Anda di halaman 1dari 40

EFEKTIVITAS PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN TERHADAP


KEBERSIHAN LINGKUNGAN DI KOTA PAREPARE

Oleh:

ADIB ISLAM
NIM 215 360 008

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................viii

BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................
1.5 Defenisi Operasional.................................................................................
1.6 Orisinalitas Penelitian................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................
2.1 Gambaran Umum Tentang Efektivitas Hukum.........................................
2.2 Gambaran Umum Tentang Undang-Undang tentang Sampah..................
2.3 Gambaran Umum Tentang Sampah .........................................................
2.4 Gambaran Umum Tentang Kebersihan Lingkungan ................................
2.5 Kerangka Pikir...........................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................
3.1 Pendekatan Penelitian................................................................................
3.2 Waktu Dan Lokasi Penelitian ...................................................................
3.3 Teknik Pengumpulan Data........................................................................
3.4 Bahan Hukum............................................................................................
3.5 Teknik Analisa data...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................

x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda dan


makhluk hidup, termasuk didalamnya ada manusia dan makhluk hidup
lainnya dengan segala kegiatannya, salah satu faktor yang menjadi penyebab
penurunan kualitas lingkungan yaitu pemikiran masyarakat yang cenderung
lebih mementingkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka tanpa
diimbangi dengan sikap peduli terhadap lingkungan.1 Salah satu contohnya
adalah penurunan kualitas lingkungan hidup terlihat dari peningkatan volume
sampah. Apabila tidak dikelola dengan benar akan berpotensi menimbulkan
masalah. Masalah persampahan telah mengakibatkan pencemaran lingkungan
seperti bau busuk yang mengganggu, sumber penularan penyakit dan
mengganggu nilai keindahan dan kebersihan.

Kebersihan merupakan unsur pokok dalam mewujudkan kesehatan


yang merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Berkaitan dengan
hal ini, UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang menyatakan bahwa
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dicapai melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak bisa terlepas dari masalah
yang berkaitan erat dengan kebersihan.2
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sampah, Pasal 28 ayat 1 Menyebutkan bahwa masyarakat dapat
berperan serta dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan Pemerintah.
Itu artinya bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat
dibutuhkan demi terwujudnya lingkungan yang baik, sehat, bersih, dan rapi.3
Sedangkan menurut Peraturan Daerah Kota Parepare Tentang
Pengelolaan Persampahan No. 11 Tahun 2012 menyebutkan bahwa

1
Lestari Sinta,”Prilaku Pedagang dalam Membuang Sampah Kabupaten Lampung
Tengah”(Skripsi S1 Fatkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UBL, 2016), hlm.1.
2
Undang-Undang Nomor.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan.
3
Undang-Undang Republik IndonesiaNo.18 Tahun 2008,tentangPengelolaan Sampah.

2
pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkrsinambungan yang meliputi perencanaan, pengurangan dan penanganan
sampah.4

Berdasarkan Profil kesehatan lingkungan pada tahun 2009 menyajikan


data bahwa 64,41% sarana yang telah dibina kesehatan lingkungannya, yang
meliputi institusi pendidikan (67,52%), tempat kerja (59,15%), tempat ibadah
58,84%), fasilitas kesehatan (77,02%), dan sarana lain (62,26%).5 Hal ini
menunjukkan bahwa pembinaan kesehatan lingkungan terutama kebersihan
dalam tatanan masyarakat masih memerlukan perhatian yang serius agar
berdampak positif bagi kesehatan masyarakat. Indonesia melalui program
dengan semboyan “Healthis not everything, but without health everything is
nothing” Kesehatan memang bukan segalanya, tetapi tanpa kesehatan
segalanya menjadi tidak berarti, menempatkan kebersihan sebagai faktor
Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Berdasarkan letak wilayahnya, Parepare memiliki potensi sebagai


kota bisnis dan perdagangan. Parepare juga merupakan salah satu tujuan
kota wisata dan pendidikan di Indonesia bagian timur, sehingga banyak
orang datang untuk bersekolah dan mencari pekerjaan di kota ini. Kota
Parepare semakin padat dan ramai sehingga kebutuhan masyarakat pun
semakin banyak disebabkan karena kegiatan manusia sehingga pencemaran
lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat
dihindari, namun yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran,
mengendalikan pencemaran dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian
masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkungan.6

Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap
warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 oleh karena
4
Peraturan Daerah Kota Parepare Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Persampahan.
5
Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI,
2011), hlm. 4
6
http://www.beritaonline.com/berita/baca/1t54e4bd8e5dc0a/kota-parepare-kota-niaga, diakses 4
Februari 2021.

3
itu, negara dan pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban
untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia
dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia
serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan hidup yang semakin menurun
telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua
pemangku kepentingan terutama yang berkaitan dengan sampah.7

Sebagai salah satu daerah yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan,


Kota Makassar tidak lepas dari masalah sampah, Dari data Dinas
Pertamanan dan Kebersihan kota Makassar jumlah timbulan sampah
mencapai 3.812,69 M³ perhari dari tahun 2008 dan terus meningkat
hingga di tahun 2012 yaitu sekitar 4.057,28 M³ perhari, dan hampir di setiap
ruas jalan tumpukan sampah masih ditemukan. Sampah hingga kini masih
menjadi masalah bagi sebagian besar kota di Indonesia. Tak terkecuali bagi
kota Parepare. Permasalahan sampah yang cukup rumit di kota Parepare,
selain jumlahnya yang relativ banyak serta mempunyai permasalahan
tersendiri. Permasalahan pengelolaan sampah erat kaitannya dengan
peraturan, penimbunan sementara, penyimpanan, pengumpulan,
pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir. Sistem
pengelolaan sampah yang baik dan benar akan memberikan keuntungan
mengurangi pencemaran yang diakibatkan menumpuknya limbah sampah,
dengan memberikan upaya alternatif karena timbulan sampah yang terkelola
dengan baik.8

Kota Parepare merupakan salah satu daerah yang berada di Provinsi


Sulawesi Selatan yang tidak lepas dari masalah sampah. Oleh karena itu,
Pemerintah kota Parepare mengeluarkan Peraturan Daerah (PERDA) untuk

7
Pasal 8 H Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
8
Ibid.,hlm.4.

4
melakukan pengelolaan terhadap sampah. Dalam Peraturan Daerah Kota
Parepare Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Persampahan. Diatur
berbagai hal yang berkaitan dengan pengeloaan persampahan. Pengelolaan
sampah tidak terlepas dari peran serta masyarakat dalam mengelola dan
menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal dan prilaku terhadap sampah
sebelum dibuang, Sehingga keberhasilan pengelolaan sampah secara baik
dan benar akan terasa oleh masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang


Pengelolaan Sampah pasal 28 Ayat 1 berbunyi masyarakat dapat berperan
serta dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan Pemerintah.”Itu
artinyabahwapartisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat
dibutuhkan demi terwujudnya lingkungan yang baik, sehat, bersih dan
rapi”.9

Pasar Sentral Lakessi dan pesisir Pantai Cempae merupakan sebagian


kecil contoh permasalahan sampah di kota Parepare. Kondisi lingkungan
Pasar Lakessi dan pesisir Pantai Cempae terlihat sangat kotor akibat sampah
yang berserakan. Sampah-sampah yang berserakan di area tersebut
menimbulkan bau tak sedap dan pemandangan yang kurang enak dipandang
akibat sampah yang menumpuk. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh belum
maksimalnya pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Persampahan.

