Studi Kasus 1
Intan, serta upaya untuk peningkatan perolehan manfaat dari bank-bank umum yang ada dalam hal
pemberian CSR.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa atas sepuluh rekening penampungan dana BOS yang tidak
digunakan lagi belum ditutup dengan saldo per 31 Desember 2020 sebesar Rp38.899.200,25.
c. Bendahara Penerimaan RSUD Y Tidak Menyelenggarakan Pencatatan BKU
Selama Tahun 2020, bendahara penerimaan hanya menyusun laporan penerimaan dan penyetoran
setiap bulan. Laporan tersebut dibuat berdasarkan buku setoran tunai dari loket pendaftaran/kasir,
buku catatan manual setoran dari petugas jaga Instalasi Farmasi,
Selama Tahun 2020, bendahara penerimaan pembantu tidak pernah menyusun BKU untuk
mencatat seluruh transaksi pendapatan yang dikelola. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
penyusunan laporan bulanan dilakukan oleh staf honorer yang ditunjuk lisan membantu tugas
bendahara penerimaan pembantu. Penatausahaan berupa penyusunan dokumen pendukung
administrasi pendapatan dilakukan oleh staf pembantu. Tugas sehari-hari bendahara penerimaan
pembantu hanya menerima fisik setoran yang, menyimpan, dan menyetorkan ke kas daerah.
d. Bendahara Penerimaan RSUD Y Tidak Menyetorkan Setiap Hari Kas atas Pendapatan yang
Diterima ke RKUD Maupun Rekening Penampungan Sementara
Pada bulan Juli 2020, manajemen rumah sakit membuka rekening di BPD Intan AC#119006093.
Pembukaan rekening telah didukung penetapan bupati melalui SK nomor
188.45/381/KEP/434.013/2020 tanggal 18 November 2020.
Berdasarkan hasil wawancara dengan bendahara penerimaan diketahui bahwa rekening tersebut
digunakan untuk menampung uang deposit pasien suspek Covid-19 (sambal menunggu hasil PCR)
serta menampung dana klaim dari BPJS Kesehatan. Apabila hasil PCR menunjukkan bahwa pasien
suspek tersebut positif, maka uang deposit akan dikembalikan ke pasien karena biaya perawatan
akan ditagihkan ke Kementerian Kesehatan.
Hasil pemeriksaan atas buku setoran, laporan bulanan, rekening koran, dan hasil cash opname
menunjukkan bahwa bendahara penerimaan tidak menyetorkan pendapatan yang diterima ke
RKUD atau rekening AC#119006093 setiap hari. Penyetoran ke kas daerah umumnya dilakukan 2
s.d. 20 hari kalender.
e. Terdapat Pajak Pusat Telah Dipungut Namun Belum Disetorkan ke Kas Negara
Hasil pemeriksaan secara uji petik atas bukti pembayaran pajak oleh bendahara pengeluaran pada
lima OPD menunjukkan terdapat pajak atas transaksi belanja Tahun 2020 telah dipungut namun
belum disetorkan ke kas negara, dengan rincian sebagai berikut.
(apabila ada), karena memang peruntukan buku laporan harian tidak dibuat sebagai bentuk
pencatatan atas uang jaminan pasien.
Praktik uang jaminan pasien diperbolehkan sebagai bentuk pengendalian untuk memastikan agar
pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit kepada pasien Jampersal, JKN, dan Jamkesmas
akan mendapatkan penggantian karena kelengkapan persyaratan administrasi telah terpenuhi.
Namun demikian, manajemen rumah sakit seharusnya mendesain bentuk prosedur pengendalian
secara baku yang berlaku dan yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait.
h. Terdapat Aset Tetap yang Dipinjampakaikan kepada Institusi yang Tidak Memenuhi Kriteria
Berdasarkan dokumen perjanjian pinjam pakai yang diadministrasikan oleh Bidang Aset BPPKAD,
terdapat 42 bidang tanah dengan luas 14.614 m2 serta enam bangunan dengan luas total 1.390 m2
yang berstatus dipinjampakaikan kepada sembilan institusi baik pemerintah, swasta, maupun
organisasi kemasyarakatan dengan rincian sebagai berikut.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa terdapat lima institusi yang tidak memenuhi kriteria
untuk dapat melakukan pinjam pakai BMD milik Pemerintah Kabupaten X yaitu PDAM X, RRI X,
Fatavat NU Kabupaten X, Muslimat NU Kabupaten X, dan MPC Pemuda Pancasila Kabupaten X.
Sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) PP Nomor 28 Tahun 2020, pinjam pakai BMD hanya dapat
dilaksanakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian, pemanfaatan BMD oleh lima institusi
seharusnya dilaksanakan selain dalam bentuk pinjam pakai.
