninya adalah masyarakat golongan ekonomi atas.
Ciri khas utama kota konsentris adalah adanya kecenderungan memperluas
wilayah dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya). Seperti yang terjadi di
Kota Surakarta yang dapat dilihat dari peta penggunaan lahan Kota Surakarta di
99
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
atas, bahwa hinterland Kota Surakarta yang berbatasan langsung dengan Kota
Surakarta seperti Kawasan Solobaru, kecamatan Kartasura, maupun kelurahan
Colomadu adalah daerah yang berfungsi sebagai permukiman penduduk. Dapat
dikatakan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang berfungsi untuk
menampung luapan kebutuhan perumahan di Kota Surakarta.
Menurut Melville C. Branch (1996:37), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan kota, yaitu keadaan geografis, tapak (site), dan
fungsi kota. Jika dilihat kondisi Kota Surakarta, maka dapat dikatakan bahwa
faktor yang paling mempengaruhi perkembangan Kota Surakarta adalah keadaan
geografis dan tapak (site) Kota Surakarta. Berikut ini letak geografis Kota
Surakarta bila ditinjau dari Jawa Tengah :
100
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 5.4 Peta Orientasi Kota Surakarta terhadap Propinsi Jawa Tengah
101
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dapat dilihat dari peta diatas, yang dilingkari adalah wilayah Kota
Surakarta dan sekitarnya. Dari peta tampak Kota Surakarta terletak di antara
lembah Gunung Merapi Merbabu dan Gunung Lawu sehingga membuat Kota
Surakarta berlimpah air bersih dan tanahnya berpotensi untuk kawasan budidaya.
Tapak (site) Kota Surakarta bila ditinjau dari topografinya maka topografinya
relatif datar. Hal ini memudahkan Kota Surakarta berkembang ke segala arah ke
hinterland-hinterlandnya.
Dari peta tampak, Kota Surakarta terletak pada simpul jalur lintas selatan
dan utara sistem transportasi regional pulau Jawa. Artinya Kota Surakarta dilalui
jalan nasional yang menghubungkan kota-kota lain di pulau Jawa. Hal ini
mendorong cepatnya perkembangan Kota Surakarta. Dengan letak geografisnya
yang strategis, maka di Kota Surakarta banyak terjadi bangkitan dan tarikan
kegiatan yang berpengaruh pada perkembangan Kota Surakarta. Hingga sekarang,
perkembangan fisik Kota Surakarta telah melampaui batas wilayah administrasi
Kota Surakarta. Terbatasnya lahan di Kota Surakarta menyebabkan terjadinya
urban sprawl ke hinterland Kota Surakarta. Perumahan-perumahan baru mulai
bermunculan di hinterland Kota Surakarta seperti di Kawasan Solobaru yang
merupakan hinterland Kota Surakarta.
B. Perkembangan Sarana Kota Surakarta
1. Perkembangan Sarana Perdagangan Kota Surakarta
Sarana perdagangan Kota Surakarta yang terdiri dari pasar dan pertokoan
(kios, warung) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan penurunan tetapi
lebih cenderung meningkat. Perkembangan jumlah sarana perdagangan sering kali
melebihi kebutuhan jumlah sarana. Perbandingan perkembangan jumlah sarana
perdagangan di Kota Surakarta dengan kebutuhan jumlah sarana perdagangan
menurut jumlah penduduk di Kota Surakarta yang dapat dianalisis dengan SNI 03-
1733-2004 tentang perencanaan perumahan kota dapat dilihat berikut ini :
102
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
103
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
0.15
(%)
0.1
0.05
-0.05
-0.1
104
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
105
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
0.6
0.4
0.2
(%)
-0.2
-0.4
-0.6
106
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1,30% dan tahun 1995 menjadi 0,26%. Dalam setahun pada tahun 2000, tingkat
pertumbuhannya terus menurun menjadi -1,77% dan meningkat kembali dalam
setahun menjadi -1,38% pada tahun 2004. Kecenderungan penurunan jumlah
sarana pendidikan ini sangat terkait dengan jumlah penduduk usia sekolah.
Namun, jumlah sarana pendidikan dari tahun ke tahun di Kota Surakarta
bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana pendidikan menurut jumlah
penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka jumlah sarana yang ada
cenderung belum mencukupi dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kota
Surakarta. Seperti halnya pada tahun 1990, jumlah sarana pendidikan mencapai
847 padahal kebutuhan jumlah sarana perdagangan bila ditinjau dari jumlah
penduduknya adalah 952 dan berarti pada tahun 1990 terjadi kekurangan jumlah
sarana pendidikan sebesar 105.
3. Perkembangan Sarana Kesehatan Kota Surakarta
Sarana kesehatan di Kota Surakarta terdiri dari rumah sakit, puskesmas,
poliklinik dan balai pengobatan. Sarana kesehatan di Kota Surakarta dari tahun ke
tahun mengalami kenaikan dan penurunan jumlah. Perbandingan perkembangan
jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta dengan kebutuhan jumlah sarana
kesehatan menurut jumlah penduduk di Kota Surakarta yang dapat dianalisis
dengan SNI 03-1733-2004 tentang perencanaan perumahan kota dapat dilihat
berikut ini :
Tabel 5.4 Perkembangan Jumlah Sarana Kesehatan Kota Surakarta
Kebutuhan
Jumlah Tingkat Jumlah Sarana
Jumlah Kelebihan
Tahun Sarana Pertumbuhan Kesehatan
Penduduk Sarana
Kesehatan Sarana Kesehatan Berdasarkan
SNI
1975 426.032 292 - 32 260
1976 435.315 314 7,01% 33 281
1977 443.129 308 -1,95% 33 275
1978 444.221 155 -98,71% 33 122
1979 451.541 166 6,63% 34 132
1980 459.257 179 7,26% 34 145
1981 468.490 187 4,28% 35 152
1982 478.178 201 6,97% 36 165
1983 485.375 181 -11,05% 36 145
107
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
-0.4
-0.6
-0.8
-1
-1.2
108
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
109
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Gambar 5.5 Peningkatan Jumlah Ruas Jalan Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Dari grafik tersebut, kecenderungan peningkatan ruas jalan di Kota
Surakarta adalah cenderung meningkat. Peningkatan tersebut tidak begitu
signifikan setiap tahunnya karena setiap tahun tidak selalu ada penambahan ruas
jalan. Namun, perkembangan jalan juga terlihat pada peningkatan kualitasnya.
