dari yang bersifat suci menjadi sesuatu yang urusan adat dengan persoalan ekonomi.
instan dan konsumtif mengikuti tren Salah satunya adalah dalam hal perkawinan
perkembangan zaman yang ada.Hilangnya dalam masyarakat Insana, yang sering
makna dan nilai dari perayaan acara dikaitkan dengan pemberian "belis"
perkawinan bagi setiap daerah menjadi (maskawin atau mahar).
persoalan bersama bagi setiap generasi Usfinit dalam bukunya "Maubes-
pemilik tradisi adat. Hal tersebut dapat kita Insana" menyatakan: "Belis" merupakan
jumpai pada kehidupan masyarakat adat unsur penting dalam perkawinan dan harus
propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dilaksanakan oleh pihak laki-laki supaya
secaramenyeluruh dan khususnya bisa membawa permpuan ke rumah adat
Kabupaten Timor Tengah Utara pada sukunya (naseb nono) dan supaya anak-
masyarakat adat Insana. anaknya nanti berhak memakai nama
Masyarakat merupakan sejumlah sukunya."Belis" tidak untuk disatukan
manusia dalam arti seluas-luasnya dan dengan perkawinan yang besifat sakral
terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka secara agama akan tetapi urusan selalu
anggap sama (Kamus Besar Bahasa berdampingan ketika sesorang akan
Indonesia). Masyarakat Insana adalah melakukan hajatan perkawinan.
masyarakat yang masih asli susunannya, Dipisahkan adat masih sangat
khususnya bila dibandingkan dengan mendominasi terutama dalam proses
kerajaan-kerajaan lain di Timor yang telah perkawinan. Salah satunya ialah dalam
banyak mengalami perubahaan semenjak proses pemberian "belis". Selain dipandang
pembentukan Desa Gaya Baru pada era sebagai tradisi yang memiliki nilai-nilai
1960-an. Masyarakatnya tersusun dalam luhur dan bentuk penghargaan terhadap
suatu struktur adat berjenjang, yang terdiri perempuan, namun di satu sisi juga sebagai
dari raja-raja, suku-suku, serta rakyat biasa. pengikat pertalian kekeluargaan dan simbol
Adat-istiadat dan ritus Insana juga untuk mempersatukan laki-laki dan
masih terpelihara dengan baik, misalnya perempuan sebagai suami istri. “Belis” juga
upacara pengumpulan upeti, upacara dianggap sebagai syarat utama pengesahan
kematian raja-raja, upacara potong rambut berpindahnya suku perempuan ke suku
bayi, upacara rumah adat, upacara bercocok suami atau mengikuti suku suami.
tanam, dan upacara perkawinan (Usfinit, Di Nusa Tenggara Timur ada
2003). Lagi-lagi sejatinya aturan adat tidak beragam “belis” yang digunakan umunya
lagi tampil sebagai sesuatu yang pasti dan berupa emas, perak, uang dan hewa seperti
permanen namun masyarakat pelaku adat kerbau, kuda. Di daerah lainnya di Nusa
mulai merusaknnya dengan mencampurkan Tenggara Timur, seperti di Alor, “belis”
BELIS: TRADISI PERKAWINAN MASYARAKAT INSANA………| 109
berupa mokko (nakara kecil) di Flores tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya
Timur dan Maumere berupa berupa gading ini, suatu tradisi dapat punah. Rendra dalam
gajah. "Belis" pada masyarakat Insana, bukunya "Mempertimbangkan Tradisi"
kononnya dibedakan dalam bentuk menyatakan: Tradisi adalah kebiasaan yang
keturunan bangsawan atau tidak. Jika turun-temurun dalam masyarakat. Ia
perempuan merupakan anak dari kaum merupakan kesadaran kolektif sebuah
bangsawan maka nilai "belis" atau mas masyarakat. Sifatnya luas sekali, meliputi
kawinnya berbeda dan tentu lebih mahal segala segala kompleks kehidupan sehingga
dari yang bukan keturunan bangsawan. sulit disisihkan dengan perincian yang tepat
Seiring berkembangnya zaman, di dan pasti.
mana seorang perempuan sudah tidak Terutama sulit sekali diperlakukan
dibatasi lagi dalam hal pendidikan dan serupa karena tradisi itu bukan objek yang
persamaan gender, maka tingkat mati, melainkan alat yang hidup untuk
pendidikan perempuan juga terkadang melayani manusia yang hidup pula. Ia bisa
menjadi penentu tinggi-rendahnya "belis" disederhanakan, tetapi kenyataan tidak
yang harus di bawa oleh laki-laki. Adanya sederhana. Tradisi merupakan sinonim dari
campuran antara urusan adat dan ekonomi, kata "budaya" yang keduanya merupakan
ditambah adanya sedikit pergeseran makna hasil karya. Tradisi adalah hasil karya
dari "belis" yang sudah bergeser dari tahun masyarakat, begitupun dengan budaya.
