Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“FASILITAS DASAR SANITASI”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Sanitasi
Lingkungan

Dosen pengampu: Bapak Tugiyo. SKM., M.Si.

Disusun oleh:

KELOMPOK

DAFFA SYAHZILDAN (P21335123020)


DHINI AMANDA. M. P (P21335123024)
HADIJAH RETNO. K (P21335123037)

PROGRAM STUDI SANITASI LINGKUNGAN

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami
nikmat iman, kesehatan, serta kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Selawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya hingga pada umatnya hingga akhir zaman.

Rasa terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Tugiyo SKM., M.Si. selaku
dosen pengampu mata kuliah Dasar Sanitasi Lingkungan yang telah memberikan
banyak ilmu pengetahuan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehinga makalah
yang berjudul “Fasilitas Dasar Sanitasi” yang dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Dasar Sanitasi Lingkungan ini dapat disusun dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam Menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan. Penulis berharap agar
makalah ini memberikan banyak manfaat bagi para pembaca. Untuk itu, kami
mengharapkan saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Jakarta, September 2023

Penulis.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
BAB 1 ..................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................. 1

B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 2

C. TUJUAN ...................................................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................................3
A. Definisi Jamban............................................................................................ 3

B. Jenis-jenis Jamban........................................................................................ 4

C. Tujuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ................................................. 7

D. Definisi BABS ............................................................................................. 8

E. Tantangan dalam Melakukan STBM ......................................................... 10

BAB III ...............................................................................................................................12


A. Kesimpulan ................................................................................................ 12

B. Saran........................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................13

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fasilitas sanitasi jamban berperan penting dalam upaya pencegahan


penyebaran berbagai penyakit menular. Praktek-praktek sanitasi yang tidak
baik, seperti buang air besar sembarangan, dapat menyebabkan kontaminasi
air dan lingkungan dengan bakteri dan organisme yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan yang berbahaya bagi manusia. Ini dapat mengakibatkan
penyakit seperti diare, kolera, dan cacingan.
Fasilitas sanitasi jamban telah ada selama ribuan tahun. Pada zaman
kuno, berbagai budaya telah mengembangkan toilet dan cara pengelolaan
feses atau kotoran yang sederhana. Tetapi, baru pada abad ke-19, dengan
munculnya toilte modern dan system sanitasi yang lebih kompleks. Sanitasi
menjadi pusat utama.
Akses terhadap jamban tidak rata di seluruh dunia. Kebanyakan
orang di negara-negara berkembang masih tidak mempunyai akses yang
memadai ke toilet yang aman dan bersih. Ini menjadi suatu masalah yang
sangat serius bagi kesehatan mereka dan dapat meningkatkan risiko
penyakit.
Inovasi akan terus berperan penting untuk menambah efisiensi dan
keamanan fasilitas jamban. Toilet ramah lingkungan yang memakai
teknologi seperti pengolahan limbah energi dan penggunaan air yang lebih
hemat menjadi semakin populer. Inovasi juga mencakup pendekatan toilet
yang tidak memerlukan jaringan saluran pembuangan tradisional.
penting bagi masyarakat, pemerintah, dan organisasi internasional
untuk terus bekerja sama dalam meningkatkan akses terhadap fasilitas dasar
sanitasi jamban. Yang dimana hal ini tidak hanya akan meningkatkan
kesehatan masyarakat, akan tetapi juga akan menolong melindungi
lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup bagi banyak orang di seluruh
dunia.

1
2

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan jamban?


2. Apa saja jenis-jenis jamban?
3. Apa tujuan Sanitasi total berbasis masyarakat?
4. Apa yang dimaksud dengan BABS?
5. Apa saja tantangan dalam melakukan STBM?

C. TUJUAN

1. Membahas mengenai jamban.


2. Membahas mengenai jenis jenis jamban.
3. Menjelaskan tujuan sanitasi total berbasis masyarakat.
4. Membahas tentang BABS.
5. Menjelaskan tentang tantangan-tantangan dalam melakukan STBM.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Jamban