Perkembangan prasarana jalan di Kota Surakarta lebih banyak ke
peningkatan kualitas jalan seperti pelebaran jalan. Pelebaran jalan yang ada yakni
pelebaran jalan Slamet Riyadi pada tahun 1975an, pelebaran jalan Yos Sudarso
pada tahun 1980an, pelebaran jalan Ahmad Yani pada tahun 1990an. Untuk
pembuatan jalan baru adalah jalan layang Jebres dan jalan Ir. Juanda Kartasanjaya
pada tahun 1995an, jalan lingkar utara Kota Surakarta yakni pada tahun 2000.
Perkembangan prasarana jalan yang ada di Kota Surakarta merupakan
realisasi kebijakan pemerintah dalam mempermudah akses pergerakan barang
maupun jasa. Mengingat Kota Surakarta merupakan simpul pertemuan jalur utara
dan selatan pulau Jawa maka prasarana jalan merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi perkembangan Kota Surakarta dan hinterlandnya.
5.1.2 Perkembangan Ekonomi Kota Surakarta
Perkembangan ekonomi Kota Surakarta dapat dilihat dari perkembangan
PDRB Kota Surakarta dari tahun ke tahun. Tingkat pertumbuhan ekonomi
(PDRB) di Kota Surakarta dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :
110
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
111
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
10000000
8000000
6000000
4000000
PDRB ADHB
2000000
PDRB ADHK
0
Tahun 1975
Tahun 1977
Tahun 1979
Tahun 1981
Tahun 1983
Tahun 1985
Tahun 1987
Tahun 1989
Tahun 1991
Tahun 1993
Tahun 1995
Tahun 1997
Tahun 1999
Tahun 2001
Tahun 2003
Tahun 2005
Gambar 5.6 Peningkatan PDRB Kota Surakarta
1
0.8
0.6
(%)
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
112
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1.50%
Penduduk (r)
1.00%
0.50%
0.00%
1975-1980 1980-1985 1985-1990 1990-1995 1995-2000 2000-2005
113
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Boyolali
Kekuatan Sentrifugal
Kabupaten Sukoharjo
Kekuatan Sentripental
114
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
115
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
10%
47% baik
43% sedang
buruk
116
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
117
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
200000
150000
100000 Jumlah
Pendudu
50000 k
118
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari tabel dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa kepadatan permukiman
di Kawasan Solobaru cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980
119
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
120
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
121
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
122
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
manusia menginginkan lokasi yang lengkap akan sarana dan prasarana untuk
menunjang berbagai kemudahan, seperti kemudahan aksesibilitas menuju lokasi
kerja, sarana pendidikan, sarana kesehatan serta ketersediaan fasilitas dasar seperti
jaringan listrik, air bersih,telepon, drainase, sanitasi dan persampahan. Namun,
pertimbangan pemilihan lokasi bermukim tentu dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi masing-masing orang yang kemudian berpengaruh pada jarak antara
lokasi pilihan dengan pusat kota. Bagi mereka yang merupakan golongan ekonomi
atas cenderung memilih lokasi bermukim yang semakin jauh dari pusat kota
karena menginginkan kenyamanan dari lingkungan perumahan yang ditempati
dan tidak terlalu memikirkan besarnya biaya transportasi yang tinggi apabila
lokasi tersebut jauh dari pusat kota. Hal inilah yang terjadi pada penduduk
pendatang di Kawasan Solobaru yang umumnya merupakan ekonomi kelas atas.
Menurut Abraham H. Maslow (1970), kebutuhan manusia terhadap hunian
mempunyai 5 hierarki, dari yang terendah sampai tertinggi adalah survival needs,
safety and security needs, affiliation needs, esteem needs, dan cognitive and
aesthetic needs. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, penduduk
pendatang Kawasan Solobaru umumnya dalam pemenuhan kebutuhan perumahan
tergolong dalam cognitive and aesthetic needs karena bagi penduduk pendatang
Kawasan Solobaru terutama yang bertempat tinggal di perumahan Solobaru,
hunian mereka di Kawasan Solobaru tidak saja merupakan sarana peningkatan
kebanggaan dan harga diri, tetapi juga agar dapat dinikmati keindahannya. Bagi
mereka produk hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi juga dapat
memberi dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara visual) pada lingkungan
sekitarnya.