Dengan melihat latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka


penulis mengambil sebuah kesimpulan untuk membuat tulisan dengan judul
“EFEKTIVITAS PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2012
TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN TERHADAP
KEBERSIHAN LINGKUNGAN DI KOTA PAREPARE”

1.2 RUMUSAN MASALAH

9
Prianto Agus Ragil,” Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah di Kelurahan Jombang
Kota Semarang :Analisis Sosio yuridis Pasal 28 Undang-Undang No 18 tahun 2008 tentang
pengelolaan sampah”(Skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, 2011),hlm.3.

5
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pokok permasalahan
yang menjadi objek rumusan dalam penelitian ini adalah:

1.2.1 Bagaimana efektivitas pelaksanaan Peraturan Daerah No. 11 Tahun


2012 tentang Pengelolaan Persampahan terhadap Lingkungan
Kebersihan di Kota Parepare?
1.2.2 Apa Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan
Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Persampahan
terhadap Lingkungan Kebersihan di Kota Parepare?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas pelaksanaan Peraturan
Daerah No. 11 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Persampahan terhadap
Lingkungan Kebersihan di Kota Parepare.
1.3.2 Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas pelaksanaan Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Persampahan terhadap Lingkungan Kebersihan di Kota
Parepare.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Dengan memperhatikan tujuan penulisan diatas, maka peneliti ini
diharapkan mempunyai manfaat :
1.4.1 Secara Teoritis
a. Diharapkan penulisan ini sebagai pengembangan ilmu dan wawasan
bagi ilmu hukum.
b. Diharapkan penulisan ini dapat menjadi bahan kajian ilmu hukum
khususnya didalam hukum lingkungan.
c. Diharapkan penulisan ini dapat digunakan sebagai referensi dibidang
karya ilmiah serta bahan masukkan bagi penelitian sejenisnya.
1.4.2 Secara Praktis
a) Bagi Kalangan Penegak Hukum

6
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pengetahuan, pemahaman, dan gambaran mengenai pengelolaan
sampah berdasarkan peraturan daerah.
b) Bagi Masyarakat Luas
Bagi masyarakat luas penulisan ini di maksudkan agar dapat
memberikan pemahaman dan informasi untuk meningkatkan
wawasan dan pengetahuan mengenai pengelolaan sampah dalam
mewujudkan kebersihan kota parepare.
c) Bagi Penulis
Penulisan ini diharapkan dapat melatih dan mengasah penulis
dalam mengkaji dan menganalisis teori-teori yang pernah di dapat di
bangku perkuliahan serta penulisan ini menjadi pengetahuan baru
guna menambah wawasan dan cakrawala dalam pengembangan
keilmuan, khususnya mengenai hukum lingkungan.

1.5 DEFENISI OPERASIONAL


1.5.1 Efektivitas Hukum

Efektivitas Hukum adalah kesesuaian antara apa yang diatur


dalam hukum dan pelaksanaanya.10

1.5.2 Peraturan Daerah


Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah.11
1.5.3 Sampah
Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008
menyatakan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
dari proses alam yang berbentuk padat.12
1.5.4 Pengelolaan sampah
10
M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum, (Surabaya : Reality Publisher, 2009) hlm. 651.
11
Pasal 1 angka (4) Permendagri No 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah

12
Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Sampah

7
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta
menjadikan sampah sebagai sumber daya.13
Menurut Peraturan Daerah Kota Parepare No. 11 tahun 2012,
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan
berkesinambungan yang meliputi perencanaan, pengurangan dan
penanganan sampah.14
1.5.5 Kebersihan Lingkungan

Kebersihan lingkungan adalah keadaan lingkungan yang bebas


dari kotoran, termasuk di antaranya, debu, sampah, dan bau.15

1.5.6 Adapun data penelitian yang peneliti cari dan amati yakni data 3 (tiga)
tahun terakhir yaitu data pada tahun 2017 sampai tahun 2019.
1.6 Orisinalitas Penelitian
Sebuah karya haruslah mempehatikan keaslian (orisinalitas) karya
tersebut agar tidak dianggap melakukan plagiat karya orang lain. Orisinalitas
merupakan kriteria utama dan kata kunci dari hasil karya akademik misalnya
dalam penyusunan skripsi, tesis, dan disertasi.Untuk mempermudah peneliti
dalam melakukan penelitian maka, peneliti mengambil contoh sampel dari
penelitian yang pernah dilakukan sebelumya yang mirip dengan penelitian
yang dilakukan peneliti. Adapun penelitian yang di maksud adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rosita Candrakirana mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2015 dengan judul
penelitian “ Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Bidang Pengelolaaan
Sampah Sebagai Perwujudan Prinsip Good Environmental Governance”

13
Pasal 5 Ayat 3 Undang-Undang No. 18 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Sampah
14
Peraturan Daerah Kota Parepare No. 11 tahun 2012, Pengelolaan sampah
15
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebersihan

8
2. Penelitian yang dilakukan oleh Mochamad Ichwan Syahdiniafi mahasiswa
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tahun 2016 dengan judul “ Penegakan Hukum Lingkungan
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Terhadap Sampah Di Indonesia
(Analisis Kasus Perusahaan X).
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Rosita Candrakirana
memang memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis
yaitu penegakan hukum lingkungan dalam bidang pengelolaan sampah
sebagai perwujudan prinsip good environmental governance.Namun, ada
beberapa perbedaan antara penelitian yang pernah diteliti oleh Rosita
Candrakirana dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis salah satunya
yaitu metode yang digunakan dalam penelitian serta lokasi yang dilakukan
dalam penelitian ini.
Metode penelitian yang digunakan oleh Rosita Candrakirana lebih
banyak dilakukan pada Studi kepustakaan sementara peneliti sendiri
mengabungkan antara studi kepustakaan dengan wawancancara pada metode
penelitian ini.Serta, lokasi dan bahan hukum Peraturan Daerah yang
digunakan juga berbeda.Lokasi penelitian oleh Rosita Candrakiran yaitu di
Kota Surakarta dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2010
Tentang Pengelolaan sampah. Sementara, peneliti sendiri melakukan
penelitian di Kota Parepare dan menggunakan Peraturan Daerah Kota
Parepare Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Persampahan pada
bahan hukum.
Penelitian yang dilakukan oleh Mochamad Ichwan Syahdiniafi
memiliki sedikit kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti.Tapi, tidak semunya.Penelitian oleh Mochamad Ichwan Syahdiniafi
meneliti penegakan hukum lingkungan dalam kasus amdal.Sementara, peneliti
sendiri meneliti penegakan hukum lingkungan dalam pengelolaan sampah.

