Disusun Oleh :
1. Davina Manda Azzaria
2. Dini Aulia Rahmadiani
3. Ilvan Seftian
4. Jidan Naila Yazid
5. Lea Selvira
6. Luckyana Rifa Muzzaki
7. Rafi Priatama Maghribi
8. Ruly Adrian Firmansyah
9. Sabilillah Shafikli
10. Sri Rahayu Nira
XI IPS 5
SUDAH GILA
Pemeran :
Narator : Dini
Pak Amir : Sabil Pak RT (pak Na’im) : Rafi
BAGIAN SATU
Seorang ayah yang baru saja menjadi duda tampak sekali gusar dalam duduknya. Ia duduk di
kursi teras rumahnya yang sederhana. Ia memegang foto almarhumah istrinya dan menatap foto
tersebut dalam-dalam. Adiknya yang mengetahui kondisi kakaknya tersebut berusaha untuk
mengibur kakaknya.
Adik : (Menarik nafas dalam-dalam) Sudahlah kak, Istrimu itu sudah tiada.
Pak Amir : (Hanya memandang sekilah adiknya lalu melanjutkan memandangi foto).
Adik : Istrimu itu orang yang sangat baik. Ia juga meninggal dalam keadaan yang mulia.
Adik : Istrimu meninggal dalam persalinan anak pertamanya. Ia telah berusaha sekuat
tenaga untuk bertahan. Tapi, apa daya Gusti Allah berkehendak lain. Gusti Allah pasti
memberikan tempat yang layak untuk istrimu.
Pak Amir. : Aamiin. Aku hanya bisa berdo’a untuk dia. Tapi kehilangan dia secepat ini
rasanya masih saja susah untuk diterima. Dia orang yang baik, kenapa tak bajingan-bajingan saja
yang diambil nyawanya. Tak ada gunanya orang-orang seperti mereka hidup.
Pak Amir : iya, ini rasanya tak adil. (dengan nada sedih)
Pak Amir : Aku tak ingin menyalahkan Tuhan, dokter, ataupun rumah sakit yang
menanganinya.
Adik : Lalu?
Pak Amir : Entahlah. Masih kikuk rasanya hidup tanpa seseorang yang biasa menemani
setiap saat.
Pak Amir : Biasanya jam segini dia sedang memasak sayur kangkung, makanan kesukaanku.
Pak Amir : Aku tak ingin menjadi gila karena hal ini.
BAGIAN KEDUA
Begitulah kejadian seperti ini berulang-ulang terus hingga beberapa bulan. Situasi seperti
demikian tak ayal menjadikan situasi masyarakat menjadi tidak kondusif. Pak Amir menjadi
bahan pergunjingan tetangga-tetangganya karena kelakuannya dari hari ke hari semakin
menjauhi status orang yang sehat walafiat khususnya kesehatan jiwanya.
Tetangga 1 : Eh,,, jangan salah sangka dulu. Ini bukan gosip sembarang gosip. Ini gosip ada
hubungannya dengan Pak Amir.
Pak RT : (Mendekat kepada tetangga 1) Emang ada apa dengan pak Amir?
Tetangga 1 : Tadi katanya gak mau dengerin gosip, giliran sekarang jadi pengen tahu. pak
RT sekarang juga suka gosip ya ternyata.
Pak RT : Sudah jangan banyak bicara! Cepat katakan! Emang ada apa dengan dengan pak
Amir?
Tetangga 2 : Iya jeng, ada apa dengan pak Amir? Kayaknya berita panas ini. (wajah
semangat)
Tetangga 3 : Waahh!! demi rumput yang bergoyang dan demi dijjah yellow yang berubah
warna jadi jadi purple.. lama bener
Tetangga 1 : sabar, sabar. Menurut kabar burung yang beredar ini pak Amir itu ...
Pak RT : Perkataan apa? Orang kamu saja belum ngomong apa-apa dari tadi waktu pak
Amir lewat.
Tetangga 2 : Iya jeng, pak Na’im betul. Jeng tadi belum ngomong apa-apa. Tadi yang mau
dikatakan sama jeng itu apa?
