Anda di halaman 1dari 104

DETERMINAN KINERJA PEGAWAI DI RUMAH SAKIT SANDI

KARSA KOTA MAKASSAR

DETERMINANTS OF EMPLOYEE PERFORMANCE AT SANDI


KARSA HOSPITAL, MAKASSAR CITY

IMAM AWALUDDIN RAHMAT MANGASENGI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
DETERMINAN KINERJA PEGAWAI DI RUMAH SAKIT SANDI
KARSA KOTA MAKASSAR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Administrasi dan Kebijiakan Kesehatan

Disusun dan diajukan oleh

IMAM AWALUDDIN RAHMAT MANGASENGI

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023

ii
DETERMINAN KINERJA PEGAWAI DI RUMAH SAKIT SANDI
KARSA KOTA MAKASSAR
Disusun dan diajukan oleh:

IMAM AWALUDDIN RAHMAT MANGASENGI


Nomor Pokok K012211028

MENYETUJUI

KOMISI PENASIHAT

Prof. Sukri, SKM.,M.Kes.,M.Sc.,Phd Dr. Darmawansyah, SE., MS


Ketua Anggota

Ketua Program Studi


Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................... i


HALAMAN PENGAJUAN ................................................................ ii
HALAMAN PERSSETUJUAN .......................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 10
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 14
A. Tinjauan Umum Tentang Motivasi Kerja ............................. 14
B. Tinjauan Umum Tentang Lingkungan Kerja ........................ 17
C. Tinjauan Umum Tentang Kemampuan Kerja ...................... 22
D. Tinjauan Umum Tentang Kepemimpinan ............................ 33
E. Tinjauan Umum Tentang Disiplin ........................................ 42
F. Tinjauan Umum Tentang Kinerja Pegawai ......................... 57
G. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit .............................. 65
H. Sintesa Penelitian Terdahulu .............................................. 71
I. Kerangka Teori .................................................................. 80
J. Kerangka Konseptual ......................................................... 80
K. Hipotesis ........................................................................... 81
L. Definisi Operasional .......................................................... 82
BAB III METODE PENELITIAN .................................................... 86
A. Rancangan Penelitian ....................................................... 86
B. Tempat dan Waktu ............................................................. 86
C. Populasi dan Sampel ....................................................... 86
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 88
E. Teknik Analisis Data .......................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 97

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintesa Penelitian Terdahulu....................................................71


Tabel 3.1. Klasifikasi Nilai d Uji Durbin-Watson........................................92

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Kerangka Teori...................................................................80


Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian.................................................81

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi seperti

sekarang ini, setiap perusahaan ataupun organisasi hendaknya

mempunyai sumber daya manusia yang memiliki kualitas dan

kompeten yang tinggi. Hal ini karena sumber daya manusia

merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pergerakan dan

kemajuan perusahaan kedepannya, oleh karena itu sumber daya

manusia diharapkan dapat memberikan kontribusi dan kinerja yang

optimal demi pencapaian tujuan perusahaan (Parlina et al., 2022).

Perkembangan manajemen sumber daya manusia saat ini

didorong oleh kemajuan peradaban, pendidikan, ilmu pengetahuan,

dan tuntutan daya saing perusahaan. Perkembangan ini sudah

dimulai saat adanya kerja sama dan pembagian kerja antara dua

orang atau lebih. Pengelolaan sumber daya manusia ini sangat

penting untuk mencapai tujuan organisasi melalui manajemen yang

merupakan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Manajemen yang

baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan,

dan masyarakat. Dengan manajemen daya guna dan hasil guna

unsur-unsur manajemen akan dapat ditingkatkan (Ferils, 2022).

Untuk memaksimalkan tujuan organisasi, tentunya pegawai

dituntut untuk memaksimalkan kinerja yang ia miliki. Kinerja adalah

1
2

hasil dari suatu proses yang mengacu dan diukur selama

periode waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan yang

telah di tetapkan sebelumnya (Amalia, 2022). Kinerja merupakan hal

yang penting untuk diperhatikan organisasi, karena dapat

mempengaruhi tercapainya tujuan dan kemajuan organisasi dalam

suatu persaingan global yang sering berubah (Amalia, 2022).

Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara

kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja

perorangan maupun kelompok (Oktaviana & Wahyono, 2020). Kinerja

organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi

kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Untuk mengetahui faktor

yang mempengaruhi (determinan) kinerja pegawai dalam penelitian ini

yaitu: variabel kepemimpinan variabel motivasi, variabel lingkunan

kerja, variabel kemampuan kerja dan variabel disiplin.

Kepemimpinan yang cakap harus memiliki kemampuan

kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas tentang

organisasi. Kemampuan-kemampuan utama yang harus dimiliki

seperti kepemimpinan yang baik, komunikasi yang baik dan

kemampuan dalam memecahkan masalah-masalah yang mungkin

timbul (Rivai, 2013).

Menurut Rivai (2013) menyatakan bahwa kepemimpinan

secara luas, adalah meliputi proses mempengaruhi dalam

menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk


3

mencapai tujuan, mempengaruhi interprestasi mengenai peristiwa-

peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktifitas untuk

mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja

kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang

diluar kelompok atau organisasi (Rivai, 2013).

Untuk mengembangkan kemajuan dan perkembangan kinerja

pegawai, sangat bergantung kepada sumber daya manusia sebagai

pengelola langsung. Oleh sebab itu kepemimpinan mempunyai peran

besar dalam meningkatkan kinerja pegawai. Sikap dan gaya serta

perilaku kepemimpinan seorang pemimpin sangat besar pengaruhnya

terhadap organisasi yang dipimpin bahkan sangat berpengaruh

terhadap kinerja karyawan dalam organisasi tersebut (Armada, 2018).

Selain kepemimpinan, motivasi juga berpengaruh pada kinerja

seorang pegawai. Seorang pegawai yang termotivasi senantiasa akan

melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Hal-hal yang dapat

memotivasi seorang pegawai bisa seperti prestasi,

pengakuan/penghargaan, tanggung jawab, memperoleh kemajuan

dan perkembangan dalam bekerja, gaji/upah, hubungan antar pekerja,

kondisi kerja, kebijaksanaan organisasi, proses administrasi di

perusahaan dan lain-lain (Oktaviana & Wahyono, 2020)

Motivasi kerja karyawan. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang didorong oleh suatu kekuasaan dalam diri orang tersebut,

kekuatan pendorong inilah yang disebut motivasi. Motivasi kerja


4

karyawan dalam suatu organisasi dapat dianggap sederhana dan

dapat pula menjadi masalah yang kompleks, karena pada dasarnya

manusia mudah untuk dimotivasi dengan memberikan apa yang

menjadi keinginannya. Motivasi merupakan daya dorong bagi

seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi

keberhasilan organisasi mencapai tujuannya (Moenir, 2010).

Tercapainya tujuan organisasi sangat bergantung pada baik

buruknya kinerja pegawai. Untuk itu, pimpinan sebuah organisasi

wajib memperhatikan, mengarahkan serta memotivasi pegawainya

untuk meningkatkan kinerjanya. Setiap organisasi pastinya

mengharapkan pegawainya memiliki kinerja yang tinggi, karena akan

memberikan hasil yang optimal bagi organisasi. Sering kali suatu

organisasi menghadapi masalah mengenai sumber daya manusianya

(Malayu & Hasibuan, 2012).

Masalah sumber daya manusia menjadi tantangan tersendiri

bagi suatu perusahaan. Apabila pegawai yang ada pada organisasi

tersebut bekerja dengan efektif, maka organisasi pun akan berjalan

dengan efektif. Kelangsungan suatu organisasi ditentukan oleh kinerja

pegawainya (Parlina et al., 2022).

Sama halnya seperti kepemimpinan, motivasi, disiplin kerja

juga dapat menentukan keberhasilan perusahaan dalam mencapai

tujuan. Disiplin kerja pada karyawan sangat dibutuhkan, karena apa

yang menjadi tujuan perushaan akan sukar dicapai apabila tidak


5

adanya disiplin kerja. Disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan

seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma

berlaku (Hasibuan, 2016). Oleh karena itu kunci dari keberhasilan

perusahaan dalam hal ini tidak terlepas dari faktor manusia sebagai

variabel yang mempunyai pengaruh sangat besar dan menentukan

maju tidaknya perusahaan (Hasibuan, 2016).

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kasmir

(2016) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah

kemampuan dan keahlian, pengetahuan, rencana kerja, kepribadian,

motivasi kerja, kepemimpinan, gaya kepemimpinan, budaya

organisasi, kepuasan kerja, lingkungan kerja, loyalitas, komitmen dan

disiplin kerja (Kasmir, 2016).

Sedangkan menurut Hasibuan, (2016) kinerja adalah hasil kerja

yang dicapai seseorang dalam melakukan tugas yang diberikan

berdasarkan pada kemampuan dan pengalaman dalam bekerja.

Kinerja pegawai sangat mempengaruhi kualitas dari sebuah

organisasi. Apabila kinerja pegawai bagus, maka akan berdampak

baik pada organisasi dan organisasi juga akan mendapatkan

keuntungan. Namun sebaliknya apabila kinerja pegawai buruk, maka

akan membuat kinerja sebuah organisasi menurun dan akan

mengalami kerugian. Pegawai merupakan kekayaan utama

organisasi, karena tanpa adanya pegawai aktivitas suatu organisasi

tidak akan berjalan. Pegawai berperan aktif dalam menetapkan


6

rencana, sistem, proses, dan tujuan yang ingin dicapai. Teknologi-

teknologi canggih dimiliki suatu organisasi tidak akan berfungsi jika

tidak ada pegawai yang mengoperasikannya (Hasibuan, 2016).

Selain kepemimpinan, motivasi, disiplin kerja dalam

meningkatkan kinerja pegawai, salah satu faktor diantara nya adalah

dengan memperhatikan lingkungan kerja. Sedarmayanti, (2017)

menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan

berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat

mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun secara tidak

langsung. Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penting

dalam menciptakan kinerja karyawan (Sedarmayanti, 2017). Karena

lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap pegawai

didalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya akan

meningkatkan kinerja organisasi. Suatu kondisi lingkungan kerja

dikatakan baik apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan

secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketika lingkungan kerja

tidak mendukung maka kenyamanan pegawai dalam bekerja akan

terganggu yang akan mengakibatkan kedisiplinan kerja pegwai juga

terganggu (Sedarmayanti & Haryanto, 2017).

Menurut (Winardi, 2006) kemampuan adalah sifat (yang

melekat pada manusia atau yang dipelajari) yang memungkinkan

seseorang melaksanakan suatu tindakan atau pekerjaan mental atau

fisikal. Dimensi kemampuan menurut (Robbins, S. y Judge, 2009)


7

meliputi kemampuan intelektual yang merupakan keahlian dalam

menjalankan kegiatan mental dan kemampuan fisik yang merupakan

keahlian dalam melaksanakan tugas-tugas yang menuntut stamina,

kecekatan, kekuatan dan ketrampilan serupa.

Menurut Gibson (2008), variabel kemampuan merupakan faktor

utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu.

Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak

langsung. Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi,

sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson

(2008) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman

kerja sebelumnya dan variabel demografis.