Sesuai data KIB, aset tetap tanah yang dipinjampakaikan kepada Fatayat NU dan Muslimat NU
berlokasi di Jalan Makboel Kecamatan X. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa di atas
tanah tersebut telah berdiri bangunan sebagai kantor sekretariat. Hal tersebut tidak sesuai
perjanjian pinjam pakai yang telah disepakati.
Pertanyaan:
Berdasarkan uraian kasus di atas, peserta diklat diharapkan untuk:
1. Mengidentifikasi siapa saja pengelola keuangan daerah yang yang terkait dalam pengelolaan aset
(kas dan setara kas, persediaan, dan aset tetao) di Pemerintah Kabupaten X;
2. Menguraikan kelemahan pengendalian yang dilakukan oleh masing-masing pengelola keuangan
daerah terkait;
3. Mengusulkan perbaikan atas kelemahan pengendalian yang terjadi dalam pengelolaan aset (kas
dan setara kas, persediaan, dan aset tetap).
Studi Kasus 2
Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak
daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah
Sesuai dengan SOTK Pemerintah Kota X, pengelolaan Pajak Daerah dilaksanakan oleh Badan
Pendapatan Daerah (Bapenda). Susunan Organisasi Bapenda Kota X dapat dirinci sebagai berikut:
a. Kepala Badan;
b. Sekretariat (Sub Bagian Umum, Sub Bagian Keuangan, dan Sub Bagian Program);
c. Bidang Pendataan dan Penetapan (Sub Bidang Pendataan dan Pendaftaran, Sub Bidang
Penetapan, dan Sub Bidang Informasi Pendapatan Daerah);
d. Bidang Penagihan dan Pemeriksaan (Sub Bidang Penagihan, Sub Bidang Pemeriksaan, dan Sub
Bidang Pembinaan WP);
e. Bidang Pengendalian dan Pelaporan (Sub Bidang Pembukuan dan Pelaporan dan Sub Bidang
Evaluasi dan Pengendalian); dan
f. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).
Hasil pemeriksaan secara uji petik pada Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), dan Pajak Reklame menunjukkan permasalahan sebagai berikut.
a. Pemerintah Kota X belum memanfaatkan hasil kajian potensi pajak dalam menetapkan target
pendapatan Pajak Restoran
Pada Tahun 2020 Bapenda Kota X bekerjasama dengan Pusat Studi Keuangan Daerah Universitas Y
telah melakukan kajian atas potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah yang dipungut oleh
Pemerintah Kota X. Hasil kajian dimuat dalam Laporan Riset Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
Kota X Tahun 2020 sesuai gambar berikut.
Gambar 1. Kajian Potensi Pajak dan Reribusi Daerah Kota X Tahun 2020
Berdasarkan hasil kajian tersebut diketahui bahwa potensi Pajak Restoran dihitung dari proyeksi
rata-rata pertumbuhan realisasi penerimaan selama lima tahun terakhir (2016 – 2020), namun
penghitungan potensi pada kajian tersebut tidak digunakan sebagai salah satu pertimbangan
dalam menetapkan target pajak daerah setiap tahun. Berdasarkan hasil kajian diketahui proyeksi
pendapatan pajak restoran Tahun 2021 dari seluruh wajib pajak adalah sebesar
Rp31.500.000.000,00, namun dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bapenda diketahui
taget pendapatan Pajak Restoran ditetapkan sebesar Rp45.000.000.000,00, lebih tinggi sebesar
Rp13.500.000.000,00 atau 30% dari hasil kajian. Penelusuran lebih lanjut menunjukkan jumlah
pendapatan pajak Restoran yang dapat direalisasikan oleh Bapenda Kota X Tahun 2021 adalah
sebesar Rp31.700.000.000,00 atau hanya 70,44% dari target dalam APBD. Berdasarkan keterangan
dari Kepala Bapenda dan Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan diketahui bahwa hasil kajian
potensi pajak dan retribusi daerah tidak diinformasikan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah
pada saat penyusunan APBD TA 2021. Angka yang dijadikan sebagai target pendapatan Pajak
Restoran hanya bersumber dari anggaran tahun lalu ditambah dengan kenaikan sebesar 33,33%.
