TESIS
RISMA PUSPITASARI
1506786913
DEPOK
JULI, 2017
Universitas Indonesia
i
TESIS
RISMA PUSPITASARI
1506786913
DEPOK
JULI, 2017
randarangan W
ranggal t..!:...J.*..*!1
DEWANPENGUJI
,,14
Penguji : Dr. Asep Suralrman M. KM
-
di
Ditetapkan : Depok
Tanggal : 05 Juli 2017
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Depok, 2017
(Materei 6000)
Risma Puspitasari
Universitas Indonesia
iv
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, danmemublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagaipenulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : …………………….
Yang menyatakan
( Risma Puspitasari )
Universitas Indonesia
v
Secara global, insiden TB dunia pada tahun 2015 sebesar 10,4 juta kasus.
Indonesia berada di urutan kedua dari total kasus diseluruh dunia sebesar 10%,
setelah India. Prevalensi TB berdasarkan provinsi yang tertinggi adalah Jawa
Barat (0,7%). Padatnya tingkat hunian di pesantren dapat menimbulkan kondisi
rentan sehingga dianggap memicu banyaknya kasus TB. Pengendalian TB
berbasis masyarakat merupakan salah satu upaya promosi kesehatan dalam
penanggulangan TB. Penelitian ini bertujuan mengetahui dampak pemberdayaan
santri kader TB terhadap perilaku pencegahan TB di pondok pesantren Garut Jawa
Barat. Metode penelitian kuantitatif dengan desain kuasi eksperimen pada 230
santri sebagai sampel pada masing-masing kelompok intervensi dan kontrol.
Pengumpulan data dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pengumpulan data awal,
setelah itu dilakukan intervensi berupa pelatihan pada 30 santri yang terpilih
sebagai kader TB dengan melakukan penyuluhan dan kunjungan kamar 2 bulan
kemudian dilakukan pengumpulan data akhir. Analisis yang digunakan adalah uji
wilcoxon, mann-whitney dan uji regresi logistic ganda model faktor resiko. Hasil
penelitian membuktikan santri yang mendapat intervensi berpeluang memiliki
perilaku pencegahan baik hampir 3 kali (OR=2,90; 95%CI= 1,9-4,4)
dibandingkan dengan santri yang tidak mendapatkan intervensi setelah dikontrol
jenis kelamin santri.
Universitas Indonesia
vi
Abstract
Universitas Indonesia
vii
Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dalam rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian tentang “Pengaruh
Pemberdayaan Santri Kader Tuberkulosis (TB) Terhadap Perilaku Santri Dalam
Pencegahan TB di Pondok Pesantren Garut Jawa Barat”. Penulisan proposal
penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Magister Kesehatan Masyarakat Jurusan Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan tesis,sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada :
1) Ibu Dr. drg. Ella Nurlaela Hadi M.Kes, selaku Manager Pendidikan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia sekaligus dosen pembimbing
yang telah dengan sabar membimbing, memberikan masukan dan semangat
dalam penyusunan tesis ini.
2) Ibu Renti Mahkota S. KM, M. Epid selaku dosen penguji, yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan masukan bagi peneliti dalam
penyusunan tesis ini
3) Bapak Dr. H. Asep Surahman M.KM dari Dinas Kesehatan Kabupaten Garut
selaku pemilik data primer sekaligus penguji yang telah mengijinkan penulis
untuk melakukan analisis data lanjut serta memberikan arahan dan bimbingan
untuk penyelesaian tesis ini
4) Bapak Dr. Ir. Bambang Setiaji, S.KM, M. Kes dari Sesditjen Kesmas
Kementrian Kesehatan selaku penguji yang telah memberikan arahan dan
masukan untuk perbaikan tesis ini
5) Suami tercinta Ending Mordiansyah dan ananda tersayang Wildan Lovendra
atas doa, cinta dan kesabarannya untuk menyemangati demi selesainya
pendidikan ini
6) Orang tua tercinta dan keluarga atas dukungan, do’a semangat dalam
menyelesaikan pendidikan ini.
Universitas Indonesia
viii
Penulis
Universitas Indonesia
ix
Universitas Indonesia
x
Universitas Indonesia
xi
Universitas Indonesia
xii
Universitas Indonesia
xiii
Universitas Indonesia
xiv
Universitas Indonesia
xv
Universitas Indonesia
xvi
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
aktivitas secara bersama-sama dan dalam jangka waktu yang lama sangat
berpotensi dalam penularan penyakit. Hasil penelitian di Jombang, didapatkan
bahwa kondisi yang tidak sehat maupun penyakit yang terjadi di pesantren
dipengaruhi oleh perilaku santri, seperti saling bergantian peralatan makan/minum
dan pakaian. Perilaku tersebut disebabkan karena adanya pandangan untuk
menunjukan rasa persaudaraan, kesetiakawanan dan kebersamaan di pesantren.
