Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


LINGKUNGAN KERJA PADA PEKERJA BAGIAN
PRODUKSI PT. SOCFIN INDONESIA PERKEBUNAN
MATAPAO
TAHUN 2022

EIRENE TAMPUBOLON
P00933119012

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-III SANITASI
TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan


Kerja Pada Pekerja Bagian Produksi PT.Socfin
Indonesia Perkebunan Matapao Tahun 2022
Nama : Eirene Tampubolon
NIM : P00933119012

Telah Diterima Dan Disetujui Untuk Diseminarkan Dihadapan Penguji


Kabanjahe, 2022

Menyetujui
Pembimbing

TH.TEDDY BAMBANG, SKM, M.Kes


NIP. 196308281987031003

Ketua Jurusan Kesehatan


Lingkungan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Medan

Erba Kalto Manik, SKM, M.Sc


NIP. 19620326 198502 1 001
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................2
BAB 1....................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................9
C. Tujuan Penelitian.................................................................................................9
D. Manfaat Penelitan................................................................................................9
BAB II..................................................................................................................11
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................11
A. Lingkungan Kerja...............................................................................................11
A.1 Lingkungan Kerja Fisik...............................................................................14
A.1.2 Kebisingan..............................................................................................16
A.1.3 Kelembaban.........................................................................................23
A.1.4Suhu.........................................................................................................25
A.1.5 Lingkungan Kerja Psikologis...................................................................27
B.Kerangka Konsep...............................................................................................28
C. Defenisi Operasional.......................................................................................29
BAB III.................................................................................................................31
METODOLOGI PENELITIAN..............................................................................31
A. Metode Penelitian...........................................................................................31
B.Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................................31
C. Populasi dan Sampel......................................................................................31
C.1Populasi......................................................................................................31
C.2 Sampel.......................................................................................................31
D.Teknik Pengumpulan Data.................................................................................32
E.Teknik Pengukuran.............................................................................................32
F. Teknik Analisis Data..........................................................................................34
Tabel 3.1 Tabel Rentang Klasifikasi Variabel.........................................................35
LAMPIRAN..........................................................................................................36
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan

di Indonesia. Luas areal karet pada tahun 2015 menempati urutan pertama dengan luas

3.621.100 Ha, disusul oleh, kakao, kopi, tebu, tembakau dan teh (Badan Pusat Statistik,

2015). Produksi karet di Indonesia juga menempati urutan kedua setelah kelapa sawit

sebesar 3.145.400 ton pada tahun 2015, diikuti oleh kelapa, tebu, kopi, kakao,

tembakau dan teh (Badan Pusat Statistik, 2015). Oleh karena itu, karet merupakan

komoditas penting untuk dibudidayakan secara lebih luas. Tenaga kerja yang bekerja di

sektor buruh perkebunan disebut buruh perkebunan.

Di era baru persaingan global ini, pasar yang bervariasi dan kemajuan teknologi

yang pesat membutuhkan tenaga kerja yang lebih fleksibel dan kompeten (Nikandrou et

al., 2009). Bisnis hari ini berjalan global dan membutuhkan lebih banyak berpendidikan

dan pelatihan pekerja untuk menghadapi tantangan baru (Werner dan DeSimone,

2009). Lingkungan kerja yang kondusif diperlukan untuk berfungsinya organisasi secara

sehat agar untuk menghasilkan tenaga kerja berkualitas tinggi dan kompetitif di pasar

global.

Banyak organisasi memberikan kelonggaran peraturan di tempat kerja dan

pengembangan kepada karyawannya dengan tujuan untuk menciptaan suasana

lingkungan kerja yang mendukung dan kemampuan untuk menghasilkan tenaga kerja

yang berkualitas dan unggul dan kompetitif dalam industri global.

Demikian pula di perusahaan perkebunan, karyawan adalah sumber daya

penting dari organisasi mereka yang memainkan peran utama dan berkontribusi pada
keberhasilan perkebunan. Untuk mempertahankan produktivitas yang tinggi dan

menjaga loyalitas karyawan terhadap organisasi, manajemen memberikan aturan

berbeda di lingkungan tempat kerja & pengembangan, penghargaan dalam berupa

bonus dan promosi hingga kinerja yang memuaskan untuk memotivasi.

Faktor lingkungan tempat kerja memegang peranan penting terhadap kinerja

karyawan. Faktor-faktornya lingkungan tempat kerja memberikan dampak yang sangat

besar bagi karyawan baik terhadap hasil negatif atau hasil positif (Chandrasekar, 2001).

Selama beberapa dekade terakhir, faktor lingkungan kerja pekerja kantoran telah

berubah karena perubahan beberapa faktor seperti lingkungan sosial, teknologi

informasi dan cara yang fleksibel dalam mengatur proses kerja (Hasun & Makhbul,

2005).

Menurut Boles et al. (2004), ketika karyawan secara fisik dan emosional memiliki

keinginan untuk bekerja, maka hasil kinerja mereka akan meningkat. Selain itu, mereka

juga menyatakan bahwa dengan memiliki lingkungan tempat kerja yang tepat, ini

membantu dalam mengurangi jumlah ketidakhadiran dan dengan demikian dapat

meningkatkan kinerja karyawan yang akan mengarah pada peningkatan jumlah

produktivitas di tempat kerja.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ada beberapa pengaruh positif

ketika menerapkan lingkungan tempat kerja yang tepat strategi seperti desain mesin,

desain pekerjaan, desain lingkungan dan fasilitas (Burri & Halander, 1991). Faktor yang

mempengaruhi kinerja ada 2 faktor internal dan eksternal, faktor internal seperti

pengetahuan, keterampilan, pengalaman kerja, dan didukung oleh motivasi yang kuat

dari karyawan, sedangkan faktor eksternal banyak dipengaruhi oleh lingkungan (Khoir,

2012).
Kondisi tempat kerja memengaruhi kinerja karyawan terdiri dari mematuhi dan

mematuhi organisasi aturan, kualitas, bekerja sama dengan rekan kerja untuk

menyelesaikan tugas masalah, berkonsentrasi pada tugas, dan kreativitas (Hernaus &

Mikulic, 2013; Kahya, 2007). Tidak ada pekerjaan dilakukan dalam ruang hampa, setiap

pekerjaan dilakukan dalam tempat kerja dan dengan demikian karakteristik tempat kerja

itu adalah elemen penting untuk diidentifikasi dalam mendefinisikan dan memahami

pekerjaan itu (Prien et al., 2009). Menurut Parasuraman dan Simmers (2001),

karakteristik tempat kerja memiliki kapasitas untuk mempengaruhi tingkat kontrol yang

dapat digunakan karyawan dalam konfrontasi dengan tekanan peran yang tidak

konsisten. Demikian pula, Berg et al. (2003) percaya bahwa karakteristik tempat kerja

(apakah organisasi atau pekerjaan) mampu mempengaruhi pemberdayaan karyawan.

Juga, mereka dapat secara efektif mengenali sumber daya untuk memberdayakan

karyawan untuk memutuskan, bertindak dan bekerja secara efektif untuk mencapai

tujuan organisasi (Friedman dan Greenhaus, 2000). Karakteristik tempat kerja adalah

yang relatif karakteristik stabil tempat kerja yang berdampak— positif atau negatif—cara

kerja dilakukan (Prien et al., 2009). Berdasarkan definisi ini Prien and his rekan (Prien

et al., 2009) menyarankan/mengembangkan dan memperkenalkan profil karakteristik

tempat kerja organisasi terdiri dari 12 dimensi

Efficiency, efisien kualitas dan kuantitas pengelolaan pekerjaan yang semakin

dinamis dan lingkungan yang kompleks, dan individu diharapkan untuk beradaptasi dan

mengatur kegiatan mereka untuk mempertahankan efisiensi. Mengakomodasi

penyandang disabilitas,penekanannya adalah pada membantu individu untuk

mengatasi keterbatasan, dan memfasilitasi upaya individu untuk mengatasi hambatan


di tempat kerja.

