KABUPATEN TANGERANG
Bab I Pendahuluan
Dalam konteks Indonesia yang menjadi pegangan adalah UUD 1945, jika
dicermati, UUD 1945 mengatur kedaulatan rakyat dua kali, pertama pada
pembukaan alinea keempat, “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan
Rakyat, “kedua, pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil perubahan berbunyi,
kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undangan
Dasar”. Dengan demikian, UUD 1945 secara tegas mendasar pada pemerintahan
demokrasi karena berasaskan kedaulatan rakyat.
1
Indonesia sudah menjadi pusat ekonomi, politik, media, budaya dan
pendidikan di Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk dalam provinsi yang
memiliki jumlah penduduk yang besar di Indonesia tercatat sejumlah 270.203.917
Jiwa pada tahun 2024. Jumlah yang besar ini membuat sosiologis masyarakat
Indonesia menjadi multikultur. Keanaekaragaman etnis dan suku di Indonesia
dapat menjadi modal besar dalam pembangunan baik politik maupun ekonomi,
sekaligus rentan terjadi benturan dan dapat menjadi potensi konflik di kemudian hari
jika tidak mampu dikelola dengan baik.
Beberapa praktika dalam pemilu atau pilkada, upaya merebut hati calon
pemilih senantiasa menggunakan cara yang tidak bersifat edukasi politik akan tetapi
dengan cara yang tidak dibenarkan dalam undang-undang, seperti money politik,
menggunakan isu SARA, menyebarkan Hoax, politik identitas dan beberapa praktika
2
lainnya. Masyarakat dibiasakan dengan sajian praktika kampanye yang tidak
mendidik, penggunaan isu SARA dalam pesta demokrasi akan sangat berisiko
terhadap stabilitas sosial, dimana masyarakat dibenturkan antara ras dan golongan.
Mempertantangkan antar kelompok dengan kelompok lainnya untuk kepentingan
politik praktis. Terbukti, pemerintah Indonesia melalui badan kesatuan bangsa dan
politik bertanggung jawab melakukan penanganan konflik sosial disini termasuk di
dalamnya permasalahan konflik yang terjadi pada pemilu nantinya. Upaya ini
sebagai bentuk implementasi tentang penanganan konflik sosial.
Bab II Pembahasan
Pada fase pemungutan suara, potensi konflik yang muncul antara lain:
profesionalisme penyelenggara pemilu, DPT ganda, pemilih yang tidak tercatat di
DPT, gangguan pelaksanaan penyelenggaran pemungutan suara. Potensi ini
termanifestasikan ke dalam beberapa kejadian di lapangan. Selain itu di TPS 17 di
kawasan Indonesia Barat terjadi ketegangan antara warga dan ketua KPPS yang
disebabkan kinerja panitia dan penguasaan aturan pemilu yang tidak jelas. Selain
itu terjadi pemilih ganda dan pemalsuan identitas pemilih juga terjadi di lapangan
dan diproses tindak pidana pemilu.
Pada fase pasca pemungutan suara, tidak terjadi konflik akibat kekecewaan
terhadap proses penyelenggaraan pemilu dan hasil pemilu, serta ketidakpuasan
terhadap kinerja penyelenggara pemilu. Semua pihak bersikap dewasa dan legowo
menerima hasil pemilihan umum dan proses hukum yang menjerat.
Konflik yang diakibatkan profesionalisme penyelenggara dan proses
penyelenggaran pemilu saat pemungutan putaran pertama, misalnya di berbagai
TPS. Masyarakat tidak terdata dalam DPT yang ditetapkan KPU yang diakibatkan
masih ada masyarakat yang belum melakukan perekaman penduduk.
4
sehat dan terhindar dari hoaks dan isu sara); d) koordinasi dengan forum binaan
bakesbangpol; dan e) pembentukan pos komando bersama pemilu 2024 Indonesia
tahun 2024.
5
Indonesia tahun 2024 terpantau berjalan lancar. Selain itu, posko
bersama ini melakukan koordinasi dan konsolidasi baik bulanan
maupun insidental sesuai dengan tahapan pemilu.
Pelaksanaan pemilu 2024 Indonesia tahun 2024 terdapat potensi lain yang
menimbulkan konflik pada pemungutan suara pemilu 2024 Indonesia. Misalnya saja
masih terjadinya money politic, penyelenggara pemilu yang kurang profesional,
kualitas pemilu di masyarakat, dan kesiapan penyelenggara. Terkait dengan
potensi lain itu, Bakesbangpol memilki peran yang sentral. Peran sentral tersebut
ditunjukan dalam keberadaan bakesbangpol sebagai pemimpin dalam struktur
posko bersama yang di dalamya terdapat penyelenggara pemilu.
Bakesbangpol tidak memiliki kebijakan langsung dalam pengerahan anggota,
maka bakesbangpol berkoordinasi dengan KPU, Bawaslu, Kepolisian dan
Kejaksaan, dalam rapat koordinasi posko bersama agar pihak terkait
menindaklanjuti secara langsung permasalahan pelaksanaan pemilihan umum yang
termasuk tindak pidana dan non pidana di lapangan.
Berdasrkan hasil temuan di lapangan, Bakesbangpol terlihat tidak memiliki
sistem operasional pencegahan konflik yang ideal dan terintegrasi. Padahal,
operasional dari pencegahan konflik adalah terbentuknya kerangka kerja
pencegahan konflik atau conflict prevention framework.
9
10
11
12
13
14
Penutup
Peran Bakesbangpol dalam pencegahan isu politik atau konflik pada pemilu
2024 di Indonesia maka kesimpulan yang dibuat antara lain: Pertama, potensi
konflik pada pemilu 2024 akan dapat terjadi ketidakadilan dan penilaian pemimpin,
isu SARA dan penistaan agama, Netralitas ASN, profesionalitas penyelenggara
pemilu, penyelenggaraan pemilu serta konflik kepentingan dan kekuasaan. Isu
SARA yang menyeruak di masyarakat hanya berkutat pada isu agama dan ras saja
serta hanya ditujukan kepada sosok Basuki Tjahja saja. Potensi konflik yang muncul
ini disusun berdasarkan deteksi potensi konflik, dan pemetaan faktor penyebab
konflik dengan melakukan analisis faktor struktural dan analisis aktor sekuritisasi
konflik. Kedua, peran badan kesatuan bangsa dan politik pada pencegahan konflik
di Indonesia, dalam konteks Pemilu 2024 adalah melakukan upaya pencegahan dan
penanganan konflik sosial yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung,
dan baik mandiri maupun bersinergi. Upaya pencegahan dan penanganan konflik
dilakukan dalam bentuk deteksi dini, peringatan dini dan tanggap dini..
15