Anda di halaman 1dari 64

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

PENGARUH KONDISI KERJA TERHADAP KEPUASAN


KERJA PEGAWAI DI KANTOR DESA PONGKOR
KECAMATAN SATARMESE

Disusun dan diajukan oleh

MERSIANA SAPUTRI

218221153

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
PEMBANGUNAN INDONESIA
MAKASSAR
2022
HALAMAN PERSETUJUAN

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

PENGARUH KONDISI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA


PEGAWAI DI KANTOR DESA PONGKOR KECAMATAN
SATARMESE

Disusun dan diajukan oleh:

MERSIANA SAPUTRI

218221153

Telah diperiksa dan disetujui huntuk diseminarkan


Makassar, Maret 2022

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Muhammad Kusnadi Tabsir, S.E., M.Si Dr. Rahmawati. S.E.,M.Si

Mengetahui

Pembantu Ketua I Ketua Prodi Manajemen

Drs. Andi Baharuddin, M.Pd. Andi Sawe Ri Esso, S.E., M.Si.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 7

A. Landasan Teori ............................................................................... 7


1. Kinerja ...................................................................................... 7
2. Kondisi Kerja ........................................................................... 16
3. Kepemimpinan ......................................................................... 18
4. Kepuasan Kerja ........................................................................ 34
5. Penelitian Terdahulu ................................................................ 47
B. Kerangka Pikir ............................................................................... 50
C. Hipotesis ......................................................................................... 50

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 51

A. Desain Penelitian ............................................................................ 51


B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ........................................................ 51

iii
C. Defenisi Operasional Variabel ....................................................... 52
D. Populasi Dan Sampel ..................................................................... 54
E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ............................................. 55
F. Teknik Analisis Data ...................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 58

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pikir ........................................................................ 48


Gambar 3.1 Desain Penelitian .................................................................... 51

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan suatu Instansi dalam menyelenggarakan dan melaksanakan

tugas pokok dan fungsinya sangat tergantung pada kemampuan para pegawainya

untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Peranan sumber daya manusia sangatlah

penting pada suatu Instansi dalam menyediakan pelayanan public (Fazira, 2019).

Bagi setiap Instansi, peranan anggota dalam sebuah Instansi sangatlah

membantu terhadap terselenggaranya proses pencapaian tujuan. Sebuah Instansi

harus memiliki orang-orang yang mempunyai kemampuan, serta dapat bekerjasama

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ini berarti bahwa keberlangsungan

suatu Instansi sangat ditentukan oleh faktor manusia sebagai sumber daya yang

potensial (Noor 2019).

Melihat pentingnya manusia dalam pencapaian tujuan suatu Instansi, maka

diperlukan adanya penanganan sendiri terhadap sumber daya yang ada agar mereka

dapat bekerja sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pimpinan. Pemeliharaan

pegawai secara maksimal mutlak diperlukan, baik secara moral maupun fisik.

Dengan adanya lingkungan kerja yang baik, yang dapat memenuhi kebutuhan

pegawai, maka dengan sendirinya pegawai akan menyadari tanggung jawabnya

terhadap Instansi (Ferdy 2018).

1
2

Lingkungan kerja yang baik dapat berguna untuk mencegah kejenuhan kerja

dan kerugian pada instansi, sehingga dengan adanya lingkungan kerja yang

mendukung dan memenuhi kebutuhan pegawai dapat meningkatkan kepuasan kerja

pegawai. Lingkungan kerja yang nyaman merupakan suatu usaha untuk membentuk

pegawai yang berkualitas sehingga pegawai menjadi bersemangat dan tekun dalam

melaksanakan kerjanya dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal dan

memberikan kepuasan kepada instansi. Ini berarti bahwa terjadi keseimbangan

antara yang diberikan pegawai kepada instansi dan yang diberikan instansi kepada

pegawai (Wartono, 2015).

Salah satu syarat atau faktor ketercapaian kepuasan kerja adalah dengan

lingkungan kerja yang kondusif. Kepuasan kerja dalam pekerjaan dipahami sebagai

kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh hasil tujuan

kerja dengan suasana lingkungan kerja yang baik.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja sangatlah

penting untuk dilakukan perubahan secara menyeluruh guna menumbuhkan

kepuasan kerja pegawai desa.

Kepuasan kerja muncul sebagai akibat dari situasi kerja yang ada pada

sebuah instansi. Kepuasan kerja tersebut mencerminkan perasaan pegawai kerja

mengenai senang atau tidak senang, nyaman atau tidak nyaman atas lingkungan

kerja instansi tempat dimana dia bekerja. Bentuk kepuasan kerja pegawai akan

terlihat dari sikap positif atau negatif dalam diri pegawai. Kepuasan kerja pegawai

bersifat dinamis, artinya dapat berubah sewaktu-waktu. Pada suatu waktu pegawai
3

bisa saja mengalami ketidakpuasan, namun setelah adanya perbaikan oleh

manajemen sebuah instansi, pegawai akan dapat menjadi puas. Oleh karena itu,

instansi dituntut untuk selalu mampu berinovasi dalam menciptakan lingkungan

kerja yang nyaman bagi pegawai.

Kepuasan kerja mencangkup berbagai macam komponen, seperti emosi dan

kecenderungan perilaku seseorang. Perselisihan dan pertentangan yang ada dalam

sebuah perusahaan dapat saja terjadi baik antar sesama pegawai maupun pegawai

dengan pimpinan sebuah instansi. Hal ini terjadi karena setiap manusia yang ada

di dalam perusahaan memiliki berbagai macam sifat, sikap, dan perilaku yang

berbeda-beda. Lingkungan kerja non-fisik yang baik adalah lingkungan yang

mampu menciptakan rasa nyaman dan aman bagi seluruh pegawai. Sehingga

dengan demikian, Pimpinan sebaiknya mampu menciptakan suatu formula untuk

menangani berbagai macam bentuk persoalan tersebut untuk menciptakan

lingkungan kerja yang kondusif (Wibowo, 2014).

Menurut Handoko (1997:293),“Kepemimpinan merupakan bagian penting

dari instansi karena dalam kegiatannya pimpinan dapat mempengaruhi moral dan

kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi

suatu instansi”. Pemimpin harus mampu memadukan kebutuhan dari bawahannya

dengan kebutuhan instansi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhannya.

Melalui tugas pimpinan yang mendorong bawahan supaya memiliki kompetensi

dan kesempatan berkembang dalam mengantisipasi setiap tantangan dan peluang

dalam bekerja. Sehingga kemampuan pemimpin dalam menggerakkan dan

memberdayakan pegawai akan mempengaruhi kinerja pegawai.


4

Perilaku pemimpin memiliki dampak signifikan terhadap sikap, perilaku

dan kinerja pegawai. Efektivitas pemimpin dipengaruhi karakteristik bawahannya

dan terkait dengan proses komunikasi yang terjadi antara pemimpin dan bawahan.

Pimpinan dikatakan tidak berhasil apabila tidak dapat memotivasi, menggerakkan

dan memberikan kepuasan pada suatu pekerjaan dan lingkungan tertentu (Husien,

2016)

Instansi yang mempunyai lingkungan kerja yang baik dan nyaman akan

memberikan motivasi bagi pegawainya untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu,

kondisi kerja yang baik akan membantu mengurangi kejenuhan dan kelelahan.

Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja.

Menurut Nitisemito (2004:66),“Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada

disekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas

yang dibebankannya”. Instansi harus dapat memperhatikan kondisi yang ada dalam

instansi baik di dalam maupun di luar ruangan tempat kerja, sehingga pegawai dapat

bekerja dengan lancar dan merasa aman.

Menurut Sedarmayanti (2001:12), “Kondisi lingkungan kerja dikatakan

baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal,

sehat, aman, dan nyaman”. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya

dalam jangka waktu yang lama lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang

kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak

mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Jenis lingkungan

kerja terbagi 4 menjadi dua yaitu: (1) Lingkungan kerja fisik merupakan suatu
5

keadaan berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat

mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung. (2)

Lingkungan kerja non fisik merupakan semua keadaan terjadi yang berkaitan

dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun dengan hubungan

sesama rekan kerja, ataupun dengan bawahan.

Berdasarkan Latar belakang diatas maka penulis berinisiatif untuk

melakukan penelitan dengan judul “ Pengaruh Kondisi Kerja Terhadap Kepuasan

Kerja Pegawai Di Kantor Desa Pongkor Kecamatan Satarmese”

B. Rumusan Masalah

Agar permasalahan yang diangkat menjadi lebih terfokus dan dapat

dijelaskan secara ilmiah, maka rumusan masalah menjadi bagian penting dalam

menjawab latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah Kondisi Kerja Berpengaruh

Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Kantor Desa Pongkor Di Kecamatan

Satarmese ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Latar belakang masalah dan perumusan masalah diatas

maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kondisi

lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja pegawai di kantor desa Pongkor

Kecamatan Satarmese.