Selanjutnya penelitian terdahulu yang berkaitan dengan disiplin

kerja juga dilakukan oleh Hidayat dan Taufiq (2012), dengan

penelitiannya yang berjudul: ”Pengaruh Lingkungan Kerja dan Disiplin

Kerja serta Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Perusahaan

Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Lumajang”, menyimpulkan

bahwa pengaruh lingkungan kerja dan disiplin kerja serta motivasi

kerja terhadap kinerja karyawan kabupaten lumajang berpengaruh

signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan.

Juga penelitian terdahulu yang berkaitan kinerja pegawai

dilakukan oleh Rumondor dkk., (2016), dengan berjudul “Pengaruh

Kepemimpinan, Motivasi, dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Pegawai

pada Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Suluttenggomalu”,


8

menyimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukan kepemimpinan,

motivasi dan disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja pegawai. Penelitian terdahulu Richard Christian Turang,

Paulus Kindangen (2015), dengan judul “Influence of Leardership

Style, Motivation, and Work Discipline on Employee Performeance”,

hasil analisis menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan, motivasi, dan

disiplin kerja memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan

secara simultan. Penelitian terdahulu Koech dan Namusonge (2012),

dengan berjudul” The Effect of Leadership Styles on Organizational

Performance at State Corporations in Kenya”, dengan hasil penelitian

gaya kepemimpinan laissez-faire tidak signifikan berkorelasi dengan

kinerja organisasi.

Penelitian terdahulu Timothy dkk., (2011), dengan berjudul”

Effects of Leadership Style on Organizational Performance: a Survey

of Selected Small Scale Enterprises in Ikosi-Ketu Council

Development Area of Lagos State, Nigeria”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa sementara gaya kepemimpinan transaksional

berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja, gaya kepemimpinan

transformasional berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap

kinerja. Suwuh (2015), dengan berjudul” The Influence of Leadership

Style, Motivation, and Work Discipline on Employee Performance”,

hasil penelitian menunjukkan gaya kepemimpinan dan motivasi

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dan


9

disiplin kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja

karyawan. Penelitian terdahulu Thaief, Baharuddin dkk., (2015),

dengan berjudul “Effect of Training, Compensation and Work

Discipline against Employee Job Performance (Studies in the Office of

PT. PLN (Persero) Service Area and Network Malang)”, hasil

penelitian pelatihan, kompensasi dan disiplin kerja secara simultan

dan secara parsial berepengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja.

Berdasrkan hasil observasi awal yang telah peneliti lakukan

dilapangan menunjukan bahwa lingkungan kerja di Rumah Sakit

Sandi Karsa Kota Makassar sangat kurang nyaman, karena

lingkungan yang berada pada Rumah Sakit Sandi Karsa Kota

Makassar masih memerlukan banyak pembenahan terutama sisi

lokasi tempat parkir, toilet umum, kantin dan musholla. Beberapa

ruangan yang ada terlihat kurang penerangannya, selanjutnya

sirkulasi udara yang ada belum maksimal. Dari sisi kerapian tata

ruang masih kurang maksimal, karena masih ditemui penataan berkas

kerja yang tidak rapi. Kemudian motivasi kerja di Rumah Sakit Sandi

Karsa Kota Makassar dinilai masih rendah, hal tersebut terlihat masih

adanya pegawai yang membuang waktu dengan bercanda, menginput

data yang lambat dan terkadang masih ada juga yang melihat

smartphone sehingga pekerjaan menjadi lebih lama dan terus

menumpuk dan lambat untuk diselesaikan. Selanjutnya Rumah Sakit

Sandi Karsa Kota Makassar yang diberikan oleh pimpinan masih


10

belum terlaksana sepenuhnya sehingga tugas yang yang diberikan

pimpinan kurang sesuai dengan kemampuan pegawai sehingga

dalam kinerja nya para pegawai sulit dalam mengembangkan

karirnya. Kinerja pegawai terhadap disiplin kerja. Disiplin kerja mutlak

diperlakukan agar seluruh aktivitas yang sedang dan akan

dilaksanakan berjalan sesuai mekanisme yang telah ditentukan.

Dengan kedisiplinan kerja, maka pegawai tidak akan melakukan

tindakan-tindakan yang dapat merugikan instansi. Hal tersebut terlihat

pada pegawai yang masih ada pegawai yang tidak masuk tanpa kabar

berita dan masuk kerja serta pulang kerja tidak tepat waktu.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Determinan Kinerja Pegawai Di

Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja pegawai di

Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar?

2. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Rumah

Sakit Sandi Karsa Kota Makassar?

3. Apakah lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai di

Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar?


11

4. Apakah kemapuan kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai di

Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar?

5. Apakah disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai di

Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar?

6. Apakah kepemimpinan, motivasi, lingkungan kerja, kemapuan kerja

dan disiplin kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

pegawai di Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan menganalisis determinan kinerja pegawai di

Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kepemimpinan berpengaruh

terhadap kinerja pegawai di Rumah Sakit Sandi Karsa Kota

Makassar?

2. Untuk mengetahui dan menganalisis motivasi berpengaruh

terhadap kinerja pegawai di Rumah Sakit Sandi Karsa Kota

Makassar?

3. Untuk mengetahui dan menganalisis lingkungan kerja

berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Rumah Sakit Sandi

Karsa Kota Makassar?


12

4. Untuk mengetahui dan menganalisis kemapuan kerja

berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Rumah Sakit Sandi

Karsa Kota Makassar?

5. Untuk mengetahui dan menganalisis disiplin kerja berpengaruh

terhadap kinerja pegawai di Rumah Sakit Sandi Karsa Kota

Makassar?

6. Untuk mengetahui dan menganalisis kepemimpinan, motivasi,

lingkungan kerja, kemapuan kerja dan disiplin kerja berpengaruh

secara signifikan terhadap kinerja pegawai di Rumah Sakit Sandi

Karsa Kota Makassar?

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan

sebelumnya, manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan terkait peranan kinerja pegawai dalam meningkatan

kebijakan pada Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar dan

merupakan bahan rujukan atau referensi bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Bahan masukan dan acuan bagi pihak Rumah Sakit dan

Masyarakat Kota Makassar bagaimana peranan kinerja dalam


13

meningkatkan pelayanan pada Rumah Sakit Sandi Karsa Kota

Makassar
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Motivasi Kerja

1. Pengertian Motivasi Kerja

Menurut Sunyoto (2018), motivasi membicarakan tentang

bagaimana cara mendorong semangat kerja seseorang, agar mau

bekerja dengan memberikan kemampuan dan keahliannya secara

optimal guna mencapai tujuan organisasi. Motivasi menjadi penting

karena dengan motivasi diharapkan setiap karyawan mau bekerja

keras dan antusias untuk mencapai produktifitas kerja yang tinggi.

Perilaku seseorang dipengaruhi dan dirangsang oleh keinginan,

pemenuhan kebutuhan serta tujuan dan kepuasannya. Rangsangan

timbul dari dalam dan dari luar. Rangsangan ini akan menciptakan

dorongan pada seseorang untuk melakukan aktifitas (Widiastuti et al.,

2022).

Menurut Hasibuan (2016) motivasi kerja adalah pemberian

daya gerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar

mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan

segala daya upaya untuk mencapai kepuasan.

Menurut Andika (2019) Motivasi merupakan salah satu hal yang

mempengaruhi prilaku manusia, motivasi disebut juga sebagai

pendorong, keinginan, pendukung atau kebutuhan - kebutuhan yang

dapat membuat seseorang bersemangat dan termotivasi untuk

14
15

mengurangi serta memenuhi dorongan diri sendiri, sehingga dapat

bertindak dan berbuat menurut cara-cara tertentu yang akan

membawa ke arah yang optimal. Motivasi sangat berpengaruh

terhadap kinerja pegawai. Karena pada umumnya pegawai akan

memiliki produktivitas kerja yang tinggi apabila perusahaan

mendukung pelaksanaan tugas mereka.

Sedangkan menurut Sunyoto (2015) motivasi kerja adalah

sebagai keadaan yang mendorong keinginan individu untuk

melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai keinginannya.

2. Tujuan Motivasi Kerja

Menurut Farida & Hartono (2016) tujuan motivasi antara lain

sebagai berikut:

a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

b. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

c. Mempertahankan kestabilan kerja karyawan

d. Meningkatkan kedisiplinan karyawan

e. Mengefektifkan pengadaan karyawan

f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

g. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan

h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

i. Mempertinggi rasa tanggungjawab karyawan terhadap tugas-

tugasnya
16

3. Faktor Yang Mempengeruhi Motivasi

Menurut Swaminathan (Dewi, 2015) mengatakan bahwa

motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu:

a. Faktor Internal Yaitu motivasi seseorang dipengaruhi oleh dalam

diri seseorang, misalnya jika seorang karyawan yang ingin

mendapatkan nilai yang memuaskan dalam penilaian kinerja akan

mengarahkan keyakinan dan perilakunya sedemikian rupa

sehingga memenuhi syarat dari penilaian kinerja yang telah

ditentukan. Hal ini akan berhubungan dengan aspek-aspek atau

kekuatan yang ada dalam diri seseorang untuk mencapai sebuah

tujuan, misalnya aspek efikasi diri. Self-efficacy merupakan

kepercayaan seseorang terhadap keyakinan diri dan

kemampuannya dalam melakukan suatu pekerjaan, sehingga

memperoleh suatu keberhasilan.

b. Faktor Eksternal Yaitu faktor yang berasal dari luar individu seperti

faktor kenaikan pangkat, penghargaan, gaji, keadaan kerja,

kebijakan perusahaan, serta pekerjaan yang mengandung

tanggung jawab. Karyawan akan termotivasi apabila ada dukungan

dari manajemen serta lingkungan kerja yang kondusif yang pada

gilirannya berdampak pada kepuasan kerja.

4. Indikator-Indikator Motivasi

Indikator Motivasi Kerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara

(2009:93) dalam Bayu Fadillah, et all (2013:5) sebagai berikut:


17

a. Tanggung jawab

Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi terhadap

pekerjaannya.

b. Prestasi kerja

Melakukan sesuatu/pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

c. Peluang untuk maju

Keinginan mendapatkan upah yang adil sesuai dengan pekerjaan.

d. Pengakuan atas kinerja

Keinginan mendapatkan upah lebih tinggi dari biasanya.

e. Pekerjaan yang menantang

Keinginan untuk belajar menguasi pekerjaannya di bidangnya.

B. Tinjauan Umum Tentang Lingkungan Kerja

1. Pengertian Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penting dalam

menciptakan kinerja pegawai. Karena lingkungan kerja mempunyai

pengaruh langsung terhadap pegawai didalam menyelesaikan

pekerjaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi.

Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila pegawai dapat

melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.

Menurut Afandi (2018:65) lingkungan kerja adalah segala

sesuatu yang ada disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dalam

menjalankan tugas yang diembankan kepadanya misalnya dengan


18

adanya air conditioner (AC), penerangan yang memadai sebagainya

(Rahim et al., n.d.).

Menurut Sedarmayanti dalam Susanti (2015:9) tentang definisi

lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang

dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode

kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan

maupun sebagai kelompok (Batubara & Insan, 2022).

