Anda di halaman 1dari 11

AKTUALISASI FONDRAKӦ DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT NIAS,

DIMASA SEKARANG DAN DIMASA YANG AKAN DATANG


(BERDASARKAN CATATAN EMPIRIS)

Oleh : YEDIZIDUHU ZEGA (AMA LESTARI ZEGA)

(Tokoh adat Awa’ai –Hilimbosi)

A. PENDAHULUAN

Dari beberapa penelitian arkeologi dan catatan sejarah tentang masyarakat Nias (Ono
Niha), disana disebutkan bahwa Pulau Nias (Hulo Ono Niha) telah dihuni oleh manusia sejak
12.000 tahun yang lalu. Penghuni pulau Nias paa saat itu merupakan penduduk asli sebelum
orang luar terutama para pedagang yang terdampar dan berbaur memasuki wilayah kepulauan
Nias. (dikutip dari Wikipedia dan portal berita online kompas.com tertanggal 24 Prebruari
2022).
Setelah bertahun-tahun kemudian, peradaban masyarakat Ono Niha mulai berkembang
dari yang sebelumnya tinggal di atas pohon (Mitos Nias menyebutnya manusia “bela”) dan
hidup bergantung pada alam (makan buah-buahan, umbi-umbian dan berburu binatang hutan),
secara perlahan mereka mulai hidup menetap secara berkelompok dan mendiami suatu
wilayah yang sumber daya alamnya memadai. Setelah mereka hidup menetap, nenek moyang
kita (Ono Niha) mulai membuat perkakas seadanya (dari batu, tulang belulang, dan kayu keras)
dan mengolah alam secara sederhana agar bisa bertahan hidup dimasa itu. Pada tahun-tahun
selanjutnya peradaban nenek moyang kita terus berkembang. Hal ini bisa kita lihat dari
sejumlah hasil penelitian dan catatan sejarah yang pernah di himpun oleh pemerhati sejarah
masyarakat ono niha yang antara lain :
1. Sulayman, dalam catatannya disebutkan bahwa sekitar tahun 851 masehi,
masyarakat Ono Niha sudah mengenal logam mulia (emas), tuak dan dapat
mengolah minyak dari buah kelapa secara sederhana. Pada saat itu, emas mulai
diperkenalkan sebagai syarat dalam pernikahan, selain kepala manusia yang
dijadikan sebagai prasyarat pada saat itu. (Seorang pemuda yang hendak menikah
pada saat itu harus bisa mengumpulkan kepala manusia/tengkorak yang di ambil
dari musuh-musuh mereka).
2. Bororg Van Ramhormoz, dalam catatan yang dihimpunya tertulis bahwa sekitar
tahun 950 masehi, penduduk pulau Nias suka mengumpulkan dan membeli lempeng
kuningan secara barter dari orang-orang luar yang masuk diwilayah pulau Nias,
serta mengoleksi tengkorak-tengkorak yang juga untuk di perdagangkan.
1
3. Edrisi, menuliskan bahwa sekitar tahun 1154, masyarakat Ono niha sudah memiliki
adat perkawinan yang diteruskan secara turun-temurun bagi generasi selanjutnya.
Pada tahun tersebut, pemuda-pemuda Nias terlihat Gagah dan pemberani dan masih
menjadikan kepala manusia sebagai salah satu syarat bagi lelaki dewasa yang
hendak menikah.
4. Kaswini dalam tulisannya menyebutkan bahwa antara tahun 1203-1283, masyarakat
ono niha masih banyak yang hidup telanjang, gagah dan cantik, serta tinggal
dibukit-bukit dan di dalam Gua.
5. Ibnu Al Wardi dalam catatanya menyatakan bahwa sekitar tahun 1340, pulau “Al-
binaman” (Pulau Nias) merupakan sebuah pulau yang memiliki tanah yang subur,
penduduknya kuat dan pemberani, serta laki-lakinya suka merantau dan memburu
kepala manusia sebanyak mungkin untuk dijadikan sebagai prasyarat pernikahan.
Semakin banyak kepala manusia yang diburu, maka ia dapat menikahi perempuan
sebanyak kepala yang dipenggalnya.
6. Pada 2013, penelitian genetika oleh mahasiswa doktoral Departemen Biologi Molekuler
Forensik Erasmus MC menyimpulkan bahwa masyarakat Nias berasal dari rumpun
bangsa Austronesia. Mereka diperkirakan datang dari Taiwan melalui jalur Filipina 4.000-
5.000 tahun lalu.