Jenis kelamin, pendidikan, sikap dan paparan informasi juga mempengaruhi
perilaku hidup bersih dan sehat santri di pesantren (Kiptiyah, 2005).
Berdasarkan hasil rapat koordinasi penanggulangan TB di pondok pesantren
Jawa Tengah, ada peningkatan jumlah santri BTA + yang diobati di Balai
Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Magelang sebesar 22% pada tahun 2013-
2014 (Balai Kesehatan Paru Masyarakat, 2015). Perilaku santri seperti kebiasaaan
meminum bekas kyiai dengan harapan mendapatkan berkah dari orang yang
dianggap tinggi ilmu agamanya juga merupakan faktor beresiko dalam penularan
TB. Selain itu padatnya tingkat hunian di pesantren dapat menimbulkan kondisi
rentan dan mempercepat proses penularan sehingga dianggap memicu banyaknya
kasus TB dan dikhawatirkan akan terjadinya wabah di wilayah atau di pesantren
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian sebuah asrama di China bahwa
di antara 258 siswa dan 15 guru terdapat 46 kasus aktif atau sekitar 17,8% (MA et
al., 2016).
Pengendalian TB berbasis masyarakat merupakan salah satu upaya promosi
kesehatan dalam kegiatan penanggulangan TB. Di Kabupaten Buleleng Bali,
terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan aktifitas kader.
Kader yang memiliki pengetahuan tinggi berpotensi untuk aktif 18 kali dalam
pengendalian kasus TB dibanding yang berpengetahuan rendah (Wijaya, 2013).
Di Surabaya, pengetahuan kader dalam penemuan suspek TB meningkat dari
74,4% menjadi 98,9% setelah mendapat pelatihan (Wahyuni & Artanti, 2013).
Kabupaten Garut merupakan salah satu dari 27 kabupaten/kota yang berada
di wilayah Provinsi Jawa Barat. Penemuan kasus BTA+ pada tahun 2015 yakni
sebesar 56,5% masih dibawah target nasional dan provinsi yakni 70%. Hal ini
disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB,
tidak dilaksanakannya pemeriksaan kontak serumah, serta rendahnya komitmen
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2. Bagi Pesantren
Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan oleh warga pesantren
dalam upaya perilaku pencegahan penularan TB sehingga dapat
mengurangi kejadian TB di lingkungan pondok pesantren
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman mengenai
penelitian khususnya mengenai pengaruh pemberdayaan santri kader
TB terhadap perilaku pencegahan TB di pesantren.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi, acuan, dan
perbandingan bagi peneliti lainnya yang mengambil tema pengaruh
pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan sehingga dapat
lebih berkembang.
Universitas Indonesia
8 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.2 Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah pengambilan tindakan berdasarkan self efficacy yang
dimiliki seseorang dalam mengontrol kehidupan sosial, ekonomi dan politik untuk
memperbaiki kehidupannya (Israel, Checkoway, Schulz, & Zimmerman, 1994)
Hasil penelitian di India pada tahun 2006, di dapatkan ada perubahan
peningkatan aktifitas fisik dalam pencegahan penyakit diabetes dan penyakit
menular lainnya setelah dilakukan pemberdayaan masyarakat (Mohan et al., 2006)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
hidup bersih dan sehat serta bagaimana mengurangi faktor risiko yang
membantu penyebaran penyakit;
d. Mengatasi faktor sosial yang mempengaruhi penanggulangan TB.
Peran masyarakat diharapkan dapat membantu mengatasi faktorfaktor
di luar masalah teknis medis TB namun sangat mempengaruhi atau
memperburuk keadaan yaitu kemiskinan, kondisi hidup yang buruk,
gizi buruk, hygiene dan sanitasi, serta kepadatan penduduk
Sumartini di Mataram, melakukan penelitian pada tahun 2014 melalui
edukasi dengan pendekatan Theory of Planned Behaviour (TPB).
Didapatkan hasil adanya hubungan signifikan antara pelatihan TB/DOTS
dengan peran kader kesehatan. Hasil penelitian Reviono 2013 bahwa desa
yang partisipasi masyarakatnya tinggi memiliki kemungkinan 7,5 kali
lebih besar dalam penemuan penderita TB daripada desa yang partisipasi
masyarakatnya rendah.