Komunikasi,berkomunikasi dengan orang lain dan mencari informasi untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Mengakomodasi orang-orang dari berbagai latar

belakang, beradaptasi dengan orang-orang yang tidak berasal dari arus utama,

melainkan dari yang berkembang heterogenitas tempat kerja.

Standarisasi peran, Ini menunjukkan bahwa individu tahu apa yang harus

mereka lakukan dan ketahui apa yang diharapkan dari mereka, dan dengan demikian

menghasilkan kelangsungan kegiatan. Mempromosikan kesetaraan gender,

memberikan perlakuan yang sama untuk pria dan wanita di tempat kerja, termasuk

pekerjaan tugas, peluang promosi, akses ke pelatihan, kesetaraan dalam gaji dan

tunjangan, dan semua lainnya aspek penting dari pekerjaan

Standarisasi tugas, standarisasi tugas dan standar kinerja tugas pekerjaan ini.

Mengelola perubahan, memberikan dukungan bagi karyawan dalam memahami

perlunya perubahan, dalam menghadapi perubahan, dan dalam memulai banyak

transisi dibutuhkan oleh perubahan kondisi di tempat kerja.

Mengelola pekerjaan untuk efektivitas, merespons efektif terhadap kekuatan

eksternal, merespons dengan segera terhadap perubahan pasar, termasuk keinginan

pelanggan dan kebutuhan, pergeseran pasar lainnya, persaingan, perubahan teknologi,

hukum dan peraturan. Mengontrol pelecehan, keputusasaan aktif dari pelecehan di

tempat kerja, disengaja atau tidak disengaja, pelecehan berdasarkan ras, usia, jenis

kelamin, fisik batasan, atau agama

Faktor lain yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah kompetensi atau

kemampuan yang dimiliki pegawai (Mangkunegara, 2010). Jenis kompetensi meliputi


keterampilan, pengetahuan, peran sosial, citra diri, sifat, dan motif (Rivai dan Sagala,

2009). Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah disiplin kerja yang merupakan

faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja. kinerja dan kinerja karyawan karena

disiplin kerja membuat karyawan melakukan sosial yang baik penyesuaian diri,

mematuhi semua aturan, melakukan tindakan korektif, dan efektif dalam bekerja

(Ginting, 2013).

Oleh karena itu, Chandrasekar (2011) telah menyatakan bahwa hubungan atau

hubungan antara karya, tempat kerja, alat-alat kerja telah menjadi aspek terpenting

dalam pekerjaan mereka itu sendiri. Dalam penelitian ini, beberapa faktor lingkungan

tempat kerja yang mempengaruhi kinerja karyawan akan ditentukan, dan juga

didiskusikan. Faktor lingkungan kerja yang telah ditentukan adalah bantuan pekerjaan,

dukungan atau hubungan supervisor, kesempatan untuk dipromosikan, umpan balik

kinerja, penetapan tujuan, insentif tempat kerja, pendampingan, pembinaan dan juga

lingkungan kerja fisik.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumusakan masalah untuk

penelitian ini, sebagai berikut :

1. Apa hubungan antara tempat kerja lingkungan dan kinerja karyawan ...

2. Apa saja faktor-faktor kunci di tempat kerja karyawan lingkungan yang sangat

berdampak pada tingkat kinerja .

3. Bagaimana faktor faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja pada pekerja

bagian produksi di PT.Socfin Indonesia Perkebunan Matapao.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini , sebagai

berikut

1. Untuk mengidentifikasi hubungan tempat kerja lingkungan dan kinerja karyawan.

2. Untuk mengetahui faktor faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi pekerja di

PT.Socfin Indonesia Perkebunan Matapao.

3. Untuk mengidentifikasi faktor – faktor kunci di tempat kerja karyawan lingkungan

yang sangat berdampak padaa tingkat kinerja.

D. Manfaat Penelitan
1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian informasi bagi yang membutuhkan

dan juga perkembangan khususnya pada program studi Kesehatan dan

Keselamatan Kerja sebagai penambahan wawasan.Diharapkan dari penelitian ini


dapat digunakan sebagai referensi dan informasi mengenai penelitian serupa

pada masa yang akan datang bagi yang membutuhkan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan masukan

kepada Perusahaan PT.Socfin Indonesia Perkebunan Matapao , dan peningkatan

dalam suasana di lingkunga kerja .


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka ini membahas berbagai hal yang berhubungan dengan faktor

yang dapat mempengaruhi pekerjaan lingkungan . Penelitian kali ini juga

mengidentifikasi kesenjangan yang ditinggalkan oleh peneliti lain dari studi serupa.

Namun, penelitian ini mencoba untuk mengisi celah-celah itu sehingga tulisan tersebut

dapat berkontribusi pada kumpulan pengetahuan baru di dunia akademik. Melalui

tinjauan ini, literatur dikemas ulang dan dianalisis sebagai cara membawa wawasan

baru ke dalam masalah yang dipelajari.

A. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan bekerja atau tempat dimana

segala aktivitas kerja berlangsung tempat. Lingkungan kerja dipisahkan oleh dua

dimensi yaitu kondisi fisik di sekitar tempat kerja seperti: seperti lingkungan dan kondisi

sosial seperti perilaku karyawan terhadap satu sama lain. Chandrasekar (2011)

menyatakan bahwa lingkungan kerja berdampak pada moral, produktivitas, dan

keterlibatan karyawan baik secara positif maupun negatif.

Jain & Kaur (2014) mengatakan bahwa produktivitas karyawan ditentukan oleh

tingkat yang berlebihan, pada lingkungan tempat mereka bekerja. Lingkungan kerja

melibatkan semua aspek yang bertindak dan bereaksi pada tubuh dan pikiran seorang

karyawan. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah kondisi fisik dan non fisik

di sekitar pekerja yang dapat mempengaruhi kinerja mereka tergantung padn seberapa
baik kondisi kerja itu.

Lingkungan kerja Bentuk fisik lingkungan kerja adalah ruang, tata letak fisik,

kebisingan, alat, bahan, dan hubungan rekan kerja; kualitas dari semua aspek tersebut

memiliki dampak penting dan positif terhadap kualitas kinerja (Tyssen, 2005, hlm. 58).

Lingkungan kerja merupakan tempat dimana karyawan melakukan aktivitasnya, dimana

hal tersebut dapat membawa dampak positif dan negatif bagi karyawan untuk mencapai

hasil kerjanya. Lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan dampak yang baik

bagi kelangsungan pekerjaan, sedangkan lingkungan kerja yang kurang kondusif akan

berdampak negatif terhadap kelangsungan pekerjaannya.

Barry dan Heizer (2001, p.239) menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah

lingkungan fisik yang mempengaruhi kinerja karyawan, keamanan dan kualitas.

Lingkungan kerja memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan bekerja secara

maksimal, hal tersebut dapat mempengaruhi emosi karyawan. Jika karyawan menikmati

lingkungan kerjanya, ia akan menikmati waktunya di tempat kerja untuk melakukan

kegiatan tersebut, ia akan menggunakan waktu kerjanya secara efektif dan optimal dan

prestasi kerjanya akan tinggi pula. Selain lingkungan fisik tempat karyawan bekerja,

lingkungan kerja mencakup hubungan kerja antara sesama karyawan dan hubungan

antara bawahan dengan atasannya.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, lingkungan kerja merupakan tempat untuk

melakukan suatu pekerjaan, dan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas fisik

lingkungan kerja adalah dengan menerapkan 5 Metode, yaitu: Seiri (pemilahan); Seiton