Dari hasil penelitian terakhir itu disebutkan bahwa masyarakat Nias memiliki kemiripan dan
persamaan DNA dengan salah satu Etnis yang tinggal di pulau Formosa Taiwan. Meskipun
demikian, tidak serta merta dapat kita disimpulkan bahwa “Furugӧ Ono Niha” (Orang
pertama/asli Ono Niha) berasal dari Taiwan, sebab jauh sebelum orang-orang luar itu masuk ke
pulau Nias dan melakukan perkawinan campuran, ribuan tahun sebelum itu pulau Nias telah
dihuni oleh penduduk asli (Masyarakat Nias Kuno) yang bertempat tinggal di atas pohon.
Dugaan ini diperkuat dengan sejumlah peninggalan budaya pada zaman megalitik berupa
Perkakas dari batu, ukiran-ukiran pada batu, dan sebagainya. Fenomena lain yang memperkuat
dugaan tentang keberadaan masyakat Nias Kuno bisa kita lihat dari berbagai mitologi yang
dituturkan dan diwariskan secara turun-temurun pada setiap generasi masyarakt Ono Niha.

Dari sisi mitologi, khususnya dalam Hoho kita bisa mengetahui bagaimana proses
kedatangan masyarakat Ono Niha pada awal mendiami pulau Nias. Dalam hoho disebutkan
bahwa masyarakat Ono Niha berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru
Tora'a" yang terletak di sebuah tempat yang bernama Tetehöli Ana'a. Kedatangan manusia
pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9 putra yang disuruh
keluar dari Tetehöli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 orang Putranya itulah
yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias. Dalam
2
Mitos lain juga disebutkan, bahwa Inada Sirici menurunkan 6 orang anak ke Pulau Nias dan
menjadi cikal bakal leluhur bagi masyarakat Ono Niha.

Dari sejumlah keunikan yang dimiliki masyarakat nias baik berupa benda-benda
peninggalan sejarah, budaya, dan kehidupan sosial masyarakatnya ada satu hal penting yang
sifatnya sakral bagi masyarakat ono niha yakni Hukum Adat yang biasa kita kenal dengan
istilah FONDRAKӦ. Bagi masyarakat Ono Niha, FONDRAKӦ pada prinsipnya merupakan
hasil dari pengalaman panjang yang di alami oleh para leluhur kita masyarakat ono niha yang
dituangkan dalam bentuk kesepakatan bersama dan dijadikan landasan hidup atau pedoman
bagi masyarakat Ono Niha. Kesepakatan-kesepakatan ini wajib ditaati dan dijunjung tinggi
baik perorangan maupun masyarakat banyak

FONDRAKӦ tentunya memiliki makna yang luas karena di dalamnya tidak hanya
memuat tentang aturan-aturan adat (Amakhoita/Goi-goi), tetapi mengandung nilai-nila berupa
masi-masi (Kasih sayang), mӧli mӧli (Pencegahan), dan Rou-rou (Pendorong)