2.2.3 Indikator Keberhasilan Pelibatan Masyarakat dan Organisasi
Kemasyarakatan dalam Pengendalian TB.
Indikator keberhasilan pelibatan masyarakat dan organisasi kemasyarakat
(Kementerian Kesehatan, 2016a), adalah:
a. Peningkatan jumlah pasien TB baru yang dirujuk oleh masyarakat
atau organisasi kemasyarakatan yang tercatat.
b. Peningkatan keberhasilan pengobatan pasien TB yang diawasi oleh
masyarakat atau organisasi kemasyarakatan yang tercatat.
c. Penurunan angka putus berobat pasien TB yang diawasi oleh
masyarakat atau organisasi kemasyarakatan yang tercatat.
2.2.4 Keuntungan Melibatkan Organisasi Kemasyarakatan Dalam
Pengendalian TB
Keuntungan-keuntungan melibatkan organisasi kemasyarakatan dalam
Program pengendalian TB (Kementerian Kesehatan, 2016a), antara lain:
a. Organisasi kemasyarakatan mempunyai jejaring dengan organisasi
kemasyarakatan lainnya sehingga dapat menggerakkan organisasi lain
yang belum terlibat untuk dapat membantu dalam program
pengendalian TB.
Universitas Indonesia
2.3 Pesantren
Dalam Peraturan Menteri Agama no 13 tahun 2014 tentang pendidikan
keagamaan Islam, pondok pesantren adalah : lembaga pendidikan keagamaan
Islam yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menyelenggarakan satuan
pendidikan pesantren dan/atau secara terpadu menyelenggarakan jenis pendidikan
lainnya.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan no 1 tahun 2013 tentang Pedoman
Penyelenggaraaan dan Pembinaan Pos Kesehatan Pesantren (poskestren), Pondok
pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam yang berbasis masyarakat
baik sebagai satuan pendidikan dan atau sebagai wadah penyelenggara
pendidikan.
2.3.1. Gambaran Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Santri
Kegiatan santri yang padat di pondok pesantren dimulai dari terbitnya fajar
hingga tengah malam. Santri dituntut untuk dapat mengatur waktu dengan
sebaik-baiknya. Untuk menjaga dan memelihara kesehatan ketika kondisi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
c. Manfaat Poskestren
1) Bagi pondok pesantren
• Tersedianya layanan dan akses kesehatan dasar.
• Penyebaran informasi kesehatan.
• Pengembangan dan perluasan kerja saran pondok pesantren
dengan instansi terkait.
• Terpeliharanya sarana sanitasi lingkungan.
2) Bagi Warga Pondok Pesantren dan Masyarakat Sekitarnya
• Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi.
pengetahuan dan pelayanan kesehatan dasar.
• Memperoleh bantuan secara professional dalam pemecahan
masalah kesebatan.
• Mendapat infomasi awal tentang kesehatan.
• Dapat mewujudkan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi
warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.
3) Bagi Kader Poskestren
• Mendapatkan informasi lebih awal tentang kesehatan.
• Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya untuk membantu warga
pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam
menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di lingkungannya.
4) Bagi Puskesmas
• Dapat mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata
pertama.
• Dapat memfasilitasi warga pondok pesantren dan masyarakat
sekitarnya dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi
setempat.
• Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui
pemberian pelayanan kesehatan secara terpadu
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman
serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah tindakan atau usaha-usaha seseorang
untuk menjaga serta meningkatkannya kesehatannya agar terhindar dari
penyakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3
aspek:
1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit serta
pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari penyakit
2) Perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan sehat
3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman
b. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan
atau perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). Tindakan atau
perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari
pengobatan keluar negeri
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang (organisme)
merespons lingkungan terhadap stimulus yang diterima, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya. Misalnya, bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum,
tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah dan sebagainya.
2.4.1 Perilaku Pencegahan
Leavels dan Clark dalam Romauli et al (2009) mendefinisikan pencegahan
adalah segala kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung, yang
dilakukan untuk mencegah masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan
penyakit atau masalah kesehatan berkaitan dengan perilaku.
Five level of prevention dari leavels dan Clark dalam Notoatmodjo (2010)
yakni :
a. Promosi Kesehatan (health promotion)
b. Perlindungan Khusus (specific protection)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
f. Sikap
Sikap merupakan bagian dari perilaku yang berperan dalam faktor resiko
TB. Hasil penelitian Hamidi di Salatiga (2010) didapatkan anak yang
mempunyai ibu dengan sikap negatif terhadap pencegahan TB beresiko
13 kali terkena TB dibandingkan anak yang memiliki ibu bersikap
positif. Sikap TB juga menghasilkan stigma yang negatif di Kroasia
dimana orang yang berpendidikan tinggi 2 kali merasa lebih malu
menderita TB dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah.