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan input (masukan) serta gambaran kepada kepala desa dan

perangkat desa mengenai pengaruh kepemimpinan, Kondisi lingkungan


6

kerja terhadap kinerja perangkat desa di Kecamatan Satarmese yang

selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menetapkan kebijakan di kantor desa yang berkaitan dengan peningkatan

kerja dalam melaksanakan pekerjaan.

2. Bagi peneliti untuk mengetahui kondisi sebenarnya tentang kepemimpinan,

lingkungan kerja yang akan mempengaruhi kinerja perangkat desa,

sekaligus sebagai bekal pengetahuan saat nanti peneliti terjun ke dunia

kerja.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah hasil dari suatu proses yang mengacu dan diukur

selama periode waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan

yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Sutrisno (2016:172) “Kinerja adalah hasil kerja

pegawai dilihat dari aspek kualitas, kuantitas, waktu kerja, dan kerja

sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh instansi terkait.”

Menurut Mangkunegara (2017:67) “Kinerja adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.”

Menurut Fahmi (2017:188) “Kinerja adalah hasil dari suatu

proses yang mengacu dan diukur selama periode waktu tertentu

berdasarkan ketentuan atau kesepakatan yang telah ditetapkan

sebelumnya.”

7
8

Menurut Torang (2014:74) “Kinerja adalah kuantitas atau

kualitas hasil kerja individu atau sekelompok di dalam instansi dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang berpedoman pada norma,

standard operasional prosedur, kriteria dan ukuran yang telah ditetapkan

atau yang berlaku dalam instansi.

Menurut Moeheriono (2012:95), kinerja atau performance

merupakan sebuah penggambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan

sasaran, tujuan, visi, dan misi instansi yang dituangkan dalam suatu

perencanaan strategis suatu instansi.

Sedangkan menurut Rivai (2013:604), kinerja merupakan suatu

istilah secara umum yang digunakan sebagian atau seluruh tindakan atau

aktivitas dari suatu instansi pada suatu periode dengan suatu referensi

pada sejumlah standar seperti biaya masa lalu yang diproyeksikan

dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas

manajemen dan semacamnya.

Menurut Levinson dalam Marwansyah (2012:229) “Kinerja

adalah pencapaian/prestasi seseorang berkenaan dengan tugas-tugas

yang dibebankan kepadanya”. Sedangkan menurut Sudarmanto

(2011:9) “Kinerja adalah sesuatu yang secara aktual orang kerjakan dan

dapat di observasi. Dalam pengertian ini, kinerja mencakup tindakan-

tindakan dan perilaku yang relevan dengan tujuan instansi.


9

Menurut Edison (2016:176) “Kinerja adalah hasil yang

diperoleh oleh suatu instansi baik instansi tersebut bersifat profit

oriented dan non profit orientet yang dihasilkan selama satu periode

waktu”.

Menurut Simamora (2015:339) “Kinerja mengacu pada kadar

pencapian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan pegawai.

Kinerja merefleksikan seberapa baik pegawai memenuhi persyaratan

sebuah pekerjaan. Sering disalah tafsirkan sebagai upaya, yang

mencerminkan energi yang dikeluarkan, kinerja diukur dari segi hasil.

Dari teori-teori yang diketahui diatas maka peneliti mengambil

kesimpulan bahwa kinerja adalah suatu proses atau hasil kerja yang

dihasilkan oleh pegawai melalui beberapa aspek yang harus dilalui serta

memiliki tahapan-tahapan untuk mencapainya dan bertujuan untuk

meningkatkan kinerja pegawai itu sendiri.

Maka dari itu kinerja merupakan elemen yang penting dalam

maju mundurnya suatu instansi. Karena kinerja merupakan cerminan

bagaimana suatu instansi itu berjalan ke arah yang benar atauhanya

berjalan ditempat saja.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Untuk mendapatkan kinerja yang baik dari karyawan, ada

beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja


10

karyawan.MenurutPrawirosentono dalam Edy sutrisno (2011 : 176) ada

empat faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu :

a) Efektifitas dan Efisiensi

Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi,maka ukuran

baik buruknya kinerja diukur oleh efektifitas dan efisiensi. Misalnya

adalah bagaimana proses terjadinya efisiensi dan efektifitas

organisasidikatakan efektif bila mencapai tujuan,dikatakan

efisienbila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai

tujuan,terlepas apakah efektifatau tidak. Artinya, efektifitas dari

kelompok (organisasi) bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai

sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan.Sedangkan efisiensi

berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam

upaya mencapai tujuan organisasi. Agar tercapai tujuan yang

diinginkan organisasi, salah satu yang perlu mendapat perhatian

adalah hal yang berkaitan dengan wewenang dan tanggung jawab

para peserta yang mendukung organisasi tersebut.

Menurut Effendy (2003 :14), Efektifitas dan Efisiensi adalah

adalah tujuan suatu kelompok yang dapat dicapai sesuai dengan

kebutuhan yang direncanakan dan efisien adalah apabila sesuatu hal

itu memuaskan maka dapat menjadi pendorong mencapai tujuan.

b) Otoritas dan Tanggung Jawab

Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggung jawab

telah didelegasikan dengan baik,tanpa adanya tumpang-tindih tugas.


11

Masing-masing karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui

apa yang menjadi haknya dan tanggung jawab dalam rangka

mencapai tujuan organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung

jawab setiap orang dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja

karyawan tersebut. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila

karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan

ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi. Menutut Miftah (2003)

Otoritas dan Tanggung jawab adalah Otoritas (wewenang) adalah

hak seseorang untuk memberikan perintah, sedangkan

Tanggungjawab adalah sikap dimana sesorang harus menyanggupi

atau melaksanakan dengan sebaik mungkin apa yang di amanatkan

kepada dirinya dan bersedia akan resiko yang dihadapi akan

perbuatan yang akan dilakukan, bila ada wewenang berarti dengan

sendirinya muncul tanggung jawab

c) Disiplin

Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap

hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan

ketetapan perusahaan.

Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian

yang dibuat antara perusahaan dan karyawan. Dengan demikian, bila

peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaanitu diabaikan

atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin yang


12

buruk. Sebaliknya, bila karyawan tundukpada ketetapan perusahaan,

menggambarkan adanya kondisi yang baik (Umala 2019).

Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksiyang perlu

dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Dalam hal seorang

karyawan melanggar peraturan yang berlaku dalam organisasi, maka

karyawan bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang

telah disepakati. Masalah disiplin para karyawan yang ada di dalam

organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak

terhadap kinerja organisasi.

Kinerja organisasi akan tercapai, apabila kinerja individu

maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan

inisiatif dari para karyawan dalam melaksanakan tugas. Menurut

Simamora (2005:611), yang dimaksud Disiplin adalah “bentuk

pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan yang teratur

menunjukan tingkat kesungguhan tim kerja dalam suatu organisasi”.

d) Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya fikir, kreativitas

dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan

dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat

perhatian atau tanggapan positif dari atasan, kalau memang dia

atasan yang baik.

Atasan yang buruk akan selalu mencegah inisiatif bawahan,

lebih-lebih bawahan yang kurang disenangi. Bila atasan selalu


13

menghambat setiap inisiatif, tanpa memberikan penghargaan berupa

argumentasi yang jelas dan mendukung, menyebabkan organisasi

akam kehilangan energy atau daya dorong untuk maju. Dengan

perkataan lain, inisiatif karyawan yang ada di dalam organisasi

merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan

memengaruhi kinerja. Menurut Suryana (2006:2) mengungkapkan

bahwa Inisiatif adalah kemampuan individu mengembangkan ide

dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah.

Menurut Mangkunegara dalam Khaerul umam (2010: 189) ada

beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu:

a. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri atas

kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh

karena itu,pegawai perlu ditepatkan pada pekerjaan yang sesuai

dengan keahliannya.

a) Faktor motivasi

Faktor ini terbentuk dari sikap (attitude) seorang

pegawai dalam meghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan

kondisi yang menggerakkan pegawai kearah pencapaian tujuan

kerja.

b) Sikap mental

Merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang

untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.