B. FONDRAKӦ DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT NIAS

Dalam perjalanan kehidupan masyarakat Nias sebagaimana di uraikan di atas, setiap


individu masyarakat Nias tidak terlepas dari aturan yang sudah di sepakati oleh para
pendahulunya (Leluhur). Ketetapan – ketetapan yang tertuang dalam Fondrakӧ berupa
Amakhoita dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Amakhoita atau aturan adat dalam “Pemberian nama anak, sunat, perkawinan,
mendirikan rumah, menempa perhiasan, melakukan Owasa, mendirikan Banua,
manaru’ӧ Gowe, mendirikan Ӧri, dan bercocok tanam
2. Amakhoita atau aturan adat dalam “Duka Cita” seperti kematian, kebakaran,
bencana, dan peperangan.
3. Amakhoita atau aturan adat dalam “Pembagian Harta benda” seperti pusaka, tanah,
ternak, perhiasan, harta hibah, dan hutang piutang.
4. Amakhoita atau aturan adat dalam “Penetapan Persamaan Ukuran, Nilai, Neraca,
Takaran, harga dan Jenis (Lauru, Afore, Faliera, Ondrekhata dan Saga)
5. Amakhoita atau aturan adat dalam “Kepercayaan atau penyembahan”
6. Amakhoita atau aturan adat dalam “Berburu dan menangkap ikan”
7. Amakhoita atau aturan adat dalam “Keluarga dan Pergaulan”
8. Amakhoita atau aturan adat dalam “Pelanggaran kesusilaan, pencurian,
pertengkaran/perkelahian, penculikan orang, dan pembunuhan”
3
9. Amakhoita atau aturan adat dalam “penarikan pajak (belesete)”

Dari semua ketetapan-ketetapan fondrakӧ yang kemudian dijadikan Amakhoita bagi kehidupan
masyarakat Nias tentunya memiliki fungsi universal dan menjadi kearifan lokal dalam setiap sisi
kehidupan masyarakat Ono Niha yang meliputi :
a. Kearifan lokal dalam keberagaman
b. Kearifan lokal dalam adat istiadat dan budaya
c. Kearifan lokal dalam tatanan bermasyarakat
d. Kearifan lokal dalam tradisi kepemimpinan
e. Kearifan lokal dalam sistem mata pencaharian
f. Kearifan lokal dalam sistem kepercayaan
g. Kearifan lokal dalam menghadapi ancaman dan bencana
h. Kearifan lokal dalam seni

Dalam penetapan fondrakӧ, semua Salawa, Balugu, Tuha, Ere, Ono Zalawa, dan semua warga
berikrar dalam sumpah sakral yang dipimpin oleh Ere (Imam) dengan ungkapan yang masih kita dengar
sampai saat ini, yakni “afatӧ waha zanawӧ, ateu mbagi zo su’i arӧ, asila hulu zamuyu’ӧ fondrakӧ.
Sedangkan bagi yang menaatinya tefahowu’ӧ (diberkati) dan menjadi ni elifi (kutuk) bagi setiap yang
melanggar.

Penetapan semua hukum-hukum adat sebagaimana disebut diatas ditetapkan secara


konvensional kemudian dituturkan secara turun temurun untuk di ingat dan dihafal oleh para Salawa,
Balugu, ba Ere.

Dalam hal peran fondrakӧ sebagai falsafah hidup bagi para Salawa, Balugu, ba Ere tentu saja
diharapkan para pemimpin bisa menjadi “salawa fa’asatulӧ (Pemimpin yang baik, jujur dan adil),
salawa fa’atua-tua (pemimpin yang bijak dan tinggi ilmu), salawa wa’abӧlӧ (pemimpin yang tegas,
kuat dan taat), salawa okhӧta (pemimpin yang terpandang dan berkeadaan) ba salawa sӧfu (pemimpin
yang berwibawa)”

Pelaksanaan dan penetapan fondrakӧ di pulau Nias, memiliki sejarah dan perjalanan panjang
dari awal fondrakӧ pertama di Bӧrӧ Nadu Gomo (Sekarang Nias Selatan) hingga pada fondrakӧ
fanotou’ӧ yang tersebar dibeberapa wilayah pulau Nias. Dalam pelaksanaannya, fondrakӧ fanotou’ӧ
dilaksanakan oleh masing-masing Banua atau garis turunan marga, sesuai dengan kondisi wilayah dan
situasi pada waktu itu.

