Tppfix Kelompok 8
Tppfix Kelompok 8
Dosen Pengampu:
Chairul, S.T., M.T.
Kelompok 7B :
Chinny Putri Monica Lee (2007036540)
Chris Laurencia Tania (2007034816)
Edang Syahputra (2007025689)
UNIVERSITAS RIAU
2021
LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PEMBUATAN PULP 2
Kelompok VIII B :
Chinny Putri Monica Lee (2007036540)
Chris Laurencia Tania (2007036550)
Edang Syahputra (2007025689)
Catatan:
ii
DAFTAR ISI
iii
3.1
Delignifikasi Oksigen (ODL) ..............................................................35
3.1.1 Hasil ........................................................................................ 35
3.2 D0…………………………………………………………………….39
3.2.1 Hasil ........................................................................................ 39
3.2.2 Pembahasan ............................................................................. 39
3.3 D1…………………………………………………………………….41
3.3.1 Hasil ........................................................................................ 41
3.3.2 Pembahasan ............................................................................. 42
3.4 D2…………………………………………………………………….44
3.4.1 Hasil ........................................................................................ 44
3.4.2 Pembahasan ............................................................................. 44
3.5 Pengaruh Tahapan Bleaching terhadap Viskositas .............................47
3.5.1 Hasil ........................................................................................ 47
3.5.2 Pembahasan ............................................................................. 47
3.6 Pengaruh Tahapan Bleaching terhadap Brightness .............................48
3.6.1 Hasil ........................................................................................ 48
3.6.2 Pembahasan ............................................................................. 48
BAB IV PENUTUP ..........................................................................................50
4.1 Kesimpulan .........................................................................................50
4.1.1 Delignifikasi Oksigen (ODL) .................................................. 50
4.1.2 D0 ............................................................................................. 50
4.1.3 D1 ............................................................................................. 50
4.1.4 D2 ............................................................................................ 50
4.2 Saran ...................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................52
LAMPIRAN A LAPORAN SEMENTARA ......................................................55
LAMPIRAN B PERHITUNGAN .......................................................................46
LAMPIRAN C DOKUMENTASI……………………………………………...50
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Pulp
Pulp adalah hasil dari serat-serat selulosa dari kayu atau non kayu yang
diproses dengan cara melarutkan lignin semaksimal mungkin. Tujuan utama dari
proses pulp adalah mendapatkan serat sebanyak mungkin yang diindikasikan
dengan nilai rendemen yang tinggi dengan kandungan lignin seminimal mungkin,
Pada saat proses pulp, lignin akan terdegradasi oleh larutan pemasak menjadi
molekul yang lebih kecil yang dapat larut dalam lindi hitam. Peristiwa ini disebut
delignifikasi (Saenah, 2002).
Pulp dapat diolah dengan berbagai proses. Salah satu proses pengolahan pulp
yang paling banyak digunakan adalah proses kimia atau biasa disebut dengan proses
kraft. Proses pengolahan pulp dengan proses kraft ini menghasilkan kekuatan lebih
tinggi dibanding proses mekanis dan semikimia. Tetapi rendemen yang dihasilkan
lebih kecil diantara keduanya karena komponen yang terdegradasi lebih banyak
(lignin, ekstraktif, dan mineral). Metode ini menggunakan cairan pemasak white
liquor yang menggunakan NaOH dan Na2S (Saenah, 2002).
1
2
Adapun pembuatan pulp ini dimulai dari pembuatan bahan baku untuk mengubah
kayu gelondongan menjadi chip, pemasakan chip di digester menjadi pulp,
pencucian dan pemutihan pulp, pengeringan dan pembentukan lembaran pulp, serta
penyimpanan (Rydholm, 1967). Berikut gambar pulp dapat dilihat pada gambar 1.1
di bawah ini.
1.3 Lignoselulosa
Lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan
komponen utama lignin, hemiselulosa dan selulosa. Ketersediaannya yang cukup
melimpah, terutama sebagai limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan,
menjadikan bahan ini berpotensi sebagai salah satu sumber energi melalui proses
konversi baik proses fisika, kimia maupun biologis. Lignoselulosa mengandung
tiga komponen penyusun utama yaitu lignin (10-25%), hemiselulosa (20-35%), dan
selulosa (35-50%) (Lynd et al, 2002). Di alam, biasanya komponen utama penyusun
lignoselulosa membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple et al,
2003). Berikut struktur lignoselulosa dapat dilihat pada gambar 1.2 di bawah ini.
1.3.1 Lignin
Lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang hubungannya erat,
mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, namun proporsi karbonnya lebih tinggi
dibanding senyawa karbohidrat (Pasue et al, 2019). Lignin juga disebut sebagai
bagian dari tanaman yang tidak dapat dicerna dan berikatan kuat dengan selulosa
dan hemiselulosa, lignin bukanlah golongan karbohidrat, tetapi sering berkaitan
dengan selulosa dan hemiselulosa serta erat hubungannya dengan serat kasar dalam
analisa proksimat, maka dimasukkan kedalam karbohidrat (Halili, 2014). Lignin
bersama-sama selulosa membentuk komponen yang disebut lignoselulosa, yang
mempunyai koefisiensi cerna sangat kecil (Tillman et al, 1991).
Lignin merupakan zat organik yang memiliki polimer banyak dan merupakan
hal yang penting dalam dunia tumbuhan. Lignin adalah polimer berkadar aromatik-
fenolik yang tinggi, berwarna kecokelatan, dan relatif lebih mudah teroksidasi.
Lignin tersusun atas jaringan polimer fenolik yang berfungsi merekatkan serat
selulosa dan hemiselulosa sehingga menjadi sangat kuat (Sun, 2002). Struktur
kimia lignin sangat kompleks dan tidak berpola sama. Gugus aromatik ditemukan
pada lignin, yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari dua
sampai tiga karbon. Proses pirolisis lignin menghasilkan senyawa kimia aromatis
berupa fenol, terutama kresol. Berikut gambar satuan penyusun lignin dapat dilihat
pada gambar 1.3 di bawah ini.
1.3.2 Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen dengan berat
molekul rendah. Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15 dan 30 persen dari berat
kering bahan lignoselulosa. Hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan
asam menjadi monomer yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa dan
arabinosa. Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril
yang meningkatkan stabilitas dinding sel (Taherzadeh, 1999). Dilihat dari
strukturnya, selulosa dan hemiselulosa mempunyai potensi yang cukup besar untuk
dijadikan sebagai penjerap karena gugus OH yang terikat dapat berinteraksi dengan
komponen adsorbat. Dengan demikian selulosa dan hemiselulosa lebih kuat
menyerap zat yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar (Saenah, 2002).
Rantai utama hemiselulosa dapat terdiri hanya satu jenis monomer seperti xilan atau
terdiri atas dua jenis atau lebih monomer seperti glukomanan. Berikut gambar
struktur xilan dan glukomanan dapat dilihat pada gambar 1.4 di bawah ini.
1.3.3 Selulosa
Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berantai panjang polisakarida
karbohidrat, dari beta-glukosa. Selulosa merupakan komponen utama dalam
pembuatan kertas. Selulosa adalah senyawa organik penyusun utama dinding sel
dari tumbuhan. Adapun sifat dari selulosa adalah berbentuk senyawa berserat,
mempunyai tegangan tarik yang tinggi, tidak larut dalam air dan pelarut organik
(Mussatto dan Teixeira, 2010). Berikut Struktur molekul selulosa dapat dilihat pada
gambar 1.5 di bawah ini.
5
1.4.2 H2SO4
Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini
larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak
kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia.Kegunaan
utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air
limbah dan pengilangan minyak (Horiza et al, 2017).
7
1.4.3 ClO2
Klorin dioksida adalah senyawa anorganik yang terdiri dari unsur klorin (Cl)
dan oksigen (O). Rumus kimianya adalah ClO2. Klorin dioksida adalah gas
berwarna kuning kehijauan untuk kemerahan. Klorin dioksida tidak ditemukan
secara alami di lingkungan. Klorin dioksida bersifat sangat reaktif, jadi itu umum
untuk mempersiapkannya di mana ia akan digunakan. Salah satu kegunaan klorin
dioksida yang paling penting adalah sebagai mikrobisida, antiseptik dan pewangi
karena menghilangkan bakteri, virus, dan jamur dengan sangat mudah dan dalam
konsentrasi yang sangat rendah (Ahmet et al, 2004).
Beberapa makanan yang dijual di supermarket mungkin telah didesinfeksi
dengan klorin dioksida ClO2. Klorin dioksida memungkinkan untuk mendisinfeksi
makanan seperti sayuran, buah-buahan, daging, unggas dan makanan laut. Klorin
dioksida digunakan untuk membersihkan permukaan, lantai, kamar mandi, sistem
ventilasi, kolam renang, peralatan laboratorium, peralatan gigi, dll (Dence, 1996).
