DOSEN:
Abdul Rahim Sya’ban, SKM, M.Sc
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat-Nya
yang telah diberikan pada kami, sehingga makalah “Penyediaan Jamban Keluarga” Ini
dapat disusun dengan cermat dan dapat diselesaikan pada waktunya. Tidak lupa pula,
dalam kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih pada teman-teman yang
membantu penyusunan makalah ini dan terutama kami ucapkan terima kasih pada dosen
fasilitator yang telah memberikan kami waktu untuk menyelesaikan makalah ini agar
presentasi dapat dilakukan dengan optimal nantinya.
Kami penyusun, menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak jauh dari kesalahan
serta kekurangan, dan kami akan berusaha memperbaikinya untuk proses pembelajaran
kami.Dan tentunya, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun, agar kami
dapat memperbaiki kekurangan dan dapat lebih baik dalam menyusun makalah
selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah yang kami susun dapat
dimanfaatkan dengan optimal untuk menunjang kemandirian mahasiswa dalam proses
pembelajaran.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ..........................................................................................................i
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang ........................................................................................................1
2. Rumusan
Masalah ...................................................................................................2
3. Tujuan ………………………………………….………………………….
……...3
4. Manfaat .………………………….……………….……….…………..
………….3
BAB I
PENDAHULUAN
Hingga saat ini belum dijumpai adanya definisi jamban di tingkat peraturan
pemerintah dalam sistem perundangan di Indonesia. Dengan demikian tidak ada pula
istilah itu dalam tataran undang-undang. Bisa jadi dengan akan dirampungkannya rencana
undang-undang(RUU) tentang Air Limbah Permukiman maka definisi jamban, kakus,
WC, toilet, atau apapun nama lainnya akan terwadahi secara formal dalam sistem regulasi
di Indonesia.
Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 16/2008 tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman tidak
disebutkan adanya istilah jamban. Namun di dalam Keputusan Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah nomor 534/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal
disebutkan adanya sarana sanitasi individual dan komunal berupa jamban beserta MCK-
nya. Lebih jauh lagi di dalam Buku Panduan Penyehatan Lingkungan Permukiman untuk
RPIJM 2007disebutkan adanya pengumpulan data primer tentang jamban keluarga. Di
dalam Petunjuk Teknis Tata Cara Pembuatan Bangunan Jamban Keluarga dan Sekolah
1998 dari Departemen Pekerjaan Umum, disebutkan bahwa jamban mencakup bangunan
atas yang antara lain terdiri: plat jongkok, leher angsa, lantai, dinding, dll. tetapi tidak
termasuk bangunan bawahnya.
Adanya ketidaksamaan istilah tentang jamban ini tentu saja tidak akan mengganggu
proses masyarakat untuk membuang hajatnya. Namun ketidak seragaman istilah ini
sangat menggambarkan ketidakseriusan penanganan sanitasi di lapangan. Buruknya
pelayanan publik tentang sanitasi ini dapat dilihat dari hasil SUSENAS itu sendiri.
Kepemilikan tempat buang air besar secara nasional menurut SUSENAS 2007 baru
59,86%. Dari 59,86% itu pun yang mempunya kloset tipe leher angsa-pun baru 71,5%. Di
dalam laporan tersebut tidak disebutkan bagaimana sebenarnya kualitas dari tempat
buang air besar yang ada di lapangan. Dari 59,86% itu pun baru 49,13% yang memiliki
tangki septik. Lagi-lagi tidak disebutkan bagaimana pula sebenarnya kualitas dari tangki
septik yang ada di lapangan. Apalagi menurut Laporan Indonesian Sanitation Sector
Development Program (ISSDP, 2004) disebutkan bahwa masyarakat Indonesia yang
masih melakukan buang air besar sembarangan masih lebih dari 40%. PBB pun
menyebutkan kalau masih ada lebih dari 2,6 milyar orang di dunia yang tidak punya
akses sanitasi yang memadai (PBB, 2004). Berbagai informasi ini tentu saja
menggambarkan bagaimana sebenarnya buruknya pelayanan publik untuk sanitasi. Untuk
itu tidak saja harus dibuat keseragaman pengertian tentang jamban atau apapun tentang
kesepakatan namanya, tetapi juga harus adanya sosialisasi dan kesepakatan yang jelas
tentang ini agar kerugian yang hingga Rp 56 triliun/tahun karena sanitasi yang buruk ini
dapat segera diselesaikan.
