PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Nias adalah pulau impian. Pada tahun 2016 pemerintah daerah bersama
kurang lebih 80 jenis destinasi wisata dan memiliki juga berbagai kebudayaan.
Pulau Nias tidak hanya kaya akan destinasi wisata juga dengan budaya
masyarakat dan adat istiadat yang telah terpatri sejak ribuan tahun lamanya.1
Nias adalah kepulauan yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera, Indonesia,
dan secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara yang
sekarang telah menjadi empat Kabupaten dan satu Kota (Kota Gunungsitoli, Kab.
Nias, Nias Barat, Nias Utara dan Nias Selatan). Pulau ini merupakan pulau
terbesar dan paling maju di antara jejeran pulau-pulau di pantai barat Sumatera.
Daerah ini memiliki objek wisata penting seperti selancar (surfing), rumah
Sebutan Nias sebagai pulau impian, tidak serta merta semua kehidupan dalam
balik Kekayaan budaya Ono Niha (orang Nias) yang terkenal, terdapat berbagai
1
https://kabarnias.com/sudut-pandang/opini-warga/antara-nias-pulau-impian-dan-pulau-sejuta
budaya-8374, diakses pada minggu, 26 Agustus 2018, pkl 14.00.
2
Ketut Wijaya, Legitimasi Kekuasaan Pada Budaya Nias, Jakarta: Obor Indonesia,
2010, 8.
1
Barat. Sistem kemasyarakat di konstruksikan dalam Seluruh identitas Ono Niha
Kata Lakhõmi secara harafiah dapat diartikan sebagai wibawa, harga diri,
anak, wibawa, dan penghormatan. Untuk mencapai Lakhõmi, Ono Niha di satu
pihak, harus menjaga hubungan yang baik dengan para ilah dan leluhurnya dan
masyarakat Nias Barat yang disebut sebagai budaya, dengan terpenuhi semua
Lakhömi juga disebut sebagai siklus kehidupan ono niha mulai dari lahir
hingga mati. Ritual kelahiran dimulai dengan pemberian nama anak, sunat,
pernikahan, dan upacara kematian. Seluruh ritus yang dilakukan dikaitkan dengan
dalam adat maka, ono niha percaya bahwa semakin taat pada dewanya dan
semakin diberkati. Diberkati dalam arti memiliki banyak harta, anak, gelar dan
dihormati oleh sesama ono niha lainnya.6 Sebelum kekeristenan masuk ke pulau
Nias, ono niha memahami bahwa “diri” adalah ciptaan para ilah. ono niha
3
Postinus Gulo, Bõwõ dalam perkawinan adat õri moro’õ Nias Barat, Bandung: Umpar
Press, 2015, 5.
4
Apolonius Lase, kamus bahasa Nias-Indonesia, (Jakarta: Kompas Media Nusantara,
2011, 194.
5
Tuhoni Telaumbanua & Uwe Hummel, Salib dan Adu, BPK-Gunungmulia 2002, 32.
6
Tuhoni Telaumbanua& Uwe Hummel, Salib dan Adu, 19.
2
menganggap diri sebagai babi ilah atau dengan kata lain peliharaan dari para ilah. 7
Dalam mitos ono niha para ilah adalah leluhur pertama ono niha. Demi
keharmonisan hubungan kosmos antara ilah dan ciptaannya maka, sangat penting
sikap dan tingkah laku ono niha mencerminkan kehidupan dunia atas (Teteholi
melalui kosmologi orang Nias.9 Ono Niha dianggap sebagai bagian dari
bagian dari budaya itu sendiri, maka manusia tidak bisa menanggalkan dalam
dirinya kebudayaan”.10
Ono niha memahami bahwa seluruh rangkaian kehidupan dari masa lalu
seluruh ritual yang turun temurun dilestarikan dari nenek moyang maka, ono niha
telah terhubung dengan para leluhurnya. Dengan ono niha terhubung kepada
sangat penting bagi ono niha memiliki ketaatan dan penyembahan untuk menjaga
hubungan baik dengan para ilah. Ono niha sangat penting untuk terus
7
Peter Suzuki, The Religious system and Culture of Nias, Indonesian, 1959, 102.