Untuk alasan ini klorin dioksida digunakan dalam pengolahan makanan, di
rumah sakit dan klinik, di industri dan toko. Ini digunakan untuk memurnikan air
minum dan juga air limbah kota. Klorin dioksida sangat efektif sebagai agen
pengoksidasi, sehingga digunakan untuk memutihkan bubur kertas, minyak,
tepung, kulit, serat tekstil, dan lainnya. Ketika dalam bentuk gas klorin dioksida
sangat berbahaya, karena sangat eksplosif, dan terutama digunakan dalam larutan
air. Ini beracun jika terhirup (Fuadi dan Ahmad, 2008).
a. Sifat Klorin dioksida
Berikut ini adalah beberapa sifat dari klorin dioksida (Ahmet et al, 2004):
1. Keadaan fisik: Kuning kehijauan untuk gas kuning kemerahan.
2. Berat molekul: 67,45 g / mol.
3. Titik lebur: -59 ºC.
8
1.4.4 NaOH
Natrium hidroksida dengan rumus kimia NaOH biasa dikenal sebagai soda
kaustik, soda api, ataupun sodium hidroksida, ialah sejenis basa logam kaustik.
Natrium Hidroksida bisa terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan
dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat saat dilarutkan
ke dalam air (Somna et al, 2011).
a. Sifat Fisika
Natrium hidroksida murni adalah padatan kristal tidak berwarna yang meleleh
pada suhu 318 °C (604 °F) tanpa terurai, dan dengan titik didih pada suhu 1388 °C
(2530 °F). Senyawa ini sangat larut dalam air, dengan kelarutan yang rendah dalam
pelarut polar seperti etanol dan metanol. NaOH tidak larut dalam eter dan pelarut
non-polar lainnya (Rattanasak, 2009).
Serupa dengan hidrasi asam sulfat, pelarutan natrium hidroksida padat dalam
air merupakan reaksi yang sangat eksotermis sehingga mampu menghasilkan
sejumlah besar panas ke lingkungan, dan mengancam keselamatan melalui potensi
paparan melalui percikan. Larutan yang dihasilkan umumnya tidak berwarna dan
tidak berbau. Layaknya larutan alkali lainnya, senyawa ini terasa licin bila
mengalami kontak dengan kulit akibat proses saponifikasi yang terjadi antara
NaOH dan minyak alami pada kulit (Rattanasak, 2009).
b. Sifat Kimia
Reaksi dengan asam Natrium hidroksida bereaksi dengan asam protik
menghasilkan air dan garam yang sesuai. Reaksi dengan oksida asam Natrium
10
hidroksida juga bereaksi dengan oksida asam, seperti sulfur dioksida. Reaksi
semacam itu sering digunakan untuk "menggaruk" gas asam yang berbahaya
(seperti SO2 dan H2S) yang diproduksi dalam pembakaran batu bara dan karenanya
mencegah pelepasannya ke atmosfer (Somna et al, 2011).
c. Kegunaan
Natrium hidroksida adalah basa kuat yang populer digunakan dalam industri.
Natrium hidroksida digunakan dalam pembuatan garam natrium dan deterjen,
pengaturan pH, dan sintesis organik. Secara massal, senyawa ini paling sering
digunakan dalam larutan berairnya, karena senyawa ini dalam bentuk larutannya
lebih murah dan lebih mudah ditangani (Azhar,2010).
Minyak mentah dengan kualitas buruk dapat diolah dengan natrium
hidroksida untuk menghilangkan kotoran sulfur dalam proses yang dikenal
sebagai pencucian kaustik. Natrium hidroksida bereaksi dengan asam lemah
seperti hidrogen sulfida dan merkaptan untuk menghasilkan garam natrium non-
volatil, yang dapat dihilangkan. Limbah yang terbentuk bersifat toksik dan sulit
ditangani, dan prosesnya dilarang di banyak negara karena hal ini (Azhar,2010).
1.4.5 KI
Kalium iodida (KI) adalah garam yodium stabil (non-radioaktif) yang dapat
membantu mencegah tiroid dari menyerap yodium radioaktif, oleh karena itu, ia
melindungi tiroid dari kerusakan radiasi. Tiroid adalah bagian tubuh yang paling
sensitif terhadap yodium radioaktif. Anda harus menggunakan kalium iodida (KI)
hanya jika direkomendasikan oleh petugas kesehatan masyarakat atau personel
manajemen darurat. Ada risiko kesehatan yang terkait dengan konsumsi kalium
iodide (Sulistiawan, 2018).
Kalium iodida tidak mencegah yodium radioaktif memasuki tubuh dan tidak
dapat membalikkan efek kesehatan yang disebabkan oleh yodium radioaktif setelah
merusak tiroid. Kalium iodida hanya melindungi tiroid terhadap yodium radioaktif,
dan bukan bagian tubuh lainnya. Garam meja dan makanan kaya yodium tidak
mengandung jumlah yodium yang cukup untuk mencegah yodium radioaktif
diserap ke dalam tiroid. Jangan gunakan garam dapur atau makanan lain sebagai
pengganti kalium iodide (Ardhiyanti et al, 2014).
11
a. Sifat kimia
Berperilaku seperti garam sederhana. Ion iodida, yang merupakan reduktor
lemah, mudah teroksidasi oleh unsur-unsur lain seperti klorin menjadi iodin:
2 KI(acq) + Cl2(aq) → 2 KCl + I2(aq)
Ini memiliki pH netral (pH = 7) karena kation kalium dan anion iodida adalah ion
penonton, sehingga mereka tidak bereaksi dengan air, menjaga pH tidak berubah.
Iodida teroksidasi bahkan lebih mudah dengan membentuk asam klorida (HI), yang
merupakan reduktor kuat dari KI. Kalium iodida membentuk anion triiodida bila
dikombinasikan dengan unsur yodium (Alif et al, 2010).
Tidak seperti yodium, triiodida sangat larut dalam air, sehingga kalium iodida
secara signifikan meningkatkan kelarutan unsur yodium dalam air, yang larut
sendiri dalam jumlah yang sangat rendah. Sintesis produk dilakukan dengan
mereaksikan yodium dengan kalium hidroksida. Dari reaksi ini, kalium iodat
diperoleh, yang, karena perbedaan kelarutan, dapat dipisahkan dari iodida (Alif et
al, 2010).
3I2 +6 KOH → KIO3 + 5KI + 3H2O
b. Sifat Fisik
Berikut ini adalah beberapa sifat fisik dari kalium iodida (Permatasari, 2017):
Penampilan : Kristal putih
Kepadatan : 3130 kg/m3
Massa molar : 166,00 g/mol
Titik lebur : 953 K
Titik didih : 1600 K
c. Kegunaan
Berikut ini adalah beberapa kegunaan dari kalium iodida (Permatasari, 2017):
1. Dalam fotografi , menyiapkan emulsi.
2. Dalam pengobatan untuk pengobatan aktivitas tiroid yang berlebihan.
3. Dalam kimia untuk iodometri dan teknik analitik lainnya.
4. Dalam mikrobiologi , itu adalah komponen lugol .
5. Dalam Akuarium Laut, digunakan untuk meningkatkan perkembangan
karang lunak (xenias, jamur dan zoantida) dan untuk meningkatkan rona biru
pada SPS, meskipun makro-alga dan spons juga bermanfaat.
12
6. Ini adalah agen pelindung terhadap agresi isotop radioaktif yodium yang
muncul dalam beberapa kasus kecelakaan nuklir. Radioaktif yodium
terakumulasi dalam kelenjar tiroid, dan asupan kalium iodida.
1.4.6 Na2S2O3
Natrium tiosulfat atau natrium hiposulfit (Na2S2O3) Ini adalah garam
anorganik yang penting dengan berbagai kegunaan medis. Ini adalah senyawa ionik
yang dibentuk oleh dua kation natrium (Na+) dan anion tiosulfat bermuatan negatif
(S2O3-), Dimana inti atom belerang terikat tiga atom oksigen dan atom sulfur (maka
awalan paman), melalui ikatan tunggal dan ganda dengan resonansi karakter. Solid
ada dalam struktur kristal monoklinik (Pangastuti, 2017).
Na2S2O3 Ini sangat larut dalam air, mampu melarutkan 70 gram per 100
mililiter pelarut. Senyawa ini praktis tidak larut dalam etanol Na2S2O3 adalah
padatan yang stabil dalam kondisi normal, tetapi terurai pada pemanasan menjadi
natrium sulfat dan natrium polisulfida (Putri, 2018).
Natrium thiosulfat juga banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan
industri, antara lain yaitu industri kertas dan pulp, deterjen, pembuatan flat glass,
tekstil, farmasi, keramik, zat pewarna dan sebagai reagent di laboratorium kimia.
Selain melalui proses Hargraves, natrium sulfat pun dapat dihasilkan dengan cara
pemurnian garam natrium thiosulfat atau sebagai produk samping dari produksi
fenol. Selain itu di Indonesia natrium sulfat umumnya didapat sebagai produk
samping dari industri viscose rayon (Padmaningrum, 2008).
Adapun fungsi dari bagian-bagian alat percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Heater berfungsi sebagai pemanas.
2. Display monitor berfungsi untuk mengatur suhu dan kecepatan mixer.
3. Mixer berfungsi untuk mengaduk atau menghomogenkan sampel pulp yang
ada di dalam vessel.
