Anda di halaman 1dari 98

SEJARAH PERKEMBANGAN KOTA

JAKARTA.
disusun oleh:

ABDURRAHMAN FAIZ
60800118068

Abstract

PERKEMBANGAN KOTA BATAVIA 1

perkembangan kota Batavia


Kata pengantar

  Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih


lagi Maha Panyayang, dengan ini saya panjatkan puji syukur
atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
kepada tika semua, sehingga saya dapat menyelesaikan
buku sejarah perkembangan wlayah dan kota yang saya beri
judul "sejarah perkembangan kota DKI JAKARTA".
       Adapun buku sejarah perkembangan wilayah dan kota
tentang "sejarah perkebangan kota DKI JKARTA" ini telah
saya sudah usahakan semaksimal mungkin, sehingga dapat
memperlancar proses pembuatan buku ini.dalam pembuatan
buku sejarah kota ini.
      Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari buku
sejarah perkembangan wilayah dan kota tentang "sejarah
perkembangan kota DKI JAKARTA" ini dapat diambil
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap
pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari Anda saya tunggu
untuk perbaikan buku ini nantinya.

JUDUL BUKU
KATA PENGANTAR………………………………………......i

DAFTAR ISI ........................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................. 1


1.1. Latar Belakang ................................................ 1
1.2. Gambaran Umum Kota Jakarta……………. 2

1.3. Gambaran Konstelasi Wilayah…………… 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................19


2.1. Teori dan Faktor-Faktor Perkembangan Kota 19
2.2. Pra-Kondisi dari Perkembangan Perkotaan.. .27
2.3. Teori Asal Perkotaan .......................................31

BAB III. PEMBAHASAN


3.1. Awal Terbentuknya Kota Jakarta….35
3.2. Sejarah Pertumbuhan Kota Jakarta….37
3.3. Aspek Perkembangan Kota Jakarta…52
BAB IV. KESIMPULAN…87

DAFTAR PUSTAKA….101
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

I.1 Latar Belakang

Kawasan Kota Tua Jakarta telah


melalui hampir 500 tahun, bertumbuh
kembang dan bertransformasi, hingga akhirnya
menjadi kota Jakarta yang kita kenal saat ini.
Bentukan arsitektur dan lansekap yang tersisa
di kawasan ini menjadi saksi bisu sejarah yang
tidak ternilai. Bangunan-bangunan yang cantik
dibangun, kanal dan parit digali bersilangan,
membentuk suatu pusat aktivitas masyarakat
zaman kolonial yang ramai dan amat
dibanggakan pada masanya.
Pendahuluan ini tidak dimaksudkan
untuk memunculkan rasa sentimental akan
masa lampau, tapi lebih untuk memancing
timbulnya pertanyaan : Seperti itukah
gambaran yang akan kita jumpai bila kita
berkunjung ke Kota Tua Jakarta saat ini?
Sepintas kawasan ini masih mampu membawa
kita menjelajah masa lalu. Bila kita lebih
dalam mencermati, baru akan terasa banyak
perbedaan, atau tepatnya kemunduran dari
masa jayanya dulu.
1.2 Gambaran Umum Kota Jakarta

Gambar I.1.1 Gedung C. Bahre & G. Kinder kini,


facade dirombak dan penuh PKL

Sumber : Batavia in Nineteen and Jakarta now


Gambar I.1.4 Guggenheim dan Pompidou Centre
yang berhasil merevitalisasi kota

Sumber : Google image search

Gambar I.1.3 Hotel des Indes dan Gedung


Societeit de Harmonie

Sumber : Masa Lalu dalam Masa Kini, Sejarah


Perkembangan Kota Jakarta
Gambar I.1.2 Keramaian terkonsentrasi di sekitar Taman

Fatahillah

Sumber : google image search


Peta administrasi wilayah

Sumber : google image search

A. Kondisi Geografis Kota DKI JAKARTA .     


Data Geografis JakartaJAKARTA merupakan ibu kota
negara kita, Daerah Khusus Ibukota Jakarta ini
mempunyai luas wilayah ± 650 km2 atau ± 65.000
termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang
tersebar di teluk Jakarta. Secara geografis wilayah
DKI Jakarta terletak antara 106 22’ 42" BT sampai
106 58’ 18" BT dan -5 19’ 12" LS sampai -6 23’ 54"
LS.Batas-batas wilayah DKI Jakarta adalah :Sebelah
Utara
berbatasan dengan Laut JawaSebelah timur berbatas
an dengan Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Bogor Sebelah Barat
berbatasan dengan KabupatenTangerang
Dilihat keadaan topografinya wilayah DKI Jakarta
dikatagorikansebagai daerah datar dan landai.
Ketinggian tanah dari pantai sampai kebanjir 
kanal  berkisar antara 0 msampai 10 m.

diatas permukaan lautdiukur dari titik nol Tanjung 
Priok. Sedangkan dari banjir kanal sampai batas
paling Selatan dari wilayah DKI antara 5 m samapai
50m di ataspermukaan laut di  Daerah
pantai merupakan daerah rawa atau daerah yang
selalu tergenang air pada musim hujan. Di
daerah bagian Selatan
banjir kanal terdapat perbukitanrendah dengan keting
gian antara 50 m sampai 75 m.Sungai-sungai yang
ada di wilayah DKI Jakarta antara lain S. Grogol, S.
Krukut, S. Angke, S Pesanggrahandan S. Sunter.

 Formasi Geologis dan TanahSeluruh dataran wilayah
DKI Jakarta
terdiri dari endapan alluvial pada jamanPleistocentset
ebal 50 m.Bagian Selatan terdiri dari lapisan aluvial
yang memanjang dari Timur ke Barat pada Jarak 10
km sebelah Selatan
pantai. Dibawahnya terdapat lapisanendapan yang
lebih tua.Kekuatan tanah di wilayah DKI Jakarta
mengikuti pola yang
samadengan pencapaian lapiasan keras di
wilayah bagian utara pada kedalaman 10 m - 25 m.

Makin ke Selatan
permukaan keras semakin dangkal yaitu antara 8 m -
15 m Kondisi Jakarta pada saat dahulu masih sangat
bersih dan terawat, maka dari itu orang orang dulu
banyak yang menggunakan mata pencahariaannya
seperti bertani dan berkebun. Karena kondisi jakarta
pada saat itu jakarta dipenuhi dengan rawa-rawa.
Wilayah DKI Jakarta termasuk tipe iklim c dan D
menurut klasifikasi iklim Schmit Ferguson dengan
curah hujan rata-rata sepanjang tahun 2000 mm.
Wilayah Dki Jakarta termasuk daerah tropis beriklim
panas dengan suhu rata-rata per tahun 27 C dengan
kelembaban antara 80 sampai 90 . Temperatur
tahunan maksimum 32 C dan minimum 22 C.
Kecepatan angin rata-rata 11,2 km/jam.

transportasi darat (jalur kereta api dan jalan raya)


serta jaringan transportasi udara, yaitu bandar udara
yang merupakan potensi bagi simpul transportasi
Jawa Tengah.

Sumber:BPS DKI/ JAKARTA (2006).


b. Kondisi Demografis Kota Jakarta
Dilihat dari struktur umur, penduduk Jakarta sudah
mengarah ke ”penduduk tua”, artinya proporsi
”penduduk muda” yaitu yang berumur 0-14 tahun
sudah mulai menurun. Bila pada tahun 1990, proporsi
penduduk muda masih sebesar 31,9 persen, maka
pada tahun 2006 proporsi ini menurun menjadi 23,8
persen. Sepanjang tahun 2002-2006, proporsi
penduduk umur muda tersebut relatif stabil, yaitu
sekitar 23,8 persen. Sebaliknya proporsi penduduk
usia lanjut (65 tahun ke atas) naik dari 1,5 persen
pada tahun 1990, menjadi 2,2 persen pada tahun
2000. Tahun 2006, proporsi penduduk usia lanjut
mengalami kenaikan menjadi 3,23 persen. Kenaikan
penduduk lansia mencerminkan adanya kenaikan
rata-rata usia harapan hidup, yaitu dari 72,79 tahun
pada tahun 2002 menjadi 74,14 tahun pada tahun
2006.

Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta)

adalah ibu kota negara dan kota terbesar


di Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di
Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi.
Jakarta terletak di pesisir bagian barat laut Pulau
Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan beberapa nama
di antaranya Sunda Kelapa, Jayakarta, dan Batavia.
Di dunia internasional Jakarta juga mempunyai
julukan J-Town,[8] atau lebih populer lagi The Big
Durian karena dianggap kota yang sebanding New
York City (Big Apple) di Indonesia.[9]

Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan:


6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah
10.374.235 jiwa (2017).[3] Wilayah metropolitan
Jakarta (Jabodetabek) yang berpenduduk sekitar 28
juta jiwa,[7] merupakan metropolitan terbesar di Asia
Tenggaraatau urutan kedua di dunia.

Sebagai pusat bisnis, politik, dan kebudayaan,


Jakarta merupakan tempat berdirinya kantor-kantor
pusat BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan
asing. Kota ini juga menjadi tempat kedudukan
lembaga-lembaga pemerintahan dan kantor
sekretariat ASEAN. Jakarta dilayani oleh dua bandar
udara, yakni Bandara Soekarno–Hatta dan Bandara
Halim Perdanakusuma, serta tiga pelabuhan laut
di Tanjung Priok, Sunda Kelapa, dan Ancol.
2. Gambaran Konstelasi Wilayah

Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis


Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 – 2012 PemProv DKI
Jakarta. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6o 12‟
Lintang Selatan dan 106o 48” Bujur Timur dan merupakan
dataran rendah dengan ketinggian rata-rata + 7 meter di
atas permukaan laut. Berdasarkan SK Gubernur Nomor
171 tahun 2007, luas wilayah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Jakarta adalah 7.639,83 km², dengan luas
daratan 662,33 km² (termasuk 110 pulau yang tersebar di
Kepulauan Seribu) dan luas lautan 6.977,5 km2.
Berdasarkan posisi geografisnya, Provinsi DKI Jakarta
memiliki batas-batas: di sebelah utara membentang pantai
dari Barat sampai ke Timur sepanjang ± 35 km yang
menjadi tempat bermuaranya 13 sungai, 2 kanal, dan 2
flood way 2 buah kanal, yang berbatasan dengan Laut
Jawa. Letak geografis di wilayah Utara sebagai muara 13
sungai yang melintas di Jakarta, menyebabkan Jakarta
rawan genangan, baik karena curah hujan maupun karena
semakin tingginya air laut pasang (rob). Sementara itu
disebelah selatan dan timur berbatasan dengan wilayah
Provinsi Jawa Barat, sebelah barat dengan Provinsi Banten.
Dalam struktur wilayah administrasi, Jakarta mengalami
pemekaran wilayah pada tahun 2001 yakni dari 5
kotamadya menjadi1 kabupaten administrasi dan 5 kota
aministrasi. Wilayah Administrasi Provinsi DKI Jakarta
terbagi menjadi lima wilayah kota Administrasi dan 1
(satu) Kabupaten Administrasi, yakni kota Jakarta Selatan
dengan luas daratan 141,27 km2, Jakarta Timur dengan
luas daratan 188,03 km2 , Jakarta Pusat dengan luas
daratan 48,13 km2, Jakarta Barat dengan luas daratan
129,54 km2 dan Jakarta Utara dengan luas daratan 146,66
km2, serta Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
dengan luas daratan 8,70 km2. 42 3.1.2. Klimatologi
Jakarta beriklim tropis sebagaimana di Indonesia pada
umumnya, dengan karakteristik musim penghujan rata-
rata pada bulan Oktober hingga Maret dan musim
kemarau pada bulan April hingga September. Cuaca di
kawasan Jakarta dipengaruhi oleh angin laut dan darat
yang bertiup secara bergantian antara siang dan malam.
Suhu udara harianrata-rata di daerah pantai umumnya
relatif tidak berubah, baik pada siang maupun malam hari.
Suhu harian rata-rata berkisar antara 26 – 28° C.
Perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau
relatif kecil. Hal tersebut dapat dipahami oleh
karenaperubahan suhu udara di kawasan Jakarta seperti
halnya wilayah lainnya di Indonesia tidak dipengaruhi oleh
musim, melainkan oleh perbedaan ketinggian wilayah.
3.1.3. Topografi Wilayah Jakarta merupakan dataran
rendah yang sebagian besar terdiri dari lapisan batu
endapan zaman Pleitosen yang batas lapisan atasnya
berada 50 meter di bawah permukaan tanah. Bagian
selatan merupakan bagian aleuvial Bogor yang terdiri atas
lapisan alluvial, sedangkan dataran rendah pantai
merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km dan di
bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang
tidak tampak pada permukaan tanah karena seluruhnya
merupakan endapan alluvium. Di bawah bagian utara,
permukaan keras baru terdapat pada kedalaman 10–25 m,
makin ke selatan permukaan keras semakin dangkal pada
kedalaman 8–15 m, pada bagian kota tertentu, lapisan
permukaan tanah yang keras terdapat pada kedalaman
40m. 3.1.4. Kependudukan Jumlah penduduk Kota Jakarta
dari 2007 sampai dengan 2011 terus bertambah. Pada
tahun 2007 jumlah penduduk hanya 9.064.591 ribu jiwa
sedangkan tahun 2010 mencapai 9.761,992 ribu jiwa. Pada
kurun waktu 2007-2009, jumlah penduduk perempuan
sedikit lebih banyak dibandingkan laki-laki, sedangkan
pada 2010-2011, jumlah penduduk laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan. 43 Tabel. 3.1. Rasio Jumlah
Penduduk dalam angka sumber : Jakarta dalam angka
2012 tabel. 3.2. laju pertumbuhan penduduk DKI jakarta
44 Tabel 3.3. luas wilayah, penduduk dan kepatan
menurut kota administrasi Tabel 3.4. jumlah rumah tangga
menurut golongan pengeluaran tahun 2012 45 Tabel 3.5
Jumlah Penduduk menurut golongan pengeluaran tahun
2012 Sumber : Jakarta dalam angka 2012 3.2. Tinjauan
Wilayah Kota Jakarta Timur 3.2.1. Keadaan Geografis Kota
Administrasi Jakarta Timur merupakan bagian wilayah
Provinsi DKI Jakarta yang terletak antara 106o49’35” Bujur
Timur dan 06o10’37” Lintang selatan, memiliki luas
wilayah 188,42 KM2. Luas wilayah itu merupakan 28,39%
wilayah Provinsi DKI Jakarta 662,33 KM, teridiri dari 10
kecamatan dan 65 kelurahan. Penduduk yang menghuni
wilayah ini sekitar 2.634.906 jiwa. Wilayah Kota Madya
Jakarta Timur memiliki perbatasan diantaranya, - Sebelah
Utara : Kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta Pusat -
Sebelah Timur : Kotamadya Bekasi - Sebelah Selatan :
Kabupaten Bogor - Sebelah Barat : Kotamadya Jakarta
Selatan Sebagai wilayah dataran rendah yang letaknya
tidak jaih dari pantai. Tercatat 5 sungai mengaliri
Kotamadya Jakarta Timur. Sungai-sungai tersebut antara
lain Sungai Ciliwung, Sungai Sunter, Kali Malang, Kali
Cipinang dan Cakung drain di bangian utara wilayah ini.
Sungai – sungai tersebut pada musim puncak hujan pada
umumnya tidak mampu menampung air sehingga
beberapa kawasan tergenang banjir. Pada tahun 2006
curah hujan rata – rata mencapai 163,7 mm dengan curah
hujan tertinggi pada bulan maret yaitu 381mm. Tekanan
udara sekitar 1.009,2 mb dan kelembapan udara rata –
rata 79,0%. Kecepatan angin 4,1 knot serya arah angin
pada bulan maret ke arah utara, April- September ke arah
timur laut, dan Oktober – Desember ke arah Barat. Arah
Angin oktober – Desember sering menimbulkan hujan
lebat seperti halnya wilayah lain di Indonesia. 3.2.2.
Pemerintah dan Ketertiban Kotamadya Jakarta Timur
adalah salah satu wilayah administrasi dibawah Provinsi
DKI Jakarta memiliki luas 188, 42 km2 dengan jumlah
penduduk 2.634.906 jiwa. Administrasi dibagi dalam 10
kecamatan dan 65 kelurahan yaitu : 46 Tabel 3.6. Jakarta
Timur menurut luas daerah Sumber : Jakarta dalam angka
2012 Gambar 3.3. Tata Guna lahan Jakarta Timur Sumber :
Perda Nomor 1 Tahun 2012 47 Gambar 3.4 Gambar tata
guna lahan kecamatan Sumber : RDTRK DKI Jakarta 2030
3.2.3. Ketenaga kerjaan Dibidang ketenaga kerjaan jumlah
angkatan kerja diperkirakan mencapai 1,17 juta orang,
terdiri dari 989.000 pekerja dan 182.000 pengangguran.
Profil pekerja di Jakarta Timur didominasi oleh pekerja di
sektor perdagangan, hotel dan restoran (31,38%) disusul
kemudian oleh sektor jasa – jasa (26,19%) dan sektor
industri (20,62%). Dari segi keahliannya, tenaga terampil
masih cukup tinggi (72,37%) dan sisanya (27,61%) terdiri
dari tenaga tidak terampil dan pekerja kasar. Tenaga
terampil tersebut umumnya berkerja di sektor formal
(70%) sementara tenaga tidak terampil bekerja disektor
informal (30%). Sektor formal meliputi kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh pekerja/ buruh perusahaan serta
pengusaha dibantu tenaga kerja tetap/dibayar. Sebaliknya
sektor informal adalah pekerja keluarga, pengusaha
dibantu oleh pekerja tak dibayar dan pengusaha tanpa
bantuan pekerja. 3.2.4. Kondisi sosial kependudukan a.
Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Sumber data
kependudukan yang digunakan di Jakarta Timur ada 2
Jenis yaitu Registrasi Penduduk dan Survey kependudukan.
Berdasarkan data registrasi 2010, jumlah penduduk
Kotamadya Jakarta Timur sebanyak 2.634.906 jiwa, dan
jumlah rumah tangga sebanyak 724.580. tingkat
pertumbuhan penduduk di Jakarta Timur mengalami
kenaikan 0.05%/tahun. Tabel 3.8. Pertumbuhan penduduk
Jakarta timur 48 Sumber : Jakarta timur dalam angka BPS
DKI Tabel 3.9. Kepadatan Jumlah Penduduk Jakarta Timur
Sumber : Jakarta timur dalam angka BPS DKI 3.2.5. Jumlah
Rumah di Jakarta Timur Berdasarkan data diketahu bahwa
jumlah rumah yang ada di Kotamadya Jakarta Timur pada
tahun 2007 – 2010 mencapai 339.037 unit rumah dengan
rasio populasi penduduk 2.534.906 jiwa. Sedangkan pada
tahun 2012 dapat dilihat dari tabel di bawah berikut ini :
49 Tabel 3.10. Jumlah Hunian di Jakarta Timur 2012
Sumber : Jakarta timur dalam angka 2012 Tabel 3.11.
backlog perumahan per kecamatan jakarta timur 2012
Sumber : Jakarta timur dalam angka 2012 50 3.2.6. Jumlah
Rusun di Jakarta Timur Tabel 3.12. Lokasi rumah susun
sederhana menurut luas area, jumlah blok dan unit, 2012
51

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori dan Faktor-Faktor Perkembangan Kota

Sebagian besar terjadinya kota berawal dari


desa yang mengalami perkembangan secara pasti
(Ilhami, 1990). Faktor yang mendorong desa
menjadi kota adalah keberhasilan desa menjadi
pusat kegiatan tertentu, misalnya menjadi pusat
pemerintahan, pusat perdagangan, pusat
pertambangan, pusat pergantian transportasi, dan
sebagainya.

Pengertian kota menurut Dickison (dalam


Jayadinata, 1990) adalah suatu permukiman yang
bangunan rumahnya rapat dan penduduknya
bernafkah bukan pertanian. Kota umumnya
mempunyai rumah-rumah yang mengelompok atau
terpusat.

Pengertian kota menurut Branch (1995) adalah


sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu penduduk
atau lebih. Perkotaan diartikan sebagai area
terbangun dengan struktur dan jalan-jalan,
pemukiman yang terpusat pada suatu area dengan
kepadatan tertentu yang membutuhkan sarana dan
pelayanan pendukung yang lebih lengkap
dibandingkan dengan desa.

Mayer (dalam Daldjoeni, 1968) melihat kota


sebagai tempat bermukim penduduknya, yang
terpenting bukan rumah tinggal, jalan raya, rumah
ibadah, kantor, dan sebagainya. Melainkan penghuni
yang menciptakan segalanya itu. Kota sebagai
permukiman dan wadah komunikasi.

Perkembangan kota adalah suatu proses


perubahan perkotaan dalam waktu yang berbeda.
Perbedaan didasarkan pada waktu yang berbeda
dalam analisis ruang yang sama. Proses dapat
berjalan secara alami atau secara artificial, dimana
tercapat campur tangan manusia. Perkembangan
pola dan struktur ruang fisik kota dapat ditinjau dari
aspek kehidupan perkotaan, seperti kehidupan sosial,
ekonomi, politik dan budaya (Yunus, 1994).

Bintarto (1986) menyatakan bahwa proses


perkembangan kota tergantung pada kondisi alam
dan sumber daya binaan yang ada di daerah kota dan
sekitarnya yang membawa implikasi terhadap
perubahan peruntukan guna lahan, baik struktur
maupun polanya.

Rahardjo (1980), dalam Yunus (1994) menyebutkan


terdapat tiga pola klasik yang menggambarkan
perkembangan kota dalam memanfaatkan
penggunaan tanah yaitu:

1. Pola Konsentrik (Concentric Zone Model) oleh


Ernest W. Burgess (1925) menyatakan bahwa
pola pemanfaatan ruang kota berhubungan dengan
nilai ekonomi, sehingga kota terbagi atas ;

a. Pusat Kota (Central Busines District) yang terdapat


pada lingkaran dalam, terdiri atas bangunan kantor,
hotel, bank, bioskop, pasar, toko dan pusat
perbelanjaan.

b. Jalur Peralihan (transition zone) terdapat pada


lingkaran tengah, terdiri atas rumah sewaan,
kawasan industri, perumahan buruh.

c. Jalur Perumahan para Buruh (zone of-working


men's homes) terdapat pada lingkaran tengah
kedua, terdiri atas kawasan perumahan untuk
tenaga kerja pabrik.

d. Jalur Permukiman yang lebih baik (zone of better


residences) terdapat pada lingkaran luar, terdiri
atas kawasan perumahan yang luas untuk tenaga
kerja halus dan kaum madya.

e. Jalur para Penglaju (zone of commuters) terdapat


pada luar lingkaran, dan terdiri dari masyarakat
golongan madya dan golongan atas di sepanjang
jalan besar.