ketahun dan meninggalkan nilai historis dan Keduanya saling mempengaruhi. Kedua kata
budaya dari "belis" tersebut, maka menarik ini merupakan personafikasi dari sebuah
untuk dikaji secara mendalam. makna hukum tidak tertulis, dan hukum tak
Tinjauan Pustaka tertulis ini menjadi patokan norma dalam
A. Tradisi Perkawinan masyarakat yang dianggap benar.
1. Pengertian Tradisi Menurut Hasan Hanafi, tradisi
Tradisi dalam Bahasa Latin traditio (turats) adalah segala warisan masa lampau
yang artinya "diteruskan" atau kebiasaan, (baca tradisi) yang sampai kepada kita dan
dalam pengertian yang paling sederhana masuk dalam kebudayaan yang sekarang
adalah suatu yang telah dilakukan untuk berlaku. Dengan demikian, bagi Hanafi,
sejak lama dan menjadi bagian dari bagian tradisi tidak hanya merupakan persoalan
suatu kelompok masyarakat, biasanya drai meninggalkan sejarah, tetapi sekaligus
suatu Negara, kebudayaan, waktu, atau merupakan persoalan kontribusi zaman kini
agama yang sama. Hal yang paling mendasar dalam berbagai tingkatannya. Secara
dari tradisi adalah adanya informasi yang terminologi, perkataan tradisi mengandung
diteruskan dari generasi ke generasi baik suatu pengertian tersembunyi tentang
110 |JURNAL AGASTYA VOL 08 NO 01 JANUARI 2018
adanya kaitan antara masa lalu dengan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
masa kini. Merujuk pada sesuatu yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
diwariskan oleh zaman dahulu tetapi masih Yang Maha Esa (UU nomor 1 tahun
berwujud dan berfungsi masa sekarang. 1974).Perkawinan merupakan ikatan lahir
Ketika orang berbicara tentang tradisi Islam batin dan persatuan antara dua pribadi yang
atau tradisi Kristen secara tidak langsung berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan
mereka sedang menyebutkan serangkaian budaya yang berbeda.
ajaran atau doktrin yang dikembangkan Perkawinan juga membutuhkan
ratusan atau ribuan tahun lalu. Tetapi masih penyesuaian secara terus-menerus. Setiap
dan malah tetap berfungsi sebagai pedoman perkawinan, selain cinta juga diperlukan
dari kehidupan sosial pada masa kini. saling pengertian yang mendalam,
Ajaran Islam atau Kristen tersebut kesediaan untuk slaing menerima pasangan
masih berfungsi hingga saat ini, karena masing-masing dengan latar belakang yang
adanya proses pewarisan sejak awal merupakan bagian dari kepribadiannya. Hal
berdirinya ajaran tersebut, melewati ini berarti mereka harus bersedia menerima
berbagai kurun generasi dan diterima oleh dan memasuki lingkungan sosial budaya
generasi kini. Oleh karena itu, tradisi dalam pasangannya, dan karenanya dibutuhkan
pengertian yang paling elementer adalah keterbukaan dan toleransi yang sangat
sesuatu yang ditransmisikan atau tinggi serta penyesuaan diri yang harmonis
diwariskan dari masal lalu ke masa ini. Wismanto (dalam Suryanto, 2006).
Secara pasti, tradisi lahir bersama Perkawinan adalah ikatan sosial
dengan kemunculan manusia dimuka bumi. atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi
Tradisi berevolusi menjadi budaya. Itulah yang membentuk hubungan kekerabatan
sebab sehingga keduanya merupakan dan yang merupakan suatu pranata dalam
personifikasi. Budaya adalah cara hidup budaya setempat yang meresmikan
yang dipatuhi oleh anggota masyarakat atas hubungan antar pribadi yang biasanya intim
dasar kesepakatan bersama. Dari sini, dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai
penulis memahami "belis" dan dan diresmikan dengan upacara pernikahan.
dipertahankan hingga saat ini, sehingga Pada dasarnya, perkawinan dijalani dengan
penulis merasa perlu memaparkan tentang maksud untuk membentuk keluarga.
defenisi tradisi tertentu. Menurut Soemiyati (2007)
2. Pengertian Perkawinan perkawinan dalam istilah agama disebut
Perkawinan adalah ikatan lahir batin "nikah" ialah melakukan sebuah aqad atau
antara seorang pria dengan seorang wanita perjanjian untuk mengikatkan diri antara
sebagai suami istri dengan tujuan seorang laki-laki dan wanita untuk
BELIS: TRADISI PERKAWINAN MASYARAKAT INSANA………| 111
data yang diperoleh di lapangan, biasa tidak mengenai "belis" dalam tradisi
dalam pengambilan data, yaitu dari pelaku Teknik pengumpulan data yang
yang menggunakan tradisi "belis" dan juga digunakan adalah teknik observasi, teknik
wawancara, dan teknik studi dokumen.
akan diketahui bahwa benar adanya praktek
a) Teknik Observasi
perkawinan "belis" di masyarakat Insana,
kabupaten Timor Tengah Utara NTT. Menurut Margono (2003: 158),
observasi diartikan sebagai pengamatan
114 |JURNAL AGASTYA VOL 08 NO 01 JANUARI 2018
dan pencatatan secara sistematik garis besar pokok yang ditanyakan dalam
terhadap gejala yang tampak pada objek proses wawancara.
penelitian. Pengamatan dan pencatatan c) Teknik Dokumentasi
yang dilakukan terhadap objek yang Teknik studi dokumen adalah cara
ungkep dulu, sehingga observasi berada pengumpulan data melalui peninggalan
bersama objek yang diselidiki, disebut tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk
observasi langsung. juga buku-buku tentang pendapat, teori,
Observasi adalah pengamatan dalil, atau hukum-hukum, dan lain-lain
langsung pada objek yang akan diteliti yang berhubungan dengan masalah
(Keraf, 1994: 162). Observasi bertujuan penelitian (Margono, 2003: 181).