4. Vessel berfungsi untuk menampung pulp selama proses heating.
5. Valve berfungsi untuk memasukkan dan mengeluarkan oksigen.
1.6 Waterbath
Waterbath adalah oven atau bisa disebut penangas air yang fungsinya
utamanya untuk menciptakan suhu yang konstan. Merupakan wadah yang berisi air
yang bisa mempertahankan suhu air pada kondisi tertentu selama selang waktu yang
ditentukan. Prinsip kerja alat pada saat saklar di posisi on maka arus listrik dari
sumber akan memberi suplai listrik ke heater. Heater yang diberi arus listrik
memberikan panas pada alat, suhu semakin tinggi, dan berhenti naik sampai suhu
yang diinginkan. Fungsi alat ini yaitu pemanasan pada suhu rendah 30°C-100°C,
menguapkan zat atau larutan dengan suhu tidak terlalu tinggi, juga untuk
14
1.7 Delignifikasi
Delignifikasi adalah suatu proses mengubah struktur kimia biomassa
berlignoselulosa dengan tujuan mendegradasi lignin secara selektif sehingga
menguraikan ikatan kimianya baik secara ikatan kovalen, ikatan hidrogen maupun
ikatan van der waals, dengan komponen kimia lain pada bahan berlignoselulosa.
Proses delignifikasi bisa dilakukan secara panas, kimia dan biologis. Dengan
demikian, substrat selulosa dan hemiselulosa yang tersisa akan lebih mudah diakses
oleh enzim pengurai termasuk enzim hidrolisis (Paryono, 2009).
Proses delignifikasi yang terdiri dari berbagai reaksi pulping dan pemutihan
ditinjau berdasarkan konsep umum yang membagi reaksi ini ke dalam kategori
nukleofilik dan elektrofilik. Hal ini ditunjukkan oleh banyak contoh bahwa pulping
disebabkan oleh aksi spesies nukleofilik eksternal menyerang pusat kekurangan
elektron dalam struktur karbonil dan karbonil terkonjugasi dan adanya gugus
15
nukleofilik tetangga yang menyerang atom karbon dari rantai samping. Di sisi lain,
pemutihan diprakarsai oleh spesies elektrofilik yang menyerang pusat kaya elektron
dalam inti aromatik dan rantai samping terkonjugasi cincin tak jenuh. Reaksi
pemutihan awal ini diikuti oleh reaksi nukleofilik yang terjadi selama tahap
pemutihan yang sama atau selanjutnya. Efisiensi prosedur delignifikasi tertentu
ditentukan oleh tingkat kerjasama antara reaksi nukleofilik dan elektrofilik. Selama
proses delignifikasi, konstituen karbohidrat kayu mengalami reaksi yang mengikuti
mekanisme yang serupa dengan lignin. Ini memberikan penjelasan atas fakta bahwa
selektivitas proses pulping dan bleaching terbatas (Gierer, 1985).
Proses delignifikasi bertujuan untuk menaikkan derajat putih dengan
penambahan bahan kimia tanpa mengurangi kekuatan serat atau sifat lain. Warna
yang ada pada pulp umumnya merupakan sisa-sisa lignin yang tertinggal pada saat
pemasakan (Rutpan, 2009). Salah satu bahan kimia sebagai oksidator yang dapat
digunakan dalam proses delignifikasi pulp dan tidak berbahaya bagi lingkungan
adalah asam parasetat. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil
delignifikasi adalah konsentrasi pelarut yang digunakan (Rydholm, 1967).
1.8 Bleaching
Bleaching adalah suatu proses untuk mengubah warna pulp menjadi berwarna
karena mengandung zat-zat lain seperti senyawa lignin dan zat-zat organik lainnya.
Cara pemutihan yang dilakukan tergantung pada serat pulp yang akan diputihkan
dan kualitas pulp putih yang diinginkan. Dalam hal ini ada dua cara pemutihan pulp
yaitu cara penghilangan lignin dan pemutihan lignin (Libby, 1962).
Hidrogen peroksida termasuk zat oksidator yang bisa digunakan sebagai
pemutih pulp yang ramah lingkungan. Di samping itu, hidrogen peroksida juga
mempunyai beberapa kelebihan antara lain pulp yang diputihkan mempunyai
ketahanan yang tinggi serta penurunan kekuatan serat sangat kecil. Pada kondisi
asam hidrogen peroksida sangat stabil, sedangkan pada kondisi basa mudah
terurai. Peruraian hidrogen peroksida juga dipercepat oleh naiknya suhu. Zat reaktif
dalam sistem pemutihan dengan hidrogen peroksida dalam suasana basa adalah
perhydroxyl anion (Fengel dan Wegener, 1884).
16
1.9.1 pH
pH adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen dari larutan. Pengukuran pH
akan mengungkapkan jika larutan bersifat asam atau alkali (basa). Jika larutan
tersebut memiliki jumlah molekul asam dan basa yang sama, pH dianggap netral.
Pada proses oxygen delignification pH pulp dijaga berkisar 11-12 (Kocurek, 1989).
dikoreksikan terhadap konsumsi oleh KMnO4 yang ditambahkan. Untuk pulp kraft
hubungan antara kappa number dengan lignin adalah sebagai berikut (Tjahjono,
1997) :
1.9.5 Viskositas
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau
fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan
untuk mengalir. Viskositas dilakukan untuk menentukan kecepatan mengalirnya
suatu cairan. Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliran fluida yang
merupakan gesekan antara molekul-molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu
jenis cairan yang mudah mengalir, dapat dikatakan memiliki viskositas yang
rendah, dan sebaliknya bahan-bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki
viskositas yang tinggi (Triyana, 2011).
Koefisien viskositas secara umum diukur dengan dua metode, yaitu
viskometer oswald dan viskositas lehman. Viskositas Oswald merupakan waktu
yang dibutuhkan fluida untuk mengalirnya, cairan dicatat dan dihitung. Umumnya
koefisien viskositas dihitung dengan membandingkan laju cairan dengan laju aliran
yang koefisien viskositasnya diketahui. Viskositas Lehman didasarkan pada waktu
kecepatan alir cairan yang akan diuji atau dihitung nilai viskositasnya berbanding
terbalik dengan waktu kecepatan alir cairan pembanding, dimana cairan
pembanding yang digunakan adalah air (Triyana, 2011).
Parameter-parameter yang diperiksa terhadap nilai oksidasi delignifikasi
lignin adalah pH, kappa number, konsistensi pulp, kecerahan dan viskositas, seperti
yang tertera pada tabel berikut ini:
18
20
21
Selesai
2.2 Do
2.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan D0, yaitu :
1. Waterbath
2. Oven
3. pH meter
4. Gelas ukur 10 mL dan 100 mL
5. Gelas kimia 1000 mL
6. Plastic seal
7. Filter bag
8. Pipet volume 10 mL
2.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan D0, yaitu :
1. Sampel pulp setelah tahap ODL
2. Larutan H2SO4 2N
3. Larutan NaOH 2,5 N
4. Larutan ClO2
5. Akuades
23
Mulai
Pulp Hasil
Akuades Dimasukkan pulp hasil ODL ke dalam
ODL
246,614 ml plastic seal
44,2140 g
Selesai
2.3 D1
2.3.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan D1, yaitu :
1. Waterbath
2. Oven
3. pH meter
4. Gelas ukur 100 ml
5. Gelas kimia 1000 ml
6. Plastic seal
7. Filter bag
8. Pipet volume 10 ml
2.3.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan D1, yaitu :
1. H2SO4 2 N
2. ClO2
3. Sampel pulp
4. Akuades
5. NaOH 2,5 N
25
Mulai
Akuades 225,97 ml
Pemisahan dengan
menggunakan filter bag
Analisa
Selesai
2.4 D2
2.4.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan D2, yaitu :
1. Waterbath
2. Oven
3. pH meter
4. Gelas ukur 100 ml
5. Gelas kimia 1000 ml
6. Plastic seal
7. Filter bag
8. Pipet volume 10 mL
26
2.4.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan D2, yaitu :
1. H2SO4 2 N
2. ClO2
3. Sampel pulp
4. Akuades
5. NaOH 2,5 N
Mulai
Akuades 241,47 ml
Pemisahan dengan
menggunakan filter bag
Analisa
Selesai
Mulai
6gr pulp pre Sampel Pulp dicuci menggunakan 6gr pulp pre
ODL saringan 80 mesh selama 3 menit ODL
Sampel diaduk
Dikeringkan dalam
400 ml menggunakan
1/3 pad pulp oven pada suhu 2/3 pad pulp
akuades magnetic stirrer
105℃ selama 2 jam
hingga homogen
Analisa
Selesai
Mulai
Pulp AD
Ditimbang sampel dan catat beratnya
1 gram
Analisa
Selesai
C−A
𝐶𝑦 (%) = × 100% ........................................... (2.1)
B
Keterangan :
A : Berat cawan kosong (gram)
B : Berat pulp awal (gram)
C : Berat kering pulp (gram)
Mulai
2 ml NaOH
2,5 N
Akuades
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
50 ml
Indikator
Fenolpthalein
HCl 0,5 N Dititrasi sampai tidak berwarna 3 tetes
Analisa
Selesai
Keterangan :
A : Berat sampel (mL)
B : Volume titrasi (mL)
BE NaOH : 40
N HCl : 0,5N
30
Mulai
Pulp setelah
ODL 0,125 gr
Dimasukkan sampel Dipasang viskometer
Akuades ke dalam gelas kimia pada klem dalam Air keran
12,5 ml 1000 ml gelas kimia 1000 ml
Larutan
CED 12,5 ml Dilakukan
Dihomogenkan pengecekan suhu
sampel di magnetic pada air di gelas
stirrer selama 15 kimia 1000 ml
menit (sesuaikan suhu
hingga 25oC)
Analisa
Selesai
Gambar 2. 8 Diagram prosedur praktikum Viskositas Pulp
Mulai
25 mL KI 10%
5 mL ClO2
Dicampurkan larutan ke dalam
erlenmeyer 250 mL
10 mL
bufferfosfat
Titrasi larutan sampel dengan
Na2S2O3 0,1 N hingga berwarna
10 mL H2SO4 2N kuning pucat
Analisa
Selesai
2.5.6 pH
Berikut ini adalah diagram prosedur percobaan pH:
Mulai
Dihidupkan pH meter
Dimatikan pH meter
Selesai
Mulai
Analisa
Selesai
𝑔 B×N×BE Cl
Residu ClO2 ( 𝑡 ) = .................................. (2.5)
A
Keterangan :
A : Volume sampel (mL)
B : Volume Na2S2O3 yang dikonsumsi dalam titrasi (mL)
N Na2S2O3 : 0,1N
BE Cl : 35,5
34
Mulai
Selesai
3.1.2 Pembahasan
Pada praktikum delignifikasi oksigen (ODL), digunakan gas O2 dan NaOH
untuk menurunkan sekitar 30-50% kandungan lignin di dalam pulp cokelat.
