16-Article Text-40-1-10-20220224
16-Article Text-40-1-10-20220224
1 2021
Ridwan1
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
ridwan.fisip@upnvj.ac.id
Abstrak
Pemilu serentak 2019 dengan segala dinamikanya berpotensi konflik karena
masyarakat terbelah pada pilihannya masing-masing. KPU menjadi gunjingan di
tengah masyarakat dengan memunculnya pemberitaan adanya dugaan kesalahan
penghitungan hasil pemilihan umum. Hal ini menunjukkan besar dan menyebarnya
potensi konflik dalam pemilu 2019 Permasalahan yang dihadapi pemimpin partai
politik pasca Pemilu dengan persaingan yang sangat ketat berupa krisis kepercayaan,
konflik kepentingan, kurangnya sinergitas antara pemimpin nasional disebabkan ego
sektoral, otonomi daerah, dan multi-etnis, multi-agama, dan multi-kultural, serta
tergerusnya nilai-nilai kearifan lokal. Kesadaran berpolitik masyarakat Indonesia
masih tergolong rendah bahkan masih ada yang buta politik sehingga sangat mudah
terprovokasi sehingga kepemimpinan partai politik dituntut memiliki sifat
negarawan.
Kata kunci: kenegarawanan, kepemimpina, konsolidasi politik
Abstrac
The 2019 simultaneous elections with all their dynamics have the potential for
conflict because the community is divided on their respective choices. The KPU
became gossip in the community with the appearance of news of an alleged
miscalculation of the general election results. This shows the magnitude and spread
of potential conflicts in the 2019 elections. Problems faced by political party leaders
post-election with very tight competition in the form of a crisis of trust, conflicts of
interest, lack of synergy between national leaders due to sectoral ego, regional
autonomy, and multi-ethnic, multi-ethnic religion, and multi-culturalism, as well as
the erosion of local wisdom values. The political awareness of the Indonesian people
is still relatively low and there are even politically illiterate people who are easily
provoked so that the leadership of political parties is required to have a statesman
character.
1
Dr. Ridwan, S.Sos, M.Si. Dosen Tetap FISIP, UPN Veteran Jakarta
31
Vol.2 No.1 2021
Latar Belakang.
Masyarakat Indonesia telah menjalankan pemilihan kepemimpinan nasional
pada Pemilu serentak tanggal 17 April 2019 untuk memilih Presiden, Wakil
Presiden, dan Legislatif. Pada pemilu 2019 ini, KPU menyatakan 185.994.249
pemilih yang tersebar di 514 Kabupaten/Kota pada 34 provinsi dengan jumlah TPS
sebanyak 801.291.2 Namun demikian, persiapan pemilu 2019 tidak semulus yang
dibayangkan karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan 27 partai
mendaftar namun hanya 14 partai dinyatakan lolos, sedangkan sisanya menggugat.3
Kerawanan lain yang muncul bahwa pemilu bukan sekadar "pertarungan" antar caleg
dan capres, namun dalam pemilu kali ini para pemimpin partai politik berusaha keras
dan berjuang mati-matian mengerahkan mesin-mesin politiknya untuk meraih suara
nasional sebesar 4 persen agar lolos ke Senayan. Strategi politik baik secara
individual maupun koalisi partai menggaungkan “perang politik” dengan berbagai
cara seperti politik identitas, isu SARA, hoax, ujaran kebencian, kampanye hitam,
dan kampanye negatif, serta pemanfaatan isu lainnya. Hal ini berpotensi memecah
belah bangsa dan terjadinya konflik sosial sebagai dampak dari prosesi pemenangan
pemilu untuk meraih kekuasaan yang dilakukan oleh parati-partai politik. Maraknya
hoax telah mengancam kerukunan masyarakat pada pemilu 2019 dimana terjadi
“perang” di media sosial. Kekisruhan yang disebabkan oleh karena hoax tidak berdiri
tunggal dan pasti memiliki tujuan tertentu yang berpotensi memecah belah persatuan
dan kesatuan masyarakat, sehingga bila tidak diantisipasi sejak awal maka akan
menjadi salah satu sumber keretakan. PolMark Research Center menyatakan bahwa
4,3 persen responden mengaku hubungan pertemanannya rusak karena Pilpres 2014,
dan sebesar 5,7 persen responden yang mengatakan hubungan sosialnya terdampak
akibat Pilkada Jakarta 2017.4 Hal ini menunjukkan penyalahgunaan internet untuk
menyebarkan hoax menimbulkan keretakan hubungan sosial di tengah masyarakat
2 DPT Pemilu 2019 Sudah Final, Totalnya 185 Juta Pemilih. Sumber:
https://news.detik.com/berita/d-4186665/dpt-pemilu-2019-sudah-final-totalnya-185-juta-
pemilih, diakses tanggal 27 Oktober 2021.