(penataan kerapian yang sistematis); Seiso (spicand span of cleaning); Seiketsu

(standarisasi); dan Shitsuke (disiplin diri). Menurut Nitisemito (1992), dimensi


lingkungan kerja dapat dilihat padaTabel 2.1

Dimensi Indikator

a. Suasana kerja yang memuaskan


Suasana kerja
b. Suasana kerja yang mendukung

a. Hubungan yang harmonis


Hubungan dengan
b. Tidak ada intrik timbal balik
rekan kerja

a. Peralatan lengkap
Fasilitas kerja
b. Peralatan modern

Lingkungan kerja yang menarik dan mendukung sangat penting terhadap

kepuasan kerja. Lingkungan kerja memiliki banyak sifat yang dapat

mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Tempat kerja yang berkualitas

sangat penting untuk menjaga pekerja pada berbagai tugas mereka dan bekerja

secara efektif. Tempat kerja yang baik diperiksa oleh karakteristik seperti upah

yang kompetitif, hubungan saling percaya antara karyawan dan manajemen,

kesetaraan dan keadilan bagi semua orang, dan beban kerja dengan tujuan yang

menantang namun dapat dicapai. Sebuah gabungan dari semua kondisi ini

menjadikan stasiun kerja sebagai kondisi kerja terbaik bagi karyawan untuk

bekerja dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Sebagai organisasi yang

berorientasi pada keuntungan, menciptakan lingkungan yang memungkinkan

bagi karyawan yang puas adalah mengarah ke garis bawah yang

diperlukan.Lingkungan kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga tetapi bentuk-


bentuk yang saling terkait. Ini adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja

psikologis dan lingkungan kerja sosial. Menurut [8], lingkungan kerja yang

mendukung membantu pekerja untuk melakukan tugas normal lebih efektif,

membuat menggunakan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi mereka

sebaik-baiknya dan sumber daya yang tersedia untuk memberikan layanan

berkualitas tinggi.

A.1 Lingkungan Kerja Fisik


Lingkungan Kerja Fisik adalah lingkungan kerja yang berhubungan

dengan fisik atau benda-benda nyata di tempat di mana pekerjaan dilakukan. Ini

mencakup hal hal seperti mesin, tata letak kantor, suhu, ventilasi dan

pencahayaan. Ini juga termasuk tingkat kebisingan dan ruang. Aspek dari

pekerjaan seperti panas, kebisingan, dan pencahayaan telah terbukti

mempengaruhi sejumlah proses psikologis baik secara langsung maupun cara-

cara tidak langsung. Kebisingan, misalnya, dapat merusak kognitif kinerja jenis

tugas tertentu [9].

Pengaturan lingkungan kerja fisik dapat berdampak pada tingkat dan sifat

interaksi sosial antara rekan kerja. Desain kantor terbuka, misalnya, dan lainnya

aspek tata letak fisik dapat menentukan jenis interaksi yang dapat terjadi [10].

fisik lingkungan mungkin menawarkan lebih atau kurang keamanan fisik. Sebuah

pelajaran oleh [11] menemukan bahwa setiap kali ada peningkatan dalam desain

fisik gedung perkantoran, produktivitas melalui kinerja karyawan meningkat

sekitar 5-10 persen.

Demikian pula [12] menyimpulkan bahwa jenis dan kualitas pencahayaan

sistem di tempat kerja mempromosikan pengalaman kerja karyawan yang


kemudian menghasilkan peningkatan produktivitas. Sekali lagi, [13] temuan

mengungkapkan bahwa pencahayaan, kebisingan, warna dan kualitas udara

berdampak pada produktivitas karyawan. Kekhawatiran tentang kecelakaan atau

cedera juga cenderung memiliki efek pada kesejahteraan psikologis.

A.1.1 Pencahayaan
Faktor yang mempengaruhi fisik seorang pekerja salah satunya

adalah faktor pencahayaan.Pencahayaan atau bisa juga disebut

penerangan, Menurut Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 ,

penerangan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang

diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

Intensitas cahaya adalah banyaknya cahaya ada pada suatu luas

permukaan,merupakan aspek lingkungan fisik yang sangat penting untuk

keselamatan dan kenyamanan kerja.Beberapa macam sumber sumber

pencahayaan, antara lain:

1. Pencahayaan alami

Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal

dari sinar matahari. Untuk mendapat pencahayaan alami pada

ruangan diperlukan jendela jendela yang memadai, atau dinding

kaca kurang lebih 1/6 dari luas lantai

2. Pencahayaan buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang berasal dari

sumber cahaya buatan manusia yang dikenal dengan lampu

atau luminer.

A.1.1.1Alat pengukur intensitas cahaya


Pengukuran intensitas cahaya menggunakan alat ukur lux meter, yang
dapat mengubah bentuk arus listrik diubah menjadi angka yang bisa dibaca pada

layer lux meter.

A.1.1.2Standar Pencahayaan

A.1.2 Kebisingan
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang nilai ambang batas factor fisika dan

factor kimia ditempat kerja menyebutkan kebisingan adalah semua suara yang

tidak dikehendaki yang bersumber dari alat alat proses produksidan alat alat

kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran

Hal yang dapat menentukan kualitas bunyi, yaitu frekuensi dan intensitas

suara.Telinga manusia memiliki frekuensi mendengar antara 16-20.000


Hz.Anjuran intensitas kebisingan berdasarkan Kep.Men.No.51 tahun 1999

adalah 85 dBa untuk 8 jam kerja/hari atau 40 jam seminggu.

Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah

sound level meter. Alat ini bekerja secara manual tanpa memori penyimpan data. Bisa

juga menggunakan alat yang canggih dan mampu menyimpan data, yaitu noise logging

dosimeter. Namun alat ini menuntut keahlian khusus untuk menggunakannya, termasuk

untuk menentukan titik pengukurannya

A.1.2.1Jenis Jenis Kebisingan


Dalam buku Fundamentals of Industrial Hygiene 5th Edition, pajanan kebisingan di

tempat kerja dapat dikelompokan menjadi 3 jenis yaitu (Standard, 2002):

1. Continuous Noise.
Continuous noise merupakan jenis kebisingan yang memiliki tingkat dan
spektrum frekuensi konstan. Kebisingan jenis ini memajan pekerja dengan
periode waktu 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.

2. Intermittent Noise.
Intermittent noise merupakan jenis kebisingan yang memajan pekerja
hanya pada waktu-waktu tertentu selama jam kerja. Contoh pekerja yang
mengalami pajanan kebisingan jenis ini adalah inspector atau plant
supervisor yang secara periodik meninggalkan area kerjanya yang relatif
tenang menuju area kerja yang bising.

3. Impact Noise.
Impact noise disebut juga dengan kebisingan impulsif, yaitu kebisingan
dengan suara hentakan yang keras dan terputus-putus kurang dari 1
detik. Contoh kebisingan jenis ini adalah suara ledakan dan pukulan palu.

Sedangkan Menurut Suma’mur (2009) menurut sifatnya kebisingan dapat


dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
a. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady
state, wide band noise). Misal: mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar.
b. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state,
narrow band noise). Misal: gergaji sirkuler, katup gas.
c. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Misal: lalu lintas, suara kapal
terbang.
d. Kebisingan impulsive (impact impulsive noise). Misal: tembakan bedil,
meriam, ledakan.
e. Kebisingan impulsive berulang. Misal: mesin tempa, pandai besi.
A.1.2.2Sumber Kebisingan
Sumber kebisingan adalah sumber bunyi yang sangat menganggu

pendengaran baik dari sumber yang bergerak maupun diam.Biasanya sumber

kebisingan dihasilkan dari kegiatan industry yang berasal dari aktivitas mesin ,

Vibrasi yang ditimbulkan akibat getaran yang berasal dari gesekan,benturan,atau

ketidak seimbangan Gerakan bagian mesin yang terjadi pada roda gigi, roda

gila,bearing, dan lain lain, dan terjadi akibat pergerakan udara,gas, dan cairan

dalam proses kerja industry misalnya pada pipa penyalur gas, gas buang, flare

boom, dan lain lain.

A.1.2.3Syarat Kebisingan

Menurut Permenaker No.5 tahun 2018


 Exposure 88 dBA = 3 jam -> Diperbolehkan (karena maksimal 4 jam)
 Exposure 91 dBA = 1 jam -> Diperbolehkan (karena maksimal 2 jam)
 Exposure 85 dBA = 4 jam -> Diperbolehkan (karena maksimal 8 jam)

A.1.2.4Pengendalian Kebisingan
Kebisingan dapat dikendalikan dengan:

 Pengurangan kebisingan pada sumbernya ,dapat dilakukan misalnya

dengan menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi umumnya


hal itu dilakukan dengan melakukan suatu perencanaan mesin atau

peralatan kerja yang baru.

