Anda di halaman 1dari 13

Drama “ Sudah Gila “

Disusun Oleh :
1. Davina Manda Azzaria
2. Dini Aulia Rahmadiani
3. Ilvan Seftian
4. Jidan Naila Yazid
5. Lea Selvira
6. Luckyana Rifa Muzzaki
7. Rafi Priatama Maghribi
8. Ruly Adrian Firmansyah
9. Sabilillah Shafikli
10. Sri Rahayu Nira

XI IPS 5

Sekolah Menengah Negeri 1 Cilimus


TAHUN AJARAN 2021/2022
• Dokumentasi Pembuatan Drama “ Sudah Gila “
Unsur Kelengkapan Drama

1. Naskah Drama : Sudah Gila Karya Chairil Anwar


2. Pemain :
Narator : Dini Aulia Rahmadiani
1. Pak amir : Sabilillah Shafikli
2. Adik : Dini Aulia Rahmadiani
3. Tetangga 1 : Sri Rahayu Nira
4. Tetangga 2 : Davina Manda Azaria
5. Tetangga 3 : Luckyana Rifa Muzakki
6. Pak Rt : Rafi Priatama Maghribi
7. Buk Rt : Lea Selvira
8. Penjaga 1 : Ilvan Seftian
9. Penjaga 2 : Jiddan naila yazid
10. Pak nyo : Ruly Adrian Firmansyah

3. Sutradara : Lea Selvira


4. Produser : Dini Aulia Rahmadiani
5. Properti : Ilvan Seftian & Rully Adrian Firmansyah
6. Tata Rias + Busana : Davina Manda Azzaria + Rafi Priatama Maghribi
7. Penata Musik: Luckyana Rifa Muzakki
8. Penata Lampu : Sri Rahayu Nira
9. Editor : Sabilillah Shafikli & Toko Nusantara 10. Kameramen :Jiddan Naila
Yazid

SUDAH GILA

Pemeran :
Narator : Dini
Pak Amir : Sabil Pak RT (pak Na’im) : Rafi

Adik : Dini Penjaga 1 : Ilvan

Tetangga 1 : Sri Rahayu Penjaga 2 : Jiddan

Tetangga 2 : Davina Buk RT (buk Na’im) : Lea

Tetangga 3 : Luckyana Pegawe RSJ (pak Nyo-) : Ruly

BAGIAN SATU

Seorang ayah yang baru saja menjadi duda tampak sekali gusar dalam duduknya. Ia duduk di
kursi teras rumahnya yang sederhana. Ia memegang foto almarhumah istrinya dan menatap foto
tersebut dalam-dalam. Adiknya yang mengetahui kondisi kakaknya tersebut berusaha untuk
mengibur kakaknya.

Adik : (Menarik nafas dalam-dalam) Sudahlah kak, Istrimu itu sudah tiada.

Pak Amir : (Hanya memandang sekilah adiknya lalu melanjutkan memandangi foto).

Adik : Istrimu itu orang yang sangat baik. Ia juga meninggal dalam keadaan yang mulia.

Pak Amir. : Iya (dengan nada rendah dan tanpa semangat).

Adik : Istrimu meninggal dalam persalinan anak pertamanya. Ia telah berusaha sekuat
tenaga untuk bertahan. Tapi, apa daya Gusti Allah berkehendak lain. Gusti Allah pasti
memberikan tempat yang layak untuk istrimu.

Pak Amir. : Aamiin. Aku hanya bisa berdo’a untuk dia. Tapi kehilangan dia secepat ini
rasanya masih saja susah untuk diterima. Dia orang yang baik, kenapa tak bajingan-bajingan saja
yang diambil nyawanya. Tak ada gunanya orang-orang seperti mereka hidup.

Adik : Aku juga tak tahu. Itu rahasia Tuhan.

Pak Amir : iya, ini rasanya tak adil. (dengan nada sedih)

Adik : Tuhan Maha Kuasa, kita semua hanya hambanya.

Pak Amir : Aku tak ingin menyalahkan Tuhan, dokter, ataupun rumah sakit yang
menanganinya.
Adik : Lalu?
Pak Amir : Entahlah. Masih kikuk rasanya hidup tanpa seseorang yang biasa menemani
setiap saat.