Tetangga 1 : Oh begitu ya (tersenyum). Yang mau saya katakan tadi itu adalah bahwa pak
amir itu sudah (menyilangkan telunjuknya di dahi)
Tetangga 2,3& Pak RT : Hah? Apa maksudnya? (bingung)
Buk RT : Hah?! (nyelonong ke rumpian buat semua kaget). Bapak ini dicariin daritadi malah
ngerumpi sama ibu ibu komplek.. tu dicariin im-im, mau dianter les katanya.
Pak RT : Gak tepat banget timing ibuk ini, lagi hot issue jugaaa.hm
Semua : Wa’alaikumussalam…
Tetangga 1 : heh lanjut-lanjut, jadi kalian tidak tahu maksudku barusan?
Tetangga 2 : Kami gak tahu jeng apa maksud jeng barusan.
Tetangga 1 : waduh, waduh, payah benar kalian jadi orang tua. Tidak mengikuti
perkembangan jaman dan globalisasi dunia. Maksudku barusan itu, pak Amir
sekarang sudah tidak waras.(berbisik)
Tetangga 1 : Astaganaga, plis deh. Menurut kabar burung, pak Amir itu gak sanggup
menerima kepergian istrinya. Apalagi sewaktu meninggal, istrinya itu sudah
hamil tua.
Buk RT : Apa kamu gak lihat barusan? Orang pak Amir baik-baik saja tiba-tiba gak ada
angin gak ada hujan kamu tuduh pak Amir gila.
Tetangga 2 : Iya jeng, pak Amir tadi kelihatan baik-baik saja. Gak kelihatan kalau pak Amir
itu depresi. Dia lempeng-lempeng saja kelihatannya.
Tetangga 1 : Kelihatannya sih pak Amir baik-baik saja, tapi bisa saja dia tertekan lalu pura-
pura baik.
Buk RT : Kamu jangan berburuk sangka dulu. Kamu gak punya bukti buat menuduh pak
Amir sekarang ini.
Buk RT : Hidup di Indonesia mestinya ita mempunyai hak yang disebut praduga tak
bersalah. Kalaupun kita ingin menduga seseorang itu harus mempunyai bukti
yang cukup dan faktual. Jangan asal tuduh, itu malah dapat membuat
kesalahpahaman antarwarga.
Tetangga 2 : Tumben sekali kata-kata dari buk Amat itu bijaksana dan penuh makna.
Biasanya cuma was wes wos gak ada isinya, gak ada bibit, bobot dan bebetnya.
Seperi profesor saja perkataan buk Amat barusan ini.
Tetangga 1 : iya bener, tumben-tumben pak Amat omongannya bermanfaat. Tanda-tanda mau
kiamat kali ya (sedikit tertawa).
RT : wah,,, wah,,, Ibu-ibu pada menghina kemampuan saya. Gini-gini saya pernah
satu sekolah dengan pak Jokowi. Ya, walaupun saya gak sepintar pak Jokowi, paling tidak kan
kepintarannya itu nular sedikitlah kepada saya. Selain itu, ada kesamaan nasib juga antara saya
dengann pak Jokowi. Pak jokowi jadi presiden, saya jadi istri ketua RT bapak Na’im. Beda
tipislah hehe
Tetangga 1 : Saya juga mau pamit pulang. Saya juga belum masak buat suami saya. Bisa-bisa
saya kena marah kalau sarapannya jam segini belum sipa di atas meja.
(Tetangga 1&3 pulang bersama-sama, lalu diikuti tetangga 2 yang pergi ke arah yang berlawanan
begitu juga Buk RT mengikuti)
BAGIAN KETIGA
Pergunjingan tentang pak Amir kian lama kian heboh seperti bola salju yang tengah
menggelinding. Bukannya mereda, malah makin membesar. Apalagi ditambah dengan kelakuan
pak Amir yang dari hari ke hari semakin aneh dan ganjil. Adapun kelakuan pak Amir ini menjadi
santapan empuk para ibu-ibu pada saat arisan, pada saat pengajian, bahkan pada saat menjemur
pakaian pun tidak lepas dari topik pembicaraan tentang duda tersebut. Hingga suatu waktu
kelakuan aneh duda ini dipergoki oleh dua penjaga yang tengah ronda malam.
Penjaga 1 : Nasib seorang jongos ya seperti ini bul, Kabul. Orang lain sudah enak-enakan
tidur, kita malah melek buat jaga malam.