Berdasarkan database wajib pajak hotel diketahui jumlah wajib pajak terdata Tahun 2021 sebanyak
245 dengan klasifikasi sebagai berikut:
Hasil perbandingan dengan informasi yang dimuat dalam Buku Kota X dalam Angka Tahun 2021
yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota X diketahui jumlah hotel dan/atau
penginapan yang beroperasi di Kota X Tahun 2021 adalah sebanyak 294 hotel dan/atau penginapan
lainnya, sehingga terdapat selisih sebanyak 49 hotel dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3. Perbedaan Jumlah Hotel pada Kota X Menurut Data Bapenda dengan Data BPS
Tahun 2021
Jumlah Data
No Klasifikasi Hotel Bapenda Jumlah Data Menurut Selisih
BPS
1 Hotel Bintang 5 4 6 2
2 Hotel Bintang 4 13 14 1
3 Hotel Bintang 1 - 3 26 33 7
4 Hotel Melati 47 52 5
5 Losmen/Guest House/Wisma 73 88 15
6 Rumah Kos (Lebih dari 10 Pintu) 82 101 19
Jumlah 245 294 49
Permintaan keterangan kepada Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan Pajak menyatakan bahwa
atas selisih jumlah hotel dan/atau penginapan lainnya tersebut terjadi karena Bapenda belum
melakukan pendataan kembali data wajib pajak hotel. Pendataan terakhir dilakukan pada Tahun
2018 dengan laporan jumlah wajib pajak hotel terdata sebanyak 245 hotel dan belum dimutakhirkan
sampai dengan Tahun 2021.
Pemeriksaan lebih lanjut secara uji petik pada lima hotel yang belum terdata menunjukkan kelima
hotel tersebut telah beroperasi secara penuh sejak Tahun 2020 dengan total omset sebesar
Rp45.550.000.000,00 sesuai rincian pada Tabel berikut.
Tabel 4. Jumlah Omset Lima Hotel pada Kota X yang Belum Terdata Tahun 2020 dan 2021
Sesuai dengan Peraturan daerah Kota X Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
diketahui bahwa tarif Pajak Hotel ditetapkan sebesar 10% dari omset penjualan yang dilaporkan,
sehingga berdasarkan Tabel 4 di atas diketahui Pemerintah Kota X telah kehilangan potensi
pendapatan Pajak Hotel minimal sebesar Rp6.276.500.000,00 (10% x Rp62.765.000.000,00).
Potensi kehilangan pendapatan sebenarnya lebih tinggi dari nilai tersebut karena belum
memperhitungkan omset 44 Wajib Pajak hotel lainnya yang belum terdata.
c. Penetapan dan Penagihan PBB-P2 Belum Dilakukan atas Seluruh Wajib Pajak Terdaftar
Penghitungan pajak daerah merupakan salah satu rangkaian kegiatan pemungutan pajak sehingga
diketahui besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak (WP). Berdasarkan sifat pemungutannya, pajak
daerah dibedakan menjadi dua jenis yaitu pajak yang dipungut berdasarkan penetapan oleh kepala
daerah (official assesment system) dan pajak yang dihitung/dilaporkan/dibayar sendiri oleh WP (self
assesment system). Dalam official assesment system, fiskus berperan aktif dalam menghitung dan
menetapkan besaran pajak yang terhutang. Jenis pajak daerah yang dipungut secara official
assesment diantaranya adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2).
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan serta Kepala Bidang
Penagihan dan Pemeriksaan, diketahui bahwa proses penetapan dan penyampaian Surat
Penetapan Pajak Terutang (SPPT) PBB P2 sebagai berikut:
1) Setelah dilakukan pembaharuan data, SPPT di cetak massal lalu didistribusikan ke kelurahan;
2) Dalam pendistribusian SPPT PBB-P2, kelurahan dibantu oleh kolektor yang ditunjuk melalui Surat
Keputusan Walikota tentang Penunjukkan Penanggungjawab, Wakil Penanggungjawab,
Koordinator Kecamatan, Koordinator Kelurahan dan Kolektor Kelurahan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kota X;
3) Untuk penyampaian SPPT Tahun 2021 Bapenda menyerahkan ke kecamatan, selanjutnya
kecamatan mendistribusikan ke kelurahan yang ada di dalam kawasan tersebut;
4) Di tiap kelurahan, SPPT dikelompokan ke blok-blok yang ada, dan kolektor mendistribusikan ke
WP; dan
5) WP diarahkan untuk membayar melalui kolektor, loket pembayaran di kantor kelurahan, atau
melalui Bank.
Hasil pemeriksaan terkait penetapan, pendistribusian dan penagihan SPPT PBB-P2 Tahun 2021
menunjukkan permasalah berikut.
