Anda di halaman 1dari 12

Novel Grafis:

Studi Awal tentang


Istilah dan Bentuk
Mohammad Hadid

Abstract rangka untuk mempromosikan komik tersebut,


melainkan ketertarikan saya kepada istilah ‘novel
This article would like to begin a short study grafis’ itu sendiri.
on the term ‘graphic novel’. As we can see, the term Sebagian dari mereka yang akrab dengan
is problematic. Most arguments shaped around dunia komik, atau berkarya menghidupi
‘graphic novel’ clearly show that the works have dunia seni dengan membuat komik mungkin
been regarded as a part of literature, while the mengenal istilah ‘novel grafis’. Istilah ini cukup
others have been considered the term as a form populer di kalangan komikus yang memiliki
of sequential art which has lengthened story. The ambisi untuk menciptakan komik berkualitas,
aim of this article, then, is to deconstruct the term populer juga bagi pembaca yang menilai bahwa
‘graphic novel’ by pointing out the weaknesses, both sebuah komik yang sedang mereka pegang
through the meaning of the term and also by means memiliki kualitas yang luar biasa, dan sebuah
of the discourses that have been strengthened with istilah yang digunakan oleh penerbit untuk
some episteme built with the essence to justify the mempromosikan komoditas mereka (lewat
meaning of graphic novel amidst the discourses of pencantuman kata-kata ‘novel grafis’ di bagian-
sequential art. bagain tertentu dari fisik sebuah buku) dengan
maksud untuk menambah nilai simbolik: bahwa
Keywords: graphic novel, sequential art, produk yang mereka terbitkan berbeda dengan
literature, episteme. komik lain.
Meskipun istilah ini cukup populer, namun
bukan berarti tidak ada yang bisa dipertanyakan
Pengantar atasnya. Tulisan ini adalah sebuah studi awal
Tahun lalu di sebuah forum internet, saya untuk mendekati masalah yang ditimbulkan
menemukan sebuah tempat diskusi di mana oleh istilah ‘novel grafis’ itu sendiri. Masalah
seorang komikus mempromosikan komik yang saya maksud berkisar pada istilah itu
ciptaannya yang berjudul The Lance Cane sendiri yang walaupun hakikatnya tidak jelas,
dengan sebutan ‘novel grafis’. Sang komikus namun masih sering dipakai dalam kebanyakan
tidak memakai nama asli di forum tersebut, wacana tentang komik yang digagas di
melainkan mamakai sebuah inisial; namun Indonesia. Lebih jauh lagi, menurut saya ada
perihal karyanya itu, ia sempat menulis kalimat beberapa hal yang memang patut dipertanyakan
yang berbunyi begini: “sebuah novel grafis ulang di seputar istilah tersebut, terutama
adalah sebuah karya naratif di mana cerita ini yang diwakili oleh beberapa pertanyaan: 1)
disampaikan kepada pembaca menggunakan kalau memang benar bahwa ‘novel grafis’
seni sekuensial baik dalam desain eksperimental lebih berkualitas dibandingkan dengan komik
atau secara tradisional komik format.”1 Apa yang biasa, maka apa yang membuatnya berbeda?
saya mulai melalui artikel ini bukanlah dalam 2) bisa ditambahkan pula, bentuk-bentuk
A R S Jurnal Seni Rupa & Desain 6
Novel Grafis: Studi Awal
tentang Istilah dan Bentuk

visual macam apa yang bisa dilahirkan oleh Tentu saja sebuah komik pun bisa diciptakan
novel grafis? Dan 3) Apakah bentuk-bentuk berdasarkan eksperimen bentuk yang dilakukan
visual tersebut berbeda jika dibandingkan oleh komikusnya, dan hal ini merupakan
dengan komik biasa? Guna memberi gambaran sebuah fenomena umum yang bisa dengan
mengenai ‘novel grafis’, saya akan sedikit mudah ditemukan di dunia penciptaan seni.
menjabarkan segi historis kemunculan istilah Maksudnya, semua komikus bisa melakukannya
ini dan esensi dari istilah ‘novel grafis’, untuk dan ini bukan merupakan fenomena baru. Jika
kemudian memasuki komplesitas dan problem tidak ada perbedaan mendasar antara keduanya,
yang dimunculkan oleh istilah tersebut. Setelah lalu untuk apa menciptakan distansiasi dengan
itu, sebuah perbandingan singkat antara satu menggunakan istilah ‘novel grafis’ untuk
judul ‘novel grafis’ (Mantra karya Azisa Noor) kemudian melekatkannya dalam sebuah karya
dengan komik biasa (Bengal karya Bayu Indie) sequential?
juga akan dilakukan di sini. Tulisan ini saya Dilihat secara harfiah, istilah ‘novel grafis’
tutup dengan sebuah kesimpulan yang bernada pun terdengar memiliki definisi yang begi kabur.
menggugat, yakni apakah istilah tersebut patut Kekaburan istilah itu bisa dilacak pertama-tama
untuk terus dipakai untuk menyebut komik dari konteks makna yang dilekatkan kepadanya:
yang “berkualitas” (yang berarti berbeda dengan ‘novel grafis’ yang didefinisikan sebagai
komik biasa) atau tidak mesti dipakai lagi. terminologi yang memiliki makna leksikal
sebagai ‘buku komik berformat panjang’, dan
Apa itu Novel Grafis? atau ‘buku-buku komik yang setebal buku yang
‘Novel grafis’ merupakan istilah yang dimaksudkan untuk dibaca sebagai sebuah
problematis dalam arti bisa menimbulkan cerita’. Sementara di sisi lain, istilah ini mesti
debat di seputarnya, terutama di wilayah pro dipahami dari konteks di mana ia merupakan
dan kontra atas istilah tersebut. Saya sendiri istilah ciptaan dunia komik Barat atau lebih
termasuk orang yang kontra dengan istilah tepatnya Amerika Serikat. Istilah ini kemudian
tersebut. Saya akan memulai keberatan saya mulai dikenal di belahan dunia lain, dan dipakai
dengan meminjam ujaran seorang komikus untuk membuat distingsi antara komik yang
yang saya kutip di atas, di mana meskipun ia disebut sebagai ‘novel grafis’ dengan komik
melekatkan istilah tersebut pada karyanya, biasa.
namun sesungguhnya tidak ada jarak yang Segi historis tentang kelahiran ‘novel grafis’
dibuat untuk menegaskan perbedaan antara pernah dibahas oleh Hikmat Darmawan dengan
‘novel grafis’ dengan komik biasa. Bahwa antara menyebut bahwa pada November 1964, istilah
‘novel grafis’ dengan komik menyajikan hal yang tersebut dipakai pertama kali oleh Richard
sama, yaitu narasi. Kyle melalui sebuah Newsletter untuk para
Selanjutnya, meskipun menggunakan anggota Amateur Press Asssociation. Ia menulis
istilah ‘novel grafis’, namun dugaan saya bahwa istilah itu pertama kali disematkan pada
terhadap sang komikus adalah dia ingin 1976 dalam halaman judul dan bagian sampul
menegaskan bahwa tidak ada distansiasi antara lipat Beyond Time and Again karya George
keduanya. Hal ini tersurat dalam ujarannya Metzger.2 Yang juga menarik dalam tulisan
sebagaimana telah saya kutip di atas, yakni Hikmat Darmawan adalah ia sepakat dengan
‘novel grafis’ bisa menggunakan format komik istilah ‘novel grafis’ karena menurutnya istilah
tradisional atau menggunakan eksperimen ‘komik’ sudah mengalami peyorasi sedemikian
tertentu untuk menghasilkan bentuk baru. rupa sehingga perlu ada kesegaran untuk