3 Setumpuk Masalah Menjelang Pemilu 2019. Sumber:
https://investigasi.tempo.co/202/setumpuk-masalah-menjelang-pemilu-2019, diakses
tanggal 27 Oktober 2021.
4 Potensi Konflik Akibat Pemilu Terancam Meningkat karena Hoaks. Sumber:
https://nasional.kompas.com/read/2018/08/29/23592811/potensi-konflik-akibat-pemilu-
terancam-meningkat-karena-hoaks, diakses tanggal 27 Oktober 2021
32
Vol.2 No.1 2021
5 Kasatgas Nusantara: Potensi Konflik Pemilu 2019 Harus Diwaspadai Bersama! Sumber:
https://news.okezone.com/read/2019/01/17/605/2005908/kasatgas-nusantara-potensi-
konflik-pemilu-2019-harus-diwaspadai-bersama, diakses tanggal 27 Oktober 2021.
6 Media Sosial, Post Truth, dan Literasi Digital. Sumber: https://setkab.go.id/media-sosial-
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/21/09113201/infografik-serba-serbi-caleg-dpr-
ri-peserta-pileg-2019-dalam-angka, diakses tanggal 27 Oktober 2021
9 Prihatmoko, Pemilihan Kepala daerah Langsung, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar,
2003)
34
Vol.2 No.1 2021
untuk mengarahkan atau mengerahkan segenap potensi yang dimiliki oleh partai
politik dalam mendukung program yang dilaksanakan oleh pemerintahan yang
terpilih. Permasalahan yang dihadapi pemimpin partai politik pasca Pemilu dengan
persaingan yang sangat ketat berupa krisis kepercayaan, konflik kepentingan,
kurangnya sinergitas antara pemimpin nasional disebabkan ego sektoral, otonomi
daerah, dan multi-etnis, multi-agama, dan multi-kultural, serta tergerusnya nilai-nilai
kearifan lokal. Hal ini membutuhkan tipikal kepemimpinan partai politik negarawan
pasca Pemilu 2019 demi keberlangsungan pembangunan nasional. Kualitas
kepemimpinan (leadership) dan kenegarawan (statesmanship) sangat dibutuhkan.
Ada dua hal yang dibutuhkan dari kepemimpinan partai politik negarawan yaitu visi
dan simpati. Orang yang memiliki karakter kenegarawan merupakan a great man,
seorang yang memiliki karakter khusus dan lebih dari sekadar pemimpin (leader).
Pada kenyataannya pimpinan partai politik saling bersitegang antara satu dengan
lainnya sehingga menimbulkan kerawanan terjadi konflik antar massa partai.
Demikian juga pemerintahan yang terpilih sangat rentan ditolak oleh pihak yang
kalah dalam pemilu, dan bahkan kecurangan secara masif terjadi yang dimotori dan
disadari oleh pimpinan partai politik.
Kepemimpinan (leadership) merupakan kemampuan yang ada dari
seseorang untuk mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan orang lain untuk
mencapai suatu tujuan. Pasca Pemilu 2019 dengan segala kompleksitasnya menuntut
adanya kepemimpinan partai politik negarawan. Pada kenyataannya muncul sikap
primordialisme, komunalisme, dan provokasi selama prosesi pemilu 2019 yang
dapat mengganggu keberlangsungan pembangunan nasional. Dengan demikian
dapat dirumuskan bahwa, kenegarawan kepemimpinan partai politik guna
mewujudkan konsolidasi politik pasca Pemilu 2019 belum terwujud. Lantas
bagaimana mewujudkan kehidupan Politik yang bermartabat dan terhormat pasca
pemilu 2019?