14

Menurut sugiyono (2000: 56) yang mempengaruhi kinerja

yaitu: Kualitas kerja, Kuantitas kerja, Efisiensi kerja, Kerja sama,

Disiplin, Loyalitas (kesetiaan), Latar belakang dan Keterampilan.

a) Kualitas Kerja

Kualitas kerja merujuk pada hasil (output) yang telah

dilaksanakan oleh para karyawan. Apabila hasil yang dilaksanakan

oleh para karyawan telah sesuai dengan prosedur dan sistim kerja

yang telah ditetapkan atau dalam arti telah memberikan hasil sesuai

dengan kebutuhan bahkan mampu memberkan perbaikan-perbaikan

kerja yang signifikan, maka dapat dikatakan bahwa kinerja kerja

dilihat dari kualitas kerja sudah baik.

b) Kuantitas Kerja

Kuantitas kerja yaitu banyaknya kerja yang telah

dilaksanakan. (kuantitas kerja) adalah jumlah kerja yang

dilaksanakan oleh seseorang pegawai dalam suatu periode tertentu.

Hal ini dapat dilihat dari hasil kerja pegawai dalam penggunaan

waktu tertentu dan kecepatan dalam menyelesaikan tugas dan

tanggung jawabnya.” Dengan demikian kuantitas kerja dapat dilihat

dari jumlah kerja dan penggunaan waktu. Jumlah kerja adalah

banyaknya tugas pekerjaanya, dapat dikerjakan. Penggunaan waktu

adalah banyaknya waktu yang digunakan dalam menyelesaikan

tugas dan pekerjaan Apabila kuantitas kerja karyawan telah

memenuhi standar yang telah ditetapkan atau bahkan melebihi


15

standar, maka dapat dikatakan bahwa kinerja para pegawai jika

dilihat dari kuantitas kerja sudah baik.

c) Efisiensi Kerja

Efisiensi dalam hal ini kemampuan menyelesaikan suatu

pekerjaan sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan

dengan tidak membuang banyak waktu, tenaga dan biaya. Apabila

hal tersebut dapat terealisasi, maka dapat dikatakan bahwa kinerja

kerja dilihat dari segi efisiensi sudah baik.

d) Kerjasama

Dalam menjalankan aktivitas kerjanya, karyawan dapat

berperan sebagai anggota maupun pemimpin tim kerjasama yang

baik dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaannya. menilai

kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk

menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna

dan berhasil guna.

e) Disiplin

Disiplin merupakan kesadaran dan kesetiaan seseorang

mentaati semua peraturan perusahaan atau organisasi dan norma-

norma sosial yang berlaku, dimna pegawai selalu datang dan pulang

tepat waktu serta mengerjakan semua pekerjaan dengan baik. Dalam

rentang masa kerjanya, karyawan memiliki tingkat kedisplinan yang


16

baik, seperti ia jarang atau bahkan tidak pernah absen untuk sesuatu

yang tidak penting selama karyawan tersebut bekerja.

f) Loyalitas (Kesetiaan)

Secara umum loyalitas dapat diartikan dengan kesetiaan,

pengabdian dan kepercayaan yang diberikan atau ditujukan kepada

seseorang atau lembaga, yang didalamnya terdapat rasa cinta dan

tanggung jawab untuk berusaha memberikan pelayanan dan perilaku

yang terbaik. Dalam hal ini karyawan selalu mempunyai sikap yang

loyal terhadap perusahaan sehingga dalam menjalankan aktivitas

kerjanya, karyawan selalu bersikap positif terhadap tugas dan

pekerjaan yang diberikan kepadanya.

g) Latar Belakang dan Keterampilan

Berdasarkan latar belakang dan ketrampilan yang

dimiliknya, karyawan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang

baik terhadap pekerjaannya serta mau menerapkannya dalam

pekerjaan yang diberikan kepadanya. Disamping itu, dengan latar

belakang pendidikannya, karyawan tersebut dapat mampu

mempelajari sesuatu hal yang baru dengan cepat.

2. Kondisi Kerja

Pada umumnya karyawan akan merasakan kepuasan dalam bekerja

apabila didukung oleh kondisi kerja atau lingkungan kerja yang baik,

sehingga kinerja dan output perusahaan dapat meningkat. Sebaliknya

apabila kondisi kerja atau lingkungan tempat kerja buruk maka kepuasan
17

karyawan akan menurun, sehingga secara tidak langsung faktor kondisi

kerja tersebut akan memengaruhi kinerja karyawan itu sendiri dan

outputnya terhadap perusahaan.

Menurut Komarudin, (2001: 87) bahwa kondisi kerja atau yang

sering disebut sebagai lingkungan kerja adalah kehidupan sosial psikologi

dan fisik dalam organisasi yang berpengaruh terhadap pekerjaan karyawan

dalam melaksanakan tugasnya.

Menurut Nitiseminto, (2002: 183) Kondisi kerja ialah segala sesuatu

yang berada di sekitar pekerja, yang dapat memengaruhi dirinya dalam

melakukan pekerjaan.

Mangkunegara, (2005: 105) mengungkapkan bahwa kondisi kerja

atau lingkungan kerja ialah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan

peraturan kerja yang dapat memengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian

produktivitas kerja.

1) Jenis-jenis Kondisi Lingkungan Kerja

Kondisi lingkungan kerja di sini dapat berupa lingkungan fisik

(contoh: suhu udara, ruang gerak, keamanan kerja, penerangan) dan

nonfisik (contoh: berupa kondisi psikologis pekerja, keletihan kerja,

bosan kerja). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sedarmayanti,

(2001: 21) bahwa kondisi lingkungan kerja secara garis besar dibagi

menjadi dua, yaitu:


18

a. Kondisi Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik ialah semua keadaan yang berbentuk

fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat memengaruhi

karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung

(Sedarmayanti, 2001: 21). Lingkungan kerja fisik ini dibagi menjadi

dua, antara lain:

a) Lingkungan yang berhubungan secara langsung dengan

karyawan. Misalnya: meja, kursi.

b) Lingkungan perantara yang dapat memengaruhi kondisi

karyawan. Misalnya: sirkulasi udara, bau tidak sedap.

b. Kondisi Lingkungan

Kerja Non-Fisik Lingkungan kerja non-fisik merupakan

seluruh kondisi yang terjadi dan berkaitan dengan hubungan kerja,

baik hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan sesama

rekan kerja, atau hubungan dengan bawahan (Sedarmayanti, 2001:

31).

3. Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin, yang berarti

seseorang yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya

kecakapan dan kelebihan dalam satu bidang, sehingga dia mampu

mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas

demi tercapainya suatu maksud dan beberapa tujuan.


19

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain

agar mau berperan serta dalam rangka memenuhi tujuan yang telah

ditetapkan bersama.

Umar (2008:38) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses

pengarahan dan usaha mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan

tugas dari para anggota kelompok,

Menurut Hasibuan (2003:170) “Kepemimpinan adalah cara

seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja

sama dan bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan

organisasi”.

Dimana defenisi kepemimpinan akhirnya dikategorikan menjadi

tiga elemen yaitu;

a) Kepemimpinan merupakan proses

b) Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (hubungan) antara

pimpinan dan bawahan.

c) Kepemimpinan merupakan ajakan kepada orang lain.

Berdasarkan pengertan pemimpin diatas dapat disimpulkan

bahwa pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta miliki sifat,

sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.

b. Teori Kepemimpinan

Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk

mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah


20

dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas

organisasi secara keseluruhan.

Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya

kepemimpinan. Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori

kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan

sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain:

a) Teori Kepemimpinan Sifat (Trait Theory)

Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari

pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang

pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa

pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini

dikenal dengan “The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya,

teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi

yang berpandangan bahwa sifat-sifat kepemimpinan tidak

seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui

pendidikan dan pengalaman. Sifat-sifat itu antara lain: sifat fisik,

mental, dan kepribadian.

b) Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi

Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang

mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal, Pertama

yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang

pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan.

Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti: membela bawahan,
21

memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi

dengan bawahan, Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu

Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada

bawahan (Sohiron, 2019).

Contoh yang dapat dilihat, bawahan mendapat instruksi

dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan,

dan hasil yang akan dicapai, Jadi, berdasarkan teori ini, seorang

pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang

memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil

yang tinggi pula.

c) Teori Kewibawaan Pemimpin

Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan

kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan

dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan

maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk

melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin (Panggabean,

2020).

d) Teori Kepemimpinan Situasi

Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa

yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan

dan tingkat kedewasaan bawahan.


22

e) Teori Kelompok

Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada

pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya. Dari

adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa

teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya

kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang

menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat,

keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara

seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi

dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan

sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda-beda atas dasar motivasi , kuasa

ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu (Ginting, 2012).

Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin

yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara

dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam

pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik

ekonomis maupun non ekonomis) berarti telah digunakan gaya

kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya

menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia

menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini

dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi,

tetapi menimbulkan kerugian manusiawi. Kepemimpinan seperti ini

menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai


23

keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat

dominan digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan

keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit

bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja yang diperintahkan.

Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas

ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa

manfaatnya antaranya memungkinkan pengambilan keputusan

dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang

kurang kompeten. Pemimpin memberikan kekuasaan penuh

terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan

pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan

tanggung-jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok

baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya

sendiri.

c. Metode Kepemimpinan

Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter

semata, tapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar

dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki

kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter dan integritas seorang

pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif sama

sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh

adalah para pemimpin yang diperlukan untuk mengelola mereka yang

dipimpinnya.
24

Pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal

ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Ordway Tead (1986),

Keterampilan Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :

a) Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas

Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan

perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang

dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-

orang yang ada dalam organisasi tersebut. Visi yang jelas dapat secara

dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang

pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner yaitu memiliki visi

yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara

sederhana adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi

yang dipimpin menuju suatu tujuan yang jelas. Tanpa visi,

kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang

mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar

serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bias

bertahan sampai beberapa generasi.

b) Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang responsive.

Pemimpin yang efektif Artinya dia selalu tanggap terhadap

setiap persoalan, kebutuhan, harapan, dan impian dari mereka yang

dipimpin. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari

setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi.


25

c) Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau

pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya.

Pemimpin yang efektif artinya dia memiliki kemampuan

untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya

dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target

atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dsb), melakukan

kegiatan sehari-hari seperti monitoring dan pengendalian, serta

mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.

d. Perilaku Kepemimpinan

Pemimpin mempengaruhi performansi kelompok dengan alat

verbal atau gestural yang dikomunikasikan melalui pengarahan, evaluasi,

dan sikap pemimpin terhadap anggota kelompok. Owens (1991),

menyatakan bahwa Pemimpin yang melayani bukan sekedar

memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan

metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku maupun

kebiasaan seorang pemimpin. perilaku seorang pemimpin, yaitu:

a) Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin,

tapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk

memuaskan Tuhan, Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan

dengan firman Tuhan, yang memiliki misi untuk senantiasa

memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan, dan

diperbuatnya.
26

b) Pemimpin fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar

kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk

dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan

bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan

dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan

penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.

c) Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai

aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap

harinya senantiasa menyelaraskan dirinya terhadap komitmen untuk

melayani Tuhan.

e. Fungsi Pemimpin

Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah

merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan

kemajuan organisasi yang bersangkutan. Rivai, (2002) menyatakan bahwa

pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu

a) Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan

administrasi dan menyediakan fasilitasnya.

b) Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning,

organizing, staffing, directing, commanding, dan controling.

Upaya mewujudkan kepemimpinan yang efektif, maka

kepemimpinan tersebut harus dijalankan sesuai dengan fungsinya.

Sehubungan dengan hal tersebut, fungsi kepemimpinan berhubungan

langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing


27

yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam, bukan berada

diluar situasi itu.

Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sosial

kelompok atau organisasinya. Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi

yaitu:

a) Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan

dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan

orang-orang yang dipimpinnya.

b) Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan

orang- orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok

atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui

keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin.

Sehubungan dengan dua dimensi tersebut, menurut nawawi, secara

operasional dapat dibedakan dengan lima fungsi pokok kepemimpinan

yaitu:

a) Fungsi Instruktif

Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa

(isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu

memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat

mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif.

Sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan

perintah. Dalam hal ini fungsi orang yang dipimpin adalah sebagai

pelaksana perintah. Inisiatif tentang segala sesuatu yang ada kaitannya


28

dengan perintah tersebut, sepenuhnya adalah merupakan fungsi

pemimpin. Fungsi ini juga berarti bahwa keputusan yang ditetapkan

pemimpin tanpa kemauan bawahannya tidak akan berarti. Jika perintah

tidak dilaksanakan juga tidak akan ada artinya. Intinya, kemampuan

bawahanmenggerakkan pegawainya agar melaksanakan perintah,

bersumber dari keputusan yang ditetapkan.

Perintah yang jelas dari pemimpin juga sebagai perwujudan

proses bimbingan dan pengarahan yang dapat meningkatkan efektivitas

dalam pencapaian pelayanan pada masyarakat sesuai tujuan.

b) Fungsi Konsultatif

Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai

komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan sebagai usaha untuk

menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan

mungkin perlu konsultasi dengan orang- orang yang dipimpinnya.

Konsultasi yang dimaksudkan untuk memperoleh masukan

berupa umpan balik (feed back), yang dapat dipergunakan untuk

memperbaiki dan menyempurnakan keputusan yang telah ditetapkan

dan dilaksanakan.

c) Fungsi Partisipasi

Menjalankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha

mengaktifkan orang- orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan

keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok

memperoleh kesempatan yang sama untuk berpatisipasi dalam


29

melaksanakan kesepakatan yang dijabarkan dari tugastugas pokok,

sesuai dengan fungsi masing-masing.

Fungsi ini tidak sekedar berlangsung dua arah, tetapi juga

perwujudan pelaksanaan hubungan manusia yang efektif antara

pemimpin dan orang yang dipimpin baik dalam keikutsertaan

mengambil keputusan maupun dalam melaksanakan. Sekalipun

memiliki kesempatan yang sama bukan berarti setiap orang bertindak

semuanya, tetapi harus dilakukan dan dikerjakan secara terkendali dan

terarah yang merupakan kerjasama dengan tidak mencampuri atau

mengambil tugas pokok orang lain. Dengan demikian musyawarah

menjadi hal yang sangat penting dalam kesempatan berpatisipasi

melaksanakan program organisasi.

Pemimpin tidak sekedar mampu membuat keputusan dan

memerintah pelaksanaan, akan tetapi pemimpin harus tetap dalam posisi

sebagai pemimpin yang melaksanakan fungsi kepemimpinan bukan

sebagai pelaksana.

d) Fungsi Delegasi

Melaksanakan fungsi delegasi, pemimpin memberikan

pelimpahan wewenang, membuat, atau menetapkan keputusan. Fungsi

delegasi sebenarnya adalah kepercayaan seorang pemimpin kepada

orang yang diberi kepercayaan untuk pelimpahan wewenang dengan

melaksanakan secara bertanggungjawab.


30

Fungsi pendelegasian ini, harus diwujudkan karena kemajuan

dan perkembangan kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh

pemimpin seorang diri. Jika pemimpin bekerja seorang diri, ia pasti

tidak dapat berbuat banyak dan mungkin dapat menjadi tidak berarti

sama sekali. Oleh karena itu sebagian wewenang perlu didelegasikan

kepada para bawahannya agar dapat dilaksanakan secara efektif dan

efisien.

e) Fungsi pengendalian

Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang

efektif harus mampu mengatur efektivitas anggotanya secara terarah dan

dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya

tujuan bersama secara maksimal.

Dalam melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat

mewujuudkannya melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi,

dan pengawasan. Dalam melakukan kegiatan tersebut berarti pemimpin

berusaha mencegah terjadinya kekeliruan perseorangan dalam

melaksanakan beban kerja atau perintah dari pimpinannya.

Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut diatas, diselenggarakan

dalam aktivitas kepemimpinan secara integral. Aktivitas atau kegiatan

kepemimpinan yang bersifat integral tersebut dalam hal pelaksanaannya

akan berlangsung sebagai berikut:

a. Pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja yang menjadi

keputusan yang kongkrit untuk dilaksanakan sesuai dengan prioritasnya


31

masing-masing keputusan-keputusan itu harus jelas hubungannya

dengan tujuan organisasi.

b. Pemimpin harus mampu menterjemahkan keputusan-keputusan menjadi

intruksi yang jelas, sesuai dengan kemampuan anggota yang

melaksanakannya. Setiap anggota harus mengetahui dari siapa intruksi

diterima dan pada siapa dipertanggungjawabkan.

c. Pimpinan harus berusaha untuk mengembangkan dan menyalurkan

kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat baik secara perorangan

maupun kelompok kecil. Pimpinan harus mampu menghargai gagasan,

pendapat, saran, kritik anggotanya sebagai wujud dari partisipasinya.