Adik : Aku mengerti perasaanmu, kak.

Pak Amir : Biasanya jam segini dia sedang memasak sayur kangkung, makanan kesukaanku.

Adik : Sudahlah, Kak.


Pak Amir : Mungkin sudah saatnya. (menelungkupkan foto yang ia genggam lalu berdiri)
Adik : Makanlah dulu sana! Sudah beberapa hari ini kau tidak memakan nasi sesuap
pun.

Pak Amir : Aku tak ingin menjadi gila karena hal ini.

BAGIAN KEDUA

Begitulah kejadian seperti ini berulang-ulang terus hingga beberapa bulan. Situasi seperti
demikian tak ayal menjadikan situasi masyarakat menjadi tidak kondusif. Pak Amir menjadi
bahan pergunjingan tetangga-tetangganya karena kelakuannya dari hari ke hari semakin
menjauhi status orang yang sehat walafiat khususnya kesehatan jiwanya.

Tetangga 1 : Heh... Heh... Ssstt . sini sini semua! (dengan berbisik)

Tetangga 2 : Ada apa, jeng? (penasaran)

Tetangga 3 : iya ni iya ada apa?


: Hmm.. mau gosip lagi ya kalian itu? Kerjaan kalian tetap aja nggosip terus.
Pak RT
(tidak tertarik)

Tetangga 1 : Eh,,, jangan salah sangka dulu. Ini bukan gosip sembarang gosip. Ini gosip ada
hubungannya dengan Pak Amir.

Tetangga 3 : Pak Amir yang baru ditinggal istrinya, maksudmu?

Pak RT : (Mendekat kepada tetangga 1) Emang ada apa dengan pak Amir?

Tetangga 1 : Tadi katanya gak mau dengerin gosip, giliran sekarang jadi pengen tahu. pak
RT sekarang juga suka gosip ya ternyata.

Pak RT : Sudah jangan banyak bicara! Cepat katakan! Emang ada apa dengan dengan pak
Amir?
Tetangga 2 : Iya jeng, ada apa dengan pak Amir? Kayaknya berita panas ini. (wajah
semangat)
Tetangga 3 : Waahh!! demi rumput yang bergoyang dan demi dijjah yellow yang berubah
warna jadi jadi purple.. lama bener

Tetangga 1 : sabar, sabar. Menurut kabar burung yang beredar ini pak Amir itu ...

Pak Amir : Permisi pak, bu.

Tetangga1,2, 3, RT : aa ee hm Iya , pak..

Pak Amir : Mari. (pergi menuju rumahnya)


Tetangga 1 : Haduh, yang tadi itu hampir saja. Untung pak Amir tidak sempat mendengar
perkataanku barusan.

Pak RT : Perkataan apa? Orang kamu saja belum ngomong apa-apa dari tadi waktu pak
Amir lewat.

Tetangga 2 : Iya jeng, pak Na’im betul. Jeng tadi belum ngomong apa-apa. Tadi yang mau
dikatakan sama jeng itu apa?

Tetangga 1 : Oh begitu ya (tersenyum). Yang mau saya katakan tadi itu adalah bahwa pak
amir itu sudah (menyilangkan telunjuknya di dahi)
Tetangga 2,3& Pak RT : Hah? Apa maksudnya? (bingung)

Buk RT : Hah?! (nyelonong ke rumpian buat semua kaget). Bapak ini dicariin daritadi malah
ngerumpi sama ibu ibu komplek.. tu dicariin im-im, mau dianter les katanya.
Pak RT : Gak tepat banget timing ibuk ini, lagi hot issue jugaaa.hm

Buk RT : Sana cepetan!

Pak RT : Ashiappp! (nada nyeleneh sambil berjalan pergi). Assalamu’alaikum..

Semua : Wa’alaikumussalam…
Tetangga 1 : heh lanjut-lanjut, jadi kalian tidak tahu maksudku barusan?
Tetangga 2 : Kami gak tahu jeng apa maksud jeng barusan.