 Penempatan penghalang pada jalan transmisi, isolasi tenaga kerja atau

mesin atau unit operasi adalah upaya segera dan baik dalam upaya

mengurangi kebisingan

 Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga(ear muff) biasanya lebih

efektif daripada sumbat telinga (ear plug) dan dapat lebih besar

menurunkan intensitas kebisingan yang sampai ke saraf pendengar,

dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 10-25 Db.

A.1.2.5Dampak Kebisingan bagi Karyawan


Kebisingan yang identik dengan bunyi yang mengganggu tersebut dapat

menimbulkan dampak yang negatif. Dampak kebisingan secara umum dapat

dikategorikan menjadi dua berdasarkan tinggi rendahnya intensitas kebisingan

dan lamanya waktu pemaparan, antara lain  sebagai berikut :

Dampak kebisingan intensitas tinggi,

 Umumnya menyebabkan terjadinya kerusakan pada indera

pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya dengar baik

yang bersifat sementara maupun bersifat permanen atau ketulian.

 Secara fisiologi, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat

menyebabkan gangguan kesehatan seperti : meningkatnya tekanan

darah dan tekanan jantung, resiko serangan jantung meningkat, dan

gangguan pencernaan.

 Reaksi emosional masyarakat, apabila kebisingan dari suatu proses


produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya menuntut

agar kegiatan tersebut dihentikan.

Dampak kebisingan intensitas rendah

Tingkat intensitas kebisingan rendah banyak ditemukan di lingkungan

kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan, dan lain-lain.

Kebisingan intensitas rendah secara fisiologi tidak menyebabkan kerusakan

pendengaran. Namun kehadirannya sering dapat menyebabkan :

 Penurunan performansi kerja, yang dapat menimbulkan kehilangan efisiensi dan


produktivitas kerja.
 Sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang
disebabkan karena kebisingan dapat menyebabkan kelelahan dini, kegelisahan
dan depresi. Dapat pula menimbulkan keadaan cepat marah, sakit kepala, dan
gangguan tidur.
 Gangguan reaksi psikomotorik dan kehilangan konsentrasi.
 Tinnitus yaitu bunyi denging di telinga yang sering muncul tiba-tiba. Meskipun
denging itu akan hilang dalam beberapa jam, namun bisa dijadikan sebagai
indikator rusaknya pendengaran.

A.1.2.6Program Konservasi
Program konservasi pendengaran terdiri dari tujuh komponen, di
antaranya:
1. Penilaian paparan kebisingan
Tujuan penilaian atau survei kebisingan adalah untuk mengetahui adanya
sumber bising yang melebihi nilai ambang batas (NAB) yang
diperkenankan dan mengetahui apakah bising mengganggu komunikasi
pekerja, atau perlu mengikuti PKP.Selain itu, juga untuk menentukan
apakah area kerja tertentu memerlukan alat perlindungan pendengaran,
menilai kualitas bising untuk pengendalian serta menilai apakah program
pengendalian bising telah berjalan baik.Penilaian paparan kebisingan ini
meliputi:
 Penilaian area, antara lain memantau kebisingan lingkungan kerja,
mengidentifikasi sumber bising di lingkungan kerja, sumber bising
yang melebihi NAB, menentukan perlunya pengukuran lebih lanjut,
serta membuat peta kebisingan (noise mapping).
 Penilaian dosis paparan harian, antara lain mengidentifikasi
kelompok kerja yang memerlukan pemantauan dosis paparan
harian, menentukan pekerja yang perlu dipantau secara individual,
menganalisis dosis paparan harian, dan menentukan pekerja yang
memerlukan penilaian dengan audiometri.
 Engineering survey, antara lain melakukan analisis frekuensi
untuk pengendalian, mengetahui pola kebisingan untuk perawatan,
modifikasi, rencana pembelian peralatan mesin berikutnya,
menentukan area yang perlu alat pelindung, dan mengusulkan
pengendalian yang diperlukan.
2. Pengendalian kebisingan
Pada program pencegahan gangguan pendengaran terdapat tiga hal yang
dapat mengontrol bahaya kebisingan, yaitu:
 Rekayasa teknologi (engineering control) dengan pemilihan
peralatan/mesin/proses yang lebih sedikit menimbulkan bising,
isolasi sumber bising dengan pemasangan peredam bunyi,
melakukan perawatan, dan menghindari kebisingan.
 Pengendalian administratif, dengan melakukan shift kerja,
mengurangi waktu kerja, merotasi tempat kerja, pengaturan
produksi dengan cara menghindari bising yang konstan,  dan
melakukan pelatihan dan sosialisasi fungsi pendengaran dan
perlindungan.
 Alat pelindung pendengaran. Penggunaan alat pelindung
pendengaran merupakan pilihan terakhir yang harus dilakukan. Alat
pelindung pendengaran yang digunakan harus mampu mengurangi
kebisingan hingga mencapai 85 dB, harus nyaman, sesuai dengan
bahaya dan jenis pekerjaan, serta efisien.
3. Tes audiometri berkala
Audiometri adalah pemeriksaan pendengaran menggunakan audiometer
nada murni karena mudah diukur, mudah diterangkan, dan mudah
dikontrol. Terdapat tiga syarat untuk kebasahan pemeriksaan audiometri,
yaitu alat audiometer yang baik, lingkungan pemeriksaan yang tenang,
dan keterampilan pemeriksa yang cukup andal.Pekerja yang diperiksa
harus kooperatif, tidak sakit, mengerti instruksi, dapat mendengarkan
bunyi di telinga, sebaiknya bebas dari paparan bising sebelumnya minimal
12-14 jam, dan alat audiometer terkalibrasi. Tes audiometri atau tes
pendengaran terhadap pekerja ini setidaknya dilakukan secara berkala
setahun sekali.
Pemeriksaan audiometri ini sangat bermanfaat untuk pemeriksaan
screening pendengaran, dan merupakan penunjang utama diagnostik
fungsi pendengaran.

4. Alat pelindung pendengaran


Menggunakan pelindung pendengaran ketika bekerja dengan paparan
kebisingan tinggi merupakan upaya pencegahan yang tak kalah penting.
Anda bisa menggunakan ear plug atau ear muff yang memiliki nilai NRR
(Noise Reduction Rate) sesuai nilai kebisingan di area kerja atau dengan
NRR terbesar.Namun pastikan pelindung pendengaran yang Anda
gunakan juga kompatibel dengan alat pelindung diri lainnya, seperti helm
dan kacamata. Juga nyaman dan efisien saat dipakai serta saat Anda
memakai pelindung pendengaran pastikan Anda masih bisa
berkomunikasi dengan pekerja lain.
5. Motivasi dan edukasi
Motivasi dan edukasi sebaiknya diberikan tidak hanya pada pekerja saja
tetapi juga pada pimpinan perusahaan. Tujuan motivasi dan edukasi
adalah untuk memberi pengetahuan dan memotivasi agar program
pencegahan gangguan pendengaran menjadi kebutuhan bukan paksaan,
menyadari bahwa perawatan dan pencegahan lebih penting daripada
kompensasi.
Edukasi program ini meliputi:
 Standar penanganan dampak kebisingan akibat kerja
 Dampak kebisingan terhadap pendengaran
 Kebijakan perusahaan dengan pengendalian bahaya kebisingan, baik
yang sudah berjalan maupun rencana ke depannya
 Pentingnya audiometri dalam mencegah hilangnya pendengaran
akibat kebisingan dan bagaimana melakukan tes tersebut
 Tanggung jawab pekerja dan manajemen, dengan diskusi mengenai
sumber kebisingan, bagaimana pengendaliannya, dan upaya
pencegahannya. 
6. Pencatatan dan pelaporan data
Informasi yang harus tersimpan dalam pencatatan dan pelaporan , yaitu
data hasil pengukuran kebisingan, data pengendalian kebisingan
(rekayasa teknologi dan administratif), data hasil audiometri, data alat
pelindung diri, data pendidikan dan pelatihan, serta data evaluasi
program.