8
Band. Tulisan Tuhoni dan Uwe Humell dalam buku Salib dan Adu, 22.
9
Kosmologi dipahami sebagai cerita lisan ono Niha yang terus dilestarikan melalui tindakan-
tindakan dalam adat istiadat Ono Niha.
10
J.W.M. Bakker, Filsafat Kebudayaan sebuah pengantar, Jakarta: BPK& Kanisius,
1984, 11.
3
Penghormatan ono niha terhadap budaya lakhömi di Nias Barat, melahirkan
nilai-nilai sosial, budaya dan adat-istiadat yang harus dijunjung tinggi oleh
dan mertuanya, namun takut mengadu kepada yang berwajib karena menurutnya,
ketika suaminya ditangkap oleh polisi merupakan aib bagi keluarga dan
merendahkan martabat keluarganya dan orang tuanya dengan dalih sebagai anak
tahun 2013, dari 271 responden perempuan yang sudah menikah, ada 147 orang
dilarang oleh tuan rumah tempat ia tinggal agar tidak melakukan pekerjaan dapur
dan mencuci pakaiannya sendiri dengan perkataan sang ibu rumah tangga “apa
kata orang nanti jika kamu memasak dan menyuci pakaian” “nanti tetangga bilang
seperti tidak ada perempuan dalam rumah ini”, bahkan ia menegaskan dalam
tulisannya “sangat sulit bergaul dengan ibu-ibu dan gadis Nias Barat” dikarenakan
11
Kekerasan ini terjadi pada tahun 2016, dan penulis menyaksikan sendiri pemukulan
yang terjadi kepada sang perempuan.
12
Rio F. Girsang, Nias dalam Perspektif Gender, Guynungsitoli: Caritas keuskupan
Sibolga, 2014, 14-15.
4
sangat tabu bagi masyarakat jika orang asing bergaul dengan perempuan Nias
Barat. 13
“perempuan ditandu. Namun ada istilah “sehari ditandu seumur hidup menjadi
budak”. Arti kalimat ini adalah ketika pesta pernikahan seorang perempuan
disanjung bahkan tidak diperbolehkan untuk berjalan kaki dan harus ditandu,
namun dalam kehidupan sehari-hari perempuan Nias harus bekerja keras dan tidak
keluarganya sendiri (perempuan) hal ini berkaitan dengan pelunasan utang dari
Bõwõ (emas kawin) yang dibayarkan oleh keluarga laki-laki terhadap keluarga
perempuan “dipekerjakan” dengan keras dan “dijaga” dengan hati-hati oleh para
melindungi namun ada arti yang lebih dalam lagi yaitu, ketika perempuan Nias
hamil di luar nikah maka, böwö (mahar) dari si perempuan tidak lagi sama
setara. Tetapi bagi perempuan di Nias Barat kata kesetaraan belum terealisakan
13
Jajang A. Sonjaya, Melacak Batu Menguat Mitos, Yogyakarta: Kanisius, 2008, 103-
104.
14
Jajang A. Sonjaya, melacak Batu menguat Mitos Petualangan Antarbudaya di Nias,
Yogyakarta: Kanisius, 2008, 104.