1) Sebanyak 254 WP PBB-P2 tidak diterbitkan SPPT-nya
Berdasarkan database WP PBB-P2 diketahui bahwa jumlah WP terdata Tahun 2021 adalah
sebanyak 29.433, namun penelusuran pada aplikasi SISMIOP dan catatan Bidang Pendataan dan
Penetapan Pajak Bapenda menunjukkan jumlah SPPT yang diterbitkan Tahun 2021 hanya
sebanyak 29.179 sehingga terdapat selisih sebanyak 254 WP yang tidak ditetapkan pajaknya.
Berdasarkan keterangan dari Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan Pajak Bapenda diperoleh
informasi bahwa WP tersebut merupakan WP yang terdata telah menunggak lebih dari 5 Tahun
dan subjek pajaknya tidak dapat ditemui saat pendistribusian SPPT. Atas kondisi ini Kepala
Bapenda mengambil kebijakan untuk menghentikan penerbitan SPPT atas WP tersebut sampai
subjek pajak nya dapat ditelusuri keberadaannya.
2) Sebanyak 6.258 SPPT tidak diterima Wajib Pajak
Berdasarkan data penyampaian dan penagihan SPPT diketahui bahwa atas SPPT yang telah
diterbitkan belum seluruhnya terdistribusi kepada WP, dengan rincian sebagai berikut.
Jumlah SPPT Terbit Jumlah SPPT Jumlah SPPT Jumlah SPPT Tidak % Tase Nilai SPPT
Disampaikan Ke Disampaikan ke Terdistribusi
Kolektor WP
29.433 29.433 23.175 6.258 21,26% 2.300.000.000,00
Dari tabel di atas diketahui bahwa persentase SPPT yang dikembalikan karena tidak terdistribusi
masih cukup tinggi yaitu sebesar 21,26%. Menurut keterangan Kepala Bidang Penagihan dan
Pemeriksaan pajak hal tersebut disebabkan karena WP tidak berada di tempat, Objek Pajak (OP)
tidak ditemukan, sudah beralih fungsi, terdapat OP ganda, dan permasalahan data lainnya
sehingga SPPT tidak dapat disampaikan sampai batas waktu yang ditetapkan yaitu tanggal 30
September setiap tahun. Penelusuran lebih lanjut diketahui bahwa sampai dengan saat ini belum
terdapat upaya dari Bapenda untuk memvalidasi dan memverifikasi data wajib pajak PBB-P2
yang teridentifikasi tidak valid sehingga nilai sebesar Rp2.300.000.000,00 juga tercatat sebagai
penambah nilai piutang Tahun 2021. Piutang tersebut berpotensi tidak dapat tertagih karena
belum akuratnya nama dan alamat WP tersebut.
Keterangan lebih lanjut dari Kasubag Keuangan diketahui bahwa kurang jelasnya informasi
pada dokumen STS yang dilampirkan oleh WP reklame membuat pihak Bapenda tidak memiliki
cukup informasi mengenai klasifikasi penyetoran tersebut. Selain itu Kasubag Keuangan juga
tidak melakukan rekonsiliasi rutin dengan Kepala Bidang Pengendalian dan Pelaporan Pajak
untuk membandingkan Laporan penerimaan Pajak Reklame dengan jumlah yang dicatat dalam
LRA Bapenda.
Pertanyaan:
Studi Kasus 3
Pada TA 2021, Pemerintah Provinsi Y menganggarkan Belanja Barang dan Jasa sebesar
Rp345.063.507.542,00 dengan realisasi sebesar Rp340.021.558.600,00 atau sebesar 98,54%. Realisasi
tersebut diantaranya merupakan belanja perjalanan perjalanan dinas pada 10 SKPD total sebesar
Rp40.437.101.531,00 dengan rincian pada Tabel berikut.
Tabel Anggaran dan Realisasi Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah pada 10 SKPD
TA 2021
Kegiatan perjalanan dinas TA 2021 pada Provinsi Y diatur dengan Keputusan Gubernur Provinsi
Y Nomor 123/III.3/2020 tanggal 31 Desember 2020 yang kemudian diubah dengan Keputusan Gubernur
Provinsi Y Nomor 158/III.3/ 2021 tanggal 11 Juni 2021 tentang Standar Satuan Harga Perjalanan Dinas
bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Tidak Tetap. Untuk pembayaran perjalanan dinas Gubernur,
Wakil Gubernur, Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD mengacu pada Keputusan Gubernur Provinsi Y
Nomor 148/III.3/2020 yang kemudian diubah dengan Keputusan Gubernur Provinsi Y Nomor
169/III.3/2021 tentang Standar Satuan Harga Perjalanan Dinas bagi Gubernur, Wakil Gubernur dan
Pimpinan serta Anggota DPRD.