7. Evaluasi program
Penting bagi perusahaan untuk melakukan peninjauan apakah program
konservasi pendengaran di atas sudah dilakukan secara menyeluruh dan
kualitas pelaksanaan masing-masing komponennya sudah efektif.
Lakukan identifikasi apakah ada area kerja yang diharus dilakukan
pengendalian lebih lanjut. Buat daftar yang spesifik untuk masing-masing
area kerja untuk meyakinkan apakah semua komponen program telah
ditindak lanjuti sesuai standar berlaku.

A.1.2.7Cara Pengukuran Kebisingan


Cara Pengukuran Tingkat Kebisingan

1. Tentukan bagian unit yang hendak di ukur

2. Siapkan sound lever meter, jam dan selembaran form untuk mencatat hasil

pengukuran
3. Pada unit yang akan diukur tentukan titik sampel pada ruang kerja

4. Lakukan pengukuran dengan mencatat hasil pengukuran pada 4 detik sekali

dalam 15 menit pada titik sampel

5. Tabulasikan data hasil pengukuran pada setiap titik sampel

6. Lalu setelah ditabulasi hitung dengan rumus

1 10 ¿
7. Leq = 10 Log (
2
∑ ¿
10
¿
Dimana:

Leg=tingkat kebisingan

N=Jumlah sampel pengukuran

Fi=Persen waktu interval yang bersangkutan dari seluruh waktu pengukuran

Li=Tingkat suara yang sama dengan nilai kelas interval bersangkutan

A.1.3 Kelembaban
Kelembaban adalah ukuran banyaknya kadar air yang terkandung dalam
udara.Kelembaban biasanya dinyatakan dengan persentase (%), dengan rumus:

M+R+C-E=0

M=Panas yang diperoleh dari proses metabolism


R=Perubahan panas karena radiasi
C=Perubahan panas karena konveksi
E=Hilangnya tenaga akibat Penguapan

Semakin tinggi dan lembap lingkungan kerja, maka akan semakin banyak juga oksigen
yang diperlukan untuk metabolisme dan akan semakin cepat juga peredaran darah
dalam tubuh kita, sehingga denyut jantung akan semakin cepat. Ini berakibat
pengurangan energi yang sangat besar pada tubuh manusia sehingga pekerja akan
cepat lelah

A.1.3.1 Faktor yang mempengaruhi kelembaban udara

1)Suhu
Faktor pertama yang mempengaruhi kelembaban udara adalah suhu. Suhu sendiri merupakan
derajat panas dari sebuah benda. Semakin tinggi suhu sebuah benda maka benda tersebut
akan semakin panas, begitu pula sebaliknya.
Kelembaban udara ini berhubungan dengan kandungan air, maka suhu tentu akan berpengaruh
pada kelembaban udara. Dalam hal ini, saat suhu udara semakin tinggi, maka kelembaban
udara pada udara tersebut. Begitu pula sebaliknya.

2)Pergerakan Angin
Faktor selanjutnya yang berpengaruh pada kelembaban udara adalah pergerakan angin.
Pergerakan angin ini bisa sangat mempengaruhi tingkat kelembaban udara karena pergerakan
angin bisa berpengaruh pada proses penguapan di sumber air. Seperti yang sudah umum
diketahui bahwa proses penguapan air ini merupakan salah satu tahapan dan faktor dalam
proses pembentukan awan.

3) Tekanan Udara
Faktor tekanan udara dalam mempengaruhi kelembaban udara bersifat berbanding lurus.
Artinya apabila suatu tempat memiliki tekanan udara yang semakin tinggi, maka kelembaban
udaranya pun akan semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan pada tempat yang memiliki
tekanan udara tinggi justru memiliki udara yang terbatas.

4)Kualitas dan Kuantitas Penyinaran Matahari


Berikutnya tingkat kelembaban udara juga dipengaruhi oleh faktor kualitas dan kuantitas atau
jumlah penyinaran matahari. Saat intensitas penyinaran matahari sedang tinggi, maka tingkat
kelembaban udara akan relatif turun. Begitu pula sebaliknya, ketika intensitas penyinaran
matahari sedang rendah akan berpengaruh pada tingginya tingkat kelembaban pada udara. Hal
ini disebabkan karena sinar matahari akan menghilangkan uap air yang akan menyebabkan
pada menurunnya kelembaban udara. Ketika intensitas penyinaran sinar matahari semakin
rendah, maka uap air yang ada pada udara akan tetap tinggi sehingga kelembapan udara pun
akan tetap tinggi karena tidak adanya proses penguapan dari uap air tersebut.

5) Ketersediaan Air
Ketersediaan air di satu tempat juga menjadi faktor yang mempengaruhi kelembaban udara di
tempat tersebut. Kembali lagi pada pengertian dasar dari kelembaban udara, yaitu jumlah
kandungan uap air pada udara. Kelembaban udara yang diukur berdasarkan banyaknya uap air
yang terkandung tentu berhubungan dengan ketersediaan air di suatu wilayah.
Tempat yang ketersediaan airnya melimpah atau dalam jumlah yang relatif banyak, maka
tingkat kelembaban udara di tempat tersebut juga bisa dipastikan tinggi. Begitu juga sebaliknya
pada tempat dengan ketersediaan air yang rendah, maka tingkat kelembaban udaranya juga
relatif rendah.

6)Vegetasi
Vegetasi merupakan variasi tumbuhan yang ada di suatu wilayah. Vegetasi ini juga menjadi
faktor penting yang mempengaruhi tingkat kelembaban udara. Namun, faktor spesifik yang
berpengaruh pada kelembaban udara adalah kerapatan dari vegetasi tersebut. Suatu tempat
yang di dalamnya terdapat vegetasi dengan kerapatan tinggi, maka tingkat kelembabannya
cenderung tinggi.Kerapatan vegetasi yang mempengaruhi tingkat kelembaban udara ini
bergantung pada seresah yang menutup area permukaan tanah dengan rapat. Hal tersebut
kemudian menyebabkan uap air terkunci di dalam seresah tersebut.Hal berbeda terjadi pada
tempat dengan kerapatan vegetasi renggang. Seresah yang menutupi area permukaan tanah
juga akan renggang sehingga tingkat kelembaban udaranya juga ikut rendah.

7) Ketinggian Tempat
Faktor berikutnya yang berpengaruh pada tingkat kelembapan udara adalah ketinggian tempat.
Saat berada di tempat yang lebih tinggi, suhu udara biasanya akan lebih dingin. Hal tersebut
disebabkan karena kandungan uap airnya pun lebih besar dibandingkan kandungan uap air
pada daerah yang lebih rendah.
Maka dari itu, ketika letak suatu tempat semakin tinggi, maka kelembaban udaranya pun akan
terpengaruh menjadi tinggi. Begitu juga sebaliknya, ketika ketinggian suatu tempat tidak terlalu
tinggi, maka tingkat kelembaban udara pada tempat tersebut juga tidak akan begitu tinggi.

8) Kerapatan Udara
Faktor yang Mempengaruhi kelembaban udara terakhir adalah kerapatan udara. Apabila
kerapatan udara di suatu tempat semakin rapat, maka kelembaban udaranya juga akan
semakin tinggi. Begitu pula ketika kerapatan udara di satu daerah tersebut tergolong renggang,
maka kelembaban udaranya juga ikut rendah.

A.1.4Suhu
Suhu atau temperature udara adalah kondisi yang dapat dirasakan

dipermukaan bumi yang mana kita ketahui terdiri dari 2 jenis suhu yaitu

panas,sejuk/dingin.Seperti yang kita ketahui permukaan bumi menerima panas

yang dihasilkan dari penyinaran matahari dari hasil pembiasan cahaya

matahari(radiasi) yang berupa gelombang elektromagnetik,Pembiasan cahaya

yang dipancarkan tidak secara penuh sampai ke permukaan bumi, dan

biasanya diukur oleh alat ukur yang bernama thermometer .

