Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang banyak
dibudidayakan di Indonesia. Luas areal karet pada tahun 2015 menempati urutan
pertama dengan luas 3.621.100 Ha, disusul oleh, kakao, kopi, tebu, tembakau
dan teh (Badan Pusat Statistik, 2015). Produksi karet di Indonesia juga
menempati urutan kedua setelah kelapa sawit sebesar 3.145.400 ton pada tahun
2015, diikuti oleh kelapa, tebu, kopi, kakao, tembakau dan teh (Badan Pusat
Statistik, 2015). Oleh karena itu, karet merupakan komoditas penting untuk
dibudidayakan secara lebih luas. Tenaga kerja yang bekerja di sektor buruh
perkebunan disebut buruh perkebunan.
Di era baru persaingan global ini, pasar yang bervariasi dan kemajuan
teknologi yang pesat membutuhkan tenaga kerja yang lebih fleksibel dan
kompeten (Nikandrou et al., 2009). Bisnis hari ini berjalan global dan
membutuhkan lebih banyak berpendidikan dan pelatihan pekerja untuk
menghadapi tantangan baru (Werner dan DeSimone, 2009). Lingkungan kerja
yang kondusif diperlukan untuk berfungsinya organisasi secara sehat agar untuk
menghasilkan tenaga kerja berkualitas tinggi dan kompetitif di pasar global.
Banyak organisasi memberikan kelonggaran peraturan di tempat kerja dan
pengembangan kepada karyawannya dengan tujuan untuk menciptaan suasana
lingkungan kerja yang mendukung dan kemampuan untuk menghasilkan tenaga
kerja yang berkualitas dan unggul dan kompetitif dalam industri global.
Demikian pula di perusahaan perkebunan, karyawan adalah sumber daya
penting dari organisasi mereka yang memainkan peran utama dan berkontribusi
pada keberhasilan perkebunan. Untuk mempertahankan produktivitas yang tinggi
dan menjaga loyalitas karyawan terhadap organisasi, manajemen memberikan
aturan berbeda di lingkungan tempat kerja & pengembangan, penghargaan
dalam berupa bonus dan promosi hingga kinerja yang memuaskan untuk
memotivasi.
Faktor lingkungan tempat kerja memegang peranan penting terhadap kinerja
karyawan. Faktor-faktornya lingkungan tempat kerja memberikan dampak yang
sangat besar bagi karyawan baik terhadap hasil negatif atau hasil positif

1
(Chandrasekar, 2001). Selama beberapa dekade terakhir, faktor lingkungan kerja
pekerja kantoran telah berubah karena perubahan beberapa faktor seperti
lingkungan sosial, teknologi informasi dan cara yang fleksibel dalam mengatur
proses kerja (Hasun & Makhbul, 2005).
Menurut Boles et al. (2004), ketika karyawan secara fisik dan emosional
memiliki keinginan untuk bekerja, maka hasil kinerja mereka akan meningkat.
Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa dengan memiliki lingkungan tempat
kerja yang tepat, ini membantu dalam mengurangi jumlah ketidakhadiran dan
dengan demikian dapat meningkatkan kinerja karyawan yang akan mengarah
pada peningkatan jumlah produktivitas di tempat kerja.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ada beberapa pengaruh
positif ketika menerapkan lingkungan tempat kerja yang tepat strategi seperti
desain mesin, desain pekerjaan, desain lingkungan dan fasilitas (Burri &
Halander, 1991). Faktor yang mempengaruhi kinerja ada 2 faktor internal dan
eksternal, faktor internal seperti pengetahuan, keterampilan, pengalaman kerja,
dan didukung oleh motivasi yang kuat dari karyawan, sedangkan faktor eksternal
banyak dipengaruhi oleh lingkungan (Khoir, 2012).
Kondisi tempat kerja memengaruhi kinerja karyawan terdiri dari mematuhi
dan mematuhi organisasi aturan, kualitas, bekerja sama dengan rekan kerja
untuk menyelesaikan tugas masalah, berkonsentrasi pada tugas, dan kreativitas
(Hernaus & Mikulic, 2013; Kahya, 2007). Tidak ada pekerjaan dilakukan dalam
ruang hampa, setiap pekerjaan dilakukan dalam tempat kerja dan dengan
demikian karakteristik tempat kerja itu adalah elemen penting untuk diidentifikasi
dalam mendefinisikan dan memahami pekerjaan itu (Prien et al., 2009). Menurut
Parasuraman dan Simmers (2001), karakteristik tempat kerja memiliki kapasitas
untuk mempengaruhi tingkat kontrol yang dapat digunakan karyawan dalam
konfrontasi dengan tekanan peran yang tidak konsisten. Demikian pula, Berg et
al. (2003) percaya bahwa karakteristik tempat kerja (apakah organisasi atau
pekerjaan) mampu mempengaruhi pemberdayaan karyawan. Juga, mereka
dapat secara efektif mengenali sumber daya untuk memberdayakan karyawan
untuk memutuskan, bertindak dan bekerja secara efektif untuk mencapai tujuan
organisasi (Friedman dan Greenhaus, 2000). Karakteristik tempat kerja adalah
yang relatif karakteristik stabil tempat kerja yang berdampak-positif atau
negative-cara kerja dilakukan (Prien et al., 2009). Berdasarkan definisi ini Prien

2
and his rekan (Prien et al., 2009) menyarankan/mengembangkan dan
memperkenalkan profil karakteristik tempat kerja organisasi terdiri dari 12
dimensi
Efficiency, efisien kualitas dan kuantitas pengelolaan pekerjaan yang
semakin dinamis dan lingkungan yang kompleks, dan individu diharapkan untuk
beradaptasi dan mengatur kegiatan mereka untuk mempertahankan efisiensi.
Mengakomodasi penyandang disabilitas,penekanannya adalah pada membantu
individu untuk mengatasi keterbatasan, dan memfasilitasi upaya individu untuk
mengatasi hambatan di tempat kerja.
Komunikasi, berkomunikasi dengan orang lain dan mencari informasi untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Mengakomodasi orang-orang dari
berbagai latar belakang, beradaptasi dengan orang-orang yang tidak berasal dari
arus utama, melainkan dari yang berkembang heterogenitas tempat kerja.
Standarisasi peran, Ini menunjukkan bahwa individu tahu apa yang harus
mereka lakukan dan ketahui apa yang diharapkan dari mereka, dan dengan
demikian menghasilkan kelangsungan kegiatan. Mempromosikan kesetaraan
gender, memberikan perlakuan yang sama untuk pria dan wanita di tempat kerja,
termasuk pekerjaan tugas, peluang promosi, akses ke pelatihan, kesetaraan
dalam gaji dan tunjangan, dan semua lainnya aspek penting dari pekerjaan
Standarisasi tugas, standarisasi tugas dan standar kinerja tugas pekerjaan
ini. Mengelola perubahan, memberikan dukungan bagi karyawan dalam
memahami perlunya perubahan, dalam menghadapi perubahan, dan dalam
memulai banyak transisi dibutuhkan oleh perubahan kondisi di tempat kerja.
Mengelola pekerjaan untuk efektivitas, merespons efektif terhadap kekuatan
eksternal, merespons dengan segera terhadap perubahan pasar, termasuk
keinginan pelanggan dan kebutuhan, pergeseran pasar lainnya, persaingan,
perubahan teknologi, hukum dan peraturan. Mengontrol pelecehan,
keputusasaan aktif dari pelecehan di tempat kerja, disengaja atau tidak
disengaja, pelecehan berdasarkan ras, usia, jenis kelamin, fisik batasan, atau
agama
Faktor lain yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah kompetensi atau
kemampuan yang dimiliki pegawai (Mangkunegara, 2010). Jenis kompetensi
meliputi keterampilan, pengetahuan, peran sosial, citra diri, sifat, dan motif (Rivai
dan Sagala, 2009). Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah disiplin kerja