Komponen biaya perjalanan dinas terdiri dari biaya transportasi, biaya akomodasi, uang harian,
dan uang representasi. Sesuai ketentuannya, biaya transportasi dan biaya akomodasi
dipertanggungjawabkan sesuai realnya (at cost), sedangkan uang harian dan uang representasi
dibayarkan secara lumpsum sesuai jumlah hari perjalanan dinas.
Hasil pengujian atas nilai bukti-bukti pertanggungjawaban at cost tersebut serta hasil
konfirmasi kepada pihak terkait atas tiket transportasi pesawat udara dan biaya akomodasi
diketahui ketidaksesuaian bukti-bukti pelaksanaan perjalanan dinas dengan kondisi sebenarnya
sebesar Rp1.114.737.792,00 dengan rincian pada Tabel berikut.
Hasil dari pemeriksaan tersebut telah disampaikan kepada masing-masing bendahara pengeluaran
untuk diklarifikasi kepada para pelaksana perjalanan dinas. Seluruh ketidaksesuaian tersebut telah
diklarifikasi kepada para pelaksana perjalanan dinas.
dalam waktu bersamaan pada tujuh SKPD sehingga terdapat kelebihan pembayaran perjalanan
dinas sebesar Rp516.819.590,00 dengan rekapitulasi disajikan dalam Tabel berikut.
Hasil pengujian atas bukti-bukti pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas pada kedua
SKPD tersebut, diketahui bahwa seluruh kegiatan perjalanan dinas TA 2021 telah
dipertanggungjawabkan, namun nilai bukti-bukti pertanggungjawaban rampung tersebut lebih
kecil sebesar Rp222.254.072,00 dari nilai yang telah dibayarkan, dengan rincian pada Tabel berikut.
Tabel Realisasi Kelebihan Pembayaran Belanja Perjalanan Dinas yang Belum Disetorkan ke Kas
Daerah
Berdasarkan keterangan Bendahara Pengeluaran pada tiga SKPD tersebut, selisih disebabkan
pencairan biaya perjalanan dinas melalui mekanisme SP2D-LS kepada Bendahara dan pada saat para
pegawai pelaksana perjalanan dinas menyampaikan bukti-bukti pertanggungjawaban, Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pembantu tidak memperhitungkan adanya kelebihan pembayaran.
Disamping itu, pada Sekretariat Daerah tidak ada petugas verifikator untuk TA 2021, sehingga
pelaksanaan prosedur verifikasi atas dokumen pertanggungjawaban perjalanan dinas kurang
optimal dilakukan bendahara ketika SPJ rampung. Atas kekurangan nilai bukti
pertanggungjawaban tersebut, secara nyata tidak dapat dilengkapi karena dari sisi jumlah bukti
telah benar tetapi nilainya tidak sesuai dengan jumlah yang telah dibayarkan.
Komponen biaya perjalanan dinas terdiri dari biaya transportasi, biaya akomodasi, uang
harian, dan uang representasi. Untuk biaya transportasi, dalam ketentuannya merupakan
transportasi dari kota kedudukan kantor sampai dengan kota tujuan perjalanan dinas atau
sebaliknya. Sementara biaya transportasi atau taksi dari kantor kedudukan ke bandara atau
terminal tranportasi udara maupun dari bandara/terminal kota tujuan ke tempat penginapan atau
kantor tujuan serta sebaliknya tidak diatur dalam ketentuan tentang perjalanan dinas TA 2021
dalam, yaitu Keputusan Gubernur Provinsi Y Nomor 123/III.3/2020 tanggal 31 Desember 2020 yang
kemudian diubah dengan Keputusan Gubernur Provinsi Y Nomor 158/III.3/ 2021 tanggal 11 Juni 2021
tentang Standar Satuan Harga Perjalanan Dinas bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Tidak Tetap.
Untuk pembayaran perjalanan dinas Gubernur, Wakil Gubernur, Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD
mengacu pada Keputusan Gubernur Provinsi Y Nomor 148/III.3/2020 yang kemudian diubah dengan
Keputusan Gubernur Provinsi Y Nomor 169/III.3/2021 tentang Standar Satuan Harga Perjalanan
Dinas bagi Gubernur, Wakil Gubernur dan Pimpinan serta Anggota DPRD.
Biaya transportasi taksi tersebut juga tidak diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Provinsi
Y Nomor 131/III.2/ 2021 tentang Standarisasi Besarnya Honorarium/Gaji/Upah dan Biaya lain-lain
dalam penyusunan perencanaan/ pelaksanaan kegiatan satuan kerja perangkat daerah/unit kerja di
lingkungan Pemerintah Provinsi Y TA 2021.