A.1.4.1Faktor yang Mempengaruhi Suhu


Handoko dalam bukunya Pengantar Unsur-Unsur Cuaca di Stasiun
Klimatologi Pertanian, faktor-faktor yang memepengaruhi suhu dipermukaan
bumi di antaranya:
 Jumlah radiasi yang diterima pertahun, perbulan, perhari, dan permusim.
 Pengaruh daratan atau lautan
 Pengaruh ketinggian tempat
 Pengaruh angin secara tidak langsung, misalnya angin yang membawa
panas
 Pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer
 Penutup tanah, misalnya tanah yang ditutupi vegetasi yang memiliki
temperatur yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi.
 Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi
 Pengaruh sudut datang sinar matahari, sinar yang tegak lurus akan
membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring.
Iklim kerja adalah iklim kerja (panas) hasil perpaduan antara suhu,kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi ( SNI 16-7061-2004). Adapun menurut
Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Nomor per.13/Men/X/2011 tahun
2011Tentang Nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja,Iklim
kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan
panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat
pekerjaannya, yang dimaksudkan dalam peraturan ini adalah iklim kerja panas.
Sebagai negara tropis yang mendapatkan curah mentari lama, potensi kejadian
yang terkait iklim kerja panas di Indonesia sering dijumpai dalam lingkungan industri.
Sehingga regulator dalam hal ini Kementerian Kesehatan mengeluarkan peraturan
terkait iklim kerja dalam PERMENKES No 70 Tahun 2016 tentang Tentang Standar dan
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri. Peraturan ini menyesuaiakan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan , teknologi dan industri serta kebutuhan
hukum sehingga menggantikan peraturan lama yakni Keputusan Menteri kesehatan
Nomor 1405 /Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja Perkantoran
dan Industri.
A.1.4.2Pendekatan Pengukuran Iklim
Pendekatan untuk mengukur iklim kerja dapat melalui berbagai
indek, antara lain heat index, Thermal work limit dan WBGT (Wet Blube
Globe Temperatur) dan indeks lainya.Dari berbagai pola pengukuran yang
sering digunakan oleh industri, yang dijadikan rujukan oleh NIOSH
( National Institute for Occupational Safety and Health) Amerika dan
menjadi pedoman dalam peraturan di Indonesia baik Kementerian Tenaga
Kerja maupun Kemenkes Republik Indonesia, yakni pendekatan dengan
WBGT (Wet Blube Globe Temperatur) atau Indeks Suhu Bola Basah.
Yang menarik dari peraturan menteri Kesehatan 2016 ini adalah detil
dalam Langkah pengukuran iklim kerja. Disebutkan bahwa Nilai Ambang
Batas (NAB) iklim lingkungan kerja merupakan batas pajanan iklim
lingkungan kerja atau pajanan panas (heat stress) yang tidak boleh
dilampaui selama 8 jam kerja perhari sebagaimana tercnatum pada tabel
1. NAB Iklim iklim Lingkungan kerja dinyatakan dalam derajat Celcius
Indeks Suhu Basah dan Bola (0C ISBB).
A.1.4.3 Unsur yang mempengaruhi Iklim
Unsur yang mempengaruhi Iklim kerja dibahas dan diberikan contoh
penilaiannya.
Unsur lingkungan dengan Indeks Suhu Bola Basah, Pengukuran Metabolisme
pekerja dengan tabel kriteria beban kerja standar Berat Badan pekerja 70 kg,
dan nilai koreksi pakaian. Dalam lampiran peraturan tersbut secara detil
disampaikan langkah pengukuran iklim kerja sehingga hasil pengukuran iklim
kerja akan disesuaikan dalam tabel NAB seperti diatas. Secara singkat
langkahnya yaitu :
1. melakukan iklim kerja dengan pendekatan ISBB
menggunakan alat Heat stress Monitor sesuai pedoman yang berlaku, yang
disesuaikan antara kondisi dalam ataua luar ruangan.
2. Melakukan koreksi hasil pengukuran iklimlingkungan kerja denagn pakaian kerja
3. Menentukan beban kerja berdasarkan laju metabolik sesuai dengan tabel yang
terlampir, dan dikoreksi dengan berat badan pekerja 70 kg.
4. Menentukan alokasi waktu kerja dan istirahat dalam satu siklus kerja (work rest
regimen) yang dinyatakan dalam persen
5. Menetapkan Nilai NAB sesuai dengan tabel 1
6. Terakhir menyimpulkan kondisi dari hasilpengukuran, apakah sesuai, melebihi,
atau dibawah nilai ambang. Hasil tesebut dapat menjadi acuan dalam
pengendalian iklim kerja di perusahaan tersebut.
Hadirnya peraturan Menteri Kesehatan ini yang mengacu dari NIOSH 2016, cukup
membantu bagi petugas sanitasi/higiene Industri dalam mengelola dan mengukur
lingkungan kerja terkait iklim kerja. Upaya akhir dari kegiatan ini memastikan
lingkungan kerja dalam kondisi aman dan sehat bagi perkerjanya demi mewujudkan
hak asasi pekerja.
A.1.5 Lingkungan Kerja Psikologis
Lingkungan kerja psikologis dapat dipertimbangkan khususnya sebagai elemen

tempat kerja yang berkaitan dengan perilaku pekerja. Dengan perilaku, ketiganya

terkait jenis fenomena psikologis dipertimbangkan: pengaruh (mis. emosi, suasana hati,

gejala psikologis, afektif gangguan); kognisi (misalnya sikap, persepsi, pengambilan

keputusan); dan perilaku (misalnya efektivitas, ketidakhadiran, motivasi).

Lingkungan kerja psikologis adalah kumpulan karakteristik lingkungan kerja

tersebut yang mempengaruhi perasaan pekerja. Lingkungan kerja psikologis

memberikan deskripsi aktivitas mental yang dilakukan seorang pekerja selama jam

kerja atau di pos. Pekerjaan psikologis lingkungan termasuk deskripsi yang baik dan

referensi untuk sumber informasi lain tentang stres, intimidasi, pekerjaan persyaratan,

kerjasama dan konflik, dll. Stres dan kesejahteraan adalah tema dalam lingkungan kerja

psikologis. Pekerja memikirkan hal-hal berikut tetapi tidak terbatas pada, sifat

pekerjaan, upah yang akan diperoleh, kesempatan untukpertumbuhan dan sejenisnya.

Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat kepuasan seorang karyawan dan pada

dasarnya berdampak pada kinerjanya. Sebuah studi oleh [14] menemukan bahwa,

ketika ada perubahan signifikan dalam kompensasi, promosi dan tunjangan, pekerja

menjadi puas dan meningkatkan produktivitas.


B.Kerangka Konsep
-Pencahayaan
-Kebisingan
-Suhu
Lingkungan Kerja Fisik
Memadai
Tidak Memadai

Suasana Hati
Suasana Lingkungan
Lingkungan Kerja
Lingkungan Kerja
Psikologis
-Mempengaruhi
-Tidak Mengetahui

-Mengalami
Keluhan
-Tidak Mengalami

C. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


1 Lingkungan
Fisik
Pencahayaan Pencahayaan/penerangan Lux Meter -Memenuhi syarat Nominal
/ adalah jumlah penyinaran dengan nilai minimal
Penerangan pada suatu bidang kerja yang diperoleh 200
yang diperlukan untuk Lux
melaksanakan kegiatan -Tidak Memenuhi
secara efektif. syarat jika <200 Lux
Intensitas cahaya adalah
banyaknya cahaya ada
pada suatu luas
permukaan,merupakan
aspek lingkungan fisik
yang sangat penting untuk
keselamatan dan
kenyamanan
kerja.Beberapa macam
sumber sumber
pencahayaan

Kebisingan kebisingan adalah Sound Level Jika <85 dBA berarti Nominal
semua suara yang tidak Meter memenuhi syarat
dikehendaki yang
bersumber dari alat alat Jika >85 dBA berarti
tidak memenuhi
proses produksidan alat
syarat
alat kerja yang pada
tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan
pendengaran

Suhu Suhu atau temperature Thermometer Jika suhu<300C Nominal


udara adalah kondisi berarti memenuhi
yang dapat dirasakan syarat
dipermukaan bumi yang
Jika suhu >300C
mana kita ketahui terdiri
berarti tidak
dari 2 jenis suhu yaitu memenuhi syarat
panas,sejuk/dingin

Kelembaban Kelembaban adalah Hygrometer 40%-60% Nominal


konsentrasi kandungan
dari uap air yang ada di
udara.
2. Lingkungan Lingkungan kerja Kuesioner Bila >50% maka Nominal
Psikologis psikologis adalah mempengaruhi
kumpulan karakteristik
lingkungan kerja Bila <50% maka
tidak mempengaruhi
tersebut yang
mempengaruhi
perasaan pekerja.
Lingkungan kerja
psikologis memberikan
deskripsi aktivitas
mental yang dilakukan
seorang pekerja selama
jam kerja atau di pos.