Usaha mengembangkan partisipasi anggota tidak sekedar ikut aktif

dalam melaksanakan perintah, tetapi juga dalam memberikan informasi

dan masukan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat dan

memperbaiki keputusan-keputusan.

d. Mengembangkan kerjasama yang harmonis, sehingga setiap anggota

mengerjakan apa yang harus dikerjakan, dan bekerjasama dalam

mengerjakan sesuatu yang memerlukan kebersamaan. Pemimpin harus

mampu memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap

kemampuan, prestasi atau kelebihan yang dimiliki setiap anggota

kelompoknya atau organisasi.

e. Pemimpin harus membantu dalam mengembangkan kemampuan

memecahkan masalah dan mengambil keputusan sesuai dengan batas

tanggungjawab masing-masing.setiap anggota harus didorong agar


32

tumbuh menjadi orang yangg mampu menyelesaikan maslah-masalah,

dengan menghindari ketergantungan yang berlebihan dari pemimpin

atau orang lain. Setiap anggotanya harus dibina agar tidak menjadi orang

selalu menunggu perintah. Namun diharapkan setiap anggota adalah

orang yang inisiatif artinya mampu bekerja dengan sendirinya karena

kesadaran bahwa ia memiliki tanggungjawab.

f. Pengertian Masyarakat

Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal

dari kata Latin socius yang berarti (kawan). Istilah masyarakat berasal dari

kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi).

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah

ilmiah adalah saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai

prasarana melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi (Keno, 2015).

Definisi lain, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang

berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat

kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas

merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu: 1)

Interaksi antar warga-warganya, 2). Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4)

Rasa identitas kuat yang mengikat semua warga (Pangemanan, 2017).

Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama,

hidup bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu tatanan

pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan


33

hubungan, Mac lver dan Page dalam (Soekanto 2006: 22), memaparkan

bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan, tata cara, dari

wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok, penggolongan, dan

pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia.

Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk jangka

waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan suatu adat istiadat, menurut

Ralph Linton dalam (Soekanto, 2006: 22) masyarakat merupakan setiap

kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama,

sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka

sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan

jelas sedangkan masyarakat menurut Selo Soemardjan dalam (Soekanto,

2006: 22) adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan

kebudayaan dan mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas,

mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh

kesamaan.

Menurut Emile Durkheim dalam (Taneko, 1984: 11) bahwa

masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas

dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.

Masyarakat sebagai sekumpulan manusia didalamnya ada beberapa

unsur yang mencakup. Adapun unsur-unsur tersebut adalah:

a) Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama;

b) Bercampur untuk waktu yang cukup lama;


34

c) Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan;

d) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.

Menurut Emile Durkheim dalam (Muhni, 1994: 29-31) keseluruhan

ilmu pengetahuan tentang masyarakat harus didasari pada prinsip-prinsip

fundamental yaitu realitas sosial dan kenyataan sosial. Kenyataan sosial

diartikan sebagai gejala kekuatan sosial didalam bermasyarakat. Masyarakat

sebagai wadah yang paling sempurna bagi kehidupan bersama antar manusia.

Hukum adat memandang masyarakat sebagai suatu jenis hidup bersama

dimana manusia memandang sesamanya manusia sebagai tujuan bersama.

4. Kepuasan Kerja

1) Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja pada dasar nya merupakan sesuatu yang bersifat

individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-

beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi

penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu,

maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatannya tersebut. Dengan

demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan

seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau

tidak puas dalam bekerja (Ghozali, 2017).

Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup

penting dalam organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat

mempengaruhi prilaku kerja karyawan seperti malas, rajin, produktif


35

dan lainnya, atau memiliki hubungan dengan beberapa jenis prilaku

yang sangat penting dalam organisasi (Murtafia, 2015).

Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau

tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya

maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan

pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang di terima,

kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya,

penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu

pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya,

antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan pendidikan.

Pegawai akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan

dan aspek-aspek dirinya menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek

tersebut tidak menyokong, maka pegawai akan merasa tidak puas

(Novita, 2014).

Setiap individu yang akan mempunyai harapan yang hendak

dicapai nya setelah melaksanakan tugas dan kewajibannya sehari-hari.

Apabila harapan yang diinginkannya tidak sesuai dengan kenyataan

akan pengaruh pada kepuasan kerja tenaga para karyawan yang

bersangkutan. Kepuasan kerja merupakan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan

memandang pekerjaan mereka (Adamy, 2016).


36

Pembahasan mengenai kepuasan kerja perlu di dahului oleh

penegasan bahwa masalah kepuasan kerja bukanlah hal sederhana, baik

dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya, karena ”kepuasan”

mempunyai konotasi yang beraneka ragam. Meskipun demikian tetap

relevan untuk mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara

pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif

tentang pekerjaannya. Karena tidak sederhana, banyak faktor yang perlu

mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang.

Misalnya sifat pekerjaan seseorang mempunyai dampak tertentu pada

kepuasan kerjanya.

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa apabila dalam

pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi untuk bertindak, terdapat

variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi

dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang

dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas. Bentuk program

perkenalan yang tepat serta berakibat pada di terimanya seseorang

sebagai anggota kelompok kerja dan oleh organisasi secara ikhlas dan

terhormat juga pada umumnya berakibat pada tingkat kepuasan kerja

yang tinggi. Situasi lingkungan pun turut berpengaruh pada tingkat

kepuasan kerja seseorang.

Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat

terwujud apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan


37

prestasi kerja, tingkat kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerja,

tingkat jabatan dan besar kecilnya organisasi (Badaruddin, 2016).

Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan

mencintai pekerjaannya. Sikap ini di cerminkan oleh moral kerja,

kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam

pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam, dan luar pekerjaan

(Galla, 2020).

Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan

seseorang, yang menunjukan perbedaan antara jumlah penghargaan

yang di terima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya

mereka terima (Wibowo, 2014).

Menurut Gomes (2003) kepuasan kerja adalah sesuatu yang

bersifat subjektif dimana penilaian ini hasil kesimpulan yang di

dasarkan pada suatu perbandingan mengenai apa yang secara nyata

diterima oleh pegawai dari pekerjaannya dibandingkan apa yang

diharapkannya sebagai yang pantas atau berhak baginya.

Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap

pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi dalam lingkungan kerja.

Apa hubungan antara kupuasan kerja dengan prestasi? Ada pendapat

mengatakan bahwa kepuasan kerja dihasilkan oleh prestasi. Prestasi

menghasilkan penghargaan dan bila penghargaan dalam proporsi yang


38

sesuai. Dilain pihak, bila penghargaan di pandang tidak mencukupi

untuk suatu prestasi, maka ketidakpuasan cenderung terjadi.

Pada pikiran yang paling mendasar, kepuasan kerja adalah

keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja

seseorang. Ketidak puasan muncul saat harapan-harapan ini tidak

terpenuhi. Sebagai contoh, jika seorang tenaga kerja mengharuskan

kondisi kerja yang aman dan bersih, maka tenaga kerja mungkin bisa

menjadi tidak puas jika tempat kerja tidak aman dan kotor (Progdi,

2009).

Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap

pekerjaanya. Artinya secara umum dapat dirumuskan bahwa seseorang

yang memiliki rasa puas terhadap pekerjaanya akan mempunyai sikap

yang positif terhadap organisaasi dimana dia berkarya. Sebaliknya

orang yang tidak puas terhadap pekerjaanya apapun faktor-faktor

ketidakpuasan itu seperti misalnya gaji yang rendah, pekerjaan yang

mebosankan, kondisi kerja yang memuaskan dan sebagainya. Akan

cenderung bersikap negatif terhadap organisasi dimana dia bekerja.

Implikasinya bagi manajemen ialah bahwa semakin orang merasa puas

yang berakibat pada sikap positif terhadap organisasi, tugas-tugas

pemberian motivasi relative menjadi semakin mudah. Sebaliknya jika

semakin banyak orang yang merasa tidak puas karena cendrung

menampilkan sikap dan prilaku yang negatif. (Siagian, 2003: 126).


39

2) Variabel-Variabel Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti

turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran

organisasi perusahaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis

dalam buku Mangkunegara (2003 : 117) yang mengemukakan bahwa

“job satisfaction is releated to a number of major employee variables,

such as turnover, age, occupation, and sizw of the organization in which

an employee works”.

a. Turnnover

Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover

pegawai yang rendah. Sedangkan pegawai-pegawai yang kurang

puas biasanya turnovernya lebih tinggi.

b. Tingkat Ketidak Hadiran (absen) Kerja

Pegawai-pegawai yang kurang puas cendrung tingkat

ketidak hadiranya (absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja

dengan alasan yang tidak logis dan subjektif.

c. Umur

Ada kecendrungan pegawai yang lebih tua lebih merasa puas

dari pada pegawai yang berumur relative muda. Hal ini diasumsikan

bahwa pegawai yang lebih tua lebih berpengalaman menyesuaikan

diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan pegawai usia muda

biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerja,


40

sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat

kesenjangan atau ketidak seimbangan dapat menyebabkan mereka

menjadi tidak puas.

d. Tingkat Pekerjaan

Pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang

lebih tinggi cendrung lebih puas dari pada pegawai yang menduduki

tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Pegawai-pegawai yang tingkat

pekerjaannya lebih tinggi menunjukkan kemampuan kerja yang baik

dan aktif dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja

(Sukidi, 2017).

e. Ukuran Organisasi Perusahaan

Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi

kepuasan pegawai. Hal ini karena besar kecil suatu perusahaan

berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi, dan partisipasi

pegawai.