Metode Penelitian
Penulisan ini menggunakan metode analisis kualitatif/deskriptif. Dalam
metode analisis kualitatif/deskriptif maka pengumpulan dan analisis dilakukan
melalui studi kepustakaan dan mengumpulkan data sekunder melalui referensi yang
35
Vol.2 No.1 2021
ada. Untuk mendapatkan data dan informasi dilakukan melalui studi literatur dan
dokumen sebagai sumber data penelitian. Pengujian keabsahan dan keterandalan
data dilakukan dengan teknik trianggulasi.
Tinjauan Pustaka
Partisipasi, kolaborasi antar aktor, dan keterlibatan para kader dalam
pengambilan setiap kebijakan menjadi tantangan bagi setiap parpol untuk
beradaptasi dengan proses keterbukaan yang semakin meluas dalam proses
demokrasi di Indonesia.10 Sebaliknya, elitisme partai, hierarki kepemimpinan, dan
penempatan kader hanya sebagai instrumen politik elite menjadi tanda bagi redupnya
riwayat partai dan kepemimpinan politiknya. Pandangan kita terhadap dinamika
politik masih tertumpu pada ketegangan antara kekuatan pemerintah dan oposisi.
Multi partai ditambah dengan persoalan yang muncul pasca Pemilu, atau antar
kelompok masyarakat dapat dieliminir dengan kehidupan politik yang bermartabat
dan terhormat. Perbedaan yang melebar ketika prosesi Pemilu berlangsung harus
digeser dan dipersempit jurang pemisahnya. Prosesi mempersempit jurang pemisah
ini harus dilakukan oleh pemimpin partai politik dengan sifat-sifat negarawan
sehingga persatuan dan kesatuan seluruh warga negara sebagai aset utama
keberlangsungan pembangunan nasional tetap terpelihara. dinamika politik yang
sehat dalam proses demokrasi di Indonesia tak terlepas dari performa partai politik
sebagai tulang punggung demokrasi di Indonesia. Apabila kita tarik akar
persoalannya, untuk menuju perubahan politik yang lebih baik, demokratisasi partai
adalah sebuah kebutuhan sejarah. Kerja keras dengan sikap negarawan yang
dilakukan pemimpin partai politik agar dapat menghubungkan perbedaan merupakan
wujud dari sikap kepemimpinan negarawan yang sangat dibutuhkan pasca Pemilu
2019. Pada bab ini akan dideskripsikan mengenai peraturan dan perundang-
undangan, kerangka teoretis, dan perkembangan lingkungan strategis yang
memengaruhi kepemimpinan partai politik negarawan dan hasil analisisnya guna
mewujudkan konsolidasi politik pasca Pemilu 2019.
Hak politik warga negara mencakup hak untuk memilih dan dipilih,
penjaminan hak dipilih secara tersurat dalam UUD 1945 mulai Pasal 27 Ayat (1) dan
(2); Pasal 28, Pasal 28D Ayat (3); Pasal 28E Ayat (3). Sementara hak memilih juga
diatur dalam Pasal 1 Ayat (2); Pasal 2 Ayat (1); Pasal 6A Ayat (1); Pasal 19 Ayat (1)
dan Pasal 22C Ayat (1) UUD 1945. Perumusan pada pasal-pasal tersebut sangat jelas
bahwa tidak dibenarkan adanya diskriminasi mengenai ras, kekayaan, agama dan
keturunan. Setiap warga negara mempunyai hak-hak yang sama dan
implementasinya hak dan kewajiban pun harus bersama-sama.11
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Pada
Pasal 1 Ayat (y) menyatakan bahwa pendidikan politik adalah proses pembelajaran
dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pasal 19 menyatakan bahwa
kepengurusan partai politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara; tingkat
provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi; tingkat kabupaten/kota berkedudukan di
ibu kota kabupaten/kota; tingkat kecamatan berkedudukan di ibu kota kecamatan.
Dalam hal kepengurusan partai politik dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa atau
sebutan lain, kedudukan kepengurusannya. Hal ini menunjukkan kepemimpinan
partai politik terdapat dari level terendah yang berada di daerah sampai dengan level
nasional yang berada di ibukota negara.
Pasal 29 Ayat (1) partai politik melakukan rekrutmen terhadap warga
negara Indonesia untuk menjadi: anggota partai politik; bakal calon anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; bakal calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah; dan bakal calon Presiden dan Wakil Presiden. Pada
Ayat (1) (a) rekrutmen dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara demokratis
sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan
paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus). Rekrutmen dilakukan secara demokratis
dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan.