Buk RT : Aishh, apalagi saya

Tetangga 1 : waduh, waduh, payah benar kalian jadi orang tua. Tidak mengikuti
perkembangan jaman dan globalisasi dunia. Maksudku barusan itu, pak Amir
sekarang sudah tidak waras.(berbisik)

Tetangga 3 : masak? Ndak bohong?! Ah, jangan ngelantur kalau bicara.

Tetangga 1 : Astaganaga, plis deh. Menurut kabar burung, pak Amir itu gak sanggup
menerima kepergian istrinya. Apalagi sewaktu meninggal, istrinya itu sudah
hamil tua.

Buk RT : Apa kamu gak lihat barusan? Orang pak Amir baik-baik saja tiba-tiba gak ada
angin gak ada hujan kamu tuduh pak Amir gila.

Tetangga 2 : Iya jeng, pak Amir tadi kelihatan baik-baik saja. Gak kelihatan kalau pak Amir
itu depresi. Dia lempeng-lempeng saja kelihatannya.

Tetangga 3 : orang sehat wal’afiat didoain yang nggak nggak


Tetangga 1 : Ya sudah kalau kalian tidak percaya. Itu terserah kalian saja. Saya juga gak
begitu yakin juga sih.
Tetangga 2 : Owalah jeng, jeng.

Tetangga 1 : Kelihatannya sih pak Amir baik-baik saja, tapi bisa saja dia tertekan lalu pura-
pura baik.

Buk RT : Kamu jangan berburuk sangka dulu. Kamu gak punya bukti buat menuduh pak
Amir sekarang ini.

Tetangga 2 : Benar jeng apa yang dikatakan oleh Buk Amat.

Buk RT : Hidup di Indonesia mestinya ita mempunyai hak yang disebut praduga tak
bersalah. Kalaupun kita ingin menduga seseorang itu harus mempunyai bukti
yang cukup dan faktual. Jangan asal tuduh, itu malah dapat membuat
kesalahpahaman antarwarga.

Tetangga 2,3 : (Bertepuk tangan)

Tetangga 2 : Tumben sekali kata-kata dari buk Amat itu bijaksana dan penuh makna.
Biasanya cuma was wes wos gak ada isinya, gak ada bibit, bobot dan bebetnya.
Seperi profesor saja perkataan buk Amat barusan ini.

Tetangga 1 : iya bener, tumben-tumben pak Amat omongannya bermanfaat. Tanda-tanda mau
kiamat kali ya (sedikit tertawa).

RT : wah,,, wah,,, Ibu-ibu pada menghina kemampuan saya. Gini-gini saya pernah
satu sekolah dengan pak Jokowi. Ya, walaupun saya gak sepintar pak Jokowi, paling tidak kan
kepintarannya itu nular sedikitlah kepada saya. Selain itu, ada kesamaan nasib juga antara saya
dengann pak Jokowi. Pak jokowi jadi presiden, saya jadi istri ketua RT bapak Na’im. Beda
tipislah hehe

Tetangga1&2,3 : haaa....haa...(tertawa lepas)


Tetangga 3 : (teringat sesuatu) Oh, iya, ibu ibuk saya hampir lupa. Saya belum masak buat
bekal anak ke sekolah. Jam segini dia mau berangkat. Saya duluan ya

Tetangga 1 : Saya juga mau pamit pulang. Saya juga belum masak buat suami saya. Bisa-bisa
saya kena marah kalau sarapannya jam segini belum sipa di atas meja.

Tetangga 2 : Kalau gitu saya ikutan pamit jeng heheh

(Tetangga 1&3 pulang bersama-sama, lalu diikuti tetangga 2 yang pergi ke arah yang berlawanan
begitu juga Buk RT mengikuti)

BAGIAN KETIGA
Pergunjingan tentang pak Amir kian lama kian heboh seperti bola salju yang tengah
menggelinding. Bukannya mereda, malah makin membesar. Apalagi ditambah dengan kelakuan
pak Amir yang dari hari ke hari semakin aneh dan ganjil. Adapun kelakuan pak Amir ini menjadi
santapan empuk para ibu-ibu pada saat arisan, pada saat pengajian, bahkan pada saat menjemur
pakaian pun tidak lepas dari topik pembicaraan tentang duda tersebut. Hingga suatu waktu
kelakuan aneh duda ini dipergoki oleh dua penjaga yang tengah ronda malam.
Penjaga 1 : Nasib seorang jongos ya seperti ini bul, Kabul. Orang lain sudah enak-enakan
tidur, kita malah melek buat jaga malam.