Dalam sejarah penetapannya Untuk menata pola kehidupan masyarakat, maka di masing-masing
wilayah dilaksanakan fondrakӧ- fondrakӧ sebagai berikut :

1. Fondrakӧ Bӧrӧ Nadu sifӧfӧna (Pertama) bertempat di Bӧrӧ Nadu Gomo (Nias Selatan)
2. Fondrakӧ sebua kedua bertempat di Bӧrӧ Nadu Gomo (Nias Selatan)

4
3. Fondrakӧ side-ide ketiga bertempat di Bӧrӧ Nadu Gomo (Nias Selatan)
4. Fondrakӧ sifadӧlӧ mbumbu gare bertempat di Nalawӧ kec. Bawalato
5. Fondrakӧ lahe Ho (Mo) bertempat di Akhe lauwe Gidӧ (sekarang kec. Ma’u)
6. Fondrakӧ Ono Zona, bertempat di Idanӧ Nadu
7. Fondrakӧ sidombua ba dalu idanoi bertempat di Tӧla maera
8. Fondrakӧ Ono hada baene bertempat di Ono Hada Lalai
9. Fondrakӧ Bonio Ni owulu-wulu, bertempat di Idanӧ Bonio, Kec. Gunungsitoli
10. Fondrakӧ Hili dora’a bertempat di Hili Tambalou
11. Fondrakӧ Mude mao (si 8 Ӧri) bertempat di Ono Nazara Alasa
12. Fondrakӧ Eu Bӧwӧ, bertempat di Talu Noyo Mandrehe
13. Fondrakӧ si lima ina bertempat di Moro’ӧ
14. Fondrakӧ si lima ina betempat di Lahӧmi
15. Fondrakӧ Ono Hazumba bertempat di Ӧri Huruna (Moi)
16. Fondrakӧ Talu Nidanӧ Neho bertempat di sungai Ehe Lӧlӧwa’u
17. Fondrakӧ Idanӧ Ndra bertempat di sungai Ndra Lahewa

Dengan berkembangnya Fondrakӧ di berbagai wilayah di pulau Nias, maka semakin kita
menemukan perbedaan-perbedaan dan variasi hukum adat sesuai tempat/wilayah. “Sara Nidanӧ -
sambua Ugu ugu, sambua mbanua - sambua mbua bua”

C. HADA, FONDRAKӦ DAN JATI DIRI

Pergeseran dan perpindahan leluhur orang nias dari bӧrӧ nadu dan tersebar ke beberapa
wilayah yang salah satunya menuju Talu Idanoi, Luaha Laraga, maka dilaksanakan fondrakӧ si
dombua di Talu Idanoi yang sampai sekarang dikenal dengan istilah Hada Laraga. Wilayah
Hada Laraga mulai dari Idanoi Gunungsitoli sampai ke Awaai (Ӧri Sowu), Ӧri Namӧhalu, Ӧri
maziaya, Ӧri Danaya’ӧ, Ӧri Sawӧ dan Ӧri Luzamanu. Dari perjalanan dan perpindahan
masyarakat yang semakin ke utara pulau Nias maka Fondrakӧ yang dilaksanakan berpedoman pada
fondrakӧ si dombua (Hada Laraga).
Dalam pelaksanaan fondrakӧ ini, masing-masing wilayah kembali menyamakan
persepsi atas aturan-aturan yang telah disepakati sebelumnya hal ini bertujuan agar menjadi
pedoman di saat mereka pindah wilayah, salah satu contohnya adalah Fondrakӧ Hilidora’a yang
dilaksanakan oleh Leluhur Mado Zega, Mado Ziliwu, Mado Dawӧlӧ, Mado Mendrӧfa, dan marga-
marga lain.
Sebelum terjadi pergeseran leluhur Mado Zega ada yang menuju Bo’usӧ, Hiligeo, Nazalӧu, Ono
namӧlӧ, Awaai, Maziaya da nada yang tinggal di Tetehӧsi Afia, bersama dengan Mado Ziliwu, Mado
Dawӧlӧ, mado Mendrofa. Maka para leluhur ini melaksanakan fondrakӧ di Bӧrӧ Wӧsi-Hilidora’a