3
yang merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja. kinerja dan
kinerja karyawan karena disiplin kerja membuat karyawan melakukan sosial yang
baik penyesuaian diri, mematuhi semua aturan, melakukan tindakan korektif, dan
efektif dalam bekerja (Ginting, 2013).
Oleh karena itu, Chandrasekar (2011) telah menyatakan bahwa hubungan
atau hubungan antara karya, tempat kerja, alat-alat kerja telah menjadi aspek
terpenting dalam pekerjaan mereka itu sendiri. Dalam penelitian ini, beberapa
faktor lingkungan tempat kerja yang mempengaruhi kinerja karyawan akan
ditentukan, dan juga didiskusikan. Faktor lingkungan kerja yang telah ditentukan
adalah bantuan pekerjaan, dukungan atau hubungan supervisor, kesempatan
untuk dipromosikan, umpan balik kinerja, penetapan tujuan, insentif tempat kerja,
pendampingan, pembinaan dan juga lingkungan kerja fisik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, maka dapat
ditentukan rumusan masalah nya adalah “Bagaimana faktor faktor yang
mempengaruhi lingkungan kerja pada pekerja bagian produksi di PT.Socfin
Indonesia Perkebunan Matapao Tahun 2022”

C. Tujuan Penelitian
C.1 Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
“Untuk mengetahui faktor faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi pekerja
bagian produksi di PT.Socfin Indonesia Perkebunan Matapao Tahun 2022”
C.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pencahayaan,tingkat kebisingan,tingkat
suhu,dan tingkat kelembaban di PT.Socfin Indonesia Perkebunan
Matapao Tahun 2022.
b. Untuk mengetahui dampak dampak yang dialami pekerja akibat
lingkungan fisik di bagian produksi PT.Socfin Indonesia
Perkebunan Matapao Tahun 2022.

4
D. Manfaat Penelitan
1. Manfaat Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian informasi bagi yang
membutuhkan dan juga perkembangan khususnya pada program studi
Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai penambahan
wawasan.Diharapkan dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi
dan informasi mengenai penelitian serupa pada masa yang akan datang
bagi yang membutuhkan.
2. Manfaat Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan
masukan kepada Perusahaan PT.Socfin Indonesia Perkebunan Matapao ,
dan peningkatan dalam suasana di lingkunga kerja .
3. Manfaat Bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka ini membahas berbagai hal yang berhubungan dengan


faktor yang dapat mempengaruhi pekerjaan lingkungan . Penelitian kali ini juga
mengidentifikasi kesenjangan yang ditinggalkan oleh peneliti lain dari studi
serupa. Namun, penelitian ini mencoba untuk mengisi celah-celah itu sehingga
tulisan tersebut dapat berkontribusi pada kumpulan pengetahuan baru di dunia
akademik. Melalui tinjauan ini, literatur dikemas ulang dan dianalisis sebagai cara
membawa wawasan baru ke dalam masalah yang dipelajari.
A. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan bekerja atau tempat
dimana segala aktivitas kerja berlangsung tempat. Lingkungan kerja dipisahkan
oleh dua dimensi yaitu kondisi fisik di sekitar tempat kerja seperti: seperti
lingkungan dan kondisi sosial seperti perilaku karyawan terhadap satu sama lain.
Chandrasekar (2011) menyatakan bahwa lingkungan kerja berdampak pada
moral, produktivitas, dan keterlibatan karyawan baik secara positif maupun
negatif.
Jain & Kaur (2014) mengatakan bahwa produktivitas karyawan ditentukan
oleh tingkat yang berlebihan, pada lingkungan tempat mereka bekerja.
Lingkungan kerja melibatkan semua aspek yang bertindak dan bereaksi pada
tubuh dan pikiran seorang karyawan. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja
adalah kondisi fisik dan non fisik di sekitar pekerja yang dapat mempengaruhi
kinerja mereka tergantung padn seberapa baik kondisi kerja itu.
Lingkungan kerja Bentuk fisik lingkungan kerja adalah ruang, tata letak fisik,
kebisingan, alat, bahan, dan hubungan rekan kerja; kualitas dari semua aspek
tersebut memiliki dampak penting dan positif terhadap kualitas kinerja (Tyssen,
2005, hlm. 58). Lingkungan kerja merupakan tempat dimana karyawan
melakukan aktivitasnya, dimana hal tersebut dapat membawa dampak positif dan
negatif bagi karyawan untuk mencapai hasil kerjanya. Lingkungan kerja yang
kondusif akan memberikan dampak yang baik bagi kelangsungan pekerjaan,
sedangkan lingkungan kerja yang kurang kondusif akan berdampak negatif
terhadap kelangsungan pekerjaannya.

6
Barry dan Heizer (2001, p.239) menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah
lingkungan fisik yang mempengaruhi kinerja karyawan, keamanan dan kualitas.
Lingkungan kerja memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan bekerja
secara maksimal, hal tersebut dapat mempengaruhi emosi karyawan. Jika
karyawan menikmati lingkungan kerjanya, ia akan menikmati waktunya di tempat
kerja untuk melakukan kegiatan tersebut, ia akan menggunakan waktu kerjanya
secara efektif dan optimal dan prestasi kerjanya akan tinggi pula. Selain
lingkungan fisik tempat karyawan bekerja, lingkungan kerja mencakup hubungan
kerja antara sesama karyawan dan hubungan antara bawahan dengan
atasannya.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, lingkungan kerja merupakan tempat
untuk melakukan suatu pekerjaan, dan salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas fisik lingkungan kerja adalah dengan menerapkan 5 Metode, yaitu: Seiri
(pemilahan); Seiton (penataan kerapian yang sistematis); Seiso (spicand span of
cleaning); Seiketsu (standarisasi); dan Shitsuke (disiplin diri). Menurut Nitisemito
(1992), dimensi lingkungan kerja dapat dilihat padaTabel 2.1

Dimensi Indikator
Suasana kerja a. Suasana kerja yang memuaskan
b. Suasana kerja yang mendukung
Hubungan dengan a. Hubungan yang harmonis
rekan kerja b. Tidak ada intrik timbal balik
Fasilitas kerja a. Peralatan lengkap
b. Peralatan modern

Lingkungan kerja yang menarik dan mendukung sangat penting terhadap


kepuasan kerja. Lingkungan kerja memiliki banyak sifat yang dapat
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Tempat kerja yang berkualitas sangat
penting untuk menjaga pekerja pada berbagai tugas mereka dan bekerja secara
efektif. Tempat kerja yang baik diperiksa oleh karakteristik seperti upah yang
kompetitif, hubungan saling percaya antara karyawan dan manajemen,
kesetaraan dan keadilan bagi semua orang, dan beban kerja dengan tujuan yang
menantang namun dapat dicapai. Sebuah gabungan dari semua kondisi ini
menjadikan stasiun kerja sebagai kondisi kerja terbaik bagi karyawan untuk

7
bekerja dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Sebagai organisasi yang
berorientasi pada keuntungan, menciptakan lingkungan yang memungkinkan
bagi karyawan yang puas adalah mengarah ke garis bawah yang
diperlukan.Lingkungan kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga tetapi bentuk-
bentuk yang saling terkait. Ini adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja
psikologis dan lingkungan kerja sosial. Menurut [8], lingkungan kerja yang
mendukung membantu pekerja untuk melakukan tugas normal lebih efektif,
membuat menggunakan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi mereka
sebaik-baiknya dan sumber daya yang tersedia untuk memberikan layanan
berkualitas tinggi.
A.1. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan Kerja Fisik adalah lingkungan kerja yang berhubungan
dengan fisik atau benda-benda nyata di tempat di mana pekerjaan dilakukan.
Ini mencakup hal hal seperti mesin, tata letak kantor, suhu, ventilasi dan
pencahayaan. Ini juga termasuk tingkat kebisingan dan ruang. Aspek dari
pekerjaan seperti panas, kebisingan, dan pencahayaan telah terbukti
mempengaruhi sejumlah proses psikologis baik secara langsung maupun
cara-cara tidak langsung. Kebisingan, misalnya, dapat merusak kognitif
kinerja jenis tugas tertentu [9].
Pengaturan lingkungan kerja fisik dapat berdampak pada tingkat dan
sifat interaksi sosial antara rekan kerja. Desain kantor terbuka, misalnya, dan
lainnya aspek tata letak fisik dapat menentukan jenis interaksi yang dapat
terjadi [10]. fisik lingkungan mungkin menawarkan lebih atau kurang
keamanan fisik. Sebuah pelajaran oleh [11] menemukan bahwa setiap kali
ada peningkatan dalam desain fisik gedung perkantoran, produktivitas
melalui kinerja karyawan meningkat sekitar 5-10 persen.
Demikian pula [12] menyimpulkan bahwa jenis dan kualitas
pencahayaan sistem di tempat kerja mempromosikan pengalaman kerja
karyawan yang kemudian menghasilkan peningkatan produktivitas. Sekali
lagi, [13] temuan mengungkapkan bahwa pencahayaan, kebisingan, warna
dan kualitas udara berdampak pada produktivitas karyawan. Kekhawatiran
tentang kecelakaan atau cedera juga cenderung memiliki efek pada
kesejahteraan psikologis.