Bila dilihat dari perkembangan fisik kotanya, maka Kawasan Solobaru
mempunyai struktur kota dengan pusat kegiatan banyak seperti yang dikemukakan
oleh Harris dan Ulman (dalam Yunus, 2000). Menurut pendapatnya, kota dengan
pusat kegiatan banyak tumbuh sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi
terus-menerus dari pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain dalam suatu
sistem perkotaan dan proses pertumbuhannya ditandai oleh gejala spesialisasi dan
123
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
diferensiasi ruang. Hal ini tampak pada penggunaan lahan di Kawasan Solobaru
yang dapat dijelaskan pada peta berikut ini :
124
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
8
4
6
5 7 3
3
7
4 1
7 2
5
4
2
9
125
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari peta penggunaan lahan Kawasan Solobaru di atas dapat dilihat bahwa
struktur kotanya adalah kota dengan pusat kegiatan banyak. Zona-zonanya dapat
dijelaskan berikut ini :
Zona 1 merupakan pusat bisnis atau the central bussiness district (CBD)
Kawasan Solobaru yang terdiri dari fungsi perdagangan dan jasa, perkantoran,
dan fungsi yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi. Fungsi-fungsi
tersebut banyak tersebar di sepanjang jalan utama Kawasan Solobaru seperti
di sepanjang jalan raya Solo Permai.
Zona 2 merupakan daerah industri ringan dan perdagangan yang letaknya
tidak jauh dari pusat kota. Industri ringan dan perdagangan yang ada di
Kawasan Solobaru banyak terdapat di sepanjang jalan raya Telukan dan jalan
Brigjen Sudiarto. Adapun industri ringan yang ada antara lain industri mebel
dan rotan.
Zona 3 merupakan daerah permukiman golongan ekonomi kelas rendah.
Permukiman golongan ekonomi kelas rendah biasanya dihuni oleh penduduk
asli Kawasan Solobaru. Permukiman tersebut antara lain terdapat di desa
Cemani dan desa Sanggrahan.
Zona 4 merupakan daerah pemukiman kelas menengah. Permukiman ini
antara lain terdapat di desa Gentan, desa Gedangan, dan desa Madegondo.
Zona 5 merupakan pemukiman kelas tinggi. Pada zona ini umumnya
merupakan perumahan mewah, antara lain perumahan Gentan Raya di desa
Gentan dan perumahan Solobaru sektor 1 di desa Gedangan.
Zona 6 merupakan daerah industri berat. Desa Cemani dan desa Sanggrahan
termasuk dalam zona ini. Di desa tersebut terdapat pabrik-pabrik besar seperti
pabrik Batik Keris dan pabrik Konimex. Sehingga di desa tersebut terutama di
sekitar pabrik banyak terdapat permukiman kelas rendah yang dihuni oleh
para pekerja.
Zona 7 merupakan pusat bisnis. Zona ini muncul seiring munculnya daerah
pemukiman kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga
untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona
ini. Zona ini terdapat di jalan raya Gentan dan jalan raya Gedangan.
126
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
127
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
0.15
(%)
0.1
0.05
128
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
129
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
130
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
0.6
0.4
0.2
(%)
-0.2
-0.4
131
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
132
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
0
-0.2
-0.4
-0.6
133
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Seperti halnya pada tahun 1980, jumlah sarana kesehatan mencapai 15 padahal
kebutuhan jumlah sarana kesehatan bila ditinjau dari jumlah penduduknya adalah
7 dan berarti pada tahun 1980 terdapat kelebihan jumlah sarana kesehatan sebesar
8 sarana.
C. Perkembangan Prasarana Jalan Kawasan Solobaru
Perkembangan prasarana jalan Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun
yang paling signifikan adalah tahun 1984. Sebelumnya pada tahun 1975an
prasarana jalan yang ada hanyalah jalan lingkungan, jalan nasional yang
menghubungkan Kota Surakarta dengan kabupaten Sukoharjo, dan jalan raya Solo
Permai (dahulu belum ada nama jalannya). Dari tahun ke tahun, ruas jalannya
meningkat seperti chart berikut ini :
134
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
135
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
2500000
2000000
1500000
1000000
500000 PDRB ADHB
0 PDRB ADHK
Tahun 1987
Tahun 1989
Tahun 1991
Tahun 1975
Tahun 1977
Tahun 1979
Tahun 1981
Tahun 1983
Tahun 1985
Tahun 1993
Tahun 1995
Tahun 1997
Tahun 1999
Tahun 2001
Tahun 2003
Tahun 2005
1
0.8
0.6
(%)
0.4
0.2
0
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa tingkat pertumbuhan
ekonomi Kawasan Solobaru yang paling signifikan adalah pada tahun 1980
sebesar 82,41%. Pada tahun 1980an Kawasan Solobaru menjadi daerah yang
136
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
terkena dampak pemekaran fisik Kota Surakarta karena adanya urbanisasi dan
industrialisasi di Kota Surakarta. Kawasan Solobaru mendapat limpahan
kebutuhan perumahan dari Kota Surakarta. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya
kegiatan perekonomian di Kawasan Solobaru yang berkontribusi pada PDRB
Kawasan Solobaru.
Kegiatan perekonomian di Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun semakin
meningkat intensitas dan ragamnya dengan ditandai meningkatnya fasilitas
perekonomian di Kawasan Solobaru. Dahulu kegiatan perekonomian penduduk
asli Kawasan Solobaru bertumpu pada sektor pertanian namun setelah penduduk
pendatang menetap di Kawasan Solobaru maka kegiatan perekonomian menjadi
beragam dengan dibangunnya sarana perekonomian yang heterogen seperti sarana
perdagangan, perbankan, dan jasa.