Keluhan yang biasanya Kuesioner Bila nilai >50% Nominal


Keluhan dialami oleh pekerja berarti mengalami
3. produksi meliputi keluhan

Bila nilai <50%


 kebisingan yang bisa
berarti tidak
membuat pendengaran, mengalami keluhan
daya konsentrasi dan
stress pada saat
bekerja.
 Suhu yang membuat
keringat yang berlebih,
gangguan
pernafasan/pengap
pada saat bekerja.
 Pencahayaan yang
membuat mata pekerja
menjadi cepat lelah.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif .
Metode penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang sarat dengan nuansa
angka-angka dalam teknik pengumpulan data di lapangan (Ardianto, 2010: 47).
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui dan
menentukan FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LINGKUNGAN
KERJA PADA PEKERJA PT. SOCFIN INDONESIA PERKEBUNAN MATAPAO
TAHUN 2022.
Penelitan ini menggunakan format deskriptif, untuk mendeskripsikan dan
menganalisis hasil perhitungan (distribusi frekuensi) dari faktor-faktor yang
mempengaruhi lingkungan kerja pada pekerja di PT. Socfin Indonesia
Perkebunan Matapao Tahun 2022. Peneliti juga menggunakan metode penelitian
survey kuantitatif untuk mendapatkan data mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi mempengaruhi lingkungan kerja pada pekerja di PT. Socfin
Indonesia Perkebunan Matapao Tahun 2022. Data yang akan didapat berupa
data statistik yang kemudian di analisis menggunakan analisis deskriptif untuk
menentukan faktor yang paling dominan yang mempengaruhi lingkungan kerja.

B.Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di PT.Socfin Indonesia Perkebunan Matapao
pada bulan Mei Tahun 2022

C. Populasi dan Sampel


C.1Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek
atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, dan kemudian ditarik suatu
kesimpulan. (Sugiyono, 2009: 80).
Menurut Rakhmat (1984: 78) populasi dapat diartikan sebagai
kumpulan objek penelitian. Populasi merupakan keseluruhan individu
dalam ruang lingkup yang diteliti. Populasi juga merupakan semua bagian
atau anggota dari objek yang diamati; bisa berupa orang, benda, objek,
serta apapun yang menjadi objek dari survei. Karena pada dasarnya,
populasi ditentukan oleh topik dan tujuan survei (Ardianto, 2010:
170).Adapun populasi dalam penelitian ini adalah 50 di PT. Socfin .
C.2 Sampel
Sampel merupakan sebagian dari sekumpulan objek yang diteliti
(Rakhmat, 1984:78). Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan
metode pengambilan sampel acak sederhana dimana metode
pengambilan sampel diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit memiliki
peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Pengambilan jumlah
sampel dengan mengikuti teknik sampling. Teknik sampling adalah teknik
pengambilan sampel (Sugiyono, 2013: 56).
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik non probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang
tidak memberikan peluang yang sama untuk dipilih sebagai anggota
sampel. Salah satu teknik sampling non probability sampling adalah
accidental sampling yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Santoso
dan Tjiptono (2001) metode ini merupakan prosedur sampling yang
memilih sampel dari orang atau unit yang paling mudah dijumpai atau
diakses. Dengan demikian teknik ini digunakan karena kondisi saat ini
yang tidak memungkinkan bagi peneliti untuk turun secara langsung ke
lapangan karena pandemi Covid-19 yang belum selesai hingga saat ini.
Pengambilan data dilakukan secara online melalui google form yang
disebarkan melalui media sosial dimana hal ini membuat peneliti tidak
dapat mengjangkau populasi yang merata. Oleh sebab itu, metode Non
Probability Sampling Teknik accidental sampling digunakan dalam
penelitian ini karena setiap orang tidak memiliki kesempatan yang sama
untuk menjadi sampel penelitian.
Syarat dari accidental sampling sendiri adalah sampel yang digunakan
cocok sebagai sumber data yang memenuhi kriteria sebagai populasi dalam
penelitian ini.

D.Teknik Pengumpulan Data


1) Kuisioner,
merupakan instrumen penelitian yang terdiri dari serangkaian pertanyaan atau
jenis konfirmasi lainnya yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari
responden. Kuesioner penelitian biasanya merupakan campuran dari pertanyaan
tertutup dan terbuka. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data yang relevan
dari responden yang kemudian dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
2) Studi Kepustakaan, yaitu mencari data pelengkap dari buku atau literatur
referensi sebagai penunjang kebutuhan. Data tersebut diperoleh dari dokumen-
dokumen terkait penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan berbagai
buku untuk menjadi referensi penelitian sekaligus bahan penelitian.
3) Data Primer , data yang didapatkan merupakan data lingkungan fisik , suhu yang
dilakukan dengan menggunakan alat ukur thermometer, kebisingan
menggunakan sound level meter, pencahayaan menggunakan luxmeter.
4) Data Sekunder , data yang akan diperoleh dari pimpinan perusahaan mengenai
gambaran perusahaan dan jumlah para pekerja

E.Teknik Pengukuran
Teknik dan tata cara pengukuran merupakan alat alat yang akan digunakan

untuk mendapat data yang sesuai dengan tujuan penelitian.Dalam penelitian yang

dilaksanakan ini alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data beserta alat alat

penunjangnya.

1) Sound level meter untuk mengukur intensitas kebisingan dengan satua DbA

Cara pengukurannya
 Tentukan titik pengukuran biasanya ada 5 titik yang diambil meliputi
titik tengah ,titik bagian timur,titik bagian barat,titik bagian selatan,titik
bagian utara
 Aktifkan alat ukur sound level meter
 Pilih selektor pada posisi fast untuk jenis kebisingan continue atau
berkelanjutan atau selektor pada posisi slow untuk jenis kebisingan
impulsive atau yang terputus-putus
 Pilih selektor range intensitas kebisingan
 Tentukan area yang akan diukur
 Lakukan pengamatan selama 1-2 menit, kurang lebih 6 kali
pembacaan pada setiap area pengukuran.
 Hasil pengukuran berupa angka yang ditunjukkan pada monitor
 Tulis hasil pengukuran dan hitung rata-rata kebisingannya, maka akan
diketahui hasil pengukuran dari kebisingan tersebut.
2) Lux meter untuk mengukur intensitas cahaya dengan satuan Lux
Cara Pengukurannya

 Tentukan titik pengukuran biasanya ada 5 titik yang diambil meliputi


titik tengah ,titik bagian timur,titik bagian barat,titik bagian selatan,titik
bagian utara
 Pertama, tekan tombol on atau tombol bulat dengan garis di tengah
untuk menyalakan alat.
 Setelah itu, tentukan kisaran range yang akan dijadikan acuan dalam
proses pengukuran. Untuk pengukuran cahaya alami disarankan
menggunakan range 2.000 lux.
 Arahkan sensor cahaya pada tempat yang ingin dilihat jumlah
intensitas cahayanya. Pilih lokasi yang strategis agar hasil
pengukurannya akurat.
 Tunggu sebentar untuk mengetahui hasil pengukuran, sebab alat
akan menampilkan hasil beberapa saat setelah pengukuran.
 Hasil pengukuran tergantung pada range yang sebelumnya dipilih,
dan hasilnya tinggal dikalikan 1 lux.