8
A.1.1 Pencahayaan
Faktor yang mempengaruhi fisik seorang pekerja salah satunya
adalah faktor pencahayaan.Pencahayaan atau bisa juga disebut
penerangan, Menurut Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 ,
penerangan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
Intensitas cahaya adalah banyaknya cahaya ada pada suatu luas
permukaan,merupakan aspek lingkungan fisik yang sangat penting
untuk keselamatan dan kenyamanan kerja.Beberapa macam sumber
sumber pencahayaan, antara lain:
1. Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari
sinar matahari. Untuk mendapat pencahayaan alami pada ruangan
diperlukan jendela jendela yang memadai, atau dinding kaca kurang
lebih 1/6 dari luas lantai
2. Pencahayaan buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang berasal dari
sumber cahaya buatan manusia yang dikenal dengan lampu atau
luminer.
A.1.1.1 Alat pengukur intensitas cahaya
Pengukuran intensitas cahaya menggunakan alat ukur lux meter,
yang dapat mengubah bentuk arus listrik diubah menjadi angka
yang bisa dibaca pada layer lux meter.

9
A.1.1.2Standar Pencahayaan

A.1.2 Kebisingan
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang nilai ambang batas factor
fisika dan factor kimia ditempat kerja menyebutkan kebisingan adalah
semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat alat
proses produksidan alat alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran
Hal yang dapat menentukan kualitas bunyi, yaitu frekuensi dan
intensitas suara.Telinga manusia memiliki frekuensi mendengar antara
16-20.000 Hz. Anjuran intensitas kebisingan berdasarkan
Kep.Men.No.51 tahun 1999 adalah 85 dBa untuk 8 jam kerja/hari atau
40 jam seminggu.
Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur intensitas
kebisingan adalah sound level meter. Alat ini bekerja secara manual

10
tanpa memori penyimpan data. Bisa juga menggunakan alat yang
canggih dan mampu menyimpan data, yaitu noise logging dosimeter.
Namun alat ini menuntut keahlian khusus untuk menggunakannya,
termasuk untuk menentukan titik pengukurannya
A.1.2.1 Jenis Jenis Kebisingan
Dalam buku Fundamentals of Industrial Hygiene 5th Edition,
pajanan kebisingan di tempat kerja dapat dikelompokan menjadi 3
jenis yaitu (Standard, 2002):
1. Continuous Noise.
Continuous noise merupakan jenis kebisingan yang memiliki
tingkat dan spektrum frekuensi konstan. Kebisingan jenis ini
memajan pekerja dengan periode waktu 8 jam per hari atau 40
jam per minggu.
2. Intermittent Noise.
Intermittent noise merupakan jenis kebisingan yang memajan
pekerja hanya pada waktu-waktu tertentu selama jam kerja.
Contoh pekerja yang mengalami pajanan kebisingan jenis ini
adalah inspector atau plant supervisor yang secara periodik
meninggalkan area kerjanya yang relatif tenang menuju area
kerja yang bising.
3. Impact Noise.
Impact noise disebut juga dengan kebisingan impulsif, yaitu
kebisingan dengan suara hentakan yang keras dan terputus-
putus kurang dari 1 detik. Contoh kebisingan jenis ini adalah
suara ledakan dan pukulan palu.
Sedangkan Menurut Suma’mur (2009) menurut sifatnya
kebisingan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas
(steady state, wide band noise). Misal: mesin-mesin, kipas
angin, dapur pijar.
2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady
state, narrow band noise). Misal: gergaji sirkuler, katup gas.
3. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Misal: lalu lintas, suara
kapal terbang.

11
4. Kebisingan impulsive (impact impulsive noise). Misal: tembakan
bedil, meriam, ledakan.
5. Kebisingan impulsive berulang. Misal: mesin tempa, pandai
besi.
A.1.2.2 Sumber Kebisingan
Sumber kebisingan adalah sumber bunyi yang sangat
menganggu pendengaran baik dari sumber yang bergerak maupun
diam.Biasanya sumber kebisingan dihasilkan dari kegiatan industry
yang berasal dari aktivitas mesin , Vibrasi yang ditimbulkan akibat
getaran yang berasal dari gesekan,benturan,atau ketidak
seimbangan Gerakan bagian mesin yang terjadi pada roda gigi,
roda gila,bearing, dan lain lain, dan terjadi akibat pergerakan
udara,gas, dan cairan dalam proses kerja industry misalnya pada
pipa penyalur gas, gas buang, flare boom, dan lain lain.
A.1.2.3 Syarat Kebisingan

Menurut Permenaker No.5 tahun 2018


1. Exposure 88 dBA = 3 jam -> Diperbolehkan (karena maksimal 4
jam)
2. Exposure 91 dBA = 1 jam -> Diperbolehkan (karena maksimal 2
jam)
3. Exposure 85 dBA = 4 jam -> Diperbolehkan (karena maksimal 8
jam)

12
A.1.2.4Pengendalian Kebisingan
Kebisingan dapat dikendalikan dengan:
1. Pengurangan kebisingan pada sumbernya ,dapat dilakukan
misalnya dengan menempatkan peredam pada sumber
getaran, tetapi umumnya hal itu dilakukan dengan melakukan
suatu perencanaan mesin atau peralatan kerja yang baru.
2. Penempatan penghalang pada jalan transmisi, isolasi tenaga
kerja atau mesin atau unit operasi adalah upaya segera dan
baik dalam upaya mengurangi kebisingan
3. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga(ear muff) biasanya
lebih efektif daripada sumbat telinga (ear plug) dan dapat lebih
besar menurunkan intensitas kebisingan yang sampai ke saraf
pendengar, dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 10-
25 Db.
A.1.2.5 Dampak Kebisingan bagi Karyawan
Kebisingan yang identik dengan bunyi yang mengganggu
tersebut dapat menimbulkan dampak yang negatif. Dampak
kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua
berdasarkan tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya
waktu pemaparan, antara lain  sebagai berikut :
Dampak kebisingan intensitas tinggi,
1. Umumnya menyebabkan terjadinya kerusakan pada indera
pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya
dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat
permanen atau ketulian.
2. Secara fisiologi, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat
menyebabkan gangguan kesehatan seperti : meningkatnya
tekanan darah dan tekanan jantung, resiko serangan jantung
meningkat, dan gangguan pencernaan.
3. Reaksi emosional masyarakat, apabila kebisingan dari suatu
proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat
sekitarnya menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan.
Dampak kebisingan intensitas rendah
Tingkat intensitas kebisingan rendah banyak ditemukan di

13
lingkungan kerja seperti perkantoran, ruang administrasi
perusahaan, dan lain-lain. Kebisingan intensitas rendah secara
fisiologi tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun
kehadirannya sering dapat menyebabkan :
1. Penurunan performansi kerja, yang dapat menimbulkan
kehilangan efisiensi dan produktivitas kerja.
2. Sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan
lainnya. Stres yang disebabkan karena kebisingan dapat
menyebabkan kelelahan dini, kegelisahan dan depresi. Dapat
pula menimbulkan keadaan cepat marah, sakit kepala, dan
gangguan tidur.
3. Gangguan reaksi psikomotorik dan kehilangan konsentrasi.
4. Tinnitus yaitu bunyi denging di telinga yang sering muncul tiba-
tiba. Meskipun denging itu akan hilang dalam beberapa jam,
namun bisa dijadikan sebagai indikator rusaknya pendengaran.
A.1.2.6 Program Konservasi
Program konservasi pendengaran terdiri dari tujuh komponen, di
antaranya:
1. Penilaian paparan kebisingan
Tujuan penilaian atau survei kebisingan adalah untuk
mengetahui adanya sumber bising yang melebihi nilai ambang
batas (NAB) yang diperkenankan dan mengetahui apakah
bising mengganggu komunikasi pekerja, atau perlu mengikuti
PKP.Selain itu, juga untuk menentukan apakah area kerja
tertentu memerlukan alat perlindungan pendengaran, menilai
kualitas bising untuk pengendalian serta menilai apakah
program pengendalian bising telah berjalan baik.Penilaian
paparan kebisingan ini meliputi:
a.Penilaian area, antara lain memantau kebisingan lingkungan
kerja, mengidentifikasi sumber bising di lingkungan kerja,
sumber bising yang melebihi NAB, menentukan perlunya
pengukuran lebih lanjut, serta membuat peta kebisingan
(noise mapping).