Pertanyaan:
Studi Kasus 4
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan Daerah
yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Penyusunan APBD dilakukan sesuai kebutuhan
dengan memedomani Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) berdasarkan rencana pembangunan tahunan daerah atau Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu)
tahun. APBD harus ditetapkan dalam Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada)
tentang Penjabaran APBD paling lambat tanggal 31 Desember tahun sebelumnya. APBD yang
ditetapkan melalui Perda mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi,
dan stabilisasi. Untuk itu, semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam bentuk uang
harus dianggarkan dalam APBD. Selain itu, APBD juga menjadi dasar dalam pengelolaan keuangan
daerah dalam masa satu tahun anggaran sesuai dengan undang-undang mengenai keuangan negara.
Selama dalam pelaksanaan Perda APBD di tahun anggaran yang berkenaan, Pemerintah
Daerah dapat melakukan perubahan APBD apabila terjadi hal-hal berikut.
a. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA
Perkembangan tersebut dapat berupa pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi Pendapatan
Daerah, pelampauan atau tidak terealisasinya alokasi belanja daerah, dan/atau perubahan sumber
dan penggunaan pembiayaan daerah. Perkembangan yang tidak sesuai asumsi KUA tersebut
diformulasikan dalam rancangan perubahan KUA serta perubahan PPAS berdasarkan perubahan
RKPD yang disertai penjelasan mengenai perbedaan asumsi dengan KUA yang ditetapkan
sebelumnya.
b. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar organisasi, antar unit
organisasi, antar Program, antar Kegiatan, dan antar jenis belanja. Pemerintah Daerah mengatur
lebih lanjut ketentuan mengenai tata cara pergeseran anggaran
c. Keadaan yang menyebabkan SILPA tahun anggaran sebelumnya harus digunakan dalam tahun
anggaran berjalan;
d. Keadaan darurat; dan/atau
e. Keadaan luar biasa.
Penelusuran lebih lanjut terhadap perubahan penjabaran APBD TA 2019, diketahui pergeseran
anggaran dilakukan pada seluruh tingkatan pergeseran dan terdapat penambahan anggaran, dengan
rekapitulasi sebagai berikut.
Pergeseran
Nilai Pergeseran
No. Uraian Pergeseran Jumlah Jumlah
Satuan (Rp)
Pengurangan Penambahan
Antar Unit Organisasi Unit
1 44 83 51.386.635.976,00
Organisasi
Pengujian lebih lanjut diketahui atas ketiga perubahan Perkada tentang Penjabaran APBD TA
2019 tersebut, tidak diikuti dengan perubahan Perda APBD TA 2019. Hal tersebut dikarenakan tidak
adanya kesepakatan Perubahan APBD TA 2019 antara DPRD Kota Minas Tirith dengan Pemerintah Kota
Minas Tirith.
Berdasarkan data dan dokumen penganggaran dapat dijelaskan kronologis perubahan APBD
Kota Minas Tirith TA 2019 sebagai berikut.
a. Perubahan APBD melalui Peraturan Walikota Nomor 30 Tahun 2019
Pemerintah Kota Minas Tirith pada tanggal 18 No. telah mengusulkan pergeseran anggaran TA
2019 melalui Surat Walikota Nomor 910/1913 perihal Usulan Pergeseran Anggaran TA 2019 kepada
Pimpinan DPRD Kota Minas Tirith. Usulan tersebut memuat beberapa kegiatan yang mengalami
pergeseran anggaran antar unit kerja, antar program, antar kegiatan, dan antar jenis belanja
untuk selanjutnya ditampung dalam perubahan APBD Kota Minas Tirith TA 2019. Pergeseran
anggaran ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa pertimbangan yaitu:
1) Sifat kegiatan yang penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan penganggarannya
sudah tidak sesuai perkembangan.
Usulan pergeseran tersebut telah mendapatkan persetujuan Pimpinan DPRD Kota Minas Tirith
dengan Berita Acara Nomor 06/III/2019 tentang Pergeseran Anggaran antar Unit Kerja, antar
Program, antar Kegiatan, dan antar Jenis Belanja APBD Kota Minas Tirith TA 2019. Selanjutnya,
pada tanggal 27 No. 2019 ditetapkan Peraturan Walikota Minas Tirith Nomor 30 Tahun 2019
tentang Pergeseran Penjabaran APBD TA 2019 Kota Minas Tirith.