Penetapan atas rekrutmen dilakukan dengan keputusan pengurus partai politik sesuai
dengan AD dan ART.
organisasi yang melakukan proses seleksi yang dilatih dan dipersiapkan untuk
memiliki keterampilan dan disiplin ilmu, sehingga proses seleksi dapat disebut juga
kaderisasi. Fungsi dari kaderisasi dilakukan dengan mempersiapkan calon-calon
(embrio) yang siap melanjutkan tongkat estafet perjuangan sebuah organisasi. Proses
kaderisasi, partai politik memiliki cara sendiri untuk menumbuhkan militansi, salah
satu caranya yaitu dengan penanaman ideologi atau yang biasa disebut visioning.
Penanaman ideologi adalah faktor kunci pengaderan. Pengertian kaderisasi
pemimpinan nasional adalah suatu proses mempersiapkan sumber daya manusia
Indonesia baik di pusat maupun daerah untuk menjadi pemimpin pada masanya yang
akan memikul tanggung jawab dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan
bernegara dalam upaya mewujudkan tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan
UUD NRI 1945.
Partai dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah
untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara. Kader-kader itu ada yang dipilih
secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung,
seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara lainnya.16 Sumber
daya manusia sebagai calon anggota atau calon kader dalam partai politik akan
menjalani proses seleksi yang disebut kaderisasi melalui pendidikan berjenjang dan
berkesinambungan agar memahami platform partai, sejarah perjuangan partai, arah
perjuangan partai, strategi perjuangan politik partai, dan memiliki militansi yang
tinggi pada partai politik.
Kualitas kepemimpinan kenegarawanan (statesmanship) juga sangat
dibutuhkan pasca Pemilu 2019. Para pemimpin harus belajar untuk memadukan
interdependence (keadaan saling bergantung) dan diversity (keragaman). Ada dua
hal yang dibutuhkan dari kepemimpinan negarawan yaitu visi dan simpati. Orang
yang memiliki karakter kenegarawanan merupakan a great man yang lebih dari
sekadar seorang pemimpin (leader). Postur negarawan meliputi: Memiliki karakter
bangsanya; Menghayati indeks kepemimpinan dan kenegarawanan yang unggul;
Sadar dan waspada terhadap bahaya keamanan yang bersifat komprehensif; Selalu
peka terhadap dinamika lingkungan strategis (nasional, regional, dan global);
16
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006), Hal. 160
39
Vol.2 No.1 2021
Pembahasan
Indonesia telah berhasil melaksanakan Pemilu Pilpres dan Pileg secara
serentak. Proses pembangunan nasional akan terus berlanjut dengan kepemimpinan
nasional yang terpilih. Tantangan kepemimpinan nasional adalah melanjutkan
rencana strategis keempat (2020-2024) yang sudah di depan mata. Di bidang politik
beberapa capaian selama dua tahun terakhir ini pada konsolidasi politik
menghasilkan perimbangan kekuatan politik di parlemen, sehingga program-
program pemerintah dapat berjalan dengan efektif karena didukung oleh DPR.
Globalisasi dan digitalisasi di era modern menyebabkan peran media sosial
semakin menguat dalam menjalin komunikasi antar individu.20 Teknologi informasi
dan komunikasi dengan menggunakan media sosial facebook, twitter, instagram,
whatsapp, telegram, dan sebagainya dimanfaatkan dengan maksimal dalam
mensosialisasikan visi, misi, dan agenda politik oleh kontestan maupun simpatisan.
19 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008).
20 Media Baru dalam Komunikasi Politik (Komunikasi Politik di Dunia Virtual). Sumber:
https://issuu.com/yusrintosepugo/docs/media_sosial_dalam_komunikasi_polit, diakses
tanggal 1 November 2021
41
Vol.2 No.1 2021
Keberadaan media sosial ini disatu sisi sangat membantu pemerintah untuk
menyampaikan informasi-informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Pemilihan Umum kepada masyarakat dengan cepat. Namun disisi lain, media sosial
dimanfaatkan untuk membuat dan menyebarkan black campaign, provokasi, hoax,
dan hate speech. Iktikad baik pemerintah untuk memberikan edukasi kepada
masyarakat menjadi tidak maksimal dengan munculnya black campaign, provokasi,
hoax, dan hate speech. Rentang fisik batas negara yang di beberapa wilayah belum
selesai atau masih ada ketidaksepakatan dengan negara tetangga yang tentunya
berpotensi mengganggu proses pembangunan nasional. Bahkan isu perbatasan, kerap
digunakan pada masa kampanye guna menimbulkan soliditas anggota, kader, dan
simpatisan partai politik.
