Anda di halaman 1dari 9

PERAN PAK TERHADAP MASALAH PERNIKAHAN DINI

DAN TIDAK SEIMAN BAGI JEMAAT GEREJA SUKU


ANAK DALAM di TERAWAS – SUMATERA SELATAN

GEREJA LOKAL di DESA

Disusun Oleh: Jennyta Sriulina, S.Th


NIM : 22.4.1.1.2213
Email : jennyta.sriulina@stipakdh.ac.id – jennytaescuela@gmail.com
Semester : 3 (Tiga)
Dosen Pengampu : Dr. Janneman R Usmany, M.Pd. K
Mata Kuliah : Teori PAK Kontemporer

T.A 2022/2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

Di zaman yang canggih sekarang ini dimana pendidikan dan ilmu

pengetahuan dapat diperoleh dari segala sumber secara khusus mudahnya

mengakses internet, seharusnya pendidikan dapat menjadi bagian dari semua

lapisan masyarakat. Namun sayangnya di Gereja Suku Anak Dalam yang terletak

di Terawas, Lubuk Linggau Sumatera Selatan jemaat masih jauh tertinggal dalam

segi pendidikan. Bukan hanya orang tua namun juga anak-anak.

Dilihat dari sisi geografis sebenarnya letak permukiman Suku Anak Dalam

Terawas ini sudah terelatak di desa yang sudah difasilitasi dengan pendidikan

yang memadai mulai dari TK, SD, SMP negeri yang dibangun oleh pemerintah

setempat. Jika dilihat dari sisi perekonomian, jemaat Suku Anak Dalam berprofesi

sebagai pemburu hewan hutan dan petani karet. Jika melihat pada kedua aspek

ini seharusnya jemaat Suku Anak Dalam bisa memperoleh Pendidikan yang

memadai.

Minimnya Pendidikan ini mengakibatkan ada banyak jemaat yang menikah

di usia belasan tahun (dibawah umur), jika melihat pada peraturan pemerintah

dalam Undang-Undang 16 tahun 2019 tentang perkawinan di Indonesia syarat

nikah KUA minimal 19 tahun.1 Dan banyak pula terjadi pernikahan beda agama

bahkan banyak yang meninggalkan imannya. Lalu berujung pada perceraian.

1
https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6151073/syarat-nikah-kua-2022-calon-pengantin-wajib-tahu-
aturannya#:~:text=Salah%20satu%20syarat%20nikah%20KUA,adalah%20minimal%20usia%2019%20tahun.

2
Melihat permasalah ini, menurut hemat penulis gereja harus mulai

memikirkan bagaimana peran PAK pada masalah-masalah yang terjadi di tengah-

tengah jemaat Gereja Suku Anak Dalam.

BAB II

LANDASAN TEORI

Menikah bukanlah masalah tentang siapa cepat dia dapat atau pun sesuatu

hal yang sangat tabu jika terlambat menikah. Penulis berpendapat bahwa menikah

adalah masa dimana seseorang siap secara jamani dan rohani bahkan hingga

kepada psikologi seseorang. Selain pernikahan adalah suatu hal yang kudus.

Pernikahan juga adalah sebuah status baru yang harus dipertanggungjawabkan

dihadapan Allah dan manusia seumur hidupnya. Maka sangat perlu sekali sekali

sebelum seseorang menikah ia harus mengerti hukum Allah mengenai

pernikahan. Ia harus mengerti hal-hal yang harus ia pertanggung jawabkan serta

apa yang harus ia persiapkan sebelum mengambil keputusan untuk menikah. Hal

ini bertujuan untuk menghindari rumah bagai neraka bagi keluarga dan anak-anak.

Amsal 21:19 berkata bahwa “lebih baik tinggal di padang gurun dari pada tinggal

dengan perempuan yang suka bertengkar dan pemarah”. Kurang Pendidikan,

kurang pemahaman akan menjadikan rumah sarang pertengkaran dan

percekcokan dalam rumah tangga.

3
Salah satu mandat yang diberikan Allah kepada manusia adalah mandat

culture yang terdapat dalam Kejadian 1:28 “…beranak cuculah dan bertambah

banyak; penuhilah bumi…”. Dari sini dapat dilihat bahwa Allah sudah

merancangkan pernikahan bagi manusia sejak dunia dijadikan. Pernikahan

dirancang untuk menjadi sebuah tim yang saling memberi dan menerima,

berkomitmen satu dengan yang lain, tujuan dari pada pernikahan adalah

menghindari percabulan (1 Kor 7:2) Allah pun tidak menyetujui poligami,

homoseks ataupun lebian. Pernikahan yang diterapkan Allah adalah kali-laki dan

perempuan. Karena pernikahan mandate culture yang diberikan Allah kepda

manusia maka menikah tidak boleh atas dasar menikah karena umur udah sampai

dibatas limit yang ditentukan manusia, menikah karena desakan orangtua,

menikah karena terlanjur, ataupun karena memerlukan seks. Alasan yang salah

akan membuat visi misi pernikahan menjadi keliru, dimana orientasi pernikahan

bukan lagi rencana Allah yang agung tapi karena keinginan daging. 2 Tidak heran

jika banyak terjadi perceraian, pisah rumah dan lain-lain.