5
Tambalou sekitar tahun 1347 (Tahun pelaksanaan ini di dasarkan pada catatan sejarah tahun
1717).
Setelah pelaksanaan Fondrakӧ Hilidora’a, maka anak-anak dari leluhur Tuada Zega ;
putra sulungnya yang benama Tuada Kalitӧ Luo menuju Awaai-Hilimbosi, Tuada Lawӧlӧ Luo
tinggal di Tetehӧsi Afia, Tuada Karamba menuju Maziaya, Tuada Bou Zebua menuju Nazalӧu
dan Tuada Idanӧ Luo menuju Ononamӧlӧ Hiliweto. Sedangkan adik kandung dari Tuada Zega
yang bernama Tuada Hele Sӧrӧmi bersama dengan anak-anaknya tinggal di Bo’usӧ, Afia dan
Ononamӧlӧ.
Dari turunan Tuada Zega yang menuju Awaai, yaitu Tuada Kalitӧ Luo mendirikan Ӧri
Zowu dengan cakupan wilayahnya pada saat itu berbatas dengan Ӧri Ulu Gunungsitoli, Ӧri
Tanӧse’ӧ Hiliduho, Ӧri Namӧhalu, Ӧri Maziaya, dan Ӧri Tanӧya’ӧ. Sedangkan Putra ke tiga
dari Tuada Zega, yaitu Tuada Karamba mendirikan Ori Maziaya.
Dalam pelaksanaan Fondrakӧ Hilidora’a para tetua/leluhur yang bersepakat pada
waktu itu bahwa tetapan-tetapan yang dirumuskan tetap berpedoman pada Fondrakӧ Idanoi
atau Hada Laraga. Ori yang menggunakan Hada Laraga (sering disebut sebagai Laraga Tanӧ
Yӧu) yaitu Ӧri Zowu, Ӧri Maziaya, Ӧri Danaya’ӧ, Ӧri Zawӧ, Ӧri Namӧhalu dan Ӧri
Luzamanu.
Sekitar tahun 1914, ketika kolonial Belanda mulai memasuki wilayah kepulauan Nias,
pihak kolonial mulai melarang beberapa poin dari Amakhoita yang tertuang dalam fondrakӧ.
Dasar pelarangan ini dikarenakan ada banyak unsur-unsur Animisme yang terkandung
didalamnya. Kolonial Belanda pada saat itu secara perlahan menerapkan aturan-aturan baru
yang diselaraskan dengan hukum-hukum Agama.
Akibat dari pengaruh hukum-hukum agama dan penyebaran ajaran agama yang masif
pada saat itu secara lambat laun, ketetapan-ketetapan para leluhur tadi mulai bergeser dan
mengalami penyederhanaan, penyempurnaan baik materi mupun muatan isi dari fondrakӧ itu
sendiri.
Salah satu program pemerintah Kabupaten Nias pada tahun 2006 yang lalu adalah
penyusunan buku fondrakӧ yang berpedoman pada isi dan ketetapan fondrakӧ dari masing-
masing wilayah di kepulauan Nias. Salah satu fondrakӧ yang turut dibukukan pada saat itu
adalah fondrakӧ hilidora’a. Secara keseluruhan, isi dan materi dari fondrakӧ hilidora’a yang
disusun memang tidak jauh berbeda dari ketetapan fondrakӧ sebelumnya tahun 1347, namun
sangat disayangkan dalam tahapan penyusunan buku fondrakӧ tersebut khususnya bagian
fondrakӧ Hilidora’a, tidak melibatkan para tokoh adat yang betul-betul memahami sejarah dan
latar belakang dari fondrakӧ hilidora’a. Tentu saja hal ini penting demi menghindari
terjadinya pengaburan sejarah dan latar belakang dari fondrakӧ hilidora’a.