Menurut Mardiana dalam Sanny dan Kristanti (2012:11),

lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan

pekerjaannya sehari-hari. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerja

dimana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan betah di tempat

kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja

dipergunakan secara efektif dan optimis prestasi kerja pegawai juga

tinggi. Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja yang

terbentuk antara sesama pegawai dan hubungan kerja antar bawahan

dan atasan serta lingkungan fisik tempat pegawai bekerja.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Menurut Afandi (2018:66) menyatakan untuk menciptakan

lingkugan kerja yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan

yaitu:

a. Bangunan tempat kerja

b. Ruang kerja yang lapang

c. Ventilasi udara yang baik


19

d. Tersedianya tempat ibadah

e. Tersedianya sarana angkutan pegawai

Menurut Afandi (2018:66) dalam (Wewengkang et al., 2021)

secara umum lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja psikis.

1) Faktor Lingkungan Fisik. Menurut Afandi (2018:66) menyatakan

bahwa faktor lingkungan fisik adalah lingkungan yang berada

disekitar pekerja itu sendiri. Kondisi di lingkungan kerja dapat

mempengaruhi kinerja pegawai yang meliputi:

a) Rencana ruang kerja, meliputi kesesuaian pengaturan dan tata

letak peralatan kerja, hal ini berpengaruh besar terhadap

kenyamanan dan tampilan kerja pegawai.

b) Rancangan pekerjaan, meliputi peralatan kerja dan produser

kerja atau metode kerja, peralatan kerja yang tidak sesuai

dengan pekerjaannya akan mempengaruhi kesehatan hasil kerja

pegawai.

c) Kondisi lingkungan kerja, penerangan dan kebisingan sangat

berhubungan dengan kenyamanan para pekerja dalam bekerja.

Sirkulasi udara, suhu ruangan dan penerangan yang sesuai

sanga mempengaruhi kondisi seseorang dalam menjalankan

tugasnya.

d) Tingkat visual priacy dan acoustical privacy, dalam tingkat

pekerjaan tertentu membutuhkan tempat kerja yang dapat

member privasi bagi pegawainya. Yang dimaksud privasi disini


20

adalah sebagai “keleluasan pribadi” terhadap hal-hal yang

menyangkut dirinya dan kelompoknya. Sedangkan acoustical

privasi berhubungan dengan pendengaran.

2) Faktor Lingkungan Psikis. Menurut Afandi (2018:67) menyatakan

bahwa faktor lingkungan psikis adalah hal-hal yang menyangkut

dengan hubungan sosial dan keorganisasian. Kondisi psikis yang

mempengaruhi kinerja pegawai adalah:

a) Pekerjaan yang berlebihan, Pekerjaan yang berlebihan dengan

waktu yang terbatas atau mendesak dalam penyelesaian

pekerjaan akan menimbulkan penekanan dan ketegangan

terhadap pegawai, sehingga hasil yang di dapat kurang

maksimal.

b) Sistem pengawasan yang buruk, Sistem pengawasan yang

buruk dan tidak efesien dapat menimbulkan ketidakpuasan

lainya, seperti ketidak stabilan suasana politik dan kurangnya

umpan balik prestasi kerja.

3. Aspek-Aspek Lingkungan Kerja

Menurut Afandi (2018:69) Lingkungan kerja dapat dibagi

menjadi beberapa bagian atau bisa disebut juga aspek pembentukan

lingkungan kerja, bagian-bagian itu bisa diuraikan sebagai berikut:

a. Pelayanan kerja, merupakan aspek terpenting yang harus

dilakukan oleh setiap organisasi terhadap tenaga kerja. Pelayanan

yang baik dari organisasi akan membuat pegawai lebih bergairah


21

dalam bekerja, mempunyai rasa tanggung jawab dalam

menyelesaikan perkejaannya, serta dapat terus menjaga nama baik

organisasi melalui produktivitas kerjanya dan tingkah lakunya. Pada

umumnya pelayanan pegawai meliputi beberapa hal yakni:

1) Pelayanan makan dan minum

2) Pelayanan kesehatan

3) Pelayanan kecil/kamar mandi di tempat kerja, dan sebagainya.

b. Kondisi kerja, kondisi kerja pegawai sebaiknya diusahakan oleh

manajemen organisasi sebaik mungkin agar timbul rasa aman

dalam bekerja untuk pegawainya, kondisi kerja ini meliputi

penerangan yang cukup, suhu udara yang tepat, kebisingan yang

dapat dikendalikan, pengaruh warna, ruang gerak yang diperlukan

dan keamanan kerja pegawai.

c. Hubungan pegawai, hubungan pegawai akan sangat menentukan

dalam menghasilkan produktivitas kerja. Hal ini disebabkan karena

adanya hubungan antara motivasi serta semangat dan kegairahan

kerja dengan hubungan yang kondusif antara sesame pegawai

dalam bekerja, ketidakserasian hubungan antara pegawai dapat

menurunkan motivasi dan kegairahan yang akibatnya akan dapat

menurunkan produktivitas kerja.

4. Indikator-Indikator Lingkungan Kerja

Indikator lingkungan kerja menurut Hanasyha (2016):


22

a. The facilities to do work, yaitu fasilitas yang mendukung untuk

melakukan tugas-tugas pekerjaan.

b. Comfortable workplace, yaitu lingkungan kerja yang bersih, dan

menyenangkan.

c. Safety, yaitu berada dalam keadaan aman dan tentram

d. Absence of noise, yaitu lingkungan kerja yang tidak bising.

Menurut Afandi (2018:71) menyebutkan beberapa indikator

lingkungan kerja yaitu sebagai berikut:

1) Lampu penerangan tempat kerja

2) Jendela tempat kerja

3) Tata warna

4) Dekorasi

5) Bunyi musik

6) Suhu udara

7) Kelembaban udara

C. Tinjauan Umum Tentang Kemampuan Kerja

1. Pengertian Kemampuan Kerja

Menurut Soelaiman (2007 :112) dalam Isniar Budiarti (2016)

Kemampuan adalah sifat yang di bawa lahir atau di pelajari yang

memungkinkan seseorang yang dapat menyelesaikan pekerjaanya,

baik secara mental ataupun fisik. Karyawan dalam suatu organisasi,

meskipun di motivasi dengan baik, tetapi tidak semua memiliki

kemampuan untuk bekerja dengan baik. Kemampuan dan


23

keterampilan memainkan peranan utama dalam prilaku dan kinerja

individu. Unsur-unsur ini juga mencerminkan pendidikan, latihan dan

pengalaman yang dituntut sesuai rincian kerja. Kemampuan

sesungguhnya merupakan suatu unsur pelaksanaan kerja yang

diperlukan untuk memungkinkan para karyawan bekerja dengan cara

tertentu.

Menurut Gitosudarmo dan Sudita (2008) pencapaian prestasi

berkaitan dengan kemampuan menyelesaikan tujuan yang menantang

(challenging goal). Sebagian orang menyenangi tujuan-tujuan yang

menantang (tujuan yang cukup berat tetapi masih mungkin dicapai),

dan sebagian lagi menyenangi tujuan yang moderat maupun rendah.

Kemampuan seseorang diperlukan untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan. Ini berarti bahwa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan

selalu masih tersedia suatu tingkatan kemampuan yang belum

dipergunakan oleh seseorang.

2. Konsep Kemampuan Kerja

Organisasi sebagai suatu sistem, keberhasilan pencapaian

tujuannya ditentukan oleh bagaimana sub-sub sistem baik internal

maupun eksternal saling bersinergi membentuk suatu kekuatan. Salah

satu sub sistem organisasi yang sangat penting keberadaannya

adalah keberadaan sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia

sebagai suatu sub sistem tetapi kualitas sumberdaya manusia dalam

suatu organisasi dapat dikatakan sebagai bagian yang paling


24

esensial, karena maju mundurnya suatu organisasi sangat ditentukan

oleh kualitas sumberdaya manusia nya, sehingga peningkatan

kualitas SDM harus dilakukan secara berkelanjutan dan sistematis.

Peningkatan kualitas SDM ini dilakukan untuk meningkatkan

kemampuan pegawai dalam menangani berbagai aktivitas organisasi.

Disisi lain organisasi terus mengalami perkembangan seiring dengan

semakin besarnya organsasi.

Filipo dalam (Moh. As’ad, 1990: 120; Gibson, 1996: 127)

Kualitas sumberdaya manusia merupakan kemampuan manusia untuk

melakukan sesuatu pekerjaan dengan berbagai keterampilan dan

pengetahuan yang dimilikinya sedangkan kemampuan kerja individu

menunjukkan potensi seseorang untuk melaksanakan tugas atau

pekerjaan. Kemampuan berhubungan erat dengan kemampuan fisik

dan mental yang dimiliki setiap orang untuk melaksanakan tugas.

Keith Davis dalam Mangkunegara (2000: 67). “Kemampuan

kerja tidak hanya menyangkut kemampuan fisik, tetapi kemampuan

atau kesiapan dan kesanggupan mental seseorang untuk

melaksanakan tugas/pekerjaan. Faktor kemampuan karyawan terdiri

dari pengetahuan dan keterampilan, di mana pendidikan atau

pengetahuan karyawan yang memadai untuk jabatannya dan

keterampilan dalam menggerakkan pekerjaan sehari-hari, maka

karyawan akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan”


25

Goleman (1995) dan Stuller (1997) Kemampuan (ability) adalah

kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam

suatu pekerjaan. Dalam konteks ini, kapasitas individu meliputi: (1)

kapasitas atau kemampuan intelektual yang mencirikan kemampuan

pengetahuan yang dimiliki seseorang, (2) kapasitas atau kemampuan

fisik (biologis) untuk melaksanakan tugas. Tetapi kemampuan seperti

itu perlu ditunjang oleh kemampuan berupa kecerdasan emosional

seseorang dalam bekerja.

Menurut Simanjuntak (1992) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kemampuan kerja karyawan, yaitu:

a. Pengetahuan

Pengetahuan mencerminkan kemampuan kognitif seorang

pegawai/karyawan berupa kemampuan untuk mengenal,

memahami, menyadari dan menghayati suatu tugas/pekerjaan.

Karena itu, pengetahuan seseorang karyawan dapat dikembangkan

melalui pendidikan, baik formal maupun non formal serta

pengalaman. Pendidikan membekali seseorang dengan dasar-

dasar pengetahuan, teori, logika, pengetahuan umum, kemampuan

analisis serta pengembangan watak dan kepribadian.

Berdasarkan pandangan tersebut, maka pengetahuan

karyawan tentang tugas/pekerjaannya dapat diukur dengan

indikator seperti berikut:

1) Pemahaman tentang cakupan tugas/pekerjaan.


26

2) Pemahaman terhadap prosedur pelaksanaan tugas/pekerjaan.

3) Pemahaman terhadap cara pelaksanaan tugas/pekerjaan.

4) Penghayatan terhadap tanggungjawab tugas/pekerjaan.

5) Pemahaman tentang tantangan dalam pelaksanaan

tugas/pekerjaan.