Penurunan kandungan lignin ini mengindikasikan turunnya kappa number, dimana
kappa number ini mempengaruhi jumlah penggunaan bahan kimia pemutih pada
tahapan pemutihan (bleaching). Pada percobaan ini, sampel pulp ditambahkan
akuades dan NaOH kemudian diukur pH sampel agar sesuai dengan pH inlet, lalu
dimasukkan ke dalam PARR reactor untuk direaksikan menggunakan gas O2
dengan tekanan 6 bar pada suhu 105°C selama 90 menit. Pada proses ini terjadi
35
36
reaksi oksigen dengan bagian lignin dalam kondisi basa yang menghasilkan anion
radikal superoksida melalui transfer satu elektron dari sisi aktif lignin ke oksigen.
Proses ini merupakan langkah penentu laju oksidasi dan membutuhkan
kehadiran logam ion (Na+) serta suhu tinggi. Oksigen (O2) merupakan oksidan
lemah sehingga ODL biasanya berjalan dalam kondisi basa, dimana gugus hidroksil
fenolik yang terionisasi pada lignin akan memberikan kerapatan elektron tinggi
yang diperlukan untuk memulai transfer elektron. Hasil dari reaksi yang terjadi
pada proses ODL ini akan menurunkan kandungan lignin dalam pulp (Susilo,
2005). Setelah proses ODL selesai, pulp dikeluarkan dan ditampung filtratnya lalu
dicuci sampai air cucian tidak berwarna kemudian dilakukan pengujian terhadap
beberapa parameter pulp sebagai berikut:
1. pH
Pengujian pH pulp dilakukan dengan cara mencelupkan elektroda pH meter
ke dalam pulp maupun filtrat dan tunggu nilai pH muncul pada monitor sehingga
dapat diperoleh pH dari pulp maupun filtrat tersebut. Praktikum ini dilakukan
dengan menggunakan dua sampel, yaitu sampel pulp sebelum ODL (pre ODL) dan
sampel filtrat pulp setelah ODL (post ODL). Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada
Tabel 3.1, yaitu pH sampel pulp pre ODL sebesar 10,98 dan pH sampel filtrat post
ODL sebesar 10,52. Penurunan pH ini terjadi karena NaOH yang digunakan pada
tahap ODL bereaksi dengan asam-asam organik dan lignin sehingga terjadi reaksi
netralisasi yang menurunkan pH pulp post ODL (Lukmandaru et al, 2018).
2. Kappa Number
Pengujian kappa number dilakukan dengan metode titrasi iodometri menggunakan
Na2S2O3 0,1N yang sudah distandarisasi sebagai titran. Sesuai dengan penelitian
Malau (2017), pada proses ini penambahan larutan KMnO4 0,1N berperan sebagai
oksidator yang akan mengoksidasi lignin yang masih tersisa dalam pulp cokelat
pada suasana asam yang diperoleh dari penggunaan H2SO4 4N. Sedangkan KI 1N
berperan sebagai reduktor yang akan mereduksi KMnO4 0,1N dan kelebihannya
akan bereaksi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1N. Titik akhir titrasi dapat
diketahui dengan penambahan indikator amilum dimana larutan sampel akan
menjadi tidak berwarna saat titik akhir titrasi tercapai. Suhu selama titrasi harus
dijaga konstan pada suhu 25°C yang bertujuan untuk menghindari faktor koreksi
37
kesalahan selama titrasi. Namun, pada percobaan yang kami lakukan, suhu selama
titrasi konstan pada suhu 23°C sehingga terdapat faktor koreksi untuk kappa
number pre ODL. Sedangkan untuk pengujian kappa number post ODL, suhunya
konstan 25°C sehingga tidak diperlukan faktor koreksi untuk kappa number. Proses
pengadukan juga harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, yaitu selama 10
menit dengan tujuan agar lignin yang masih tersisa di dalam pulp teroksidasi
semuanya. Jika proses pengadukan dilakukan kurang dari 10 menit, maka hasil
pengujian kappa number akan menjadi tidak tepat karena ligninnya belum
teroksidasi semuanya. Sedangkan jika proses pengadukan dilakukan lebih dari 10
menit, maka alfa selulosa dari pulp akan ikut terdegradasi sehingga hasil pengujian
kappa number akan menjadi tidak tepat juga. Pada praktikum ini, dapat diketahui
kappa number pulp sebelum proses ODL sebesar 13,54 dan setelah proses ODL
menjadi 7,11 . Berdasarkan hasil pengujian kappa number tersebut, dapat diketahui
bahwa proses ODL telah berhasil dilakukan sesuai dengan tujuannya, yaitu
mengurangi sekitar 30-50% lignin yang masih tersisa dimana pada praktikum ini
terjadi penurunan lignin sebesar 47,48%. Perbandingan kadar kappa number
sebelum dan sesudah kappa number dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
14 13,54
12
Nilai Kappa Number
10
8 7,11
0
Pre Kappa Number Post Kappa Number
Pengujian Kappa Number
3. Konsistensi
Pada percobaan ini, dilakukan pengujian terhadap konsistensi pulp pre ODL
dan post ODL. Pengujian konsistensi pulp dilakukan dengan menghilangkan
kandungan air dalam pulp melalui pengeringan menggunakan oven. Sampel pulp
sebanyak ± 1 gram ditimbang dan diletakkan pada cawan (plate) lalu dikeringkan
menggunakan oven pada suhu ± 105°C selama 120 menit sampai didapatkan berat
konstan pulp kemudian didinginkan dalam desikator selama 5 menit dan ditimbang
kembali beratnya. Melalui perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan,
didapatkan konsistensi pulp pre ODL sebesar 32,32% dan pulp post ODL sebesar
95,18%.
4. Brightness
Brightness pulp dapat diukur dengan menghitung kemampuannya
memantulkan cahaya monokromatik dan diperbandingkan dengan standar yang
telah diketahui yang dinyatakan dalam % ISO atau % GE (Supraptiah et al, 2014).
Pada percobaan ini, pengujian brightness dilakukan menggunakan alat pengukur
kecerahan, yaitu brightness meter. Sebelum digunakan, brightness meter perlu
dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan blank dan sampel brightness yang ada.
Setelah brightness meter dikalibrasikan, brightness pad pulp diuji dengan cara
meletakkan pad pulp pada pegas lalu tekan tombol “test” hingga muncul nilai
brightness pada monitor. Pada percobaan ini, didapatkan nilai brightness sampel
pulp setelah ODL sebesar 51,85% ISO dimana angka tersebut sudah sesuai dengan
target brightness pada tahap ODL, yaitu 50-52% ISO (Dalimunthe, 2021)
5. Viskositas
Viskositas merupakan parameter pengukuran panjang rantai molekul selulosa
dan hemiselulosa dari sampel pulp. Semakin tinggi nilai viskositas, maka semakin
tinggi kekuatan pulp (Dalimunthe, 2021). Pengukuran viskositas pulp dilakukan
dengan metode Oswald menggunakan alat viskometer Oswald. Pada percobaan ini,
sebanyak ± 0,125 gram sampel pulp dicampur dengan 12,5 mL akuades dan diaduk
sampai homogen. Lalu ditambahkan dengan 12,5 mL larutan Cupri Ethylene
Diamine (CED) dan diaduk selama 15 menit. Setelah itu, sekitar 1/2 bagian larutan
sampel dituang ke dalam viskometer dan dihisap menggunakan bola hisap sampai
melewati tanda batas. Larutan sampel dibiarkan mengalir sampai melewati dua
39
tanda batas dan catat waktunya menggunakan stopwatch. Dari percobaan yang telah
dilakukan, didapatkan nilai viskositas pulp post ODL sebesar 10,56 cP, dimana
hasil tersebut berada di bawah target viskositas post ODL, yaitu > 13 cP sesuai
dengan pernyataan dari Dalimunthe (2021) yang berarti kekuatan, daya tarik
(tensile), dan daya sobek pulp hasil proses ODL ini kurang baik. Hal ini disebabkan
oleh penggunaan sampel pulp post ODL yang telah dikeringkan di oven akibat
semua sampel pulp yang harusnya digunakan untuk pengujian viskositas ini telah
dipakai untuk proses bleaching (D0) (Supraptiah, 2014).