Penjaga 2 : Sudah jangan mengeluh terus kamu itu, kita meronda ini kan juga di bayar,
walaupun bayarannya gak seberapa.

Penjaga 1 : iya, bayaran sudah habis tengah bulan buat beli martabak sama ngelunasin
utang-utang di warung.

Penjaga 2 : Ya mau gimana lagi coba? Daripada gak dibayar mending dibayar walaupun
sedikit.
Penjaga 1 : hehe,, iya Bul, Kabul. Kamu tahu sesuatu yang akhir-akhir ini digosipin ibu-ibu
gak, Bul?
Penjaga 2 : Owalah, sekarang kumpulanmu itu dengan ibu-ibu ya. Gak nyangka aku, jiwa
tomboymu udh berubah jadi juwa keibuan ya (tersenyum mengejek)
Penjaga 1 : Kurang ajar kamu Bul. Bukan karena itu, ini tentang pak Amir.

Penjaga 2 : Emang kenapa dengan pak Amir? (penasaran)


Pak RT : (datang tiba tiba sambil membawa makanan untuk bekal ronda) nggak ibu ibu
komplek, buk RT, bpk Kabul dn seri jaga ronda pun membahas tentang pak
Amir..hmm, kasian lho Pak Amir, masih berduka eh digosipin ya gak gak juga.
Penjaga 1 : Pak Na’im siiii.. datang datang malah ceramah
Pak RT : bukannya ceramah, tapi kasian pak Amir .. mending kalian hibur, bicara yang
baikbaik , biar Pak Amir ga terlarut larut lagi..
Penjaga 2 : iya ni pak, seri ni ngalahin gossip ibu-ibu komplek wkwkwk
Penjaga 1 : ( menginjak kaki Kabul)
Penjaga 2 : Aduhh!!

Pak RT : heh kalian ini.. yasudah, saya balik dulu, jangan lupa pesangonnya diabisin tu,
ronda yang bener, jangan nggosip aa ii uu. Assalamualaikum .
Penjaga 1,2 : Wa’alaikumussalam
Penjaga 2 : hati hati pak!!
Penjaga 1 : (teriak) makasiii pak!
Penjaga 2 : ayo .. balik ke buku hehe
Penjaga 1 : ahh dasar topeng monyet, gini yaa. Katanya ibu-ibu, pak Amir itu sekarang
sudah gak waras.
Penjaga 2 : ah,, jangan ngawur kamu itu. Nuduh orang seenaknya saja.

Penjaga 1 : Bener Bul, suwer. Kata ibu-ibu seperti itu.

Penjaga 2 : Kalau gak ada bukti, aku males buat percaya sama kamu.

Amir : Monggo mas.

Penjaga 1 : Lho, pak Amir mau kemana?

Penjaga 2 : iya pak, mau kemana ini kok pakaiannya rapi dan alim gini.

Pak Amir : Mas ini gimana, ya jelaslah kalau saya berpakaian gini mau sholat jum’at.

Penjaga 1&2 : Hah? (terkejut)

Pak Amir : kalian kok belum siap-siap malah, ini mau iqomah sebentar lagi. (melihat jam)

Penjaga 1 : Pak, sekarang ini sudah malam kok mau sholat jum’at.

Penjaga 2 : Sekarang ini kan sudah hari sabtu, Pak.

Pak Amir : lho? (terkejut) jadi sekarang bbukan waktunya sholat jum’at ya? Wah,,, ini
pasti karena jam saya yang sudah rusak. Untung saya tidak gila, harus cepat-cepat
ganti jam rupanya. (bergegas pulang, sambil menggerutu pada jam tangannya).

Penjaga 1&2 : (Saling menatap dan menggelengkan kepalanya)


BAGIAN EMPAT

Dari kejadian tersebut, kabar kalau pak Amir sudah tidak waras semakin santer terdengar.
Kondisi pak Amir kian hari juga kian tak terawat dan lusuh. Ditambah lagi, gaya bicaranya pun
juga ikut merancau tanpa aturan.