6
Dalam hal perkembangan fondrakӧ yang dimulai dari Bӧrӧ Nadu Gomo hingga di Talu
Idanoi dan bergeser di beberapa wilayah, maka secara garis besar, kesepakatan-kesepakatan
yang tertuang dalam fondrakӧ dimasing-masing wilayah tentunya tidak banyak mengalami
perbedaan namun isinya tetap menyangkut hal-hal sebagai berikut :

1. Selingkaran Kehidupan (Pra-Kelahiran, Lahir, Kedewasaan, Pernikahan dan


Kematian), meliputi kesepakatan yang wajib dilaksanakan oleh masing-masing
orang atau keluarga (Goi-Goi wo ӧmӧ)

2. Keselamatan Fisik (Fondorogӧ Fa’auri niha), yang meliputi kesepakatan terkait


pantangan-pantangan dan larangan yang harus di ikuti agar kehidupan tidak sial
tetapi terberkati.

3. Derajat (Bosi)
Kesepakatan Fondrakӧ tentang derajat (Bosi) ada tiga bentuk :
a. Peningkatan Derajat (Bosi) seseorang karena turunan dari seorang Salawa,
Tuha, atau Balugu yang diwariskan secara turun-temurun karena telah
melakukan Owasa (Acara Adat) dan memiliki onowaabanuasa (wilayah).
Sanotou’ӧ halӧwӧ wa asalawa namun tetap membayar persyaratan adat (goi-goi
wo ӧmӧ)

b. Peningkatan Derajat (Bosi) seseorang yang ingin meningkatkan derajatnya


(Famazawa Bosi) dari golongan masyarakat biasa menjadi salawa, tuha, ma
Balugu. Wajib memenuhi syarat dan ketentuan adat (Goi-goi wamazawa bosi)
sampai di beri gelar adat (Balugu)

c. Peningkatan Derajat (Bosi) seseorang yang dalam pemberian gelar (tӧi


waasalawa, faatuha, ba faabalugu) namun tidak melaksanakan tahapan-tahapan
wamazawa bosi. Dalam catatan sejarah “Ӧri Zowu ba Niha Ulӧndra” tahun
1881, oleh Balugu Meziwa Tuha (Ama Gadaisa Zega) menuturkan “Bӧrӧ me ira
tuada niha Ulӧndra (Orang Belanda) no tobali sifatalifusӧ khӧda, ba no
mamuala ira khӧda wondrӧniaӧ bahalӧwӧ si sӧkhi, andrӧ tahalӧ wa hasara
dӧdӧ yaita bӧrӧ nӧri, ba ira salawa wame’e tӧi khӧ duada kumandru Balugu
Rӧrӧ Bӧrӧ Danӧ”

4. Kepemilikan harta, meliputi kesepakatan yang mengatur tentang kepemilikan harta


(fo okhӧta ba fango’okhӧgӧ okhӧta), yang mewarisi harta orangtua baik tanah
maupun benda. Dalam hal warisan, laki-laki merupakan pewaris utama dari harta
benda orangtua, sedangkan perempuan tidak tercantum sebagai pewaris ( Ha masi-

7
masi). Bagi orangtua yang tidak memiliki keturunan atau tidak memiliki anak laki-
laki sebagai pewaris harato maka harta warisan bisa diberikan kepada anak
perempuan dengan catatan proses pewarisannya harus sesuai ketentuan fondarakӧ,
yakni, sang menantu wajib dinobatkan sebagai anak melalui acara adat (Goi goi ba
wombaliӧ ono matua)

5. Status dan kepemimpinan. Dalam hal status dan kepemimpinan (Fetaro waasalawa)
orang-orang yang terpilih adalah orang-orang yang sudah memenuhi syarat-sayarat
adat serta memiliki kepandaian (Faatua-tua), bijaksana, berwibawa, dan punya
harta.