14
b.Penilaian dosis paparan harian, antara lain mengidentifikasi
kelompok kerja yang memerlukan pemantauan dosis
paparan harian, menentukan pekerja yang perlu dipantau
secara individual, menganalisis dosis paparan harian, dan
menentukan pekerja yang memerlukan penilaian dengan
audiometri.
c.Engineering survey, antara lain melakukan analisis
frekuensi untuk pengendalian, mengetahui pola kebisingan
untuk perawatan, modifikasi, rencana pembelian peralatan
mesin berikutnya, menentukan area yang perlu alat
pelindung, dan mengusulkan pengendalian yang
diperlukan.
2. Pengendalian kebisingan
Pada program pencegahan gangguan pendengaran terdapat
tiga hal yang dapat mengontrol bahaya kebisingan, yaitu:
a. Rekayasa teknologi (engineering control) dengan
pemilihan peralatan/mesin/proses yang lebih sedikit
menimbulkan bising, isolasi sumber bising dengan
pemasangan peredam bunyi, melakukan perawatan, dan
menghindari kebisingan.
b. Pengendalian administratif, dengan melakukan shift
kerja, mengurangi waktu kerja, merotasi tempat kerja,
pengaturan produksi dengan cara menghindari bising yang
konstan,  dan melakukan pelatihan dan sosialisasi fungsi
pendengaran dan perlindungan.
c. Alat pelindung pendengaran. Penggunaan alat pelindung
pendengaran merupakan pilihan terakhir yang harus
dilakukan. Alat pelindung pendengaran yang digunakan
harus mampu mengurangi kebisingan hingga mencapai 85
dB, harus nyaman, sesuai dengan bahaya dan jenis
pekerjaan, serta efisien.
3. Tes audiometri berkala
Audiometri adalah pemeriksaan pendengaran
menggunakan audiometer nada murni karena mudah diukur,

15
mudah diterangkan, dan mudah dikontrol. Terdapat tiga syarat
untuk kebasahan pemeriksaan audiometri, yaitu alat
audiometer yang baik, lingkungan pemeriksaan yang tenang,
dan keterampilan pemeriksa yang cukup andal.Pekerja yang
diperiksa harus kooperatif, tidak sakit, mengerti instruksi, dapat
mendengarkan bunyi di telinga, sebaiknya bebas dari paparan
bising sebelumnya minimal 12-14 jam, dan alat audiometer
terkalibrasi. Tes audiometri atau tes pendengaran terhadap
pekerja ini setidaknya dilakukan secara berkala setahun sekali.
Pemeriksaan audiometri ini sangat bermanfaat untuk
pemeriksaan screening pendengaran, dan merupakan
penunjang utama diagnostik fungsi pendengaran.
4. Alat pelindung pendengaran
Menggunakan pelindung pendengaran ketika bekerja dengan
paparan kebisingan tinggi merupakan upaya pencegahan yang
tak kalah penting. Anda bisa menggunakan ear plug atau ear
muff yang memiliki nilai NRR (Noise Reduction Rate) sesuai
nilai kebisingan di area kerja atau dengan NRR
terbesar.Namun pastikan pelindung pendengaran yang Anda
gunakan juga kompatibel dengan alat pelindung diri lainnya,
seperti helm dan kacamata. Juga nyaman dan efisien saat
dipakai serta saat Anda memakai pelindung pendengaran
pastikan Anda masih bisa berkomunikasi dengan pekerja lain.
5. Motivasi dan edukasi
Motivasi dan edukasi sebaiknya diberikan tidak hanya pada
pekerja saja tetapi juga pada pimpinan perusahaan. Tujuan
motivasi dan edukasi adalah untuk memberi pengetahuan dan
memotivasi agar program pencegahan gangguan pendengaran
menjadi kebutuhan bukan paksaan, menyadari bahwa
perawatan dan pencegahan lebih penting daripada
kompensasi.
Edukasi program ini meliputi:
a. Standar penanganan dampak kebisingan akibat kerja
b. Dampak kebisingan terhadap pendengaran

16
c. Kebijakan perusahaan dengan pengendalian bahaya
kebisingan, baik yang sudah berjalan maupun rencana ke
depannya
d. Pentingnya audiometri dalam mencegah hilangnya
pendengaran akibat kebisingan dan bagaimana melakukan
tes tersebut
e. Tanggung jawab pekerja dan manajemen, dengan diskusi
mengenai sumber kebisingan, bagaimana
pengendaliannya, dan upaya pencegahannya. 
6. Pencatatan dan pelaporan data
Informasi yang harus tersimpan dalam pencatatan dan
pelaporan , yaitu data hasil pengukuran kebisingan, data
pengendalian kebisingan (rekayasa teknologi dan administratif),
data hasil audiometri, data alat pelindung diri, data pendidikan
dan pelatihan, serta data evaluasi program.
7. Evaluasi program
Penting bagi perusahaan untuk melakukan peninjauan
apakah program konservasi pendengaran di atas sudah
dilakukan secara menyeluruh dan kualitas pelaksanaan
masing-masing komponennya sudah efektif.
Lakukan identifikasi apakah ada area kerja yang diharus
dilakukan pengendalian lebih lanjut. Buat daftar yang spesifik untuk
masing-masing area kerja untuk meyakinkan apakah semua
komponen program telah ditindak lanjuti sesuai standar berlaku.
A.1.2.7 Cara Pengukuran Kebisingan
Cara Pengukuran Tingkat Kebisingan
1. Tentukan bagian unit yang hendak di ukur
2. Siapkan sound lever meter, jam dan selembaran form untuk
mencatat hasil pengukuran
3. Pada unit yang akan diukur tentukan titik sampel pada ruang
kerja
4. Lakukan pengukuran dengan mencatat hasil pengukuran pada
4 detik sekali dalam 15 menit pada titik sampel
5. Tabulasikan data hasil pengukuran pada setiap titik sampel

17
6. Lalu setelah ditabulasi hitung dengan rumus
1 10 ¿
7. Leq = 10 Log (
2 ∑ ¿
10
¿

Dimana:
Leg = tingkat kebisingan
N = Jumlah sampel pengukuran
Fi = Persen waktu interval yang bersangkutan dari seluruh
waktu pengukuran
Li = Tingkat suara yang sama dengan nilai kelas interval
bersangkutan
A.1.3 Kelembaban
Kelembaban adalah ukuran banyaknya kadar air yang terkandung
dalam udara.Kelembaban biasanya dinyatakan dengan persentase (%),
dengan rumus:
M+R+C-E=0
M=Panas yang diperoleh dari proses metabolism
R=Perubahan panas karena radiasi
C=Perubahan panas karena konveksi
E=Hilangnya tenaga akibat Penguapan
Semakin tinggi dan lembap lingkungan kerja, maka akan semakin
banyak juga oksigen yang diperlukan untuk metabolisme dan akan
semakin cepat juga peredaran darah dalam tubuh kita, sehingga denyut
jantung akan semakin cepat. Ini berakibat pengurangan energi yang
sangat besar pada tubuh manusia sehingga pekerja akan cepat lelah
A.1.3.1 Faktor yang mempengaruhi kelembaban udara
1) Suhu
Faktor pertama yang mempengaruhi kelembaban udara adalah
suhu. Suhu sendiri merupakan derajat panas dari sebuah benda.
Semakin tinggi suhu sebuah benda maka benda tersebut akan
semakin panas, begitu pula sebaliknya.
Kelembaban udara ini berhubungan dengan kandungan air,
maka suhu tentu akan berpengaruh pada kelembaban udara.
Dalam hal ini, saat suhu udara semakin tinggi, maka kelembaban
udara pada udara tersebut. Begitu pula sebaliknya.