Prinsip-prinsip Alkitab mengenai pernikahan harusnya dapat menjadi

pertimbangan gereja untuk dapat di terapkan, diajarkan dalam kehidupan jemaat

baik yang sudah menikah maupun yang masih remaja awal dan remaja dewasa di

Gereja Suku Anak Dalam. Membangun rumahtangga dengan didasari oleh firman

Tuhan. Dimana Firman Tuhan harus menjadi fondasi bagi bangunan yang kokoh

(rumah tangga).

Akan tetapi hubungan cinta kasih bukanlah hubungan rombongan atau


borongan. Jadi hubungan itu adalah hubungan Kristus dengan setiap pribadi.
Kristus sendiri adalah suatu pribadi dan Ia berhubungan dengan pribadi yang

2
Seri Antonius, Jurnal Pionir LPPM Vol.6 No.2 “Pernikahan Kristen dalam Perspektif Firman Tuhan”, Institut
Agama Kristen Negeri Tarutung, 2020, Hal.232

4
diselamatkan-Nya. Maka monogami adalah suatu pelatihan bagi kita untuk
mendapatkan suatu kesederhanaan hati (simplicity of the heart). Kesederhanaan
hati maksudnya adalah di dalam hati kita hanya ada satu istri atau satu suami. 3
Efesus 5:22 : αἱ γσναῖκες ηοῖς ἰδίοις ἀνδράζιν ὡς ηῷ κσρίῳ. KJV: Wives,

submit yourselves unto your own husbands, as unto the Lord, menyatakan agar

istri tunduk kepada suami. Pernikahan bertujuan supaya seorang istri harus

belajar tunduk kepada suami, seperti jemaat tunduk dan menghormati Yesus

Kristus. Perempuan yang gagal untuk tunduk kepada suaminya sebenarnya

menunjukkan kegagalan untuk tunduk kepada Tuhan.

Menurut Pdt. Dr. Stephen Tong, pernikahan Kristen dan non-Kristen

mempunyai perbedaan nilai kualitatif, yaitu: pernikahan Kristen didasarkan atas

Allah sebagai sumber cinta sehingga orang Kristen hidup dalam cinta seperti

Allah. Orang Kristen menjalankan sesuatu dengan teladan Kristus, meskipun

dalam hal mengatakan “cinta” pada orang lain. Sedangkan orang non-Kristen

mencintai sesuatu pasti ada sebabnya. Sebab itu terletak bukan pada luar diri

yang lebih besar, tetapi di luar diri yang lebih kecil. Orang non-Kristen menyukai

sesuatu karena menarik baginya. Jadi, obyek menjadi sebab untuk mengasihi. 4

Manfred dalam bukunya dikatakan bahwa teks Im. 19:19 dan Ul. 22:9- 10,

merupakan larangan berbagai kombinasi yang tidak seimbang, seperti menabur

benih yang berbeda pada tanah yang sama dan pakaian yang dibuat dari bahan

yang berbeda. Dalam artian bahwa kiasan “menjadi pasangan yang tidak

seimbang” berbicara tentang ketidaksesuaian, seperti ungkapan umum, “minyak

dan air tidak mungkin bercampur (Brauch, Manfred T: 1997).

3
Ibid; hlm. 233
4
Victoria Woen, “Jurnal Teologi Vol. 4 No.1, Misiologi dan Pendidikan – Pandangan Alkitab Mengenai
Pernikahan Yang Tidak Seiman”: Jakarta: Rineka Cipta: 2020. Hal.55

5
Maka jika melihat pada masalah yang terjadi dan bagaimana Alkitab

memberikan prinsip-prinsip pernikahan bagi setiap orang percaya. Maka menurut

penulis tidak cukup jika Pendidikan Agama Kristen hanya diberlakukan di ranah

pendidikan. Tapi sangat perlu dibuat Pendidikan Agama Kristen mengenai

bagaimana keluarga kristen yang seharusnya. Bukan hanya waktu pelayanan

bimbingan pranikah yang biasa dilakukan selama dua atau tiga bulan dengan

beberapa kali pertemuan saja dalam satu minggunya. Melainkan harus memberi

waktu khusus bagi warga gereja diluar persekutuan-persekutuan keluarga,

remaja-pemuda, kaum ibu, kaum bapak.

Horace Bushnell memandang keluarga memiliki peran sentral dalam

pembentukan hidup beriman seorang anak.5

Horace Bushnell memandang keluarga memiliki peran sentral dalam

pembentukan hidup beriman seorang anak. 6 Penelitian yang dilakukan oleh Vardik

Vandiano membuktikan bahwa orangtua yang sering meluangkan waktu untuk

mendiskusikan hal-hal rohani dengan anak remaja atau pemudanya cenderung

menghasilkan generasi muda yang taat Firman Tuhan. 7 Dari teori Horace Bushnell

ini penulis mengambil kesimpulan bahwa tanggung jawab pengajaran iman

bergantung pada orang tua. Lalu bagaimana dengan peran gereja?

