Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

PERENCANAAN JAMBAN SEHAT

Disusun Oleh;

Kelompok 2

ABIZAR ALGI FAHRI P00933119001


AMRI TAUFIK NASUTION P00933119056
EIRENE TAMPUBOLON P00933119012
HERA APRILLIA GULTOM P00933119074
JONATAN LASRO SIMBOLON P00933119023
MASLAN TRYNESA SIMBOLON P00933119084
MEITA VERONIKA NABABAN P00933119087

PRODI DIII SANITASI


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLTEKKES KEMENKES MEDAN
KABANJAHE
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat dan karuniaNya
kami dapat menyelesikan laporan dengan baik melaui dosen pembimbing. Laporan ini
disusun guna melengkapi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Ujian Praktek Akhir
Semester Managemen Resiko bagi mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan
jurusan Kesehatan Lingkungan dalam meningkatkan peran serta mahasiswa.
Dalam penyusunan laporan ini , kami menyadari sepenuhnya bahwa selesainya laporan
ini tidak terlepas dari dukungan, semangat, serta bimbingan dari berbagai pihak, oleh
karenaNya, kami ingin menyampaikan ucapan terimah kasih antara lain kepada:
Penyusunan laporan ini disusun dengan sebaik-baiknya, namun masih terdapat
kekurangan didalam penyusunan laporan ini, oleh karena itu kami mengharapkan saran
dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat di harapkan, dan semoga
laporan yang kami selesaikan ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat menambah
pengetahuan bagi kami.

Medan, Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
BAB I.....................................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................2
A. Latar Belakang................................................................................2
B. Tujuan.............................................................................................4
C. Ruang Lingkup................................................................................4
BAB II.......................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
A. Permukiman...................................................................................6
B. Sanitasi Pemukiman.......................................................................7
C. MCK (Mandi Cuci Kakus)................................................................8
Manfaat dan Fungsi Jamban.................................................................11
Pengolahan Limbah (Tanki Septik)........................................................11
BAB III.................................................................................................15
METODOLOGI....................................................................................15
BAB IV.................................................................................................16
HASIL PEMBAHASAN........................................................................16
BAB V..................................................................................................18
KESIMPULAN.....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................19

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku masyarakat Indonesia sehat adalah perilaku proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit serta partisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia (Notoatmodjo,
2003).Derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor lingkungan dan perilaku sangat
mempengaruhi derajat kesehatan. Termasuk lingkungan yaitu keadaan
pemukiman/perumahan, tempat kerja, sekolah dan tempat umum, air dan udara
bersih, teknologi, pendidikan, sosial dan ekonomi. Sedangkan perilaku tergambar
dalam kebiasaan sehari-hari seperti pola makan, kebersihan perorangan, gaya hidup,
dan perilaku terhadap upaya kesehatan (Depkes RI, 2009).
Adanya kebutuhan fisiologis manusia seperti memiliki rumah, yang
mencakup kepemilikan jamban sebagai bagian dari kebutuhan setiap anggota
keluarga. Kepemilikan jamban bagi keluarga merupakan salah satu indikator rumah
sehat selain pintu ventilasi, jendela, air bersih, tempat pembuangan sampah, saluran
air limbah, ruang tidur, ruang tamu, dan dapur. Jamban sehat berfungsi untuk
membuang kotoran manusia, ada berbagai macam bentuk seperti leher angsa, cubluk,
dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan sarana pembuangan air besar, hubungannya
yang paling mendasar dengan kualitas lingkungan yakni fasilitas dan jenis
penampungan tinja yang digunakan. Masalah kondisi lingkungan tempat
pembuangan kotoran manusia tidak terlepas dari aspek kepemilikan terhadap sarana
yang digunakan terutama dikaitkan dengan pemeliharaan dan kebersihan sarana.