Pak Amir : (berjalan menuju tiang dekat rumahnya sambil menenteng tas plastik warna
putih dengan membawa bendera merah putih) Tetangga 3 : Hendak kemana
pak Amir?

Pak Amir : (tidak menghirau, lalu memasang bendera pada tiang lalu mengereknya
setengah tiang serta memberi hormat kepada sang saka merah putih).

Pak Amir : (selesai hormat dan hendak pulang menuju rumahnya)

Pak RT : Ada apa gerangan kok pak Amir berhormat kepada bendera merah putih?

Pak Amir : (berwajah agak marah) bapak ini sebagai RT ini gimana? Pak Na’im ini tidak
nasionalis.

Pak RT : Maksudnya, Pak?

Pak Amir : Keterlaluan ini. Sekarang kan hari kemerdekaan Indonesia pak, masak tidak ada
perayaan sama sekali. Sudah tidak waras rupanya warga-warga di sini karena
dipengaruhi budaya barat hingga lupa pada bangsan sendiri. Memalukan!

Pak RT : Sebentar pak, bukannya sekarang...

Pak Amir : (menyela pembicaraan dan agak tersinggung) Bukannya apa?

Pak RT : Sebelumnya saya mau minta maaf pak, bukannya hari kemerdekaan itu sudah
lewat dua minggu yang lalu, sekarang sudah tanggal 31 Agustus.

Pak Amir : Astaghfirullah... yang benar pak?

RT : Iya, Pak Amir.

Pak Amir : Pasti ini gara-gara kalender saya yang rusak. Untung saya belum gila, saya harus
cepat-cepat beli kalender baru. ( bergegas pulang dan masuk ke dalam rumah

BAGIAN LIMA

Ternyata, kelakuan pak Amir telah membuat resah warga sekitar sehingga secara aklamasi
warga sekitar memutuskan untuk mengadakan rapat dadakan di halaman rumah Pak RT.
Pak RT :Apa yang harus kita lakukan sekarang ini?
Tetangga 1 : iya, pak Amir makin tidak waras. Saya jadi takut bertemu Pak Amir.
Buk RT : Apa kita rehabilitasi saja? Ini juga demi kebaikan beliau.

Tetangga 2 : Aa iya, rehabilitasi saja. Siapa tau dengan rehabilitasi beliau bisa sembuh

Tetangga 3 : benar-benar.. daripada semakin stress parah begitu. Na’udzubilah

Pak RT : Jadi saudara-saudaraku, keputusan akhirnya adalah kita akan merehabilitasi pak
Amir dengan memasukkannya ke rumah sakit jiwa.
Para Warga : Setuju!

(Pak Amir tiba-tiba muncul dengan berlari diikuti Kabul dan Seri yang mengejarnya)
Penjaga 1 : pak amirr!! Itu pentungan saya untuk ronda malam nanti!
Pak Amir : Enak saja! Ini tongkat sakti saya.. *sambil terus berlari diikuti penjaga 1 dan 2
Tetangga 3 : Lho? Itu pak Amir.. hubungi saja Pak Nyo- pegawe rsj itu sekarang pak RT,
untuk ngebawa pak Amir segera, itung-itung bantuin kabul dan seri. Eventhought
dadakan gini. Just call him

Pak RT : Baiklah
(sirine ambulan)

Pak Nyo- : Permisi.. mana yang mau direhabilitasi pak?buk?

*terlihat pak amir, kabur dan seri masih berlarian melewati depan rumah pak RT

Tetangga 1 : Itu pak Nyo- ituuu!!

Pak Nyo- : Hahh, baiklah saya bantu kejar dulu..

*saling kejar dan Pak Nyo- salah tangkap, mengira Kabul adalah pak Amir
Tetangga 2 : eh..ehhh.. bukan yang itu pak! Aduh (sambil nepuk jidat) Pak Nyo-
: yang mana dongg?
Tetangga 2 : itu pak itu! Yang megang pentungan

Pak Nyo- : ok okkkkk, maapkeun.. *sambil terus berlari

*tertangkaplah pak Amir dibawa pak Nyo- dan Kabul disusul Seri yang masih ngos-ngosan
Tetangga 1 : (buang nafas) Akhirnya ya, kampung kita terbebas dari hal yang meresahkan ya

Tetangga 2 : Benar bu, kalau tidak ada pak Amir keadaan kampung ini menjadi tenang dan
tenteram tanpa gangguan.