Cara membuang kotoran yang benar adalah dengan membuangnya


ke sebuah tempat yang disebut dengan jamban. Sejauh ini, belum ada
definisi jamban pada tingkat peraturan pemerintah dalam sistem hukum
Indonesia. Oleh karena itu, istilah tersebut tidak ada pada tataran hukum.
Dengan selesainya Rancangan Peraturan Perundang-undangan (RUU)
tentang Air Limbah Permukiman, maka definisi jamban, toilet, WC, atau
nama lainnya akan secara resmi dimasukkan dalam sistem regulasi di
Indonesia.
Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 16/2008
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem
Pengelolaan Air Limbah Permukiman tidak disebutkan adanya istilah
jamban. Namun di dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah nomor 534/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal
disebutkan adanya sarana sanitasi individual dan komunal berupa jamban
beserta MCK-nya. Lebih jauh lagi di dalam Buku Panduan Penyehatan
Lingkungan Permukiman untuk RPIJM 2007, disebutkan adanya
pengumpulan data primer tentang jamban keluarga (Liang G. Otaya,
2012).
Di dalam suatu Petunjuk Teknis Tata Cara Pembuatan Jamban
Keluarga dan Sekolah 1998 dari Departemen Pekerjaan Umum,
disebutkan bahwa jamban terdiri atas: plat jongkok, leher angsa, lantai,
dinding, dll, tetapi tidak termasuk bangunan bawahnya. Di dalam
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 852/2008 tentang Strategi Nasional
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, dikatakan bahwa jamban adalah
fasilitas pembuangan kotoran atau tinja yang dapat dengan efektif
mencegah penularan penyakit. Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan
nomor 715/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi, dikatakan bahwa
jamban wajib mempunyai dinding dan atap. Lebih menarik lagi, standar

3
4

toilet umum Indonesia dari Kementerian Negara Kebudayaan dan


Pariwisata tahun 2004 justru tidak menyebutkan istilah jamban dan
menggantinya dengan ruang buang air besar (WC) dan ruang buang air
kecil (urinal). Toilet dalam hal ini mencakup pembuangan dan pengolahan
limbahnya, baik secara setempat (on-site) ataupun terpusat (off-site).
Adanya perbedaan istilah tentang jamban ini tentu saja tidak
mungkin mengganggu proses masyarakat untuk membuang hajatnya.
Namun, perbedaan inilah yang sangat menggambarkan ketidakseriusan
penanganan sanitasi di lapangan.
Jamban adalah sebuah bangunan atau tempat yang dipakai dan
dimanfaatkan untuk membuang kotoran/tinja atau najis bagi suatu
masyarakat yang lazim disebut kakus atau WC. Jamban sangat berfungsi
bagi lingkungan sekitar. Jamban dapat mencegah penyebaran penyakit,
dan menghindari pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh
pembuangan kotoran manusia secara sembarangan, Meskipun jamban
yang sangat sederhana ini tidak sebersih dan sejernih toilet modern, akan
tetapi jamban merupakan alternatif yang sangat berguna bagi masyarakat
yang tidak memiliki akses mudah ke fasilitas sanitasi yang lebih baik.

B. Jenis-jenis Jamban

Jenis-jenis jamban atau fasilitas sanitasi dapat bervariasi


berdasarkan desain, teknologi, dan tingkat ketersediaan akses. Berikut
ialah beberapa contoh dari jenis jamban:
a. Jamban Cubluk
Jamban cubluk digunakan secara luas di negara barat termasuk
Eropa, dan negara di Afrika serta Timur Tengah. Dengan perhatian sedikit
pada peneempatan dan konstruksi, jenis jamban itu tidak akan mencemari
tanah atau pun mengontaminasi air permukaan dan air tanah (Catur, dkk.
2019).
5

b. Jamban Plengsengan
Merupakan tempat untuk membuang kotoran di mana terdapat
saluran yang bentuknya miring penghubung antara tempat jongkok ke
tempat pembuangan kotoran. Jamban plengsengan lebih baik bila di
bandingkan jamban cubluk karena baunya lebih berkurang dan lebih
aman bagi pemakai jamban. Namun, sebaiknya bagi jamban cubluk dan
plengsengan ada baiknya tempat jongkok harus dibuatkan tutup (Ina
Kegy, 2020).

c. Jamban Parit/Empang
Jamban yang dibangun di atas sungai, rawa dan empang. Kotoran
dari jamban ini jatuh kedalam air dan akan dimakan oleh ikan atau
dikumpulkan melalui saluran khusus dari bambu atau kayu yang
ditanam mengelilingi jamban (Ina Kegy, 2020)

d. Jamban Kimia (Chemical Toilet)