Pola ini beranggapan bahwa suatu kota mempunyai


kecenderungan berkembang ke arah luar di semua
bagian-bagiannya. Masing-masing zone tumbuh
sedikit demi sedikit ke arah luar dan karena semua
bagian-bagiannya berkembang ke segala arah, maka
pola keruangan yang dihasilkan berbentuk seperti
lingkaran yang berlapis-lapis dengan pusat kegiatan
(CBD) sebagai intinya.

2. Pola Sektor (Sector Model) oleh Homer Hoyt


(1939); mengatakan bahwa kota tersusun sebagai:
(a) lingkaran pusat yang relative terletak di tengah
kota, (b) pada sektor tertentu terdapat kawasan
industri ringan dan kawasan perdagangan, di atas
pada bagian sebelah menyebelahnya terdapat
kawasan tempat tinggal kaum buruh, (d) agak jauh
dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan
terdapat sektor permukiman yang lebih baik, (e) lebih
jauh lagi terdapat sektor permukiman kelas tinggi,
sebagai kawasan tempat tinggal golongan atas.

3. Pola Pusat Ganda (Multiple Nucley Model) oleh


C.D. Harris dan F.L. Ullman (1945). menyatakan
bahwa kota tersusun atas:

a. pusat kota,

b. kawasan niaga atau industri ringan,

c. kawasan tempat tinggal berkualitas rendah,

d. kawasan tempat tinggal berkualitas menengah,

e. kawasan tempat tinggal berkualitas tinggi,


f. kawasan industri berat,

g. pusat perbelanjaan/niaga lain di pinggiran,

h. kawasan permukiman kelas menengah dan


kelas tinggi,

i. kawasan industri di pinggiran.

Pola ini menyatakan bahwa suatu kota dibentuk oleh


pusat-pusat kegiatan fungsional kota yang
mempunyai peranan yang penting di dalam kota.

Tiga model kota menurut Burges, Homer Hoyt


dan Harris Ullman. Sumber : N. Daldjoeni (1968)

Perkembangan satu kota tidak akan sama dengan


perkembangan kota lain. Kota dapat berkembang
secara alamiah ataupun secara teratur dan terarah
sesuai dengan rencana kota. Faktor-faktor
perkembangan dan pertumbuhan yang bekerjapada
suatu kota dapat mengembangkan dan menumbuhkan
kota pada suatu arah tertentu.
Perkembangan kota secara umum menurut
Branch (1995) sangat dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi internal yang menjadi unsur terpenting dalam
perencanaan kota secara komprehensif. Unsur
eksternal yang menonjol juga dapat mempengaruhi
perkembangan kota.
Faktor internal yang mempengaruhi
perkembangan kota adalah:
1. Keadaan geografis yang mempengaruhi fungsi
dan bentuk fisik kota. Kota yang berfungsi
sebagai simpul distribusi, perlu terletak di simpul
jalur transportasi, di pertemuan jalur transportasi
regional atau dekat pelabuhan laut.
2. Tapak (site) merupakan faktor-faktor kedua yang
mempengaruhi perkembangan suatu kota. Salah
satu yang dipertimbangkan dalam kondisi tapak
adalah topografi. Kota yang berlokasi di dataran
yang rata akan mudah berkembang ke semua
arah, sedangkan yang berlokasi di pegunungan
biasanya mempunyai kendala topografi. Kondisi
tapak lainnya berkaitan dengan kondisi geologi.
Daerah patahan geologis biasanya dihindari oleh
perkembangan kota.
3. Fungsi kota juga merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan kota-kota yang
memiliki banyak fungsi, biasanya secara ekonomi
akan lebih kuat dan akan berkembang lebih pesat
daripada kota berfungsi tunggal, misalnya kota
pertambangan, kota yang berfungsi sebagai
pusat perdagangan, biasanya juga berkembang
lebih pesat daripada kota berfungsi lainnya. Short
(1984) mengemukakan terdapat lima fungsi kota
yang dapat mencerminkan karakteristik struktur
ruang suatu kota, yaitu: (a) kota sebagai tempat
kerja, (b) kota sebagai tempat tinggal, (c)
pergerakan dan transportasi, (d) kota sebagai
tempat investasi, (e) kota sebagai arena politik.
4. Sejarah dan kebudayaan juga mempengaruhi
karakteristik fisik dan sifat masyarakat kota. Kota
yang sejarahnya direncanakan sebagai ibu kota
kerajaan akan berbeda dengan perkembangan
kota yang sejak awalnya tumbuh secara
organisasi. Kepercayaan dan kultur masyarakat
juga mempengaruhi daya perkembangan kota.
Terdapat tempat-tempat tertentu yang karena
kepercayaan dihindari untuk perkembangan
tertentu.
5. Unsur-unsur umum, misalnya jaringan jalan,
penyediaan air bersih berkaitan dengan
kebutuhan masyarakat luas, ketersediaan unsur-
unsur umum akan menarik kota ke arah tertentu.
2.2 Pra-Kondisi dari Perkembangan Perkotaan
Penekanan pada perubahan institusional
menghubungan pertumbuhan kota-kota dengan
restrukturisasi sosial-politik utama masyarakat, yang
dianggap sebagai elemen kunci perkembangan
peradaban.
Childe dalam Pacione (2005) menentukan
karakteristik dari peradaban perkotaan sebagai
berikut :
1. Karakteristik primer
a. Ukuran dan kepadatan kota. Penambahan jumlah
populasi berarti perluasan level dari integrasi sosial.
b. Spesialisasi pekerjaan. Pembagian pekerjaan
yang jelas diantara pekerja, sebagai suatu sistem
distribusi dan pertukaran.
c. Konsentrasi surplus. Ada arti sosial untuk
pekerjaan mengumpulkan dan mengelola kelebihan
(surplus) produksi petani dan pekerjaan tangan
yang lainnya.
d. Masyarakat yang terstruktur secara kelas. Kelas
istimewa penguasa agama, politikus dan militer
merupakan pejabat yang terstruktur dan mengatur
masyarakat.
e. Pengaturan negara. Ada pengaturan baik yang
terstruktur dengan anggota masyarakat yang
berdasarkan satu wilayah tempat tinggal. Hal ini
menggantikan identifikasi politik yang berdasrkan
hubungan kekerabatan.
2. Karakteristik sekunder

a. Pekerjaan umum monumental. Ada sejumlah


pembangunan bersama dalam bentuk candi, istana,
gudang, dan sistem irigasi.

b. Perdagangan jarak jauh. Spesialisasi dan pertukaran


mengalami perluasan melebihi kota dalam
pengembangan perdagangan.

c. Standardisasi, pekerjaan seni monumental.


Pembangunan pesat bentuk-bentuk seni memberikan
ekspresi kepada identifikasi simbolik dan estetika dari
bentuk seni.
d. Penulisan. Seni menulis terbentuk ketika proses
organisasi sosial dan manajemen.

e. Aritmatika geometri dan astronomi. Persis, ilmu prediktif


dan rekayasa yang dimulai.
Duncan dalam Pacione (2005) menjabarkan pra-
kondisi dari perkembangan perkotaan masa pra-
industri, yaitu sebagai berikut :
3. Populasi
Kehadiran populasi ukuran tertentu yang berada
permanen di satu tempat adalah
syarat utama. Lingkungan, tingkat teknologi dan
organisasi sosial semua membatasi seberapa besar
populasi akan tumbuh. Terutama yang penting adalah
sejauh mana basis pertanian menciptakan surplus
makanan untuk mempertahankan kota populasi.
Kota-kota awal relatif kecil dalam bila dibandingkan
dengan kota modern sekarang, yaitu sekitar kurang
lebih 25.000 jiwa.
4. Lingkungan
Kunci pengaruh lingkungan, termasuk topografi,
iklim, kondisi sosial dan sumber daya alam terhadap
pertumbuhan perkotaan awal diilustrasikan dengan
lokasi kota-kota Timur Tengah awal di Sungai Tigris
dan Efrat, yang menyediakan pasokan air, ikan dan
tanah subur yang bisa dibudidayakan dengan
teknologi sederhana.
5. Teknologi
Selain pengembangan keterampilan pertanian,
tantangan utama bagi masyarakat perkotaan awal
Timur Tengah adalah untuk mengembangkan
teknologi pengelolaan sungai untuk mengeksploitasi
manfaat air dan meminimalkan resiko banjir.
6. Organisasi sosial
Pertumbuhan penduduk dan perdagangan
menuntut struktur organisasi yang lebih kompleks
termasuk infrastruktur politik, ekonomi dan sosial,
birokrasi dan kepemimpinan, disertai dengan
stratifikasi sosial.

2.3 Teori Asal Perkotaan

1. Teori Hidraulic
Karakteristik utama dari ‘masyarakat hidraulik’ yaitu:

 Intensifikasi pertanian

 melibatkan pembagian kerja tertentu

 membutuhkan kerjasama dalam skala besar

2. Teori Ekonomi

Pengembangan kompleks jaringan perdagangan skala


besar memacu pertumbuhan masyarakat perkotaan.
Kebutuhan untuk menambah produksi untuk tujuan
perdagangan seperti untuk menghidupi populasi yang
bertambah akan mengacu pada spesialisasi dan
intensifikasi, dan bagi penduduk yang bermukim tetap
akan membentuk pasar produksi local dan juga
perdagangan.

3. Teori Militer

Beberapa teori mengatakan bahwa asal mula kota


terletak pada kebutuhan orang untuk berkumpul
bersama untuk perlindungan terhadap ancaman
eksternal, aglomerasi awal menuju perluasan kota
selanjutnya. Wheatley dalam Pacione (2005) percaya
bahwa peperangan mungkin telah memberi kontribusi
pada intensifikasi pembangunan perkotaan di beberapa
tempat dengan menginduksi konsentrasi penduduk
untuk tujuan defensif.

4. Teori Religius

Teori Agama berfokus pada pentingnya struktur


kekuasaan baik dikembangkan untuk pembentukan dan
pelestarian tempat perkotaan dan, khususnya,
bagaimana kekuasaan disesuaikan ke dalam tangan
seorang elit agama yang mengontrol pembagian
surplus hasil produksi YANG disediakan sebagai
persembahan. Ada bukti yang jelas tentang tempat-
tempat suci dan kuil di lokasi kota kuno dan bisa ada
sedikit keraguan bahwa agama memainkan peran
penting dalam proses transformasi sosial yang dibuat
kota. Namun, HAL INI tidak mungkin menjadi satu-
satunya faktor tunggal.