18
2) Pergerakan Angin
Faktor selanjutnya yang berpengaruh pada kelembaban udara
adalah pergerakan angin. Pergerakan angin ini bisa sangat
mempengaruhi tingkat kelembaban udara karena pergerakan angin
bisa berpengaruh pada proses penguapan di sumber air. Seperti
yang sudah umum diketahui bahwa proses penguapan air ini
merupakan salah satu tahapan dan faktor dalam proses
pembentukan awan.
3) Tekanan Udara
Faktor tekanan udara dalam mempengaruhi kelembaban udara
bersifat berbanding lurus. Artinya apabila suatu tempat memiliki
tekanan udara yang semakin tinggi, maka kelembaban udaranya
pun akan semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan pada tempat
yang memiliki tekanan udara tinggi justru memiliki udara yang
terbatas.
4) Kualitas dan Kuantitas Penyinaran Matahari
Berikutnya tingkat kelembaban udara juga dipengaruhi oleh
faktor kualitas dan kuantitas atau jumlah penyinaran matahari. Saat
intensitas penyinaran matahari sedang tinggi, maka tingkat
kelembaban udara akan relatif turun. Begitu pula sebaliknya, ketika
intensitas penyinaran matahari sedang rendah akan berpengaruh
pada tingginya tingkat kelembaban pada udara. Hal ini disebabkan
karena sinar matahari akan menghilangkan uap air yang akan
menyebabkan pada menurunnya kelembaban udara. Ketika
intensitas penyinaran sinar matahari semakin rendah, maka uap air
yang ada pada udara akan tetap tinggi sehingga kelembapan udara
pun akan tetap tinggi karena tidak adanya proses penguapan dari
uap air tersebut.
5) Ketersediaan Air
Ketersediaan air di satu tempat juga menjadi faktor yang
mempengaruhi kelembaban udara di tempat tersebut. Kembali lagi
pada pengertian dasar dari kelembaban udara, yaitu jumlah
kandungan uap air pada udara. Kelembaban udara yang diukur
berdasarkan banyaknya uap air yang terkandung tentu

19
berhubungan dengan ketersediaan air di suatu wilayah.
Tempat yang ketersediaan airnya melimpah atau dalam jumlah
yang relatif banyak, maka tingkat kelembaban udara di tempat
tersebut juga bisa dipastikan tinggi. Begitu juga sebaliknya pada
tempat dengan ketersediaan air yang rendah, maka tingkat
kelembaban udaranya juga relatif rendah.
6) Vegetasi
Vegetasi merupakan variasi tumbuhan yang ada di suatu wilayah.
Vegetasi ini juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi
tingkat kelembaban udara. Namun, faktor spesifik yang
berpengaruh pada kelembaban udara adalah kerapatan dari
vegetasi tersebut. Suatu tempat yang di dalamnya terdapat
vegetasi dengan kerapatan tinggi, maka tingkat kelembabannya
cenderung tinggi.Kerapatan vegetasi yang mempengaruhi tingkat
kelembaban udara ini bergantung pada seresah yang menutup
area permukaan tanah dengan rapat. Hal tersebut kemudian
menyebabkan uap air terkunci di dalam seresah tersebut.Hal
berbeda terjadi pada tempat dengan kerapatan vegetasi
renggang. Seresah yang menutupi area permukaan tanah juga
akan renggang sehingga tingkat kelembaban udaranya juga ikut
rendah.
7) Ketinggian Tempat
Faktor berikutnya yang berpengaruh pada tingkat kelembapan
udara adalah ketinggian tempat. Saat berada di tempat yang lebih
tinggi, suhu udara biasanya akan lebih dingin. Hal tersebut
disebabkan karena kandungan uap airnya pun lebih besar
dibandingkan kandungan uap air pada daerah yang lebih rendah.
Maka dari itu, ketika letak suatu tempat semakin tinggi, maka
kelembaban udaranya pun akan terpengaruh menjadi tinggi. Begitu
juga sebaliknya, ketika ketinggian suatu tempat tidak terlalu tinggi,
maka tingkat kelembaban udara pada tempat tersebut juga tidak
akan begitu tinggi.

20
8) Kerapatan Udara
Faktor yang Mempengaruhi kelembaban udara terakhir adalah
kerapatan udara. Apabila kerapatan udara di suatu tempat semakin
rapat, maka kelembaban udaranya juga akan semakin tinggi. Begitu
pula ketika kerapatan udara di satu daerah tersebut tergolong
renggang, maka kelembaban udaranya juga ikut rendah.
A.1.4 Suhu
Suhu atau temperature udara adalah kondisi yang dapat dirasakan
dipermukaan bumi yang mana kita ketahui terdiri dari 2 jenis suhu yaitu
panas,sejuk/dingin.Seperti yang kita ketahui permukaan bumi menerima
panas yang dihasilkan dari penyinaran matahari dari hasil pembiasan
cahaya matahari (radiasi) yang berupa gelombang elektromagnetik,
Pembiasan cahaya yang dipancarkan tidak secara penuh sampai ke
permukaan bumi, dan biasanya diukur oleh alat ukur yang bernama
thermometer .
A.1.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Suhu
Handoko dalam bukunya Pengantar Unsur-Unsur Cuaca di
Stasiun Klimatologi Pertanian, faktor-faktor yang memepengaruhi
suhu dipermukaan bumi di antaranya:
1. Jumlah radiasi yang diterima pertahun, perbulan, perhari, dan
permusim.
2. Pengaruh daratan atau lautan
3. Pengaruh ketinggian tempat
4. Pengaruh angin secara tidak langsung, misalnya angin yang
membawa panas
5. Pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam
atmosfer
6. Penutup tanah, misalnya tanah yang ditutupi vegetasi yang
memiliki temperatur yang lebih rendah daripada tanah tanpa
vegetasi.
7. Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi
8. Pengaruh sudut datang sinar matahari, sinar yang tegak lurus
akan membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya
miring.

21
Iklim kerja adalah iklim kerja (panas) hasil perpaduan antara
suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
(SNI 16-7061-2004). Adapun menurut Peraturan menteri tenaga
kerja dan transmigrasi Nomor per.13/Men/X/2011 tahun
2011Tentang Nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di
tempat kerja, Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu,
kelembaban, kecepatan gerakan udara dan
panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga
kerja sebagai akibat
pekerjaannya, yang dimaksudkan dalam peraturan ini adalah iklim
kerja panas.
Sebagai negara tropis yang mendapatkan curah mentari lama,
potensi kejadian yang terkait iklim kerja panas di Indonesia sering
dijumpai dalam lingkungan industri. Sehingga regulator dalam hal ini
Kementerian Kesehatan mengeluarkan peraturan terkait iklim kerja
dalam PERMENKES No 70 Tahun 2016 tentang Tentang Standar
dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri. Peraturan ini
menyesuaiakan dengan perkembangan ilmu pengetahuan ,
teknologi dan industri serta kebutuhan hukum sehingga
menggantikan peraturan lama yakni Keputusan Menteri kesehatan
Nomor 1405 /Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan Industri.
A.1.4.2 Pendekatan Pengukuran Iklim
Pendekatan untuk mengukur iklim kerja dapat melalui berbagai
indek, antara lain heat index, Thermal work limit dan WBGT (Wet
Blube Globe Temperatur) dan indeks lainya.Dari berbagai pola
pengukuran yang sering digunakan oleh industri, yang dijadikan
rujukan oleh NIOSH ( National Institute for Occupational Safety and
Health) Amerika dan menjadi pedoman dalam peraturan di
Indonesia baik Kementerian Tenaga Kerja maupun Kemenkes
Republik Indonesia, yakni pendekatan dengan WBGT (Wet Blube
Globe Temperatur) atau Indeks Suhu Bola Basah. Yang menarik
dari peraturan menteri Kesehatan 2016 ini adalah detil dalam
Langkah pengukuran iklim kerja. Disebutkan bahwa Nilai Ambang

22
Batas (NAB) iklim lingkungan kerja merupakan batas pajanan iklim
lingkungan kerja atau pajanan panas (heat stress) yang tidak boleh
dilampaui selama 8 jam kerja perhari sebagaimana tercnatum pada
tabel 1. NAB Iklim iklim Lingkungan kerja dinyatakan dalam derajat
Celcius Indeks Suhu Basah dan Bola (0C ISBB).