6

Jamban model ini biasanya dibangun pada tempat-tempat rekreasi,


pada transportasi seperti kereta api, pesawat terbang dan lain-lain. Disini
tinja disenfaksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan
pembersihnya dipakai dengan kertas tisue (toilet piper). Jamban kimia
sifatnya sementara karena kotoran yang telah terkumpul perlu dibuang
lagi (Ina Kegy, 2020)

e. Jamban Leher Angsa


Jamban leher angssa atau jamban tuang siram yang menggunakan
sekat air bukanlah jenis jenis instalasi pembuangan tinja yang
tersendiri, melainkan lebih merupakan modifikasi yang penting dari
slab atau lantai jamban biasa. Lantai dan sekat air dapat dipasang di atas
lubang pada jamban cubluk atau di atas tangki air pada jamban air.
Apabila digunakan dan dipelihara secara semestinya, sekata air akan
mencegah masuknya lalat ke dalam lubang dan keluarnya bau.
Perangkat kecil pada sekat air tidak akan menahan tisu pembersih yang
dibuang ke dalamnya. Lantai dengan sekat air yang digunakan secara
luas di Kawasan Asia Tenggara yang kebanyakan penduduknya
menggunakan air sebagai bahan pembersih anus (Catur, dkk. 2019:
332).
7

f. Jamban Air
Jamban air merupakan modifikasi jamban yang menggunakan
tangki pembusukan, yang berasal dari Amerika Serikat kira-kira
Sembilan puluh tahun yang lalu. Kini, jenis jamban itu banyak
digunakan di negara-negara di Afrika, Timur Tengah, dan Asia
Tenggara. Apabila tangkinya kedap air, tanah, maupun air tanah, serta
air permukaan tidak akan terkontaminasi. (Catur, dkk. 2019: 332)

C. Tujuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Menurut kementerian kesehatan Republik Indonesia, Sanitasi Total


Berbasis Masyarakat (STBM) memiliki tujuan yaitu untuk mencapai
kondisi sanitasi total dengan mengubah perilaku hygiene dan sanitasi
melalui pemberdayaan masyarakat yang meliputi 3 komponen, yaitu
penciptaan lingkungan yang mendukung, peningkatan kebutuhan sanitasi,
peningkatan penyediaan sanitasi dan pengembangan inovasi sesuai dengan
konteks wilayah (Titi Stiawati, 2021).
Program STBM atau yang dikenal dengan sebutan Community Lead
Total Sanitation (CLTS) ialah sebuah program yang bertujuan untuk
8

memperkokoh upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah


berbagai penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan
kemampuan masyarakat. Program ini juga menerapkan komitmen
pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar
berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goals
(MDGs). Program tersebut sangat diharapkan mendapati perubahan dan
kesinambungan perilaku yang bersih dan sehat di lingkungan masyarakat.
Selain itu tujuan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) juga
untuk memperbaiki kesehatan masyarakat dengan cara meningkatkan akses
dan praktik sanitasi yang lebih bagus. STBM adalah pendekatan yang
dipakai dalam pengembangan sanitasi perkotaan dan pedesaan, terutama di
negara-negara yang sedang berkembang. STBM bertujuan mengurangi
penyakit terkait air dan sanitasi, meningkatkan kualitas air minum,
meningkatkan kesadaran masyarakat, meningkatkan infrastruktur sanitasi,
pemberdayaan masyarakat, dan juga pengentasan kemiskinan.
Sangat penting untuk diingat bahwa sesungguhnya STBM atau
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah upaya pendekatan yang
menyeluruh dan berlanjut yang bukan hanya mendalami aspek fisik
infrastruktur, tetapi juga sebuah peubahan perilaku, pendidikan masyarakat,
dan partisipasi aktif mereka. STBM memiliki tujuan untuk membuat atau
menciptakan lingkungan yang bersih, sehat terjaga, dan berlanjut bagi
masyarakat.

D. Definisi BABS

Perilaku BABS (open defecation) termasuk salah satu contoh


perilaku yang tidak sehat. BABS (Buang Air Besar Smbarangan)
merupakan suatu tindakan membuang kotoran atau tinja di tempat terbuka,
seperti ladang, hutan, semak-semak, sungai, atau area terbuka lainnya. Jika
dibiarkan, BABS dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, tanah,
udara, air serta menimbulkan penyakit (Murwati, 2012).
Sejak dahulu sampai kapanpun, masalah pembuangan kotoran
manusia selalu menjadi perhatian kesehatan lingkungan. Permasalahan
tersebut bertambah sulit karena peningkatan jumlah penduduk tidak
9