Nomor : XVI / Mei - Agustus 2012


A R S Jurnal Seni Rupa & Desain 7
Novel Grafis: Studi Awal
tentang Istilah dan Bentuk

membuat yang disebut terakhir itu menjadi sebuah karya bisa disebut ‘novel grafis’? Apakah
lebih bergengsi. Jadi rupanya kebutuhan akan sebuah buku komik yang memiliki tebal antara
gengsi karya jauh lebih penting dibandingkan 20-30 halaman bisa disebut novel grafis, atau
memberi pemahaman tentang ‘novel grafis’ yang jumlah halamannya bisa lebih dari itu? Kriteria
komprehensif, bertanggung jawab, dan yang komik panjang yang tidak jelas inilah yang
terpenting intelektual! membuat istilah tersebut terdengar main-main,
Tentu dari penjelasan Darmawan seperti maksudnya jelas bahwa ada pretensi bahwa
yang saya kutip di atas, orang bisa berasumsi sebuah karya sequential bisa disebut sebagai
bahwa karena bergengsi, maka komik yang ‘novel grafis’ jika ia memiliki jumlah halaman
dilekatkan istilah ‘novel grafis’ sudah pasti yang banyak juga ia wajib memiliki cerita. Tentu
memiliki kualitas tanpa perlu dijelaskan lagi saja sebagian besar komik punya cerita dan tidak
– dan ia memang luput untuk menjelaskan peduli apakah cerita yang disajikan jelek atau
tentang konteks macam apa yang ikut bagus, semuanya bisa disebut tidak biasa jika ada
memunculkan istilah ‘novel grafis’; misalnya, banyak jumlah halaman yang disajikan. Tentu
ukuran-ukuran apa yang dipakai oleh Kyle saya tidak berlebihan jika mengatakan bahwa
ketika melontarkan istilah ‘novel grafis’ tidak ukuran semacam ini terkesan mengada-ada.
ada seorangpun yang tahu karena Darmawan Masih dari segi istilah, beberapa orang masih
sendiri tidak menjelaskannya meskipun pada yakin bahwa ‘novel grafis’ berbeda dari komik
keseluruhan tulisannya, ia turut memberi biasa, terutama bila dilihat dari sudut pandang
definisi ‘novel grafis’ yang hasilnya sama dengan cerita yang dihasilkan maupun bentuk formal
apa yang tulis di paragraf sebelumnya. Dengan dari karya itu sendiri. Francisca Goldsmith
demikian, ada praduga hipotetif di sini, bahwa menjelaskan ‘novel grafis’ yang diamininya
istilah novel grafis merupakan penanda kosong sebagai bentuk karya yang serupa dengan
yang bisa begitu saja dicantumkan di atas sequential art narratives.3 Di dalam semesta
sampul buku komik tanpa pembaca perlu tahu pengkaryaan komik, istilah sequential art tentu
apa sebenarnya istilah tersebut. Begitu istilah tidak asing lagi, di mana ini dipakai sebagai
‘novel grafis’ dilekatkan dalam sebuah komik, makna penjelas yang selalu diikutkan ketika
maka ia sudah sahih untuk disebut sebagai karya orang mendefinisikan medium komik.4 Yang
yang berbeda dari komik biasa, berkualitas, dan cukup mengherankan, Goldsmith membedakan
lebih bergengsi. ‘novel grafis’ dengan komik strip dan buku
Keberatan lain saya terhadap segi harfiah komik berdasarkan ikatannya terhadap narasi.
istilah itu sendiri berkisar pada sebuah Artinya bagi dia, ‘novel grafis’ merupakan
pertanyaan: apakah komik “biasa” tidak medium sequential art yang memiliki busur
memiliki cerita atau malah cerita panjang? cerita (story arc) berupa awal (beginning),
Bukankah judul Bengal karya Bayu Indie tengah (middle), dan akhir (End).5 Untuk
juga bisa dikategorikan sebagai ‘novel grafis’ sebuah pengertian tentang novel grafis, definisi
karena halamannya berjumlah 217 dan juga semacam ini tentu sangat kaku dan terburu-
memiliki cerita, meskipun jelas bahwa baik buru karena lagi-lagi mengabaikan kenyataan
komikus maupun penerbitnya sendiri (Elex penting bahwa buku komik pun memiliki
Media Komputindo) tidak pernah melabelinya kaidah formal yang serupa dengan ‘novel grafis’:
dengan istilah tersebut? Masalah ini bisa ada cerita yang dituturkan lewat gambar dan
kian diperumit dengan gugatan: bagaimana kata-kata, dan memiliki pembuka, bagian
menentukan kriteria panjang cerita sehingga tengah, dan akhir. Berdasarkan asumsi tersebut,