Kegiatan perdagangan dan jasa yang tumbuh di sepanjang jalan utama
Kawasan Solobaru ini berkembang hingga kini menjadi pusat perdagangan di
Kawasan Solobaru. Pusat perdagangan dan jasa di Kawasan Solobaru ini
menciptakan lapangan kerja bagi penduduk sekitarnya. Hal ini juga
menguntungkan bagi penduduk asli Kawasan Solobaru yang dapat memanfaatkan
potensi perkembangan kegiatan perdagangan tersebut.
5.2.3 Perkembangan Sosial Kawasan Solobaru
A. Perkembangan Penduduk Kawasan Solobaru
Berdasarkan data perkembangan penduduk Kawasan Solobaru tahun 1975-
2005 diketahui bahwa terjadi fluktuasi tingkat pertumbuhan penduduk. Berikut ini
tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan Solobaru tahun 1975-2005 :
Tabel 5.13 Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005
Jumlah Tingkat Pertumbuhan
Tahun
Penduduk Penduduk (r)
1975 77.120
1980 90.821 3,32%
1985 104.084 2,75%
1990 114.035 1,86%
1995 124.370 1,77%
2000 136.217 1,86%
2005 149.800 1,91%
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
137
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
3.00%
2.50%
2.00%
1.50%
1.00%
0.50%
0.00%
1975-1980 1980-1985 1985-1990 1990-1995 1995-2000 2000-2005
138
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
139
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
23%
Ya
77% Tidak
43%
Ya
57%
Tidak
140
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
17%
Ya
83% Tidak
141
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
tahun 1975 sampai tahun 1980 ketika permukiman di Kota Surakarta bertambah
sebesar 386,4 ha maka luas permukiman di Kawasan Solobaru juga bertambah
sebesar 278,82. Ketika luas permukiman di Kota Surakarta pada tahun 1982
berkurang sebesar 117,2317 ha maka luas permukiman di Kawasan Solobaru
bertambah sebesar 106,36 ha. Pada tahun 1997 ketika luas permukiman di Kota
Surakarta berkurang sebesar 707,3249 ha, maka luas permukiman di Kawasan
Solobaru bertambah sebesar 129,24 ha. Perubahan luas permukiman tersebut
dapat dispasialkan dalam peta perembetan spasial permukiman Kota Surakarta ke
Kawasan Solobaru sebagai berikut :
142
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 5.7 Peta Perembetan Spasial Permukiman Kota Surakarta ke Kawasan Solobaru Tahun 1979-1997
143
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 5.8 Peta Perembetan Spasial Permukiman Kota Surakarta ke Kawasan Solobaru Tahun 1997-2005
144
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari peta tersebut dapat dilihat pola perembetan fisik Kota Surakarta ke
Kawasan Solobaru cenderung konsentris berada di pinggiran batas Kota
Surakarta. Menurut Northam, 1979 (dalam Yunus, 2000), kondisi perembetan
fisik Kota Surakarta yang melebihi batas administrasi seperti yang terlihat pada
peta di atas disebut sebagai Under Bounded City.
5.3.2 Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Aspek Ekonomi
Permukiman di Kawasan Solobaru
Menurut Friedmann (dalam Yunus, 2006), perkembangan permukiman
kekotaan disebabkan oleh dua proses yang terkait satu sama lain, yakni proses
sosial ekonomi dan proses spasial. Proses sosial ekonomi mendahului proses
spasial namun adakalanya proses spasial mendahului proses sosial ekonomi. Dari
data sejarah Kota Surakarta dimana pada tahun 1970 terjadi industrialisasi
(industri pembuat pewarna tekstil namun tahun 1980an industri tersebut mulai
dilakukan AMDAL oleh pemerintah sehingga menggeser lokasi industri-industri
tersebut ke luar Kota Surakarta) hingga mengakibatkan urbanisasi besar-besaran
(tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta tahun 1975-1980 adalah 3,32%)
serta dilihat dari kecenderungan tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta
(merujuk pada tabel 5.5 tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta) yang
cenderung meningkat dari tahun ke tahunnya maka dapat disimpulkan bahwa
perkembangan permukiman Kota Surakarta cenderung disebabkan oleh proses
sosial ekonomi yang mendahului proses spasial. Peningkatan PDRB Kota
Surakarta dari tahun 1975-2005 berarti terjadi peningkatan penghasilan penduduk
yang diikuti oleh peningkatan sarana ekonomi dan sosial (merujuk pada tabel 5.2
perkembangan jumlah sarana perdagangan dan tabel 5.1 kepadatan permukiman
di Kota Surakarta). Konsekuensi spasial yang ditimbulkan selanjutnya adalah
semakin bertambahnya ruang Kota Surakarta hingga merembet ke Kawasan
Solobaru. Perembetan spasial Kota Surakarta ke dalam Kawasan Solobaru yang
merupakan konsekuensi dari proses sosial ekonomi Kota Surakarta dapat dilihat
pada peta 5.7 dan 5.8 perembetan spasial permukiman Kota Surakarta yang telah
disajikan pada sub bab sebelumnya.