Dalam Rupiah
JUMLAH
BERTAMBAH/
No. URAIAN SEBELUM
PERUBAHAN SATU (BERKURANG)
PERUBAHAN
BELANJA TIDAK
2.1 388.973.361.791,50 387.397.361.791,50 (1.576.000.000,00)
LANGSUNG
Belanja Bantuan
2.1.4 633.793.825,00 633.793.825,00 0,00
Keuangan
JUMLAH
BERTAMBAH/
No. URAIAN SEBELUM
PERUBAHAN SATU (BERKURANG)
PERUBAHAN
PENERIMAAN
3.1 61.211.000.000,00 61.211.000.000,00 0,00
PEMBIAYAAN DAERAH
PENGELUARAN
3.2 118.169.000,00 4.618.169.000,00 4.500.000.000,00
PEMBIAYAAN DAERAH
Penyertaan Modal
3.2.1 (Investasi) Pemerintah 0,00 4.500.000.000,00 4.500.000.000,00
Daerah
Pembayaran Utang
3.2.2 118.169.000,00 118.169.000,00 0,00
kepada Pihak Ketiga
Kronologis perubahan APBD melalui Peraturan Walikota Nomor 49 Tahun 2019 sebagai berikut:
2 12 Agustus 2019 Diterbitkan Surat Edaran Walikota Minas Tirith yang ditandatangani
oleh Sekretaris Daerah Nomor 903/3692 tentang Penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran Perubahan (RKAP) SKPD 2019 yang
ditujukan kepada Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
lingkup Pemerintah Kota Minas Tirith.
6 7 Oktober 2019 Walikota Minas Tirith bersurat kepada Menteri Dalam Negeri c.q.
Dirjen Bina Keuangan Daerah, Nomor 903/4833 perihal Usulan
Rancangan Perwali tentang Perubahan Penjabaran APBD TA 2019.
Pada tanggal 9 Oktober telah dilakukan diskusi dan konsultasi
dengan hasil konsultasi dituangkan dalam notulen yang
ditandatangani oleh Kepala BKAD Kota Minas Tirith, Kepala Bidang
Pembangunan Manusia dan Pemerintahan, Setda Kota Minas Tirith,
Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah,
Kasubdit Wilayah II, Kasi Wilayah III-B serta mengetahui Direktur
Jenderal Bina Keuangan Daerah. Isi notulen antara lain:
1. Dalam hal Pemerintah Kota Minas Tirith dan DPRD Kota Minas
Tirith telah melampaui batas waktu persetujuan bersama
rancangan Perda tentang Perubahan APBD TA 2019, maka Perda
7 15 Oktober 2019 Kepala BKAD mengajukan telaah staf kepada Ketua TAPD Kota
Minas Tirith tentang Penyusunan Perubahan Peraturan Walikota
Minas Tirith tentang Perubahan Kedua Penjabaran APBD TA 2019.
Rapat bersama TAPD dilakukan tanggal 15 Oktober 2019
menghasilkan BA Rekomendasi Nomor 910/5015
Pergeseran pada perubahan kedua dilakukan melalui pengurangan anggaran belanja tidak
langsung untuk penambahan anggaran belanja langsung senilai Rp2.119.199.000,00. Ringkasan
perubahan kedua APBD TA 2019 sebagai berikut.
Dalam Rupiah
JUMLAH BERTAMBAH/
No. URAIAN
PERUBAHAN SATU PERUBAHAN DUA (BERKURANG)
BELANJA TIDAK
2.1 387.397.361.791,50 385.278.162.791,50 (2.119.199.000,00)
LANGSUNG
Belanja Bantuan
2.1.4 633.793.825,00 633.793.825,00 0,00
Keuangan
PENERIMAAN
3.1 61.211.000.000,00 61.211.000.000,00 0,00
PEMBIAYAAN DAERAH
PENGELUARAN
3.2 4.618.169.000,00 4.618.169.000,00 0,00
PEMBIAYAAN DAERAH
JUMLAH BERTAMBAH/
No. URAIAN
PERUBAHAN SATU PERUBAHAN DUA (BERKURANG)
Penyertaan Modal
3.2.1 (Investasi) Pemerintah 4.500.000.000,00 4.500.000.000,00 0,00
Daerah
Pembayaran Utang
3.2.2 118.169.000,00 118.169.000,00 0,00
kepada Pihak Ketiga
c. Perubahan APBD melalui Peraturan Walikota Nomor 51 Tahun 2019
Perubahan APBD dilakukan karena terdapat kegiatan yang merupakan amanat Pemerintah Pusat
yang belum tercantum dalam perubahan APBD sebelumnya, yaitu:
1) Surat Menteri Keuangan Nomor:S-448/MK.7/2019 tanggal 20 November 2019 Perihal
Penetapan Pemberian Hibah Daerah untuk Program Bantuan Pendanaan rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca bencana TA 2019;
2) Surat Kementerian Dalam Negeri Nomor: 906/5426/Keuda Tanggal 9 Oktober 2019 Hal
Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Afirmasi dan BOS Kinerja Satuan