5. Teori Konsesus

Proses perkotaan bukan suatu penyusunan linier di


mana salah satu faktor yang menyebabkan perubahan
dalam faktor kedua, yang kemudian menyebabkan
perubahan dalam ketiga, dan seterusnya. Sebaliknya,
munculnya peradaban harus dikonseptualisasikan
sebagai rangkaian proses interaksi yang dipicu oleh
kondisi ekologi dan budaya yang menguntungkan dan
yang terus berkembang melalui interaksi yang saling
menguatkan.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Awal terbentuknya kota Jakarta

Nama-nama yang pernah diberi untuk kota Jakarta

 Sunda Kelapa (397–1527)


 Jayakarta (1527–1619)
 Batavia (1619–1942)
 Jakarta (1987-1999, 1998-sekarang)
 Ibukota DKI Jakarta (1998-sekarang)
 Daerah Khusus Ibukota Jakarta (1998-sekarang)
Etimologi
Nama Jakarta sudah digunakan sejak masa
pendudukan Jepang tahun 1942, untuk menyebut
wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan
pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905.
[10]
 Nama "Jakarta" merupakan kependekan dari
kata Jayakarta (aksara Dewanagari: जयकृत), yaitu
nama dari Bahasa Sansekerta yang diberikan oleh
orang-orang Demak dan Cirebon di bawah
pimpinan Fatahillah (Faletehan) setelah menyerang
dan berhasil menduduki pelabuhan Sunda Kelapa
pada tanggal 22 Juni 1527 dari Portugis. Nama ini
diterjemahkan sebagai "kota kemenangan" atau "kota
kejayaan", namun sejatinya berarti "kemenangan
yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha"
karena berasal dari dua
kata Sansekerta yaitu Jaya (जय) yang berarti
"kemenangan"[11]dan Karta (कृत) yang berarti
"dicapai".[12]

Bentuk lain ejaan nama kota ini telah sejak lama


digunakan. Sejarawan Portugis, João de Barros,
dalam Décadas da Ásia (1553) menyebutkan
keberadaan "Xacatara dengan nama
lain Caravam (Karawang)". Sebuah dokumen
(piagam) dari Banten (k. 1600) yang dibaca ahli
epigrafi Van der Tuuk juga telah menyebut
istilah wong Jaketra,[13] demikian pula
nama Jaketra juga disebutkan dalam surat-
surat Sultan Banten[14] dan Sajarah Banten (pupuh 45
dan 47)[15] sebagaimana diteliti Hoessein
Djajadiningrat. Laporan Cornelis de Houtman tahun
1596 menyebut Pangeran
Wijayakrama sebagai koning van Jacatra (raja
Jakarta).

3.2 S EJARAH P ERTUMBUHAN K OTA J AKARTA


Sunda Kelapa (397–1527)

Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu


pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda
Kalapa (Aksara Sunda: ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮊᮜᮕ), berlokasi di
muara Sungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan
Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan
Padjadjaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat
ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua
hari perjalanan. Menurut sumber Portugis, Sunda
Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang
dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten,
Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda
Kalapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap
pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh
dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan
nama Dayo (dalam bahasa
Sunda modern: dayeuh yang berarti "ibu kota") dalam
tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan
kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara pada abad
ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada
sejak abad ke-5 dan diperkirakan merupakan ibu kota
Tarumanagara yang disebut Sundapura (bahasa
Sansekerta yang berarti "Kota Sunda").
Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai
pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal asing yang
berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan,
dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini
membawa barang-barang seperti
porselen, kopi, sutra, kain, wangi-
wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar
dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas
dagang saat itu.

Jayakarta (1527–1619)

Bangsa Portugis merupakan Bangsa Eropa pertama
yang datang ke Jakarta. Pada abad ke-
16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan
Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan
benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari
kemungkinan serangan Cirebon yang akan
memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya
permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di
Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda dalam
cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, di
mana Surawisesa diselokakan dengan nama
gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum
pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang
dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan
tersebut. Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22
Juni oleh Sudiro, wali kota Jakarta, pada
tahun 1956 adalah berdasarkan pendudukan
Pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada
tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut
menjadi Jayakarta (aksara Dewanagari: जयकृत) yang
berarti "kota kemenangan", Jayakarta berasal dari
dua kata Sansekerta yaitu Jaya (जय) yang berarti
"kemenangan"[11] dan Karta (कृत) yang berarti
"dicapai".[12] Selanjutnya Sunan Gunung
Jati dari Kesultanan Cirebon, menyerahkan
pemerintahan di Jayakarta kepada putranya
yaitu Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi
sultan di Kesultanan Banten.

Batavia (1619–1942)
Pasukan Pangeran Jayakarta menyerahkan tawanan
Belanda kepada Pangeran Jayakarta.

Bekas gedung stadhuis atau balai kota Batavia.


Bangunan ini sekarang menjadi Museum Sejarah
Jakarta.

Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-


16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596.
Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah
oleh Pangeran Jayakarta, salah seorang
kerabat Kesultanan Banten.
Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon
Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan
pasukan Kesultanan Banten dan kemudian
mengubah namanya menjadi Batavia. Selama
kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi
kota yang besar dan penting. (Lihat Batavia). Untuk
pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor
budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari
mereka berasal
dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir
Malabar, India. Sebagian berpendapat bahwa mereka
inilah yang kemudian membentuk komunitas yang
dikenal dengan nama suku Betawi. Waktu itu luas
Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal
sebagai Kota Tua di Jakarta Utara. Sebelum
kedatangan para budak tersebut, sudah ada
masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah Jayakarta
seperti masyarakat Jatinegara Kaum. Sedangkan
suku-suku dari etnis pendatang, pada zaman
kolinialisme Belanda, membentuk wilayah
komunitasnya masing-masing. Maka di Jakarta ada
wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti
Pecinan, Pekojan, Kampung Melayu, Kampung
Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bali,
dan Manggarai.

Pada tanggal 9 Oktober 1740, terjadi kerusuhan di


Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang Tionghoa.
Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang
Tionghoa yang lari ke luar kota dan melakukan
perlawanan terhadap Belanda.[16] Dengan
selesainya Koningsplein (Gambir) pada tahun 1818,
Batavia berkembang ke arah selatan. Tanggal 1 April
1905 di Ibukota Batavia dibentuk dua kotapraja
atau gemeente, yakni Gemeente Batavia dan Meester
Cornelis. Tahun 1920, Belanda membangun kota
taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru
bagi petinggi Belanda menggantikan Molenvliet di
utara. Pada tahun 1935, Batavia dan Meester
Cornelis (Jatinegara) telah terintegrasi menjadi
sebuah wilayah Jakarta Raya.[17]

Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda


mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem
desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di
Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom
provinsi. Provincie West Java adalah provinsi
pertama yang dibentuk di wilayah Jawa yang
diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari
1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran
Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928
No. 438, dan 1932 No. 507. Batavia menjadi salah
satu keresidenan dalam Provincie West
Java disamping Banten, Buitenzorg (Bogor),
Priangan, dan Cirebon.
Djakarta (1942–1945)

Bentang Jakarta pada tahun 2017

Sejak kemerdekaan sampai sebelum tahun


1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa
Barat. Pada tahun 1959, status Kota Djakarta
mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di
bawah wali kota ditingkatkan menjadi daerah tingkat
satu (Dati I) yang dipimpin oleh gubernur. Yang
menjadi gubernur pertama ialah Soemarno
Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan
Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh
Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Djakarta
diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah
Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat
oleh Sumarno.[18]
Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk
Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan
tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua
terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun
penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai
kantung permukiman kelas menengah baru kemudian
berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka
Putih, Pulo Mas, Tebet, dan Pejompongan. Pusat-
pusat permukiman juga banyak dibangun secara
mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik
negara seperti Perum Perumnas.

Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta


melakukan pembangunan proyek besar, antara
lain Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, dan Monumen
Nasional. Pada masa ini pula Poros Medan Merdeka-
Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai
pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan
Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat
permukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak
pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT
Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di
wilayah Jakarta Selatan.
Laju perkembangan penduduk ini pernah coba
ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an
dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup"
bagi pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan
dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur
selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus
bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat
kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta
kekurangan alat transportasi umum yang memadai.

Pada Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang


memakan korban banyak etnis Tionghoa. Gedung
MPR/DPR diduduki oleh para mahasiswa yang
menginginkan reformasi. Buntut kerusuhan ini adalah
turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan.
(Lihat Kerusuhan Mei 1998).

Periode ini adalah kira-kira sebelum tahun 900. Pada


masa ini wilayah Semarang masih termasuk kaki Gunung
Ungaran di pantai Utara. Adapun garis pantai Semarang
pada masa itu meliputi daerah Mrican, Mugas, Gunung
Sawo, sebelah barat Gajahmungkur, Karang Kumpul
Bagian atas, Sampangan di batas sungai Kaligarang,
terus menyeberang ke Wotgaleh, Simongan (wilayah
Gedung batu dan Karang Nongko, membelok kearah
Barat sepanjang perbukitan Krapyak sampai Jerakah.
Masa ini merupakan awal terbentuknya dataran alluvial /
sedimen kuarter. Sedimentasi dibentuk berdasarkan
endapan yang berasal dari muara Kali  Kreo, Kali Kripik,
Kali Garang serta merupakan jalur aktivitas transportasi
utama. Kerajaan yang ada pada masa itu adalah Medang
Kawulan ( hasil integrasi Kerajaan Bhumi Mataram dan
Cailendra ) yang pada masa 924 memindahkan
ibukotanya ke Waharu di Jawa Timur. Dari masa Medang
Kawulan sampai Majapahit kawasan Semarang tak
dikenal sama sekali. Baru setelah Demak - Pajang,
Semarang berfungsi lagi dan dikenal luas. Pada masa
Demak -  Pajang dikenal beberapa wilayah Semarang
yang merupakan pedukuhan terbesar antara lain : 
Inderono (Gisik Drono ), Tirang Amper, Jurang Suru,
Lebuapi, Tinjomoyo, Wotgalih ( Wotgaleh ),
Gajahmungkur, Sejonilo dan Gedung Batu.Pedukuhan -
pedukuhan ini merupakan pemukiman yang dikuasai Ajar
- Ajar ( pimpinan ritus Hindu ) dan terletak kira-kira
disepanjang kali Semarang sampai hulunya. Pada masa
permulaan pemerintahan kerajaan Demak, Kyai Pandang
Arang ( Sunan Tembayat ) ditunjuk menjadi Bupati
Semarang Pertama dan meresmikan Tirang Amper
menjadi pusat kegiatan penyiaran agama Islam di
kawasan Semarang berikut tempat tinggalnya pada tahun
1418, ( Mukti Ningrat Catur Bhumi ). Fungsi kawasan
Semarang pada waktu itu sebagai kawasan perniagaan
kerajaan Demak dan pusat penyiaran Agama Islam di
kawasannya.

Pada waktu itu di Jawa Tengah terdapat 2 Kerajaan


Hindia yaitu Bhumi Mataram dan Cailendra yang terletak
di pedalaman yang mempunyai pelabuhan - pelabuhan
laut antara lain: Ujung Negara (Batang), Semarang,
Keling, Jepara dan Juwono. Melalui pelabuhan -
pelabuhan tersebut, Kerajaan Hindia Mataram tersebut
mampu mencapai puncak zaman keemasannya, terbukti
dengan peninggalan yang berupa candi - candi besar
yang tidak ternilai harganya. Di masa dulu, ada seorang
dari kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan
bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan
Demak menuju ke daerah Barat Disuatu tempat yang
kemudian bernama Pulau Tirang, membuka hutan dan
mendirikan pesantren dan menyiarkan agama Islam.
Semarang merupakan kota nomor 3 di Jawa Tengah.
Menurut Penyelidikan beberapa penulis bangsa barat,
antara lain C. Lekkerkerker, acrhivaris dari Nederland
Java en Bali instituut, nama semarang diambil dari
perkataan asem-arang. Menurut C. Lekkerkerker di
semarang banyak terdapat pohon asem yang daunnya
jarang-jarang, maka kemudian tempat ini berubah
sebutan menjadi Semarang untuk memudahkan
penyebutan atau pengucapan.