Nomor : XVI / Mei - Agustus 2012


A R S Jurnal Seni Rupa & Desain 8
Novel Grafis: Studi Awal
tentang Istilah dan Bentuk

sebenarnya tidak ada alasan kuat bagi para yang agak berbeda dari apa yang telah saya tulis
pengamat komik – bahkan komikus sendiri – di atas.
untuk membuat jurang perbedaan antara komik Gambaran yang saya maksudkan di sini
dengan ‘novel grafis’. didapat dari esei itu sendiri yang ditulis
Jika dari segi istilah, ‘novel grafis’ dipahami dengan menggunakan metode wawancara yang
sebagai bentuk karya yang memiliki narasi dan/ diterapkan untuk mengetahui perspektif 12
atau cerita yang disajikan dalam jumlah halaman pustakawan Lee County Library, Mississippi,
yang banyak, maka sudah pasti bahwa sudut terhadap istilah tersebut. Dengan metode
pandang inilah yang menjadi ukuran penilaian semacam ini, ia memberikan gambaran
dari segi bentuk, yang dilontarkan supaya yang cukup menarik di mana argumen yang
sebuah karya sequential bisa disebut dengan dibangun melalui keseluruhan esei sempat
cara demikian. Lebih lanjut lagi, segi harfiah menyebut bahwa ‘novel grafis’ merupakan
semacam itu merupakan semacam pijakan bentuk sastra (a form of literature) atau
lanjutan yang berguna untuk mengevaluasi setidaknya sastra yang diberi ilustrasi.
istilah ‘novel grafis’ dan terlebih lagi dari sanalah Pandangan yang dikemukakan oleh Stegall-
juga dibangun episteme tersendiri mengenai Armour ini memantik beberapa pertanyaan,
istilah tersebut. Karenanya berangkat dari segi dan juga kebingungan. Namun yang menarik
harfiah, kita akan beranjak membahas segi ia justru memperoleh justifikasinya sendiri
epistemologi yang menurut saya cukup penting untuk membenarkan pandangan tersebut karena
untuk dibahas mengingat diperlukan evaluasi 10 dari 12 pustakawan yang ia wawancarai
yang sifatnya kritis dan normatif terhadap istilah memiliki pandangan yang sama, yakni bahwa
itu sendiri. Hal ini pada gilirannya dimaksudkan ‘novel grafis’ adalah bagian dari sastra.
sebagai sebuah jalan untuk mencermati dan Kebingungan yang saya maksudkan
kemudian membongkar dasar-dasar di seputar sebelumnya berkisar pada dua kunci penting
istilah ‘novel grafis’. Saya akan memulainya dari untuk memahami ‘novel grafis’, yakni karya
sebuah esei. yang memiliki “cerita untuk dewasa” dan
Amanda Stegall-Armour melalui eseinya “bagian dari sastra”. Masing-masing dari kunci
yang berjudul “The Only Thing Graphic is Your tersebut agaknya menjadi semacam kesepakatan
Mind. Reconstructing the Reference Librarian’s yang tidak berarti bahwa keduanya tidak
View of the Genre” menjelaskan novel grafis bisa digugat sama sekali. Keberatan saya bisa
sembari mengutip Merriam Webster, Inc. dimulai dari kunci pertama. Cerita untuk
sebagai “sebuah cerita fiksi untuk dewasa dewasa merupakan semacam kategori penilaian
yang disajikan dalam format komik strip dan kualitas yang sangat cair dan memerlukan
dipublikasikan sebagai sebuah buku”.6 Meski ia ukuran tertentu; kekerasan dan seksualitas,
secara keseluruhan menyatakan keberatannya misalnya, umumnya tema-tema cerita yang
atas pengertian tersebut, namun kutipan yang ditujukan untuk orang dewasa dan tidak cocok
dipilih oleh Stegall-Armour itu menjelaskan dibaca anak-anak. Dan betapapun cari dan
satu lagi dasar penting tentang ‘novel grafis’: tidak jelas kateogori tersebut, tentu saja ini
bahwa segi cerita yang dikembangkan ‘novel tidak cukup guna dipakai sebab kualitas komik
grafis’ ditujukan untuk pembaca dewasa. Lebih salah satunya bisa diukur melalui kompleksitas
jauh lagi, esei yang ditulis oleh Stegall-Armour cerita (kondisi psikologis tokoh-tokoh yang ada,
itu memberikan sebuah gambaran penting pengembangan plot, ambivalensi yang mungkin
mengenai ‘novel grafis’ itu sendiri; gambaran muncul, atau sorotan terhadap ketidakadilan

Nomor : XVI / Mei - Agustus 2012


A R S Jurnal Seni Rupa & Desain 9
Novel Grafis: Studi Awal
tentang Istilah dan Bentuk

