Anda di halaman 1dari 3

6. Apa etiologi dan faktor risiko pada kasus?

ETIOLOGI
1. Faktor biologis
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa gangguan panik berhubungan
dengan abnormalitas struktur dan fungsi otak, pada otak terdapat beberapa neurotransmiter
yang mengalami gangguan fungsi, antara lain serotonin, GABA ( Gama Amino Butiric
Acid) dan norepinefrin.
Neurotransmitter yang berpengaruh pada Gangguan Panik adalah Epinefrin,
serotonin, dan Gama Amino Butytric Acid (GABA).
Zat-zat yang bisa menginduksi terjadinya “Serangan Panik” (Panicogen) antara lain
- Carbon Dioksida (5 s/d 35%)
- Sodium Laktat dan Bicarbonat
- Bahan Neurokimia yang bekerja melalui sistem Neurotansmitter spesifik (yohimbin,
alfa 2-adrenergik receptor antagonist, mchloriphenylpiperazine.mCP, bahan yang
berefek sero-tonergik)
- Cholecystokinin dan caffein
- Isoproterenol
Faktor Risiko Biologis

- Faktor risiko biologis untuk timbulnya gangguan panik dibagi menjadi faktor risiko
neuroanatomis dan neurotransmitter. Faktor risiko neuroanatomis adalah sensitivitas
area-area peka stress di otak terhadap stimulus stressor internal maupun eksternal.
- Area sensor stress mencakup amigdala, thalamus, hipokampus. Area respons terhadap
stress yang mencakup thalamus, korteks sensorik, korteks frontalis, locus coeruleus,
dan periaqueductal gray matter.
- Faktor neurotransmitter adalah akibat perubahan pada sistem reseptor GABA-
benzodiazepine dan serotonin. Proses ini biasanya berhubungan dengan proses fear
conditioning.

2. Faktor genetik
Pada keturunan pertama penderita dengan gangguan panik dengan agorafobia
memiliki risiko 4 sampai dengan 8 kali lipat untuk mengalami gangguan yang sama.
Keluarga Generasi pertama pasigotien, Gangguan panik 4-8 kali beresiko untuk gangguan ini. Kembar
monozigot risiko lebih besar daripada dizigot. Walaupun studi yang terkontrol baik mengenai
dasar genetik gangguan panikdan agorafobia jumlahnya sedikit, dan saat ini mengdukung
kesimpulan bahwagangguan ini memiliki komponen genetik yang khas. 
- Faktor risiko lingkungan dan genetik merupakan faktor resiko untuk timbulnya
gangguan panik. Pengalaman masa kecil yang buruk (misalnya paparan terhadap
kekerasan fisik atau seksual) bisa memicu timbulnya gangguan panik di masa dewasa.
- Genetik : Gangguan panik juga mempunyai faktor genetik yang kuat. Penelitian
menunjukkan adanya risiko sebesar 40% untuk mengalami gangguan panik bila ada
keluarga derajat pertama (first degree relative) mengalami gangguan ini. Kandidat
gen yang diperkirakan bertanggung jawab bersifat multifaktorial, diantaranya adalah
gen COMT dan SLC6A4.

3. Faktor psikososial

Terdapat beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa gangguan cemas,


berhubungan dengan pola asuh individu pada saat tumbuh kembangnya yang secara
nirsadar mengalami
pengekangan agresivitas atau di represi dan suatu saat akan muncul dalam bentuk
adanya ancaman akan eksistensi keberadaannya, yang selanjutnya termanifestasikan
dalam bentuk kecemasan yang sangat kuat.
- Teori Kognitif Perilaku : kecemasan bisa sebagai satu respon yang dipelajari dan
perilaku orangtua atau melalui proses kondisioning klasik yang terjadi sesudah adanya
stimulus luar yang menyebabkan individu menghindari stimulus tersebut
- Teori Psikososial : Serangan panik muncul karena gagalnya pertahanan mental
menghadapi impuls/dorongan yang menyebabkan anxietas. Sedangkan Agorafobia
akibat kehilangan salah satu orang tua pada masa anak-anak dan adanya riwayat
cemas perpisahan. Pengalaman perpisahan traumatik pada masa anak-anak bisa
mempengaruhi susunan syaraf yang menyebabkannya menjadi mudah jatuh kepada
anxietas pada masa dewasa. Passien dengan riwayat pelecehan fisik dan seksual pada
masa anak juga beresiko untuk menderita Gangguan panik.

FAKTOR RISIKO LAIN


- Temperamen atau Kepribadian
- Faktor psikologis yang bisa mempengaruhi timbulnya gangguan panik adalah
paparan pengalaman situasi eksternal (misalnya keramaian) dan internal (misalnya
takikardia) yang berulang dan tidak menyenangkan, kecenderungan/ kebiasaan
misinterpretasi negatif gejala-gejala fisik, sensitivitas terhadap stress.
- Stres dalam Kehidupan
- Trauma Masa Kanak-Kanak Penelitian menunjukkan bahwa riwayat trauma pada
masa kanak-kanak, misalnya riwayat kekerasan fisik atau seksual meningkatkan risiko
gangguan panik pada masa dewasa. Riwayat merokok atau asma pada masa kanak
juga meningkatkan risiko onset gangguan panik pada masa dewasa.
- Neurobiology

REFERENSI :
- Yaunin Y. Gangguan Panik dengan Agorafobia. Majalah Kedokteran Andalas
No.2.Vol.36.2012. 126 (unand.ac.id)

Anda mungkin juga menyukai