untuk membuktikan apa yang Studi Dokumentasi adalah suatu
sebenarnya terjadi di lapangan sehingga teknik pengumpulan data dengan cara
paham atas informasi yang diperoleh. menghimpun dan menganalisis
Pengamatan dapat diklasifikasikan dokumen-dokumen, baik dokumen
melalui cara berperan serta dan tidak tertulis, gambar, hasil karya, maupun
berperan serta (Bogdan dan Taylor dokumen-dokumen bentuk elektronika.
dalam Sumaryanto, 2010: 99). Peneliti 2. Instrumen Penelitian
menggunakan observasi klasifikasi Dalam penelitian ini, adapun
melalui cara tidak berperan serta. instrumen yang dipakai, yakni:
b) Teknik Wawancara a) Peneliti sendiri yakni peneliti yang
Moleong (dalam Sujarweni 2014: menjalankan penelitian atau
34) mengemukakan bahwa wawancara melakukan observasi dengan apa
adalah percakapan dengan maksud yang ingin diteliti.
tertentu yang dilakukan oleh dua pihak b) Alat bantu dalam penelitian yakni
yaitu pewawancara yang mengajukan kamera, buku, alat tulis, tape recorder
pertanyaan dan yang diwawancarai yang dan telepon genggam.
memberikan jawaban atas pertanyaan
Hasil Dan Pembahasan
yang diajukan pewawancara.
Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan A. Sejarah "belis" dalam tradisi
jenis wawancara yang dikemukakan oleh perkawinan masyarakat Insana
Sugiyono (2006: 49), yaitu pendekatan Masyarakat Insana adalah
menggunakan petunjuk umum masyarakat yang hidup dan memegang
wawancara, yang mengharuskan adat-istiadat dan dikatakan sebagai
pewawancara membuat kerangka dan masyarakat hukum adat. Dalam segala
BELIS: TRADISI PERKAWINAN MASYARAKAT INSANA………| 115
moyang kita dan sampai kini kita masih guna menjaga suatu perkawinan. Sementara
mengadopsinya dan tidak bisa kita ganti pendapat lain oleh FH-3 bahwa:
dengan apapun. Nmui ha nilai nokoh le beles nane
nmui in sejarah, in budaya, in sosial mah
Dalam nilai budaya sama halnya
nok in ekomoni. Tail nokoh in sejarah
dengan nilai historis karena hingga kini beles nfe kit nilai le noko unu’ onat fe hit
paekleh teah muni’ ih. Noko in nilai
tradisi itu masih kita pakai dan perbaharui.
budaya hit terus tpaek le beles ih tea
Dimana-mana semua masyarakat kita neno ih. Onat kalu teak in nilai sosial
nane artinya nokoh beles hit pao hit
memakai "belis" meski itu kaum raja,
moneh nok hit keluarga sin ok’oke nokoh
bangsawan dan orang awam. Kalau dalam bife in’ni aih atone in’ni. Tek tan in nilai
ekonomi nane atone nbaen na’fani leh
hal nilai sosial "belis" itu
hit aina ama sin haeta (Wawancara: 05
mempersatu/mempererat tali hubungan Juni 2017)
keluarga besar kedua mempelai dan juga Ada empat nilai yang terkandung
menjaga nama baik keluarga besar. dalam "belis" yakni nilai sejarahnya,
Hal yang hampir sama dikatakan budayanya, sosialnya dan ekonominya.
oleh FH-2 yang menjelaskan tentang nilai Dilihat dari nilai sejarahnya "belis" membe-
dalam belis. rikan suatu nilai yang telah diadakan sejak
Beles nmui in mnui nilai nmes, nmui dulu kala dan masih tetap eksis hingga kini.
nilai sejarah mah nilai budaya. Sejarah
Dalam nilai budaya dengan terus-menerus
neofun tamolok le nan nane nmui nokoh
hit ahun’tin’na aih hit be’e nai sin, onat melihat perkembangan "belis" dalam
beles nane hit kat karang fah aih hit kah
kehidupan masyarakat sekitar yang tidak
moe’sok nmes. Budaya nane bin me leh
het feh beles nane nokoh unu’ hit paek pernah meninggalkan suatu tradisi artinya
ben. Karna hit pao le hit na’i-be’e sin feh
kita menjaga budaya yang telah diwariskan.
kit. (Wawancara: 03 Juni 2017).
Nilai sosial yakni menjaga keutuhan
Belis mempunyai nilai historis dan
keluarga besar kedua belah pihak calon
budaya. Historis dimana bawasannya
mempelai dan menjaga kekerabatan.
pemberian belis dalam tradisi masyarakat
Sedangkan nilai ekonomi dari "belis" ialah
Insana, suatu tradisi yang dilestarikan sejak
dengan kembalinya pergantian rugi atas
nenek moyang. Belis itu tidak dikarang atau
kelelahan dari orangtua perempuan yang
dibuat-buat. Nilai budaya dimana hal
telah menjaga dan merawat serta
pemberian "belis" dalam tradisi perkawinan
membesarkan belum lagi menyekolahkan
masyarakat Insana merupakan tradisi yang
perempuan hingga tumbuh besar dan
bukan hanya karena sering dilakukan terus
menjadi seorang perempuan yang cantik
menerus namun lebih kepada menjaga dan
dan harus meninggalkan mereka untuk
menggabungkan adat-istiadat didalamnya
tinggal dan hidup bersama pria.