Dalam penelitian ini, sepanjang pengetahuan peneliti belum pernah


dilakukan penelitian di wilayah Kota Parepare dengan judul Efektivitas

9
Peraturan Daerah Kota Parepare Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan
Persampahan Terhadap Kebersihan Lingkungan Di Kota Parepare. Penelitian
ini ingin mengkaji bagaimana pengaturan hukum pengelolaan sampah di Kota
Parepare.kemudian Penegakan Hukum Lingkungan Bidang Pengelolaan
Sampah Sebagai Perwujudan Prinsip Good Environmental Governance di
Kota Parepare.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Efektivitas Hukum

Dalam bahasan tentang efektivitas hukum, terkait jawaban-jawaban


yang dibutuhkan terhadap berbagai pertanyaan, misalnya faktor-faktor
penyebab efektif atau tidak efektifnya hukum, benarkah dalam keadaan-
keadaan tertentu justru menimbulkan keruwetan baru, yang tentu saja berarti
tidak efektif hukum. Kesadaran hukum dan ketaatan hukum merupakan dua
hal yang sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan perundang-
undangan atau aturan hukum dalam masyarakat. Kesadaran hukum, ketaatan
hukum, dan efektivitas perundang-undangan adalah tiga unsur yang saling
berhubungan. Sering orang mencampuradukan antara kesadaran hukum dan
ketaatan hukum, padahal kedua itu meskipun sangat erat hubungannya,
namun tidak persis sama. Kedua unsur itu memang sangat menentukan
efektif atau tidaknya pelaksanaan perundang-undangan di dalam
masyarakat.16

Menurut Krabbe bahwa kesadaran hukum sebenarnya merupakan:

“kesadaran atau nilai-nilainya yang terdapat di dalam diri


manusia tentang hukum yang diharapkan ada. Pernyataan
tersebut sudah cukup menjelaskan apa yang dimaksud dengan
kesadaran hukum, tetapi akan lebih lengkap lagi kalau jika
ditambahkan unsur nilai- nilai masyarakat tentang fungsi apa
yang hendaknya dijalankan oleh hukum dalam masyarakat”.17
Ketaatan hukum sendiri masih dapat dibedakan kualitasnya dalam
tiga jenis, seperti yang dikemukakan oleh H.C.Kelman:18

1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang taat terhadap


suatu aturan hanya karena ia takut terkena sanksi.

Achmad Ali. 1998. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Jakarta, Yasrif
16

Watampone. Hlm. 191


17
Ibid.
18
Ibid.

11
2. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang taat
terhadap suatu aturan hanya karena takut hubungan baiknya dengan
seseorang menjadi rusak.
3. Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang taat
terhadap suatu aturan benar-benar karena ia merasa aturan itu sesuai
dengan nilai-nilai intrinsic yang dianutnya.
Menurut Soerjono Soekanto mengemukakan empat kesadaran
hukum, yaitu:19

1. Pengetahuan tentang hukum


2. Pengetahuan tentang isi hukum
3. Sikap hukum
4. Pola perilaku hukum

Agar suatu undang-undang dapat diharapkan berlaku efektif, Adam


Podgorecki, mengemukakan bahwa di dalam menerapkan hukum sebagai
sarana untuk mengadakan social engineering diperlukan kemampuan-
kemampuan sebagai berikut:20

1. Penggambaran yang baik situasi yang sedang dihadapi;


2. Melakukan analisis terhadap penilaian-penilaian dan menyusun penilaian-
penilaian tersebut ke dalam tata susunan yang hierarkhis sifatnya. Dengan
cara ini maka akan diperoleh suatu pegangan atau pedoman, apakah
penggunaan suatu sarana menghasilkan sesuatu yang positif. Artinya,
apakah sarana penyembuhannya tidah lebih buruk daripada penyakitnya;
3. Verifikasi terhadap hipotesis-hipotesis yang diajukan. Artinya, apakah
sarana-sarana yang telah dipilih benar-benar akan menjamin tercapainya
tujuan-tujuan yang dikehendaki atau tidak.
4. Pengukuran terhadap efek-efek peraturan-peraturan yang diberlakukan;
5. Identifikasi terhadap faktor-faktor yang akan dapat menetralisir efek-efek
yang buruk dari peraturan-peraturan yang diberlakukan;

19
Soejono Soekanto, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2017) hlm. 25..
20
Ibid.

12
6. Pelembagaan peraturan-peraturan di dalam masyarakat sehingga tujuan
pembaharuan berhasil dicapai.
Ketaatan hukum itu memiliki hubungan erat dengan kesadaran
hukum menurut Soerjono Soekanto bahwa:21

“hubungan antara kesadaran hukum dan kepatuhan hukum


mempunyai kecenderungan yang kuat untuk tidak dapat
dibuktikan secara pasti oleh hakim perilaku hukum tidaklah
semata-mata didasarkan pada fungsi. Rendahnya frekuensi
perbuatan tadi yaitu bahwa perbuatan tersebut sepantasnya
dilakukan dan bahwa terjadinya adalah untuk mencapai keserasian
antara ketertiban dengan ketentraman di dalam masyarakat.”
Apabila membicarakan efektivitas hukum dalam masyarakat
Indonesia menurut berarti membicarakan daya kerja hukum dalam mengatur
dan/atau memaksa warga masyarakat untuk taat terhadap hukum.
Efektivitas hukum berarti mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi
syarat, yaitu berlaku secara yuridis, sosiologi, filosofis.22 Menurut Wayne
Lafavre bahwa:23

“Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya


merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat
keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan
tetapi mempunyai unsur penelitian pribadi. Dengan mengutip
pendapat Roscoe Pound, maka LaFavre menyatakan, bahwa pada
hakikatnya dikresi berada di antara hukum dan moral (etika
dalam arti sempit).”

Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa penegakan hukum


bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan walaupun
di dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian,
sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu, ada
kecenderungan yang kuat mengartikan penegakan hukum sebagai
pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Perlu dicatat, bahwa pendapat-
21
Soerjono Soekanto. 2004. Pokok- Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta PT Raja Grafindo
Persada, hlm. 25
22
Zainuddin Ali. 2006. Sosiologi Hukum. Jakarta Sinar Grafika, hlm. 94
23
Wayne Lafavre, Soerjono Soekanto 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum. Jakarta, Rajawali pers, hlm. 12

13
pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan,
apabila pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan-keputusan hakim
tersebut malahan menganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapatlah ditarik sebuah


kesimpulan sementara, bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya
terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi. faktor-faktor
tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak positif atau
negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut
antara lain sebagai berikut:24

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada
undang-undang saja.
2. Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2.2. Gambaran Umum Undang-Undang Tentang Sampah


2.2.1 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) sebagai pedoman
pengelolaan sampah

Penegakan hukum merupakan isu yang menarik untuk diteliti


karena berkaitan dengan implementasi peraturan perundangundangan
yang berlaku, penegakan hukum lingkungan sangat berkaitan dengan
semua aspek kehidupan manusia karena lingkungan merupakan
penyangga kehidupan mahluk hidup di bumi ini. Secara konstitisonal
terdapat dalam Pasal 28 huruf h ayat (1) yang berbunyi “setiap orang
24
Ibid.

14
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan
kesehatan” dan Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat” pada pasal
28 dikatakan setiap warga negara berhak akan lingkungan yang baik
dan sehat, penegakan hukum lingkungan merupakan instrumen untuk
menciptakan lingkungan yang baik dan sehat25.

Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan


lingkungan hidup yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-
Undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur
sanksi kepada pihak yang terbukti melanggar yaitu penegakan hukum
dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga)
kategori yaitu :26

1) Penegakan hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum


Administrasi / Tata Usaha Negara,
2) Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum
Perdata,
3) Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum
Pidana.

Permasalahan utama dalam lingkungan hidup yang


teridentifikasi ada 5 (lima) antara lain27:

25
Suwari Akhmaddhian ,” Peran Pemerintah Daerah Dalam Mewujudkan Hutan Konservasi
Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 tahun 199 tentang Kehutanan (Studi di Kabupaten
Kuningan)”, Jurnal Dinamika Hukum Vol.13, No 3 (September 2013), 446-556.
26
Salim HS, Hukum Lingkungan Di Indonesia, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2014) hlm.
27
Nana Sudiana dan Hasmana Soewandita, “Pola Konservasi Sumber Daya Air di Daerah Aliran
Sungai Siak”, Jurnal Alami Vol. 12, No.1,(2007).Hlm 44-51.

15
(1) kerusakan lahan akibat penggundulan hutan, penebangan liar,
alih fungsi lahan untuk perkebunan dan tanaman industri,
penambangan minyak, industri dan permukiman; abrasi pinggir
sungai akibat laluintas pelayaran kapal-kapal
(2) besar dan cepat;
(3) pendangkalan sungai oleh tingginya erosi, abrasi dan sedimentasi;
(4) gangguan pola aliran air permukaan akibat alih fungsi lahan,
keberadaan pelabuhan, dermaga, dan logpond;
(5) penurunan kualitas air akibat buangan limbah cair industri,
domestik pembuangan air ballast kapal, dan buangan limbah
padat domestik.

Penegakan hukum lingkungan merupakan mata rantai


terakhir dalam siklus pengaturan perencanaan kebijakan tentang
lingkungan yang urutannya sebagai berikut:28

a) Perundang-undangan,
b) Penentuan standar,
c) Pemberian izin,
d) Penerapan,
e) Penegakan hukum.
Menurut Mertokusumo, kalau dalam penegakan hukum,
yang diperhatikan hanya kepastian hukum, maka unsur-unsur lainnya
dikorbankan. Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah
kemanfaatan, maka kepastian hukum dan keadilan dikorbankan. Oleh
karena itu dalam penegakan hukum lingkungan ketiga unsur tersebut
yaitu kepastian, kemanfaatan, dan keadilan harus
dikompromikan.Artinya ketiganya harus mendapat perhatian secara
proposional seimbang dalam penanganannya, meskipun di dalam
praktek tidak selalu mudah melakukannya.29

28
Salim HS, Hukum Pertambangan Di Indonesia, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2014) hlm.
53
29
Mertokusumo, Konservasi Sumber Daya. Jakarta, Rajawali pers, hlm. 12

16
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya
tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai
pedoman perilaku dalam hubungan-hubungan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari subyeknya, penegakan
hukum dapat dilakukan oleh subyak yang luas dan dapat pula
diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua
subyek hukum dalam setiap hubungan hukum.menurut subyeknya
penegakan hukum dapat diartikan sebagai upaya aparatur penegak
hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu
dan aparatur penegak hukum itu dapat menggunakan daya paksa
untuk dalam proses penegakan hukum30.

Dengan demikian pada gilirannya, proses penegakan hukum


itu memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum
itu sendiri.Dari keadaan ini, dengan nada ekstrim dapat dikatakan
bahwa keberhasilan ataupun kegagalan para penegak hukum dalam
melaksanakan tugasnya sebetulnya sudah dimulai sejak peraturan
hukum yang harus dijalankan itu dibuat. Proses penegakan hukum,
dalam pandangan Soerjono Soekanto, dipengaruhi oleh 5 (lima)
factor:31.

a) Faktor hukum atau peraturan perundang-undangan.


b) Faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat
dalam peroses pembuatan dan penerapan hukumnya, yang
berkaitan dengan masalah mentalitas.
c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakan
hukum.
d) Faktor masyara-kat, yakni lingkungan social di mana hukum
tersebut berlaku atau diterapkan; berhubungan dengan kesadaran
dan kepatuhan hukum yang merefleksi dalam perilaku masyarakat.
30
Kartono, “Penegakan Hukum Lingkungan Administratif Dalam UndangUndang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol.09 No. 3, ( 2009): 247-257.
31
Soerjono Soekanto ,Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Rajawali
Press, 1983) hlm. 15

17
e) Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Salah satu permasalahan lingkungan yang masih menjadi


problematika di perkotaan yaitu pengelolaan sampah. Menurut Yul
H. Harap bahwa sampah merupakan salah satu masalah lingkungan
hidup yang sampai saat ini belum dapat ditangani secara baik,
terutama pada negara-negara berkembang, sedangkan kemampuan
pengelola sampah dalam menangani sampah tidak seimbang dengan
produksinya32.

Selain hal tersebut di dalam masyarakat perkotaan terdapat


budaya konsumtif yang mempengaruhi dalam peningkatan kualitas
dan jenis sampah. Sehingga dalam pengelolaan sampah tidak akan
dapat dipisahkan dengan campur tangan negara dan berbagai sektor
yang ada di dalam masyarakat termasuk dunia usaha. Selain itu peran
dari masayarakat yang merupakan jejaring atau komunitas pembuang
sampah juga mempunyai andil besar dalam pengelolaan sampah
dalam hal ini adalah proses daur ulang untuk dapat dimanfaatkan
kembali. Sehingga dalam pengelolaan sampah merupakan bagian dari
pelayanan publik yang harus diatur dalam regulasi yang diharapkan
akan memberikan kenyamanan di dalam kehidupan masyarakat warga
sehari hari.