5
secara merata dan adil. Menurut Henrietta L Moore bahwa gender dapat dilihat
sebagai simbol konstruksi atau sebagai hubungan sosial. Status perempuan dalam
masyarakat adalah salah satu yang universal, dalam fakta budaya. Namun dalam
fakta universal itu, konsep budaya dan simbolisasi khusus perempuan sangat
beragam dan bahkan saling terkait kontradiktif.15 Menurut Moore, yang biasa
terjadi setiap budaya sedemikian rupa sehingga semua budaya memberi nilai
lebih rendah pada perempuan dan perempuan di mana pun harus dikaitkan
Menurut Peter L. Berger, suatu sifat yang ada pada diri laki-laki dan
menjadi yang disebutkan kepadanya oleh orang lain selama ia tunduk terhadap
budayanya. Lebih Jauh, begitu individu dibentuk suatu sebagai suatu pribadi,
dengan suatu identitas yang yang dikenal secara subjektif dan objektif maka,
dan tidak dapat diperhitungkan dalam pola kehidupan budaya, sosial masyarakat
bahkan dalam hak waris orang tuanya. Dengan demikian laki-laki harus di
hormati dan dianggungkan tanpa batas. Pendapat Berger dan M. Fakih selaras
15
Henrietta L Moore, Feminism and Antropology, Minneapolis: University of
Minnesota Press, 1995, 24.
16
Henrietta L Moore, Feminism and Antropology, 28.
17
Peter L. Berger, Langit Suci Agama Sebagai Realaitas Sosial, (terjemahan), Jakarta:
LP3ES, 1991, 20.
18
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 1997, 9.
6
menguatkan tatanan yang dikostruksi oleh masyarakat melalui aktivitas dan
konstruksi sosial menjadi disekatkan dengan dapur, sumur dan kasur, sama sekali
tidak dianggap mampu terlibat dengan publik.20 Konstruksi sosial yang telah
melahirkan ideologi gender yang membentuk satu konsep ide. Ide inilah yang
dalam masyarakat.22
19
Irwna Abdulah, penelitian berwawasan gender dalam ilmu sosial, Jurnal Humaniora,
volume 15, oktober 2003, 265-275.
20
Asghar Ali Engineer, Tafsir permpuan Antara Doktrin & Dinamika Konteporer,
Wonosari: Kaktus, 2018, 6.
21
Nicolas Journet, Konstrusi sosial pemikiran Mari Douglas, Ed. Philipecabin &Jean
F., Sosiologi sejarah berbagai pemikirannya, (terjemahan), Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004,
200.
22
A. Nunuk, P. Murniati, Getar Gender perempuan Indonesia dalam perspektif agama,
budaya dan keluarga, Magelang: Indonesia Tera, 2004, 78.
7
perempuan dan laki-laki, demi kesetaraan hak dalam keluarga, budaya, politik dan
sosial masyarakat.
Barat sehingga tidak mampu keluar dari lingkaran ketidakadilan dan tidak sadar
Berdasarkan pada apa yang telah diuraikan di atas, yang menjadi fokus
menganggap hal yang wajar, jika laki-laki lebih tinggi penghormatan, derajat,
8
2. SIGNIFIKASI PENELITIAN
perempuan bahwa dalam budaya Lakhőmi yang dianggap sebagai hal yang
Niha melalui ritual kehidupan, baik sehari-hari maupun dalam berbagai upacara
terdahulu telah meneliti makna Lakhőmi dalam kehidupan Ono Niha, namun
laki masih belum ada yang menelitinya.23 Peneliti terdahulu mengkaji Lakhőmi
terdahulu, masih belum ada yang membahas Lakhőmi dalam kaitannya dengan
tulisan Tesis ini merupakan salah satu syarat kelulusan dari Magister Sosiologi
Agama dan melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kesadaran dan
23
Tuhoni Telaumbanua dan Uwe Humel, Salib dan Adu, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2002, 32.
Penulis, telah mencoba menelusuri jurnal-jurnal yang berkaitan dengan judul namun tidak
satupun yang mengaitkan Lakhőmi dalam penghormatan perempuan terhadap laki-laki.
24
Beny Harmoni Harefa, ISSN:23564164, vol.3 No. 1 Februari 2017, , Mahasiswa Doktor (S3)
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UGM,
25
KBBI, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, 807 dan 1356.