Penjaga 2 : Sudah jangan mengeluh terus kamu itu, kita meronda ini kan juga di bayar,
walaupun bayarannya gak seberapa.
Penjaga 1 : iya, bayaran sudah habis tengah bulan buat beli martabak sama ngelunasin
utang-utang di warung.
Penjaga 2 : Ya mau gimana lagi coba? Daripada gak dibayar mending dibayar walaupun
sedikit.
Penjaga 1 : hehe,, iya Bul, Kabul. Kamu tahu sesuatu yang akhir-akhir ini digosipin ibu-ibu
gak, Bul?
Penjaga 2 : Owalah, sekarang kumpulanmu itu dengan ibu-ibu ya. Gak nyangka aku, jiwa
tomboymu udh berubah jadi juwa keibuan ya (tersenyum mengejek)
Penjaga 1 : Kurang ajar kamu Bul. Bukan karena itu, ini tentang pak Amir.
Pak RT : heh kalian ini.. yasudah, saya balik dulu, jangan lupa pesangonnya diabisin tu,
ronda yang bener, jangan nggosip aa ii uu. Assalamualaikum .
Penjaga 1,2 : Wa’alaikumussalam
Penjaga 2 : hati hati pak!!
Penjaga 1 : (teriak) makasiii pak!
Penjaga 2 : ayo .. balik ke buku hehe
Penjaga 1 : ahh dasar topeng monyet, gini yaa. Katanya ibu-ibu, pak Amir itu sekarang
sudah gak waras.
Penjaga 2 : ah,, jangan ngawur kamu itu. Nuduh orang seenaknya saja.
Penjaga 2 : Kalau gak ada bukti, aku males buat percaya sama kamu.
Penjaga 2 : iya pak, mau kemana ini kok pakaiannya rapi dan alim gini.
Pak Amir : Mas ini gimana, ya jelaslah kalau saya berpakaian gini mau sholat jum’at.
Pak Amir : kalian kok belum siap-siap malah, ini mau iqomah sebentar lagi. (melihat jam)
Penjaga 1 : Pak, sekarang ini sudah malam kok mau sholat jum’at.
Pak Amir : lho? (terkejut) jadi sekarang bbukan waktunya sholat jum’at ya? Wah,,, ini
pasti karena jam saya yang sudah rusak. Untung saya tidak gila, harus cepat-cepat
ganti jam rupanya. (bergegas pulang, sambil menggerutu pada jam tangannya).
Dari kejadian tersebut, kabar kalau pak Amir sudah tidak waras semakin santer terdengar.
Kondisi pak Amir kian hari juga kian tak terawat dan lusuh. Ditambah lagi, gaya bicaranya pun
juga ikut merancau tanpa aturan.
Pak Amir : (berjalan menuju tiang dekat rumahnya sambil menenteng tas plastik warna
putih dengan membawa bendera merah putih) Tetangga 3 : Hendak kemana
pak Amir?
Pak Amir : (tidak menghirau, lalu memasang bendera pada tiang lalu mengereknya
setengah tiang serta memberi hormat kepada sang saka merah putih).
Pak RT : Ada apa gerangan kok pak Amir berhormat kepada bendera merah putih?
Pak Amir : (berwajah agak marah) bapak ini sebagai RT ini gimana? Pak Na’im ini tidak
nasionalis.
Pak Amir : Keterlaluan ini. Sekarang kan hari kemerdekaan Indonesia pak, masak tidak ada
perayaan sama sekali. Sudah tidak waras rupanya warga-warga di sini karena
dipengaruhi budaya barat hingga lupa pada bangsan sendiri. Memalukan!
Pak RT : Sebelumnya saya mau minta maaf pak, bukannya hari kemerdekaan itu sudah
lewat dua minggu yang lalu, sekarang sudah tanggal 31 Agustus.
Pak Amir : Pasti ini gara-gara kalender saya yang rusak. Untung saya belum gila, saya harus
cepat-cepat beli kalender baru. ( bergegas pulang dan masuk ke dalam rumah
BAGIAN LIMA
Ternyata, kelakuan pak Amir telah membuat resah warga sekitar sehingga secara aklamasi
warga sekitar memutuskan untuk mengadakan rapat dadakan di halaman rumah Pak RT.
