Anda di halaman 1dari 11

BAB 28

TEORI DASAR LAS

Pengelasan adalah proses penyambungan material di mana dua (atau lebih) benda kerja/
komponen/ part digabungkan pada permukaan kontaknya dengan panas dan atau tekanan.
Banyak proses pengelasan dilaksanakan hanya dengan panas saja, tanpa tekanan,
sementara yang lain dengan kombinasi panas dan tekanan, dan yang lain lagi hanya dengan
tekanan tanpa tambahan panas dari luar. Dalam beberapa proses pengelasan, untuk
penyambungan sengaja ditambahkan material pengisi (filler). Sepertinya pengelasan
diasosiasikan dengan benda kerja dari logam, tetapi sesungguhnya proses las juga untuk
menyambung plastik. Dalam bab ini akan didiskusikan pengelasan logam.

Berikut ini ditunjukan bahwa pengelasan mempunyai nilai penting secara teknologi
maupun dari aspek komersial:
 Las memberikan sambungan tetap
 Sambungan lasan (manik las) dapat lebih kuat dari pada logam induk yang disambung,
jika digunakan logam pengisi yang miliki sifat lebih kuat dari logam induk, dan
digunakan teknologi pengelasan yang memadai.
 Las biasanya lebih ekonomis untuk menyambung komponen dalam hal biaya material
dan fabrikasinya. Alternativ cara perakitan mekanik memerlukan perubahan bentuk
yang komplek (contohnya, penggurdian lubang) dan tambahan pengikat (contohnya
paku keling atau baut). Hasil sambungan mekanik biasanya legih berat dari pada
sambungan las.
 Pengelasan tidak hanya dilakukan di pabrik, tetapi dapat juga dilakukan di lapangan.

draf kuiah Proses Produksi II 1


Walaupun pengelasan memiliki kelebihan seperti di atas, ia juga memiliki kekurangan dan
keterbatasan:
 Kebanyakan pengelasan dilakukan secara manual, oleh karena itu biaya tenaga kerja
menjadi mahal. Banyak pengelasan yang memerlukan persyaratan keahlian mengelas,
sementara itu tenaga kerja yang ahli jarang tersedia.
 Bahaya, karena banyak cara pengelasan menggunakan energi tinggi.
 Tidak cocok untuk sambungan yang harus bisa dilepas, karena sambungan las antara
dua/ lebih part merupakan sambungan tetap.
 Sambungan las dapat rusak karena cacat tertentu yang sulit dideteksi. Cacat dapat
mengurangi kekuatan sambungan.

28.1 TINJAUAN TEKNOLOGI PENGELASAN.

Pengelasan merupakan sambungan setempat atau menggabungkan bersama-sama dua


(atau lebih) benda kerja logam pada permukaan kontak atau permukaan yang sangat dekat satu
terhadap lainnya. Umumnya pengelasan untuk menyambung bahan logam yang sama tetapi
dapat juga digunakan untuk menyambung logam yang tidak sama.

28.1.1 Tipe Proses Pengelasan.

Ada lima puluhan tipe pengelasan yang berbeda yang telah didaftar oleh American
Welding Society (AWS). Mereka menggunakan berbagai atau kombinasi tipe energi untuk
memenuhi daya yang diperlukan. Kita dapat membagi proses pengelasan kedalam dua grup
utama: 1) pengelasan fusi (fusion welding) dan 2) pengelasan padat (solid – state welding).

Pengelasan Fusi Proses pengelasan fusi mengunakan panas untuk mencairkan logam
induk yang akan dilas. Banyak jenis pengelasan fusi yang menambahkan logam pengisi ke
bagian logam induk yang sedang mencair, guna menambah ketebalan dan kekuatanya. Jika
tidak ditambahkan logam pengisi dinamakan pengelasan autogenous. Kategori pengelasan fusi
yang secara luas digunakan, sebagai berikut:
 Las busur (Arc welding; AW). Las busur menunjuk kepada suatu grup proses las
dimana pemanasan logam dilaksanakan oleh busur listrik, seperti ditunjukkan pada
Gambar 28.1. Beberapa las busur juga menggunakan tekanan selama proses
berlangsung.
 Las resistansi listrik (resistence welding; RW). Untuk memperoleh sambungan las
resistansi menggunakan panas dari tahanan listrik yang dialirkan melalui dua
permukaan komponen yang akan disambung. Permukaan tersebut disatukan dan
dipegang dibawah pengaruh tekanan tertentu.
 Las dengan bahan bakar gas (oxyfuel gas welding; OFW). Proses penyambungannya
menggunakan gas, seperti campuran antara udara dengan asitelin, untuk menghasilkan
nyala api yang mampu meleburkan logam induk sekaligus logam pengisi jika
digunakan.
 Pengelasan fusi yang lain. Ada proses pengelasan yang lain untuk melebur logam
bagian yang akan disambung. Contohnya pengelasan dengan berkas elektron dan
berkas laser.

