b. Dilema
Dilema atau penyimpulan bercabang adalah “penyimpulan dalam silogisme
majemuk yang lebih kompleks dengan dua proposisi implikatif sebagai premis
mayor dan proposisi disjungtif sebagai premis minor, yang mewujudkan
kesimpulan yang bercabang”. Dilema digunakan di dalam perbincangan, yang
menuntut teman bicara harus mengambil kesimpulan yang sulit atau tidak
menyenangkan, untuk menuntut keadilan. Atas dasar sistem penalarannya, ada
2 macam Dilema: Konstruktif dan Destruktif.
Misalnya,
*Premismayor : Di Arab Saudi jika TKI yang dituduh membunuh maka
dihukum mati, Dan jika TKI tidak membunuh maka dibebaskan.
*Premis minor : Siti Zaenab adalah TKI di Arab Saudi yang membunuh atau
Tidak membunuh.
*Kesimpulan : Siti Zaenab membunuh atau tidak membunuh dihukum mati
(karena tidak dimaafkan).
Dilema Konstruktif
Dilema konstruktif adalah “bentuk penyimpulan bercabang dengan
modus ponendo ponen (dalam silogisme ekuivalen)”. Yaitu,
menetapkan anteseden masing-masing proposi simplikatif pada premis
mayor, maka kesimpulannya menetapkan konsekuen masing-masing
proposisi itu. Ada 3 hukum dasar dilemma konstruktif:
1. Jika (jika anteseden-1 maka konsekuen, dan jika anteseden-2 maka
konsekuen) dan (anteseden-1 atau anteseden-2), maka
kesimpulannya (konsekuen).
2. Jika (jika anteseden-1 maka konsekuen-1, dan jika anteseden-2
maka konsekuen-2) dan (anteseden-1 atau anteseden-2), maka
kesimpulannya (konsekuen-1 atau konsekuen-2).
3. Jika (jika anteseden maka konsekuen-1, dan jika non-anteseden
maka konsekuen-2) dan (anteseden atau non-anteseden), maka
kesimpulannya (konsekuen-1 atau konsekuen-2).
Bukti ketepatan dilemma konstruktif, dengan table kebenaran; dan
bukti kebenarannya adalah TAUTOLOGI.
Dilema Destruktif
Dilema destruktif adalah “bentuk penyimpulan bercabang dengan
modus tolendo tolen (dalam silogisme ekuivalen)”. Jika ingkari
konsekuen masing-masing proposisi implikatif pada premis mayor, maka
kesimpulannya ingkari masing-masing anteseden proposisi itu. Ada 2
hukum dasar dilemma destruktif;
1. Jika (jika ante seden maka konsekuen-1, dan jika anteseden maka
konsekuen-2) dan (non-konsekuen-1 atau non-konsekuen-2), maka
kesimpulannya (non anteseden).
2. Jika (jika anteseden-1 maka konsekuen-1, dan jika anteseden-2
maka konsekuen-2) dan (non konsekuen-1 atau non konsekuen-2),
maka kesimpulannya (non anteseden-1 atau non anteseden-2).
Bukti ketepatan dilemma destruktif, dengan table kebenaran; dan bukti
kebenarannya adalah TAUTOLOGI. Untuk ingkari dilemma dengan
RETORSI (penyimpulan dilema yang kesimpulannya untuk ingkari
kesimpulan dilemma semula).
Misalnya,
*Kesimpulan : Siti Zaenab membunuh atau tidak membunuh tidak
dihukum mati (karena tidak dimaafkan).
*Premismayor : Di Arab Saudi jika TKI yang dituduh membunuh maka,
Tidak dihukum mati, dan jika TKI membunuh maka tidak dibebaskan.
*Premis minor : Siti Zaenab adalah TKI di Arab Saudi yang membunuh
atau tidak membunuh.
Dengan demikian, dari bahasan Antilogisme dan Dilema, dapat dipahami
secara jelas bahwa LOGIKA adalah sistem penalaran tentang
penyimpulan yang sah (tepat) sebagai berpikir logis dalam bidang
hukum, ilmu pengetahuan ilmiah dan kehidupan sehari-hari. Sebab itu,
jika berpikir (menalar) tidak mengikuti hukum dasar penyimpulan yang
sah, maka dapat dikatakan tidak logis.
b. Contoh Dilema :
Premis Mayor : Di Arab jika TKI yang dituduh membunuh maka
dihukum mati, dan jika TKI tidak membunuh maka dibebaskan.
Premis Minor : Tono adalah TKI di arab yang membunuh atau tidak
membunuh
Kesimpulan : Tono membunuh atau tidak membunuh dihukum mati
(karena tidak dimaafkan).