Selain itu sebanyak 39.9% masyarakat merasa tidak nyaman apabila
berada dekat dengan pasien TB (Jurcev-Savicević, 2011). Penelitian
Fibriana di Gresik tahun 2011 menunjukan sikap keluarga tentang
pencegahan TB sebagian besar negatif dan ada hubungan antara sikap
dengan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit TB (Fibriana,
2011).
Universitas Indonesia
Faktor predisposisi :
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Status ekonomi
- Pengetahuan
- Sikap
-
Faktor penguat :
- Dukungan keluarga
Pemberdayaan - Dukungan guru/ustadz Perilaku Pencegahan TB
Santri - Peran petugas kesehatan
- Sangsi/peraturan dari
pesantren
-
Lingkungan :
Faktor pemungkin : - Kepadatan hunian di
- Fasilitas di poskestren pesantren
- Ventilasi ruangan
- pencahayaan
Universitas Indonesia
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
4. Status ekonomi
5. Pengetahuan tentang TB
6. Sikap terhadap TB
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
33 Universitas Indonesia
NO Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel Dependen
1 Perilaku Pernyataan santri yang disampaikan terkait Kuesioner, wawancara Skor Perilaku Interval
pencegahan TB tindakan santri agar tidak tertular dan (pertanyaan no b6, (bivariat)
menularkan TB meliputi membersihkan b7, b8, b9, b10,
kamar, etika batuk dan cara membuang b11, b12,) 0= Perilaku buruk apabila Ordinal
dahak. jawaban < median (multivariat)
1= Perilaku baik apabila
jawaban ≥ median
Variabel Independen
Pemberdayaan Status pondok pesantren terkait ada Kuisioner wawancara 0 = tidak Ordinal
santri kader TB tidaknya santri yang dilatih menjadi kader (pertanyaan no p2) 1 = ya
TB di pesantren.
Variable Perancu
1 Pengetahuan pernyataan santri tentang TB meliputi Kuesioner wawancara 0 = pengetahuan rendah Ordinal
penyebab dan gejala TB (pertanyaan no apabila skor < 70%
b1:a,b,c,d,e,f,g,h,i,j 1= pengetahuan tinggi
dan Apabila skor ≥ 70%
b2:a,b,c,d,e,f,g,h,i)
(Arikunto, 2006)
2 Sikap Perilaku tertutup santri terhadap TB Kuesioner wawancara 0 = negatif Ordinal
meliputi kekhawatiran tertular TB, (pertanyaan no b3, (jawaban ≥ median)
menganjurkan berobat ke fasilitas b4, b5) 1 = positif
kesehatan dan merahasiakan penderita. (jawaban < median)
Universitas Indonesia
NO Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
3 Jenis kelamin Pernyataan santri sebagai laki-laki atau Kuisioner observasi 0=Laki-laki Nominal
perempuan (pertanyaan no p5) 1=Perempuan
4 Umur Pernyataan santri berdasarkan ulang tahun Kuisioner wawancara 0 = ≥ 15 tahun Ordinal
terakhir. ( pertanyaan no a2) 1 = < 15 tahun
5. Status Ekonomi Pernyataan santri mengenai kondisi Kuesioner, Wawancara 0 = kaya Ordinal
kelayakan kehidupan keluarga santri yang (pertanyaan no c1, 1 = menengah
digambarkan dalam kepemilikan pakaian di c2, c3, c4, c5, c6) 2= miskin
dalam keluarga, jenis lantai rumah,
kepemilikan barang elektronik, alat analisis Principle
transportasi, dan ternak serta status Component Analyisis
kepemilikan rumah (PCA)
(Rutstein & Johnson, 2004)
Universitas Indonesia
3.3 Hipotesis
Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh
pemberdayaan santri kader TB terhadap perilaku pencegahan TB santri setelah
dikontrol oleh pengetahuan dan sikap tentang TB, umur, jenis kelamin dan status
ekonomi.
Universitas Indonesia
Keterangan Gambar :
O1 : Perilaku pencegahan TB sebelum Intervensi pada pada kelompok intervensi.
O2 : Perilaku pencegahan TB sesudah intervensi pada kelompok intervensi.
O3 : Pengukuran pertama perilaku pencegahan TB pada pada kelompok kontrol.
O4 : Pengukuran kedua perilaku pencegahan TB pada pada kelompok kontrol.