draf kuiah Proses Produksi II 2


Beberapa jenis proses las busur dan las dengan bahan bakar gas juga digunakan untuk
memotong.

Gambar 28.1 Dasar las busur:1) sebelum dilas; 2) selama pengelasan, logam induk dicairkan dan logam pengisi
ditambahkan; 3) benda kerja hasil pengelasan. Las busur banyak variasinya.

Pengelasan padat (solid-state welding) Pengelasan logam keadaan padat, disingkat


pengelasan padat adalah proses penyambungan hanya dengan tekanan atau kombinasi panas
dan tekanan. Jika panas digunakan, tamperatur prosesnya di bawah titik lebur dari logam yang
akan dilas. Beberapa contohnya adalah:

 Pengelasan difusi (Diffusion Welding; DWF). Pada pengelasan difusi, dua


permukaan dipegang dibawah pengaruh tekanan tertentu dan pada
ketinggian temperatur tertentu, part/ benda kerja akan menyatu dikarenakan
adanya penyambungan padat fusi (solid-state fusion).
 Las gesek (Friction Welding; FRW). Dalam poses ini sambungan diperoleh
dengan adanya panas yang ditimbukan oleh gesekan.
 Pengelasan Ultrasonik (Ultrasonic Welding; USW). Pengelasan ultrasonic
dilakukan dengan tekanan moderat antara dua permukaan dan
menggunakan getaran pada frekuensi ultrasonik dalam arah sejajar dengan
permukaan yang bersentuhan. Kombinasi antara gaya normal dan gaya
getar akan menghasilkan tegangan geser yang dapat membuang lapisan
tipis dari permukaan dan selanjutnya diperoleh ikatan atom pada
permukaan tersebut.

28.1.2 Operasi Komersial Pengelasan.


Aplikasi pokok dari pengelasan adalah pada:
1. pembuatan konstruksi (gedung, dan jembatan).
2. pembuatan dan pemasangan pipa, bejana tekan, ketel uap (boiler), dan
tangki2 penampungan.
3. pembuatan kapal.
4. pembuatan pesawat terbang dan ruang angkasa.
5. otomotive dan kereta api.

draf kuiah Proses Produksi II 3


Begitu besar perannya dalam teknik perakitan produk yang memiliki nilai komersial,
oleh karenanya banyak pengelasan dilakukan di pabrik. Namun demikian, beberapa
cara pengelasan tradisional, seperti las busur dan las dengan gas, menggunakan
peralatan yang dapat dipindah, jadi pengoperasiannya tidak terbatas hanya di pabrik.
Dapat dilakukan di lapangan ditempat mana proyek sedang berlangsung, bahkan
sampai ke bengkel-bengkel reparasi mobil.

28.2 SAMBUNGAN LAS


Berikut ini akan dibahas mengenai tipe: sambungan las, alur, dan bentuk manik lasan
(fillet).

28.2.1 Tipe Sambungan, Lihat Gambar 28.2

Gambar 28.2 Lima bentuk dasar tipe sambungan las: a)sambungan tumpul, b) sambungan sudut, c)
sambungan tumpang, d) sambungan T, e) sambungan sisi.

28.2.2 Tipe Manik Lasan Dan Bentuk Alur, Masing2 Lihat Gambar 28.3 Dan 28.4

draf kuiah Proses Produksi II 4


Gambar 28.3 Berbagai bentuk fillet (lasan): a) sambungan sudut dengan manik tunggal di sisi dalam, b)
sambungan sudut dengan manik tunggal di sisi luar, c) manik ganda sambungan tumpang, d) manik
ganda sambungan T.