Berdasarkan peta 5.7 dan 5.8 perembetan spasial permukiman Kota
Surakarta ke dalam Kawasan Solobaru terlihat bahwa spasialnya sudah seperti
menjadi satu atau tidak ada fungsi guna lahan lain yang menjadi penyekat antar
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
dua kota tersebut. Jarak yang sedemikian dekat antara Kawasan Solobaru dengan
Kota Surakarta yakni hanya ± 6 km menjadikan perekonomian Kota Surakarta
berpengaruh ke Kawasan Solobaru. Teori Carrothers (dalam Daldjoeni, 1987)
menyebutkan bahwa kekuatan hubungan ekonomis antara kota dengan
hinterlandnya adalah berbanding lurus dengan besarnya jumlah penduduk dan
berbanding terbalik dengan jarak antar keduanya. Jumlah penduduk Kota
Surakarta yang cenderung meningkat berbanding lurus dengan jumlah Kawasan
Solobaru yang juga cenderung meningkat (merujuk tabel 5.6 tingkat pertumbuhan
penduduk Kota Surakarta dan tabel 5.13 tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan
Solobaru). Dengan jarak Kawasan Solobaru ke Kota Surakarta yang relative dekat
yakni ±6 km, maka hubungan ekonomi antara Kota Surakarta dengan Kawasan
Solobaru cenderung kuat. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan perkembangan
ekonomi Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru dalam kurun waktu 30 tahun
(1975-2005) yang dari tahun ke tahunnya sama-sama semakin meningkat
(merujuk pada tabel 5.5 tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta dan tabel
5.12 tingkat pertumbuhan ekonomi Kawasan Solobaru).
5.3.3 Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Aspek Sosial
Permukiman di Kawasan Solobaru
Menurut Charles Whynne-Hammond (dalam Daldjoeni, 1987), salah satu
faktor terjadinya urbanisasi adalah adanya industrialisasi. Berdasarkan sejarah
Kota Surakarta, pada tahun 1970an terjadi industrialisasi di Kota Surakarta
(industri pembuat pewarna tekstil namun tahun 1980an industri tersebut mulai
dilakukan AMDAL oleh pemerintah sehingga menggeser lokasi industri-industri
tersebut ke luar Kota Surakarta). Industrialisasi yang terjadi di Kota Surakarta
merupakan faktor penarik penduduk luar kota untuk melakukan urbanisasi ke
Kota Surakarta. Menurut Barlow dan Newton (1971), kekuatan yang
mengakibatkan adanya gerakan penduduk yang berasal dari luar kota menuju ke
arah dalam kota tersebut disebut dengan kekuatan sentripetal. Urbanisasi yang
besar-besaran di Kota Surakarta tampak nyata pada tahun 1975-1980 di Kota
Surakarta, tingkat pertumbuhan penduduknya mencapai 3,32% (merujuk pada
tabel tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta). Angka ini merupakan
capaian tingkat pertumbuhan penduduk yang paling tinggi dalam periode tahun
1975-2005.
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
meneruskan budaya kedesaan mereka seperti kebiasaan hidup mereka yang masih
sangat terasa interaksi sosialnya dengan tetangganya. Perbedaan sosial budaya
tersebut menimbulkan adaptasi masyarakat asli Kawasan Solobaru dan
masyarakat pendatang terhadap lingkungannya. Sehingga adaptasi yang terjadi
dari tahun ke tahun ini merubah kondisi sosial budaya masyarakat di Kawasan
Solobaru terutama kondisi sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru. Setelah
terjadinya proses invasi dari tahun ke tahun, maka terjadilah suksesi kehidupan
sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru berubah menjadi modern tradisional.
Masyarakat asli telah mengikuti gaya hidup modern para pendatang tetapi belum
sepenuhnya meninggalkan tradisi-tradisi sosial setempat. Hal ini berarti kontak
sosial budaya yang terjadi dari tahun ke tahun di Kawasan Solobaru dimenangkan
oleh masyarakat pendatang yang sekarang gaya hidup modern telah mendominasi
kehidupan sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru. Perubahan ini tampak nyata
pada paradigma berpikir penduduk asli Kawasan Solobaru mengenai pentingnya
pendidikan. Setelah terjadi interaksi sosial budaya dengan penduduk pendatang
maka keinginan mengenyam pendidikan pada penduduk asli Kawasan Solobaru
yang semula hanya merasa cukup pada tingkat SMP kini mulai merasa perlu
meneruskan sampai tingkat universitas. Berdasarkan hasil kuesioner yang telah
disebarkan kepada penduduk Kawasan Solobaru, maka dapat disimpulkan bahwa
penduduk Kawasan Solobaru berinteraksi dengan penduduk Kota Surakarta
melalui pemakaian sarana perdagangan, pendidikan dan kesehatan yang ada di
Kota Surakarta (merujuk gambar 5.20, 5.21, 5.22 Prosentase Penduduk Kawasan
Solobaru yang Menggunakan Sarana Perdagangan, Kesehatan, Pendidikan).
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Model Summarye
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
a
1 .981 .962 .960 4434.69302
b
2 .991 .981 .980 3142.12419
c
3 .995 .989 .988 2410.01720
d
4 .997 .994 .993 1924.56670
a. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana
b. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk
c. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk,
Luas_Permukiman
d. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk,
Luas_Permukiman, Jumlah_Rumah
e. Dependent Variable: Jumlah_Penduduk_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS
Uji R Square
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa model ke-4 mempunyai R
Square paling besar dan standard error paling kecil yang berarti model regresi
ke-4 merupakan model yang dapat digunakan untuk mengetahui variabel
perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang mempengaruhi jumlah
penduduk Kawasan Solobaru. Dari kolom predictors (d), dapat disimpulkan
bahwa jumlah sarana Kota Surakarta (X4), jumlah penduduk Kota Surakarta
(X1), luas permukiman Kota Surakarta (X3) dan jumlah rumah Kota Surakarta
(X2) mempunyai pengaruh secara bersama-sama sebesar 0,994 atau 99,4% (uji
R Square : berpengaruh kuat) terhadap jumlah penduduk Kawasan Solobaru
(X7). Hal ini berarti sebesar 0,006 atau 0,6% jumlah penduduk Kawasan
Solobaru dipengaruhi oleh variabel prasarana Kota Surakarta (X5),
peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6), dan variabel lain yang semula tidak
diduga (€).