Berdasarkan data WHO pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 1,1 milyar
orang atau 17% penduduk dunia masih buang air besar di area terbuka, dari data
tersebut diatas sebesar 81% penduduk yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
terdapat di 10 negara dan Indonesia sebagai negara kedua terbanyak ditemukan
masyarakat buang air besar di area terbuka, yaitu India (58%), Indonesia (12,9%),
China (4,5%), Ethiopia (4,4%), Pakistan (4,3%), Nigeria (3%), Sudan (1,5%), Nepal
(1,3%),Brazil (1,2%) dan Niger (1,1%)(WHO, 2010).
Peningkatan sanitasi diupayakan pemerintah agar dapat berjalan dengan baik
untuk mendukung komitmen nasional dalam pencapaian target kesepakatan
2
pembangunan negara-negara di dunia yang tertuangdalam Millenium Development
Goals (MDG’s). Salah satu target MDG’s terkait sanitasi yakni terjadinya
peningkatan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan sebesar
separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses pada tahun 2015.
Kebijakan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN 2010-2014) yang juga selaras dengan target MDG’s, menyasar terwujudnya
kondisi sanitasi yang bebas dari Buang Air Besar Sembarangan (BABS) pada tahun
2014. Berdasarkan laporan MDGs, di Indonesia tahun 2010 akses sanitasi layak
hanya mencapai 51,19% (target MDGs sebesar 62,41%) dan sanitasi daerah pedesaan
sebesar 33,96% (target MDGs sebesar 55,55%) (Kementerian PPN, 2010).
Hasil Riskesdas 2013 tentang proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan
fasilitas buang air besar. Rerata nasional perilaku buang air besar di jamban adalah
(82,6%). Lima Provinsi dengan persentase tertinggi rumah tangga yang berperilaku
benar dalam buang air besar, diantaranya DKI Jakarta (98,9%), DI Yogyakarta
(94,2%), Kepulauan Riau (93,7%), Kalimantan timur (93,7%), dan Bali (91,1%).
Sedangkan lima provinsi terendah diantaranya Sumatera Barat (29,0%), Papua
(29,5%), Kalimantan Selatan (32,3%), Sumatera Utara (32,9%) dan Aceh (33,6%).
Jawa tengah menduduki urutan ke 15 dengan penduduk berperilaku buang air besar
di jamban yakni 82,7% dari beberapa provinsi yang ada di Indonesia (Kemenkes,
2014).
Menurut jenis tempat buang air besar yang digunakan, sebagian besar rumah
tangga di Indonesia menggunakan kloset berjenis leher angsa sebesar 84,4%,
plengsengan sebesar 4,8%, cemplung/cubluk/lubang tanpa lantai sebesar 7,2%, dan
cemplung/cubluk/lubang dengan lantaisebesar 3,7%.Berdasarkan tempat
pembuangan akhir tinja, berdasarkan hasil Riskesdas 2013, sebesar 66% rumah
tangga di Indonesia menggunakan tangki septik sebagai tempat pembuangan akhir
tinja. Rumah tangga yang menggunakan tempat Saluran Pembuangan Akhir Limbah
(SPAL) sebesar 4%, kolam/sawah sebesar 4,4%, sungai/danau/laut sebesar 13,9%,
lubang tanah sebesar 8,6%, pantai/tanah lapang/kebun sebesar 2,7% (Depkes
RI,2013).

3
B. Tujuan
Sebagai upaya mengembangkan pengetahuan masyarakat agar tumbuh
kesadarannya untuk memiliki jamban dan memberikan pengalaman langsung dalam
pelaksanaan penelitian, penulisan hasil penelitian dan menambah wawasan serta
bekal pengetahuan dalam bekerja di
masyarakat.
Dapat menjadi bahan informasi tentang karakteristik pemilik rumah yang
berhubungan dengan perilaku buang air besar (BABS) sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat dalam upaya pembangunan sarana jamban keluarga dimasa
yang akan datang.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup laporan ini yakni: perilaku Buang Air Besar Sembarangan
(BABS) , hubungan antara pendidikan pemilik rumah dengan perilaku Buang Air
Besar Sembarangan (BABS) di wilayah, hubungan antara pendapatan pemilik rumah
dengan perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS),

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya dan

perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BABs) di sembarangan tempat,

khususnya ke badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi, dan kebutuhan

higenis lainnya.(1) Jamban merupakan tempat yang aman dan nyaman untuk digunakan

sebagai tempat buang air besar. Berbagai jenis jamban yang digunakan di rumah tangga,

sekolah, rumah ibadat, dan lembaga-lembaga lain. (2) Jamban sehat adalah fasilitas

pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit.(1)

