10 November 1945, menjadi hari pembuktian betapa giginya perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajahan. Hari bersejarah yang menunjukkan keseriusan bangsa dalam mempertahankan
kemerdekaan dan hari monumental yang menjadi tanda konsistensi para pejuang dalam menjaga kata
demi kata insinyur Soekarno yang diproklamirkan 85 hari sebelumnya. Di Surabaya... Berliter-liter darah
tumpah hari itu juga ratusan nyawa melayang puluhan pejuang gugur dengan gelar kehormatan. Gelar
yang pada akhirnya disematkan dalam nama hari besar bangsa Indonesia itu ..... hari pahlawan!.
Tetapi bangsa Indonesia harus tahu bahwa 18 hari sebelum itu merupakan hari bersejarah yang juga
begitu penting bagi kemerdekaan Indonesia.
Hari santri, 22 Oktober 1945 hari yang menjadi tonggak awal perlawanan 10 November di Surabaya.
Hari yang memicu bung Tomo untuk lantang mengomando arek-arek Suroboyo"rawi-rawi rantas Malang
Malang putung"
Dan tentunya hari itu menjadi hari pembuktian bahwa kita kaum santri bukanlah kaum yang egois.
Kita bukanlah agamis yang kolot yang begitu tega membiarkan bangsa ini dijajah oleh bangsa lain.
Kita adalah anak-anak bangsa yang menjalankan perintah agama untuk mencintai dan membela tanah
air ini.... Sampai mati sekalipun.....
Ditandai dengan resolusi jihad, kita bisa membayangkan... Betapa tulusnya perjuangan kaum santri saat
itu. Betapa giginya tekad mereka untuk mengusir penginjak hak-hak kemanusiaan di bumi Pertiwi ini.
Ketawa mereka sama sekali tak segan menjual nyawa mereka, demi membeli satu kata mulia: merdeka!
Kyai Hasyim Asy'ari harus rela mendekam di penjara berhari-hari menahan begitu perihnya penyiksaan
penjajah kala itu. Kuku-kuku beliau dicabut karena tak sudi menerima ajakan-ajakan hina dari mereka.
Belum lagi kang Asya'ari... Butiran peluru menembus dadanya, sesaat setelah warna biru kekejaman
berhasil disobek, dan iya kibarkan Panji suci merah putih.
Kejamnya romusha dan rodi juga telah sirna. Tapi... Penjajahan mental, penjajahan moral, dan
penjajahan budaya.... Masih begitu terasa kejam menjamur di negeri kita tercinta ini.
Generasi penerus bangsa terus menerus dijejal dengan trend trend kekinian yang merusak mental
mereka secara perlahan. Moral dan budaya titisan leluhur kita, semakin hari semakin luntur tergerus,
tergantikan dengan moral dan budaya asing.
Bangsa asing tidak rela melihat Indonesia berjaya kita merdeka, tapi tidak dibiarkan menjadi negara
adidaya. kita diakui, tapi moral kemanusiaan di negeri ini... Terus dilucuti. Dan sekali lagi.... Kita sebagai
santri NKRI harus tampil di garda terdepan. Kita harus mampu menyaingi kemajuan bangsa lain, sambil
tetap menjaga tradisi asli yang kita miliki.
Kita harus cerdas teori, melek teknologi, tanpa melupakan pendidikan moral agama dan bangsa kita
tercinta ini. Kita adalah santri NKRI! Kita adalah duta moral kemanusiaan di negeri ini.
Siapa kita!?