Pada masa itu, semarang masih berupa tegalan


dengan beberapa rumah pribumi dan sangat tidak sehat
karena letaknya berdampingan dengan rawa-rawa dan
comberan. Orang tionghoa banyak yang mengembara
ke semarang. Mereka memilih menempati Gedong Batu.
Pada tahun 1672 jumlah orang Tionghoa di Semarang
sudah jauh lebih besar. Beberapa rumah mereka mulai
dibangun dari tembok dan berpayon genteng. Rumah-
rumah tembok yang lebih dulu didirikan di Semarang
ialah di Pacinan Lord an Pacinan Wetan atau sekarang
yang lebih dikenal disebut Gang Warung dan Gang
Pinggir. Pada tanggal 9 Juni 1702, Semarang ditunjuk
sebagai ibukota dari Mataram atau pesisir Java. Pada
tahun 1724, ketika itu, Semarang masih dalam keadaan
masih dalam dan tidak cetek seperti sekarang, kalau
musim hujan tidak jarang sekali sungainya meluap.
Sementara jembatan yang ada di Pecinan Lor ( Yaitu di
kali Pakojan ) sering hanyut, lantaran jembatan yang
melintasi kali di sana terbuat dari glugu ( batang pohon
kelapa ), lebarnya kira-kira dua setengah meter dan di
kedua tepinya dipasang alingan (penghalang) bambu.
Pada waktu itu, kendaraan belum ada. Orang-Orang
tionghoa semakin lama, bertambah banyak dan
bertambah maju. Kebanyakan mereka adalah saudagar,
pedagang yang mempunyai perusahaan. Mereka banyak
membawa masuk barang-barang dari Tiongkok. Setiap
kali mereka kembali ke tanah airnya , mereka selalu
membawa lada, pala, kayu manis dan rempah-rempah
lainnya. Mereka juga mempunyai perusahaan,
perusahaannya antara lain perusahaan lilin dan minyak
kacang. Minyak kacang selain digunakan untuk
memasak, pada waktu itu juga digunakan untuk
penerangan. Kemajuan perusahaan lilin pada waktu itu
sangat mengagumkan. Rata-rata penduduk bangsa
Tionghoa di Pecinan Lord an Pecinan Weta membuat
lilin. Kemakmuran dari perdagangan orang Tionghoa ini
telah menarik perhatian public untuk membangun sebuah
rumah berhala atau rumah Toapekong, karena anggapan
orang Tionghoa pada masa itu, untuk setiap kemakmuran
dan keselamatan yang mereka dapatkan mereka tidak
boleh melupakan penunggu bumi atau Thouw Tee Kong (
Toapekong Tanah atau Toapekong Bumi ). Maka
beberapa orang yang telah membangun rumah berhala,
biayanya ditanggung secara gotong royong oleh warga
Tionghoa. Inilah klenteng yang pertama di Semarang
dan sebagai tempat beribadah, letaknya telah dipilih di
ujung Say Kee atau jalan barat yang sekarang menjadi
klenteng Tjap Kauw King, Klenteng ini mempunyai erf
atau halaman yang luas.

3.3. Aspek Perkembangan Kota Jakarta

Ekonomi

Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan


ekonomi yang cukup pesat. Saat ini, lebih dari 70%
uang negara beredar di Jakarta.[19] Perekonomian
Jakarta terutama ditunjang oleh sektor perdagangan,
jasa, properti, industri kreatif, dan keuangan.
Beberapa sentra perdagangan di Jakarta yang
menjadi tempat perputaran uang cukup besar adalah
kawasan Tanah Abang dan Glodok. Kedua kawasan
ini masing-masing menjadi pusat
perdagangan tekstil serta dengan sirkulasi ke seluruh
Indonesia. Bahkan untuk barang tekstil dari Tanah
Abang, banyak pula yang menjadi komoditi ekspor.
Sedangkan untuk sektor keuangan, yang memberikan
konstribusi cukup besar terhadap perekonomian
Jakarta adalah industri perbankan dan pasar modal.
Untuk industri pasar modal, pada bulan Mei
2013 Bursa Efek Indonesia tercatat sebagai bursa
yang memberikan keuntungan terbesar,
setelah Bursa Efek Tokyo.[20] Pada bulan yang sama,
kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia telah
mencapai USD 510,98 miliar atau nomor dua tertinggi
di kawasan ASEAN.[21]
Pada tahun 2012, pendapatan per kapita masyarakat
Jakarta sebesar Rp 110,46 juta per tahun (USD
12,270).[22] Sedangkan untuk kalangan menengah
atas dengan penghasilan Rp 240,62 juta per tahun
(USD 26,735), mencapai 20% dari jumlah penduduk.
Di sini juga bermukim lebih dari separuh orang-orang
kaya di Indonesia dengan penghasilan minimal USD
100,000 per tahun. Kekayaan mereka terutama
ditopang oleh kenaikan harga saham serta properti
yang cukup signifikan. Saat ini Jakarta merupakan
kota dengan tingkat pertumbuhan harga properti
mewah yang tertinggi di dunia, yakni mencapai
38,1%.[23] Selain hunian mewah, pertumbuhan
properti Jakarta juga ditopang oleh penjualan dan
penyewaan ruang kantor. Pada periode 2009-2012,
pembangunan gedung-gedung pencakar langit (di
atas 150 meter) di Jakarta mencapai 87,5%. Hal ini
telah menempatkan Jakarta sebagai salah satu kota
dengan pertumbuhan pencakar langit tercepat di
dunia.[24] Pada tahun 2020, diperkirakan
jumlah pencakar langit di Jakarta akan mencapai 250
unit. Dan pada saat itu Jakarta telah memiliki gedung
tertinggi di Asia Tenggara dengan ketinggian
mencapai 638 meter (The Signature Tower).

Transportasi

Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan


tol yang melayani seluruh kota, namun
perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan
sangatlah timpang (5-10% dengan 4-5%).

Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat


46 kawasan dengan 100 titik simpang rawan macet di
Jakarta. Definisi rawan macet adalah arus tidak stabil,
kecepatan rendah serta antrean panjang. Selain oleh
warga Jakarta, kemacetan juga diperparah oleh para
pelaju dari kota-kota di sekitar Jakarta
seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang
bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan
dapat dilihat di Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, Jalan
Rasuna Said, Jalan Satrio, dan Jalan Gatot Subroto.
Kemacetan sering terjadi pada pagi dan sore hari,
yakni di saat jam pergi dan pulang kantor.

Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan


tol yang melayani seluruh kota, namun
perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan
sangatlah timpang (5-10% dengan 4-5%).

Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat


46 kawasan dengan 100 titik simpang rawan macet di
Jakarta. Definisi rawan macet adalah arus tidak stabil,
kecepatan rendah serta antrean panjang. Selain oleh
warga Jakarta, kemacetan juga diperparah oleh para
pelaju dari kota-kota di sekitar Jakarta
seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang
bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan
dapat dilihat di Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, Jalan
Rasuna Said, Jalan Satrio, dan Jalan Gatot Subroto.
Kemacetan sering terjadi pada pagi dan sore hari,
yakni di saat jam pergi dan pulang kantor.

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Transjakarta


Bus Transjakarta.

Kereta listrik
Artikel utama untuk bagian ini adalah: KRL Jabotabek

KRL Jabotabek.

Selain bus kota, angkutan kota, becak dan


bus Transjakarta, sarana transportasi andalan
masyarakat Jakarta adalah kereta rel listrik atau yang
biasa dikenal dengan KRL Jabotabek. Kereta listrik ini
beroperasi dari pagi hari hingga malam hari, melayani
masyrakat penglaju yang bertempat tinggal di
seputaran Jabodetabek. Ada beberapa jalur kereta rel
listrik, yakni
 Jalur Merah Jakarta Kota - Bogor,
lewat Gambir, Manggarai, Pasar Minggu,
dan Depok.
 Jalur Jingga Bogor - Jatinegara / Nambo - Duri,
lewat Manggarai, Tanah Abang, Kampung
Bandan dan Pasar Senen.
 Jalur Biru Jakarta Kota - Cikarang,
lewat Gambir, Manggarai, dan Jatinegara.
 Jalur Hijau Tanah Abang - Maja, lewat Kebayoran
Lama dan Serpong.
 Jalur Coklat Duri - Tangerang, lewat Rawa Buaya.
 Jalur Pink Jakarta Kota - Pelabuhan Tanjung
Priok. Saat ini sudah bisa dipergunakan untuk
jalur Commuter Line dan angkutan Barang.
 Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Angkutan Sungai Jakarta

 Angkutan Sungai, atau lebih populer dengan


sebutan "Waterways", adalah sebuah sistem
transportasi alternatif melalui sungai di Jakarta,
Indonesia. Sistem transportasi ini diresmikan
penggunaannya oleh Gubernur DKI Jakarta
Sutiyoso pada tanggal 6 Juni 2007. Sistem ini
merupakan bagian dari penataan sistem
transportasi di Jakarta yang disebut Pola
Transportasi Makro (PTM). Dalam PTM
disebutkan bahwa arah penataan sistem
transportasi merupakan integrasi beberapa
model transportasi yang meliputi Bus Rapid
Transit (BRT), Light Rapid Transit (LRT), Mass
Rapid Transit (MRT), dan Angkutan Sungai
(Waterways).

 Waterways mulai dioperasikan dan


diintegrasikan dalam transportasi makro
Jakarta setelah peresmian rute Halimun-Karet
sepanjang 1,7 kilometer oleh Gubernur
Sutiyoso pada 6 Juni 2007. Rute ini
merupakan bagian dari perencanaan rute
Manggarai-Karet sepanjang 3,6 kilometer.
Waterways merupakan kelanjutan dari
pengoperasian sistem transportasi
TransJakarta. Untuk mengawali Waterways,
Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta
mengoperasikan dua unit kapal yang masing-
masing berkapasitas 28 orang yang disebut
KM Kerapu III dan KM Kerapu IV yang
berkecepatan maksimal 8 knot.

Infrastruktur

Suasana Bundaran HI ketika Car-Free Day tiap hari


Minggu.

Terminal 3 Bandar Udara Internasional Soekarno-


Hatta Tangerang-Banten
Sebagai salah satu kota metropolitan dunia, Jakarta
telah memiliki infrastruktur penunjang berupa jalan,
listrik, telekomunikasi, air bersih, gas, serat optik,
bandara, dan pelabuhan. Saat ini rasio jalan di
Jakarta mencapai 6,2% dari luas wilayahnya.
[25]
 Selain jalan protokol, jalan ekonomi, dan jalan
lingkungan, Jakarta juga didukung oleh jaringan Jalan
Tol Lingkar Dalam, Jalan Tol Lingkar Luar, Jalan Tol
Jagorawi, dan Jalan Tol Ulujami-Serpong. Pemerintah
juga berencana akan membangun Tol Lingkar Luar
tahap kedua yang mengelilingi kota Jakarta dari
Bandara Soekarno Hatta-Tangerang-Serpong-Cinere-
Cimanggis-Cibitung-Tanjung Priok.