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 18 Tahun


2008 tentang Pengelolaan Sampah definisi sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk
padat. Sedangkan menurut Pasal 1 angka (5) Pengelolaan sampah
adalah kegiatan yang sistematis,menyeluruh, dan berkesinambungan
yang meliputi pengurangandan penanganan sampah. Sehingga
pengelolaan pada kawasan perkotaan, dewasa ini dihadapkan kepada
berbagai permasalahan yang cukup kompleks. Permasalahan-

32
Waluyo, loc.cit

18
permasalahan tersebut meliputi tingginya laju timbunan sampah,
kepedulian masyarakat (human behaviour) yang masih sangat rendah
serta masalah pada kegiatan pembuangan akhir sampah (final
disposal)33.

Permasalahan pengelolaan sampah sudah menjadi


permasalahan yang krusial karena daerah-daerah (Kabupaten/Kota)
juga mengalami banyak kendala dalam pengelolaan sampah.Salah
satu hal yang menjadi kendala mengenai penerapan dan penegakan
hukum dalam pengelolaan sampah yang merupakan bagian dari
penegakan hukum lingkungan terutama dalam penerapan sanksinya.
Di Indonesia sebenarnya terdapat beberapa peraturan perundang-
undangan yang mempunyai korelasi maupun berkaitan langsung
dengan pengelolaan sampah yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
diganti dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah dan beberapa peraturan daerah yang sudah
dibentuk oleh pemerintah daerah baik di tingkat Kabupaten atau Kota
seperti di Peraturan Daerah Kota Parepare No. 11 tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Persampahan. Sanksi-sanksi yang terdapat dalam
peraturan terutama yang menyangkut pengelolaan sampah tidak
memberikan efek jera bagi masyarakat yang tidak melakukan
pengelolaan sampah dengan berwawasan lingkungan sehingga perlu
dikaji mengenai efektifitas sanksi dalam penegakan hukum dalam
pengelolaan sampah.

Berkaitan dengan pengelolaan sampah bagi pemerintah dan


pemerintah daerah tidak dapat lepas dari asas-asas yang terdapat
dalam Pasal 2 Undang-Undang Pengelolaan dan Perlindungan

Aji,mukti, sistem pengelolaan sampah terpadu. http://mukti-aji.blogspot.com. Diakses 20


33

Agustus 2020.

19
Lingkungan Hidup yang diatur mengenai asas tanggung jawab negara,
asas partisipatif, asas tata kelola pemerintahan yang baik; dan asas
otonomi daerah. Oleh karena itu pengelolaan sampah merupakan
wujud tanggungjawab negara melalui pemerintah dan pemerintah
daerah. Dimana dibutuhkan partisipasi masyakat untuk melakukan
pengelolaannya.Selain itu diperkuat dengan Pasal 63 Undang-Undang
Pengelolaan dan Perlindungan Lindungan Hidup yang mengatur
mengenai kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.Dimana berdasarkan
asas tata kelola pemerintahan yang baik; dan asas otonomi daerah
dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan sampah.

2.2.2. Pengaturan Hukum Pengelolaan Sampah

Berdasarkan amanah Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan
mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan
Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya. Atas
dasar pasal tersebut beserta penjelasannya penyelenggaraan
pemerintahan daerah harus didasarkan pada azas desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.Sehingga adanya Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 yang mengatur mengenai kewenangan
pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota terkait
pengendalian lingkungan hidup.Meskipun Undang-Undang tersebut
diganti dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tetap memberikan
kewenangan kepada pemerintah daerah. Dalam Pasal 12 Undang-
Undang No. 23 Tahun 2014 bahwa kewenangan kepada pemerintah
daerah (pemerintah konkuren) untuk menjalankan urusan
pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar
salah satunya adalah lingkungan hidup.

20
Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.Pasal tersebut
memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan
pelayanan publik dalam pengelolaan sampah.Hal itu membawa
konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang
berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah.
Meskipun pengelolaan sampah merupakan kewajiban pemerintah akan
tetapi hal tersebut juga dapat melibatkan dunia usaha dan masyarakat
yang bergerak dalam bidang persampahan.

Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara


terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat,
serta tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintahan daerah untuk
melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam
bentuk undang-undang.Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam
Undang-Undang ini berdasarkan asas tanggung jawab, asas
berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas
kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai
ekonomi.34Berkaitan dengan pengelolaan sampah bagi pemerintah dan
pemerintah daerah tidak dapat lepas dari asas-asas yang terdapat dalam
Pasal 2 Undang-Undang Pengelolaan dan Perlindungan Ligkungan
Hidup yang diatur mengenai asas tanggung jawab negara, asas
partisipatif, asas tata kelola pemerintahan yang baik; dan asas otonomi
daerah. Oleh karena itu pengelolaan sampah merupakan wujud
tanggungjawab negara melalui pemerintah dan pemerintah daerah.
Dimana dibutuhkan partisipasi masyakat untuk melakukan
pengelolaannya. Selain itu diperkuat dengan Pasal 63 Undang-Undang
Pengelolaan dan Perlindugan Lingkungan Hidup yang mengatur
mengenai kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah dalam

34
Mulyanto, “ Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu (Sipengestu) Kelurahan Serengan dalam
Kajian Sosiologi Hukum” Jurnal Parental Vol.1, No. 2, (Maret 2013) :6

21
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dimana berdasarkan
asas tata kelola pemerintahan yang baik; dan asas otonomi daerah
dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan sampah.

Dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang


Pengelolaan Sampah.Pengelolaan sampah didasari dengan jumlah
penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang
tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu,
pola konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam
menimbulkan jenis sampah yang semakin beragam, antara lain,
sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses alam
semakin beragam.

Substansi Undang-undang ini yang terkait dengan langsung


mengenai pengelolan sampah yaitu Pasal 19 mengatur mengenai
pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga.Pasal tersebut menyebutkan bahwa pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas
pengurangan sampah dan penanganan sampah. Dalam hal pengurangan
sampah, lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 20 sebagai berikut :
Pengurangan sampah yang dimaksud dalam meliputi kegiatan:35

a. pembatasan timbulan sampah;


b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.

Dalam Pasal 20 ayat (2) diatur mengenai pemerintah dan


pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagai berikut:36

(1) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam


jangka waktu tertentu
(2) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
35
Pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
36
Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Sampah.