Pak RT :Apa yang harus kita lakukan sekarang ini?
Tetangga 1 : iya, pak Amir makin tidak waras. Saya jadi takut bertemu Pak Amir.
Buk RT : Apa kita rehabilitasi saja? Ini juga demi kebaikan beliau.
Tetangga 2 : Aa iya, rehabilitasi saja. Siapa tau dengan rehabilitasi beliau bisa sembuh
Pak RT : Jadi saudara-saudaraku, keputusan akhirnya adalah kita akan merehabilitasi pak
Amir dengan memasukkannya ke rumah sakit jiwa.
Para Warga : Setuju!
(Pak Amir tiba-tiba muncul dengan berlari diikuti Kabul dan Seri yang mengejarnya)
Penjaga 1 : pak amirr!! Itu pentungan saya untuk ronda malam nanti!
Pak Amir : Enak saja! Ini tongkat sakti saya.. *sambil terus berlari diikuti penjaga 1 dan 2
Tetangga 3 : Lho? Itu pak Amir.. hubungi saja Pak Nyo- pegawe rsj itu sekarang pak RT,
untuk ngebawa pak Amir segera, itung-itung bantuin kabul dan seri. Eventhought
dadakan gini. Just call him
Pak RT : Baiklah
(sirine ambulan)
*terlihat pak amir, kabur dan seri masih berlarian melewati depan rumah pak RT
*saling kejar dan Pak Nyo- salah tangkap, mengira Kabul adalah pak Amir
Tetangga 2 : eh..ehhh.. bukan yang itu pak! Aduh (sambil nepuk jidat) Pak Nyo-
: yang mana dongg?
Tetangga 2 : itu pak itu! Yang megang pentungan
*tertangkaplah pak Amir dibawa pak Nyo- dan Kabul disusul Seri yang masih ngos-ngosan
Tetangga 1 : (buang nafas) Akhirnya ya, kampung kita terbebas dari hal yang meresahkan ya
Tetangga 2 : Benar bu, kalau tidak ada pak Amir keadaan kampung ini menjadi tenang dan
tenteram tanpa gangguan.
Tetangga 1 : pak RT ini suka ngaku-ngaku saja. Orang pak RT waktu rapat kewalahan, dan
gak mengeluarkan pendapat dan usul sama sekali.
Pak RT : hahaha,,, apapun itu,yang penting saya tetap menjabat sebagai RT warga di sini.
Warga ini butuh pemimpin seperti saya.
Buk RT : maafkan hamba yang mempunyai suami seperti ini Ya Allah :’)
Pak&Buk RT : Wa’a;aikumussalam..
BAGIAN ENAM
Demikian, situasi warga kampung dirasa semaki kondusif dan aman. Para warga melakukan
aktivitas seperti biasa tanpa ada gangguan sedkitpun. Hingga suatu hari warga kampung itu
kedatangan tamu yang tak diduga-duga.
Pak RT : Wah,, wah,, ibu- ibu ini rajin semua ya, jam segini sudah selesai masak.
Pak Amir : (tiba-tiba raut muka pak Amir mendadak sedih dan muram)
Tetangga 2 : Iya, Pak. Bapak kan sudah keluar dari rumah sakit.
Pak Amir : Jadi, Saya ini dianggap sudah gila mungkin ya oleh dokter. Orang sehat-sehat
begini kok dikeluarin dari rumah sakit. Padahal, saya betah tinggal di sana.
*Tetangga 1 dan 2 saling natap kaget disusul pak RT yang diam terpaku
Pak Amir : Masa iya saya sudah gila.. haha, gak bener kan pak? Buk?
Ternyata perkiraan ibu-ibu dan pak RT tentang pak Amir meleset. Pak Amir ternyata belum
sepenuhnya sembuh benar. Namun tidak seperti dulu, kali ini kelakuan pak Amir berubah total
seolah-olah menjadi orang yang intelek walaupun dia sendiri menganggap dirinya sendiri sudah
gila. Oleh karena itu, melalui rapat dadakan dan rahasia, warga sekitar memperbolehkan pak
Amir untuk tinggal kembali ke rumah yang lama ia tinggalkan.