Data WHO menyebutkan lebih dari 2,6 milyar orang pada wilayah pedesaan dan

perkotaan kini tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar. 70% masyarakat masih

terbiasa Buang Air Besar (BAB) sembarangan. Diantara negara-negara ASEAN,

Indonesia masih tertinggal dalam hal akses sanitasi, dimana posisinya berada di bawah

Filipina dan Kamboja. Sementara Malaysia memiliki 96% cakupan sanitasi.(3)

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014 Penduduk dengan akses

terhadap fasilitas sanitasi yang layak sebanyak 60,91%. (5) Penyediaan sarana

pembuangan tinja masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena

menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan

perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan. Pembuangan tinja perlu

mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan buangan yang banyak

mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit

5
penyakit, seperti: diare, typhus, muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain

itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta

estetika. Namun di sisi lain, tampaknya perilaku buang air besar masih merupakan suatu

kebiasaan yang kurang menunjang upaya peningkatan kesehatan lingkungan dan

kesehatan masyarakat.(6) Hal ini sesuai dengan teori perilaku kesehatan oleh Lowrance

Green (1980) bahwa perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu

faktor pemudah (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor

penguat (reinforcing factor). Dengan adanya ke tiga faktor tersebut sangat dapat

menunjang keberhasilan perilaku kesehatan yang baik didalam masyarakat seperti

perilaku memanfaatkan jamban sehat.(10) Penelitian yang dilakukan oleh Endang Fitriani

menyatakan bahwa adanya hubungan pengetahuan, sikap (faktor pemudah) dan

ketersedian sarana (faktor pendorong) dengan pemanfaatan jamban keluarga di Keluarga

Jamban sehat adalah suatu bangunan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran

sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi

penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori permukaan. (3) bagi keluarga yang tidak

memiliki jamban sudah pasti membuang kotoran tersebut ke sungai, hutan, ladang, kebun

maupun sembarangan tempat.

A. Permukiman

Menurut WHO dalam (Kasjono, 2011) permukiman adalah suatu struktur

fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, juga lingkungan dari

struktur tersebut termasuk semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,

perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani dan keadaan

sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu.

Permukiman sehat adalah suatu tempat untuk tinggal secara permanen,

6
berfungsi sebagai tempat untuk bermukim, beristirahat, berekreasi dan sebagai

tempat berlindung dari pengaruh lingkungan yang memenuhi persyaratan fisiologis,

psikologis, bebas dari penularan penyakit dan kecelakaan (Kasjono, 2011).

Permasalahan permukiman merupakan permasalahan yang terus muncul,

salah satunya adalah permukiman kumuh. Kawasan kumuh sering dijumpai di kota-

kota besar di dunia. Secara umum, kawasan kumuh merupakan suatu kawasan

dengan tingkat kepadatan populasi yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin.

Lingkungan atau kawasan permukiman kumuh tidak selalu berada di pinggiran

kota, namun juga berada di dekat pusat kota. Kehidupan masyarakat yang hidup di

lingkungan permukiman kumuh umumnya tidak tersentuh oleh pembangunan

fasilitas kota. Hal ini terjadi karena mereka tinggal di wilayah kota yang

terpinggirkan (Sadana, 2014).

Menurut Sadyhutomo dalam (Sadana, 2014) faktor-faktor utama penyebab tumbuhnya

permukiman kumuh adalah :

1. Pertumbuhan kota yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan yang

cukup.

2. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun prasarana

kota, terutama jalan, pada daerah perkembangan permukiman baru.

B. Sanitasi Pemukiman
Menurut pedoman penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM) (Lampiran

Kepmen Kimpraswil No.534/KPTS/M/2001) bahwa dalam pengelolaan prasarana

sanitasi lingkungan permukiman harus ada antara lain :

 Cangkupan pelayanan minimal dapat melayani 50 s/d 70% dari jumlah

penduduk di permukiman tersebut 80 s/d 90% dari jumlah penduduk untuk

kepadatan >300 jiwa/Ha

 Untuk sarana sanitasi individual dan komunal minimal dalam bentuk MCK

dan tenki septic yang disesuaikan oleh masyarakat

7
C. MCK (Mandi Cuci Kakus)
Mandi Cuci Kakus adalah salah satu sarana fasilitas umum yang digunakan

bersama oleh beberapa keluarga untuk keperluan mandi, mencuci, dan buang air di

lokasi permukiman tertentu yang dinilai berpenduduk cukup padat dan tingkat

kemampuan ekonomi rendah (Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), 2002).