Tabel 5.15 Anova
ANOVAe
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.428E10 1 1.428E10 725.882 .000a
Residual 5.703E8 29 1.967E7
Total 1.485E10 30
2 Regression 1.457E10 2 7.285E9 737.847 .000b
Residual 2.764E8 28 9872944.406
Total 1.485E10 30
3 Regression 1.469E10 3 4.896E9 843.010 .000c
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations
Model B Std. Error Beta t Sig. Zero-order Partial Part
1 (Constant) 3898.175 4173.540 .934 .358
Jumlah_Sarana 14.849 .551 .981 26.942 .000 .981 .981 .981
2 (Constant) -77664.716 15239.149 -5.096 .000
Jumlah_Sarana 8.007 1.313 .529 6.096 .000 .981 .755 .157
Jumlah_Penduduk .260 .048 .473 5.456 .000 .978 .718 .141
3 (Constant) -70757.026 11787.157 -6.003 .000
Jumlah_Sarana 3.806 1.368 .251 2.782 .010 .981 .472 .055
Jumlah_Penduduk .374 .044 .680 8.433 .000 .978 .851 .167
Luas_Permukiman -10.796 2.379 -.135 -4.538 .000 -.574 -.658 -.090
4 (Constant) 1501.217241 9571.670 -8.126 .000
Jumlah_Sarana 3.35872271 1.102 .212 2.919 .007 .981 .497 .046
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tabel 5.17 Kontribusi Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat (Jumlah
Penduduk Kawasan Solobaru)
Statistik Uji Kontribusi
Koefisien Arah
Variabel Pengaruh
Uji R Uji F Uji t Jalur (P) Pengaruh
(%)
Jumlah Signifikan
Sarana Berpengaruh 3.35872271 27.57% Positif (searah)
(X4)
Jumlah Signifikan
Rumah Berpengaruh 0.357 2.93% Positif (searah)
(X2)
99.4% Signifikan
Luas Signifikan
Negatif
Permukim Berpengaruh - 8.316 68.27%
(berlawanan)
an (X3)
Jumlah Signifikan
Penduduk Berpengaruh 0.136 1.11% Positif (searah)
(X1)
Sumber : Hasil Analisis
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Solobaru (X7)
Luas Signifikan
Negatif
Permukiman Berpengaruh -0.392317 60.42%
(berlawanan)
(X3)
Jumlah Rumah Signifikan Negatif
-0.008000001 1.23%
(X2) Berpengaruh (berlawanan)
Sumber : Hasil Analisis
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
arah luar tersebut dapat dilihat pada peta perkembangan permukiman Kota
Surakarta di sub bab perkembangan fisik Kota Surakarta.
Menurut Edward Ulman salah satu faktor penyebab interaksi antar wilayah
adalah region complementary (wilayah yang saling melengkapi). Dalam hal ini,
Kota Surakarta mempunyai potensi teknologi, sarana perkotaan yang komplit dan
sektor lapangan kerja yang dapat menyerap penduduk dari luar kota. Sedangkan
Kawasan Solobaru memiliki potensi lahan permukiman yang masih banyak.
Sehingga potensi di Kota Surakarta banyak menyerap penduduk dari luar Kota
Surakarta. Bertambahnya penduduk menambah jumlah rumah dan kepadatan
permukiman di Kota Surakarta sehingga berdampak pada kurangnya lahan untuk
permukiman. Kawasan Solobaru dengan potensi lahan permukiman menjadi
luapan kebutuhan perumahan dari Kota Surakarta. Hal ini didukung dengan
kebijakan penggunaan lahan Kabupaten Sukoharjo yang mengarahkan Kawasan
Solobaru sebagai daerah permukiman.
3. Perhitungan koefisien jalur pada model jalur pengaruh
perkembangan Kota Surakarta melalui jumlah penduduk dan jumlah
rumah di Kawasan Solobaru terhadap luas permukiman di Kawasan
Solobaru.
Tabel 5.22 Model Summary
Model Summarye
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
a
1 .982 .965 .964 132.83658
b
2 .992 .984 .983 91.17300
c
3 .993 .987 .986 83.73838
d
4 .993 .987 .986 82.40787
a. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru
b. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru,
Jumlah_Rumah
c. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru,
Jumlah_Rumah, Jumlah_Penduduk_Solobaru
d. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah,
Jumlah_Penduduk_Solobaru
e. Dependent Variable: Luas_Permukiman_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS
Uji R Square
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa model ke-4 mempunyai R
Square paling besar dan mempunyai standar error paling kecil yang berarti
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
model regresi ke-4 merupakan model yang dapat digunakan untuk mengetahui
variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang melalui jumlah
penduduk dan jumlah rumah di Kawasan Solobaru mempengaruhi luas
permukiman di Kawasan Solobaru. Dari kolom predictors (d), dapat
disimpulkan bahwa jumlah rumah di Kota Surakarta mempengaruhi luas
permukiman di Kawasan Solobaru melalui pengaruh dari jumlah penduduk
Kawasan Solobaru dengan koefisien jalur (besaran pengaruh) sebesar 0,987
atau 98,7% (uji R Square : berpengaruh kuat). Hal ini berarti sebesar 0,013
atau 1,3% luas permukiman di Kawasan Solobaru dipengaruhi oleh variabel
jumlah penduduk Kota Surakarta (X1), luas permukiman di Kota Surakarta
(X3), jumlah sarana Kota Surakarta (X4), prasarana Kota Surakarta (X5),
peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6), jumlah rumah di Kawasan Solobaru
(X8) dan variabel lain yang semula tidak diduga (€).