3.2 D0
3.2.1 Hasil
Setelah dilakukan percobaan D0 , diperoleh hasil seperti pada tabel 3.2.
Tabel 3. 2 Data pengujian pulp pada tahap D0
Parameter Value
Pulp Sample 44,2140 gram AD
Temperature 70°C
Reaction Time 60 minutes
Water Added 246,614 mL
ClO2 Added 130 mL
pH pre D0 2,78
pH post D0 2,44
Consistency pre D0 95,18%
Consistency post D0 95,83%
Brightness post D0 67,45% ISO
Viscosity post D0 10,435 cP
3.2.2 Pembahasan
Pada praktikum D0 digunakan ClO2 untuk menghilangkan lignin dan
memutihkan pulp. Lignin perlu dikurangi untuk meningkatkan derajat keputihan
dari pulp tersebut. Jika pulp tidak menerima jumlah aktif klorin yang memadai ini
akan sangat sulit untuk memutihkan pulp menuju brightness yang lebih tinggi.
Proses D0 ini dilakukan dengan cara pulp ditambahkan akuades dan ClO2 kemudian
dimasukkan ke dalam waterbath untuk direaksikan pada suhu tertentu. Setelah 60
40
3.3 D1
3.3.1 Hasil
Setelah dilakukan percobaan D1 , diperoleh hasil seperti pada tabel 3.3.
Tabel 3. 3 Data pengujian pulp pada tahap D1
Parameter Value
Pulp Sample 38,49 gram AD
Temperature 80°C
Reaction Time 90 minutes
Water Added 225,97 mL
ClO2 Added 110,64 mL
pH pre D1 5,00
pH post D1 4,59
Consistency pre D1 95,83%
Consistency post D1 96,16%
42
3.3.2 Pembahasan
Pada praktikum D1 digunakan ClO2 untuk menghilangkan lignin dan
memutihkan pulp. Lignin perlu dikurangi untuk meningkatkan derajat pemutihan
dari pulp tersebut. Sementara itu, klorin dioksida adalah suatu bahan pemutihan
yang unik memurnikan pulp dan memberikan brightness tinggi tanpa memberikan
pengaruh terhadap sifat-sifat kekuatannya. Dosis klorin dioksida tergantung kepada
kualitas pulp yang masuk dan brightness akhir yang dikehendaki. Proses D1 ini
dilakukan dengan cara pulp ditambahkan akuades dan ClO2, kemudian dimasukkan
ke dalam waterbath untuk direaksikan pada suhu tertentu. Setelah 120 menit, pulp
dikeluarkan dan dicuci, lalu dilakukan pengujian parameter-parameter pulp
tersebut.
1) pH
Pengujian pH dilakukan dengan cara mencelupkan elektroda pembaca dari
pH meter ke dalam pulp maupun filtrat, sehingga dapat diperoleh hasil pembacaan
pH dari pulp maupun filtrat tersebut. Praktikum ini dilakukan dengan 2 sampel uji,
yaitu sampel pulp pre D1 dan sampel filtrat pulp post D1. Hasil yang diperoleh
dalam praktikum ini dapat dilihat pada tabel 3.3, yaitu pH sampel pulp pre D1
sebesar 4,00 dan pH sampel filtrat pulp post D1 sebesar 4,59. Nilai pH mengalami
penurunan setelah pulp melewati tahapan D1. Penurunan pH ini terjadi karena ClO2
yang digunakan bereaksi dengan lignin sehingga menghasilkan asam-asam organik
yang menurunkan pH pulp post D1 (Lukmandaru, 2018).
2) Konsistensi
Pengujian konsistensi dilakukan dengan cara penghilangan kandungan air
dalam pulp melalui proses pengeringan oven, dimana proses percobaannya dengan
menggunakan sampel pulp sebanyak 1 gram, lalu sampel tersebut dioven pada suhu
105°C selama 1 jam, dengan tujuan untuk mendapatkan berat pulp kering. Pada
percobaan ini, konsistensi post D1 yang didapat sebesar 96,16%, artinya dari 100%
campuran terdapat 96,16% pulp dan 3,84% air yang terkandung dalam campuran.
43
3) Brightness
Pengukuran brightness ini dilakukan dengan menggunakan brightness meter.
brightness meter dikalibrasikan dengan menggunakan blank, selanjutnya dicek
dengan meletakkan pulp pada pegas, dimana pengecekan dilakukan pada bagian
atas dan bawah pad. Keputihan pulp diukur dengan menghitung kemampuannya
memantulkan cahaya monokromatik dan diperbandingkan dengan standar yang
telah diketahui yang dinyatakan dalam % ISO (Sirait, 2003). Pada percobaan ini,
setelah dilakukan pengecekan pada kedua sisi pad, maka diketahui bahwa pulp yang
dihasilkan dari proses ini memiliki brightness 75,75% ISO, dan hal itu tidak sesuai
dengan tujuan dari proses D1 ini yaitu menaikkan brightness menjadi 88-89% ISO.
Hal ini disebabkan karena tidak dilakukannya tahap Extraction-Oxidation-Peroxide
(EOP) pada sampel pulp, dimana keberhasilan proses bleaching sangat tergantung
dari proses ekstraksi lignin yang terdapat pada pulp. Lignin yang telah teroksidasi
akan membentuk lapisan pelindung pada permukaan serat pulp dan mencegah
reaksi antara ClO2 dengan lignin yang terdapat di dalam pulp sehingga
menyebabkan proses delignifikasi atau pemutihan pada D stage akan susah dan
mengkonsumsi ClO2 yang lebih banyak (Tarigan et al, 2015).
3) Viskositas
Viskositas merupakan parameter pengukuran panjang rantai molekul selulosa
dan hemiselulosa dari sampel pulp. Semakin tinggi nilai viskositas, maka semakin
tinggi kekuatan pulp. Adapun tujuan pengujian viskositas untuk menentukan
kecepatan mengalirnya suatu cairan. Pengukuran viskositas pulp dilakukan dengan
metode Ostwald dengan menggunakan alat viskosmeter Ostwald. Pada metode ini
pulp yang dicampur dengan larutan Cupri Ethylene Diamine (CED) sebanyak 12,5
ml dan 12,5 ml akuades. Larutan tersebut kemudian dihisap dengan bola hisap dan
dibiarkan mengalir kebawah melewati pipa kapiler sampai garis batas, dan waktu
yang diperlukan oleh larutan untuk mencapai garis batas dicatat dengan
menggunakan stopwatch sehingga nilai viskositas pulp dapat ditentukan. Pada
percobaan ini, diketahui bahwa nilai viskositas dari pulp yang dihasilkan sebesar
9,6862 cP. Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa kekuatan pulp hasil proses D0
dibawah standar, dimana nilai viskositas untuk pulp post D1 yaitu > 12 Cp. Hal ini
dikarenakan terjadinya kenaikan suhu secara perlahan pada saat menuangkan
44
larutan ke dalam viskometer yang akan berpengaruh pada besarnya nilai viskositas
yang dihasilkan. Setiap fluida mempunyai viskositas yang berbeda-beda yang
harganya bergantung pada jenis cairan dan suhu. Pada kebanyakan cairan,
viskositasnya akan turun dengan naiknya suhu dan sebaliknya viskositas akan naik
dengan turunnya suhu (Yazid, E., 2005).
3.4 D2
3.4.1 Hasil
Setelah dilakukan percobaan D2 , diperoleh hasil seperti pada tabel 3.4.
Tabel 3. 4 Data pengujian pulp pada tahap D2
Parameter Value
Pulp Sample 36,95 gram AD
Temperature 85°C
Reaction Time 60 minutes
Water Added 241,47 mL
ClO2 Added 76,88 mL
pH pre D2 4,88
pH post D2 4,59
Consistency pre D2 96,16%
Consistency post D2 97,37%
Brightness post D2 84,84% ISO
Viscosity post D2 9,3906 cP
3.4.2 Pembahasan
Pada praktikum D2 digunakan ClO2 untuk menghilangkan lignin dan
memutihkan pulp. Lignin perlu dikurangi untuk meningkatkan derajat pemutihan
dari pulp tersebut. Adapun tujuan digunakannya ClO2 yaitu untuk memurnikan pulp
di dalam tahap D2. Pada tahap ini memutihkan brightness pulp dengan cara
memutihkan lebih lanjut zat-zat pengotor yang tersisa di dalam pulp tersebut.