Mandi Cuci Umum (MCK) komunal/umum adalah sarana umum yang digunakan

bersama oleh beberapa keluarga untuk mandi, mencuci dan buang air di lokasi

pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan sedang sampai tinggi (300-500

orang/Ha) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2001.

8
Menurut Anonimus (2008), jenis MCK Komunal dibagi menjadi 2 (dua) terkait dengan

fungsinya pelayanannya yaitu:

a. MCK lapangan evakuasi/penampungan pengungsi. Berfungsi untuk melayani

para pengungsi yang mengungsi akibat terjadi bencana, sehingga lokasinya harus

berada tidak jauh dari lokasi pengungsian (dalam radius +/- 50 m)

b. MCK untuk penyehatan lingkungan pemukiman. Berfungsi untuk melayani

masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki tempat mandi, cuci dan kakus

pribadi, sehingga memiliki kebiasaan yang dianggap kurang sehat dalam

melakukan kebutuhan mandi, cuci dan buang airnya. Lokasi MCK jenis ini

idealnya harus ditengah para penggunanya/ pemanfaatnya dengan radius 50 –

100m dari rumah penduduk dan luas daerah pelayanan maksimum untuk 1 MCK

adalah 3 ha.

Menurut Handayani (2011), tujuan dibangun MCK dengan sistem komunal di

pemukiman padat adalah, sebagai berikut :

1. Untuk mengkomunalkan sarana mandi, cuci, dan kakus agar

limbahnya mudah dikendalikan

a. Memudahkan pengadaan air bersih


b. Melestarikan budaya mandi bersama, seperti di daerah asal

mereka.

c. Kawasan yang padat penduduknya, umumnya luas rumah di

bawah luas hunian baku per jiwa. Hal ini mengakibatkan

sulitnya mencari ruang untuk lokasi sumur maupun kakus.

9
2. Komponen MCK (Mandi, Cuci, Kakus) Umum

Disain bilik/ruang MCK dilaksanakan dengan

mempertimbangkan kebiasaan dan budaya masyarakat

penggunannya sehingga perlu dimusyawarahkan. Hal hal tersebut

biasanya terkait dengan antara lain tata letak, pemisahan pengguna

laki laki dan perempuan, jenis jamban dan lain lain. Perlu

dipertimbangkan disain untuk pengguna yang menggunakan kursi

roda (defabel).

Tabel 1. Jumlah pengguna MCK dan banyaknya bilik yang diperlukan

Jumlah pemakai Jumlah bilik/ruang


Mandi Cuci Kakus
10-20 2 1 2
21-40 2 2 2
41-80 2 3 4
81-100 2 4 4
101-120 4 5 4
121-160 4 5 6
161-200 4 6 6
Sumber: Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK komunal/umum -SNI 03
- 2399 - 2002
1. Kamar Mandi

Meliputi lantai luasnya minimal 1,2 m 2(1,0 m x 1,2 m) dan dibuat tidak

licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1%.

Pintu, ukuran: lebar 0,6 - 0,8 m dan tinggi minimal 1,8 m, untuk pengguna kursi

roda (defabel) digunakan lebar pintu yang sesuai dengan lebar kursi roda. Bak

mandi / bak penampung air untuk mandi dilengkapi gayung. Bilik harus diberi

atap dan plafond yang bebas dari material asbes (Anonimus, 2008).

2. Sarana tempat cuci


Luas lantai minimal 2,40 m2 (1,20 m x 2,0 m) dan dibuat tidak licin

dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1%. Tempat

menggilas pakaian dilakukan dengan jongkok atau berdiri, tinggi tempat

menggilas pakaian dengan cara berdiri 0,75 m di atas lantai dengan ukuran

10
sekurang-kurangnya 0,60 m x 0,80 m (Anonimus, 2008).