Tabel 5.23 Anova
ANOVAe
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.402E7 1 1.402E7 794.686 .000a
Residual 511721.143 29 17645.557
Total 1.453E7 30
2 Regression 1.430E7 2 7150827.259 860.248 .000b
Residual 232750.442 28 8312.516
Total 1.453E7 30
3 Regression 1.434E7 2 7172127.679 1056.114 .000d
Residual 190149.602 28 6791.057
Total 1.453E7 30
4 Regression 1.435E7 3 4781692.610 681.919 .000c
Residual 189327.129 27 7012.116
Total 1.453E7 30
a. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru
b. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Jumlah_Rumah
c. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Jumlah_Rumah,
Jumlah_Penduduk_Solobaru
d. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah, Jumlah_Penduduk_Solobaru
e. Dependent Variable: Luas_Permukiman_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS
Uji F
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari tabel anova diatas, diperoleh nilai F dengan nilai sig = 0,000.
Karena nilai sig < α (0,05), maka besaran pengaruh variabel jumlah rumah di
Kota Surakarta mempengaruhi luas permukiman di Kawasan Solobaru melalui
pengaruh dari jumlah penduduk Kawasan Solobaru dengan koefisien jalur
(besaran pengaruh) sebesar 0,987 atau 98,7% adalah signifikan berpengaruh
yang berarti terdapat pengaruh antara jumlah rumah di Kota Surakarta (X2)
melalui pengaruh dari jumlah penduduk Kawasan Solobaru (X7) terhadap luas
permukiman di Kawasan Solobaru (X9). Karena terdapat pengaruh secara
bersama-sama maka pengujian analisis jalur (uji t) secara individual dapat
dilakukan.
Tabel 5.24 Koefisien Regresi
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations
Zero-
Model B Std. Error Beta t Sig. order Partial Part
1 (Constant) -1356.633 125.453 -10.814 .000
Jumlah_Rumah_ .121 .004 .982 28.190 .000 .982 .982 .982
Solobaru
2 (Constant) -1200.336 90.233 -13.303 .000
Jumlah_Rumah_ .146 .005 1.179 28.351 .000 .982 .983 .678
Solobaru
Jumlah_Rumah -.009 .002 -.241 -5.793 .000 .724 -.738 -.139
3 (Constant) -1243.224 84.648 -14.687 .000
Jumlah_Rumah_ -.023 .068 -.189 -.342 .735 .982 -.066 -.008
Solobaru
Jumlah_Rumah -.010 .002 -.269 -6.753 .000 .724 -.793 -.148
Jumlah_Pendudu .044 .018 1.392 2.488 .019 .982 .432 .055
k_Solobaru
4 (Constant) -1237.914 81.894 -15.116 .000
Jumlah_Rumah - .047 .001 -.266 -6.964 .000 .724 -.796 -.151
Jumlah_Pendudu .03806791 .001 1.201 31.466 .000 .982 .986 .680
k_Solobaru
a. Dependent Variable: Luas_Permukiman_Solobaru
Sumber : Hasil SPSS
Dari tabel koefisien jalur diatas didapatkan koefisien jalur yang
merupakan besaran pengaruh dari setiap variabel. Besaran koefisien tersebut harus
diuji t terlebih dahulu untuk mengetahui apakah variabel tersebut signifikan
berpengaruh atau tidak. Uji t yang dilakukan dalam model jalur ini menghasilkan
kesimpulan bahwa semua variabel signifikan berpengaruh. Untuk proses uji t
setiap variabel dapat dilihat pada lampiran. Dari tabel koefisien di atas diketahui :
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
B : -1237.914
X2 (Jumlah Rumah) : - 0.047
X7 (Jumlah Penduduk Solobaru) : 0.03806791
Dan didapatkan persamaan jalur =
X9 (Luas Permukiman di Kawasan Solobaru) = B + pyX2 X2 + pyX7 X7 + py€
X9 (Luas Permukiman di Kawasan Solobaru) = -1237.914 - 0.047 X2
+ 0.03806791 X7 + py€
Persamaan tersebut bila diterapkan pada data tahun 1975 maka :
1009.94 = 1237.914 - 0.047 (67314) + 0.03806791 (77120) + py€
1009.94 = 1009.953 + py€
py€ = 1009.94 - 1009.953
py€ = (-) 1,3%
variabel lain mempengaruhi sebesar (-) 1.3%, tanda negatif berarti arah variabel
bebas berlawanan dengan variabel terikat.
Dari hasil perhitungan SPSS diatas dapat disimpulkan koefisien jalur dan
kontribusi pengaruh variabel jumlah rumah Kota Surakarta melalui jumlah
penduduk Kawasan Solobaru terhadap variabel terikat (luas permukiman di
Kawasan Solobaru) sebagai berikut :
Tabel 5.25 Kontribusi Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat (Luas
Permukiman Kawasan Solobaru)
Statistik Uji Kontribusi
Koefisien Arah
Variabel Pengaruh
Uji R Uji F Uji t Jalur (P) Pengaruh
(%)
Jumlah Signifikan
Negatif
Rumah Berpengaruh -0.047 54.53%
(berlawanan)
(X2)
Jumlah Signifikan
98.7% Signifikan
Penduduk Berpengaruh
Positif
Kawasan 0.03806791 44.16%
(searah)
Solobaru
(X7)
Sumber : Hasil Analisis
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Uji R Square
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa model ke-3 mempunyai R
Square paling besar dan mempunyai standar error paling kecil yang berarti
model regresi ke-3 merupakan model yang dapat digunakan untuk mengetahui
variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang melalui jumlah
penduduk, jumlah rumah, dan luas permukiman di Kawasan Solobaru
mempengaruhi jumlah sarana di Kawasan Solobaru. Dari kolom predictors
(c), dapat disimpulkan bahwa peningkatan PDRB Kota Surakarta dan luas
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
5.5 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh perkembangan Kota
Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru, maka dapat disimpulkan
beberapa hal yakni sebagai berikut :
1) Perkembangan spasial dan penduduk Kota Surakarta berpengaruh terhadap
kondisi fisik, ekonomi dan sosial budaya Kawasan Solobaru.