3) Thermometer untuk mengukur suhu dalam ruangan dengan satuan 0C


Cara Pengukurannya

 Tentukan titik pengukuran biasanya ada 5 titik yang diambil meliputi


titik tengah ,titik bagian timur,titik bagian barat,titik bagian selatan,titik
bagian utara
 Bagian ujung yhermometer dipegang , jangan letakkan thermometer
terlalu dekat dengan tubuh kita.
 Posisikan wajah sejajar dengan tinggi permukaan air raksa yang ada
didalam pipa kapiler thermometer
 Catatlah hasil pengukuran
4)Hygrometer untuk mengukur kelembaban udara dalam suatu ruangan dengan satuan
(RH)

 Letakkan saja alat ini ke tempat yang ingin diukur kelembapannya.


 Kemudian tunggu beberapa saat sampai bisa membaca skala yang ditunjukkan.
Biasanya skala yang terlihat dalam alat ini akan menunjukkan tanda persen (%)
dan tentunya dilengkapi dengan derajat Celcius

F. Teknik Analisis Data


Analisis statistik inferensial dimaksudkan untuk menganalisis data sampel dan
hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2008:148). Pengukuran yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik skala likert. Skala likert merupakan suatu
skala yang digunakan untuk mengungkap sikap pro atau kontra, positif atau negatif,
setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek sosial.
Teknik perhitungan data dari kuesioner yang telah diisi responden adalah
dengan memberikan bobot nilai 5, 4, 3, 2, 1 atau 1, 2, 3, 4, 5 untuk pertanyaan tutup
skala ordinal. Bobot yang diberikan untuk pertanyaan positif atau mendukung
penelitian adalah 5, 4, 3, 2, 1. Sebaliknya, untuk pertanyaan negatif atau tidak
mendukung penelitian, bobot yang diberikan adalah 1, 2, 3, 4, 5. Digambarkan
sebagai berikut:

Interval = skor tertinggi – skor terendah / jumlah alternatif jawaban

Data dari responden dikumpulkan dengan memberikan skor untuk alternatif


jawaban. Penilaian seluruh variabel menggunakan skala Likert atau yang disebut skala
Ordinal yaitu banyaknya alternatif jawaban. Untuk itu peneliti memberi lima buah
alternatif jawaban dari data ordinal dengan pembobotan skor jawaban angket sebagai
berikut:
SS (Sangat Setuju) =5
S (Setuju) =4
RR (Ragu-ragu) =3
TS (Tidak Setuju) =2
STS (Sangat Tidak Setuju) = 1

Berdasarkan data yang nantinya terkumpul dilapangan maka tahap selanjutnya


adalah menganalisa tanggapan dari responden. Tahapan ini dibagi kedalam beberapa
bagian diantaranya pengklasifikasian tanggapan responden dan pembobotannya.
Dengan demikian, untuk mengetahui gambaran tentang variabel tersebut maka
dilakukan dengan perhitungan berikut ini:
Nilai Indeks Minimum : 1 x jumlah soal x jumlah responden
Nilai Indeks Maksimum : 5 x jumlah soal x jumlah respondek
Jarak Interval : Interval / Jumlah Jenjang = Interval / S
Perhitungan indeks minimum, interval dan jarak intervalnya dengan jumlah
pertanyaan yang ada pada sub indikator adalah sebagai berikut:
Untuk jumlah pertanyaan satu:
Nilai Indeks Minimum : 1 x 1 x 100 = 100
Nilai Indeks Maksimum : 5 x 1 x 100 = 500
Interval : 500 – 100 = 400
Jarak Interval : 400/5 = 80
Berdasarkan pengukuran tersebut, maka kategorinya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Tabel Rentang Klasifikasi Variabel
Interval Kriteria
100 – 180 Sangat Rendah
>180 – 260 Rendah
>260 – 340 Sedang
>340 – 420 Tinggi
>420 – 500 Sangat Tinggi
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2021
Setelah data interval diatas sudah diketahui, kemudian peneliti melakukan
analisis data terhadap data yang sudah didapatkan melalui penelitian lapangan yanng
telah dilakukan. Metode survey kuantitatif dalam penelitian ini berupa data statistik yang
kemudian diolah dengan bantuan software Microsoft Excel dan software IMB SPSS
Statistics 21 untuk mengolah data tersebut sehingga mengetahui jawaban dari
pertanyaan penelitian.

LAMPIRAN

KUESIONER PENELITIAN
PENGUKURAN TENTANG FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
LINGKUNGAN KERJA PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT. SOCFIN
INDONESIA PERKEBUNAN MATAPAO
TAHUN 2022.

I. Pengukuran Lingkungan Fisik PT.Socfin Indonesia Perkebunan Matapao


1. Kebisingan(Sound Level Meter)
Titik Tengah :
TitikTimur :
Titik Barat :
Titik Selatan :
Titik Utara :
2. Pencahayaan (Lux Meter)
Titik Tengah :
TitikTimur :
Titik Barat :
Titik Selatan :
Titik Utara :
3. Suhu (Thermometer)
Titik Tengah :
TitikTimur :
Titik Barat :
Titik Selatan :
Titik Utara :
4. Kelembaban(hygrometer)
Titik Tengah :
TitikTimur :
Titik Barat :
Titik Selatan :
Titik Utara :

KUESIONER PENELITIAN
PENGETAHUAN TENTANG FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI LINGKUNGAN KERJA PADA PEKERJA
BAGIAN PRODUKSI PT. SOCFIN INDONESIA
PERKEBUNAN MATAPAO
TAHUN 2022.

II. Data Responden


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin : *Contreng Salah Satu*
 Laki-Laki
 Perempuan
Masa Kerja :
Status Pendidikan : *Contreng Salah Satu*
 SD
 SMP
 SMA
 DLL
III. Keterangan Jawaban
 TS :Tidak Setuju
 SS : Sangat Setuju
 RR : Ragu-Ragu
 S : Setuju
 STS : Sangat Tidak Setuju
Berikan penilaian terhadap aspek aspek yang dievaluasi yang sesuai dengan yang
anda rasakan kemudian berikan tanda checklist () pada kolom yang tersedia.

1. Lingkungan Kerja
N Pernyataan SS S RR TS STS

o 5 4 3 2 1

1. Penerangan didalam ruangan produksi telah


sesuai dengan kebutuhan ,sama sekali tidak
mengganggu penglihatan.
2. Udara didalam ruangan produksi membuat saya
nyaman, tidak membuat saya pengap/sesak
saat bekerja.
3. Lingkungan kerja bagian produksi tenang dan
tidak menimbulkan kebisingan akibat suara
mesin
4. Perusahaan menyediakan alat K3 yang lengkap
untuk dipakai selama produksi.
5. Lantai di ruangan produksi tidak licin yang bisa
mengakibatkan tergelincir

6. Perlengkapan K3 selalu saya pakai pada saat


kegiatan produksi.
7. Ruangan produksi tidak ada bau bauan yang
tidak sedap yang mengganggu kegiatan
produksi

8. Ventilasi di ruangan produksi sudah cukup untuk


sirkulasi udara

9. Perusahaan menyediakan alat pengatur suhu


udara di lingkungan kerja berupa (AC, Kipas
Angin dan
dll) untuk menunjang aktivitas kerja saya

10. Ketersediaan toilet yang bersih dan tempat


istirahat sudah menunjang kenyamanan saya
selama bekerja.

11. Selama bekerja saya mengalami masalah pada


indra pendengaran saya.

12. Saya merasa terganggu konsentrasi saat


bekerja

13. Mata saya sering berair.


.
14. Bagian tubuh saya sering terluka Ketika
melakukan kegiatan produksi.
15. Pernafasan saya akhir akhir ini terganggu karna
menghirup zat zat yang dihasilkan dari kegiatan
produksi

Anda mungkin juga menyukai