X : Perlakuan intervensi berupa pemberdayaan santri sebagai kader TB dengan
melakukan kegiatan berupa : Penyuluhan, penjaringan suspek TB,
melaksanakan rujukan suspek ke fasilitas layanan kesehatan dan PMO.
∆1 : Perbedaan perilaku pencegahan TB sebelum dan setelah intervensi pada
kelompok intervensi.
37 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(
n = Z1 – √2[P(1-P)] + Z1- √(1-P1) + P2 (1-P2))
2
x Deff
X deff
(P1-P2)2
Keterangan:
n : Jumlah sampel yang dibutuhkan.
Z1-α : Nilai skor pada interval kepercayaan 95%, besarnya 1,96.
Z1-β : Kekuatan uji = 90%, besarnya 1,645.
P1 : Proporsi perilaku pencegahan TB sebelum intervensi = 0,5
(Tobing, 2009).
P2 : Proporsi perilaku pencegahan TB sesudah intervensi = 0,75
Deff : design effect = 2.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4) Skoring
Setelah dilakukan pembersihan data, maka dilakukan scoring pada variabel
independen yakni perilaku pencegahan dan beberapa variabel perancu yakni
pengetahuan, sikap dan status ekonomi.
a. Skor perilaku pencegahan
Perilaku pencegahan santri diukur menggunakan kuisioner b6-b12, skor 1
jika jawaban spontan atau benar dan skor 0 jika jawaban salah atau tidak
tahu. Total skor perilaku pencegahan dengan menjumlahkan jawaban ya.
Karena distribusi data tidak normal maka menggunakan cut off poin
median (4). Jika jawaban < 4 maka dikategorikan perilaku pencegahan
buruk dan jika ≥ 4 maka perilaku pencegahan dikategorikan baik
b. Skor Pengetahuan
Pengetahuan santri diukur menggunakan kuisioner b1 (a-j) b2(a-i), skor 1
jika jawaban spontan atau benar dan skor 0 jika jawaban salah atau tidak
tahu. Totar skor pengetahuan dengan menjumlahkan skor jawaban ya.
Jika skor < 70% maka pengetahuan dikategorikan rendah dan jika skor ≥
maka pengetahuan dikategorikan tinggi.
c. Skor Sikap
Sikap santri diukur menggunakan kuisioner 63-b5. Skor 1 jika jawaban
benar dan skor 0 jika menjawab salah atau tidak tahu. Total skor sikap
dengan menjumlahkan jawaban ya. Karena distribusi data tidak normal
maka menggunakan cut off poin median (3). Jika jawaban < 3 maka
dikategorikan sikap negatif terhadap TB dan jika jawaban ≥ maka
dikategorikan sikap positif.
d. Skor Status ekonomi
Status ekonomi menggunakan analisis (Principle Component Analyisis
(PCA) yakni skoring indeks untuk kepemilikan barang rumah tangga.
Skor yang dihasilkan dikelompokan berdasarkan kuantil masing-masing
20%. Hasil akhir didapatkan lima kelompok yaitu sangat miskin, miskin,
menengah, kaya dan sangat kaya. Dari lima kuantil ini dikelompokan lagi
menjadi 3 yakni, (sangat miskin dan miskin) miskin, menengah dan kaya
(sangat kaya menjadi kaya).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
44 Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui nilai rata-rata perilaku pencegahan dari 230
santri pada kelompok intervensi sebelum dilakukan intervensi sebesar 3,47
sedangkan setelah intervensi meningkat menjadi 3,95. Pada kelompok kontrol,
nilai rata-rata perilaku pencegahan sebelum diintervensi adalah 3,18 dan setelah
diintervensi menjadi 3,24. Perilaku pencegahan santri yang paling banyak
dilakukan sebelum intervensi adalah membersihkan kamar/kobong yakni 190
santri (82,6%) dan perilaku pencegahan yang paling sedikit dilakukan adalah
menutup mulut dan hidung apabila ada teman atau orang yang sedang menderita
batuk yakni sebesar 25 santri (10,9%). Setelah di intervensi, perilaku
membersihkan kamar/kobong mengalami peningkatan menjadi 196 santri (85,2%)
dan kebiasaan menutup mulut dan hidung apabila ada teman teman atau orang
yang menderita batuk secara proporsi meningkat menjadi 11,7% santri.
Pada kelompok kontrol perilaku pencegahan yang paling tinggi adalah
membersihkan kamar/kobong yakni sebesar 70,9% dan perilaku pencegahan yang
paling sedikit dilakukan adalah menutup mulut dan hidung apabila ada teman atau
orang yang sedang menderita batuk yakni sebesar 28 santri (12,2%).