6) Kesesuaian variasi pengetahuan yang dimiliki, dengan

pengetahuan dalam pelaksanaan tugas.

b. Keterampilan

Untuk meningkatkan kemampuan kerja, disamping dilakukan

melalui pendidikan formal, dapat juga dilakukan dengan

memberikan pelatihan-pelatihan. Tujuan dari pelatihan pada

umumnya untuk meningkatkan keterampilan kerja, peningkatan

penguasaan alat dan metode-metode baru. Latihan kerja

menekankan pada peningkatan kemampuan profesional, sehingga

latihan adalah suplemen dari pendidikan. Sasaran dari pelatihan

pada dasarnya untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

Nilai-nilai pengembangan bakat, kreaktifitas, inovasi, keterampilan

dan motivasi kerja biasanya ditumbuhkan di lingkungan pendidikan

dan dikembangkan dalam proses latihan kerja.

Dengan demikian keterampilan kerja seseorang dapat

dikembangkan melalui proses pelatihan tugas/pekerjaan.

Keterampilan kerja karyawan dalam konteks ini dapat diukur

dengan beberapa indikator seperti berikut:


27

1) Kemampuan menentukan cara menyelesaikan tugas/pekerjaan.

2) Kemampuan menentukan prosedur terbaik dalam melaksanakan

tugas/ pekerjaan.

3) Kemampuan menyelesaikan tugas dengan baik.

4) Kemampuan menentukan ukuran/volume tugas terbaik yang

dapat diselesaikan.

5) Kemampuan menentukan ukuran kualitas tugas/pekerjaan

terbaik yang dapat diselesaikan.

6) Kemampuan memprediksi hasil pelaksanaan tugas/pekerjaan.

c. Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence)

Dalam perspektif analisis teoritik, menunjukkan bahwa

kecerdasan emosional dapat membantu mengarahkan seseorang

(karyawan) untuk berubah dan beradaptasi di tempat kerjanya

(Huy, 1999). Demikian pula hasil studi longitudinal Cameron (1999),

menemukan bahwa kecerdasan emosional dapat menjadi prediktor

yang baik terhadap kesuksesan hidup seseorang (misalnya: bidang

ekonomi, kepuasan hidup, kesuksesan dalam berteman, kepuasan

dalam kehidupan keluarga), termasuk pencapain tujuan kerja,

dibanding ‘intelligence quotient’ (IQ).

Apa kecerdasan emosional, Goleman (1998) memberikan

defenisi kecerdasan emosional (emotional intelligence) sebagai

berikut: “Emotional intelligence as the capacity for recognizing our

own feelings and those of others, for motivating ourselves, and for
28

managing emotions well in ourselves and in our relationships”.

Kecerdasan emosional berkaitan dengan bagaimana seseorang

mengenali perasaan diri sendiri juga terhadap yang lainnya.

Perasaan tersebut berkaitan pula untuk memotivasi diri sendiri dan

untuk mengelola emosi yang baik dan dalam hubungannya dengan

pihak-pihak lain. Terdapat tiga unsur penting dalam kecerdasan

emosional, yaitu bagaimana seseorang mengenali dirinya sendiri,

kemampuan memotivasi diri, dan bagaimana hubungannya dengan

pihak-pihak lain. Kecerdasan emosional berkaitan pula dengan

kemampuan seseorang untuk mengelola dan memahami perasaan

diri dan emosi diri serta perasaan dan emosi pihak-pihak lain

Terdapat beberapa dimensi kecerdasan emosional berkaitan

dengan kemampuan kerja dan kontribusinya terhadap kinerja

pegawai/karyawan. Dimensi tersebut adalah Inisiatif (initiative),

mampu mempercayai orang lain (trustworthiness), kepercayaan diri

(self-confidence), keinginan untuk berprestasi (achievement drive),

mampu bekerja secara tim (team capability), dan empati (empathy).

Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi

dalam pekerjaan dapat dikenali melalui:

1) Kemampuan berinisiatif dalam melaksanakan pekerjaan.

2) Kemampuan untuk selalu percaya atau berfikir positif terhadap

rekan sekerja.

3) Kepercayaan diri yang tinggi.


29

4) Keinginan tinggi untuk berprestasi.

5) Kemampuan untuk bekerjasama dengan rekan sekerja.

6) Selalu mendapat empati dari rekan sekerja, dan Kemampuan

mengendalikan diri dalam menghadapi permasalahan

tugas/pekerjaan. Ketujuh indikator inilah yang selanjutnya akan

dijadikan sebagai pengukur kecerdasan emosional karyawan

dalam penelitian ini.

d. Konsep Prestasi Kerja (Kinerja)

Prestasi kerja berkaitan dengan suatu yang dikerjakan atau

produk (barang/jasa) yang diberikan atau yang dihasilkan oleh

seseorang atau kelompok orang. Prestasi kerja karyawan

merupakan pencapaian hasil pelaksanaan pekerjaan tertentu oleh

karyawan baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Menurut

Mangkunegara (2000), mengemukakan bahwa: “pengertian kinerja

(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Menurut (Flippo dalam As’ad 1990) Kinerja seseorang dapat

diukur dari:

1) Kualitas (mutu kerja) yang terdiri dari ketepatan, keterampilan

dan kerapian.
30

2) Kuantitas kerja yaitu jumlah tugas-tugas rutin yang dapat

dikerjakan/diselesaikan, ketepatan, kecepatan pegawai/

karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

3) Ketangguhan menyangkut pelaksanaan perintah, kebiasaan,

keselamatan yang baik, inisiatif, ketepatan waktu dan kehadiran.

4) Sikap terhadap perubahan pekerjaan dan teman kerja.

Maka untuk kepentingan pengukuran prestasi kerja karyawan

dalam konteks penelitian ini, menggunakan indikator sebagai

berikut:

a) Volume hasil kerja.

b) Kualitas hasil kerja.

c) Waktu menyelesaikan pekerjaan.

d) Keluhan pimpinan atas hasil pekerjaan.

e) Teguran pimpinan atas hasil pekerjaan.

3. Penilaian Kemampuan Kerja

Penilaian kemampuan kerja amat penting bagi suatu

organisasi. Dengan penilaian kemampuan tersebut suatu organisasi

dapat melihat sampai sejauh mana faktor manusia dapat menunjang

tujuan suatu organisasi. Penilaian terhadap kemampuan dapat

memotivasi karyawan agar terdorong untuk bekerja lebih baik. Oleh

karena itu diperlukan penilaian prestasi yang tepat dan konsisten.

Penilaian kemampuan merupakan sebuah proses formal untuk

melakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi kerja seseorang


31

secara periodik. Proses penilaian kemampuan ini ditujukan untuk

memahami prestasi kerja seseorang, dimana kegiatan ini terdiri dari

identifikasi, observasi, pengukuran dan pengembangan hasil kerja

karyawan dalam sebuah organisasi (Panggabean : 2002). Tahapan

pada proses penilaian meliputi:

a. Identifikasi

Identifikasi merupakan tahap awal dari proses yang terdiri atas

penentuan unsur-unsur yang akan diamati. Kegiatan ini diawali

dengan melakukan analisis pekerjaan agar dapat mengenali

unsurunsur yang akan dinilai dan dapat mengembangkan skala

penilaian. Apa yang dinilai adalah yang berkaitan dengan

pekerjaan, bukan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

b. Observasi

Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara

seksama dan periodik. Semua unsur yang dinilai harus diamati

secara seksama agar dapat dibuat penilaian yang wajar dan tepat.

Observasi yang jarang dilakukan dan tidak berkaitan dengan

prestasi kerja akan menghasilkan hasil penilaian sesaat dan tidak

akurat.

c. Pengukuran

Dalam pengukuran, para penilai akan memberikan penilaian

terhadap tingkat kemampuan karyawan yang didasarkan pada hasil

pengamatan pada tahap observasi.


32

d. Pengembangan

Pihak penilai selain memberikan penilaian terhadap kemampuan

kerja karyawan juga melakukan pengembangan apabila ternyata

terdapat perbedaan antara yang diharapkan oleh pimpinan dengan

hasil kerja karyawan. kemampuan kerja dihasilkan oleh adanya 3

(tiga) hal, yaitu:

1) Kemampuan (ability) dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk

berprestasi (capacity to perform).

2) Kemampuan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya

sebagai kesediaan untuk berprestasi (willingness to perform).

Maka hal-hal pokok yang harus dinilai dalam kegiatan penilaian

individu pegawai meliputi faktor performance, ability, motivation dan

potency pegawai.

4. Indikator Kemampuan Kerja

Kemampuan kerja (ability) merupakan tenaga untuk melakukan

suatu perbuatan, dimana kemampuan meliputi pengetahuan dang

penguasaan pegawai atas teknis pelaksanaan tugas yang di berikan

(stoner, 2005 : 11). Kemampuan seorang yang di miliki oleh

seseorang dan merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil

latihan maupun praktek (Robbins, 2006 : 88) dalam penelitian raharjo,

paramita dan warso (2016) indikator kemampuan kerja pegawai di

antaranya:

a. Pengetahuan
33

Pengetahuan merupakan fondasi yang mana akan membangun

keterampilan dan kemampuan, pengetahuan terorganisasi dari

informasi, fakta, prinsip atau prosedur yang jika di rangkap

membuat kinerja yang memadai pekerjaan

b. Pelatihan

Proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur

sistematis dan terorganisir sehingga tenaga kerja non manajerial

mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan

tertentu

c. Pengalaman

Tingkat penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang

dalam pekerjaanya yang dapat di ukur dari masa kerja dan tingkat

pengetahuan serta keterampilan

d. Keterampilan

Kemampuan seseorang dalam menguasai pekerjaan, penguasaan

alat dan menggunakan mesin tanpa kesulitan

e. Kesanggupan kerja

Kondisi dimana seorang dalam menguasai pekerjaan, penguasaan

alat dan menggunakan mesin tanpa kesulitan.

D. Tinjauan Umum Tentang Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Dalam suatu organisasi, faktor kepemimpinan memegang

peranan yang penting karena pemimpin itulah yang akan


34

menggerakkan dan mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan

dan sekaligus merupakan tugas yang tidak mudah. Karena harus

memahami setiap perilaku bawahan yang berbeda-beda.

Bawahan dipengaruhi sedemikian rupa sehingga bisa

memberikan pengabdian dan partisipasinya kepada organisasi secara

efektif dan efisien. Dengan kata lain, bahwa sukses tidaknya usaha

pencapaian tujuan organisasi ditentukan oleh kualitas kepemimpin.

Menurut Sutrisno (2016:218) “Kepemimpinan ialah sebagai

proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas yang berkaitan

dengan tugas dari para anggota kelompok”.

Menurut Fahmi (2016:122), “Kepemimpinan merupakan suatu

ilmu yang mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana

mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk

mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan”.

Menurut Hasibuan (2010 : 170), “ Kepemimpinan adalah cara

seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau

bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Adapun

Kepemimpinan Pancasila ialah Kepemimpinan yang memiliki jiwa

Pancasila, yang memiliki wibawa dan daya untuk membawa serta dan

memimpin masyarakat lingkungannya ke dalam kesadaran kehidupan

kemasyarakatan dan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945”.


35

Untuk memahami definisi kepemimpinan secara lebih dalam,

ada beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli

(Fahmi 2016:122), yaitu:

a. Stephen P. Robbins mengatakan, kepemimpinan adalah

kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah

tercapainya tujuan.

b. Ricard L. Daft mengatakan, kepemimpinan (leadership) adalah

kemampuan mempengaruhi orang yang mengarah kepada

pencapain tujuan.

c. G. R Terry memberikan definisi: Leadership is the activity of

influencing people to strive willingly for mutual objctives.

d. Ricky W. Griffin mengatakan, pemimpin adalah individu yang

mampu mempengaruhi perilaku oaring lain tanpa harus

mengandalkan kekerasan; pemimpin adalah individu yang diterima

oleh orang lain sebagai pemimpin.