Untuk ke kota-kota lain di Pulau Jawa, Jakarta


terhubung dengan Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang
bersambung dengan Jalan Tol
Cipularang ke Bandung dan Jalan Tol
Cipali ke Cirebon. Selain itu juga tersedia layanan
kereta api yang berangkat dari enam stasiun
pemberangkatan di Jakarta. Untuk ke Pulau
Sumatera, tersedia ruas Jalan Tol Jakarta-
Merak yang kemudian dilanjutkan dengan layanan
penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni.
Untuk ke luar pulau dan luar negeri, Jakarta memiliki
satu pelabuhan laut di Tanjung Priok dan bandar
udara yaitu:

 Bandara Internasional Soekarno-


Hatta di Tanggerang,Banten yang melayani
penerbangan internasional dan domestik.
 Bandara Halim Perdanakusuma yang banyak
berfungsi untuk melayani penerbangan
kenegaraan serta penerbangan domestik

Untuk pengadaan air bersih, saat ini Jakarta dilayani


oleh dua perusahaan, yakni PT. Aetra Air Jakarta
untuk wilayah sebelah timur Sungai Ciliwung, dan PT.
PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) untuk wilayah
sebelah barat Sungai Ciliwung. Pada tahun 2015,
kedua perusahaan ini mampu menyuplai air bersih
kepada 60% penduduk Jakarta.[26]
Kependudukan

Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, pada


tahun 1970-an.

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Demografi


Jakarta

Populasi historis
Jumlah
Tahun ±%  
Pend.  

1870 65.000 —    

1875 99.100 +52.5%

1880 102.900 +3.8%

1890 105.100 +2.1%

1895 114.600 +9.0%

1901 115.900 +1.1%

1905 138.600 +19.6%

1918 234.700 +69.3%

1920 253.800 +8.1%

1925 290.400 +14.4%

1930 435.184 +49.9%

1940 533.000 +22.5%

1945 600.000 +12.6%

1950 1.733.600 +188.9%

1959 2.814.000 +62.3%

1961 2.906.533 +3.3%


1971 4.546.492 +56.4%

1980 6.503.449 +43.0%

1990 8.259.639 +27.0%

2000 8.384.853 +1.5%

2005 8.540.306 +1.9%

2010 9.607.787 +12.5%

2011 10.187.595 +6.0%

Berdasarkan data BPS pada tahun 2011, jumlah


penduduk Jakarta adalah 10.187.595 jiwa. Namun
pada siang hari, angka tersebut dapat bertambah
seiring datangnya para pekerja dari kota
satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok.

Agama

Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta


beragam. Menurut data pemerintah DKI pada tahun
2014, komposisi penganut agama di kota ini
adalah Islam (83.30%), Kristen
Protestan (8.62 %), Katolik (4.04%), Hindu (1,2 %),
dan Buddha (3,82%)[27] Jumlah umat Buddha terlihat
lebih banyak karena umat Konghucu juga ikut
tercakup di dalamnya. Angka ini tidak jauh berbeda
dengan keadaan pada tahun 1980, di mana umat
Islam berjumlah 84,4%, diikuti oleh Protestan (6,3%),
Katolik (2,9%), Hindu dan Buddha (5,7%), serta Tidak
beragama (0,3%)[28] Menurut Cribb, pada tahun 1971
penganut agama Kong Hu Cu secara relatif adalah
1,7%. Pada tahun 1980 dan 2005, sensus penduduk
tidak mencatat agama yang dianut selain
keenam agama yang diakui pemerintah.

Berbagai tempat peribadatan agama-agama dunia


dapat dijumpai di Jakarta. Masjid dan mushala,
sebagai rumah ibadah umat Islam, tersebar di seluruh
penjuru kota, bahkan hampir di setiap lingkungan.
Masjid terbesar adalah masjid nasional, Masjid
Istiqlal, yang terletak di Gambir. Sejumlah masjid
penting lain adalah Masjid Agung Al-
Azhar di Kebayoran Baru, Masjid At Tin di Taman
Mini, dan Masjid Sunda Kelapa di Menteng.

Sedangkan gereja besar yang terdapat di Jakarta


antara lain, Gereja Katedral Jakarta, Gereja Santa
Theresia di Menteng, dan Gereja Santo Yakobus di
Kelapa Gading untuk umat Katolik. Masih dalam
lingkungan di dekatnya, terdapat bangunan Gereja
Immanuel yang terletak di seberang Stasiun
Gambir bagi umat Kristen Protestan. Selain itu, ada
Gereja Koinonia di Jatinegara, Gereja Sion di Jakarta
Kota, Gereja Kristen Toraja di Kelapa Gading, Jakarta
Utara.

Bagi umat Hindu yang bermukim di Jakarta dan


sekitarnya, terdapat Pura Adhitya Jaya yang berlokasi
di Rawamangun, Jakarta Timur, dan Pura Segara di
Cilincing, Jakarta Utara. Rumah ibadah umat Buddha
antara lain Vihara Dhammacakka Jaya
di Sunter, Vihara Theravada Buddha
Sasana di Kelapa Gading, dan Vihara Silaparamitha
di Cipinang Jaya. Sedangkan bagi penganut
Konghucu terdapat Kelenteng Jin Tek Yin. Jakarta
juga memiliki satu sinagoga yang digunakan oleh
pekerja asing Yahudi.[butuh rujukan]

Etnis

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat


bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8,3 juta jiwa yang
terdiri dari orang Jawa sebanyak
35,16%, Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa 
(5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%), Melay
u (1,62%), Bugis (0,59%), Madura (0,57%), Banten (0
,25%), dan Banjar (0,1%)[29]

Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta,


selalu berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan
sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa
setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami
Jakarta. Suku Jawa merupakan etnis terbesar dengan
populasi 35,16% penduduk kota. Etnis Betawi
berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan
Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an,
telah banyak menggusur perkampungan etnis Betawi
ke pinggiran kota. Pada tahun 1961, orang Betawi
masih membentuk persentase terbesar di wilayah
pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar
Minggu, dan Pulo Gadung[30]

Jumlah orang Jawa banyak di Jakarta karena


ketimpangan pembangunan antara daerah dan
Jakarta. Sehingga orang Jawa mencari pekerjaan di
Jakarta. Hal ini memunculkan tradisi mudik setiap
tahun saat menjelang Lebaran yaitu orang daerah di
Jakarta pulang secara bersamaan ke daerah asalnya.
Jumlah mudik lebaran yang terbesar dari Jakarta
adalah menuju Jawa Tengah. Secara rinci prediksi
jumlah pemudik tahun 2104 ke Jawa Tengah
mencapai 7.893.681 orang. Dari jumlah itu
didasarkan beberapa kategori, yakni 2.023.451 orang
pemudik sepeda motor, 2.136.138 orang naik mobil,
3.426.702 orang naik bus, 192.219 orang naik kereta
api, 26.836 orang naik kapal laut, dan 88.335 orang
naik pesawat.[31] Bahkan menurut data Kementerian
Perhubungan Indonesia menunjukkan tujuan pemudik
dari Jakarta adalah 61% Jateng, 39% Jatim dan 10%
daerah lain. Ditinjau dari profesinya, 28% pemudik
adalah karyawan swasta, 27% wiraswasta, 17%
PNS/TNI/POLRI, 10% pelajar/mahasiswa, 9% ibu
rumah tangga dan 9% profesi lainnya. Diperinci
menurut pendapatan pemudik, 44% berpendapatan
Rp3-5 Juta, 42% berpendapatan Rp1-3 Juta, 10%
berpendapatan Rp5-10 Juta, 3% berpendapatan di
bawah Rp1 Juta dan 1% berpendapatan di atas Rp10
Juta.[32]

Orang Tionghoa telah hadir di Jakarta sejak abad ke-


17. Mereka biasa tinggal mengelompok di daerah-
daerah permukiman yang dikenal dengan
istilah Pecinan. Pecinan atau Kampung Cina dapat
dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain
perumahan-perumahan baru di wilayah Kelapa
Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa banyak
yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang.
[33]
 Disamping etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga
banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan
grosir dan eceran di pasar-pasar tradisional
kota Jakarta. Selain
etnis Tionghoa dan Minangkabau, ada juga
etnis Arab dan India yang beradu nasib di Jakarta.
Etnis Arab biasanya berdagang parfum, peci,
mukena, sarung, karpet, dan kurma.

Masyarakat dari Indonesia Timur, terutama etnis


Bugis, Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi di
wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih
banyak terdapat masyarakat keturunan Portugis,
serta orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina.[30]

Etnis di Jakarta pada tahun 1930, 1961, dan 2000

Tahun Tahun
Etnis [34] [30]
Tahun 2000[35]
1930 1961
Jawa 11,01% 25,4% * 35,16%

Betawi 36,19% 22,9% 27,65%

Sunda 25,37% 32,85% 15,27%

Tiongho
14,67% 10,1% 5,53%
a

Batak 0,23% 1,0% 3,61%

Minangk
0,60% 2,1% 3,18%
abau

Melayu 1,13% 2,8% 1,62%

Bugis -- 0,6% 0,59%

Madura 0,05% -- 0,57

Banten -- -- 0,25

Banjar -- 0,20 0,10

Minahas
0,70% 0,70 --
a

Lain-lain 10,05% 1,35% 6,47%


* Catatan: Termasuk Suku Madura di dalamnya

Lingkungan

Taman Suropati di Menteng, Jakarta Pusat.

Jakarta merupakan salah satu kota dengan udara


terbersih di Indonesia. Salah satu faktor penentu
keberhasilan tersebut adalah keberadaan
kawasan Menteng dan Kebayoran Baru yang asri dan
bersih.

Selain Menteng dan Kebayoran Baru, banyak wilayah


lain di Jakarta yang sudah bersih dan teratur.
Permukiman ini biasanya dikembangkan oleh
pengembang swasta, dan menjadi tempat tinggal
masyarakat kelas menengah. Pondok Indah, Kelapa
Gading, Pulo Mas, dan Cempaka Putih, adalah
beberapa wilayah permukiman yang bersih dan
teratur. Namun di beberapa wilayah lain Jakarta,
masih tampak permukiman kumuh yang belum
teratur. Permukiman kumuh ini berupa perkampungan
dengan tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi,
serta banyaknya rumah yang dibangun secara
berhimpitan di dalam gang-gang sempit. Beberapa
wilayah di Jakarta yang memiliki kepadatan penduduk
cukup tinggi antara lain, Tanjung Priok, Johar
Baru, Pademangan, Sawah Besar, dan Tambora.