3) Indikator-indikator yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara (2003: 117) ada dua faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai

dan faktor pekerjaanya.


41

a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur,

jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa

kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja.

b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pengkat

(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial,

kesempatan promosi jabatan, interaksi social dan hubungan kerja.

Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa indikator

yaitu sebagai berikut (Handoko, 2003 : 193) :

a) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.

b) Berat ringannya pekerjaan.

c) Suasana lingkungan pekerjaan.

d) Peralatan yang menunjang.

e) Sikap pimpinan.

f) Sikap pekerja.

Menurut Sondang (2003 : 187) menambahkan bahwa ada empat

faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang yaitu :

a) Pekerjaan yang penuh tantangan

b) Penerapan system penghargaan yang adil

c) Kondisi yang sifatnya mendukung

d) Ikap rekan sekerja


42

Berikut ini uraiannya :

a. Pekerjaan yang Penuh Tantangan

Dewasa ini telah umum diakui bahwa bagi seseorang pekerja.

Pekerjaan yang tidak menarik, misalnya karena sangat teknis dan

repetitip sehingga tidak lagi menuntut imajinasi. Inovasi dan

kreatifitas dalam pelaksanaanya merupakan salah satu sumber

ketidakpuasan yang tercermin pada tingkat kebosanan yang tinggi.

Berkaitan dengan hal ini ialah adanya umpan balik yang

memberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan bagaimana

pandangan tentang kemampuannya menyelesaikan tugas yang

dipercayakan kepadanya. Artinya hasil evaluasi atasannya terhadap

penyelesaian tugas yang tentunya diharapkan bersifat rasional dan

objektif karena didasarkan pada kriteria yang objektif pula dan perlu

diketahui bahwa pekerja yang bersangkutan. Dengan demikian ia

mengetahui apakah prestasi kerjanya sesuai dengan harapan dan

tuntutan organisasi.

b. Penerapan Sistem Penghargaan yang Adil

Masalah keadilan adalah sesungguhnya masalah persepsi.

Secara sederhana dinyatakan bahwa biasanya seseorang akan merasa

diperlakukan secara adil apabila perlakuan itu menguntungkannya dan

sebaliknya merasa diperlakukan tidak adil apabila perlakuan itu

dilihatnya sebagai suatu hal yang merugikan.


43

c. Kondisi Kerja yang Menguntungkan

Yaitu tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai

sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikan.

d. Sikap Orang Lain Dalam Organisasi

Dalam kehidupan organisasional seseorang mau tidak mau

harus melakukan interaksi dengan orang lain, apakah itu rekan

sekerjanya, atasan dan bagi mereka yang menduduki jabatan

manajerial, serta para bawahan.

Kepuasan kerja merupakan faktor yang penting bagi seseorang

untuk dapat bekerja dengan baik, namun banyak alasan yang

mendasari mengapa seseorang mengalami ketidakpuasan dalam

bekerja yang mengakibatkan hasil kerja seseorang menurun. Adapun

ciri-ciri kepuasan kerja pada karyawan adalah, karyawan memiliki

dedikasi yang tinggi berupaya memprioritaskan apa yang menjadi

tugasnya. (Badaruddin, 2016).

4) Survei Kepuasan Kerja

Survei kepuasan kerja adalah suatu prosedur dimana pegawai-

pegawai mengemukakan perasaan mengenai jabatan atau pekerjaan

melalui laporan kerja. Survei kepuasan kerja juga untuk mengetahui

moral pegawai, pendapat, sikap, iklim dan kualitas kehidupan kerja

pegawai. Survei kepuasan kerja dapat bermanfaat dan menguntungkan

apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :


44

a) Manajer dan pemimimpin melibatkan diri pada survei

b) Survei dirancang berdasarkan kebutuhan pegawai dan manajemen

secara objektif.

c) Survei di administrasikan secara wajar.

d) Ada tindak lanjut atau follow up dari pemimpin, dan adanya aksi

untuk mengkomunikasikan kegunaan hasilnya dari pemimpin.

Keuntungan dari survei kepuasan kerja, antara lain kepuasan kerja

secara umum, komunikasi, meningkatkan sikap kerja, dan untuk

keperluan pelatihan (training).

Adapun keuntungan dari survei kepuasan kerja dapat di jelaskan

lebih lanjut sebagai berikut :

a) Kepuasan kerja secara umum. Keuntungan survei kepuasan kerja

dapat memberikan gambaran kepada pemimpin mengenai tingkat

kepuasan kerja pegawai di perusahaan. Begitu pula untuk

mengetahui ketidakpuasan pegawai pada bagian dan jabatan

tertentu. Survei juga sangat bermamfaat dalam mendiaknosis

masalah-masalah pegawai yang berhungan dengan peralatan kerja.

b) Komunikasi Survei kepuasan kerja sangat bermanfaat dalam

mengkomunikasikan keinginan pegawai dan pikiran pemimpin.

Pegawai yang kurang berani berkomentar terhadap pekerjaannya

dengan melalui survei dapat membantu mengkomunikasikan kepada

pemimpin.
45

c) Meningkatkan Sikap Kerja Survei kepuasan kerja dapat bemanfaat

dalam meningkatkan sikap kerja pegawai. Hal ini karena pegawai

merasa pelaksanaan kerja dan fungsi jabatannya mendapat dari

pihak pemimpin.

d) Kebutuhan Pelatihan Survei kepuasan kerja sangat berguna dalam

menentukan kebutuhan pelatihan tertentu. Pegawai-pegawai

biasanya diberikan kesempatan untuk melaporkan apa yang mereka

rasakan dari perlakuan pemimpin pada bagian jabatan tertentu.

Dengan demikian kebutuhan pelatihan disesuaikan dengan

kebutuhan bagi bidang pekerjaan pegawai- pegawai peserta

pelatihan (Nasrih, 2016).

5) Tipe-tipe Survei Kepuasan Kerja

Ada dua tipe survei kepuasan kerja, yaitu survei objektif dan tipe

survei deskriptif.

a. Tipe Survei Objektif Tipe survei objektif yang paling popular

menggunakan pertanyaan pilihan berganda (multiple choice).

Responden membaca semua pertaanyan yang tersedia, kemudian

memilih satu dari beberapa alternative dari jawaban yang sesuai

dengan keadaannya. Disamping itu pula, ada bentuk pertanyaan

yang menggunakan benar atau salah, setuju atau tidak setuju.

b. Tipe survei deskriktif Tipe survei deskriptip merupakan lawan dari

tipe survei objektif. Pada tipe survei deskriptip, responden

memberikan jawaban dari pertanyaan secara bebas sesuai dengan


46

yang mereka pikirkan atau yang mereka inginkan. Mereka dapat

menjawab dengan kata-kata mereka sendiri (Nasrih, 2016).

6) Hubungan Lingkungan Kerja dengan Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja (job satisfaction) mengacu pada sifat individu

secara umum terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat

kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap positif terhadap

pekerjaannya, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya

mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaan tersebut. Ketika orang

berbicara tentang sikap karyawan, sering kali mereka bermaksud

mengatakan kepuasan kerja. Sebenarnya kedua tersebut sering

digunakan secara bergantian. menurut Siagin, variabel yang berkaitan

dengan pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja adalah bahwa faktor

penting yang lebih banyak mendatangkan kepuasan kerja adalah

pekerjaan yang secara mentalitas memberi tantangan, penghargaan yang

layak, kondisi kerja yang menunjang dan rekan kerja yang mendukung.

Berdasarkan definisi diatas maka dapat di uraikan pendapatnya lebih

lanjut bahwa:

a) Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang

memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan

kemampuan mereka dan menawarkan tugas-tugas yang bervariasi,

kebebasan dan umpan balik tentang seberapa baik mereka bekerja.