A.1.4.3 Unsur yang mempengaruhi Iklim


Unsur yang mempengaruhi Iklim kerja dibahas dan diberikan
contoh penilaiannya. Unsur lingkungan dengan Indeks Suhu Bola
Basah, Pengukuran Metabolisme pekerja dengan tabel kriteria
beban kerja standar Berat Badan pekerja 70 kg, dan nilai koreksi
pakaian. Dalam lampiran peraturan tersbut secara detil disampaikan
langkah pengukuran iklim kerja sehingga hasil pengukuran iklim
kerja akan disesuaikan dalam tabel NAB seperti diatas. Secara
singkat langkahnya yaitu :
1. melakukan iklim kerja dengan pendekatan ISBB
menggunakan alat Heat stress Monitor sesuai pedoman yang
berlaku, yang disesuaikan antara kondisi dalam ataua luar
ruangan.
2. Melakukan koreksi hasil pengukuran iklimlingkungan kerja
denagn pakaian kerja

23
3. Menentukan beban kerja berdasarkan laju metabolik sesuai
dengan tabel yang terlampir, dan dikoreksi dengan berat badan
pekerja 70 kg.
4. Menentukan alokasi waktu kerja dan istirahat dalam satu siklus
kerja (work rest regimen) yang dinyatakan dalam persen
5. Menetapkan Nilai NAB sesuai dengan tabel 1
6. Terakhir menyimpulkan kondisi dari hasilpengukuran, apakah
sesuai, melebihi, atau dibawah nilai ambang. Hasil tesebut
dapat menjadi acuan dalam pengendalian iklim kerja di
perusahaan tersebut.
Hadirnya peraturan Menteri Kesehatan ini yang mengacu dari
NIOSH 2016, cukup membantu bagi petugas sanitasi/higiene
Industri dalam mengelola dan mengukur lingkungan kerja terkait
iklim kerja. Upaya akhir dari kegiatan ini memastikan lingkungan
kerja dalam kondisi aman dan sehat bagi perkerjanya demi
mewujudkan hak asasi pekerja.
A.1.5 Lingkungan Kerja Psikologis
Lingkungan kerja psikologis dapat dipertimbangkan khususnya
sebagai elemen tempat kerja yang berkaitan dengan perilaku pekerja.
Dengan perilaku, ketiganya terkait jenis fenomena psikologis
dipertimbangkan: pengaruh (mis. emosi, suasana hati, gejala psikologis,
afektif gangguan); kognisi (misalnya sikap, persepsi, pengambilan
keputusan); dan perilaku (misalnya efektivitas, ketidakhadiran, motivasi).
Lingkungan kerja psikologis adalah kumpulan karakteristik
lingkungan kerja tersebut yang mempengaruhi perasaan pekerja.
Lingkungan kerja psikologis memberikan deskripsi aktivitas mental yang
dilakukan seorang pekerja selama jam kerja atau di pos. Pekerjaan
psikologis lingkungan termasuk deskripsi yang baik dan referensi untuk
sumber informasi lain tentang stres, intimidasi, pekerjaan persyaratan,
kerjasama dan konflik, dll. Stres dan kesejahteraan adalah tema dalam
lingkungan kerja psikologis. Pekerja memikirkan hal-hal berikut tetapi
tidak terbatas pada, sifat pekerjaan, upah yang akan diperoleh,
kesempatan untukpertumbuhan dan sejenisnya. Faktor-faktor ini
mempengaruhi tingkat kepuasan seorang karyawan dan pada dasarnya

24
berdampak pada kinerjanya. Sebuah studi oleh [14] menemukan bahwa,
ketika ada perubahan signifikan dalam kompensasi, promosi dan
tunjangan, pekerja menjadi puas dan meningkatkan produktivitas.

B. Kerangka Konsep
-Pencahayaan
-Kebisingan
-Suhu
-Kelembaban
Lingkungan Kerja Fisik

Memadai
Tidak Memadai

Suasana Hati
Suasana Lingkungan
Lingkungan Kerja
Lingkungan Kerja Psikologis

-Mempengaruhi
-Tidak Mengetahui

-Mengalami
Keluhan
-Tidak Mengalami

25
C. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


1 Lingkungan
Fisik
Pencahayaan Pencahayaan/ Lux Meter -Memenuhi Nominal
/ penerangan adalah syarat dengan
Penerangan jumlah penyinaran nilai minimal
pada suatu bidang yang diperoleh
kerja yang 200 Lux
diperlukan untuk -Tidak
melaksanakan Memenuhi
kegiatan secara syarat jika <200
efektif. Lux
Intensitas cahaya
adalah banyaknya
cahaya ada pada
suatu luas
permukaan,merupa
kan aspek
lingkungan fisik
yang sangat penting
untuk keselamatan
dan kenyamanan
kerja.Beberapa
macam sumber
sumber
pencahayaan
Kebisingan kebisingan adalah Sound Jika <85 dBA Nominal
semua suara yang Level Meter berarti
tidak dikehendaki memenuhi
yang bersumber syarat
dari alat alat proses
produksidan alat Jika >85 dBA

26
alat kerja yang pada berarti tidak
tingkat tertentu memenuhi
dapat menimbulkan syarat
gangguan
pendengaran
Suhu Suhu atau Thermomet Jika suhu<300C Nominal
temperature udara er berarti
adalah kondisi yang memenuhi
dapat dirasakan syarat
dipermukaan bumi
yang mana kita Jika suhu
ketahui terdiri dari 2 >300C berarti
jenis suhu yaitu tidak memenuhi
panas,sejuk/dingin syarat
Kelembaban Kelembaban adalah Hygrometer 40%-60% Nominal
konsentrasi
kandungan dari uap
air yang ada di
udara.
2. Lingkungan Lingkungan kerja Kuesioner Bila >50% Nominal
Psikologis psikologis adalah maka
kumpulan mempengaruhi
karakteristik
lingkungan kerja Bila <50%
tersebut yang maka tidak
mempengaruhi mempengaruhi
perasaan pekerja.
Lingkungan kerja
psikologis
memberikan
deskripsi aktivitas
mental yang
dilakukan seorang
pekerja selama jam

27
kerja atau di pos.
Keluhan yang Kuesioner Bila nilai >50% Nominal
3. Keluhan biasanya dialami berarti
oleh pekerja mengalami
produksi meliputi keluhan

 kebisingan yang Bila nilai <50%


bisa membuat berarti tidak
pendengaran, daya mengalami
konsentrasi dan keluhan
stress pada saat
bekerja.
 Suhu yang
membuat keringat
yang berlebih,
gangguan
pernafasan/pengap
pada saat bekerja.
 Pencahayaan
yang membuat mata
pekerja menjadi
cepat lelah.