Gambar 28.4 Beberapa alur sambungan las: a) sambungan tanpa alur satu sisi, b) sambungan alur bevel/
miring tunggal, c) sambungan alur V tunggal, d) sambungan alur U tunggal, e) sambungan alur J
tunggal, f) sambungan alur V ganda untuk benda kerja tebal. Garis putus2 menunjukan alur sebelum
dilas.

Gambar 28.5 a) las sumbat b) las sumbat alur. Digunakan untuk menempelkan plat rata.

Gambar 28.6 a) dua lembar logam yang disambung dengan las titik (spot weld) dan b) las lapis (seam
weld), untuk penyambungan plat/ lembaran logam. Di sini digunakan las resistansi listrik.

draf kuiah Proses Produksi II 5


Gambar 28.7 a) las sisi b) las permukaan

28.3 FISIKA DARI PENGELASAN

Walaupun ada beberapa mekanisme sambungan las, namun las fusi lebih umum
digunakan. Untuk melaksanakan las fusi, sumber energi panas dengan kerapatan tinggi
disuplai ke permukaan yang akan dilas, dan menyebabkan temperaturnya cukup untuk
mencairkan sebagian logam induk. Jika logam pengisi ditambahkan, panas harus
mampu mencairkanya pula. Rapat daya dapat didefinisikan sebagai daya yang
ditransfer ke benda kerja persatuan luas, yaitu Btu/sec-in 2 (W/mm2). Waktu untuk
mencairkan logam adalah berbanding terbalik dengan rapat panas. Jika rapat daya
(power density) terlalu rendah, panas yang dialirkan ke benda kerja secepat
penambahan di permukaanya, menyebabkan peleburan logam gagal. Telah diketahui
bahwa agar terjadi pencairan rapat daya minimal kurang lebih 6 Btu/det. in 2 (10
W/mm2). Jika rapat panas naik, waktu pencairan berkurang. Namun jika rapat panas
terlalu tinggi, kira-kira di atas 60 000 Btu/det. in 2 (105 W/mm2), temparatur lokal
mampu menguapkan logam pada daerah yang terkena panas. Jadi ada satu rentang nilai
rapat panas agar proses pengelasan dapat berlangsung, dalam hal ini nilainya
dipengaruhi oleh: 1) kecepatan pengelasan yang akan dilakukan dan atau 2) ukuran
daerah yang akan dilas. Tabel 28.1 memberikan perbandingan rapat daya sekelompok
proses pengelasan fusi.

Tabel 28.1 Perbandingan dari beberapa proses pengelasan fusi berdasarkan rapat daya masing-
masing.
Perkiraan Rapat Daya
Proses Pengelasan
Btu/det. in2 (W/mm2).
Las dengan gas 6 10
Las busur listrik 30 50
Las resistansi listrik 600 1000
Las berkas laser 5000 9000
Las berkas elektron 6000 10 000

draf kuiah Proses Produksi II 6


Rapat daya dapat dihitung sebagai daya yang masuk ke permukaan dibagi
dengan luas permukaanya:

(28.1)

Dimana:
PD : rapat daya [Btu/det. in2 ;(W/mm2)]
P : daya yang masuk ke permukaan [Btu/sec.;(W)]
A : luas permukaan di mana energi masuk [in2. ;(mm2)]

Pada prakteknya tidak sesederhana Persamaan 28.1. Contohnya, sumber panas (busur) pada
berbagai cara pengelasan akan selalu digerakan, yang bisa jadi merupakan prapemanasan
sebelum dimulai pengelasan atau pascapemanasan sesudah proses. Ketidak sederhanaan juga
dapat muncul dari tidak meratanya rapat panas pada seluruh permukaan.

Jumlah panas untuk mencairkan volume logam tertentu adalah jumlah dari:
1. panas untuk menaikan temperatur dari logam padat ke titik lebur,
yang mana besarnya tergantung dari panas spesifik volumetrik
logam yang bersangkutan.
2. panas transformasi fase padat ke fase cair, yang mana tergantung
dari panas fusi logam yang bersangkutan.