3. Jamban

Jamban keluarga didefinisikan suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang


tinja/kotoran manusia bagi keluarga, lazimnya disebut kakus. Penyediaan sarana pembuangan
kotoran manusia atau tinja (kakus/jamban) adalah bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting
peranannya, khususnya dalam usaha pencegahan penularan penyakit saluran pencernaan.
Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat
mencemari lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber air Soeparman dan Suparmin,
2002 dalam (Handayani, 2011).Untuk blok fasilitas sanitasi toilet dengan sistem komunal/umum,
disarankan bahwa 1 toilet digunakan 25-50 orang dengan pembagian bilik terpisah antara laki-laki
dan permpuan. Namun untuk daerah dengan kepadatan tinggi (>1000 jiwa/ hektar) jumlah penduduk
yang dapat dilayani oleh 1 blok toilet adalah 200-500 jiwa. angsa), dengan jumlah air yang
digunakan 15-20 liter/orang/ hari (G.J.W De Kruijff, 1985)

Manfaat dan Fungsi Jamban

Menurut Handayani(2011), Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari

lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin

beberapa hal, yaitu :

1) Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit

2) Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang sama

3) Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan..

Pengolahan Limbah (Tanki Septik)

Septic tank (tangki septik) adalah suatu bak berbentuk empat persegi

panjang yang biasanya terletak di bawah muka tanah dan menerima atau

menampung kotoran dan air penggelontor yang berasal dari toilet glontor,

termasuk juga segala buangan limbah rumah tangga. Periode tinggal (detention

time) di dalam tangki adalah 1-3 hari. Zat padat akan diendapkan pada bagian

tangki dan akan dicernakan secara anaerobik (digested anaerobically) dan suatu

lapisan busa tebal akan terbentuk dipermukaan (Handayani, 2011).

Walaupun proses pencernaan zat padat yang terendap

berlangsung secara efektif, namun pengambilan lumpur yang

terakumumlasi perlu dilakukan secara periodik antara 1-5 tahun

sekali. Jika ditinjau dari kesehatan, efluen yang berasal dari tangki

septik masih berbahaya sehingga perlu di alirkan ke tangki

11
peresapan (soakaways) atau bidang peresapan (leaching/ drain

fields).

Efluen tersebut tidak boleh langsung disalurkan pada saluran

drainase ataupun badan-badan air tanpa mengolah efluen tersebut

terlebih dahulu. Walaupun pada umumnya tangki septik digunakan

untuk mengolah air limbah rumah tangga secara individual, namun

tangki septik juga dapat digunakan sebagai fasilitas sanitasi

komunal/umum untuk suatu lingkungan dengan penduduk sampai

300 jiwa (G.J.W De Kruijff, 1985).

Menurut Anonimus(2008), Penentuan kapasitas tangki

disesuaikan dengan jumlah pemakai MCK, berdasarkan asumsi

sebagai berikut :

1) Rata-rata lumpur terkumpul , untuk air limbah dari

KM/WC. (IKK Sanitation Improvenment Programme,

1987) = 40 liter/orang/tahun

2) Pengurasan direncanakan setiap 2 tahun


3) Air limbah yang dihasilkan (tangki septik hanya untuk

menampung limbah kakus)= 10 liter/orang/hari

4) Kedalaman tangki septik (h) + (free board/tinggi jagaan/ruang

kosong)= 1,5m + 0,3m = 1,8. Panjang : Lebar = 1 : 2

(disesuaikan dengan kondisi)

4. Penyediaan Air Bersih

Tujuan penyediaan air bersih adalah membantu penyediaan

yang memenuhi syarat kesehatan dan pengawasan kualitas air bagi

seluruh masyarakat baik yang tinggal diperkotaan maupun

dipedesaan serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk

penyediaan dan pemanfaatan air bersih. Air bersih yang digunakan

12
selain harus mencukupi dalam arti kuantitas untuk kehidupan sehari-

hari juga harus memenuhi persyaratan kualitas fisik, kimia,

mikrobiologi dan radioaktif. Persyaratan tersebut tertuang dalam

PermenkesNo. 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu

Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk

Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan

Pemandian Umum.