28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif .
Metode penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang sarat dengan nuansa
angka-angka dalam teknik pengumpulan data di lapangan (Ardianto, 2010: 47).
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui dan
menentukan FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LINGKUNGAN
KERJA PADA PEKERJA PT. SOCFIN INDONESIA PERKEBUNAN MATAPAO
TAHUN 2022.
Penelitan ini menggunakan format deskriptif, untuk mendeskripsikan dan
menganalisis hasil perhitungan (distribusi frekuensi) dari faktor-faktor yang
mempengaruhi lingkungan kerja pada pekerja di PT. Socfin Indonesia
Perkebunan Matapao Tahun 2022. Peneliti juga menggunakan metode penelitian
survey kuantitatif untuk mendapatkan data mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi mempengaruhi lingkungan kerja pada pekerja di PT. Socfin
Indonesia Perkebunan Matapao Tahun 2022. Data yang akan didapat berupa
data statistik yang kemudian di analisis menggunakan analisis deskriptif untuk
menentukan faktor yang paling dominan yang mempengaruhi lingkungan kerja.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di PT.Socfin Indonesia Perkebunan Matapao
pada bulan Mei Tahun 2022

29
C. Populasi dan Sampel
C.1Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau
subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan.
(Sugiyono, 2009: 80).
Menurut Rakhmat (1984: 78) populasi dapat diartikan sebagai kumpulan
objek penelitian. Populasi merupakan keseluruhan individu dalam ruang
lingkup yang diteliti. Populasi juga merupakan semua bagian atau anggota
dari objek yang diamati; bisa berupa orang, benda, objek, serta apapun yang
menjadi objek dari survei. Karena pada dasarnya, populasi ditentukan oleh
topik dan tujuan survei (Ardianto, 2010: 170).Adapun populasi dalam
penelitian ini adalah 50 di PT. Socfin .
C.2 Sampel
Sampel merupakan sebagian dari sekumpulan objek yang diteliti
(Rakhmat, 1984:78). Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan
metode pengambilan sampel acak sederhana dimana metode pengambilan
sampel diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit memiliki peluang yang
sama untuk dipilih sebagai sampel. Pengambilan jumlah sampel dengan
mengikuti teknik sampling. Teknik sampling adalah teknik pengambilan
sampel (Sugiyono, 2013: 56).
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
non probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak
memberikan peluang yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel.
Salah satu teknik sampling non probability sampling adalah accidental
sampling yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Santoso dan Tjiptono
(2001) metode ini merupakan prosedur sampling yang memilih sampel dari
orang atau unit yang paling mudah dijumpai atau diakses. Dengan demikian
teknik ini digunakan karena kondisi saat ini yang tidak memungkinkan bagi
peneliti untuk turun secara langsung ke lapangan karena pandemi Covid-19
yang belum selesai hingga saat ini. Pengambilan data dilakukan secara
online melalui google form yang disebarkan melalui media sosial dimana hal
ini membuat peneliti tidak dapat mengjangkau populasi yang merata. Oleh
sebab itu, metode Non Probability Sampling Teknik accidental sampling

30
digunakan dalam penelitian ini karena setiap orang tidak memiliki
kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian.
Syarat dari accidental sampling sendiri adalah sampel yang digunakan
cocok sebagai sumber data yang memenuhi kriteria sebagai populasi dalam
penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data
1) Kuisioner,
Merupakan instrumen penelitian yang terdiri dari serangkaian pertanyaan
atau jenis konfirmasi lainnya yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi
dari responden. Kuesioner penelitian biasanya merupakan campuran dari
pertanyaan tertutup dan terbuka. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan
data yang relevan dari responden yang kemudian dapat digunakan untuk
berbagai keperluan.
2) Studi Kepustakaan, yaitu mencari data pelengkap dari buku atau literatur
referensi sebagai penunjang kebutuhan. Data tersebut diperoleh dari
dokumen-dokumen terkait penelitian. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan berbagai buku untuk menjadi referensi penelitian sekaligus
bahan penelitian.
3) Data Primer , data yang didapatkan merupakan data lingkungan fisik , suhu
yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur thermometer, kebisingan
menggunakan sound level meter, pencahayaan menggunakan luxmeter.
4) Data Sekunder , data yang akan diperoleh dari pimpinan perusahaan
mengenai gambaran perusahaan dan jumlah para pekerja

E. Teknik Pengolahan Data


1. Coding
Coding adalah suatu proses pemberian angka pada setiap
pertanyaan yang terdapat pada kuesioner, yakni sebagai pengganti
substansi pertanyaan. Pembuatan kode dimaksudkan untuk
menyederhanakan judul kolom dalam proses entry data (memasukkan
atau tabulasi data
2. Editing
Editing data merupakan proses melengkapi dan merapikan data
yang telah dikumpulkan dalam kuesioner. Editing kuesioner digunakan
untuk melengkapi data-data yang sudah diperoleh tetapi belum
dituliskan pada tempat yang telah disediakan dalam kuesioner.

31
Kegiatan editing diperlukan karena pada waktu pencatatan hasil
wawancara belum dituliskan pada tempatnya atau adanya catatan
informasi lain yang diperlukan.
3. Entry data
Entry data adalah suatu proses pengisian data pada tabel data
dasar (based data); baik dari hasil pencatatan pada waktu wawancara
maupun data sekunder. Istilah entry data juga dikenal dengan tabulasi
data; yakni pemindahan data dari kuesioner ke tabel. Kunci utama pada
kegiatan ini adalah rancangan (design) tabel dasar khususnya dalam
penetapan kolom. Pada penelitian yang mencakup banyak variabel dan
pertanyaan maupun pernyataan, diperlukan jumlah kolom yang
memadai dengan mempertimbangkan kemudahan dalam proses entry
maupun dalam membaca hasil entry. 

F. Teknik Pengukuran
Teknik dan tata cara pengukuran merupakan alat alat yang akan digunakan
untuk mendapat data yang sesuai dengan tujuan penelitian.Dalam penelitian
yang dilaksanakan ini alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data beserta
alat alat penunjangnya.
1) Sound level meter untuk mengukur intensitas kebisingan dengan satua DbA
Cara pengukurannya
a. Tentukan titik pengukuran biasanya ada 5 titik yang diambil meliputi titik
tengah, titik bagian timur, titik bagian barat, titik bagian selatan, titik
bagian utara
b. Aktifkan alat ukur sound level meter
c. Pilih selektor pada posisi fast untuk jenis kebisingan continue atau
berkelanjutan atau selektor pada posisi slow untuk jenis kebisingan
impulsive atau yang terputus-putus
d. Pilih selektor range intensitas kebisingan
e. Tentukan area yang akan diukur
f. Lakukan pengamatan selama 1-2 menit, kurang lebih 6 kali pembacaan
pada setiap area pengukuran.
g. Hasil pengukuran berupa angka yang ditunjukkan pada monitor
h. Tulis hasil pengukuran dan hitung rata-rata kebisingannya, maka akan
diketahui hasil pengukuran dari kebisingan tersebut.

32
2) Lux meter untuk mengukur intensitas cahaya dengan satuan Lux
Cara Pengukurannya
a. Tentukan titik pengukuran biasanya ada 5 titik yang diambil meliputi titik
tengah, titik bagian timur, titik bagian barat, titik bagian selatan, titik
bagian utara
b. Pertama, tekan tombol on atau tombol bulat dengan garis di tengah untuk
menyalakan alat.
c. Setelah itu, tentukan kisaran range yang akan dijadikan acuan dalam
proses pengukuran. Untuk pengukuran cahaya alami disarankan
menggunakan range 2.000 lux.
d. Arahkan sensor cahaya pada tempat yang ingin dilihat jumlah intensitas
cahayanya. Pilih lokasi yang strategis agar hasil pengukurannya akurat.
e. Tunggu sebentar untuk mengetahui hasil pengukuran, sebab alat akan
menampilkan hasil beberapa saat setelah pengukuran.
f. Hasil pengukuran tergantung pada range yang sebelumnya dipilih, dan
hasilnya tinggal dikalikan 1 lux.
3) Thermometer untuk mengukur suhu dalam ruangan dengan satuan 0C
Cara Pengukurannya
a. Tentukan titik pengukuran biasanya ada 5 titik yang diambil meliputi titik
tengah, titik bagian timur, titik bagian barat, titik bagian selatan,titik
bagian utara
b. Bagian ujung yhermometer dipegang , jangan letakkan thermometer
terlalu dekat dengan tubuh kita.
c. Posisikan wajah sejajar dengan tinggi permukaan air raksa yang ada
didalam pipa kapiler thermometer
d. Catatlah hasil pengukuran
4) Hygrometer untuk mengukur kelembaban udara dalam suatu ruangan
dengan satuan (RH)
a. Letakkan saja alat ini ke tempat yang ingin diukur kelembapannya.
b. Kemudian tunggu beberapa saat sampai bisa membaca skala yang
ditunjukkan. Biasanya skala yang terlihat dalam alat ini akan
menunjukkan tanda persen (%) dan tentunya dilengkapi dengan derajat
Celcius