9
kontribusi baru dalam dunia akademik maupun masyarakat umum dan
dari arti dan makna kata perempuan dan wanita berbeda. Secara suku kata,
perempuan dan wanita sudah berbeda. Dalam KBBI wanita diartikan sebagai
Antara wanita dan perempuan tidak ada perbedaan. Dalam etimologi Jawa,
wanita berasal dari frasa Wani Ditoto yang berarti berani diatur. Kata wanita
dimaknai berdasarkan pada sifat dasar wanita yang cenderung tunduk dan
patuh pada lelaki sesuai dengan perkembangan budaya di tanah Jawa pada
muncul dari kata per + empu + an. Per memiliki arti makhluk dan Empu
berarti mulia, tuan, atau mahir. Dengan demikian perempuan dimaknai sebagai
26
Ikerevita, Perempuan dan Wanita, Padang: Andalas University, diterbitkan 29 Juli
2017, diakses, 2 Mei 2019.
10
Wanita.27 Dengan alasan demikian penulis akan menggunakan kata perempuan
3. PENDEKATAN PENELITIAN
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dari obyek dan
ideologisasi dalam setaraan antara laki-laki dan perempuan di Nias Barat dan
27
Lht. Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: dari Denzin Guba dan Penerapannya
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), 5.
28
M. Natzir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), 55-62, 89.
29
Penjelasan lebih dalam tentang wawancara dapat dibaca dalam Prof. Dr. Sugiyono.
Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D. (Jakarta: CV. Alfabet), 231-236
11
Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Nias Barat Propinsi
Sumatera Utara, tepatnya pada masyarakat Õri Ulu Moro’õ yang terdiri dari
õri raya, õri Yõu, õri badalu, õri hayo. tokoh agama, informan kunci dan
informan ahli. Alasan dipilihnya Nias Barat khususnya Õri Ulu Moro’õ
sebagai tempat penelitian kerena di Nias Barat penulis mengidentifikasi hal ini
penelitian ini, yakni wawancara. Wawancara adalah pertemuan antar dua orang
secara langsung untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, untuk
(partisipan) yakni, para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama yang
Data yang digunakan meliputi: data primer dan sekunder.31 Data primer
adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung oleh peneliti dari
informan kunci dan informan ahli.32 Sedangkan, data sekunder adalah data
30
Prof. Dr. Sugiono, Metode Penelitian…,(2008), 220
31
Anidal H. Dkk, Kamus Istilah Sosiologi, Jakarta: Pusat pembinaan dan
pengembangan bahasa, 1984, 227.
32
Anidal H. Dkk, Kamus istilah Sosiologi, 227.
12
yang peroleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada,
Untuk itu, sumber data atau informan, terkait dengan penelitian ini,
antara lain: masing-masing satu orang, tokoh perempuan, tokoh adat, tokoh
agama, tokoh masyarakat Nias Barat (data primer). Para informan kunci ini
warga jemaat atau masyarakat yang telah berdomisili di Nias Barat dan sangat
memahami keadaan Nias Barat (data Sekunder). Analisa data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
dalam pola, memilah mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
berikut (Model Miles dan Huberman): reduksi data, Penyajian data dan
teoris sebagai pisau analisis. Kesimpulan dari analisis merupakan temuan baru
4. SISTEMATIKA PENULISAN
33
Sugiono, Metode Peneltian…,(2008), 247-249.
34
Sugiono, Metode Peneltian…,(2008), 247.
13
Bab satu, pendahuluan yang meliputi: latar belakang, rumusan masalah,
penulisan.
Bab dua, tentang landasan teoritis yang memuat teori analisis sosio-gender
dan budaya, ideologi gender,dan konstruksi lakhõmi dalam budaya Nias Barat
yang meliputi: hubungan antara perempuan dan laki-laki, dalam kaitan dengan
dalam budaya dan adat istiadat, lakhõmi dalam konstruksi sosial budaya patriarkhi
perempuan).
Bab tiga, tentang temuan hasil penelitian yang meliputi: deskripsi analisis,
laki-laki dalam tatanan budaya, adat istiadat kemasyarakat di Nias Barat; kajian
hubungan kesetaraan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki di Nias Barat;
14
Bab lima, tentang penutup yang meliputi: kesimpulan, berupa temuan-
15