118 |JURNAL AGASTYA VOL 08 NO 01 JANUARI 2018
C. Pemberlakukan "belis" dalam tradisi pria serius dan bertanggung jawab dengan
perkawinan di Insana anak perempuan yang ingin dinikahi itu.
Suatu daerah tentu mempunyai Ungkapan yang senada juga
kebudayaan atau tradisi yang sudah dipakai disampaikan oleh FH-2 mengatakan bahwa:
atau diberlakukan sejak dahulu kala. Dan Atoen Insana, kalau tauab le tentang
nansa npaek beles bin urusan matsao’sa
tentu kebudayaan atau tradisi itu
loh ala’ha tak nane moe’le ben nokoh
mempunyai suatu makna yang penting. Bagi unu’ neofun beles le nane tradisi aih
adat-istiadat le kaisa hit kat pio taenle
kebanyakan orang yang belum paham akan
fah. Neofun beles bit le hit hianlah nmui
kebudayaan atau tradisi itu akan menjadi hubungan nok mas okan sin
(Wawancara: 03 Juni 2017).
suatu pertanyaan besar dalam benak
Masyarakat Insana dalam tradisi
mereka mengapa tradisi itu harus ada
perkawinan memberlakukan "belis" karena
dalam kehidupan masyarakat ini. Itupun
"belis" adalah tradisi atau adat-istiadat yang
yang menjadi suatu pertanyaan mengapa
tidak boleh diabaikan. Sebabnya "belis"
"belis" diberlakukan dalam tradisi
dalam kepercayaan tradisi memiliki
perkawinan masyarakat Insana.
hubungan dengan leluhur. Adapun hal yang
Dalam penelitian ini seperti yang
sedikit berbeda disampaikan oleh FH-3 yang
diungkapkan oleh FH-1 tentang
mengungkapkan bahwa:
pemberlakuaan "belis" dalam tradisi
Bin Insana kalu ta’uab soal matsao’sa
perkawinan masyarakat Insana yang
berarti ta’uab soal beles msat nane pasti.
mengatakan bahwa: Kalu tek tanok tentang le nansa mah hit
bin ih harus paek "belis" ai nansa
Hit tabal ih tpaek beles kah untuk
matsao sa harus tek beles nane le
selama het sos bife atau ta’sosa’ hit
pertama neofun noko unu’ loh on nan
anfeto tapi tpaek beles bin matsao’sa
harus tatuin hit budaya talah leh muni
naeofun hit be’e mah na’i sin paekben
ih. Onat neofun beles nane istilah terima
nokoh unu. Onat le beles le nan msat neo
kasih neo le bife in aina-ama karna in
het tahian kalu anmone le nane serius
aina ama mui ji’ana feto in nahoen,
nok hit anfeto artinya bisa tanggung
na’naebe, naskolbeh, napaek beh talah in
jawab (Wawancara: 01 Juni 2017).
anfeto na’nae onat namas on le ih le hom
Dalam kehidupan berbudaya kita, loeme he him matsao. Onat matsao
milael mek au anha neo hi umeh ben,
tidak selamanya memakai tradisi "belis"
mitam au ana neo hi uem leu ben jadi lo
artinya menjual atau membeli perempuan le istilah terima kasih ih ho baen neo
kauh karna natuin le auih le ho bisa
tapi kita memakai tradisi "belis" karena ini
mupen bife on au anfeto ih (Wawancara:
adalah suatu budaya yang sudah dipakai 05 Juni 2017).
sejak lama oleh nenek moyang kita. Dan Di Insana, kalau berbicara tentang
juga pemakaian "belis" dalam perkawinan perkawinan berarti berbicara tentang
itu juga sebagai salah satu bukti bahwa jika "belis", dan itu pasti.kalau berbicara tentang
mengapa dalam kehidupan mayarakat
BELIS: TRADISI PERKAWINAN MASYARAKAT INSANA………| 119
Insana harus memakai "belis" dalam tradisi yang tua ini. Adapun hasil yang didapat dari
perkawinan yang pertama itu karena penelitian ini mengenai tradisi belisdari
merupakan budaya yang sudah terjadi tahun 2000 sampai 2017, seperti yang
turun-temurun yang sudah diwariskan dan diungkapkan oleh FH-1:
harus terus diikuti budaya hingga sekarang. Beles tea lekah msat in tetap beles
hanya kalu ta’uab hanya in berubah bin
Kedua, "belis" itu merupakan
le jumlah. Unu’, beles le nane atone
ungkapan terima kasih untuk orangtua nbaen npaek naijan, loe perak, mnatu,
bjaemeto, bijae mok bete mah tais. Muni’
pihak perempuan karena dia sudah
ih atone sistem nbaen mnui nabal
melahirkan, menjaga, merawat, menafkahi, dulang hiut. Nmui istilah napaek na’fani
jianfeto, onat kalu in ana naskola naek
dan menyekolahkan anak perempuannya
beles msat nasaeb, kalu in nokoh
hingga tumbuh besar seperti sekarang ini keluarga naek lof in anha msat banit ih
mahal. Bife in aina ama in nasaeb leh
hingga ada yang jatuh cinta dan mau
beles nan eneofun bianin natuin le atone
menikah dengannya. bian sin kebiasaan te (Wawancara: 01
Juni 2017).