dalam masyarakat tertentu), dan bukan dari established. Whereas, literature or story are
apakah ia hanya layak dibaca untuk orang less specific and have broader, less limited
dewasa atau tidak. Artinya kategori-kategori subjective meaning.7
formal yang seharusnya dipakai untuk menilai (Istilah novel memiliki [makna] spesifik,
apakah sebuah karya sequential berkualitas atau berasal dari denotasi di mana pustakawan dan
tidak dikesampingkan. Sebuah karya sequential pembaca sudah menjadi subjeknya dan tidak
disahkan kualitasnya menjadi menjadi ‘novel akan ragu-ragu terlalu jauh dari apa yang telah
grafis’ jika ia sudah memiliki cerita dewasa dan dikembangkan. Sementara, sastra atau cerita
pantas dibaca oleh orang dewasa, tidak peduli tidak memiliki makna khusus dan lebih luas,
apakah cerita yang ada di dalamnya berkualitas tidak terbatas pada makna subjektif.)
buruk. Sementara ‘novel grafis’ memerlukan
pijakan stabil untuk “mensahkan” keberadaan Gugatan saya atas pemahaman yang terlalu
istilah itu sendiri – dan terlebih untuk luas atas sastra di atas adalah: mengapa tidak
menciptakan dasar-dasar konseptual yang akan ada penjelasan atas sifat-sifat sastra yang sangat
dipakai untuk menilai sebuah karya sequential, dibutuhkan untuk mensahkan istilah ‘novel
kategori “cerita untuk dewasa” yang disematkan grafis’, jika yang terakhir ini mau disebut sebagai
kepada ‘novel grafis’ merupakan kategori yang (salah satu) bentuk sastra? Lagipula yang paling
terkesan dibuat asal-asalan. penting di sini adalah: apakah ‘novel grafis’
Yang lebih rancu terdengar tentu saja klaim adalah salah satu bentuk sastra? Terry Eagleton
bahwa ‘novel grafis’ merupakan bagian dari memberikan pemahaman yang diambilnya
sastra. Sudut pandang ini agaknya muncul dari sudut pandang kaum formalisme Rusia,
dari kesan bahwa sastra lebih tinggi hakikatnya yakni sastra merupakan perangkat bahasa yang
daripada komik, oleh karena itu diperlukan memiliki aturan tertentu, struktur, hukum, dan
sebuah justifikasi untuk membuat komik berada perlengkapan yang harus dikaji melalui dirinya
dalam posisi yang sama tingginya dengan sastra. sendiri dan tidak bisa direduksi melalui sesuatu
Frase ‘bentuk sastra’ juga memiliki konsekuensi yang lain.8 Pengertian kunci tentang kesastraan
lain yang tidak bisa dianggap sepele, yakni (literartiness) yang diajukan oleh Eagleton adalah
penilaian akan kesastraan/sifat-sifat sastra bahasa, yang mana kata-kata merupakan bagian
(literariness). Kita tahu bahwa ketika berbicara darinya. Dan sejumlah perlengkapan seperti
mengenai kesastraan sebuah teks, maka kita bunyi, tamsil/perumpamaan (imagery), ritme,
akan dihadapkan pada kekhasan-kekhasan sintaks, irama (metre), sajak, dan teknik narasi
artistik/estetik yang membuatnya pantas merupakan elemen-elemen formal sastra yang
disebut sebagai sastra. Di titik ini, akan sangat tidak bisa diabaikan ketika menilai sebuah teks
wajar bila saya mempertanyakan klaim bahwa sastra. Apa yang membedakan bahasa sastra
‘novel grafis’ merupakan bagian sah dari sastra dengan bahasa biasa adalah deformasinya
karena ada ukuran-ukuran tertentu yang harus terhadap bentuk, atau dengan kata lain,
dipertanggungjawabkan. Tetapi esei Stegall- bahasa yang dipakai oleh karya sastra penuh
Armour menginformasikan pengertian yang dengan elemen-elemen formal seperti metafor,
terkesan menggeneralisir sifat-sifat sastra, seperti metonim, sinekdok, litotes, chiasmus, dan lain
yang terlihat antara lain dalam kalimat berikut: sebagainya – hal-hal yang tidak umum bila
The term novel has a specific, derived dipakai dalam percakapan biasa.9 Jadi meskipun
denotation that librarians and readers alike are ada banyak teks yang diklaim sebagai sastra,
already subject to and will not waver far from namun diperlukan ukuran-ukuran tertentu yang

Nomor : XVI / Mei - Agustus 2012


A R S Jurnal Seni Rupa & Desain 10
Novel Grafis: Studi Awal
tentang Istilah dan Bentuk

digunakan untuk menilai apakah sebuah sebuah Mantra dan Bengal: Sebuah Perbandingan
teks sudah pantas dianggap sebagai karya sastra. Dari segi etimologis dan epistemologis, kita
Meskipun pendekatan kaum formalis Rusia akan mulai beranjak ke segi bentuk. Bagian ini
hanya merupakan satu tolak ukur untuk menilai ingin membandingkan dua karya sequential yang
sastra dan bukan merupakan satu-satunya berbeda dari segi pelabelan, narasi, dan teknik
jalan untuk mendefinisikan sastra, juga bahwa visual. Karya yang pertama adalah Mantra (CV
saya sepenuhnya sadar terhadap generalisasi Curhat Anak Bangsa, 2011), merupakan hasil
atas pengertian sastra di mana saya hanya kolaborasi dari penulis R Amdani dan komikus
mengambil sudut pandang formalis Rusia; Azisa Noor; sedangkan yang kedua adalah
namun menurut saya ini tetap penting untuk Bengal (Elex Media Komputindo, 2010) dari
dikemukakan di sini karena paling berkaitan komikus Bayu Indie. Format keduanya disajikan
langsung dengan pemahaman mengenai ‘novel dalam bentuk buku komik dan secara kasat mata
grafis’. Begitu pula di sini ‘novel grafis’ tidak bisa hampir tidak ada perbedaan berarti antara satu
dikategorikan sebagai sastra terutama karena dengan lainnya kecuali bahwa Mantra dilabeli
masalah serta ukuran-ukuran formal: sastra yang oleh Farah Wardani (penulis pengantar di karya
mengandalkan kekuatan bahasa, huruf-huruf, tersebut) sebagai ‘novel grafis’ – label yang sama
dan rangkaian kata; serta karya sequential yang juga bisa ditemukan di bawah stiker barcode di
mengandalkan paduan antara kata-kata dan bagian belakang sampul buku, dan juga bahwa
gambar. Robert C Harvey mempercayai bahwa dimensi fisik Mantra lebih besar dibandingkan
esensi dari karya sequential adalah bentuknya Bengal.
yang disebut sebagai seni statis (static art) dan Sementara Mantra menyajikan kisah pelukis
bentuk karya semacam ini menyajikan sesuatu bernama Ratri yang berhadapan dengan
yang tidak dimiliki oleh seni grafis lain, yakni masalah penciptaan karya dan orisinalitas,
jalinan antara kata-kata dan gambar yang Bengal menyajikan kehidupan pemuda urban
disajikan bersamaan untuk mencapai tujuan perkotaan bernama Ahmad Rifai yang memiliki
naratif.10 Sementara esensi bentuk formal sastra bakat di bidang desain grafis dan dunia tulis
adalah penggunaan kata-kata, karya sequential menulis. Cerita Mantra memasukkan unsur
menjadi bagian langsung dari seni grafis di mistis yang cukup kental di mana pengalaman
mana antara satu aspek (kata-kata) dengan ini membawanya bertemu dengan tokoh
aspek lainnya (gambar) tidak bisa dipisahkan Rangga yang pada akhirnya membantu Ratri
dari pemaknaan; mereka saling bergantung menemukan solusi masalah penciptaaan yang
satu sama lain. Dari segi perbedaan formal ini, dihadapinya. Mantra mungkin menggambarkan
masihkah kita mempercayai bahwa ‘novel grafis’ dengan baik setiap dilema penciptaan yang
merupakan salah satu bentuk sastra? Taruhlah dihadapi oleh seorang seniman, di mana rasa
benar bahwa istilah ‘novel grafis’ merupakan bingung, ide-ide kreatif yang diharapkan
hal yang benar, di mana ia dilekatkan dalam ternyata tidak kunjung muncul, serta persoalan
sebuah karya sequential dan dipakai untuk orisinalitas karya menjadi duri-duri kecil
menyimbolkan sesuatu yang memiliki kualitas yang membuat Ratri tidak bisa menghasilkan
lebih tinggi dari sekadar komik biasa, tetapi satupun karya lukis. Dalam momen seperti
perlukah kita menyebutnya sebagai salah satu itu, pengalaman mistis memberi banyak
bentuk sastra? Dan benarkah demikian tinggi inspirasi kepadanya sehingga mengesankan
kualitas yang dimiliki oleh ‘novel grafis’? bahwa pencarian imajinasi seorang Ratri
semata tergantung pada wangsit. Dan pada