Menurut Hersey dan Blanchart (Sunyoto, 2016:34),

“Kepemimpinan adalah setiap upya seseorang yang mencoba untuk

memengaruhi tingkah laku sesorang atau kelompok, upaya untuk

memengaruhi tingkah laku ini bertujuan mencapai tujuan perorangan,

tujuan teman, atau bersama-sama dengan tujua organisasi yang

mungkin sama atau berbeda”.

Sedangkan menurut Effendi (2014:183) “Kepemimpinan adalah

suatu aktivitas memengaruhi dengan kamampuan untuk meyakinkan


36

orang lain guna mengarahkan dalam proses mencapai tujuan

organisasi yang telah ditentukan sebelumnya”. Dengan kata lain

kepemimpinan didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan penataan

berupa kemampuan memengaruhi tingkah laku orang lain dalam

situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan.

2. Fungsi dan Peran Pemimpin Dalam Organisasi

Fungsi pemimpin dalam organisasi kerap kali memiliki

spesifikasi berbeda dengan bidang kerja atau organisasi lain.

Perbedaan ini di sebabkan oleh beberapa macam hal, antara lain :

macam organisasi, situasi sosial dalam organisaasi, jumlah anggota

kelompok Ghiselli & Brown (Sutrisno 2016:219).

Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu

mengelola atau mengatur organisasi secara efektif dan mampu

melaksanakan kepemimpinan secara efektif pula. Untuk itu pemimpin

harus betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang

pemimpin.

Menurut Terry (Sutrisno, 2016:219) fungsi pemimpin dalam

organisasi dapat di kelompokkan menjadi empat, yaitu: (1)

perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) penggerakan; dan (4)

pengendalian.

Dalam menjalankan fungsinya pemimpin mempunyai tugas-

tugas tertentu, yaitu mengusahakan agar kelompok dapat mencapai


37

tujuan dengan baik, dalam kerja sama yang produktif, dan dalam

keadaan yang bagaimana pun yang dihadapi kelompok.

Menurut Gerungan (Sutrisno, 2016:219) tugas utama pemimpin

adalah: (1) memberi struktur yang jelas terhadap situasi-situasi rumit

yang dihadapi kelompok; (2) mengawasi dan menyalurkan tingkah

laku kelompok; dan (3) merasakan dan menerangkan kebutuhan

kelompok pada dunia luar, baik mengenai sikap-sikap, harapan,

tujuan, dan kekhawatiran kelompok.

Pemimpin dalam suatu organisasi memiliki peranan yang

sangat penting, tidak hanya secara internal bagi organisasi yang

bersangkutan akan tetapi juga dalam menghadapi berbagai pihak

diluar organisasi yang kesemuanya dimaksudkan untuk meningkatkan

kemampuan organisasi mencapai tujuan.

Menurut (Sutrisno, 2016:219-221) peranan tersebut dapat di

kategorikan dalam tiga bentuk, yaitu:

a. Peranan yang Bersifat Interpersonal

Salah satu tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang manajer

ialah keterampilan insani. Keterampilan tersebut mutlak perlu

karena pada dasarnya dalam menjalankan kepemimpinannya,

seorang manajer berinteraksi dengan manusia lain, bukan hanya

dengan para bawahannya, akan tetapi juga berbagai pihak yang

berkepentingan, yang dikenal dengan istilah stakeholder, didalam


38

dan luar organisasi. Itulah yang dimaksud dengan peran

interpersonal yang menampakkan diri.

b. Peranan yang Bersifat Informasional

Informasi merupakan aset organisasi yang kritikal sifatnya.

Dikatakan demikian karena di masa yang akan datang sukar

membayangkan adanya kegiatan organisasi yang dapat terlaksana

dengan efisien dan efektif tanpa dukungan informasi yang muthakir,

lengakap dan dapat di percaya karena diolah dengan baik.

c. Peranan Pengambilan keputusan

Peranan ini mengambil tiga bentuk suatu keputusan, yaitu

sebagai berikut: (1) sebagai interprenuer, seorang pemimpin

diharapkan mampu mengkaji terus-menerus situasi yang dihadapi

oleh organisasi; (2) peredam gannguan, kesedian memikul

tanggung jawab untuk mengambil tindakan korektif apabila

organisasi menghadapi gangguan serius yang tidak dapat

ditangani; (3) pembagi sumber dana dan daya, wewenang atau

kekuasaan itu paling sering menampakkan diri pada kekuasaan

untuk mengalokasikan dana dan daya.

3. Tugas-Tugas Kepemimpinan

Tugas-tugas kepemimpinan cukup banyak, dalam menjalankan

tugas-tugas tersebut seorang pemimpin harus bijaksana dan

bertanggung jawab dalam melaksankannya. Menurut (Sutrisno,


39

2016:229), namun dalam hal ini akan diuraikan beberapa tugas-tugas

penting saja, antara lain:

a. Sebagai Konselor

Konselor merupakan tugas seorang pemimpin dalam suatu unit

kerja, dengan membantu atau menolong SDM untuk mengatasi

masalah yang dihadapinya dalam melakukan tugas yang

dibebankan kepadanya.

b. Sebagai Instrukrur

Seorang pemimpin pada peringkat mana pun ia berada,

sebenarnya pada jabatannya itu melekat tugas sebagai instruktur,

atau sebagai pengajar yang baik terhadap SDM yang ada di

bawahnya.

c. Memimpin Rapat

Seorang pemimpin pada tingkat mana pun, pada suatu waktu

perlu mengadakan rapat dan memimpinnya. Suatu rencana yang

akan disuse biasanya didahului oleh rapat, agar pelaksanaan

rencana itu lebih mudah dilaksanakan.

d. Mengambil Keputusan

Di antara seluruh tugas yang akan disandang oleh MSDM,

maka yang mungkin terberak adalah tugas mengambil keputusan.

Pengambilan keputusan ini merupakan satu-satunya hal yang

membedakan seorang pemimpin. Oleh sebab itu, keberhasilan


40

seorang pemimpin sangat di tentukan oleh keterampilan mengambil

keputusan, di saat-saat amat krisis.

e. Medelegasikan Wewenang

Pendelegasian disebut juga pelimpahan. Seorang pemimpin

yang bijaksana haruslah mendelegasian sebagian tugas dan

wewenang kepada bawahannya.

Berdasarkan tugas-tugas seorang pemimpin dapat dilihat dari

penerapan fungsi-fungsi yang dimiliki. Menurut Duha (2016:105),

fungsi-fungsi pemimpin terdiri dari:

1. Pengatur

Pemimpin bertugas untuk membuat segala sesuatu yang

berhubungan dengan pekerjaan agar berlagsung dengan teratur,

tertib, baik.

2. Pelindung

Sebagai aturan pada bawahannya, pemimipin harus mampu

meyakinkan dan memberi rasa aman dan nyaman bagi

bawahannya.

3. Pemelihara

Pemimpin akan berusaha untuk mempertahankan keberadaan dan

keterlibatan bawahannya untuk terus bekerja di dalam organisasi.

4. Pembaharu
41

Untuk biasa mencapai organisasi dengan baik, fungsi lain yang

harus dimiliki seseorang pemimpin adalah fungsi pembaharu yang

mencakup:

a. Perencanaan, dilakukan agar penyusun dan pelaksanaan

pekerjaan dapat berjalan dengan baik.

b. Pemimpin yang harus arif dan bijaksana dengan tidak bertahan

pada kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukannya, tetapi

bersedia menerima saran dan kritik bawahan.

c. Pemimpin mendorong agar situasi dan keadaan, beserta

lingkungan kerja serta berbagai perangkat pekerjaan harus

disesuaikan dengan perkembangan yang sedang trjadi di luar.

d. Pengawas yang dilakukan pemimpin bertujuan mengawal

pelaksanaan pekerjaan dan kinerja para bawahannya.

4. Indikator Kepemimpinan

Indikator merupakan variabel kendali yang dapat digunakan

untuk mengukur perubahan yang terjadi pada sebuah kejadian

maupun kegiatan. Peneliti mengangkat beberapa indikator dari

kepemimpinan yang sudah dijelaskan dari beberapa para ahli

sebelumnya. Adapun indikator kepemimpinan tersebut adalah:

a. Otokratik

Pemimpin yang otokratik adalah seorang yang memimpin

secara otoriter dan cenderung bersifat egois serta tidak

mendengarkan masukan dari bawahannya.


42

b. Paternalistik

Pemimpin yang paternalistik adalah seorang pemimpin yang

bersikap melindungi bawahan dan pada umumnya komunikasi

dengan bawahan seperti orang tua dan anak

c. Karismatik

Pemimpin yang karismatik merupakan kekuatan energy, daya

tarik yang luar biasa yang akan diikuti oleh para pengikutnya.

d. Laissez Feire

Pemimpin yang berperan pasif dan membiarkan kegiatan

berjalan apa adanya.

e. Demokratik

Pemimpin yang mendengarkan pendapat, saran dan bahkan

kritik orang lain, terutama pada bawahannya.

E. Tinjauan Umum Tentang Disiplin

1. Pengertian Disiplin Kerja

Keteraturan adalah ciri utama organisasi dan disiplin adalah

salah satu metode untuk memelihara keteraturan tersebut. Disiplin

kerja pada karyawan sangat dibutuhkan, karena apa yang menjadi

tujuan organisasi akan sukar dicapai bila tidak ada disiplin kerja.

Menurut Sutrisno (2016:97) “Disiplin kerja merupakan alat yang

digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar

mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu

upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan sesorang


43

menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang

berlaku”.

Disiplin kerja harus diperhatikan oleh seluruh anggota

organisasi agar tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya

dapat tercapai. Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat

yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan suatu

organisasi.

Agustini (2011:70) mengemukakan bahwa disiplin kerja

merupakan suatu sikap dan perilaku yang berniat untuk mentaati

segala peraturan organisasi yang didasari atas kesadaran diri untuk

menyesuaikan dengan peraturan organisasi.

Keith Davis (Mangkunegara 2013:129) mengemukakan bahwa,

“Dicipline is management action to enforce organization standard”.

Disiplin dalam bekerja sangatlah penting sebab dengan

kedisiplinan tersebut diharapkan sebagian besar peraturan ditaati oleh

para pegawai, bekerja sesuai dengan prosedur, sehingga pekerjaan

terselesaikan secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan

produktivitas. Oleh karena itu bila karyawan tidak menggunakan

aturan-aturan yang ditetapkan dalam perusahaan, maka tindakan

disiplin merupakan langkah terakhir yang bisa diambil terhadap

seorang pegawai yang performa kerjanya dibawah standar. Disiplin

kerja dapat dilihat dari, kepatuhan karyawan terhadap tata tertib yang

berlaku termasuk tata waktu dan tanggung jawab pada pekerjaannya,


44

bekerja sesuai dengan prosedur yang ada, memelihara pekerjaan

dengan baik.