Proses D2 ini dilakukan dengan cara pulp ditambahkan akuades dan ClO2,
kemudian dimasukkan ke dalam waterbath untuk direaksikan pada suhu tertentu.
Setelah 60 menit, pulp dikeluarkan dan dicuci, lalu dilakukan pengujian
parameterparameter pulp tersebut.
45
1) pH
Pengujian pH dilakukan dengan cara mencelupkan elektroda pembaca dari
pH meter ke dalam pulp maupun filtrat, sehingga dapat diperoleh hasil pembacaan
pH dari pulp maupun filtrat tersebut. Praktikum ini dilakukan dengan 2 sampel uji,
yaitu sampel pulp pre D2 dan sampel filtrat pulp post D2. Hasil yang diperoleh
dalam praktikum ini dapat dilihat pada tabel 3.4, yaitu pH sampel pulp pre D2
sebesar 4,88 dan pH sampel filtrat pulp post D2 sebesar 4,59. Nilai pH mengalami
penurunan setelah pulp melewati tahapan D2. Penurunan pH ini terjadi karena ClO2
yang digunakan bereaksi dengan lignin sehingga menghasilkan asam-asam organik
yang menurunkan pH pulp post D2 (Lukmandaru, 2018).
2) Konsistensi
Pengujian konsistensi dilakukan dengan cara penghilangan kandungan air
dalam pulp melalui proses pengeringan oven, dimana proses percobaannya dengan
menggunakan sampel pulp sebanyak 1 gram, lalu sampel tersebut dioven pada suhu
105°C selama 1 jam, dengan tujuan untuk mendapatkan berat konstan pulp. Pada
percobaan ini, konsistensi post D2 yang didapat sebesar 97,37%, artinya dari 100%
campuran terdapat 97,37% pulp dan 2,63% air yang terkandung dalam campuran.
3) Brightness
Pengukuran brightness ini dilakukan dengan menggunakan brightness meter.
brightness meter dikalibrasikan dengan menggunakan blank, selanjutnya dicek
dengan meletakkan pulp pada pegas, dimana pengecekan dilakukan pada bagian
atas dan bawah pad. Keputihan pulp diukur dengan menghitung kemampuannya
memantulkan cahaya monokromatik dan diperbandingkan dengan standar yang
telah diketahui yang dinyatakan dalam % ISO (Sirait, 2003). Pada percobaan ini,
setelah dilakukan pengecekan pada kedua sisi pad, maka diketahui bahwa pulp yang
dihasilkan dari proses ini memiliki brightness 84,84% ISO, dan hal itu belum sesuai
dengan tujuan dari proses D2 ini yaitu menaikkan brightness menjadi menjadi 89,5-
90,5% ISO. Hal ini disebabkan karena tidak dilakukannya tahap Extraction-
OxidationPeroxide (EOP) pada sampel pulp, dimana keberhasilan proses bleaching
sangat tergantung dari proses ekstraksi lignin yang terdapat pada pulp. Lignin yang
telah teroksidasi akan membentuk lapisan pelindung pada permukaan serat pulp dan
mencegah reaksi antara ClO2 dengan lignin yang terdapat di dalam pulp sehingga
46
menyebabkan proses delignifikasi atau pemutihan pada D stage akan susah dan
mengkonsumsi ClO2 yang lebih banyak (Tarigan et al, 2015).
4) Viskositas
Viskositas merupakan parameter pengukuran panjang rantai molekul selulosa
dan hemiselulosa dari sampel pulp. Semakin tinggi nilai viskositas, maka semakin
tinggi kekuatan pulp. Adapun tujuan pengujian viskositas untuk menentukan
kecepatan mengalirnya suatu cairan. Pengukuran viskositas pulp dilakukan dengan
metode Ostwald dengan menggunakan alat viskosmeter Ostwald. Pada metode ini
pulp yang dicampur dengan larutan Cupri Ethylene Diamine (CED) sebanyak 12,5
ml dan 12,5 ml akuades. Larutan tersebut kemudian dihisap dengan bola hisap dan
dibiarkan mengalir kebawah melewati pipa kapiler sampai garis batas, dan waktu
yang diperlukan oleh larutan untuk mencapai garis batas dicatat dengan
menggunakan stopwatch sehingga nilai viskositas pulp dapat ditentukan. Pada
percobaan ini, diketahui bahwa nilai viskositas dari pulp yang dihasilkan sebesar
9,39 cP. Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa kekuatan pulp hasil proses D0
dibawah standar, dimana nilai viskositas untuk pulp post D2 yaitu > 12 Cp. Hal ini
dikarenakan terjadinya kenaikan suhu secara perlahan pada saat menuangkan
larutan ke dalam viskometer yang akan berpengaruh pada besarnya nilai viskositas
yang dihasilkan. Setiap fluida mempunyai viskositas yang berbeda-beda yang
harganya bergantung pada jenis cairan dan suhu. Pada kebanyakan cairan,
viskositasnya akan turun dengan naiknya suhu dan sebaliknya viskositas akan naik
dengan turunnya suhu (Yazid, E., 2005).
47
10
9,8 9,6862
9,6
9,3906
9,4
9,2
9
8,8
ODL D0 D1 D2
Tahapan Bleaching
3.5.2 Pembahasan
Berdasarkan grafik pada gambar 3.1 diatas, diketahui bahwa nilai viskositas
pada 4 tahapan bleaching yaitu sebagai berikut: pada tahapan ODL sebesar 15,56
cP, pada tahapan D0 sebesar 15,056 cP, pada tahapan D1 sebesar 9,6862 cP, dan
pada tahapan D2 sebesar 9,3906 cP, maka nilai viskositas tertinggi terdapat pada
tahapan bleaching pertama yaitu tahapan ODL sebesar 15,56cP sedangkan nilai
viskositas terendah terdapat pada tahapan bleaching terakhir yaitu tahapan D2
sebesar 9,3906 cP. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat tahapan bleaching
maka akan semakin rendah nilai viskositas yang dihasilkan. Standar nilai viskositas
untuk pulp post D2 yaitu > 12 cP. Adapun tujuan dilakukannya pengujian terhadap
viskositas yaitu untuk menentukan kekuatan yang dimiliki oleh pulp. Viskositas
yang rendah artinya lebih banyak mengandung selulosa yang rusak atau selulosa
yang telah terdegradasi.
48
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan degradasi selulosa yaitu adanya
penggunaan bahan kimia pemutih yang terlalu banyak sehingga mengurangi
kekuatan serat. Maka dari itu, penurunan nilai viskositas ini akan mempengaruhi
kekuatan pada serat pulp, dimana bila penambahan bahan pemutih yang terlalu
banyak akan mempengaruhi kekuatan serat pulp yang dihasilkan. Oleh karena itu,
bahan pemutih yang digunakan harus stabil agar mendapatkan viskositas yang
tinggi (Lestari, 2016).
90 84,84
80 75,75
67,45
Brightness (% ISO)
70
60
51,85
50
40
30
20
ODL D0 D1 D2
Tahapan Bleaching
3.6.2 Pembahasan
Berdasarkan grafik pada gambar 3.2 diatas, diketahui bahwa nilai brightness
pada 4 tahapan bleaching yaitu sebagai berikut: pada tahapan ODL sebesar 51,85%
ISO, pada tahapan D0 sebesar 67,45% ISO, pada tahapan D1 sebesar 75,75% ISO,
dan pada tahapan D2 sebesar 84,84% ISO, maka nilai brightness tertinggi terdapat
pada tahapan bleaching terakhir yaitu tahapan D2 sebesar 84,84% ISO sedangkan
nilai brightness terendah terdapat pada tahapan bleaching pertama yaitu tahapan
ODL sebesar 51,85% ISO. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat tahapan
bleaching maka semakin tinggi pula nilai brightness yang dihasilkan. Standar nilai
brightness untuk pulp post D2 yaitu 89,5-90,5% ISO. Brightness pulp diukur pada
49
tahap yang berbeda-beda di dalam proses pemutihan, sebagaimana salah satu tujuan
yang paling penting daripada proses pemutihan adalah untuk mencapai brightness
yang spesifik terhadap pulp yang dihasilkan. Peningkatan nilai brightness pada
setiap tingkatan tahap bleaching disebabkan karena adanya penambahan bahan
kimia yang seimbang pada setiap tahap sehingga mengakibatkan terlepasnya lignin
pada sampel pulp juga seimbang. Jika jumlah pemakaian bahan kimia terlalu tinggi
akan terjadi oksidasi tidak hanya terhadap lignin, tetapi juga terhadap selulosa yang
dapat mengurangi sifat-sifat kekuatan pulp, sebab terjadinya degradasi selulosa
yang membuat rantai selulosa menjadi lebih pendek. Sehingga, nilai brightness
berbanding terbalik dengan nilai viskositas, dimana semakin rendah viskositas
maka akan diikuti dengan tingkat kecerahan yang meningkat (Supratiah et al, 2014).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Delignifikasi Oksigen (ODL)
Dari percobaan delignifikasi oksigen (ODL) yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. pH awal pulp adalah 10,98 dan pH filtrat adalah 10,52.