Nomor : XVI / Mei - Agustus 2012


A R S Jurnal Seni Rupa & Desain 11
Novel Grafis: Studi Awal
tentang Istilah dan Bentuk

GAMBAR 1. Panel dalam Mantra11 GAMBAR 2. Panel dalam Bengal12

kenyataannya tidak bisa dibantah bahwa tanpa dan antara satu panel dengan lainnya seringkali
pengalaman mistis, Ratri tidak bisa menemukan saling bertumpuk meski hal ini sebenarnya tidak
inspirasi untuk mengembangkan imajinasinya. mengganggu kenyamanan menikmati suguhan
Hal ini kiranya berbanding terbalik dengan gambar yang disajikan.
cerita Bengal yang berfokus pada dinamika Beda halnya dengan Bengal, di sana hampir
kehidupan Rifai yang mengalami kesulitan tidak ada eksperimen yang dilakukan Bayu
karena tekanan ekonomi yang membuat Indie terhadap panel itu sendiri. Keteraturan
studinya di perguruan tinggi untuk sementara susunan panel tampaknya merupakan nilai
terhenti. Tekanan ekonomi, idealisme jiwa mutlak yang diyakini oleh Bayu, atau dengan
senimannya yang membuat Rifai tidak mau kata lain: beberapa panel memiliki kesamaan
kerja sebagai orang kantoran, ditambah ukuran, sementara yang lain berbeda, namun
kekacauan yang terbangun melalui hubungan keteraturan menjadi kunci dari teknik paneling
pertemanan dengan Indra membuat cerita yang yang digunakan oleh Bayu Indie.
dituturkan Bengal cukup menyenangkan untuk Dari cuplikan halaman di atas, kita
dinikmati. dengan mudah disadarkan bahwa Bengal dan
Perbedaan antara keduanya juga terletak Mantra menampakkan teknik yang berbeda
pada kontras teknik visual yang dipakai, baik terutama tentang bagaimana cara keduanya
dari segi teknik paneling maupun sajian gambar. menyajikan gambar. Di luar variasi panel
Mantra menyajikan susunan panel yang keluar yang disajikan keduanya, Bengal cenderung
dari pakem. Di sana mungkin Azisa Noor menyajikan gambar dengan tone yang tebal
sedang bereksperimen dengan sajian panel dan berambisi menampilkan kerumitan dunia
sehingga kesan yang mungkin didapat adalah benda-benda dengan cara menggambarkan tiap-
variasi bentuk panel yang terkesan tidak teratur tiap setting kota, bangunan, maupun jalanan
karena dalam satu halaman bisa ada beberapa dalam panel dengan cara serealistis mungkin;
panel yang tidak semuanya punya ukuran sama meskipun pada saat yang sama, fisik-fisik

Nomor : XVI / Mei - Agustus 2012


A R S Jurnal Seni Rupa & Desain 12
Novel Grafis: Studi Awal
tentang Istilah dan Bentuk