Jika sudah menikah, tentu anak
perempuan anak dibawa ke rumah laki-laki "Belis" itu sampai kapanpun akan
dan tinggal disana sedangkan orangtua anak tetap "belis" hanya jika berbicara tentang
perempuan tidak punya apa-apa. Inilah situasi sekarang tentu ada sedikit
bentuk ungkapan terima kasih dna perubahan dan pergeseran dalam artian
penghargaan terhadap keluarga pihak jumlah. Dulu, sistem pembayaran "belis"
perempuan dan ungkapan menghargai orang-orang memakai bidang tanah, uang
derajat perempuan. perak, emas, sapi, kerbau dan hasil tenunan
D. Pergeseran makna "Belis" Tahun berupa kain tenun. Sekarang sistem
2000-2017 pembayaran "belis" itu memakai istilah
Suatu kebudayaan yang sudah ada membawa tujuh dulang yang mempunyai isi
sejak dahulu dan merupakan warisan dari berupa-rupa.
nenek moyang yang mendiami suatu Ada juga yang jika anak
masyarakat, terlebih lagi kebudayaan atau perempuannya berpendidikan tinggi tentu
tradisi itu masih terus bisa berkembang di "belis" yang akan dibayar berbeda atau
tengah masyarakat yang terus-menerus lebih mahal serta jika anak permepuan itu
mengikuti perkembangan zaman tentu dari keluarga besar atau terpadang, meski
mempunyai pergeseran nilai atau bukan berdarah bangsawan "belis" pun ikut
perubahan. Salah satunya yakni "belis" yang mahal. Adapula dari beberapa keluarga atau
merupakan tradisi yang sudah ada sejak marga lain ikut kebiasaan orang lain atau
lama dalam masyarakat Insana yang masih suku lain dan tidak mau kalah dalam
terus-menerus berkembang hingga diusia mematok harga bayar "belis". Pendapat
120 |JURNAL AGASTYA VOL 08 NO 01 JANUARI 2018
yang sama juga diungkapkan oleh FH-2 yang perkawinan terlebih lagi perkawinan adat.
mengakatan bahwa: Dalam masyarakat Insana yang mempunyai
istilah bayar "belis" atau mahar, tentu
Hit tabal ih kah bisa fah he tak belsa
lo tetapha, lof tiap fam sin jah lof onle mempunyai bentuk atau jenis seserahan
naik’nin. Keluarga es nok sin mes’mese
yang berbeda dengan "belis" atau mahar di
teh naikan. Loh le beles ih tabal ih unu te
alaha btaen loe perak mah mu’it. Muni daerah lain. Berikut adalah ungkapan dari
ih, alaha hem baen loet. Nes-nes kalu in
FH-1 yang mengatakan bahwa:
anfeto naskolah naek lof sin tekas ijah
naek. (Wawancara: 03 Juni 2017). Kalu hen matsao, lof le atone nane
Kita di sini tidak bisa dikatan kalau nsiap naen nak he nek sa’sa’. Bin Insana
biasa loh loet perak, kalu loet perak
"belis" itu akan tetap saja dan tidak ada kanmuifa lofan sekal nok loet kertas
biasa. Lofan mnui nok mu’it nane lof
perubahannya, perubahannya itu pasti
bijae lah mese kah nuh’ ai bijae meto
tergantung cara pandang keluarga pihak tapi jarang kan paek kah bijaemeto ben.
permpuan karena sekarang di era ini Onat mui nok oema putu-ai malala nane
in up’fa lebih naek. Biasa rata-rata tabal
apalagi beberapa tahun terakhir mereka hit ih nbaen le oema putu ai malala nane
biasa juta boa’nuh tea juta nim. Nane
lebih lihat kepada status pendidikan anak
biasa nbaen pas malam adat. Baba’ sin
perempuan. Jika tingkat pendidikannya biasa mui peranan khusus dalam te
tinggi maka bayaran "belis" yang harus matsaosa. Lof sinan esan teak le beles
bianin selain leoe maputu ai
dibawa pun sedikit berbdeda atau malala(Wawancara: 01 Juni 2017).
cenderung lebih mahal atau tinggi. Kalau mau menikah, tentu dari pihak
Terdapat perbedaan dengan kedua laki-laki sudha terlebih dahulu
pendapat di atas, seperti yang diungkapkan mempersiapkan segala sesuatu yang
oleh FH-3 tentang nilai "belis" setiap berkiatan dengan apa-apa saja yang harus ia
dekadenya bahwa: bawa. Di Insana, biasanya sistem
Beles in up’fa berubah aih naikan pembayaran "belis" yang sering dijumpai
nane neofun mnui hubungan nok nilai
ialah uang perak itu nilainya mahal sekali
ekonomi mah nok le loeta msat.