2. Kappa number awal sampel sebelum ODL adalah 13,54 dan kappa number
setelah ODL adalah 7,11.
3. Konsistensi pulp setelah ODL adalah 95,18%.
4. Brightness setelah ODL adalah 51,85% ISO.
5. Viskositas pulp adalah 10,56 cP.
4.1.2 D0
Dari percobaan D0 yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. pH awal pulp adalah 2,78 dan pH filtrat adalah 2,44.
2. Konsistensi pulp setelah D0 adalah 95,83%.
3. Brightness setelah D0 adalah 67,45% ISO.
4. Viskositas pulp adalah 10,056 cP.
4.1.3 D1
Dari percobaan D1 yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. pH awal pulp adalah 5,00 dan pH filtrat adalah 4,59.
2. Konsistensi pulp setelah D1 adalah 96,16%.
3. Brightness setelah D1 adalah 75,75% ISO.
4. Viskositas pulp adalah 9,6862 cP.
4.1.4 D2
Dari percobaan D2 yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. pH awal pulp adalah 4,88 dan pH filtrat adalah 4,59.
2. Konsistensi pulp setelah D2 adalah 97,37%.
3. Brightness setelah D2 adalah 84,84% ISO.
4. Viskositas pulp adalah 9,3906 cP.
50
51
4.2 Saran
1. Saat melakukan penimbangan, sebaiknya praktikan menimbang dengan
cemat agar hasil perhitungan menjadi akurat.
2. Saat melakukan prosedur titrasi, praktikan diharapkan lebih berhati-hati
dalam meneteskan titran agar tidak melampaui titik akhir titrasi.
3. Praktikan wajib memakai APD (alat pelindung diri) agar terhindar dari kontak
dengan bahan kimia berbahaya seperti ClO2 dan H2SO4 pekat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmet, Tutus. Dan Ilhan, Deniz. (2004). Effect of Bleaching Condition on Optical
and the Physical Properties During the Bleaching of Poplar Organosolv
Pulps with Two-stage Hydrogen Peroxide. Pakistan: Journal of Biological
Sciences.
Alif. et al. (2015). Pengaruh Udara Terhadap Fotolisis Air Oleh Serbuk TiO2
dengan Adanya Kalium Iodida. Jurnal Riset Kimia, Volume 3(2): 112.
Amrizal, Ahmad, A., & Bahruddin. (2016). Optimasi Proses Pemutihan Acacia
Kraft Pulp dengan Proses Biobleaching Sebelum Chemical Bleaching untuk
Mengurangi Pemakaian Bahan Kimia. Jurnal Sains dan Teknologi, Vol.
15(1): 1-6.
Azhar. et al. (2010). Pengaruh konsentrasi NaOH dan KOH terhadap derajat
deasetilasi kitin dari limbah kulit udang. Eksakta, 1.
Baroroh, U. (2004). Diktat Kimia Dasar I. Banjar Baru: Universitas Lambung
Mangkurat.
Chairul. (2021). Modul Laporan Praktikum TPP. Fakultas Teknik. Pekanbaru:
Universitas Riau.
Dalimunthe, R.,H. (2021). Parameter Kualitas Pulp. Kuliah Teknologi Pembuatan
Pulp 1.
Dence, C. W. dan Reeve, D. W. (1996). Pulp Bleaching Principle and
Practice,:349-415. Atlanta: Tappi Press.
Dietrich, Fengel. (1995). Kayu, Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Edisi 1.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Fuadi dan Ahmad. (2008). Pemutihan Pulp Dengan Hidrogen Peroksida.
Yogyakarta: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UGM.
Gellerstedt, G. (2007). The Chemistry of Bleaching and Post-Color Formation in
Kraft Pulps. Stockholm: Department of Fibre and Polymer Technology.
Halili, A. (2014). Kandungan Selulosa, Hemiselulosa Dan Lignin Pakan Lengkap
Jerbahan Jerami Padi, Daun Gamal Dan Urea Mineral Molases Liquid.
Skripsi, Fakultas peternakan. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Holtzapple, M.T. (2003). Hemicelluloses. Encyclopedia of Food Sciences and
Nutrition. Elsevier Science Ltd. P 3060-3071.
Horiza, H., et al. (2017). “Ekstraksi Dan Karakterisasi Inulin Dari Umbi Dahlia
(Dahlia Sp.L) Segar Dan Disimpan”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 18(01), pp. 31-39.
Ireeuw, B., Kainde, R., P., Kalangi, J., I., & Rombang, J., A. (2013). Beberapa
Sifat Fisik Gubal Angsana (Pterocarpus indicus). Jurnal COCOS, Volume
3(6): 1-14.
Kumar, S. (2008). ALD growth of a novel mixed-phase barrier for seedless
copper electroplating applications. Albany: State University of New York.
Lewis B, Davin. (2005). Lignin Primary Structures and Dirigent Sites. Institute of
Biological Chemistry. Washington State University.
Libby, C.E. (1962). Pulping and PaperManufacture Volume 5 Alkaline Pulping.
Canada: The Joint textbook committee of paper industry.
Lukmandaru, G., Susanti, D., & Widyorini, R. (2018). Sifat Kimia Kayu Mahoni
yang Dimodifikasi dengan Perlakuan Panas. Jurnal Penelitian Kehutanan
Wallacea Vol. 7(1): 37 – 46.
52
Lynd L.R., P.J. Weimer, W.H. van Zyl WH and I.S. Pretorius. (2002). Microbiol.
Mol. Biol. Rev. 66(3). Microbial Cellulose Utilization:Fundamentals and
Biotechnology.
Malau, R. (2017). Penentuan Bilangan Kappa Pulp Hasil Proses Pemutihan di PT.
Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Modul TPP. (2021). ODL, D0, EO, D1, D2. Riau: Universitas Riau.
Mussatto, S.I. and J.A. Taixeira, (2010). Lignocellulose As Raw Material In
Fermentation Processes. Technology and Education Tropics in Applied
Microbiology and Microbial Biotechnology. 897-906.
Padmaningrum, R. T. (2008). Titrasi Iodometri. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Pangastuti, D. D. (2017). Perbandingan Kondisi Optimum Pereduksi Natrium
Tiosulfat (Na2S2O3) dan Hidroksilamin Hidroklorida (NH2OH. HCl) Pada
Analisa Kadar Total Besi Secara Spektrofotometri UV-Vis. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Paryono. (2009). Diktat Mata Kuliah Teknologi Pemutihan Pulp. Bandung:
Akademi Teknologi Pulp dan Kertas.
Pasue, I. I. (2019). Analisis Lignin, Selulosa dan Hemi Selulosa Jerami
Jagung Hasil Di Fermentasi Trichoderma Viride Dengan Masa Inkubasi
Yang Berbeda. Jambura Journal of Animal Science, 1(2), 62-67.
Permatasari. et al. (2017). Stabilitas kadar iodium dalam garam fortifikasi kalium
iodida (KI) menggunakan NaFeEDTA. Darussalam Nutrition Journal 1(1):
8-15.
Putri, H. A. (2018). Optimasi Penggunaan Pereduksi Natrium Tiosulfat (Na2S2O3),
Natrium Sulfit (Na2SO3), dan Hidroksilamin Hidroklorida (NH2OH. HCl)
pada Analisis Kadar Besi (Fe). Surabya: Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Rattanasak, U., & Chindaprasirt, P. (2009). Influence of NaOH solution on the
synthesis of fly ash geopolymer. Minerals Engineering, 22(12):1073-1078.
Rydholm, S. A. (1967). Pulping Process. New York: Chapter Interscience.
Saenah, E. (2002). Pengaruh Dosis Soda Terhadap Karakteristik Bubur Kertas
Abaca Dan Bubur Kertas Kenaf Bubur Kertasing Soda - Antaquinon. Skripsi.
Jurusan Kimia. FMIPA. Malang: Universitas Brawijaya.
Sirait S, (2003). Bleaching . PT. Toba Pulp Lestari, Training and Development
Center, Porsea. Medan: Toba Samosir.
Somna. et al. (2011). NaOH-activated ground fly ash geopolymer cured at ambient
temperature. Fuel, 90(6):2118-2124.
Sulistiawan. (2018). Studi Pengaruh Penambahan Kalium Iodida (Ki) Dalam
Inhibitor Organik Ekstrak Sarang Semut Terhadap Laju Korosi Baja Api 5 L
Grade B Dalam Larutan Hcl 1 M Dengan Variasi Temperatur. PhD Thesis.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Susilo, J. (2005). Modelling Oxygen Delignification in Pulp Processing Operation.
Thesis. Columbia: University of British Columbia.
Taherzadeg, M. J. (1999). “Ethanol from Lignocellulose: Physiological Effects of
Inhibitors and Fermentation Strategies”, PhD Thesis, Sweden: University of
Technology Goteborg.
Tarigan, W., Chairul, Sembiring, M. P. (2015). Menentukan pH optimum di D0
stage untuk mengurangi konsumsi ClO2 pada proses pulp bleaching di PT.