Perilaku merokok merupakan faktor individu yang meningkatkan risiko
terinfeksi TB. Sebanyak 175 santri (38%) pernah merokok dan lebih dari separuh
(62%) adalah santri laki-laki. Sebanyak 111 santri (24%) masih merokok pada
saat penelitian berlangsung. 21 santri (12%) merokok paling banyak 1 batang
perharinya dan 2 santri (1,1%) merokok rata-rata perhari sebanyak 15 batang.
Santri mulai merokok paling banyak diumur 10 tahun yakni 38 santri (21,7%).
Universitas Indonesia
Hanya 1 orang santri (0,6%) yang mulai merokok pada umur 21 tahun. Perilaku
merokok sebelum dan sesudah dilakukan intervensi tidak menunjukan ada
peningkatan.
Tabel 5.2 Distribusi Santri Menurut Skor Pengetahuan dan sikap Sebelum
dan Sesudah Intervensi di Pondok Pesantren Garut, 2017
Intervensi Kontrol
Pengetahuan santri
tentang TB
- Pre intervensi 9,53 3,26 1-19 9,86 3,26 0-3
- Post intervensi 11,25 2,99 3-19 9,67 2,72 0-3
Sikap santri
terhadap TB
- Pre intervensi 2,39 0,76 0-3 2,53 0,69 0-3
- Post intervensi 2,72 0,60 0-3 2,60 0,67 0-3
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Variabel n %
Usia
- < 15 Tahun 152 33
- ≥ 15 Tahun 308 67
Jenis Kelamin
- Laki-laki 239 52
- Perempuan 221 48
Pendidikan
- Rendah 216 47
- Tinggi 244 53
Status ekonomi
- Miskin 158 34
- Menengah 155 34
- Kaya 147 32
Pengetahuan tentang TB
- Rendah 380 83
- Tinggi 80 17
Sikap terhadap TB
- Negatif 192 42
- Positif 268 58
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pemodelan ini adalah tidak ada interaksi antara variabel independen dengan
variabel perancu sehingga didapatkan golden standard model atau model baku
emas pada tabel 5.9
Berdasarkan Tabel 5.10, setelah variabel status ekonomi dikeluarkan terlihat nilai
OR variabel pemberdayaan santri menjadi 2,824. Perubahan OR variabel
pemberdayaan santri sebesar (2,824-2,793)/2,793= 1,10%. Karena perubahan OR
<10%, maka variabel status ekonomi bukan variabel perancu dan harus
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Variabel P OR CI 95%
Pada tabel 5.13, terlihat setelah variabel umur dikeluarkan dari model perubahan
OR variabel pemberdayaan santri sebesar (2,964-2,793)/2,793= 6,12%. Oleh
karena perubahan OR <10%, maka variabel umur bukan variabel perancu dan
harus dikeluarkan dari permodelan. Langkah selanjutnya mengeluarkan variabel
pendidikan, setelah dikeluarkan hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.14
Tabel 5.14 Model Tanpa Variabel Pendidikan terhadap TB
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
56 Universitas Indonesia
ini peran santri senior yang bertanggung jawab untuk mengawasi kebersihan
kamar.
Perilaku pencegahan yang paling sedikit dilakukan santri adalah kebiasaan
menutup mulut dan hidung apabila ada teman atau orang yang sedang menderita
batuk yakni sebesar (11,5%) dan setelah diintervensi mengalami peningkatan.
Sumber penularan TB adalah pasien TB yang mengandung kuman dalam
dahaknya dan dapat menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak.
Sekali batuk, kuman yang dihasilkan sekitar 3500 dan apabila bersin
menghasilkan 4500-1000000 kuman M.tuberculosis (Kementerian Kesehatan,
2016a). Menurut WHO (2007) penyakit yang ditularkan melalui droplet besar
dan/atau droplet nuclei, oleh semua orang yang memperlihatkan gejala infeksi
pernafasan harus menerapkan etika batuk.
Orang yang tidak menutup mulutnya saat batuk beresiko menularkan
penyakit TB 12,3 kali ke orang lain (Suarni, 2009). Salah satu kebiasan penderita
TB adalah sering tidak menutup mulut saat batuk sehingga dapat menularkan TB
pada orang-orang yang sehat disekitarnya (Manalu, 2010). Untuk itu informasi
mengenai etika batuk perlu disampaikan secara rutin, misalnya melalui kegiatan-
kegiatan atau pertemuan rutin di pondok pesantren. Selain itu, pesan-pesan
tersebut juga bisa disampaikan melaui poster yang ditempel di tempat-tempat
strategis yang sering di akses santri seperti di kelas dan ruang makan.