(Wawancara: 05 Juni 2017). dan sulit dijumpai maka akan diuangkan
Belis nilainya berubah atau sedikit saja dengan uang kertas. Lalu adapula
mendpaat pergeseran karena mempunyai hewan atau ternak yang dibawa berupa sapi
hubungan dengan nilai ekonomi dimana dan kerbau namun kerbau sudah jarang
berubahnya nilai rupiah). sekali jadi hanya sapi yang berkisar satu
E. Jenis "belis" yang menjadi seserahan sampai tiga ekor.
atau simbol sahnya perkawinan Adapun istilah air susu ibu, itu
Tiap daerah atau suku masyarakat biasanya berbeda lagi. Patokannya biasa
tertentu mempunyai ciri khas tersendiri sekitar dua puluhan juta sampai lima puluh
dalam memandang dan menjalankan tradisi juta dan harus dibawa saat malam adat. Di
BELIS: TRADISI PERKAWINAN MASYARAKAT INSANA………| 121
Insana, jika upacara menikah, Om kandung ibu dan untuk yang ketiga ialah bentuk
dari perempuan atau saudara kandung dari hormat kepada paman dari saudara laki-laki
Ibu akan punya peranan penting dlaam ibu. Pendapat lain juga diungkapkan oleh
meminta seserahan namun tidak dalam hal FH-3 yang mengatakan bahwa:
air susu ibu. Adapun pendapat yang hampir Bin hit ih kalu atone hen matsao
lofan nek leh beles nane huma’-huna’.
sama diungkapkan oleh FH-2 bahwa:
Tahap awal lofan nek tio-oko atau puah
Bin Insana ih kalu he adat tetang matotis maon matotis. Ijah biasa nakam
amatsao’sa, lofan mui tiga urutan biasa tahap awal hen toten bife noko atone in
le pertama inja tio-oko atau puah keluarga. Nane lofan nek le tuah, loeta
matotis maon matotis. Ijah biasa nakam an’nes nok mamat. Kalau bin in adat ben
tahap awal hen toten bife noko atone in mui nakam oe maputu ai malala nane le
keluarga. Kedua, oe maputu ai malala hit tak an beles nane lofan nek loet
ijah onle simbol penghargaan le in jumlah noko bife in aina sinan toten,
baentah loh suk. Ketiga, puah mnais onat lofan nek’ken ten dulang hiut nane
manu mnasi atau puah oe nun-manus oe nokoh mnatu, sabalu, istilah napaek
nun. Nokoh le teon’in ih hen tek oe na’fani le bife lah. Onat nk bijae
maputu-ai malala biasa le hen toet nane (Wawancara: 05 Juni 2017).
lof bifelah in aina-ama hone nan ehe nek
loet mah mah mu’it onat puah mnasi Di wilayah masyarakat Insana jika
manu mnasi nane lof het tek le nan lof
dalam hal perkawinan dan pembahasan
noko atoen amaf ai sin baba’, aina in
na’o hone(Wawancara: 03 Juni 2017). tentang "belis" bawaan akan bermacam-
Dalam masyarakat Insana jika macam.Tahap awal dalam hal melamar akan
berbicara tentang perkawinan adat ada tiga dibawakan sapi atau minuman alkohol
macam jenis tahapan dalam perkawinan kampung, beberapa jumlah uang yang tidak
Insana dan itu berbeda setiap bawaannya. smapai pada nilai juta, dan sirih pinang.
Yang pertama yakni permintaan awal dari Lalu dalam tahap adatnya itu biasa
pihak laki-laki yang meminta izin kepada akan dibawakan tujuh dulang didalamnya
keluarga permepuan dengan membawa sudah termasuk air susu ibu. Itu berupa
sirih pinang, beberapa uang, dan sopi yang uang, uang perak, emas, pakaian untuk
merupakan bawaan secara spontan dari wanita dari ujung kaki sampai rambut. Dan
pihak laki-laki. juga membawa ternak berupa sapi.
Kedua adalah air susu ibu yang F. Tanggapan masyarakat Insana
merupakan sebuah simbol dari terhadap budaya "belis"
penghargaan terhadap orang tua Masyarakat Insana menjadikan
perempuan dan yang jumlahnya juga "belis" sebagai salah satu syarat dalam
terbilang luamayan. Sedangkan yang ketiga tradisi perkawinan mereka.. "Belis" yang
ialah jenis bawaan untuk para paman dari sudah ada sejak lama dan terus-menerus
ibu kandung. Dari ketiga jenis diatas, yang dilestarikan dalam kehidupan masyarakat.
menjadi hak utuh orangtua ialah air susu "Belis" yang merupakan suatu simbol
122 |JURNAL AGASTYA VOL 08 NO 01 JANUARI 2018
adat. "Belis" juga diadopsi oleh masyarakat masyarakat Insana namun "belis"
Insana dalam tradisi perkawinan. diyakini oleh masyarakat Insana sebagai
Melalui wawancara kepada orang suatu tradisi yang telah ditinggalkan oleh
tua dan tua adat di Insana, diketahui bahwa para leluhur. Dikatakan memiliki nilai
sejarah "belis" dalam tradisi perkawinan historis karena "belis" sudah ada dan
Insana merupakan suatu kebudayaan atau melekat dalam diri masyarakat Insana.
tradisi yang dianut oleh para leluhur atau "Belis" lahir dan tumbuh dari jiwa
nenek moyang masyarakat Insana yang masyarakat Insana melalui para leluhur.
telah mengadopsi kebiasaan dari para Raja. Dengan adanya "belis" maka derajat
Menurut cerita bahwa konon, seorang wanita diangkat dan dihargai.
leluhur mayarakat Insana melihat tradisi Bukan hanya kepada wanita saja, namun
perkawinan dari para Raja Insana yang kepada orangtua wanita melalui "belis"
mendapat bingkisan atau seserahan dari air susu Ibu. Masyarakat Insana percaya
calon mempelai pria dari putri mereka bahwa "belis" dan perkawinan adat
berupa emas, uang perak, tanah, tenunan, dalam masyarakat Insana adalah sesuatu
sapi, dan kerbau sehingga para leluhur yang tidak bisa dipisahkan.
msayarakat Insana mengadopsinya dalam 2. Nilai Budaya
tradisi perkawinan mereka. Perkawinan adalah hal yang sakral.