22
(3) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
(4) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang;
(5) memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Pasal 20 ayat (3) mengatur mengenai pelaku usaha dalam


melaksanakan kegiatan yaitu menggunakan bahan produksi yang
menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat
didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. Pasal 20 ayat
(4) mengatur mengenai masyarakat dalam melakukan kegiatan
pengurangan sampah yaitu menggunakan bahan yang dapat diguna
ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 mengatur


mengenai pengelolaan sampah tersebut juga diatur mengenai mengenai
penanganan sampah, yang meliputi :37

a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah


sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan
sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara
atau tempat pengolahan sampah terpadu.
c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari
tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat
pemrosesan akhir.
d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi,
dan jumlah sampah.
e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media
lingkungan secara aman.

37
Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Sampah.

23
2.2.3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaam
Sampah

Salah satu masalah lingkungan yang dihadapi pada saat


sekarang ini adalah sampah.Sampah menjadi salah satu masalah klasik
yang dihadapi oleh Negara negara di dunia, khususnya
Indonesia.Sampah adalah materi yang tidak dipakai, tidak disenangi
atau harus dibuang sehingga tidak mengganggu kenyamanan
hidup.Sampah merupakan salah satu masalah penting yang harus
segera dicari solusinya.Pemerintah memiliki kewajiban untuk
menciptakan lingkungan yang baik dan sehat bagi warga negara. Salah
satu cara untuk menciptakan lingkungan yang baik dan sehat tersebut
adalah dengan melaksanakan pengelolaan sampah. Oleh karena itu,
dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah diperlukan
payung hukum dalam bentuk Undang-Undang, sehingga dibentuklah
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah.Pengertian pengelolaan sampah tersebut terdapat
dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 18 Tahun 2008. Penjelasan UU No. 18
tahun 2008 menyebutkan bahwa pembentukan undang-undang
pengelolaan sampah diperlukan dalam rangka:38

1. Kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan


pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan.
2. Ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor
sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah.
4. Kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan
Pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah.

38
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sampah.

24
5. Kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam undang-
undang ini dan pengertian limbah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah dan pemerintah daerah
memegang peranan penting dalam melaksanakan UU No. 18 Tahun
2008. Sebagai pelaksanaannya, Pemerintah menetapkan Peraturan
Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (PP No.
81 Tahun 2012). Peraturan Pemerintah ini dibentuk dengan tujuan
untuk melindungi kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan,
menekan terjadinya kecelakaan dan bencana yang terkait dengan
pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga, serta mendukung pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan.Tujuan tersebut tercantum di dalam Penjelasan peraturan
pemerintah tersebut.PP No. 81 Tahun 2012 juga memberikan landasan
bagi penyelenggaraan pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya di
daerah.Dengan lahirnya PP No. 81 Tahun 2012, maka pemerintah
daerah berkewajiban untuk segera membentuk peraturan daerah terkait
dengan pengelolaan sampah.39
Sebelum lahirnya PP No. 81 Tahun 2012, Menteri Dalam
Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33
Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah (Permendagri No.
33 Tahun 2010) yang menjadi landasan bagi pemerintah daerah dalam
pengelolaan sampah. Pasal 2 Permendagri No. 33 Tahun 2010
menyebutkan bahwa Pemerintah daerah menyusun rencana
pengurangan dan penanganan sampah yang dituangkan dalam rencana
strategis dan rencana kerja tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah,
yang sekurang-kurangnya memuat ; (1) target pengurangan sampah;
(2) target penyediaan sarana dan prasana pengurangan dan penanganan

39
Dissa, Hekap, latar belakang uu no 18 tahun 2008. Scholar.unand.ac.id, diakses pada 23 Agustus
2020

25
sampah mulai dari sumber sampah sampai dengan tempat pembuangan
akhir; (3) pola pengembangan kerjasama daerah, kemitraan, dan
partisipasi masyarakat; (4) kebutuhan penyediaan pembiayaan yang
ditanggung oleh pemerintah daerah dan masyarakat; dan (5) rencana
pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan
dalam memenuhi kebutuhan mengguna ulang, mendaur ulang, dan
penanganan akhir sampah.40
Kewenangan Pemerintah Daerah untuk membuat suatu
peraturan daerah juga diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 23 Tahun 2014).
Pasal 17 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Daerah
berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

40
Pasal 2 Permendagri No. 33 Tahun 2010 Pedoman Pengelolaan Sampah

26
2.3. Gambaran Umum Sampah

2.3.1. Pengertian Sampah

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18


Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah, “sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk
padat.” Kemudian dalam Ayat (5) Pengelolaan sampah dimaksud
adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan
yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran


disebut polutan, yang salah satu contohnya adalah sampah. Sampah
merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya
suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat
keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada
konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan
setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi
karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan
maka sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.

Menurut Apriadi sampah diartikan sebagai zat-zat atau benda-


benda yang sudah tidak dapat digunakan lagi, baik berupa bahan
buangan yang berasal dari rumah tangga sebagai sisa proses
industri.41

Lain halnya yang dikemukan oleh Hadi Wiyoto yang


mengartikan sampah sebagai:42

“Sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik


karena telah diambil bagian utamanya, atau karena pengelolaan, atau
karena sudah tidak ada manfaatnya, yang ditinjau dari segi sosial
ekonomis tidak ada harganya, dan dari segi lingkungan dapat
menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian.”
41
Apriadi. Menghindari, Mengolah dan menyingkirkan Sampah. Jakarta, Abdi Tandur, 2010.
Hlm. 89
42
Ibid.

27
Dalam kamus lingkungan dinyatakan bahwa pengertian

sampah adalah, “bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak

berharga untuk digunakan secara biasa atau khusus dalam produksi

atau pemakaian; barang rusak atau cacat selama manufaktur; atau

materi berkelebihan atau buangan.”43

Dari pengertian di atas bahwa sampah dapat membahayakan

lingkungan yang akan berdampak pada kesehatan manusia nantinya,

karena sampah mangandung zat-zat yang tidak digunakan oleh

manusia, dan apabila menggunakannya harus diolah terlebih dahulu.

2.3.2. Sumber Sampah

Sampah sering dianggap sebagai masalah dalam kehidupan


manusia. Di satu sisi sampah merupakan bahan-bahan yang tidak
bernilai ekonomis sehingga dibuang. Adapun sumber terbentuknya
sampah adalah sebagai berikut:44

1. Sampah dari pemukiman penduduk


Pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu
keluarga yang tinggal pada suatu bangunan atau asrama. Jenis
sampah yang dihasilkan biasanya cenderung organik seperti sisa
makanan yang bersifat basah, kering, abu, plastik dan lainnya.

2. Sampah dari tempat umum dan perdagangan

43
Purwodarminto, W. S. Kamus Lingkungan. Jakarta Balai Pustaka,2014. Hlm 125
44
Azwar Muchtar. Sumber Sampah. Yogyakarta. PT Tiga Pertiwi, 2012. Hlm 49

28
Tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya
orang berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempat-tempat tersebut
mempunyai potensi yang cukup besar dalam memproduksi sampah
termasuk tempat perdagangan seperti pertokoan dan pasar. Jenis
sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa-sisa makanan, sampah
kering, abu, plastik, kertas, dan kaleng-kaleng serta sampah lainnya.

3. Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah


Yang dimaksud di sini misalnya tempat hiburan umum,
pantai, masjid, rumah sakit, bioskop, perkantoran, dan sarana
pemerintah lainnya yang menghasilkan sampah kering dan
sampah basah

4. Sampah dari industry


Dalam pengertian ini termasuk pabrik sumber alam,
perusahaan kayu, dan lain-lain, kegiatan industri baik yang termasuk
distribusi ataupun proses suatu bahan mentah. Sampah yang
dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering
abu, sisa makanan, dan sisa bahan bangunan.

5. Sampah pertanian
Sampah yang dihasilkan dari tanaman dari binatang daerah
pertanian misalnya sampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah
yang dihasilkan berupa bahan makanan pupuk maupun bahan
pembasmi serangga tanaman.

29
2.4. GAMBARAN UMUM KEBERSIHAN LINGKUNGAN

2.4.1. Pengertian Kebersihan Lingkungan

Kebersihan lingkungan mempunyai arti sebuah keadaan


bebas dari kotoran, termasuk di antaranya, debu, sampah, dan
bau.45 Kebersihan merupakan upaya menusia umtuk memelihara
diri dan lingkungannya dari segala yang kotor dan keji dalam
rangka mewujudkan dan melestarikan kehidupan yang sehat dan
nyaman.46 Kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya
kesehatan, dan sehat adalah salah satu factor yang dapat
memberikan kebahagiaan. Sebaliknya kotor tidak saja merusak
keindahan tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya berbagai
penyakit, dan sakit merupakan salah satu faktor yang
mengakibatkan penderitaan.

Kebersihan dalam Islam mempunyai aspek ibadah dan


aspek moral, dan karena itu sering juga dipakai kata
“Thaharah” yang artinya bersuci dan lepas dari kotoran.47Ajaran
kebersihan dalam islam merupakan konsekuensi daripada iman
(ketaqwaan) kepada Allah, berupaya menjadikan dirinya suci
(bersih) supaya ia berpeluang mendekat kepada sang Pencipta.
Allah SWT mengingatkan manusia untuk menjaga
kebersihan karena bersih itu sangat penting bagi manusia. Hidup
bersih menurut Islam mencakup jasmaniah dan rohania, fisik dan
mental yang sehat, keimanan dan ketaqwaan yang mantab,
prilaku yang terpuji serta lingkungan yang nyaman dan
menyenangkan.

45
http://www.turorialto.com/pendidikan/1136-pengertian-kebersihan-lingkungan.html. Diakses
tanggal 23 Agustus 2020
46
http://juaria-blogspotcom.blogspotcom/2011/05/kebersihan-menurut-ajaran-islam.html. Diakses
tanggal 23 Agustus 2020
47
Asy-Syerkh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, terjemah Fathul Muin, hal. 23

30
Kebersihan merupakan upaya manusia untuk memelihara
diri dan lingkungannya dari segala yang kotor dan noda dalam
rangka mewujudkan dan melestarikan kehidupan yang sehat dan
nyaman. Menurut agama, kebersihan merupakan sebagian dari
iman. Oleh karena itu kebersihan sangat berarti dan sangat
bermanfaat bagi semua orang. Ini semua sesuai dengan hadits
Nabi Muhammad SAW. Kebersihan akan lebih menjamin
kebersihan seseorang dan menyehatkan, serta kebersihan tidaklah
sama dengan kemewahan. Kebersihan adalah usaha manusia
supaya lingkungan tetap sehat terawat secara berkelanjutan.
Semakin banyak kotoran yang menumpuk maka semakin tidak
baik pula untuk dilihat dan dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit atau wabah penyakit di sekitarnya. Dalam hal ini umat
beragama dan masyarakat sekitar mutlak diperlukan dalam
menciptakan lingkungan masyarakat yang bersih dan sehat.
Kondisi bersih sangatlah mendukung kenyamanan dan
ketentraman, sebaliknya apabila tempat yang kotor akan
menjadikan kondisi yang suram.48

2.4.2. Cakupan Kebersihan Lingkungan

Dalam agama Islam, ajaran tentang kebersihan


menyangkut berbagai hal, antara lain:49

1. Kebersihan rohani
Ajaran kebersihan mendasar adalah menyangkut kebersihan
rohani

2. Kebersihan badan

48
https://text-id.123dok.com/document/9ynlprdpq-kebersihan-lingkungan-tinjauan-pustaka.html.
Diakses 24 Agustus 2020
49
Arba”in Nawawi (Imam Nawawi), 2007) hlm. 51

31
Kebersihan badan dan jasmani merupakan hal yang tidak
terpisahkan dengan kebersihan rohani, karena setiap ibadah
harus dilakukan dalam keadaan bersih badan.
3. Kebersihan tempat
Ajaran kebersihan juga menyangkut kebersihan tempat
melaksanakan ibadah atau sarana peribadatan. Mesjid
sebagai tempat suci, dimana kaum Muslimin melakukan
ibadah harus dipelihara kesucian dan kebersihannya karena
ibadah shalat tidak sah jika dikerjakan ditempat yang tidak
bersih atau kotor.
4. Kebersihan pakaian
Kebersihan pakaian sangat penting, karena pakaian melekat
pada badan yang berfungsi menutup aurat, melindungi
badan dari kotoran dan penyakit serta memperindah badan,
maka ajaran Islam menyatukan antara kebersihan badan dan
kebersihan pakaian.
5. Kebersihan lingkungan
Ajaran Islam memandang penting kebersihan lingkungan hidup,
menghindarkan pencemaran dari limbah atau sampah. Agama
Islam menghendaki dari umatnya kebersihan yang
menyeluruh. Dengan kebersihan yang menyeluruh itu
diharapkan akan terwujud kehidupan manusia, individu dan
masyarakat yang selamat, sehat, bahagia dan sejahtera lahir
dan batin.