Pekerjaan-pekerjaan yang terlalu kecil tantangannya menciptakan

kebosanan, tetapi terlalu banyak tantangan menciptakan frustasi dan


47

perasaan gagal. Di bawah kondisi tantangan yang sedang

kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.

b) Karyawan menginginkan sistem penggajian dan kebijakan promosi

yang mereka rasa wajar. Tidak membingungkan dan sejalan dengan

harapan mereka. Bila penggajian di anggap adil, berdasarkan

tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar gaji

masyarakat, kepuasan akan tercapai.

c) Para karyawan menaruh perhatian yang besar terhadap lingkungan

kerja mereka. Baik dari segi kenyamanan pribadi maupun

kemudahan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Mereka lebih

menyukai lingkungan fisik yang nyaman, aman, bersih dan memiliki

tingkat gangguan yang minimum.

d) Seseorang menginginkan sesuatu dari pekerjaan mereka yang lebih

dari pada sekedar uang atau prestasi yang tampak di mata. Bagi

sebagian besar karyawan, bekerja juga dapat memenuhi kebutuhan

untuk berinteraksi sosial. Oleh karena itu, tidak mengherankan

bahwa memiliki rekan-rekan kerja yang ramah dan mendukung

dapat meningkatkan kepuasan kerja.

5. Penelitian Terdahulu

Berikut merupakan penelitian terdahulu yang menjadi sumber

rujukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sudiyanto (2015) dalam penelitian “Pengaruh Disiplin, Budaya Kerja,

dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja pegawai pada Fakultas Ekonomi


48

Universitas PGRI Palembang” hasil penelitian ini menunjukan bahwa

disiplin kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap

kepuasan kerja. Persamaan peneliti ini dengan peneliti yang dilakukan

penulis adalah samasama meneliti pengaruh disiplin kerja terhadap

kepuasan kerja. Perbedaannya terletak pada penambahan variabel yang

dilakukan penulis yaitu adanya variabel komitmen organisasi dan

kinerja, obyek yang diteliti juga berbeda, peneliti meneliti di PT. Arief

Nirwana Utama.

2. Quinerita Stevani Aruan, Mahendra Fakhri (2015) dengan judul

penelitian “Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja

Karyawan Lapangan Departemen Grasbeg Power Distribution PT.

Freeport Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial

faktor lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik memiliki

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Secara simultan faktor lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non

fisik signifikan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan di Departemen

Grasberg Power Distribtuion PT. Freeport Indonesia. Penelitian ini

menggunakan metode kuantitatif.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Lusri dan Siagian (2017) “Pengaruh

Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja

Sebagai Variabel Mediasi Pada Karyawan PT. Borwita Citra Prima

Surabaya”. Teknik analisis data menggunakan Partial Least Square


49

(PLS). Hasil penelitian bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja melelui kepuasan kerja.

4. Syahriani (2017) dengan judul penelitian, ”Pengaruh Lingkungan kerja

Terhadap Kepuasan Kerja dan Organizational Citizenship Behavior

(OCB) Pada Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten

Muna”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja berperan

sebagai mediasi sempurna (complete mediation) pengaruh antara

lingkungan kerja terhadap OCB pegawai. Temuan ini dibuktikan

dengan adanya hubungan antara lingkungan kerja secara langsung

berpengaruh tidak signifikan terhadap OCB, namun melalui mediasi

kepuasan kerja secara signifikan mampu mempengaruhi OCB. Artinya

lingkungan kerja yang baik berpengaruh signifikan dalam

meningkatkan kepuasan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh

signifikan terhadap OCB, namun secara langsung lingkungan kerja

berpengaruh tidak signifikan terhadap peningkatan OCB. Penelitian ini

menggunakan metode survei.

5. Penelitan yang dilakukan oleh Primandaru, Tobing, dan Prihatini (2018)

“Pengaruh Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja Kepuasan Kerja,

Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pt. Kereta Api Indonesia

(Persero) Daop IX Jember”. Hasil penelitian bahwa semua hipotesis

diterima yang berarti motivasi berpengaruh terhadap kinerja baik secara

langsung maupun secara tidak langsung melalui kepuasan kerja, dan


50

lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja baik secara langsung

maupun tidak langsung melalui disiplin kerja.

B. Kerangka Pikir

Menurut Usman (2018:34) “Kerangka berpikir adalah penjelasan

sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan kita”. Jadi,

kerangka pemikiran tersebut adalah hasil dari pemikiran oleh peneliti dan dapat

dikembangkan lebih luas lagi. Kerangka pemikiran juga digunakan sebagai

dasar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan serta membuktikan kecermatan

penelitian dari dasar teori yang perlu diperkuat dengan hasil penelitian-

penelitian terdahulu yang relevan. Dan menjadi tolak ukur seberapa jauh

penelitian itu sudah dilakukan, apakah sudah tepat sasaran atau tidak.

Pegawai Kantor Desa Pongkor

Kondisi Kerja

Kepuasan Kerja

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

C. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka terjadi hipotesis sebagai berikut:

Diduga Kondisi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan

kerja pegawai pada Kantor Desa Pongkor di kecamatan Satarmese.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah pada Kantor Desa

Pongkor, Kecamatan Satarmese, Kabupaten/Kota Manggarai, Nusa Tenggara

Timur. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2022

B. Desain Peneltian

Penelitian apda dasarnya digunakan untuk menunjukan kebenaran dan

pemecahan masalah atas apa yang yang diteliti untuk mencapai tujuan yang

diteliti.

Menurut Sugiyono (2016), metode penelitian diartikan sebagai cara

ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan kegunaan tertentu.

Pendekatan penelitian yang diunakan penulis dalam penelitian ini

adalah penelitian kuantitatif, yang akan menguji berpengaruh atau tidaknya

hubungan antara variabel yang dikaji serta mengukur variabel bebas dan

variabel terikat dengan menggunakan angka-angka yang diolah melalui analisis

statistic.

Gambar 3.1 Desain penelitian

Kondisi Kerja (X) Kepuasan Kerja (Y)

51
52

C. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional variabel digunakan agar tidak menimbulkan

penafsiran ganda yaitu dengan memberikan batasan terhadap variable-variabel

yang digunakan dalam penelitian ini.

2. Kondisi Kerja (Variabel Independen X)

Kondisi kerja, biografi pribadi dan karakteristik pekerjaan merupakan

faktor utama yang meningkatkan motivasi kerja antara pemegang jabatan

Menurut studi Schepers et al. (2005), sementara Toode et al. (2011)

mengemukakan karakteristik pribadi, kondisi kerja, karakteristik tempat

kerja dan keadaan psikologis internal sebagai faktor utama untuk

memotivasi pegawai terhadap pekerjaan. Menurut (Djumadi, 2006) kondisi

kerja (working condition) adalah kondisi tempat kerja, dimana karyawan

melakukan tugas pekerjaannya. Untuk mrngukur variabel kondisi kerja ini

dapat digunakan indikator-indikator: 1) keamanan lingkungannya, 2) Jam

kerja, 3) tata ruang yang nyaman, 4) fasilitas kerja, 5) suana kerja nyaman.

3. Kepuasan kerja (Variabel Dependen Y)

Kepuasan kerja adalah mencerminkan perasaan karyawan terhadap

pekerjaannya. Hal ini nampak dari sikap positif karyawan terhadap

pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.

Indikator-indiktor kepuasan kerja menurut Rivai (2011: 859):

1) Tingkat gaji

2) Kepemimpinan

3) Rekan kerja yang mendukung


53

4) Kondisi kerja yang mendukung

5) Fasilitas kerja

4. Pengukuran Variabel

Untuk mempermudah pengujian terhadap analisis yang digunakan,

idealnya data yang digunakan dalam bentuk skala interval (scaled 31

values). Pada penelitian ini,data yang tersedia dalam bentuk skala ordinal

dengan menggunakan skala likert. Cara perhitungan skala likert sendiri

adalah dengan menghadapkan seorang responden dengan beberapa

pertanyaan dan kemudian diminta untuk memberikan jawaban. Data yang

berhasil dikumpulkan dari kuesioner selanjutnya akan diukur dengan bobot

hitung 1 sampai 5, dengan kategori :

1) Jawaban sangat setuju diberi bobot 5.

2) Jawaban setuju diberi bobot 4.

3) Jawaban cukup setuju/netral diberi bobot 3

4) Jawaban tidak setuju diberi bobot 2.

5) Jawaban sangat tidak setuju diberi bobot

Prosedur diatas dengan menggunakan pedoman yang paling umum

digunakan. Sugiyono (2016 :93) menyatakan bahwa skala Likert digunakan

untuk megukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok

orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah

ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai

variabel penelitian.
54

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi penelitian

Menurut Sugiono (2010: 80) “populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas obyek, subjek yang mempuyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulan”. Populasi penelitian ini yaitu seluruh pegawai pada Kantor

desa Pongkor.