Taman kota

Jakarta memiliki banyak taman kota yang berfungsi


sebagai daerah resapan air. Taman Monas atau
Taman Medan Merdeka merupakan taman terluas
yang terletak di jantung Jakarta. Di tengah taman
berdiri Monumen Nasional yang dibangun pada tahun
1963. Taman terbuka ini dibuat oleh Gubernur
Jenderal Herman Willem Daendels (1870) dan selesai
pada tahun 1910 dengan nama Koningsplein. Di
taman ini terdapat beberapa ekor kijang dan 33
pohon yang melambangkan 33 provinsi di Indonesia.
[40]
Taman Suropati terletak di
kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Taman
berbentuk oval dengan luas 16,322 m2 ini, dikelilingi
oleh beberapa bangunan Belanda kuno. Di taman
tersebut terdapat beberapa patung modern karya
artis-artis ASEAN, yang memberikan sebutan lain
bagi taman tersebut, yaitu "Taman persahabatan
seniman ASEAN".[41]

Taman Lapangan Banteng merupakan taman lain


yang terletak di Gambir, Jakarta Pusat. Luasnya
sekitar 4,5 ha. Di sini terdapat Monumen
Pembebasan Irian Barat. Pada tahun 1970-an, taman
ini digunakan sebagai terminal bus. Kemudian pada
tahun 1993, taman ini kembali diubah menjadi ruang
publik, tempat rekreasi, dan juga kadang-kadang
sebagai tempat pertunjukan seni.[42]

Kedutaan Besar

Di Jakarta terdapat 77 kedutaan besar negara-


negara sahabat. Sebagian besar kedutaan ini
terletak di kawasan bisnis Jakarta. Beberapa
kedutaan besar negara-negara sahabat, sempat
diancam oleh bom, yakni Kedutaan Besar
Australia dan Kedutaan Besar Filipina. Kedutaan
Besar Amerika Serikat, Inggris, dan Malaysia
kerap menjadi tempat berdemonstrasi warga,
yang memprotes kebijakan internasional negara
tersebut.

Pendidikan

DKI Jakarta menyediakan sarana pendidikan


dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Kualitas dari pendidikan pun juga sangat
bervariasi dari gedung mewah dengan pendingin
udara sampai yang sederhana.
Belakangan ini mulai muncul berbagai sekolah
dengan kurikulum yang diserap dari negara lain
seperti Singapura dan Australia. Sekolah lain
dengan kurikulum Indonesia pun juga muncul
dengan metode pengajaran yang berbeda,
seperti Sekolah Dasar Islam Terpadu. Selain
sekolah yang didirikan oleh pemerintah, banyak
pula sekolah yang dikembangkan oleh pihak
Pariwisata

Jakarta merupakan salah satu destinasi wisata


yang cukup baik di Indonesia. Untuk
meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung
ke Jakarta, pemerintah mengadakan program
"Enjoy Jakarta". Beberapa tempat pariwisata yang
terkenal dan biasa dikunjungi oleh para wisatawan
lokal dan mancanegara di antaranya
adalah Taman Mini Indonesia Indah, Pulau
Seribu, Kebun Binatang Ragunan, dan Taman
Impian Jaya Ancol (termasuk taman
bermain Dunia Fantasi dan Seaworld Indonesia).
Disamping itu Jakarta juga memiliki banyak
tempat wisata sejarah, yakni berupa museum dan
tugu. Diantaranya adalah Museum
Gajah, Museum Fatahillah, dan Monumen
Nasional. Disamping tempat wisatanya yang
memadai, saat ini di Jakarta telah tersedia sekitar
219 hotel berbintang, 3.173 restoran, dan 40 balai
pertemuan.[54] Hampir semua jaringan hotel kelas
dunia telah membuka gerainya di Jakarta,
seperti JW Marriott Jakarta, The Ritz-Carlton
Jakarta, Shangri-La Hotel, dan Grand Hyatt
Jakarta.

Kebudayaan

Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau


sebuah campuran budaya dari beragam etnis.
Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu
kota Indonesia yang menarik pendatang dari
dalam dan luar Nusantara. Suku-suku yang
mendiami Jakarta antara
lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis.
Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta
juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti
budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.

Jakarta merupakan daerah tujuan urbanisasi


berbagai ras di dunia dan berbagai suku bangsa
di Indonesia, untuk itu diperlukan bahasa
komunikasi yang biasa digunakan dalam
perdagangan yaitu Bahasa Melayu. Penduduk asli
yang berbahasa Sunda pun akhirnya
menggunakan bahasa Melayu tersebut.

Walau demikian, masih banyak nama daerah dan


nama sungai yang masih tetap dipertahankan
dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol,
Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng, dan lain-
lain yang masih sesuai dengan penamaan yang
digambarkan dalam naskah kuno Bujangga
Manik[56] yang saat ini disimpan di perpustakaan
Bodleian, Oxford, Inggris.

Meskipun bahasa formal yang digunakan di


Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa
informal atau bahasa percakapan sehari-hari
adalah Bahasa Melayu dialek Betawi. Untuk
penduduk asli di Kampung Jatinegara Kaum,
mereka masih kukuh menggunakan bahasa
leluhur mereka yaitu bahasa Sunda.

Bahasa daerah juga digunakan oleh para


penduduk yang berasal dari daerah lain,
seperti Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bug
is, Inggris dan Tionghoa. Hal demikian terjadi
karena Jakarta adalah tempat berbagai suku
bangsa bertemu. Untuk berkomunikasi antar
berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa
Indonesia.

Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh


di kalangan anak muda dengan kata-kata yang
kadang-kadang dicampur dengan bahasa
asing. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing
yang paling banyak digunakan, terutama untuk
kepentingan diplomatik, pendidikan,
dan bisnis. Bahasa Mandarin juga menjadi
bahasa asing yang banyak digunakan, terutama di
kalangan pebisnis Tionghoa.

Makanan

Artikel utama untuk bagian ini


adalah: Masakan Betawi

Jakarta merupakan kota internasional yang


banyak menyajikan makanan khas dari seluruh
dunia. Di wilayah-wilayah yang banyak didiami
oleh para ekspatriat asing, seperti di daerah
Menteng, Kemang, Pondok Indah, dan daerah
pusat bisnis Jakarta, tidak sulit untuk menjumpai
makanan-makanan khas
asal Eropa, China, Jepang dan Korea. Makanan-
makanan ini biasanya dijual dalam restoran-
restoran mewah.
Di Jakarta, dan seperti kota-kota lainnya di
Indonesia, Rumah Makan
Padang merupakan restoran yang paling banyak
dijumpai. Hampir di setiap sudut kota, dengan
mudahnya dijumpai rumah makan yang
manyajikan masakan asal Minangkabau ini.
Selain Masakan Minang, Jakarta juga memiliki
makanan khasnya. Yang paling terkenal
adalah Kerak Telor, Soto Betawi, Kue Ape, Roti
Buaya, Combro, dan Nasi Uduk. Sebagai tempat
bermukimnya berbagai etnis di Indonesia, di sini
juga bisa ditemukan berbagai macam makanan
tradisional dari daerah lainnya,
seperti Rawon, Rujak Cingur, dan Kupang
Lontong. Di Jakarta juga terdapat Warung
Tegal jumlahnya ada lebih dari 34.000 warung di
Jabodetabek.[57]

Olahraga

Sejak masa Presiden Soekarno hingga saat ini,


Jakarta sering menjadi tempat
penyelenggaraan event-event olahraga berskala
internasional, di antaranya pernah menjadi tuan
rumah Asian Games pada tahun 1962,
serta Asian Games 2018 mendatang, bersama
dengan Palembang. Piala Asia pada
tahun 2007 dan beberapa kali menjadi tuan rumah
Pesta Olahraga bangsa-bangsa Asia Tenggara
atau yang lebih dikenal dengan Sea Games.
Mayoritas masyarakat Jakarta gemar
berolahraga. Sepak bola merupakan cabang
permainan yang banyak diminati masyarakat, di
samping bulu tangkis, bola voli, dan bola basket.
Jakarta memiliki beberapa klub sepak bola
profesional. Diantaranya Persija Jakarta yang saat
ini berkompetisi di Liga Super Indonesia
2015 dan Persitara Jakarta Utara, yang saat ini
ikut berlaga di kompetisi Liga Nusantara 2015.

Tempat-tempat olahraga di Jakarta antara


lain: Gelora Bung Karno Senayan di Jakarta
Pusat; Stadion Lebak Bulus, GOR
Bulungan, Lapangan Golf Pondok Indah,
Lapangan Golf Matoa, dan GOR Soemantri
Brodjonegoro Kuningan di Jakarta Selatan;
Stadion Tugu, Stadion Kamal, Gedung Basket
Kelapa Gading, Lapangan Golf Ancol, dan Sports
Mall Kelapa Gading di Jakarta Utara; Stadion Bea
Cukai Rawamangun, Lapangan Golf
Rawamangun, Pacuan Kuda Pulo Mas, dan
Gedung Senam DKI Radin Inten di Jakarta Timur.

BAB IV

KESIMPULAN

Ringkasan Sejarah
Pengetahuan awal mengenai Jakarta terkumpul
sedikit melalui berbagai prasasti yang ditemukan di
kawasan bandar tersebut. Keterangan mengenai kota
Jakarta sampai dengan awal kedatangan para
penjelajah Eropa dapat dikatakan sangat sedikit.

Laporan para penulis Eropa abad ke-16 menyebutkan


sebuah kota bernama Kalapa, yang tampaknya
menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu
bernama Sunda, beribukota Pajajaran, terletak sekitar
40 kilometer di pedalaman, dekat dengan kota Bogor
sekarang. Bangsa Portugis merupakan rombongan
besar orang-orang Eropa pertama yang datang ke
bandar Kalapa. Kota ini kemudian diserang oleh
seorang muda usia, bernama Fatahillah, dari sebuah
kerajaan yang berdekatan dengan Kalapa. 

Fatahillah mengubah nama Sunda Kalapa menjadi


Jayakarta pada 22 Juni 1527. Tanggal inilah yang kini
diperingati sebagai hari lahir kota Jakarta. Orang-
orang Belanda datang pada akhir abad ke-16 dan
kemudian menguasai Jayakarta. 

Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Keadaan


alam Batavia yang berawa-rawa mirip dengan negeri
Belanda, tanah air mereka. Mereka pun membangun
kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman
banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan di
sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter dari
bandar. 

Mereka membangun balai kota yang anggun, yang


merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota
Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang
ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat
mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak,
sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan
pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih
tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden. 

MENGAMATI kota Jakarta bagaikan membaca


catatan panjang yang merekam berbagai kejadian
masa lalu. Berbagai bangunan dan lingkungan di
Jakarta menyimpan jejak-jejak perjalanan
masyarakatnya, bagaimana mereka bersikap
menghadapi tantangan zamannya, memenuhi
kebutuhan hidupnya dan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Ia menyimpan suka-duka dan pahit-
manisnya perkembangan, di mana kita dapat
menyerap pelajaran yang berharga. 

Jakarta, Ibukota Republik Indonesia, memiliki banyak


rekaman sejarah. Antara lain dalam bentuk bangunan
maupun lingkungan. Di dalamnya tercermin upaya
masyarakat masa lalu dalam membangun kotanya
yang tak luput dari berbagai masalah dari zaman ke
zaman. 

“Jika kita memandang kota Jakarta sekarang,


mungkin sulit terbayang bahwa ribuan tahun yang lalu
kawasan ini masih baru terbentuk dari endapan
lumpur sungai-sungai yang mengalir ke Jakarta.
Misalnya Kali Ciliwung, Kali Angke, Kali Marunda, Kali
Cisadane, Kali Besar, Kali Bekasi dan Kali Citarum.
Usia dataran Jakarta kini diperkirakan 500 tahun
berdasarkan geomorfologi, ilmu lapisan tanah. 

Endapan ini membentuk dataran dengan alur-alur


sungai yang menyerupai kipas. Dataran ini setelah
mantap lama kelamaan dihuni orang dan terbentuklah
beberapa kelompok pemukiman, di mana salah
satunya kemudian berkembang menjadi pelabuhan
besar, ” kata Muhammad Isa Ansyari SS, Sejarawan
Terkemuka di Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
Pemda DKI Jakarta. 