Leluhur masyarakat Insana melihat Perkawinan adat merupakan suatu yang
suatu perkawinan sebagai suatu yang sakral perkawinan yang dilangsungkan secara
dan sangat dijaga. Leluhur mayarakat adat dan juga dalam kehidupan
Insana melihat bahwa "belis" merupakan masyarakat Insana, perkawinan adat
suatu bentuk penghargaan kepada seorang dilaksanakan dengan permohonan izin
wanita dan juga sebagai suatu bentuk tanda dari para leluhur. Tradisi perkawinan
terima kasih kepada orangtua wanita oleh masyarakat Insana tidak terlepas dari
sebab itu "belis" dipakai dan dijadikan "belis". "Belis" dalam masyarakat Insana
budaya masyarakat Insana hingga kini. dipandang sebagai sesuatu nilai budaya
B. Nilai Yang Terkandung Dalam "Belis" karena ikut melestarikan budaya yang
Seperti halnya "belis", mempunyai telah ditinggalkan oleh leluhur.
nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu: Masyarakat Insana menaruh "belis"
1. Nilai Historis dalam suatu tingkatan penting sebab
"Belis" bukan hanya dipandang dengan "belis", mereka telah
sebagai suatu bawaan atau seserahan menjalankan upacara yang ditinggalkan
yang sifatnya memberatkan pihak laki- oleh leluhur terus-menerus. Sehingga
laki dalam tradisi perkawinan di jika berbicara soal perkawinan maka
124 |JURNAL AGASTYA VOL 08 NO 01 JANUARI 2018
berbicara juga tentang "belis" yang "belis" mulai mengalami pergeseran. "Belis"
merupakan suatu nilai budaya yang erat sudah meninggalkan nilai yang
hubungannya dengan masyarakat Insana. sesungguhnya dan beralih pada tingkat
Sesuai dengan uraian tentang nilai yang menghitung untung dan rugi atau lebih
terkandung dalam"belis" pada tradisi kepada melihat seberapa besar pengeluaran
perkawinan masyarakat Insana, "belis" orangtua terhadap anak perempuannya dari
mempunyai nilai khusus yang bukan kecil hingga dewasa.
hanya dinilai sebagai suatu tradisi yang Berbeda lagi dengan yang terlahir
tanpa nilai dan hanya menjadi beban bagi dari keluarga bangsawan maka "belis" nya
kaum laki-laki yang ingin menikah. akan semakin mahal. Jika dilihat dari kaum
"Belis" mempunyai kapasitas sendiri awam, maka anak perempuan yang
yang dianggap bukan hanya soal barang memiliki pendidikan yang tinggi maka
bawaan ataupun suatu desakan namun "belis"nya pun akan berbeda dengan yang
lebi daripada itu, "belis" mempunyai nilai hanya sebatas SMA atau SMP. Dan juga
budaya yang melestarikan suatu upacara adanya pergeseran nilai rupiah dan sulitnya
yang sejak dahulu telah dilakukan untuk mendapatkan uang perak maka diganti
terus berkembang di dalam kehidupan dengan bawaan yang lain.
masyarakat. Dalam pengertian yang diketahui
C. Latar Belakang Pergeseran makna "belis" yang merupakan bentuk
"belis" Tahun 2000-2017 penghargaan kepada perempuan dan juga
Makna filosofi "belis" yang bentuk terima kasih kepada orangtua
sesungguhnya adalah sarana pengikat tali perempuan di mana di Nusa Tenggara
silahturami antara keluarga atau marga Timur pada umumnya yang mengikuti garis
yang saling menihkan anaknya dan keturunan Ayah (patrilineal) adalah hasil
berharap dapat membangun kehidupan tradisi yang ditinggalkan oleh leluhur
saling menolong. Kearifan budaya yang namun semakin ke zaman yang modern
terkandung dalam konsep "belis" adalah "belis" mendapat pergeseran makna.
kekuatan atau daya adat-istiadat dalam Jika sebenarnya "belis" dibayar
kepercayaan masyarakat Insana. dengan uang perak, emas, sapi, kerbau,
Dahulu "belis" dapat berupa benda- tanah, dan kain tenun maka sekarang
benda yang sulit didapat seperti uang perak pengganti atas uang perak yang sudah
dan juga jumlahnya selalu sesuai dengan langkah akan diuangkan dengan jumlah
kebiasaan yang ada dalam marga tertentu. yang tidak sedikit diantaranya diatas Rp.
Pada kurun waktu sekitar penghujung tahun 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).