Hasibuan (2010:193) mengemukakan Kedisiplinan adalah

kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan

perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan harus

ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan. Tanpa dukungan

disiplin karyawan yang baik, sulit perusahaan untuk mewujudkan

tujuannya.

Menurut Siagian (2014:305), setiap organisasi perlu memiliki

berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh para anggotanya, standar

yang harus dipenuhi. Disiplin merupakan tindakan manajemen untuk

mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai

ketentuan tersebut.

2. Macam-Macam Disiplin Kerja

Menurut Mangkunegara (2013:129) mengutarakan ada dua

bentuk disiplin kerja dalam organisasi, yaitu disiplin preventif dan

disiplin korektif.

a. Disiplin Preventif

Disiplin Preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan

pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan

yang telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah

untuk menggerakkan pegawai berdisiplin diri. Dengan cara


45

preverentif, pegawai dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-

peraturan perusahaan.

b. Disiplin Korektif

Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakkan pegawai

dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap

mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada

perusahaan. Pada disiplin korektif, pegawai yang melanggar disiplin

perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Tujuannya ialah untuk memperbaiki pegawai pelanggar,

memelihara peraturan yang berlaku, dan memberikan pelajaran

kepada pelanggar.

3. Peraturan Pemerintah Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Dalam rangka mewujudkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang

handal, professional dan bermoral sebagai penyelenggara pemerintah

yang menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, maka

PNS sebagai unsur aparatur Negara dituntut untuk setia kepada

Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pemerintah, bersikap

disiplin, jujur, adil, transparan dan akuntabel dalam melaksanakan

tugas.

Peraturan Pemerintah tentang disiplin PNS ini antara lain

memuat kewajiban, larangan dan hukuman disiplin yang dapat

dijatuhkan kepada PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran,


46

agar yang bersangkutan mempunyai sikap menyesal dan berusaha

tidak mengulangi dan memperbaiki diri pada masa yang akan datang.

Dalam Peraturan Pemerintah ini secara tegas disebutkan jenis

hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan terhadap suatu pelanggaran

disiplin. Hal ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi pejabat yang

berwenang menghukum serta memberikan kepastian dalam

menjatuhkan hukuman disiplin. Demikian juga dengan batasan

kewenangan bagi pejabat yang berwenang menghukum telah

ditentukan dalam peraturan pemerintah ini.

Penjatuhan hukuman berupa jenis hukuman disiplin ringan,

sedang atau berat sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang

dilakukan oleh PNS yang bersangkutan dengan mempertimbangkan

latar belakang dan dampak dari pelanggaran yang dilakukan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 yang

mengatur tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil, Disebutkan bahwa

setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) wajib:

a. Mengucapkan sumpah/janji PNS:

1) Mengucapkan sumpah/janji jabatan.

2) Setia dan taat sepenuhnya kepada pancasila, Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara

Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah.

3) Menaati segala peraturan perudang undangan.


47

4) Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada

PNS dengan penuh pengabdian, kesadaram, dan

tanggungjawab.

5) Menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan

martabat PNS.

6) Mengutamakan kepentingan Negara dari pada kepentingan

sendiri, seseorang, dan/atau golongan.

7) Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau

menurut perintah harus dirahasiakan.

8) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk

untuk kepentingan Negara.

9) Masuk kerja dan mentaati ketentuan jam kerja.

10) Mencapai sasaran kerja pegawai yang di tetapkan.

11) Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara

dengan sebaik-baiknya.

12) Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.

b. Dan setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilarang:

1) Menyalah gunakan wewenang.

2) Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi

dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang

lain.

3) Tanpa izin pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk

Negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional.


48

4) Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga

swadaya masyarakat asing.

5) Memiliki, menjual, membeli, mengadaikan, menyewakan, atau

meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak

bergerak, dokumen atau surat berharga milik Negara secara

tidak sah.

6) Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,

bawahan, atau orang lain di dalam maupun luar lingkungan

kerjanya dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, golongan,

atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung

merugikan Negara.

7) Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu siapapun

baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih

apapun untuk diangkat dalam jabatan.

8) Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun

juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau

pekerjaannya.

9) Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.

10) Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan

yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak

yang dilayani sehingga mengakibatkan salah satu pihak yang

akan dilayani sehingga mengakibatkan keriguian bagi yang

dilayani.
49

11) Menghalangi berjalannya tugas kedinasan.

12) Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden,

dengan cara;

a) Ikut serta sebagai pelaksanaan kampanye.

b) Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut

partai atau atribut PNS.

c) Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain

d) Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas

Negara.

13) Memberikan dukungan kepada calon Presiden /Wakil Presiden

dengan cara:

a) Membuat keputusan dan/atau tindakan yang

menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon

selama masa kampanye.

b) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada

keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi

peserta pemilu.

14) Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan

Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala

Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto

copy Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan Tanda

Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan.


50

15) Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil

Kepala Daerah, dengan cara, terlibat dalam kegiatan kampanye

untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

Pegawai Negeri Sipil yang tidak mentaati ketentuan

sebagaimana akan dijatuhi hukuman disiplin. Tindak hukuman disiplin

terdiri dari:

a. Hukuman disiplin ringan

b. Hukuman disiplin sedang, dan

c. Hukuman disiplin berat

Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari:

1) Teguran lisan

2) Teguran tertulis

3) Pernyataan tidak puas secara tertulis

Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari:

1) Penundaan kenaikan gaji berkala 1 (satu) tahun.

2) Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

3) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selam 1 (satu) tahun

Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari:

1) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selam 3 (tiga) tahun

2) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih

rendah.

3) Pembebasan dari jabatan.


51

4) Pemberhetian dengan hormat tidak atas pemintaan sendiri sebagai

PNS, dan

5) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Untuk mewujudkan PNS yang handal, professional dan

bermoral tersebut mutlak diperlukan peraturan disiplin PNS yang

dapat dijadikan pedoman dalam menegakkan disiplin, sehingga dapat

menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas

serta dapat mendorong PNS untuk lebih produktif berdasarkan system

karier dan system prestasi kerja.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Menurut Sutrisno (2016:86), Asumsinya bahwa pemimpin

mempunyai pengaruh langsung atas sikap kebiasaan yang di peroleh

karyawan. Kebiasaan itu ditentukan oleh pemimpin, baik dengan iklim

atau suasana kepemimpinan maupun melalui contoh diri pribadi.

Karena itu, untuk mendapat disiplin yang baik, maka pemimpin harus

memberikan kepemimpinan yang baik pula.

Menurut Singodimedjo (Sutrisno, 2016:89), faktor yang

memengaruhi disiplin pegawai adalah:

a. Besar kecilnnya pemberian kompensasi

Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin.

Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila

ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih

payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan.


52

b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan.

Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam

lingkungan perusahaan, semua karywan akan selalu memerhatikan

bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan

bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan,

dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah

ditetapkan.

c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat di jadikan pegangan

Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksan dalam perusahaan,

bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan

pegangan bersama. Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila

peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat

berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi.

d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan.

Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu

ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai

dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya.

e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan.

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada

pengawasan, yang akan mengarahkan para karywan agar dapat

melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang

telah ditetapkan.
53

f. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan.

Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter

antara yang satu dengan yang lain. Seorang karywan tidak hanya

puas dengan penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang

menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian

yang besar dari pimpinannya sendiri.

g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegakknya

disiplin. Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain:

1) Saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan.

2) Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya.

3) Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-

pertemuan,

4) Memberi tahu bila ingin meningglkan tempat kepada rekan

sekerja.

5. Pendekatan-Pendekatan Disiplin

Disiplin pada dasarnya merupakan tindakan manajemen untuk

mendorong para anggota organisasi memenuhi berbagai ketentuan

yang berlaku, maka setiap organisasi perlu memiliki berbagai

ketentuan yang harus ditaati oleh para anggotanya agar penegakan

disiplin dapat dijalankan. Menurut Robert L. Mathis & John H. Jackson

(Agustini, 2011:76), pendekatan-pendekatan dalam disiplin di bagi

atas dua bagian, yaitu:


54

a. Pendekatan disiplin positif yang terdiri dari langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Konseling

2) Dokumentasi tertulis

3) Peringatan terakhir

4) Pemberhentian

b. Pendekatan Disiplin Progresif

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai pendekatan-pendekatan

dalam disiplin yang telah disebutkan di atas:

1) Pendekatan disiplin positif

Pendekatan disiplin positif berdasarkan filosofi bahwa

pelanggaran merupakan tindakan yang biasanya dapat dikoreksi

secara konstruktif tanpa perlu hukuman.

2) Pendekatan disiplin progresif

Disiplin progresif melembagakan sejumlah langkah dalam

mementuk perilaku karyawan. Kebanyakan prosedur disiplin

progresif menggunakan peringatan lisan dan tertulis sebelum

berlanjut ke PHK.

Sedangkan menurut Mangkunegara (2013:130) mengatakan

ada tiga pendekatan disiplin, yaitu pendekatan disiplin modern, displin

dengan tradisi, dan disiplin bertujuan.


55

a. Pendekatan disiplin Modern

Pedekatan disiplin modern yaitu mempertemukan sejumlah

keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini

berasumsi:

1) Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk

hukuman secara fisik.

2) Melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses

hokum yang berlaku.

3) Keputusan-keputusan yang semuanya terhadap kesalahan atau

prasangka harus diperbaiki dengan menagadakan proses

penyuluhan dengan mendapatkan fakta-faktanya.

4) Melakukan proses terhadap keputusan yang berat sebelah pihak

terhadap kasus disiplin.

b. Pendekatan Disiplin dengan Tradisi

Pendekatan disiplin dengan tradisi, yaitu pendekatan disiplin

dengan cara memberikan hukuman. Pendekatan ini berasumsi:

1) Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dantidak pernah

ada peninjauan kembali bila telah di putuskan.

2) Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaannya

harus disesuaikan dengan tingkat pelanggrannya.

3) Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada

pelanggar maupun kepada pegawai lainnya.


56

4) Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang

lebih keras.

5) Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua

kalinya harus diberi hukuman yang lebih berat.

c. Pendekatan Disiplin Bertujuan

Pendekatan disiplin bertujuan berasumsi bahwa:

1) Disiplin kerja harus dapat diterima dan di pahami oleh semua

pegawai

2) Disiplin bkanlah suatu hukuman, tetapi merupakan pembentukan

perilaku

3) Disiplin ditujukan untuk perubahan perilaku yang lebih baik

4) Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab

terhadap perbuatannya.

6. Indikator Disiplin Kerja

Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat

kedisiplinan karyawan suatu organisasi. Adapun indikator disiplin

menurut Agustini (2011:73), sebagai berikut:

a. Tingkat kehadiran

Tingkat kehadiran yaitu jumlah kehadiran karyawan untuk

melakukan aktivitas pekerjaan dalam perusahaan yang di tandai

dengan rendahnya tingkat ketidakhadiran karyawan.

b. Tata cara kerja


57

Tata cara kerja yaitu aturan atau ketentuan yang harus dipatuhi

oleh seluruh anggota organisasi.

c. Ketaatan pada atasan

Ketaatan pada atasan yaitu mengikuti apa yang diarahkan atasan

guna mendapatkan hasil yang baik.

d. Kesadaran bekerja

Kesadaran bekerja yaitu sikap seseorang yang secara sukarela

mengerjakan tugasnya dengan baik bukuan atas paksaan.

e. Tanggugjawab

Tanggugjawab yaitu kesediaan karyawan mempertanggung-

jawabkan hasilkerjanya, sarama dan prasaran yang di pergunakan,

serta perilaku kerjanya.