Rumus pendekatan berikut ini dapat dipakai untuk mengestimasikan jumlah panas yang
diperlukan:

(28.2)

dimana :
= energi untuk pencairan, yaitu jumlah panas yang diperlukan untuk mencairkan
satu satuan volume [Btu/ in3 ;(J/mm3)]
= konstante, 3.33 x 10 –6 [ 0K]; 1.467 x 10 –5 [0R]
= titik cair logam [ 0K; (0R)]

Tidak seluruh energi yang diinputkan digunakan untuk mencairkan logam yang akan dilas.
Ada dua mekanisme perpindahan panas pada benda kerja, kedua duanya akan mengurangi
jumlah panas yang ada dalam proses pengelasan. Pertama, perpindahan dari sumber panas ke
permukaan benda kerja. Proses ini memiliki efisiensi perpindahan panas f1 (heat transfer
efficiency f1), didefinisikan sebagai ratio antara panas sesungguhnya yang diterima oleh benda
kerja dibagi panas total dari sumber panas. Kedua, perpindahan panas konduksi dari daerah
proses pengelasan merambat ke seluruh benda kerja. Jadi hanya ada sebagian panas yang
tersedia untuk pencairan logam. Efisiensi pencairan ini adalah bagian dari panas yang diterima
pada permukaan benda kerja yang dapat digunakan untuk pencairan. Efek kombinasi dari dua
efisiensi ini adalah mengurangi energi panas yang telah disiapkan untuk pengelasan, sebagai
berikut:

draf kuiah Proses Produksi II 7


(28.3)

dimana:
= panas neto (bersih) untuk pengelasan [Btu; J]
= efisiensi perpindahan panas
= efisiensi pencairan
= panas total yang serahkan oleh sumber panas [Btu; J]

Dalam tingkatan konsep f1 dan f2 adalah dua efisiensi terpisah, sungguhpun mereka
berperan bersamaan selama proses pengelasan. Efisiensi perpindahan panas f1 sebagian besar
ditentukan oleh proses pengelasan dan kemampuan untuk mengubah sumber daya (misalnya,
energi listrik) menjadi panas yang berguna ke permukaan benda kerja.
Efisiensi pencairan f2 tergantung pada proses pengelasan, tetapi juga dipengaruhi oleh
sifat2 panas logam, konfigurasi sambungan, dan ketebalan benda kerja. Logam dengan
konduktivitas panas tinggi, seperti aluminum dan tembaga, sulit pengelasannya karena panas
cepat hilang dari permukaan yang dipanasi. Permasalahan akan lebih buruk bila sumber panas
pengelasan hanya memiliki rapat energi rendah (misalnya, pengelasan dengan gas) karena
panas masuk disebarkan ke seluruh permukaan, jadi memfasilitasi konduksi panas ke benda

draf kuiah Proses Produksi II 8


kerja. Umumnya, sumber panas pengelasan dengan intensitas tinggi dikombinasi dengan
konduktifitas benda kerja rendah akan menghasilkan efisiensi pencairan yang tinggi.
Sekarang dapat ditulis persamaan keseimbangan antara energi masuk dengan energi
yang dibutuhkan untuk pengelasan:

(28.4)
dimana:
Hw = energi panas neto yang diserahkan untuk pengelasan [Btu; (J)]
Um = unit energi yang diperlukan untuk melebur logam [Btu/in3; (J/mm3)]
V = volume logam yang dicairkan [in3; (mm3)]
Energi panas pengelasan neto diserahkan dengan laju tertentu, dan manik las juga dibuat
dengan kecepatan tertentu. Hal ini dapat dijumpai pada proses las busur listrik ataupun pada
las dengan gas. Oleh karena itu akan cocok untuk menyatakan Persamaan (28.4) dalam bentuk
satu persamaan keseimbangan kecepatan / laju (a rate balance equation):

HRw = Um WVR (28.5)


Dimana:
HRw = kecepatan penyerahan energi [Btu/min; (J/s= Watt)]
WVR = volume manik las persatuan waktu [in3/min;(mm3/det)]
Jika pengelasannya kontinyu, maksudnya adalah jika dibuat manik-manik las terus menerus
dengan kecepatan tertentu, maka WVR besarnya adalah kecepatan pembuatan manik las
dikalikan dengan luas penampangnya. Harga ini disubstitusikan ke persamaan 28.5, diperoleh
persamaan keseimbangan kecepatan/ laju:

HRw = f1 f2 HR = Um Aw v (28.6)
Dimana:
HR = laju pemasukan energi dari sumber daya pengelasan [Btu/menit;(W)]
Aw = luas penampang manik las [in2; (mm2)]
v = kecepatan pengelasan [in./min; (mm/det.)]