Ia menuturkan, kota Jakarta merupakan kota yang


berkembang dengan cepat sejak mendapat peran
sebagai Ibukota Rl. Perkembangan itu disebabkan
oleh faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang
saling menjalin satu sama lain. 

Bermula dari sebuah lingkungan pemukiman kecil


dengan kegiatan hidup terbatas, dan kemudian
berkembang menjadi lingkungan pemukiman
megapolitan dengan berbagai kegiatan yang
amatkompleks. Dalam paparan sejarah
pertumbuhannya, di mana pemerintah kotanya silih
berganti dan kondisi masyarakatnya sangat majemuk,
baik dari suku bangsa, ras dan agama berikut
berbagai aspek kehidupannya, warga kotanya tetap
membangun tempat bermukim dan berkehidupan
mereka sesuai dengan kemampuan dana, daya dan
teknologi yang mereka miliki. 

Sejarah Jakarta

Peta Batavia tahun 1897, Muhammad Isa Ansyari SS


mengungkapkan sejarah kota Jakarta dimulai dengan
terbentuknya sebuah pemukiman di muara Ciliwung.
Menurut berita Kerajaan Portugal pada awal abad ke-
15, pemukiman tersebut bernama “Kalapa” dan
merupakan sebuah Bandar penting di bawah
kekuasaan Kerajaan Pajajaran, yang pusatnya pada
waktu itu berada di Kota Bogor. 

“Di Kerajaan Pajajaran, Bogor, itu kini masih terdapat


prasasti peninggalan abad ke-16. Nama prasasti itu
“Sato Tulis”, peninggalan Rahyang Niskala Watu
Kencana, Namun oleh orang Eropa Bandar tersebut
lebih dikenal dengan nama Sunda Kalapa, karena
berada di bawah kekuasaan Sunda,” kata
Muhammad Isa Ansyari SS. 

Dalam sejarah, ujar Sejarawan Terkemuka Dinas


Kebudayaan dan Permuseuman Pemda OKI Jakarta
itu, Bandar Malaka ditaklukkan Kerajaan Portugal
pada 1511. Tujuan Portugal ketika itu adalah mencari
jalur laut untuk mencapai kepulauan Maluku, sumber
rempah-rempah. Maka pada 1522 mendaratlah kapal
utusan dari Malaka di bawah pimpinan Francesco De
Sa. 

Menurut laporan Francesco De Sa terjadi


perundingan dengan pemuka Bandar Kalapa yang
berada di bawah kekuasaan Raja Sunda yang
beragama Hindu. Sementara itu di Jawa Tengan
dengan surutnya Kerajaan Majapahit berkembanglah
Kerajaan Islam di Demak. Kerajaan Islam itu
kemudian menyerang Kerajaan Sunda di Jawa Barat
meliputi Cirebon, Banten, Kalapa dan lain-lain.
Mengingat kurangnya sumber-sumber asli Jawa
Tengah tnengenai peristiwa itu, maka kita terpaksa
berpaling kepada berita Kerajaan Portugal yang pada
akhirnya tidak saja berlabuh di Maluku tetapi juga
Kerajaan Portugal ini merapatdi Timor Timur,
menyatakan bahwa pada 1526-1527 sebuah armada
Portugal telah mengunjungi Sunda Kalapa untuk
memenuni perfanjian tahun 1522. “Ternyata mereka
belum mengetahui bahwa telah terjadi perubahan
kekuasaan dari Kerajaan Pajajaran ke Kerajaan
Banten, yaltu orang-orang dari Jawa Tengah yang
beragama Islam .Ivlenurut berita yang mereka dapat,
nama Pangtima yang diberikan adalah Falatehan,
sebutan mereka untuk nama Fatahillah,” ujar
Muhammad Isa Ansyari SS. 

Masa Prasejarah 
Di beberapa tempat di Jakarta seperti Pasar Minggu,
Pasar Rebo, Jatinegara, Karet, Kebayoran, Kebon
Sirih, Kebon Nanas, Cawang, Kebon Pala, Rawa
Belong, Rawa Lefe, Rawa Bangke, ditemukan benda-
benda pra sejarah seperti kapak, beliung, gurdi, dan
pahat dari batu. Alat-alat tersebut berasal dari zaman
batu atau zaman neolitikum antara tahun 1000 SM.
Jadi, pada masa itu sudah ada kehidupan manusia di
Jakarta. 
“Dan seperti daerah latnnya, di Jakarta juga
ditemukan prasasti. Prasasti Tugu ditemukan di
Cilineing. Prasasti itu sarat informasi tentang
Kerajaan Tarumanegara dengan Raja Purnawarman.
Menurut prasasti itu, Jakarta merupakan wilayah
Kerajaan Tarumanegara, kerajaan tertua di Puiau
Jawa, di samping Bogor, Banten, Bekasi sampai
Citarum di sebelah timur dan Giaruten,” kata
Muhammad isa AnsyariSS. 

kronologissuatuperistiwa
Pada 686 Masehi. Kerajaan Tarumanegara hancur
akibat serangan balatentara Kerajaan Sriwijaya. Abad
ke-14, Jakarta masuk ke wilayah Kerajaan Pakuan
Pajajaran yang sering disebtit Kerajaan Pajajaran,
atau Kerajaan Sunda. Kerajaan Pajajaran memiiiki
enam petabuhan, diantaranya pelabuhan Sunda
Kalapa. Kota pelabuhan ini terletak di Teluk Jakarta –
di muara sungai Citiwung – yang merupakan pusat
perdagangan paling penting seiak abad ke-12 hingga
ke-16. 
Senin, 21 Agustus 1522. Begitu pentingnya, Sunda
Kalapa tak luput dari incaran orang-orana Portugis
yang sejak tahun 1511 sudah bercokol di daratan
Malaka. Keinginan mereka mendapatkan sambutan
baik dari Raja Pajajaran. Selain berkepentingan soal
perdagangan, Raja Pajajaran juga bermaksud
meminta bantuan orang-orang Portugis dalam
menghadapi orang-orang Islam, yang sudah banyak
pengikutnya di Banten dan Cirebon. Demak, kala itu,
sudah menjadi pusat kekuatan dan penyebaran
agama Islam. 

Perjanjian kerjasama pun ditandatangani antara Raja


Pajajaran dan orang Portugis. Isinya orang Portugis
ditzinkan mendirikan benteng di Sunda Kalapa, yang
ditandai di tepi sungai Ciliwung. Rabu 22 Juni 1527.
Perjanjian itu tak dapat diterima Demak, Kerajaan
Islam yang saat itu sedang berada di puncak
kejayaan. 

“Sultan Demak mengirimkan balatentaranya, yang


dipimpin sendiri oleh menantunya, Fatahillah.
Pasukan Fatahillah berhasil menduduki Sunda
Kalapa pada 1527. Tatkala armada Portugal datang,
pasukan Fatahillah menghaneurkannya. Sia-sia
armada Portugal itu hengkang Ke Malaka,” ujar
Muhammad Isa Ansyari SS. 

Dengan kemenangan itu Fatahillah menggantt nama


Sunda Kalapa menjadi Jayakarta. Artinya
“Kemenangan Berjaya”. Itulah peristiwa bersejarah
yang ditetapkan sebagai ‘hari jadl’ Kota Jakarta.
Kekuasaan Jayakarta akhirnya berada di tangan
Fatahillah, dan makin meluas sampai ke Banten
menjadi Kerajaan Islam. 

Tahun 1595. Cornells de Houtman dan anak buahnya


tiba di perairan Banten. Orang-orang Belanda itu
datang mencari rempah-rempah. Persaingan di
antara mereka makin ketat dibumbui permusuhan.

Rabu 20 Maret 1602 seorang token dan negarawan


Kerajaan Belanda, Johati van Oldenbarneveld,
mengambil suatu prakarsa mengumpulkan para
pedagang Belanda dalam suatu wadah. Berdirilah
serikat dagang Verenigde Oost Indische Compaqnie
atau VOC. VOC merupakan wadah konglomerat
zaman dulu. 

Tahun 1617. Orang-orang Kerajaan Belanda diizinkan


berdagang di Jayakarta. Mereka memperoleh
sebidang tanah di sebelah timur sungai Ciliwung, di
perkampungan Cina. Di situ mereka membangun
kantor dan benteng. Kubu pertahanan Kerajaan
Belanda itu tak disukai orang Jayakarta, Banten
maupun Kerajaan Inggris. Mereka kemudian
berperang. 

Tahun 1619. Terjadi pertempuran sengit segitiga


antara Kerajaan Belanda, Kerajaan Inggris dan
Kerajaan Portugal di pelabuhan Sunda Kalapa.
Suasana Teluk Jayakarta itu sekejab menjadi merah
api dan merah darah. Di laut teluk banyak
bergelimpangan mayat-mayat serdadu Kerajaan
Belanda dan Kerajaan Portugal setelah kedua negara
kerajaan itu habis digempur pasukan laut Kerajaan
Inggris. Inggris menang dalam perang itu. 

Kamis, 30 Mei 1619, JP Goen menaklukkan kembali


sekaligus menguasai Jayakarta. Saat itu armada
Kerajaan Inggris sudah tidak ada lagi karena telah
berangkat berlayar menuju Australia, meninggalkan
Jayakarta. Sedang armada (laut Kerajaan Portugal
pergi menuju ke wilayah ujung timur Nusantara,
tepatnya di Timor Timur. 

“Jayakarta pada tahun tersebut memasuki lembaran


baru. Nama Jayakarta diubah Kerajaan Belanda
menjadi Batavia. Nama Batavia ini berasal dari nama
Batavieren, bangsa Eropa yang menjadi
nenekmoyang Kerajaan Belanda,” tukas Muhammad
Isa Ansyari SS. 

VOC mula-mula menjadikan Batavia sebagai pusat


perdagangan dan pemerintahan. Dengan kepiawaian
kompeni lewat intrik dan politik adu domba atau
cfewtte et impera terhadap raja-raja di Nusantara.
Seluruh wilayah Nusantara dijarahnya. Kejayaannya
pun berlangsung cukup lama. 

Tahun 1798. VOC jatuh dan dibubarkan. Kekuasaan,


harta benda dan utangnya yartg 134,7 juta gulden
diambil alih Pemerintahan Kerajaan Belanda. Rabu, 1
Januari 1800, Indonesia sejak itu diperintah langsung
oleh Pemerintah Kerajaan Belanda. Suatu majelis
untuk urusan jajahan Asia lalu didirikan. 

Namun, awal Maret 1942, Kerajaan Jepang merebut


kekuasaan dari Kerajaan Belanda pada Perang Dunia
ke-2. Nama Batavia dikubur balatentara Kerajaan
Jepang. Dan, nama Jakarta menggantikannya sampai
sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/2010-2-00091-
AR...
http://dkijakarta.blogspot.com/2009/01/sejarah-jakarta.html
Sumber : Perda No.1 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012

sumber : bps provinsi, kota DKI Jakarta

Wikipedia :Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta


Abdurrahman Faiz, lahir di Jakarta tahun1997. Anak pertama dari
tiga brsaudara. Pendidikan sekolah dasar di sdn 03 pagi,madrasah
tsanawiyah di pondok pesantren DARUL ARQAM DEPOK,
madrasah Aliyah di pondok pesantren DARUL ARQAM DEOK

Anda mungkin juga menyukai