Penyediaan air bersih harus memenuhi syarat kesehatan,

diantaranya parameter fisik, parameter kimia, parameter biologi, dan

parameter radiologi. Air bersih untuk MCK komunal bisa berasal

dari sambungan air bersih PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum),

air tanah yaitu sumber air bersih yang berasal dan air tanah,

lokasinya minimal 11 m dari sumber pengotoran sumber air bersih.

Pengambilan air tanah dapat berupa sumur bor. Sekeliling sumur

harus terbuat dan bahan kedap air selebar minimal 1,20 m dan pipa

selubung sumur harus terbuat dari lantai kedap air sampai

kedalaman minimal 2,00 m dari permukaan lantai. Selain itu dapat

berupa sumur gali, yaitu sekeliling sumur harus terbuat dari lantai

rapat air selebar minimal 1,20 m dan dindingnya harus terbuat dari

konstruksi yang aman, kuat dan kedap air sampai ketinggian ke atas

0,75 m dan ke bawah minimal 3,00 m dari permukaan lantai. Air

bersih juga bisa berasal dari air hujan dimana bagi daerah yang

curah hujannya di atas 1300 mm/tahun dapat dibuat bak penampung

air hujan serta berasal dari sumber mata air yang dilengkapi dengan

bangunan penangkap air (Gultom, 2013).

13
5. Fasilitas Pelengkap

a. Penyaluran air bekas

Air bekas cuci dan mandi bisa dibuang langsung ke saluran

drainase namun jika tidak terdapat saluran drainase yang relatif.

dekat maka air bekas dialirkan ke tangki septik atau dibuat

peresapan tersendiri.

b. Penyediaan Tenaga Listrik

Listrik untuk penggerak pompa air dan penerangan harus

diadakan tersendiri bukan tergabung dengan sambungan milik

pihak lain untuk menghindarkan kerancuan perhitungan biayanya

(tergantung kondisi dan didiskusikan dengan warga). Listrik

harus berasal dari sumber PLN dan dari golongan tarif sosial agar

tidak membebani pengguna yang rata rata kurang mampu dengan

biaya yang dianggap terlalu tinggi (Handayani, 2011).

14
BAB III

METODOLOGI

Dalam instrumen penelitian, Penulis mengambil contoh 1 sampel untuk rumah


hunian yang tergolong jamban sehat ( rumah sederhana, sehat, layak huni). Menurut
Permenkes RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011.

15
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
Ukuran Jamban Sehat
Bagaimana jamban dapat dikatakan sehat?
Menurut Depkes RI (2004), terdapat beberapa syarat Jamban Sehat, antara lain : Tidak
mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber
air minum. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia
yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher
angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran air untuk
membersihkannya.
Syarat jamban bersih

Mewujudkan Bangunan Sebuah Jamban


Bagunan jamban dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu 1) bangunan bagian atas disebut
Rumah Jamban, berlabel “A”; 2) bangunan bagian tengah, disebut Slab atau dudukan
jamban, berlabel “T” dan 3) bagunan bagian bawah, disebut penampungan tinja, berlabel
“B”.
Setiap bagian diuraikan dengan terperinci dibawah ini :
1. Bangunan bagian atas (Rumah Jamban)
Bagian ini secara utuh terdiri dari bagian atap, rangka, dan dinding. Namun dalam
prakteknya, kelengkapan bangunan ini disesuaikan dengan kemampuan masyarakat
daerah tersebut .
- Atap memberikan perlindungan kepada pengguna dari angin dan hujan. Dapat
dibbuat dari daun, genting, seng dan lalang.
- Rangka digunakan untuk menopang atap dan dinding.
- Dinding adalah bagian dari rumah jamban. Dinding memberikan perlindungan
kepada penggunanya. Dapat dibuat dari daun, bambu, batu bata, seng, kayu dan lain-
lain.
2. Bangunan bagian tengah (Slab/Dudukan Jamban)
- Slab menutupi sumut tinja (pit) dan dilengkapi dengan tempat berpijak. Slab dibuat
dari bahan yang cukup kkuat untuk menopang penggunanya. Bahan-bahan yang
digunakan harus tahan lama dan mudah dibersihkan seperti kayu, beton, bambu dengan
tanah liat, pasangan bata dan sebagainya.
3. Bagunan Bagian Bawah
Penampung tinja adalah lubang di bawah tanah, dapat berbentuk persegi,
lingkaran/bundar atau empat persegi panjang, sesuai dengan kondisi tanah.
Kedalaman bergantung pada kondisi tanah dan permukaan air tanah musim hujan.
Pada tanah yang kurang stabil, penampung tinja harus dilapisi seluruhnya atau
sebagian dengan bahan penguat seperti anyaman bambu, batu bata, ring beton, dan
lain-lain.