RAPP. JOM FTEKNIK, 2(2), 1-7.
53
Tillman. et al. (1991). Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
54
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
C−A
𝐶𝑦 (%) = × 100%
B
4,1636 𝑔 − 3,8404 𝑔
= × 100%
1𝑔
= 0,3232 × 100%
= 𝟑𝟐, 𝟑𝟐 %
𝑃 = (E − D) × 2
𝑃 = (50 𝑚𝐿 − 34,8 𝑚𝐿) × 2
𝑃 = 𝟑𝟎, 𝟒 𝒎𝑳
𝐹 = 𝟎, 𝟗𝟓𝟖
55
51
B (E − D)
𝑊= ×C 𝐾= ×F
A W
0,5597 𝑔 (50 𝑚𝐿 − 34,8 𝑚𝐿)
𝑊= × 3,1745 𝑔 𝐾= × 0,958
1,0608 𝑔 1,0608 𝑔
𝑊 = 𝟏, 𝟎𝟔𝟎𝟖 𝒈 𝐾 = 𝟏𝟑, 𝟕𝟐
𝐾𝑓𝑖𝑛𝑎𝑙 = 𝐾 − 23℃
𝐾𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 13,72 − 0,18
= 𝟏𝟑,56
3. Strength NaOH
Diketahui :
Berat sampel (A) = 2 mL
Volume titrasi (B) = 12,9 mL
BE NaOH = 40
N HCl = 0,5 N
BE NaOH × N HCl
𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ NaOH (𝑔/𝐿) = B ×
A
g 40 × 0,5N
𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ NaOH ( ) = 12,9 mL ×
L 2 mL
g
𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ NaOH ( ) = 𝟏𝟐𝟗 𝐠/𝐋
L
4. Alkali Charge
Diketahui :
Inlet kappa number = 13,54
Kappa factor = 0,25
13,54
Alkali 𝑐ℎ𝑎𝑟𝑔𝑒 (%) = × 0,25
2
alkali 𝑐ℎ𝑎𝑟𝑔𝑒 × OD
Alkali 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑 = × 1000
𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 𝑁𝑎𝑂𝐻
1,6925% × 200 g
Alkali 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑 = × 1000
110,25g/L
Alkali 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑 = 𝟑𝟎, 𝟕𝟎𝟐𝟗 𝒎𝑳
6. Water Added
Diketahui :
Konsistensi = 10%
Alkali added = 30,7029 mL
OD = 200 gram
AD = 598,98 gram
OD
𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑 = − AD − alkali 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑
𝑐𝑜𝑛𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑛𝑐𝑦 𝑟𝑒𝑎𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
200 g
𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑 = − 598,98 g − 30,7029 mL
10%
𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑 = 𝟏𝟑𝟕𝟎, 𝟑𝟏𝟕𝟏 𝐦𝐋
53
C−A
𝐶𝑦 (%) = × 100%
B
4,7652 𝑔 − 3,8080 𝑔
= × 100%
1,0056 𝑔
= 0,9518 × 100%
= 𝟗𝟓, 𝟏𝟖 %
8. Viskositas
Diketahui :
Kepadatan larutan pulp (d) = 1,0569 g/cm3
Konstanta viscometer (c) = 0,03388
Waktu efflux (t) = 295 s
cP = c × t × d
cP = 0,03388 × 295 × 1,0569
cP = 𝟏𝟎, 𝟓𝟔𝟒 𝐜𝐏
54
𝑃 = (E − D) × 2 (E − D)
𝐾= ×F
𝑃 = (51,9 𝑚𝐿 − 24,5 𝑚𝐿) × 2 W
(51,9 𝑚𝐿 − 24,5 𝑚𝐿)
𝑃 = 𝟓𝟒, 𝟖 𝒎𝑳 𝐾= × 1,011
3,76 𝑔
𝐹 = 𝟏, 𝟎𝟏𝟏
𝐾 = 𝟕, 𝟑𝟒
B
𝑊 = ×C
A
1,4765 𝑔 𝐾𝑓𝑖𝑛𝑎𝑙 = 𝐾 − 25℃
𝑊= × 10,2473 𝑔
4,0240 𝑔 𝐾𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 7,34 − 0,29
𝑊 = 𝟑, 𝟕𝟔 𝒈 𝐾𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝟕, 𝟏𝟏
4,8595 𝑔𝑟−3,9014 𝑔𝑟
= × 100%
1,0073 𝑔𝑟
= 95,18 %
Diketahui:
Konsistensi Pulp setelah D0
Berat cawan kosong (A) = 3,8080 gr
Berat sampel pulp awal (B) = 1,0056 gr
Berat sampel pulp kering setelah dioven (C) = 4,7652 gr
𝐶−𝐴
Cy% = × 100%
𝐵
4,7652 𝑔𝑟−3,8080 𝑔𝑟
= × 100%
1,0056 𝑔𝑟
= 95,18 %
3. Brightness
Diketahui:
Brightness sisi depan pad = 67,01%
Brightness sisi belakang pad = 67,90%
67,01%−67,90 %
Brightness = 2
= 67,45%
4. Strength ClO2
Diketahui:
Volume titrasi awal = 9,6 mL
Volume titrasi akhir = 19,3 mL
Strength ClO2 = (B – A) x 0,3376
= (19,3 – 9,6) x 0,3376
= 3,2747
56
5. Viskositas
Diketahui:
Konstanta viskometer (C) = 0,03388
Waktu efflux dalam detik (t) = 292 detik
Kepadatan larutan pulp dalan g/cm3 (d) = 1,05485
Viskositas (cP) = C x t x d
= 0,03388 x 292 x 1,05485
= 10,435 cP
6. Bleaching (D0)
Nomor kappa = 0,25
Faktor kappa = 7,11
OD = AD × konsistensi
= 44,2140 gr × 95,18 %
= 42,0828 gr
Dossing ClO2 (%) = 2,66 %
2,66% ×42,0828
= 2,63
×100%
3,274
= 130 mL
𝑂𝐷
Water added (mL) = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 − 𝐴𝐷 − 𝐶𝑙𝑂2 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑
42,0828
= − 44,2140 − 130
10 %
= 246,614 mL
= 95,83 %
Diketahui:
Konsistensi Pulp setelah D1
Berat cawan kosong (A) = 3,8550 gr
Berat sampel pulp awal (B) = 1,0092 gr
Berat sampel pulp kering setelah dioven (C) = 4,8620 gr
𝐶−𝐴
Cy% = × 100%
𝐵
4,8620 𝑔𝑟−3,8550 𝑔𝑟
= × 100%
1,0092 𝑔𝑟
= 96,16 %
3. Brightness
Brightness sisi depan pad = 74,74 %
Brightness sisi belakang pad = 76,76 %
74,74%−75,75 %
Brightness = 2
58
= 75,75%
4. Viskositas
Diketahui:
Konstanta viskometer (C) = 0,03388
Waktu efflux dalam detik (t) = 272 detik
Kepadatan larutan pulp dalam g/cm3 (d) = 1,0511
Viskositas (cP) = C x t x d
= 0,03388 x 272 x 1,0511
= 9,6862 cP
5. Bleaching (D1)
Nomor kappa = 0,25
Faktor kappa = 6,78
Dossing ClO2 (%) = 1,5 (0,25 x 6,78)
= 2,54 %
AD = 38,49 gr
Konsistensi pulp = 95,83 %
OD = AD x konsistensi pulp
= 38,49 gr x 95,83 %
= 37,51 gr
ClO2 strength = 3,274
𝑑𝑜𝑠𝑠𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑙𝑂2 (%)×𝑂𝐷
ClO2 added (mL) = 2,63
×100%
𝐶𝑙𝑂2 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔ℎ𝑡
2,54% ×37,52
= 2,63
×100%
3,2743
= 110,64 mL
Konsistensi Reaksi = 10%
𝑂𝐷
Water added (mL) = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 − 𝐴𝐷 − 𝐶𝑙𝑂2 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑
37,51
= − 38,49 − 110,64
10 %
= 225,97 mL
59
= 96,16 %
= 97,37 %
3. Brightness
Brightness sisi depan pad = 83,83%
Brightness sisi belakang pad = 85,85 %
83,83%+85,85 %
Brightness = 2
= 84,84%
4. Viskositas
Diketahui:
Konstanta viskometer (C) = 0,03388
Waktu efflux dalam detik (t) = 264 detik
60
AD = 36,95 gr
Konsistensi pulp = 96,16 %
OD = AD x konsistensi pulp
= 36,95 gr x 96,16 %
= 35,53 gr
𝑑𝑜𝑠𝑠𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑙𝑂2 (%)×𝑂𝐷
ClO2 added (mL) = 2,63
×100%
𝐶𝑙𝑂2 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔ℎ𝑡
1,77% ×35,53
= 2,63
×100%
3,11
= 76,88 mL
Konsistensi Reaksi = 10%
𝑂𝐷
Water added (mL) = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 − 𝐴𝐷 − 𝐶𝑙𝑂2 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑
35,53
= − 36,95 − 76,88
10 %
= 241,47 mL
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI
61
62