28.4 FITUR SAMBUNGAN LAS FUSI.

Yang telah dibahas sejauh ini kebanyakan adalah las fusi. Sebagaimana yang diilustrasikan
dengan penampang melintang pada Gambar 28.8 (a), sebuah sambungan las fusi dengan
tambahan logam pengisi terdiri dari empat daerah (zone):
1. daerah fusi
2. daerah batas manik las dengan logam induk
3. daerah terpengaruh panas atau HAZ (heat affected zone)
4. daerah logam induk tak terpengaruh panas.

draf kuiah Proses Produksi II 9


Gambar 28.8 Penampang melintang dari sambungan las fusi: (a) pembagian daerah pada sambungan
dan (b) tipikal struktur butir.

Daerah kesatu: daerah fusi terdiri dari campuran logam pengisi dan logam induk yang telah
meleleh sempurna. Daerah ini ditandai dengan derajat homogenitas tinggi antara komponen2
logam yang telah dicairkan selama pengelasan. Pencampuran komponen2 ini terutama dengan
adanya aliran konveksi di dalam genangan logam cair. Pembekuan logam daerah fusi serupa
dengan proses pengecoran logam. Di dalam pengelasan, cetakan dibentuk oleh sisi – sisi atau
permukaan benda kerja yang tidak meleleh dari. Perbedaan yang signifikan antara pembekuan
proses pengecoran dengan las adalah terjadi pertumbuhan butir epitaxial di dalam proses
pengelasan. Kalau di dalam proses pengecoran butir kristal logam dibentuk dari logam cair
oleh benih partikel padat pada dinding, diteruskan dengan pertumbuhan butir. Pada
pengelasan, tidak ada tahapan terjadinya benih kristal disebabkan mekanisme
pertumbuhan butir epitaxial, yang mana atom2 dari genangan logam cair membeku
mengikuti kisi2 kristal yang telah ada sebelumnya pada permukaan yang berbatasan/
berdekatan dengan logam induk yang tetap padat. Konsekuensinya, struktur butir daerah
fusi yang dekat dengan HAZ cenderung mengikuti orientasi kristal dari daerah sekeliling
HAZ. Lebih lanjut pada daerah fusi, pertumbuhan butir kristalnya secara kasar dapat dikatakan

draf kuiah Proses Produksi II 10


tegak lurus garis batas manik las, dengan butir kolumnar kasar (columnar: panjang2), seperti
yang di uraikan dalam Gambar 28.8 (b).

Daerah kedua: daerah batas manik las dengan logam induk (weld interface), yaitu daerah
sempit yang memisahkan daerah fusi dengan HAZ. Pada daerah ini terjadi pencairan logam
namun segera membeku kembali sebelum sempat tercampur dengan logam cair daerah fusi.

Daerah ketiga: Heat Affected Zone (HAZ) pada daerah ini temperaturnya lebih kecil dari
pada titik lebur logam induk, namun panasnya sudah cukup untuk mengubah struktur mikro
dari logam induk. Komposisi kimianya tetap sama dengan logam induk, tetapi HAZ
mengalami perlakuan panas yang disebabkan tingginya temperatur pengelasan, jadi struktur
dan sifatnya berubah. Kerusakan metalurgis di HAZ tergantung pada faktor:
1. jumlah panas yang diterima dan temperatur tertinggi yang dicapai.
2. jarak dari daerah fusi.
3. lamanya logam pada suhu tinggi
4. laju pendinginan
5. sifat2 panas logam.

Sifat mekanis pada daerah ini umumnya jelek/ negatif, sering terjadi kegagalan di daerah ini.
Daerah keempat: daerah logam induk tidak terpengaruh oleh panas, di mana tidak terjadi
perubahan metalurgi. Namun demikian daerah sekeliling HAZ mengalami tegangan sisa
(residual stess) yang diakibatkan penyusutan daerah fusi.

draf kuiah Proses Produksi II 11

Anda mungkin juga menyukai