Kesadaran berpolitik masyarakat Indonesia masih tergolong rendah bahkan
masih ada yang buta politik sehingga sangat mudah terprovokasi. Hal ini berpotensi
menimbulkan permasalahan yang memungkinkan dapat merusak persatuan dan
kesatuan di tingkat daerah maupun nasional. Media sosial seharusnya dapat menjadi
mitra yang bisa mengedukasi masyarakat dalam berbagai bidang termasuk politik.
Informasi yang dibagikan oleh media cetak dan online berpotensi meningkatkan
kesadaran sosial masyarakat karena mereka mulai bereaksi terhadap isu-isu.21 Media
dapat memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat di penjuru tanah air sehingga
memiliki preferensi politik yang seimbang untuk dapat secara rasional menyalurkan
aspirasi politiknya. Upaya memenangkan kompetisi di panggung politik dicapai
dengan cara-cara yang sulit diterima akal sehat.
Seharusnya kemenangan dalam Pemilu diraih karena memang dilakukan
dengan fairness (obyektif). Selain itu, kontestan memenuhi persyaratan-persyaratan
yang sesuai dengan apa yang harus dilalui dalam berpolitik dan bukan dengan black
campaign, provokasi, hoax, dan hate speech. Pemimpin nasional termasuk
kepemimpinan parpol harus dapat mengedepankan kapabilitasnya dalam
memanfaatkan media sosial untuk kembali merajut dan menghubungkan
(konektivitas) antar perbedaan yang ada di tengah simpatisan dengan terus menerus
menghimbau untuk mengurangi black campaign, provokasi, hoax, dan hate speech..
Simpulan
Kepemimpinan merupakan kemampuan yang ada dari seseorang untuk
mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan orang lain untuk mencapai suatu
tujuan. Pemilu 2019 telah selesai dengan segala kompleksitasnya sehingga kini elit
parpol harus lebih berperan merangkul lawan-lawan politiknya. Sikap
primordialisme, komunalisme, dan provokasi selama prosesi pemilu 2019 sudah
seharusnya dapat dieliminir untuk keberlangsungan pembangunan nasional.
Kemenangan dalam Pemilu telah diraih namun disi lain, politik masih diwarnai
dengan provokasi, hoax, dan hate speech. Pemimpin parpol harus dapat
mengedepankan kapabilitasnya dalam memanfaatkan media sosial untuk kembali
merajut dan menghubungkan (konektivitas) antar perbedaan yang ada di tengah
simpatisannya. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia dan seloka
"Bhinneka Tunggal Ika" merupakan nilai-nilai utama yang harus dipegang teguh
oleh kontestan dan simpatisan pasca Pemilu. Namun keanekaragaman berkombinasi
dengan konflik berpotensi menjadi permasalahan nasional. Kerja keras dengan sikap
yang dapat menghubungkan perbedaan dan menerima dengan lapang dada
merupakan wujud dari sikap negarawan yang sangat dibutuhkan pasca Pemilu 2019,
namun belum sepenuhnya terwujud. Berdasarkan uraian di atas maka simpulan
sebagai berikut:
a. Kehidupan politik yang bermartabat dan terhormat pasca pemilu 2019
belum terwujud. Pelaksanaan Pemilihan Umum sebagai perwujudan
demokrasi Pancasila merupakan wahana pemanfaatan hak politik warga
masyarakat namun masing-masing parpol masih terbawa “hawa panas” yang
telah terjadi sejak masa pemilu.
44
Vol.2 No.1 2021
Daftar Pustaka
A. Buku.
A.Gunawan Setiardja. 1993. Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi
Pancasila. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 117.
Deliar Noer.1983. Pengantar ke Pemikiran Politik. Jakarta : Rajawali.
45
Vol.2 No.1 2021
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Dasar 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
46