1.2. Tujuan
1.4. Manfaat
1. Kotoran tidak berserakan disembarang tempat sehingga tidak akan mengotori sumber
air bersih.
BAB II
PEMBAHASAN
Pembuangan tinja atau buang air besar disebut secara eksplisit dalam
dokumen Millenium Development Goals (MDGs). Dalam nomenklatur ini
buang air besar disebut sebagai sanitasi yang antara lain meliputi jenis
pemakaian atau penggunaan tempat buang air besar, jenis kloset yang
digunakan dan jenis tempat pembuangan akhir tinja. Dalam laporan MDGs
2010, kriteria akses terhadap sanitasi layak adalah bila penggunaan fasilitas
tempat BAB milik sendiri atau bersama, jenis kloset yang digunakan jenis
latrine dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik atau
sarana pembuangan air limbah atau SPAL. Sedangkan kriteria yang digunakan
Joint Monitoring Program (JMP) WHO-UNICEF 2008, sanitasi terbagi dalam
empat kriteria, yaitu improved, shared, unimproveddan open defecation.
Dikategorikan sebagai improved bila penggunaan sarana pembuangan
kotorannya sendiri, jenis kloset latrine dan tempat pembuangan akhir tinjanya
tangki septik atau SPAL.
6. Aman digunakan .
Untuk memenuhi syarat no.1 dan 3, maka kotoran ditempatkan di satu tempat,
bisa lubang jamban atau septik tank, ukuran volumenya disesuaikan dengan
kebutuhan atau jumlah pemakai. Untuk memenuhi syarat no 1 dan 2, maka digunakan
kloset yang dilengkapi leher angsa, dimana pada leher angsa akan tergenang air untuk
mencegah bau yang timbul dari lubang jamban atau septic tank, dan mencegah
masuknya binatang binatang seperti lalat,kecoa, nyamuk, tikus dll. Untuk memenuhi
syarat no. 4 , dalam membuat jamban terutama lokasi lobang jamban atau septic tank
atau lobang resapan dibuat sejauh mungkin dari sumber air yang ada misalnya Sumur
Galidsbnya, atau setidaknya tidak kurang dari 10meter jarak antara sumur dan lobang
jamban. Sedangkan untuk memenuhi syarat no 5 dan 6 ,hendaknya jamban dibuat
dari bahan bahan yang memadai baik kekuatannya maupun konstruksinya dibuat
sedemikian rupa agar kelihatan indah dan rapi.
Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak
mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar
lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
a) Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai,
dekat mata air, atau pinggir jalan.
b) Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
a) Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah
b) Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang
nyamuk.
c) Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi
sarang kecoa atau serangga lainnya
d) Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
e) Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
a) Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai
digunakan
b) Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup
rapat oleh air
c) Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran
d) Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodik
a) Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran
dengan pasangan batuan atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lai
yang terdapat di daerah setempat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hingga saat ini belum dijumpai adanya definisi jamban di tingkat peraturan pemerintah
dalam sistem perundangan di Indonesia. Dengan demikian tidak ada pula istilah itu dalam
tataran undang-undang. Bisa jadi dengan akan dirampungkannya rencana undang-
undang(RUU) tentang Air Limbah Permukiman maka definisi jamban, kakus, WC, toilet,
atau apapun nama lainnya akan terwadahi secara formal dalam sistem regulasi di
Indonesia. Buang air besar (BAB) sembarangan bukan lagi zamannya. Dampak BAB
sembarangan sangat buruk bagi kesehatan dan keindahan. Selain jorok, berbagai jenis
penyakit ditularkan. Sebagai gantinya, BAB harus pada tempatnya yakni di jamban.
Hanya saja harus diperhatikan pembangunan jamban tersebut agar tetap sehat dan tidak
menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.
3.2 Saran
1. Dalam satu Kepala Keluarga minimal harus memiliki satu Jamban di Rumah.
3.Dalam membuat Jamban juga perlu di perhatikan ruangan yang mempunyai atap agar
tidak terkena hujan atau panas matahari.
DAFTAR PUSTAKA
Susmiatun, et al. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas. Jakarta : EGC
.http://www.cwasta.org/index.php?option=com_content&view=article&id=59:definisi-
jamban-sehat&catid=2:berita&Itemid=35
http://stbmindonesia.org/index.php?r=sanitasipedia&cat=51&id=428
http://environmentalsanitation.wordpress.com/2010/07/20/jamban-sehat/
http://abahjack.com/jamban.html#more-463