Perilaku pencegahan yang paling tinggi peningkatannya setelah diintervensi
adalah biasa menjemur kasur atau alas tidur minimal satu minggu sekali.
Menjemur alat tidur sesering menyebabkan kuman TB mati oleh sinar matahari
(Kementerian Kesehatan, 2016a)
Pemberdayaan santri kader TB juga berpengaruh terhadap pengetahuan
tentang TB, karena pengetahuan santri tentang penyebab TB karena guna-guna
menurun setelah mendapat penyuluhan dari santri kader TB. Pengetahuan paling
sedikit diketahui adalah keringat malam tanpa aktifitas merupakan gejala dan
tanda penyakit TB dan setelah diintervensi meningkat 12%. Sebagian besar santri
memiliki pengetahuan yang rendah tentang TB. Green menyebutkan pengetahuan
merupakan hasil tahu yang ditangkap oleh panca indra. Akses informasi tentang
TB jarang didapat oleh santri karena kehidupan di pesantren dibatasi untuk
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
bahwa orang yang pernah merokok beresiko menderita infeksi TB latent 1,34 kali
dibandingkan dengan orang yang tidak pernah merokok (Zhang et al., 2017)
Peran kader santri laki-laki dan perempuan dalam memberikan penyuluhan
serta melakukan kunjungan kekamar kemungkinan juga mempengaruhi dalam
penerimaan informasi kader. Santri perempuan yang secara umum lebih peduli
dengan kesehatan sehingga lebih mudah menerima informasi kesehatan
dibandingkan dengan santri laki-laki yang cenderung kurang peduli. Selain itu
berhubungan juga dengan konsep sehat sakit dimana perempuan lebih sensitif
pada rasa sakit dan lebih mudah untuk mencari tahu atau menerima informasi
kesehatan.
Faktor umur dan pendidikan santri di pondok pesantren Garut relatif sama
atau homogen sehingga tidak mempengaruhi pemberdayaan santri maupun
perilaku pencegahan TB atau bukan variabel perancu dalam hubungan
pemberdayaan santri perilaku pencegahan TB.
Universitas Indonesia
7.1 Kesimpulan
1. Nilai rata–rata perilaku pencegahan santri mengalami peningkatan. Pada
kelompok intervensi, nilai rata-rata pre test sebesar 3,47 dan post test
3,95. Pada kelompok kontrol, nilai rata-rata pre test 3,18 dan nilai rata-rata
post test 3,24.
2. Pemberdayaan santri kader TB mempengaruhi perilaku santri dalam
pencegahan TB, santri yang mendapat intervensi berpeluang memiliki
perilaku baik dalam pencegahan TB hampir tiga kali dibandingkan yang
tidak mendapatkan intervensi setelah dikontrol oleh jenis kelamin santri.
7.2 Saran
1. Bagi Dinas Kesehatan
a. Diharapkan program pemberdayaan santri kader TB di pondok
pesantren bisa di terapkan ke semua pondok pesantren di Kabupaten
Garut.
2. Bagi Pesantren
a. diharapkan pemberdayaan santri tidak hanya untuk penyakit TB saja,
akan tetapi pemberdayaan santri juga bisa diterapkan terhadap
pemberdayaan santri pada kesehatan secara umum
b. diharapkan adanya regenerasi kader sehingga pemberdayaan santri
bisa terus berlanjut
c. diharapkan adanya edukasi kesehatan berbasis gender dimana untuk
santri laki-laki metode penyuluhan yang digunakan bisa menstimulus
santri laki-laki untuk peduli akan kesehatan misalnya dengan media
yang menarik atau diskusi efektif
d. diharapkan sasaran kegiatan pemberdayaan santri kader TB tidak
ditujukan kepada santri saja tetapi kepada seluruh warga
63 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Balogun, M., Sekoni, A., Meloni, S. T., Odukoya, O., Onajole, A., Longe-Peters,
O., … Kanki, P. J. (2015). Trained community volunteers improve
tuberculosis knowledge and attitudes among adults in a periurban community
in southwest Nigeria. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene,
92(3), 625–632. https://doi.org/10.4269/ajtmh.14-0527
Boum, Y. 2nd, Atwine, D., Orikiriza, P., Assimwe, J., Page, A.-L., Mwanga-
Amumpaire, J., & Bonnet, M. (2014). Male Gender is Independently
Associated with Pulmonary Tuberculosis among Sputum and Non-Sputum
Producers People with Presumptive Tuberculosis in Southwestern Uganda.