2) Perkembangan permukiman Kota Surakarta cenderung disebabkan oleh
proses sosial ekonomi yang mendahului proses spasial.
3) Perkembangan ekonomi yang terjadi tahun 1970an di Kota Surakarta
merupakan kekuatan sentripetal yang menjadi faktor penarik penduduk
luar kota untuk melakukan urbanisasi ke Kota Surakarta. Tingkat
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
5.6 Rekomendasi
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
DAFTAR PUSTAKA
BUKU/DOKUMEN
Ali Muhidin, Sambas dan Maman Abdurahman. 2009. Analisis Korelasi, Regresi,
dan Jalur dalam Penelitian. Bandung : Pustaka Setia.
Badudu, J.s dan Zein. 2004. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.
Barlow M.H & Newton R.G. 1971. Patterns and Procesess in Man’s Economic
Enviroment. Sydney: Angus & Robertson Pty. Ltd
Bintarto. 1983. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta : Ghalia
Indonesia.
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Hendro, Raldi Koestoer. 2001. Dimensi Keruangan Kota Teori dan Kasus.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Jayadinata, Johara T. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan
Perkotaan dan Wilayah. Bandung: ITB.
Kecamatan Baki dalam Angka Tahun 1975 – 2005.
Kecamatan Grogol dalam Angka Tahun 1975 – 2005.
Maslow, Abraham H. 1970.“A Theory of Human Motivation”, dalam Psychologi
Review.
Moleong, Lexy. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
P.J.M. Nas. Kota di Dunia Ketiga. Jil. 1 dan 2. Terj. S. Suryochondro. Jakarta:
Bhratara Karya Aksara, 1979.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta Tahun 1993 – 2013.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 – 2029.
Rencana Umum Tata Ruang Kota Kawasan Solobaru Tahun 1990 – 2010.
Sejarah Kabupaten Sukoharjo.
Pontoh, Nia K dan Iwan Kustiwan. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan.
Bandung: ITB.
Rapoport, A. 1987. The Meaning of The built Environment, An Nonverbal
Communication Approach,Sage Publication.
Sarwono, Jonathan. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS.
Yogyakarta: Andi Offset.
Sastra, M. Suparno dan Endy Marlina. 2006. Perencanaan dan Pengembangan
Perumahan. Yogyakarta: Andi Offset.
Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
SNI 03-1733-2004 tentang Perencanaan Perumahan Kota.
Somantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika dalam
Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Subroto, Yoyok Wahyu, Bakti Setiawan, Setiadi. 1997. Proses Transformasi
Spasial dan Sosio-Kultural Desa-Desa di Daerah Pinggiran Kota (Urban
Fringe) di Indonesia (Studi Kasus Yogyakarta). Laporan Penelitian
Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Dasar Tahun Anggaran
1996/1997. Yogyakarta : PPLH UGM.
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
ARTIKEL
Arminah, Valentina. 1999. Kajian Pola Perkembangan Fisik Kota Surakarta
Melalui Citra Spot dan Landsat TM. Majalah Geografi Indonesia Volume
13 Nomor 2 Terbitan September 1999.
Mustafa, Hasan. 2000. Teknik Sampling.
Rum, Sri Giyarsih. Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Proses Densifikasi
Permukiman di Daerah Pinggiran Kota. Yogyakarta.
JURNAL
i
BAB 5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Giyarsih, S.R. 2001. Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Proses Desifikasi
Permukiman di Daerah Pinggiran Kota (Urban Fringe Area). Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota 12 (1):40-45.
Keman, Soedjajadi. Kesehatan Perumahan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 2
No 1, Juli 2005. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Kustiwan, I dan M. Anugrahani. 2001. Perubahan Pemanfaatan Lahan Perumahan
Ke Perkantoran: Implikasinya Terhadap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kota. Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota. 11 (1):40-45.
Prayitno, Budi. Morfologi Kota Surakarta (1500-2000). Bandung.
Qomarun dan Budi Prayitno. 2007. Morfologi Kota Solo (tahun 1500-2000).
Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 35, No. 1, Juli 2007: 80 – 87. Jurusan
Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas
Kristen Petra.
SKRIPSI/TESIS
Adi, Hari. 2002. Dampak Keberadaan Permukiman Solobaru terhadap Kondisi
Ekonomi, Sosial, dan Fisik Permukiman Sekitarnya. Tugas Akhir (S1).
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota UNDIP. Semarang.
Ilyas, Ali. 2006. Pengaruh Perkembangan Kota Banjarmasin terhadap
Penggunaan Lahan di Kota Kertak Hanyar. Tesis (S2). Pasca Sarjana
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota UNDIP. Semarang.
Karyono. 2006. Pemekaran Kota Surakarta dan Strategi Pembangunan
Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan. Tesis (S2). Pasca Sarjana
Program Studi Ilmu Lingkungan UNS. Surakarta.