Tetangga 1 : He’em, saya jadi gak takut lagi keluar rumah.


Pak RT : Tunggu dulu, semua itu tidak lepas dari kontribusi saya sebagai RT yang berani
mengambil kebijakan tegas dan menerobos unntuk mententeramkan kondisi dan
situasi warga saya. Coba kalau tidak ada saya? Mau jadi apa warga kita ini?
(tertawa)

Tetangga 1 : pak RT ini suka ngaku-ngaku saja. Orang pak RT waktu rapat kewalahan, dan
gak mengeluarkan pendapat dan usul sama sekali.

Pak RT : hahaha,,, apapun itu,yang penting saya tetap menjabat sebagai RT warga di sini.
Warga ini butuh pemimpin seperti saya.

Tetangga 2 : Ada-ada saja pak RT ini.

Buk RT : maafkan hamba yang mempunyai suami seperti ini Ya Allah :’)

Pak RT : haduh, yaudah bubar-bubar

Warga : heh iya Pak, Assalmu’alaikum

Pak&Buk RT : Wa’a;aikumussalam..

BAGIAN ENAM

Demikian, situasi warga kampung dirasa semaki kondusif dan aman. Para warga melakukan
aktivitas seperti biasa tanpa ada gangguan sedkitpun. Hingga suatu hari warga kampung itu
kedatangan tamu yang tak diduga-duga.

Tetangga 1 : (datang menghampiri tetangga 2 ) Lagi apa, Bu?

Tetangga 2 : Ini jeng, lagi nyapu halaman, baru selesai masak.

Tetangga 1 : Sama Bu. Saya juga baru selesai masak.

Pak RT : Wah,, wah,, ibu- ibu ini rajin semua ya, jam segini sudah selesai masak.

*suara sirine ambulans

Pak Amir : Apa kabar,bu,pak? Sehat saja?

Pak RT : lho? Ini benar pak Amir kan?

Pak Amir : Benar, pak. Saya pak Amir.

Tetangga 1 : Lho, bukannya...

Tetangga 2 : Pak Amir kan masih dirawat di rumah sakit.


Pak Amir : Benar bu, saya dulu memang dirawat di rumah sakit. Tapi sekarang dokter sudah
memperbolehkan saya pulang ke rumah.

Tetangga 1,2&Pak RT : Alhamdulillah..

Pak Amir : (tiba-tiba raut muka pak Amir mendadak sedih dan muram)

Pak RT : Ada apa, pak? Kenapa bapak tampak tidak bahagia?

Tetangga 2 : Iya, Pak. Bapak kan sudah keluar dari rumah sakit.

Tetangga 1 : Betul itu, Pak.

Pak Amir : Itulah penyebabnya saudara sekalian.

RT : Kenapa lagi, pak?

Tetangga 1&2 : Iya pak, kenapa?

Pak Amir : Jadi, Saya ini dianggap sudah gila mungkin ya oleh dokter. Orang sehat-sehat
begini kok dikeluarin dari rumah sakit. Padahal, saya betah tinggal di sana.

*Tetangga 1 dan 2 saling natap kaget disusul pak RT yang diam terpaku

Pak Amir : Masa iya saya sudah gila.. haha, gak bener kan pak? Buk?

Pak Nyo- : Itu pak Amir!! Tangkapp

Begitulah kiranya pak Nyo- yang salah mengeluarkan pasien..

Ternyata perkiraan ibu-ibu dan pak RT tentang pak Amir meleset. Pak Amir ternyata belum
sepenuhnya sembuh benar. Namun tidak seperti dulu, kali ini kelakuan pak Amir berubah total
seolah-olah menjadi orang yang intelek walaupun dia sendiri menganggap dirinya sendiri sudah
gila. Oleh karena itu, melalui rapat dadakan dan rahasia, warga sekitar memperbolehkan pak
Amir untuk tinggal kembali ke rumah yang lama ia tinggalkan.

Anda mungkin juga menyukai