sebanding dengan area pemukiman. Masalah pembuangan tinja akan


semakin meningkat. Tinja merupakan sumber penyebaran penyakit yang
multi komplek yang harus sesegera mungkin diatasi. Pembuangan tinja
yang tidak sanitasi dapat menyebabkan berbagai penyakit. Oleh karena itu,
perilaku BABS sebaiknya segera dihentikan. Perilaku BABS dapat
mengganggu udara segar karena bau yang tidak sedap, selain itu juga dapat
menjadi peluang awal tempat berkembangnya sektor penyebab penyakit
akibat kebiasaan perilaku manusia sendiri (Notoatmodjo, 2009).
Perilaku BABS tentu saja dapat menyebabkan timbulnya berbagai
macam penyakit. Bagaimana tidak, tinja manusia saja merupakan media
penularan penyakit bagi masyarakat. Menurut Sarudji (2010), tinja menjadi
sumber dari beberapa penyakit tertentu, seperti tifus, kolera, disentri,
hepatitis A, polio, dan diare. Selain menjadi sumber beberapa penyakit
tertentu, Sarudji (2010) juga mengatakan bahwa tinja sangat menganngu
kehidupan manusia karena bau busuk yang ditimbulkan akan menimbulkan
rangsangan terhadap lalat yang juga berperean sebagai vektor penyakit, tinja
mencemari tanah dan air yang mana akan memengaruhi ekosistem
sekitarnya. Masyarakat dengan pembuangan tinja di sungai atau tempat
terbuka lainnya merupakan cermin betapa masih rendahnya kesadaran dan
pengetahuan mereka tentang nilai estetika dan budaya hidup sehat.
Salah satu program dari STBM adalah stop BABS. Stop BABS
adalah suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak BABS.
Perilaku stop BABS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang saniter
berupa jamban sehat (Kemenkes RI, 2009). Jamban yang sehat adalah salah
satu akses sanitasi yang layak. Dapat dikatakan akses sanitasi yang layak
apabila penggunaan fasilitas tempat buang air besar adalah milik sendiri
atau milik bersama, kemudian kloset yang digunakan adalah jenis leher
angsa dan tempat pembuangan akhir tinja menggunakan tangki
septic/sarana pembuangan air limbah. Berikut syarat jamban sehat menurut
(Kemenkes RI, 2014).
1. Tidak mencemari sumber air minum. Letak lubang
penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10 meter dari
10

sumur. Jarak ini akan menjadi lebih jauh pada jenis tanah liat
atau berkapur terkait dengan porositas tanah, selain itu akan
berbeda juga pada kondisi topografi yang menjadikan posisi
jamban di atas muka dan mengikuti aliran air tanah. Bakteri E-
coli patogen (bersifat anaerob) yang biasanya mempunyai usia
harapan hidup selama tiga hari. Kecepatan aliran air dalam tanah
berkisar 3 meter per hari (rata-rata kecepatan aliran air dalam
tanah di Pulau Jawa 3 meter/hari), sehingga jarak ideal antara
tangki septic dengan sumur sejauh 3 meter per hari x 3 hari = 9
meter.
2. Tidak berbau serta memungkinkan serangga tidak dapat masuk
ke lubang jamban. Hal ini dilakukan misalnya dengan menutup
lubang jamban tersebut
3. Air pembersih yang digunakan untuk menyiram tinja tidak
mencemari tanah di sekitarnya. Bisa dilakukan dengan membuat
lantai jamban dengan luas 1x1 meter dengan sudut kemiringan
yang cukup ke arah lubang jamban.
4. Jamban mudah dibersihkan dan aman digunakan. Harus dibuat
dari bahan yang kuat dan tahan lama.
5. Jamban memiliki dinding dan atap pelindung.
6. Lantai kedap air.
7. Ventilasi dan luas jamban yang cukup.
8. Tersedianya air, sabun dan alat pembersih. Tujuannya agar
jamban tetap bersih dan terhindar dari bau tinja. Pembersihan
tinja dilakukan minimal 2-3 hari sekali.

E. Tantangan dalam Melakukan STBM

Untuk menjalankan program STBM di Indonesia tidaklah semudah


yang direncanakan. Banyak faktor-faktor dalam pelaksanaannya yang
menghambat tercapainya target sanitasi nasional. Menurut Ni Nengah, dkk
(2022), tantangan tersebut dapat dikategorikan menjadi 5 kelompok besar,
yaitu tantangan yang terkait pendanaan, kelembagaan, lingkungan, teknis,
dan sosial.
11