1990-an dan masuk pada tahun 2000, Antara air susu ibu dengan bawaan wajib
BELIS: TRADISI PERKAWINAN MASYARAKAT INSANA………| 125
lain yang harus dipersiapkan oleh pihak uang. Dalam wawancara yang dilakukan
laki-laki sudah keluar dari makna "belis" terhadap tua adat, pergeseran nilai dari
yang sebenarnya, istilahnya pada tujuh "belis" merupakan hasil dari perundingan
belas tahun terakhir pada masyarakat orangtua dan hampir semua di Insana sudah
Insana, "belis" sudah tidak melihat lagi dari mengikuti tradisi dari suku lain diluar
pengertian "belis" yang sebenarnya dan Insana.
lebih memperhitungkan nilai ekonomi. Namun masyarakat Insana tidak
Sesuai dengan data yang didapat, mematok "belis" lebih mahal dari suku luar
pada tahun 2000 sampai tahun 2005, tradisi Insana yang "belis"nya di atas Rp.
"belis" tidak jauh berbeda dengan tahun- 60.000.000 (enam puluh juta rupiah).Yang
tahun sebelumnya hanya saja dengan sulit lebih mendasar dari pergeseran makna
mendapatkan uang perak, maka sudah "belis" hanyalah antara pendidikan dari
mulai diuangkan dan tetap dengan bawaan anak perempuan yang ingin dinikahi dan
lainnya. Pada tahun 2005 sampai tahun juga status atau latar belakang keluarga
2010 pergeseran makna "belis" mulai jelas bangsawan atau awam.
terlihat dengan pematokan harga dari Penutup
sejumlah suku dan keluarga tanpa melihat A. Simpulan
latar belakang mereka namun hanya Berdasarkan hasil penelitian
mengikuti tradisi dari suku lain di luar tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut.
Insana dengan membayar "belis" lebih 1. "Belis" memiliki nilai yang erat
mahal lagi dan disesuaikan dengan tingkat hubungannya yakni nilai historis dan
pendidikan dengan ditambahnya jumlah nilai budaya. Dimana nilai histroris dari
uang dan jumlah sapi atau ternak yang "belis" ialah suatu peninggalan tradisi
harus dibawa. dari leluhur dari masyarakat Insana dan
Sedangkan pada kurun waktu antara diyakini memiliki hubungan erat dengan
tahun 2010 sampai tahun 2017, jelas leluhur melalui adatnya. Sedangkan nilai
terlihat berbeda dengan tahun-tahun budaya dari "belis" yakni "belis" masih
sebelumnya sebab dilihat dari nilai ekonomi terus dilaksanakan oleh semua golongan
dan nilai mata uang rupiah. Contohnya, jika dalam masyarakat Insana dan
pada tujuh tahun lalu seorang wanita yang merupakan tradisi yang erat
berlatar belakang pendidikan D3, "belis" hubungannya dengan kehidupan
yang dibawa oleh calon suaminya sekitar masyarakat Insana dalam proses sakral
Rp. 20.000.000, maka pada tahun ini sudah sebuah perkawinan.
tidak lagi dengan nilai tersebut namun 2. Makna "belis"yang mendapat pergeseran
dinaikan sedikit sesuai dengan nilai mata dalam kurun waktu 2000 sampai 2017
126 |JURNAL AGASTYA VOL 08 NO 01 JANUARI 2018
atau 17 tahun terakhir dikarenakan Hamid, R. & Madjid, S. 2011. Pengantar Ilmu
Sejarah. Tamalanrea: Ombak.
adanya pergeseran nilai mata uang,
Rendra. 1983. Mempertimbangkan Tradisi.
sulitnya mendapatkan uang perak dan Jakarta: Gramedia.
kerbau sehingga diuangkan dalam Soebadio, H, dkk. 1981. Adat-istiadat Nusa
Tenggara Timur. Jakarta:
bentuk uang kertas. Pergeseran makna Depertemen Pendidikan dan
"belis" dikaitkan dengan latar belakang Kebudayaan
Soebadio, H, dkk. 1983. Adat dan Upacara
anak perempuan dari keluarga
Perkawinan daerah Nusa
bangsawan atau tidak, dan juga dikaitkan TenggaraTimur. Jakarta:
Depertemen Pendidikan dan
dengan tinggi rendah pendidikan dari
Kebudayaan.
anak perempuan yang akan menikah Syamsuddin, H. 2007. Metodologi Sejarah.
ditentukan dari pihak perempuan. Bandung: Ombak.
Tamburaka, E. 1997. Pengantar Ilmu
B. Saran Sejarah. Kendari: Rineka Cipta.
1. Bagi masyarakat Insana Usfinit, A. 2003. Maubes Insana: Salah satu
Masyarakat di Timor dengan
Bagi masyarakat Insana agar terus Struktur Adat yang Unik. Kupang:
melestarikan "belis" dalam tradisi Kanisius.
perkawinan adat, namun tetap melihat
dari makna "belis" yang sebenarnya dan
nilai yang terkandung dalam "belis"
dengan tidak terlalu memberatkan
kepada pihak keluarga pria.
2. Bagi Universitas PGRI Madiun
Sebagai tambahan dokumentasi dan
koleksi hasil penelitian sebagai referensi
untuk menambah wawasan serta kajian.
Daftar Pustaka
Alexander, U. 2015. Filsafat Kebudayaan:
Kontruksi Pemikiran
CornelisAnthonie van Peursen dan
Catatan Reflektifnya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Endraswara, S. 2012. Metodologi Penelitian
Kebudayaan. Yogyakarta: UGM
Press.
Greetz, J. 1986. Mojokuto: Dinamika Sosial
sebuah Kota di Jawa. Jakarta:
Pustaka Grafitipress
Hadikusuma, H. 1990. Hukum Perkawinan
Adat. Bandung: Citra Aditya Bakti.