5
Stevie Cornelia Kimbal, Johanna Setlight and Deflita
6
Stevie Cornelia Kimbal, Johanna Setlight, and Deflita R.N. Lumi, “Internalisasi Pendidikan Kristiani Dalam
Keluarga,” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 7, no. 6 (October 5, 2021): 90–107, accessed September 16,
2022, http://jurnal.peneliti.net/index.php/JIWP/article/view/966.
7
Vardik Vandiano, “Signifikansi Konsep Christian NurtureMenurut Horace Bushnell BagiKeluarga Kristen,”
REAL DIDACHE: Journal of Christian Education 1, no. 1 (2020): 39–45

6
BAB III

METODE PENELITIAN

Penulisan makalah ini termasuk dalam penelitian kualitatif, dimana

penelitian ini berfokus pada masalah ditengah gereja. Teori dikembangkan dari

hasil penelitian dan pengamatan peneliti. Pendekatan yang digunakan adalah

tinjauan literatur mengenai pernikahan dini.

Selain kematangan usia, kematangan psikologi. Kematangan spiritualitas

sangat dibutuhkan sebelum seseorang mengambil keputusan untuk masuk

kedalam jenjang pernikahan. Oleh sebab itu gereja harus menyediakan bimbingan

terdidik untuk mempersiapkan orang-orang muda agar tidak keliru memahami

pernikahan. Oleh sebab itu baik sekali jika gereja mengadakan kelas bimbingan

“Siap Menuju Pernikahan dan Keluarga Kudus bagi Allah”.

1. Bimbingan bagi keluarga muda seiman.

Bimbingan bagi keluarga muda seiman ini diperuntukkan bagi keluarga muda

yang menikah dengan pasangan seimannya. Sehingga pembimbingan berisi

pengajaran prinsip-prinsip pernikahan kristen. Prinsip-prinsip iman kristen bagi

keluarga sehingga ketika keluarga muda dikaruniai anak, keluarga muda ini sudah

siap mendidik anak dalam kebenaran firman Allah.

2. Bimbingan bagi keluarga muda tidak seiman.

7
Bimbingan bagi keluarga tidak seiman ini berisi tentang penguatan iman dan

prinsip-prinsip iman kristen. Sehingga pihak yang beriman kepada Yesus Kristus

dapat hidup menjadi berkat bagi keluarga yang tidak percaya kepada Kristus. Dan

jika mereka dikaruniai anak maka mereka dapat menanamkan iman kristen

kepada anak-anak mereka.

3. Bimbingan bagi keluarga dewasa.

Bimbingan bagi keluarga dewasa berisi bagaimana keluarga dihadapan Tuhan

sehingga tetap dapat menjaga janji pernikahan dan mempertahankan kekudusan

pernikahan dihadapan Allah dan manusia. Serta menekankan rasa bertanggung

jawab atas pendidikan iman dan pengetahuan pernikahan kepada anak.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pegamatan penulis dan teori-teori yang penulis baca. Penulis merasa bahwa

sangat perlu untuk gereja terbeban untuk membimbing generasi muda bahkan

dewasa untuk mengerti prinsip pernikahan kristen. Bukan hanya tentang yang

penting seiman. Melainkan bagimana benar adanya iman kristen hadir ditengah-

tengah keluarga kristen. Dan yang tak seiman bukan hanyut pada keadaan yang

terlanjur dan yang lainnya melainkan diteguhkan untuk menjadi berkat dan

menanamkan iman kepada generasi berikutnya. Sehingga kekeliruan terhadap

pernikahan tidak terjadi lagi. Kiranya penulisan makalah ini dapat menjadi

pemikiran bersama bahwa gereja berperan penting memberikan pendidikan

agama kristen bagi jemaatnya.

8
Daftar Pustaka

Seri Antonius, Jurnal Pionir LPPM Vol.6 No.2 “Pernikahan Kristen dalam
Perspektif Firman Tuhan”, Institut Agama Kristen Negeri Tarutung, 2020

Stevie Cornelia Kimbal, Johanna Setlight, and Deflita R.N. Lumi, “Internalisasi
Pendidikan Kristiani Dalam Keluarga,” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 7, no. 6

Vardik Vandiano, “Signifikansi Konsep Christian NurtureMenurut Horace Bushnell


BagiKeluarga Kristen,” REAL DIDACHE: Journal of Christian Education 1, no. 1
(2020)

Victoria Woen, “Jurnal Teologi Vol. 4 No.1, Misiologi dan Pendidikan – Pandangan
Alkitab Mengenai Pernikahan Yang Tidak Seiman”: Jakarta: Rineka Cipta: 2020

Internet:

https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6151073/syarat-nikah-kua-2022-calon-
pengantin-wajib-tahu aturannya#:~:text=Salah%20satu%20syarat%20nikah
%20KUA,adalah%20minimal%20usia%2019%20tahun.

Anda mungkin juga menyukai