6. Hukum (Goi-goi Ogauta). Dalam fondrakӧ telah diatur segala ketentuan yang
menyangkut tata cara kehidupan bermasyarakat berupa larangan-larangan, sanksi
atas pelanggaran dan kejahatan (Bӧwӧ, Goi-goi, degu-degu, hukuma ba Ogauta)

D. PERAN FONDRAKӦ SAAT INI DAN DIMASA MENDATANG


s

Di era globalisasi yang semakin berkembang pesat, tatanan kehidupan masyarakat nias
secara menyeluruh turut mengalami pergeseran dan perubahan yang signifikan. Paling
sederhananya bisa kita lihat dari tatanan pergaulan (Fa afariawӧsa ba fahuwusa) sebagian
besar generasi ono niha yang dulunya amat menghormati nilai-nilai adat istiadat dalam
pergaulan lambat laun nilai-nilai itu ditinggalkan dan dilupakan. Padahal nilai-nilai budaya ini
merupakan jatidiri kita sebagai masyarakat ono niha.

Pengaruh lain dari perkembangan zaman saat ini bisa kita lihat dalam tahapan
pelaksanaan kegiatan adat di pulau Nias yang banyak mengalami perubahan dan bergeser dari
ketetapan-ketetapan fondrakӧ.

Ada beberapa dasar dan alasan mengapa ketetapan-ketetapan fondrakӧ sedikit


terlupakan atau tidak dilaksanakan, antara lain :

1. Tahapan pelaksanaan tetapan fondrakӧ dalam kegiatan adat membutuhkan waktu yang
terlalu lama.
2. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang fondrakӧ masih minim.
3. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa ketetapan-ketetapan yang terkandung dalam
fondrakӧ sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan.
4. Masuknya pengaruh budaya/adat istiadat yang diadopsi dari luar
5. Ketidakpedulian sebagian generasi Ono Niha dalam menjaga dan memelihari adat
istiadat serta budayanya sendiri.
8
6. Banyak masyarakat ono niha beranggapan bahwa sebagian dari ketetapan fondrakӧ
ada yang tidak sejalan dengan nilai-nila keagamaan.

Dari beberapa dasar pemikiran yang terkait fondrakӧ sebagaimana disebutkan diatas,
maka pada prinsipnya tidak menjadi alasan bagi kita untuk melupakan Fondrakӧ yang sudah
sejak dulu menjadi identitas kita sebagai masyarakat Nias. Menjaga dan melestarikan nilai-nilai
dari fondrakӧ merupakan tanggungjawab penuh dari setiap masyarakat Nias.

Mengingat betapa pentingnya fondrakӧ bagi masyarakat Ono Niha, maka ada beberapa
nilai-nilai Fondrakӧyang perlu dipertahankan atau dilestarikan, yaitu :

1. Garis silsilah keturunan (ngaӧtӧ). Ini perlu dipertahankan/dilestarikan agar setiap


generasi Ono Niha dapat mengenal asal-usulnya, hubungan keluarga dan hubungan
tali persaudaraan
2. Proses dan tata cara dalam menjalin hubungan kekerabatan yang baru (lala halӧwӧ
ba wamakhai tanӧmӧ si sӧkhi ma fambambatӧ)
3. Aturan/ketetapan adat dalam pernikahan (goi-goi bawamalua falӧwa)
4. Aturan/ketetapan yang mengatur sendi-sendi kehidupan masyarakat seperti :
a. Hubungan antara orangtua dengan anak, anak dengan orangtua, dan hubungan
anak dengan saudara-saudaranya (Otalua nama ba Ono, ba otalua ndraono khӧ
dalifusӧ nia)
b. Hubungan antara suami-istri (fongambatӧ/farongasa)
c. Hubungan persaudaraan dalam lingkup keluarga besar ( Fa atalifusӧta)
d. Pembagian harta warisan (fombagi okhӧta zatua)
e. Hubungan pertalian dengan kerabat baru, seperti paman, menantu, mertua, ipar
dll (Fa asitenga bӧ’ӧ/khӧra si baya, ba tanӧ bӧӧ nia)
f. Hubungan dalam sosial kemasyarakatan ( Fa abanuasa)
g. Nilai-nilai kepercayaan/keyakinan
5. Tata cara dalam menerima tamu (fanemaӧ tome)
6. Tata cara pemasangan gerbang pada saat pesta pernikahan (Famasindro Golu/gaba-
gaba ba walӧwa)