No. Bahan Ukuran Satuan Jumlah


1 Dinding Bambu 2x3 m3 Lembar 1
2 Batang Bambu 4m Batang 8

16
3 Tali Bambu M 2
4 Paku 3cm Kg 0.25
5 Tukang sendiri - Oh 1

Diatas merupakan rumah jamban tanpa atap, dengan rangka dari kayu dinding dari
plastik;karung beras; atau gledek bambu; dan tanpa atap.

Kelebihan : Bahan sangat murah; dapat dengan mudah dibangun oleh masyarakat; tidak
mempunyai keterampilan tinggi; langkah awal dapat ditingkatkan menjadi rumah jamban
yang lebih baik kemudian hari.

Kekurangan : Perlu sering diperbaiki dan dipelihara, dapat rusak oleh angin kencang dan
kurang nyaman selama hujan.

Umur Pemakaian : Singkat

17
BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial


budaya dan perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BABs) di
sembarangan tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan untuk
mencuci, mandi, dan kebutuhan higenis lainnya. (1) Jamban merupakan
tempat yang aman dan nyaman untuk digunakan sebagai tempat buang
air besar. Berbagai jenis jamban yang digunakan di rumah tangga,
sekolah, rumah ibadat, dan lembaga-lembaga lain. (2) Jamban sehat adalah
fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai
penularan penyakitRumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat beristirahat
dan berlindung, tetapi juga sebagai sarana untuk memperbaiki kesehatan.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah bagi masyarakat yang belum menerapkan jamban
sehat, seperti buang air disembarang tempat( WC Terbang) masyarakat juga harus
memikirkan dampak dan efek dari kegiatan mereka tersebut, menginginkan lingkungan
yang sehat juga harus memikirkan kebutuhan udara yang kita hirup . Untuk memiliki
rumah yang sehat, kita juga harus membuat jamban khusus bagi rumah kita masing masing,
agar terhindar dari penyakit yang disebabkan karna jamban kita tidak sehat.

18
DAFTAR PUSTAKA
Anik Maryunani,2010, ilmu Kesehatan Anak, jakarta: CV. Trans Info Media.

Chandra, Budiman.2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:


PenerbitbukuKedokteran EGC.

Frick, Heinz dan Mulyani, Tri Hesti. 2006. ArsitekturEkologis. serieko-arsitektur 2.


Yogyakarta :Kanisius

Keputusan Presiden No.63 Tahun 2003 tentang Badan kebijaksanaan dan


pengadilanpembangunanperumahan dan pemukiman Nasional ( BKP4N ).

(Karyono, T. H. 2013 ). Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga, SuatuBahasanTentang


Indonesia. Jakarta: PT. RajagrafindoPersada.

Kasjono Heru subaris.2011. Penyehatanpemukiman. Yogyakarta, Gosyen Publishing.

M. Suparno Sastra,2006, ArchiCAD 9 Untuk Desain Arsitektur dan AnimasiMachfoedz,


ircham, 2008. Pendidikan Kesehatan Bagian dariPromosi Kesehatan.
Yogyakarta :Fitramaya.

Notoatmodjo, S . Kesehatan Masyarakat Ilmusan Seni. Jakarta :Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S .Promosi Kesehatan dan ilmuPrilaku. Jakarta :Rineka Cipta.

Profesional, PT Elex Media Kompitindo, Jakarta

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2010.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1077/menkes/per/v/2011, Tentang pedoman


penyehatan udara dalam ruang.

Surowiyono, Tutu TW.2004. Merawat Dan Memperbaiki Rumah anda ;jakarta: Restu
Agung.

The WHO World Health Report 2001 on mental health.

Widoyono.2008.Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan dan pemberantasannya.


Jakarta :Erlangga.

19

Anda mungkin juga menyukai