tokoh manusia digambar dengan gaya yang dilabeli sebagai ‘novel grafis’ – memiliki gengsi
terbilang “sederhana”. Judul komik ini agaknya dan reputasi yang lebih baik dibandingkan
merupakan contoh paling baik dari apa yang komik biasa seperti Bengal. Meskipun kedua
disebut oleh Scott McCloud sebagai kenyataan berbeda, namun gaya dan bentuk visual yang
yang disederhanakan sebagaimana yang bisa dipakai oleh Azisa Noor dan Bayu Indie
dijumpai dalam dunia kartun.13 Maksudnya, merupakan pengejawantahan dari apa yang
ada banyak detail-detail yang dihilangkan disebut oleh Wassily Kandinsky sebagai creative
ketika fisik manusia dihadirkan sekaligus spirit (jiwa kreatif ), yang dipilih karena setiap
direpresentasikan melalui ilustrasi pada tiap-tiap seniman memiliki moda ekspresinya sendiri;
panel. Jadi sebetulnya pembaca dihadapkan kebebasan untuk memilih yang terbaik
pada kondisi di mana tokoh-tokoh yang muncul baginya. Oleh karenanya setiap karya seorang
dalam Bengal tidak memperlihatkan detail-detail seniman menampakkan ekspresi bentuk yang
tubuh manusia yang mungkin terlihat secara berbeda satu sama lain di mana hal ini banyak
nyata/faktual. Tidak ada kerutan yang mungkin tergantung dari personalitas yang dimiliki
dijumpai di dalam wajah manusia yang sang seniman.14 Kenyataan tentang perbedaan
direpresentasikan, garis bibir yang digambar teknik visual yang bisa muncul di antara
lurus-tipis dan tak berbentuk, atau telinga beberapa komikus yang berbeda menjadi lebih
yang digambar dengan bentuk yang sederhana. penting untuk dibahas, dan dengan begitu
Hasilnya? Pembaca bakal menemukan sebuah akan terdengar lebih adil untuk mengungkap
karya sequential yang tegas, ceria, sedikit garang, bahwa sebuah komik memiliki nilai estetik yang
humoris serta dibalut oleh imajinasi mengenai lebih tinggi dibandingkan lainnya karena bobot
keluarga yang harmonis teknik visual yang dikembangkannya, tanpa
Bagaimanapun, ada sedikit kesamaan gaya perlu menyebutnya sebagai ‘novel grafis’. Hal ini
gambar antara Bengal dan Mantra, terutama akan jauh lebih berbobot ketimbang berbicara
jika kita memperhatikan bahwa keduanya sekenanya saja: bahwa ‘novel grafis’ memiliki
menyajikan bentuk fisik manusia yang ikonik teknik visual yang berbeda, oleh karenanya lebih
– atau tingkat abstraksi fisik manusia yang berkualitas dibandingkan dengan komik biasa.
cenderung disederhanakan. Keduanya memiliki Sebagus apapun bobot teknik visual sebuah
gaya yang sama pada titik tersebut, meskipun komik, ia tidak akan pernah bisa dianggap
milik Azisa Noor menyajikan teknik watercolor novel, novel yang diimbuhi grafis, atau malah
dengan kombinasi warna coklat dan biru bentuk lain dari sastra.
yang halus. Tetapi sedikit kesamaan ini tidak Dari segi bentuk visual, kita bisa beranjak
bermaksud melupakan jurang perbedaan yang lebih jauh ke persoalan narasi yang disajikan
cukup kentara jika mau dibandingkan dengan Mantra dan Bengal. Keduanya bisa dibilang
penggambaran setting pada Bengal. Mantra tidak menyajikan narasi dengan tema yang standar
memiliki ambisi untuk menyajikan kerumitan dan tidak ada ruang tersisa dari keduanya
dunia benda-benda dan memilih untuk berfokus yang bisa memicu pembaca untuk berefleksi
pada variasi teknik penyajian panel. Juga terhadapnya. Penilaian ini pertama-tama tidak
jangan dilupakan bahwa Mantra terkesan lebih berlebihan untuk diutarakan jika mengacu
dramatis, sedikit romantis, dan lembut. kepada situasi tokoh utama ketika berhadapan
Bentuk dan gaya visual yang berbeda kiranya dengan konteks tema yang disajikan. Mantra,
tidak bisa dijadikan alasan untuk menyebut misalnya, menarasikan isu-isu penciptaan yang
bahwa karya sequential seperti Mantra – yang dibangun melalui emosi dan kebingungan

Nomor : XVI / Mei - Agustus 2012


A R S Jurnal Seni Rupa & Desain 13
Novel Grafis: Studi Awal
tentang Istilah dan Bentuk

seorang Ratri di mana keduanya muncul ketika lewat imajinasi. Hal-hal semacam inilah yang
ia menghadapi kebuntuan imajinasi karena menjadikan tema cerita yang diusung Mantra
tekanan orang-orang lain yang berespon negatif menjadi dangkal, reduktif, dan terkesan
terhadap karya-karya lukis yang telah diciptakan stereotipikal dari segi penokohan.
olehnya. Berhadapan dengan situasi semacam Pada derajat tertentu, tokoh Ratri dalam
ini, mudah dipahami bahwa Ratri kemudian Mantra, dan Rifai dalam Bengal boleh dibilang
jatuh kepada rasa frustasi yang belarut-larut memiliki kesamaan, yakni dua-duanya sama-
dan menghalanginya untuk menciptakan sama berprofesi sebagai seniman. Tetapi Bengal
ide-ide baru dalam berkarya. Tetapi boleh tidak berpretensi untuk bernarasi tentang
dibilang bahwa solusi atas kondisi semacam masalah penciptaan, melainkan mengambil
ini dibangun oleh Azisa Noor dengan cara sudut pandang kehidupan pemuda urban
yang terbilang dangkal karena alasan bahwa perkotaan yang berasal dari kelas menengah
ketika Ratri berhadapan dengan rasa frustasi, ia yang terdidik melalui sistem pendidikan
digambarkan sebagai tokoh yang tidak mampu universitas. Bahwa Bengal merupakan karya
memperluas kedalaman tingkat pengetahuan sequential yang cukup lucu, hal ini mungkin
dan refleksi atas konteks sosial, politik, budaya, benar. Cukup lucu karena Bengal memang
maupun ekonomi yang dalam banyak hal jauh berpretensi untuk menjadi komik yang
lebih penting bagi seorang seniman ketimbang demikian. Lebih jauh lagi, warna cerita
sekadar mengalami pencerahan melalui kehidupan Rifai yang dituturkan lewat Bengal
pengalaman mistis. ikut diramaikan serangkaian plot yang berkisah
Situasi yang saya acu di atas menggiring tentang pengalaman sang tokoh utama yang
pembaca ke satu anggapan, bahwa Ratri pada mulanya hanya seorang pemuda ingin
adalah tokoh seniman kelas dua yang kurang hidup tenang dan meraih cita-cita, malah ikut
memiliki pengetahuan dan refleksi yang baik terjebak dalam dunia kriminal karena bujuk
atas segala jenis realitas yang ada di sekitarnya. rayu Indra, teman baiknya.
Sebuah hal yang menurut saya agak ironis Unsur kriminal dalam Bengal cukup kental
mengingat tokoh bu Wid dalam hal cerita ini dan ikut menyokong keseluruhan cerita yang
sempat menasehati Ratri akan satu hal bahwa disodorkan oleh Bayu Indie, meskipun nyatanya
melukis tidak sekadar menggambar, melainkan pembaca tidak bisa mengharapkan lebih karena
juga harus mengerti diri, masyarakat, bahkan semua persoalan yang disodorkan sangat
bangsa dan negara. Ujaran yang paling penting minim konflik. Jika konflik dipahami sebagai
di karyanya itu justru dikhianati sendiri oleh ‘ketegangan dan pertentangan antara dua
Azisa Noor lewat pengabaian atas nasihat kekuatan/tokoh, atau pertentangan dalam diri
bu Wid – tokoh yang ironisnya ia ciptakan satu tokoh’, maka di Bengal, hal-hal semacam
sendiri, serta memilih menyelesaikan masalah itu boleh dibilang tidak kelihatan. Contoh
penciptaan yang dihadapi oleh Ratri dengan paling kentara akan hal ini mudah terlihat pada
cara mengantarkannya untuk berjumpa dengan momen-momen antar panel yang menunjukkan
pengalaman mistis. Mantra memaknai masalah terseretnya Rifai ke dalam dunia kriminal sama
penciptaan yang mungkin dihadapi oleh sekali tidak memunculkan pertentangangan
seniman manapun dengan cara menempatkan batin di dalam dirinya sehingga terkesan
pengalaman mistis di atas kemampuan bahwa ia merupakan tokoh satu dimensi yang
refleksi dan pengetahuan seniman atas realitas hanya bisa pasrah dan menurut ketika Indra
maupun objek-objek yang akan dituangkan mengajaknya untuk berbuat kriminal. Yang