2. Sampel penelitian

Menurut Sugiono (2010 :81) “sampel adalah bagian dari jumlah

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pemilihan sampel

ditentukan dengan menggunakan metode sampel acak (random sampling)

dengan penarikan sampel menggunakan rumus Slovin yaitu:

Dimana:

n = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

E = Tingkat presentasi toleransi ketidaktelitian Penelitian ini akan

digunakan nilai

e = 10%, artinya tingkat toleransi ketidaktelitian sebesar 10%

Dengan menerapkan rumus Slovin maka di peroleh sampel

sebagai berikut.
55

E. Tenik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah:

a. Penelitian lapangan
Studi lapangan adalah salah satu kegiatan pengungkapan fakta-fakta melalui

observasi dan wawancara dalam proses memperoleh keterangan atau data

dengan cara terjun langsung ke lapangan.

a) Kuesioner

Teknik pengumpulan data melalui daftar pertanyaan (angket) yang

diajukan kepada pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan

masalah yang akan diteliti.

b) Observasi

Melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk

melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.

c) Wawancara

Suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh

informasi langsung dari pegawai Dinas Perhubungan Kota Makassar.

d) Dokumentasi

Cara untuk mendapatka data dengan jalan mengambil data yang ada

dalam catatan perusahaan. Adapun data-data yang di dapat antara lain

adalah sejarah perkembangan perusahaan struktur organisasi pembagian

tugas dan wewenang karyawan serta studi pustaka dan sumber dari

internet.
56

b. Penelitian kepustakaan

Memanfaatkan perpustakaan sebagai sarana dalam mengumpulkan

data dengan mempelajari buku-buku yang ada kaitannya dengan judul.

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data Primer adalah data yang diperoleh dengan cara mengedarkan

kuesioner kepada responden terpilih sehubungan dengan data yang

dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Data Sekunder adalah data dan informasi yang diperoleh dengan


menggunakan metode dokumentasi yang ada diperusahaan, dari hasil

penelitian diperpustakaan, dan dari instansi atau perusahaan yang berkaitan.

F. Teknik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan metode analisis sebagai

berikut :

1. Analisis Regresi Linear Sederhana

Regresi linear sederhana adalah regresi yang memiliki satu variabel

independen (X) dan satu variabel dependen (Y). Regresi sederhana ini

bertujuan untuk menguji seberapa besar pengaruh lingkungan kerja (X)

terhadap kepuasan kerja (Y) pada Kantor Desa Pongkor. Rumus yang

digunakan untuk menghitung Regresi linear sederhana adalah :

Rumus : Y = a + bX

Dimana

Y : Variabel dependen (Kepuasan Kerja)


57

a : Konstanta

b : Koefisien

x :Variabel Independen (Kondisi Kerja)

2. Hipotesis secara parsial (t)

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel

bebasnya secara sendiri-sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel terikatnya. Dimana t tabel > t hitung, H0 diterima. Dan jika t tabel

< t hitung, maka H1 diterima, begitupun jika sig > α (0,05), maka H0

diterima H1 ditolak dan jika sig < α (0,05), maka H0 ditolak H1 diterima.

Besarnya α yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5%

sedangkan hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut: Ho : r (Y,X) =0

(menunjukkan secara varsial tidak adanya pengaruh yang signifikan antara

variabel X dengan variabel Y).

Ha : r (Y,X) ≠ 0 (menujukan secara varsial adanya pengaruh yang signifikan

antara variabel X dengan variabel Y.


DAFTAR PUSTAKA

Adamy, M. 2016. “Upcycling: From Old to New.” Kunststoffe International


106(12): 16–21.
Badaruddin, B. 2016. “Analisis Kepuasan Kerja Karyawan Koperasi Simpan
Pinjam Mitra Usaha.” Jurnal BISNIS & … (212): 405–18. https://e-
jurnal.stienobel-indonesia.ac.id/index.php/jbk/article/view/347.
Fazira, Yuni, and Riska Mirani. 2019. “Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja
Pegawai Pada Dinas Perpustakaan Dan Kearsipan Kota Dumai.” JMKSP
(Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan) 4(1): 76.
Ferdy. 2018. “Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia , Disiplin.” Jurnal SOSOQ
Volume 6 Nomor 1, Februari 2018 6(2).
Galla, Mariones Cosmas, Bernhard Tewal, and Arrazi Hasan Jan. 2020. “Analisis
Pengaruh Motivasi Kerja Dan Pengembangan Karir Terhadap Kinerja
Pegawai Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variable Intervening Pada PT. PLN
(PERSERO) UIP SULBAGUT.” Jurnal Ilmiah Manajemen BIisnis dan
Inovasi Universitas SAM Ratulangi Vol.7 No.3 September 2020 7(3): 342–53.
Ghozali, Imam. 2017. “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja Dan
Kemampuan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kementrian
Agama Kabupaten Banjar.” Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis 3(1): 130–37.
Ginting, Rosalina, and Titik Haryati. 2012. “Kepemimpinan Dan Konteks
Peningkatan Mutu Pendidikan.” Jurnal Ilmiah CIVIS II(2): 1–17.
Keno, Devanty, Florance Lengkong, and Jericho Pombengi. 2015. “Partisipasi
Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Partisipatif Di Kecamatan Ibu
Selatan.” Jurnal Administrasi Publik 3(12): 2118–22.
Murtafia, Lin, and Suryalena. 2015. “Hubungan Lingkungan Kerja Dengan
Kepuasan Kerja Karyawan (Kasus Bagian Pengolahan PT. Surya Bratasena
Plantation Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan.” Jom FISIP
2(2): 1–15.
Nasrih, Muhammad Lukman. 2016. “Analisis Hubungan Kepuasan Kerja Terhadap
Prestasi Kerja Karyawan.” Al-Iqtishad: Journal of Islamic Economics 2(1).
Nirza Marzuki Husien. 2016. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja
Karyawan Pdam Bandarmasih Di Banjarmasin.” Jurnal Spread 6(2): 55–64.
Noor, Muhamad. 2019. “Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap
Prestasi Pegawai Di Kecamatan Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara.”
Jurnal Paradigma 53(9): 1689–99.

58
59

Novita , Sunuharjo, Bambang Swasto, and Ika Ruhana. 2014. “Pengaruh Kepuasan
Kerja Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT .
Telekomunikasi Indonesia , Tbk Witel Jatim Selatan , Malang ).” Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB) 34(1): 38–46.
Pangemanan, Sofia. 2017. “PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PEMBANGUNAN DESA (Studi Di Desa Sinsingon Barat Kecamatan Passi
Timur Kabupaten Bolaang Mongondow).” Jurnal Eksekutif 1(1).
Panggabean, Justice Zeni Zari. 2020. “Suksesi Kepemimpinan Dalam Perspektif
Pendidikan Kristen.” Jurnal Christian Humaniora 3(2): 121–31.
Progdi, Sumarto, Manajemen Fe, and Upnv Jatim. 2009. “Meningkatkan
Kompensasi, Kepuasan Kerja Dan Motivasi Untuk Mengurangi Labor
Turnover Intention.” Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis 9(1): 40–51.
Sohiron, Sohiron, Ahmad Syukri, and Kasful Anwar US. 2019. “Sifat Empati
Pemimpin Terhadap Bawahan Sebagai Kunci Keberhasihan Kepemimpinan
Dalam Sistem Manajemen Pendidikan Islam.” Indonesian Journal of Islamic
Educational Management 2(1): 43.
Sukidi, Sukidi, and Farid Wajdi. 2017. “Pengaruh Motivasi, Kompensasi, Dan
Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Kepuasan Kerja Sebagai
Variabel Intervening.” Jurnal Manajemen Dayasaing 18(2): 79.
Umala, Muhajir. 2019. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan
Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda Dan
Olahraga Kabupaten Tojo Una-Una.” e Jurnal Katalogis 5(10): 147–54.
Wartono, T, and S Mochtar. 2015. “Stres Dan Kinerja Di Lingkungan Kerja Yang
Semakin Kompetitif.” Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang
2(2): 153–71.
Wibowo, Mukti, Mochammad Al Musadieq, and Gunawan Eko Nurtjahjono. 2014.
“KEPUASAN KERJA KARYAWAN (Studi Pada Karyawan PT .
Telekomunikasi Indonesia Tbk . Kandatel Malang ).” Jurnal Administrasi
Bisnis 16(1): 1–9.

Anda mungkin juga menyukai