Pendidikan Dasar (Satdiknas) Negeri pada APBD Kabupaten/Kota;
3) Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 320/P/2019 Tanggal 9 September
2019 tentang Satuan Pendidikan Penerima Bantuan Operasional Sekolah Afirmasi dan
bantuan Operasional Sekolah Kinerja Tahun 2019;
4) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/14075/SJ Tanggal 17 Desember 2019 tentang
Penyesuaian Iuran Jaminan Kesehatan pada Pemerintah Daerah (Kurang Bayar);
Dalam Rupiah
JUMLAH BERTAMBAH/
No. URAIAN
PERUBAHAN DUA PERUBAHAN TIGA (BERKURANG)
BELANJA TIDAK
2.1 385.278.162.791,50 390.994.597.791,50 5.716.435.000,00
LANGSUNG
JUMLAH BERTAMBAH/
No. URAIAN
PERUBAHAN DUA PERUBAHAN TIGA (BERKURANG)
Belanja Bantuan
2.1.4 633.793.825,00 633.793.825,00 0,00
Keuangan
PENERIMAAN
3.1 61.211.000.000,00 61.211.000.000,00 0,00
PEMBIAYAAN DAERAH
PENGELUARAN
3.2 4.618.169.000,00 4.618.169.000,00 0,00
PEMBIAYAAN DAERAH
Penyertaan Modal
3.2.1 (Investasi) Pemerintah 4.500.000.000,00 4.500.000.000,00 0,00
Daerah
Pembayaran Utang
3.2.2 118.169.000,00 118.169.000,00 0,00
kepada Pihak Ketiga
Berdasarkan analisis atas realisasi APBD TA 2019 Unaudited, diketahui bahwa Pemerintah Kota
Minas Tirith merealisasikan APBD berdasarkan perubahan Peraturan Walikota tentang Penjabaran
APBD TA 2019. Hasil pengujian lebih lanjut atas realisasi rincian objek belanja dan pengeluaran
pembiayaan yang mengalami pergeseran atau penambahan anggaran dibandingkan dengan anggaran
murni, ditinjau per jenis belanja secara akumulasi menunjukkan pelampauan realisasi anggaran senilai
Rp7.580.000.000,00, dengan rekapitulasi sebagai berikut.
Dalam Rupiah
Anggaran
Uraian Realisasi Selisih
Murni
1 2 3 4=3-2
2-BELANJA
2.1-BELANJA OPERASI
2.1.6-Belanja Bantuan Sosial 0,00 3.080.000.000,00 3.080.000.000,00
3-PEMBIAYAAN
3.2-PENGELUARAN DAERAH
3.2.2-Penyertaan Modal
(Investasi) 0,00 4.500.000.000,00 4.500.000.000,00
Pemerintah Daerah
Jumlah 0,00 7.580.000.000,00 7.580.000.000,00
Kelebihan realisasi anggaran atas belanja bantuan sosial dan penyertaan modal (investasi) pemerintah
daerah tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Pelampauan realisasi belanja bantuan sosial senilai Rp3.080.000.000,00 terjadi sebagai akibat
pergeseran anggaran karena adanya program DAK Bidang Perumahan berupa Program Bantuan
Stimulan Perumahan Swadaya kepada 176 penerima masing-masing senilai Rp17.500.000,00.
Program tersebut belum dianggarkan pada APBD Murni, sehingga baru dimasukkan dalam
Pergeseran Anggaran ke-1 (Peraturan Walikota Minas Tirith Nomor 30 Tahun 2019). Realisasi
belanja bantuan sosial secara keseluruhan melampaui anggaran murni senilai
Rp3.080.000.000,00.
Kepala Bidang Anggaran BKAD Kota Minas Tirith menjelaskan bahwa perubahan APBD TA 2019 tetap
dilakukan berdasarkan pertimbangan telah dilakukan konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri
sebagaimana telah disajikan dalam Notulen Konsultasi yaitu dilakukan dengan pertimbangan kegiatan
yang sifatnya mendesak dan merupakan amanat dari Pemerintah Pusat. Selain itu, seluruh perubahan
APBD telah didokumentasikan dan berdasarkan hasil pembahasan dan kesepakatan Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Minas Tirith. Perubahan APBD TA 2019 dilakukan mengacu pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan perubahannya. Saat ini, Pemerintah Kota
Minas Tirith belum memiliki peraturan kepala daerah yang mengatur tata cara pergeseran anggaran.
Pertanyaan:
3. Usulkan perbaikan yang harus dilakukan oleh masing-masing pengelola keuangan daerah tersebut
agar penganggaran APBD menjadi lebih optimal.