Nomor : XVI / Mei - Agustus 2012


A R S Jurnal Seni Rupa & Desain 14
Novel Grafis: Studi Awal
tentang Istilah dan Bentuk

ada hanya klimaks yang terkesan dipaksakan Bengal memiliki cerita panjang, lebih dari 100
di bagian akhir cerita ketika Rifai dan Indra halaman, dan menyodorkan tema cerita yang
merampok bank bersama dengan Jun. Di tengah berbeda. Tetapi bila kategori jumlah halaman
situasi terdesak karena kepungan polisi dan dipakai untuk membedakan ‘novel grafis’ dan
juga karena Jun yang keburu tewas ditembak komik biasa, maka Bengal pun bisa disebut
oleh petugas satpam bank, Rifai tiba-tiba dengan cara demikian. Ihwal semacam inilah
tidak bersepakat dengan Indra karena bujuk yang membuat sebutan “novel grafis” terlalu
rayu seorang teller cantik sebuah bank yang cair dan rasanya memang terlalu mengada-ada
menjanjikan akan membantu Rifai bila ia mau untuk melekatkannya kepada Mantra. Kenapa
membujuk Indra untuk tidak meneruskan aksi karya itu tidak bisa disebut sebagai komik biasa
perampokannya. Bagaimana jika seandainya saja seperti Bengal, yang juga memiliki cerita
bank tersebut tidak dikepung polisi, akankah dan panjang halaman yang bisa disesuaikan
Rifai menurut pada teller wanita itu? Pertanyaan dengan keinginan komikus; 2) bukan sastra.
tersebut penting untuk diajukan di sini Keduanya, dan lebih khusus Mantra, secara
sebab kerumitan psikologis tokoh Rifai yang jelas menunjukkan bahwa mereka termasuk
justru penting untuk direpresentasikan dalam golongan seni grafis yang menggunakan paduan
situasi semacam itu justru malah dinihilkan, kata-kata (di dalam balon teks), serta gambar/
ditambah lagi bila mempertimbangkan bahwa ilustrasi. Tentu saja dilihat dari segi formal,
penggambaran klimaks cerita yang terlalu Mantra bukanlah termasuk sastra, dan lebih
simplistis justru tidak meninggalkan kesan apa- dekat dengan komik karena alasan bahwa
apa. Malah kesan alur yang cepat dan akhir ada gambar dan kata-kata yang dipadukan di
cerita yang standar membuat Bengal hanya bisa sana. Akan sangat salah tempat jika, misalnya,
digolongkan ke dalam jenis karya sequential menyebut bahwa karena judul tersebut
yang mudah dilupakan begitu saja. dilekatkan istilah ‘novel grafis’, maka ia sah
dianggap sebagai salah satu bentuk sastra; 3)
Penutup: Nasib Wacana Novel Grafis narasi. Tolak ukur yang dipakai supaya sebuah
Dua karya sequential berbeda yang saya komik bisa dianggap sebagaimana adanya adalah
bandingkan di atas sesungguhnya saya narasi, dan ini nyatanya dimiliki oleh mereka
maksudkan supaya kita bisa menilai secara yang disebut ‘novel grafis’ maupun yang tidak
langsung dengan cara memparalelkannya disebut dengan cara demikian. Sedikit penilaian
dengan segi harfiah maupun epistemologis juga perbandingan yang saya lakukan terhadap
dari ‘novel grafis’ seperti yang telah saya tulis Bengal dan Mantra telah membuktikan bahwa
di bagian kedua di dalam tulisan ini. Dan narasi merupakan elemen yang bisa dinilai
saya berani menarik kesimpulan bahwa tidak dalam karya sequential, meskipun berdasarkan
ada perbedaaan yang cukup signifikan antara apa yang saya tulis: Mantra yang diklaim sebagai
Mantra sebagai novel grafis, dengan Bengal yang ‘novel grafis’ ternyata hasilnya tidak memuaskan
merupakan sebuah komik biasa. bila ditilik dari segi cerita; hal yang sama juga
Maksud dari “tidak adanya perbedaan yang berlaku untuk Bengal. Ini menjadi beban yang
signifikan” mesti dipahami bukan dalam hal cukup serius karena istilah ‘novel grafis’ itu
segi teknik atau gaya yang dipakai masing- sendiri yang ternyata tidak begitu bergengsi
masing, maupun tema cerita yang dinarasikan, jika dinilai dari apa yang kita dapatkan dari
namun lebih kepada beberapa hal formal, Mantra. Oleh karenanya, ketimbang membuat
yakni: 1) cerita panjang. Baik Mantra maupun generalisasi dan klaim-klaim pendek yang