32
33
2.5. Kerangka Pikir

UUD 1945
UU No 18 Tahun 2008
UU No 32 Tahun 2009
UU No 23 Tahun 2014
Perda Kota Parepare No.11 Tahun 2012

Efektivitas Pelaksanaan Perda Faktor Penghambat pelaksanaan


No.11 Tahun 2012 Tentang Perda No. 11 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Persampahan Pengelolaan Persampahan

Terwujudnya Pelaksanaan Perda Pengelolaan Persampahan


yang berbasis Kebersihan Lingkungan

34
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian


normatif empiris. Dalam penelitian normatif empiris menempatkan hukum
sebagai gejala sosial, dalam hal demikian hukum dipandang dari segi luarnya
saja. Oleh karena itu, dalam penelitian normative empiris hukum selalu
dikaitkan dengan masalah sosial. Rancangan Penelitian ini mengkaji tentang
efektivitas pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2012 tentang
Pengelolaan Persampahan terhadap kebersihan di Kota Parepare.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian mulai awal bulan desember tahun 2019 sampai


akhir bulan Februari Tahun 2020. Lokasi penelitian ini dilaksanakan pada di
wilayah Kota Parepare.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi kepustakaan dan wawancara untuk mengumpulkan dan
menyusun data yang berhubungan dangan masalah yang akan diteliti.
3.4 Bahan Hukum
Adapun jenis dan bahan hukum yang diperlukan penulis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Undang-undang Dasar 1945, peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan hukum lingkungan dan pengelolaan sampah antara lain
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkugan hidup, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
tentang pemerintahan daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang pengelolaan sampah. Serta Peraturan Daerah yang dibentuk Oleh

36
beberapa daerah baik tingkat Kabupaten maupun kota seperti Peraturan
Daerah Kota Parepare Nomor 11 tahun 2012 Tentang Pengelolaan
Persampahan. Serta buku-buku, hasil penelitian, artikel yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan hidup dan hasil penemuan ilmiah.
B. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan yaitu bahan hukum
yang akan memberikan penjelasan atau memberikan pemahaman pada
bahan hukum primer, bahan hukum yang dimaksud yaitu penelitian
lapangan dari hasil wawancara dengan responden yang berkaitan dengan
penelitian ini.
C. Bahan Hukum Tersier (Penunjang).
Bahan hukum yang dimaksud adalah bahan hukum sebagai
penunjang dari bahan hukum sebelumnya baik bahan hukum primer
maupun bahan hukum sekunder seperti bahan dari internet, kamus, kamus
hukum, dan kamus besar Bahasa Indonesia.u
3.5 Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah setelah semua data
yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini terkumpul (data
kepustakaan maupun data lapangan), maka dilakukan analisis data. Analisis
data yang diperoleh baik melalui studi kepustakaan maupun wawancara akan
diuraikan dan dijelaskan mengenai keadaan yang sebenarnya dan apa yang
terjadi didalamnya.

Penelitian ini menggunakan analisis data dengan metode yang


bersifat deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyusun
gambaran atau potret suatu permasalahan tentang pola dan
problematika.Selanjutnya peneliti memaparkan data yang telah diperoleh dari
studi kepustakaan maupun wawancara sehingga dapat dijadikan pedoman
dalam pemecahan permasalahan.

37
DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Arifin,Syamsul, hukum perlindungan dan pengelolaan ligkungan hidup di


Indonesia. Jakarta : PT Softmedia, 2009.

Harun, Husen M .Kejahatan dan Penegakan Hukum Di


Indonesia.Jakarta:Rineka Cipta,1999).
HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Jakarta : PT.
Grafindo Persada, 2011.
Mustafa, Mukhlis dan Luthfi, Hukum Administrasi Lingkungan
Kontemporer (Diskursus Pengawasan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Pengembangan Hukum Administrasi
di Indonesia).Malang : Setara Press, 2010..

Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta : PT.


Rajagrafindo Persada, 2011.

Siahaan, NHT. 2009. Hukum Lingkungan,.Jakarta : Pancuran Alma, 2009

Soemarwoto, Otto. ekologi, lingkungan hidup dan pembangunan. Jakarta:


Djambatan.2004.
Soekanto, Soerjoo,Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta: Rajawali Press, 1983.
Tangkilisan, Hessel Nogi S. Manajemen Pulik. Jakarta: Grasindo, 2005.

Warasih, Esmi. Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang :


PT Suryandaru Utama, 2005.

MAJALAH/JURNAL/DUKOMEN/SKRIPSI/TESIS/DESERTASI

Akhmaddhian ,Suwari” Peran Pemerintah Daerah Dalam Mewujudkan


Hutan Konservasi Berdasarkan Undang-undang Nomor 41
tahun 199 tentang Kehutanan (Studi di Kabupaten
Kuningan)”, Jurnal Dinamika Hukum Vol.13, No 3 (September
2013), 446-556.
Kartono, “Penegakan Hukum Lingkungan Administratif Dalam
UndangUndang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol.09 No. 3, ( 2009) : 247-
257Priyanto, Ragil Agus,” Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengelolaan Sampah Di Kelurahan Jombang Kota
Semarang(Analisis Sosio Yuridis Pasal 28 Undang Undang
No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah)” Skripsi

65
Ilmu Hukum, program Sarjana Ilmu Hukum, Semarang,
UNNES, 2011, tidak dipublikasi, hlm.2

Mulyanto, “ Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu (Sipengestu) Kelurahan


Serengan dalam Kajian Sosiologi Hukum”, Jurnal Parental
Vol.1, No. 2, (Maret 2013) :6

Nopyandri.“Penerapan Prinsip Good Environmental Governance dalam


Perda Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2 No.1 Tahun 2011.

Priyanto, Ragil Agus, “ Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan


Samapah Di Kelurahan Jompang Kota Semarang (Analisis
Sosiologi Yuridis Pasal 28 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan Sampah)” Skripsi Ilmu Hukum.
Program Sarjana Ilmu Hukum,Semarang, UNNES, 2011,
tidak dipublikasi, hlm.2.
Sudiana, Nana dan Soewandita, Hamana “Pola Konservasi Sumber Daya
Air di Daerah Aliran Sungai Siak”, Jurnal Alami Vol. 12,
No.1, (2007). Hlm 44-51.

Waluyo dkk“ Laporan Penelitian Hibah Bersaing dengan judul Model


Pengelolaan Sampah Kota Berbasis Gender Sebagai Upaya
Pengentasan Kemiskinan” 2012 : hlm 3

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup

Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah

Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah

Peraturan Pemerintah nomor 81 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah


rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga

Peraturan daerah kota Parepare nomor 11 tahun 2012 tentang pengelolaan


persampahan

68
WEB/INTERNET
Dissa, Hekap, latar belakang uu no 18 tahun 2008. Scholar.unand.ac.id,

final disposal) http://mukti-aji.blogspot.com/2008/05/sistem-pengelolaan-


sampah-terpadu.html,

Joglosemar’s, minim sosialisasi perda sampah masih lemah,


http://joglosemar.co.id,

Aji,mukti, sistem pengelolaan sampah terpadu. http://mukti-


aji.blogspot.com.

Pemerintah Kota Parepare, https://pareparekota.bps.go.id,

Badan Pusat Statistik, https://www.bps.go.id,

Pemerintah kota Parepare, https://Bappeda.pareparekota.go.id.

69

Anda mungkin juga menyukai