1. Pendanaan
a. Kurangnya dukungan dana untuk mendukung program
STBM di level kabupaten/ kota.
b. Kurangnya inovasi skema pendanaan mandiri di level desa.
2. Kelembagaan
a. Kurang komitmen pemerintah daerah.
b. Rendahnya kolaborasi lintas sektor.
3. Lingkungan
a. Keterbatasan lahan di kawasan kumuh perkotaan.
b. Kurangnya ketersediaan akses air bersih untuk daerah-
daerah tertentu.
c. Meningkatnya cuaca ekstrim, bencana, dan dampak
perubahan iklim.
4. Teknis
a. Kurang maksimalnya penyediaan akses sanitasi emergensi di
lokasi bencana.
b. Kurangnya opsi sanitasi bagi lingkungan yang sulit.
c. Keterbatasan akses saniatasi di sekolah dan tempat layanan
publik.
d. Ketiadaan atau kurang optimalnya instalasi pengolahan
lumpur tinja (IPLT) yang memadai di daerah.
5. Sosial
a. Kurang kesadaran akan resiko kesehatan dari BABS.
b. Kurangnya kepedulian dan peran masyarakat dalam program
sanitasi.
c. Faktor budaya lokal yang kurang mendukung ketersediaan
toilet di rumah.
d. Kurangnya kesadaran pemenuhan sanitasi bagi masyarakat
berkebutuhan khusus.
e. Praktek buang besar terbuka di wilayah perkotaan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai pemenuhan kebutuhan manusia, diperlukan fasilitas sanitasi


yang layak. Terdapat tempat khusus untuk membuang kotoran manusia,
yaitu jamban. Jamban adalah sebuah bangunan atau tempat yang dipakai
dan dimanfaatkan untuk membuang kotoran/tinja atau najis bagi suatu
masyarakat yang lazim disebut kakus atau WC. Jamban sendiri mempunyai
berbagai macam jenis, seperti jamban cubluk, jamban plengsengan, jamban
parit, jamban kimia, jamban leher angsa, dan jamban air.
Indonesia mempunyai program STBM atau Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat. STBM adalah upaya pendekatan yang menyeluruh dan
berlanjut yang bukan hanya mendalami aspek fisik infrastruktur, tetapi juga
sebuah peubahan perilaku, pendidikan masyarakat, dan partisipasi aktif
mereka. STBM bertujuan untuk memperkokoh upaya pembudayaan hidup
bersih dan sehat, mencegah berbagai penyebaran penyakit berbasis
lingkungan, dan meningkatkan kemampuan masyarakat.
Sayangnya, masyarakat di Indonesia masih ada yang melakukan
BABS yang mana tidak sesuai dengan STBM. Perilaku BABS (Buang Air
Besar Sembarangan) menyebabkan beberapa dampak negatif, seperti
menimbulkan berbagai macam penyakit, bau tidak sedap, dan pencemaran
air serta tanah. Perilaku BABS ini harus segera dihentikan dengan cara stop
BABS. Terdapat tantangan dalam pelaksanaan STBM di Indonesia, yaitu
tantangan yang terkait pendanaan, kelembagaan, lingkungan, teknis, dan
sosial.

B. Saran

Diperlukan tindakan dari pemerintah untuk mengatasi tantangan


dari pelaksanaan STBM agar Indonesia mampu target sanitasi nasional. Tak
hanya pemerintah, masyarakat Indonesia pun harus mau bekerja sama
dengan cara mengubah perilaku yang tidak sesuai dengan standar sanitasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Ina Kegy. 2020. Pengaruh Pendidikan Kesehatan menggunakan


Metode Pemicuan Terhadap Perubahan Sikap Buang Air Besar
Sembarangan (BABS) RW 11 Kelurahan Setiawargi Kecamatan Tamansari
Kota Tasikmalaya. Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.

Huda, Lutfiani Rizqiatul (2021) Pengaruh Pemicuan terhadap Tingkat


Pengetahuan tentang Buang Air Besar Sembarangan (BABS) pada Ibu PKH
di Desa Kiarajangkung Kecamatan Sukahening Kabupaten
Tasikmalaya. Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.

Kemenkes RI. 2009. Strategi dan Langkah Pemicuan Masyarakat Dalam Program
Pamsimas. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2014. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Murwati. 2012. Faktor Host Dan Lingkungan yang Mempengaruhi Perilaku Buang
Air Besar Sembarangan. Semarang: Universitas Diponegoro

Notoatmodjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Otaga, Liang G. 2012. “Pengetahuan Sikap dan Tindakan Masyarakat Terhadap


Penggunaan Jamban Keluarga”. Jurnal Health and Sport.

Puspawati, Catur, dkk. 2019. Kesehatan Lingkungan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Bandung: CV. Karya Putra Darwati.

Stiawati, Titi. 2021. “Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) untuk
merubah perilaku hidup sehat di kelurahan Kasunyatan kota Serang provinsi
Banten”. Jurnal Administrasi negara. 9(2): 179-191.

Tutuanita, Ni Nengah Y., dkk. 2022. Laporan Tahunan 2022: Stop Buang Air Besar
Sembarangan di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

13

Anda mungkin juga menyukai