Nomor : XVI / Mei - Agustus 2012


A R S Jurnal Seni Rupa & Desain 15
Novel Grafis: Studi Awal
tentang Istilah dan Bentuk

kurang mengena, misalnya: bahwa komik seperti ‘novel grafis’, yang dalam banyak hal
berjudul “A” berkualitas hanya karena lebih bersifat promosional (seperti yang telah
merupakan ‘novel grafis’; bukankah sebaiknya saya tunjukkan di awal tulisan), penuh ambisi
kita menggunakan ukuran-ukuran estetik dan untuk menaikkan gengsi komik, tetapi minim
kaidah-kaidah tersendiri yang sesuai dengan alasan-alasan logis yang bisa dipertanggung-
bentuk karya sequential? Hal terakhir menurut jawabkan. Karenanya dari beberapa poin yang
saya jauh lebih sehat bagi perkembangan wacana telah ditunjukkan di atas, saya cenderung yakin
komik ketimbang sekadar berpretensi untuk bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk terus
menaikkan gengsi komik dengan menyebutnya menggunakan istilah ‘novel grafis’.
sebagai ‘novel grafis’ atau malah bentuk lain dari
sastra.
Kita tentu saja membutuhkan wacana Catatan Akhir
edukatif tentang komik daripada wacana basi 1. Untuk melacak ujaran ini, bisa dibuka: http://
yang terkesan ingin membangkitkan subjek- www.kaskus.us/showthread.php?p=376176571.
subjek wacana yang sebetulnya telah berlalu, Diakses tanggal 26 Maret 2012
2. Artikel Hikmat Darmawan ini bisa dilihat
seperti mengangkat derajat komik supaya
di: http://hikmatdarmawan.wordpress.
ia memiliki nilai lebih dari sekadar bacaan com/2010/02/15/novel-grafis-apaan-sih-
untuk anak-anak. Lebih jauh lagi, menurut bagian-1/. Diakses tanggal 16 April 2012
saya hal-hal seperti itu tidak bisa dilakukan 3. Francisca Goldsmith. The Readers’ Advisory guide
dengan cara melontarkan istilah ‘novel grafis’ to Graphic Novels. Chicago: American Library
dan melekatkannya ke dalam sebuah karya Association. 2010. Hlm. 3-4
sequential. Mungkin dalam sebuah dunia seni 4. Scott McCloud misalnya, menjelaskan istilah
grafis seperti komik, yang dibutuhkan bukan tersebut sebagai: gambar-gambar serta lambang-
kategori seperti ‘novel grafis’, melainkan lalu lambang lain yang terjuktaposisi dalam urutan
lintas wacana ilmiah yang pada gillirannya tertentu, untuk menyampaikan informasi dan/
atau mencapai tanggapan estetis pembacanya.
mampu membuatnya berharga. Kenyataannya
Lihat Memahami Komik (Tr S. KInanti). Jakarta:
‘komik’ merupakan istilah yang memiliki KPG. Agustus 2001. Hlm. 9
bentuk, sejarah, dan kaidahnya sendiri. Bahwa 5. Francisca Goldsmith. The Readers’ Advisory guide
juga ‘komik’ merupakan deskripsi bentuk dan to Graphic Novels … Hlm. 3-4
bukan standar penilaian. Oleh karenanya tidak 6. Amanda Stegall-Armour. “The Only Thing
heran bahwa jika dinilai secara tematis, ada Graphic is Your Mind. Reconstructing the
komik yang nge-pop, ada yang serius, ada yang Reference Librarian’s View of the Genre”. Dalam
untuk bacaan anak-anak, dan juga ada yang Robert G. Weiner (ed). Graphic Novels and
hanya untuk dibaca oleh kalangan “dewasa”. Comics in Libraries and Archives. Essays on Readers,
Tanpa perlu melekatkan istilah ‘novel grafis’, Research, History, and Cataloging. London:
McFarland & Company, Inc. 2010. Hlm. 177
penilaian dan evaluasi yang kuat atas masing-
7. Amanda Stegall-Armour. “The Only Thing
masing kategori inilah yang membuat pekerjaan Graphic is Your Mind. Reconstructing the
menilai sebuah komik sebetulnya bukan sebuah Reference Librarian’s View of the Genre” … Hlm.
pekerjaan yang remeh, terlepas bahwa komik 177-8. Penekanan ditambahkan.
secara umum telanjur dianggap sebagai sebuah 8. Bdk. Terry Eagleton. Literary Theory. An
karya yang ringan dan menghibur. Kita telah Introduction. Minneapolis: University of
melihat bahwa dunia komik sebetulnya tidak Minnesota Press. 2008 (Anniversary Edition).
memerlukan istilah aneh dan kurang mengena Hlm. 2

Nomor : XVI / Mei - Agustus 2012


A R S Jurnal Seni Rupa & Desain 16
Novel Grafis: Studi Awal
tentang Istilah dan Bentuk

9. Bdk. Ibid. Hlm. 5 Eagleton, Terry. 2008 (Anniversary Edition).


10. Robert C Harvey. The Art of Funnies. An Aesthetic Literary Theory. An Introduction. Minneapolis:
History Studies in Popular Culture. Jackson: University of Minnesota Press.
University Press of Mississippi. 1994. Hlm 8-9 GoldSmith, Francisca. 2010. The Readers’ Advisory
11. Azisa Noor. Mantra. Bandung: CV Curhat Anak guide to Graphic Novels. Chicago: American
Bangsa. November 2011 Library Association
12. Bayu Indie. Bengal. Jakarta: Elex Media Harvey, Robert C. 1994. The Art of Funnies. An
Komputindo. 2010 Aesthetic History Studies in Popular Culture.
13. Bdk. Scott McCloud. Memahami Komik (Tr S. Jackson: University Press of Mississippi
KInanti) … Hlm. 30 Kandinsky, Wassily. 1912. “On the Problem of
14. Bdk. Wassily Kandinsky. “On the Problem of Form”. 1912. http://www.mnstate.edu/gracyk/
Form”. Dalam http://www.mnstate.edu/gracyk/ courses/phil%20of%20art/kandinskytext5.htm
courses/phil%20of%20art/kandinskytext5.htm. McCloud, Scott. Agustus 2001. Memahami Komik
Diakses tanggal 25 Oktober 2010. (Tr S Kinanti). Jakarta: KPG.
Stegall-Armour, Amanda. 2010. “The Only Thing
Graphic is Your Mind. Reconstructing the
Pustaka Reference Librarian’s View of the Genre”. Dalam
Darmawan, Hikmat. Tahun tidak diketahui. “Novel Robert G. Weiner (ed). Graphic Novels and
Grafis, apaan sih?” http://hikmatdarmawan. Comics in Libraries and Archives. Essays on
wordpress.com/2010/02/15/novel-grafis-apaan- Readers, Research, History, and Cataloging.
sih-bagian-1/ London: McFarland & Company, Inc.

Nomor : XVI / Mei - Agustus 2012

Anda mungkin juga menyukai