BMC Infectious Diseases, 14, 638. https://doi.org/10.1186/s12879-014-0638-
5
Calder, L., Rivers, J., Hayhurst, M., Brown, J., Forde, A., Gllagher, L., &
O’Connor, P. (2008). A school and community outbreak of tuberculosis in
Palmerston North, New Zealand. The New Zealand Medical Journal,
121(1278), 50–61.
Dinas Kesehatan Kab. Garut. (2015). Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015.
Fawcett, S., Abeykoon, P., Arora, M., Dobe, M., Galloway-Gilliam, L., Liburd,
L., & Munodawafa, D. (2010). Constructing an action agenda for community
empowerment at the 7th Global Conference on Health Promotion in Nairobi.
Global Health Promotion, 17(4), 52–56.
https://doi.org/10.1177/1757975910383933
Feng, J. Y., Huang, S. F., Ting, W. Y., Chen, Y. C., Lin, Y. Y., Huang, R. M., …
Su, W. J. (2012). Gender differences in treatment outcomes of tuberculosis
patients in Taiwan: A prospective observational study. Clinical Microbiology
Glanz, K., Rimer, B., & Viswanath, K. (2008). Theory of reasoned action, theory
of planned behavior and the integrated behavioral model. Health behavior
and health education (FourthEdit).
https://doi.org/http://hdl.handle.net/2027/spo.10381607.0007.102
Hidayat, T. (2011). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecamatan
Cisaat Kabupaten Sukabumi Tahun 2011 Skripsi.
Hill, P. C., Sillah, D. J., Donkor, S. A., Otu, J., Adegbola, R. A., & Lienhardt, C.
(2006). Risk factors for pulmonary tuberculosis: a clinic-based case control
study in The Gambia. BMC Public Health, 6, 156.
https://doi.org/10.1186/1471-2458-6-156
Indra. (2007). Persepsi Petugas Rumah Sakit tentang TB Paru dan Perilaku
Pencegahan TB Paru di RSUD Muara Bungo. Universitas Gadjah Mada.
Israel, B. A., Checkoway, B., Schulz, A., & Zimmerman, M. (1994). Health
Education and Community Empowerment : Conceptualizing and Measuring
Perceptions of Individual , Organizational , and Community Control, 149–
170.
Kirenga, B. J., Ssengooba, W., Muwonge, C., Nakiyingi, L., Kyaligonza, S.,
Kasozi, S., … Okwera, A. (2015). Tuberculosis risk factors among
tuberculosis patients in Kampala, Uganda: implications for tuberculosis
control. BMC Public Health, 15, 13. https://doi.org/10.1186/s12889-015-
1376-3
MA, M. J., Yang, Y., Wang, H.-B., Zhu, Y.-F., Fang, L.-Q., & An, X.-P. (2016).
Transmissibility of Tuberculosis among School Contacts: An Outbreak
Investigation in a Boarding Middle School, China. HHS Public Acces, 148–
155. https://doi.org/10.1016/j.meegid.2015.03.001.Transmissibility
Manalu, H. . (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan
Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan, 9(4), 1340–1346.
Retrieved from http://www.mysciencework.com/publication/file/1495417
Mohan, V., Shanthirani, C. S., Deepa, M., Datta, M., Williams, O. D., & Deepa,
R. (2006). Community empowerment--a successful model for prevention of
non-communicable diseases in India--the Chennai Urban Population Study
(CUPS-17). The Journal of the Association of Physicians of India,
54(November 2006), 858–862.
Rutstein, S. O., & Johnson, K. (2004). The DHS Wealth Index. DHS Comparative
Reports No. 6, 1–71. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Setiarni, S. M., Sutomo, A. H., & Hariyono, W. (2011). Hubungan antara Tingkat
Pengetahuan, Status Ekonomi dan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru Pada Orang Dewasa di Wilayah Kerja Puskesmas Tuan-
Tuan Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Jurnal KESMAS UAD, 5(3),
162–332. https://doi.org/10.1007/s11606-009-1143-1
Soe, K. T., Saw, S., van Griensven, J., Zhou, S., Win, L., Chinnakali, P., … Aung,
S. T. (2017). International non-governmental organizations’ provision of
community-based tuberculosis care for hard-to-reach populations in
Myanmar, 2013–2014. Infectious Diseases of Poverty, 6(1), 69.
https://doi.org/10.1186/s40249-017-0285-3
Zhang, H., Xin, H., Li, X., Li, H., Li, M., Lu, W., … Gao, L. (2017). A dose-
response relationship of smoking with tuberculosis infection: A cross-
sectional study among 21008 rural residents in China. PLoS ONE, 12(4), 1–
14. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0175183