33
G. Teknik Analisis Data
Analisis statistik inferensial dimaksudkan untuk menganalisis data sampel
dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2008:148). Pengukuran
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik skala likert. Skala likert
merupakan suatu skala yang digunakan untuk mengungkap sikap pro atau
kontra, positif atau negatif, setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek sosial.
Teknik perhitungan data dari kuesioner yang telah diisi responden adalah
dengan memberikan bobot nilai 5, 4, 3, 2, 1 atau 1, 2, 3, 4, 5 untuk pertanyaan
tutup skala ordinal. Bobot yang diberikan untuk pertanyaan positif atau
mendukung penelitian adalah 5, 4, 3, 2, 1. Sebaliknya, untuk pertanyaan negatif
atau tidak mendukung penelitian, bobot yang diberikan adalah 1, 2, 3, 4, 5.
Digambarkan sebagai berikut:

Interval = skor tertinggi – skor terendah / jumlah alternatif


jawaban
Data dari responden dikumpulkan dengan memberikan skor untuk alternatif
jawaban. Penilaian seluruh variabel menggunakan skala Likert atau yang disebut
skala Ordinal yaitu banyaknya alternatif jawaban. Untuk itu peneliti memberi lima
buah alternatif jawaban dari data ordinal dengan pembobotan skor jawaban
angket sebagai berikut:
SS (Sangat Setuju) =5
S (Setuju) =4
RR (Ragu-ragu) =3
TS (Tidak Setuju) =2
STS (Sangat Tidak Setuju) =1
Berdasarkan data yang nantinya terkumpul dilapangan maka tahap
selanjutnya adalah menganalisa tanggapan dari responden. Tahapan ini dibagi
kedalam beberapa bagian diantaranya pengklasifikasian tanggapan responden
dan pembobotannya. Dengan demikian, untuk mengetahui gambaran tentang
variabel tersebut maka dilakukan dengan perhitungan berikut ini:
Nilai Indeks Minimum : 1 x jumlah soal x jumlah responden
Nilai Indeks Maksimum : 5 x jumlah soal x jumlah respondek
Jarak Interval : Interval / Jumlah Jenjang = Interval / S
Perhitungan indeks minimum, interval dan jarak intervalnya dengan jumlah
pertanyaan yang ada pada sub indikator adalah sebagai berikut:

34
Untuk jumlah pertanyaan satu:
Nilai Indeks Minimum : 1 x 1 x 100 = 100
Nilai Indeks Maksimum : 5 x 1 x 100 = 500
Interval : 500 – 100 = 400
Jarak Interval : 400/5 = 80
Berdasarkan pengukuran tersebut, maka kategorinya adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Tabel Rentang Klasifikasi Variabel
Interval Kriteria
100 – 180 Sangat Rendah
>180 – 260 Rendah
>260 – 340 Sedang
>340 – 420 Tinggi
>420 – 500 Sangat Tinggi
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2021

Setelah data interval diatas sudah diketahui, kemudian peneliti melakukan


analisis data terhadap data yang sudah didapatkan melalui penelitian lapangan
yanng telah dilakukan. Metode survey kuantitatif dalam penelitian ini berupa data
statistik yang kemudian diolah dengan bantuan software Microsoft Excel dan
software IMB SPSS Statistics 21 untuk mengolah data tersebut sehingga
mengetahui jawaban dari pertanyaan penelitian.

35
LAMPIRAN

KUESIONER PENELITIAN
PENGUKURAN TENTANG FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
LINGKUNGAN KERJA PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT.
SOCFIN INDONESIA PERKEBUNAN MATAPAO
TAHUN 2022.

I. Pengukuran Lingkungan Fisik PT.Socfin Indonesia Perkebunan


Matapao
1. Kebisingan(Sound Level Meter)
Titik Tengah :
TitikTimur :
Titik Barat :
Titik Selatan :
Titik Utara :
2. Pencahayaan (Lux Meter)
Titik Tengah :
TitikTimur :
Titik Barat :
Titik Selatan :
Titik Utara :
3. Suhu (Thermometer)
Titik Tengah :
TitikTimur :
Titik Barat :
Titik Selatan :
Titik Utara :
4. Kelembaban(hygrometer)
Titik Tengah :
TitikTimur :
Titik Barat :
Titik Selatan :
Titik Utara :

36
KUESIONER PENELITIAN
PENGETAHUAN TENTANG FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI LINGKUNGAN KERJA PADA PEKERJA BAGIAN
PRODUKSI PT. SOCFIN INDONESIA PERKEBUNAN MATAPAO
TAHUN 2022.

II. Data Responden


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin : *Contreng Salah Satu*
 Laki-Laki
 Perempuan
Masa Kerja :
Status Pendidikan : *Contreng Salah Satu*
 SD
 SMP
 SMA
 DLL
III. Keterangan Jawaban
 TS :Tidak Setuju
 SS : Sangat Setuju
 RR : Ragu-Ragu
 S : Setuju
 STS : Sangat Tidak Setuju
Berikan penilaian terhadap aspek aspek yang dievaluasi yang sesuai dengan
yang anda rasakan kemudian berikan tanda checklist () pada kolom yang
tersedia.

37
1. Lingkungan Kerja

SS S RR TS STS
No Pernyataan
5 4 3 2 1
1. Penerangan didalam ruangan produksi telah
sesuai dengan kebutuhan ,sama sekali tidak
mengganggu penglihatan.
2. Udara didalam ruangan produksi membuat saya
nyaman, tidak membuat saya pengap/sesak
saat bekerja.
3. Lingkungan kerja bagian produksi tenang dan
tidak menimbulkan kebisingan akibat suara
mesin
4. Perusahaan menyediakan alat K3 yang lengkap
untuk dipakai selama produksi.
5. Lantai di ruangan produksi tidak licin yang bisa
mengakibatkan tergelincir
6. Perlengkapan K3 selalu saya pakai pada saat
kegiatan produksi.
7. Ruangan produksi tidak ada bau bauan yang
tidak sedap yang mengganggu kegiatan
produksi
8. Ventilasi di ruangan produksi sudah cukup untuk
sirkulasi udara
9. Perusahaan menyediakan alat pengatur suhu
udara di lingkungan kerja berupa (AC, Kipas
Angin dan
dll) untuk menunjang aktivitas kerja saya
10. Ketersediaan toilet yang bersih dan tempat
istirahat sudah menunjang kenyamanan saya
selama bekerja.
11. Selama bekerja saya mengalami masalah pada

38
indra pendengaran saya.
12. Saya merasa terganggu konsentrasi saat
bekerja
13. Mata saya sering berair.
14. Bagian tubuh saya sering terluka Ketika
melakukan kegiatan produksi.
15. Pernafasan saya akhir akhir ini terganggu karna
menghirup zat zat yang dihasilkan dari kegiatan
produksi

39
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LINGKUNGAN


KERJA PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI
PT. SOCFIN INDONESIA PERKEBUNAN
MATAPAO TAHUN 2022

EIRENE TAMPUBOLON
NIM.P00933119012

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-III SANITASI
TAHUN 2022

40
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LINGKUNGAN


KERJA PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT.SOCFIN
INDONESIA PERKEBUNAN MATAPAO TAHUN 2022
NAMA : EIRENE TAMPUBOLON
NIM : P00933119012

Telah Diterima Dan Disetujui Untuk Diseminarkan Dihadapan Penguji


Kabanjahe, 2022

Menyetujui
Pembimbing

TH.TEDDY BAMBANG, SKM, M.Kes


NIP. 196308281987031003

Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

Erba Kalto Manik, SKM, M.Sc


NIP. 19620326 198502 1 001

41
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian...................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitan..................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 6
A. Lingkungan Kerja...................................................................................... 6
A.1 Lingkungan Kerja Fisik............................................................................ 8
A.1.2 Kebisingan ........................................................................................... 10
A.1.3 Kelembaban ................................................................................. 18
A.1.4Suhu ........................................................................................... 21
A.1.5 Lingkungan Kerja Psikologis................................................................. 24
B.Kerangka Konsep....................................................................................... 25
C. Defenisi Operasional............................................................................... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 28
A. Metode Penelitian................................................................................... 28
B.Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................... 29
C. Populasi dan Sampel.............................................................................. 29
C.1Populasi ........................................................................................... 29
C.2 Sampel ........................................................................................... 30
D.Teknik Pengumpulan Data......................................................................... 30
E.Teknik Pengukuran.................................................................................... 31
F. Teknik Analisis Data.................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

42

Anda mungkin juga menyukai