Dari beberapa aturan fondrakӧ yang sudah ditetapkan, ada beberapa contoh nila-nila
fondrakӧ yang mungkin bisa disederhanakan, yaitu :

1. Nilai/besar jujuran serta tahapan dalam pelaksanaan pesta pernikahan (bӧwӧ ba lala
halӧwӧ nifalua ba walӧwa)

9
2. Aturan adat bagi keluarga yang mengalami kemalangan atau dukacita (fo ӧmӧ ba
zitenga bӧӧ, ba dalifusӧ ba fo ӧmӧ bambanua)
3. Biaya adat dalam pengangkatan/penobatan pemimpin adat di masing-masing wilayah
(fo’ӧmӧ ba wamazawa bosi zatua hada/balugu)
4. Rentang/durasi waktu dalam melaksanakan acara adat di pesta pernikahan (halӧwӧ si
siwa ngaluo, tabaliӧ halӧwӧ zi ma’ӧ-ma’ӧkhӧ)
5. Penggunaan babi yang banyak sebagai simbol pelaksanaan acara adat.

Selain beberapa aturan fondrakӧ yang bisa disederhanakan, ada beberapa nilai
fondrakӧ yang mulai ditinggalkan atau ditiadakan, seperti :
1. Pemberian penghormatan kepada arwah leluhur (famesumange ba malaika zatua)
2. Pemberian sesajen pada patung dan benda-benda yang dianggap keramat (fa
meesumange ba nadu ba bagowe zatua)
3. Sumpah atau ikrar kepada arwah leluhur atau kepada patung-patung.
4. Pemanggilan arwah leluhur untuk ritual-ritual tertentu.

Dari beberapa uraian diatas berikut ini beberapa aktualisasi fondrakӧ bagi kehidupan
masyarakat ono niha dimasa sekarang dan yang akan datang antara lain :
1. Sebagai acuan sistem norma / tata berperilaku bagi masyarakat Ono Niha
2. Sebagai identitas dan jatidiri masyarakat Ono Niha (simbol, keunikan dan ciri khas
dari masyarakat Nias dibandingkan suku-suku lain di Indonesia)
3. Sebagai sarana dalam memperkuat entegritas pola perilaku masyarakat Ono Niha.
4. Sebagai media untuk saling hidup rukun dan menjunjung tinggi kebersamaan seluruh
masyarakat Ono Niha, baik yang berada di pulau Nias maupun bagi masyarakat ono
niha yang hidup diperantauan.
5. Sebagai sebuah kearifan lokal yang menjadikan masyarakat Ono Niha tetap saling
menghargai satu sama lain.
6. Sebagai pemersatu perbedaan golongan dalam suatu perbedaan kasta maupun tingkat
strata dalam kehidupan masyarakat Ono Niha.
7. Sebagai manivestasi kekayaan budaya Nusantara (Fondrakӧ merupakan bagian dari
kekayaan budaya bangsa Indonesia)
s

E. KESIMPULAN

Sebagai masyarakat Nias yang memiliki sejarah panjang dalam peradaban, tentu saja
harus dapat memahami, mengikuti, menghargai/menghormati, dan melestarikan seluruh

10
kekayaan budaya yang dimilikinya termasuk ketetapan-ketetapan dalam fondrakӧ.
Tanggungjawab ini tentu saja tidak hanya disandarkan dipundak para tokoh di pulau Nias,
tetapi seluruh elemen masyarakat Nias termasuk Pemerintah. Peran pemerintah sangat penting
terutama dalam memperkuat posisi adat istiadat kita ditengah-tengah arus globalisasi yang
terus menggerus adat istiadat dan budaya kita.

SEKIAN DAN TERIMAKASIH. YAAHOWU

11

Anda mungkin juga menyukai