F. Tinjauan Umum Tentang Kinerja Pegawai

1. Pengertian Kinerja Pegawai

Kinerja didefinisikan sebagai apa yang dilakukan atau tidak

dilakukan pegawai. Kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi

seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi.

Menurut Afandi (2018:83) Kinerja adalah hasil kerja yang dapat

dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan

sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

upaya pencapaian tujuan organisasi secara illegal, tidak melanggar

hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika.


58

Menurut Mangkunegara (2009:67) pengertian kinerja (prestasi

kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai

oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kemudian

Menurut Wibowo (2010:4) Kinerja adalah implementasi dari rencana

yang telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh

sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi,

motivasi, dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan

memperlakukan sumber daya manusianya akan memengaruhi sikap

dan perilakunya dalam menjalankan kinerja. Selanjutnya Menurut

Rivai (2012:309), kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan

setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai

sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

Sementara menurut Simanjuntak (2010:1), kinerja adalah

tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertuntu.Kinerja

perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka

mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah

keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja

perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masingmasing individu

dan kelompok kerja perusahaan tersebut.

Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja

yang padanannya dalam bahasa inggris performance. Istilah

performance sering di Indonesiakan sebagai performa. Kinerja adalah


59

keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator

suatu profesi dalam waktu tertentu (Wirawan, 2009:5)

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat diketahui bahwa

kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang pegawai

sesuai dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya dalam waktu

tertentu. Kinerja juga merupakan perwujudan kerja yang dilakukan

oleh pegawai yang biasanya digunakan sebagai dasar penilaian

terhadap pegawai atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan suatu

langkah utama untuk menuju tercapainya suatu tujuan organisasi.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor

kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a. Faktor Kemampuan (Ability). Secara psikologis, kemampuan

(ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality

(knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan pegawai yang memiliki

IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior,

gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk

jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari,

maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

b. Faktor Motivasi (Motivation). Motivasi diartikan suatu sikap

(attitude) pimpinan dan pegawai terhadap situasi kerja (situation) di

lingkungan organ isasinya. Mereka yang bersikap positif (pro)

terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi


60

dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap

situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah.

Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja,

fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan

kerja dan kondisi kerja.

Pendapat William Stern dalam teorinya tersebut

(Mangkunegara (2009:16-17), sebenarnya merupakan perpaduan dari

pandangan teori heriditas dari Schopenhauer dan teori. Penulis,

sependapat dengan pandangan teori konvergensi dari William Stern

bahwa faktor-faktor penentu prestasi kerja individu adalah faktor

individu dan faktor lingkungan kerja organisasinya.

1) Faktor Individu. Secara psikologis, individu yang normal adalah

individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis

(rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang

tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki

konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan

modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan

mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam

melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam

mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, tanpa adanya

konsentrasi yang baik dari individu dalam bekerja, maka mimpi

pimpinan mengharapkan mereka dapat bekerja produktif dalam

mencapai tujuan organisasi.


61

2) Faktor Lingkungan Organisasi. Faktor lingkungan kerja organisasi

sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja.

Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian

jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang

menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja

harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan

fasilitas kerja yang relatif memadai.

3. Indikator-Indikator Kinerja Pegawai

Kinerja pegawai secara objektif dan akurat dapat dievaluasi

melalui tolak ukur tingkat kinerja. Pengukuran tersebut berarti

memberi kesempatan bagi para pegawai untuk mengetahui tingkat

kinerja mereka. Memudahkan pengkajian kinerja pegawai, lebih lanjut

Mitchel dalam buku Sedarmayanti (2001:51) yang berjudul

Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja,

mengemukakan indikator-indikator kinerja yaitu sebagai berikut:

a. Kualitas Kerja (Quality of work) adalah kualitas kerja yang dicapai

berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya yang tinggi

pada gilirannya akan melahirkan penghargaan dan kemajuan serta

perkembangan organisasi melalui peningkatan pengetahuan dan

keterampilan secara sistematis sesuai tuntutan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang semakin berkembang pesat.

b. Ketetapan Waktu (Pomptnees) yaitu berkaitan dengan sesuai atau

tidaknya waktu penyelesaian pekerjaan dengan target waktu yang


62

direncanakan. Setiap pekerjaan diusahakan untuk selesai sesuai

dengan rencana agar tidak mengganggu pada pekerjaan yang lain.

c. Inisiatif (Initiative) yaitu mempunyai kesadaran diri untuk melakukan

sesuatu dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab.

Bawahan atau pegawai dapat melaksanakan tugas tanpa harus

bergantung terus menerus kepada atasan.

d. Kemampuan (Capability) yaitu diantara beberapa faktor yang

mempengaruhi kinerja seseorang, ternyata yang dapat diintervensi

atau diterapi melalui pendidikan dan latihan adalah faktor

kemampuan yang dapat dikembangkan.

e. Komunikasi (Communication) merupakan interaksi yang dilakukan

oleh atasan kepada bawahan untuk mengemukakan saran dan

pendapatnya dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

Komunikasi akan menimbulkan kerjasama yang lebih baik dan akan

terjadi hubungan-hubungan yang semangkin harmonis diantara

para pegawai dan para atasan, yang juga dapat menimbulkan

perasaan senasib sepenanggungan.

Pendapat tersebut mengatakan bahwa untuk mendapatkan

kinerja pegawai yang optimal yang menjadi tujuan organisasi harus

memperhatikan aspek-aspek kualitas pekerjaan, ketetapan waktu,

inisiatif, kemampuan serta komunikasi.

Sedangkan menurut Afandi (2018:89) indikator-indikator kinerja

pegawai adalah sebagai berikut:


63

a. Kuantitas hasil kerja

Segala macam bentuk satuan ukuran yang berhubungan dengan

jumlah hasil kerja yang bisa dinyatakan dalam ukuran angka atau

padanan angka lainnya.

b. Kualitas hasil kerja

Segala macam bentuk satuan ukuran yang berhubungan dengan

kualitas atau mutu hasil kerja yang dapat dinyatakan dalam ukuran

angka atau padanan angka lainnya.

c. Efesiensi dalam melaksanakan tugas

Berbagai sumber daya secara bijaksana dan dengan cara yang

hemat biaya.

d. Disiplin kerja

Taat kepada hokum dan peraturan yang berlaku .

e. Inisiatif

Kemampuan untuk memutuskan dan melakukan sesuatu yang

benar tanpa harus diberi tahu, mampu menemukan apa yang

seharusnya dikerjakan terhadap sesuatu yang ada di sekitar,

berusaha untuk terus bergerak untuk melakukan beberapa hal

walau keadaan terasa semakin sulit.

f. Ketelitian

Tingkat kesesuaian hasil pengukuran kerja apakah kerja itu udah

mencapai tujuan apa belum.

g. Kepemimpinan
64

Proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada

pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

h. Kejujuran

Salah satu sifat manusia yang cukup sulit untuk diterapkan.

i. Kreativitas

Proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau yang

melibatkan pemunculan gagasan.

4. Tujuan dan Sasaran Kinerja Pegawai

Tujuan kinerja menurut Wibowo (2011:48) adalah

menyesuaikan harapan kinerja individual dengan tujuan organisasi.

Kesesuaian antara upaya pencapaian tujuan individu dengan tujuan

organisasi akan mampu mewujudkan kinerja yang baik. Menurut

Wibowo (2010:50) ada beberapa tingkatan tujuan antara lain:

a. Corporate level merupakan tingkatan dimana tujuan dihubungkan

dengan maksud dan nilai-nilai dan rencana strategis dari organisasi

secara menyeluruh untuk di capai.

b. Senior manajemen level merupakan tingkatan dimana tujuan pada

tingkat ini mendefinisikan kontribusi yang diharapkan dari tingkat

manajemen senior untuk mencapai tujuan organisasi.

c. Business-unit, functional atau departement level merupakan

tingkatan dimana tujuan pada tingkatan ini dihubungkan dengan

tujuan organisasi, target dan proyek yang harus diselesaikan oleh

unit bisnis, fungsi atau depertemen.


65

d. Team level merupakan tingkatan dimana tujuan tingkat tim

dihubungkan dengan maksud dan akuntabilitas tim, dan kontribusi

yang diharapkan dari tim.

e. Individual level yaitu tingkatan dimana tujuan dihubungkan pada

akuntabilitas pelaku, hasil utama, atau tugas pokok yang

mencerminkan pekerjaan individual dan fokus pada hasil yang

diharapkan untuk dicapai dan kontribusinya pada kinerja tim,

depertemen atau organisasi.

Menurut Mangkunegara (2009:20), adapun bagi para pegawai,

tujuan pelaksanaan manajemen kinerja adalah:

1) Membantu para pegawai untuk mengerti apa yang seharusnya

mereka kerjakan dan mengapa hal tersebur dikerjakan serta

memberikan kewenangan dalam mengambil keputusan.

2) Memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk

mengembangkan keahlian dan kemampuan baru.

3) Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerja dan kebutuhan

sumber daya yang memadai.

4) Pegawai memperoleh pemahaman yang baik mengenai pekerjaan

dan yanggung jawab kerja mereka.

G. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun

2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara


66

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, Rawat Inap, dan

gawat darurat, dan adapun tugas fungsi rumah sakit Menurut Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit

mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan

kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Rumah sakit diselenggarakan berdasarkan pancasila dan

didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profersionalitas,

manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan,

perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi

social.pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan:

1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan.

2. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,

masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di

rumah sakit.

3. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar peleyanan

rumah sakit.

4. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber

daya manusia rumah sakit, dan rumah sakit

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44

Tahun 2009 , rumah sakit mempunyai fungsi yaitu


67

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standard pelayanan rumah sakit;

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga

sesuai kebutuhan medis;

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian

pelayanan Kesehatan

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun

2009, berdasarkan jenis pelayanannya, Rumah Sakit dapat

digolongkan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan

pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

Biasanya rumah sakit umum melayani segala jenis penyakit umum,

memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang

gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepat-

cepatnya dan memberikan pertolongan pertama. Di dalamnya juga

terdapat layanan rawat inap dan perawatan intensif, fasilitas bedah,

ruang bersalin, laboratorium, dan sarana-prasarana.


68

b. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan

pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu

berdasarkan disiplin ilmu,golongan umur, organ, jenis penyakit,

atau kekhususan lainnya. Dari namanya sudah tergambar bahwa

rumah sakit khusus atau rumah sakit spesialis hanya melakukan

perawatan kesehatan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya,

rumah sakit untuk trauma (trauma center), rumah sakit untuk ibu

dan anak, rumah sakit manula, rumah sakit kanker, rumah sakit

kanker, rumah sakit jantung, rumah sakit gigi dan mulut, rumah

sakit mata, rumah sakit jiwa, rumah sakit bersalin, dan lain-lain:

1) Rumah Sakit Pendidikan dan Penelitian, rumah sakit ini berupa

rumah sakit umum yang terkait dengan kegiatan pendidikan dan

penelitian di fakultas kedokteran pada suatu universitas atau

lembaga pendidikan tinggi;

2) Rumah Sakit Lembaga atau Perusahaan, ini adalah rumah sakit

yang didirikan oleh suatu lembaga atau perusahaan untuk

melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga

tersebut;

3) Klinik, merupakan tempat pelayanan kesehatan yang hampir

sama dengan rumah sakit, tetapi fasilitas medisnya lebih

sederhana.

Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dibagi atas:


69

1. Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat

nirlaba yang diselenggarakan berdasarkan pengelolaan badan

layanan umum atau badanl ayanan umum daerah sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan.

2. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan

hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas

atau persero. Jika ditinjau dari kemampuan yang dimiliki, rumah

sakit di indonesia dibedakan atas lima macam, yakni:

a. Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis

luas. Oleh pemerintah, rumah sakit kelas A ini telah ditetapkan

sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi atau disebut pula

sebagai Rumah Sakit Pusat.

b. Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis luas dan terbatas.

Direncanakan rumah sakitkelas B didirikan di setiap Provinsi

yang menampung pelayanan rujukan.

c. Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas.Pada saat

ini ada empat macam pelayanan 27 spesialis ini yang disediakan

yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan

kesehatan anak serta pelayanan kebidanan kandungan.Rumah


70

sakit kelas C ini menampung pelayanan rujukan dari Pusat

Kesehatan Masyarakat (puskesmas).

d. Rumah sakit kelas D adalah rumah sakit yang bersifat transisi

karena pada satu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit

kelas C. Pada sat ini kemampuan rumah sakit kelas D hanya

memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi.


71

H. Sintesa Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Sintesa Penelitian Terdahulu

Peneliti (Tahun) dan Desain


No Judul dan Nama Jurnal Sampel Temuan
Sumber Jurnal Penelitian

1 Ferils, M. (2022) “Determinan Kinerja Metode Survey Anggota POLRI Kepemimpinan dan
Pegawai Pada Rumah 34 orang dan disiplin kerja
https://journal3.uin- Sakit Bhayangkara Pegawai Negeri berpengaruh positif dan
alauddin.ac.id/ Hoegeng Imam Santoso Sipil 9 orang signifikan secara
index.php/assets/ Kepolisian Daerah dengan jumlah parsial terhadap kinerja
article/view/ Provinsi Sulawesi Barat” sampel pegawai Rumah Sakit
32377/16030 keseluruhan 43 Bhayangkara Hoegeng
Jurnal Ekonomi, responden. Imam Santoso
Manajemen Dan Kepolisian Daerah
Akuntansi, 12(2), 262– Sulawesi Barat,
280. Kepemimpinan lebih
dominan berpengaruh
dari pada disiplin kerja
terhadap kinerja
pegawai Rumah Sakit
Bhayangkara Hoegeng
Imam Santoso
Kepolisian Daerah
Sulawesi Barat.
72

2 Parlina, L., Astuti, E. Faktor Determinan Metode Survey Sampel Variabel lingkungan
D., Luturmas, Y., Kinerja Karyawan (Studi sebanyak 30 kerja, bebankerja, dan
Palupi, F. H., TP, N. R. Kasus Pada Rumah Sakit responden motivasi kerja
I. A., Assery, S., Swasta Berbasis berpengaruh simultan
Somadiyono, S., & Korporat di Jakarta) terhadap kinerja
Arta, D. N. C. (2022) karyawan pada
MRCCC Siloam
Hospitals Semanggi
https:// Jurnal Kewarganegaraan, Jakarta
journal.upy.ac.id/ 6(2), 3833–4835.
index.php/pkn/article/
view/4029/pdf
3 Widiastuti, T., Irzanita, Analisis Faktor Pendekatan Sampel Sebagian besar subjek
I., & Novianti, L. Determinan Yang Cross digunakan (76,50%) tergolong
(2022). Mempengaruhi Sectional rumus Slovin, produktif. Selanjutnya
Produktivitas Kerja Study maka jumlah ada hubungan antara
Karyawan Rumah Sakit sampel pada kesehatan kerja,
Bakti Timah penelitian ini keselamatan kerja,
https://doi.org/ Pangkalpinang ditetapkan jaminan sosial, beban
10.54816/ sebanyak 200 kerja, masa kerja, dan
josh.v2i2.636 sampel tingkat pendidikan
dengan produktivitas
Journal Of Safety And kerja (P=0,018,
Health, 2(2), 47–64. P=0,005, P=0,004,
P=0,001, P=0,004, P
=0,009). Selain itu
variabel yang paling
berhubungan dengan
73

produktivitas kerja
adalah beban kerja (β =
1,079). Kesimpulanya
Beban kerja
merupakan variabel
yang paling dominan
berhubungan dengan
produktivitas kerja.
4 Thomas, G. N. (2015) Analisis Faktor Metode Survei 40 responden pada hipotesis pertama
Determinan yang bahwa budaya
Mempengaruhi Kinerja organisasi (X1) tidak
Organisasi Rumah Sakit menunjukkan
https://doi.org/ (RS) Swasta pengaruh yang
10.21512/bbr.v6i1.984 signifikan terhadap
kinerja RS swasta
Binus Business Review, (Y). Hipotesis kedua
6(1), 11–24. menunjukkan bahwa
komitmen organisasi
(X2) juga tidak
berpengaruh signifikan
terhadap kinerja RS
swasta (Y).
sedangkan pengujian
hipotesis ketiga
menunjukkan bahwa
akuntabilitas publik
(X3) mempunyai
pengaruh yang
74

signifikan terhadap
kinerja RS swasta
(Y). Hipotesis
keempat bahwa
budaya organisasi
(X1), komitmen
organisasi (X2), dan
akuntabilitas publik
(X3) secara bersama-
sama mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
kinerja organisasi RS
Swasta di Jakarta Barat
(Y).
5 Pritami, R. F., Harun, Analisis Determinan Pendekatan 160 responden Ada hubungan antara
M. F., Kurniawati, F., & Lingkungan Kerja Cross kepemimpinan
Idrus, I. (2021). Terhadap Kinerja Tenaga Sectional transformasional denga
Perawat Di Rumah Sakit Study n kepuasan kerja
Umum Bahteramas perawat (p=0,001),
Provinsi Sulawesi pemberda yaan
Tenggara struktura l dengan
kepua sa n kerja
https://doi.org/ perawat (p=0,001); pra
10.51454/ Jurnal Inovasi Sains Dan ktik profesiona l ideal
instek.v4i2.126 Teknologi (INSTEK), dengan kepuasan
4(2), 8–21. kerja perawat (p =
0,001); inova si dengan
75

kepuasan kerja perawat


(p=0,013); dan kualita
sempiris dengan
kepuasan kerja
perawat (p = 0,017).
Kesimpulannya adalah
analisis determinan
menyatakan bahwa ada
hubungan antara
lingkungan kerja
dengan kepuasan kerja
perawat.
6 Fahrozy, A. (2017) Hubungan Kualitas Penelitian Sampel hubungan positif
Pelayanan Rumah Sakit Kuantitatif penelitian dan signifikan antara
Dengan Kepuasan sebanyak 77 sistem layanan dengan
Pasien Pengguna BPJS orang kepuasan pasien (r =
Kesehatan konsumen 0,624, p = 0,000). Ini
file:///C:/Users/Chris Jurnal Ilmiah Psikologi, pengguna BPJS berarti bahwa semakin
%20Computer/ 5(1). Kesehatan. tinggi sistem layanan
Downloads/4339- yang diberikan,
11895-1-PB.pdf semakin tinggi pula
tingkat kepuasan
pasien. Sebaliknya,
semakin rendah
sistem layanan,
semakin rendah tingkat
kepuasan pasien
pengguna BPJS
76

kesehatan.
7 Oktaviana, I. A., & Determinan Kinerja Cross Total sampling Terdapat hubungan
Wahyono, B. (2020). Tenaga Kesehatan Di Sectional yaitu sebanyak antara kemampuan
Puskesmas. Higeia 24 orang. (p= 0,014), motivasi
(p=0,023), dan
kepemimpinan (p=
0,043) dengan kinerja
https://doi.org/ Journal Of Public Health tenaga kesehatan di
10.15294/ Research And Puskesmas Kesambi.
higeia.v4iSpecial Development, 4(Special Saran penelitian ini
%204.34587 4), 835–845. adalah diharapkan
organisasi dapat
meningkatkan motivasi
dan kemampuan
pegawai, agar pegawai
dapat memberikan
kinerja yang terbaik
sehingga dapat
memberikan pelayanan
kesehatan yang
bermutu.
8 Armada, G. D. (2018). Determinan Kinerja Explanatory Karyawan yang Faktor-faktor yang
Sistem Informasi Research dapat berkorelasi positif
Akuntansi Pada Rumah mengakses mempengaruhi kinerja
Sakit Universitas sistem informasi sistem informasi
Brawijaya. akuntansi akuntansi adalah
Rumah Sakit keterlibatan pengguna,
Universitas kemampuan teknik
77

Brawijaya. personal, dan ukungan


https://jimfeb.ub.ac.id/ Jurnal Ilmiah Mahasiswa manajemen puncak.
index.php/jimfeb/ Feb, 6(2). Sedangkan faktor-
article/view/5165 faktor yang berkorelasi
negatif adalah
formalisasi
pengembangan sistem
informasi.
9 Wewengkang, D. A. Pengaruh Beban Kerja, Pendekatan 100 responden Beban kerja
Y., Kojo, C., & Uhing, Insentif, Dan Lingkungan Kuantitatif berpengaruh positif
Y. (2021). Kerja Terhadap Kinerja tidak signifikan
Pegawai Di-Tengah terhadap kinerja
Pandemi Covid-19 Di pegawai, variabel
Uptd Rumah Sakit insentif berpengaruh
Manembo-Nembo Tipe-C positif tidak signifikan
Bitung. terhadap kinerja
pegawai, dan variabel
lingkungan kerja
berpengaruh positif
https://doi.org/ Jurnal Emba: Jurnal Riset signifikan terhadap
10.35794/ Ekonomi, Manajemen, kinerja pegawai. Saran
emba.9.3.2021.34666 Bisnis Dan Akuntansi, bagi UPTD RS
9(3). Manembo-Nembo Tipe-
C Bitung, hendaknya
dapat memperhatikan
pembenahan banyak
jenis pekerjaan
pegawai yang harus
78

dilakukan demi
keselamatan pasien,
serta peningkatan
penghargaan untuk
pegawai terhadap hasil
pekerjaannya dan
dengan peningkatan
fasilitas yang lama
walau tak baru dan
lengkap.
10 Rosalia, M. R., Jati, S. Analisis Determinan Cross 83 orang Terdapat stress yang
P., & Budiyanti, R. T. Kejadian Stres Kerja Sectional tinggi sebanyak 43
(2022). pada Pegawai Rumah Study respnden (51,81%)
Sakit Nasional yang dialami oleh
Diponegoro Semarang pegawai Rumah Sakit
Selama Pandemi Covid- Nasional Diponegoro
19. dengan faktor yang
menyebabkan terdapat
hubungan signifikan
antara stress kerja
Jurnal Riset Kesehatan dengan beban kerja
Masyarakat, 2(2). sebanyak 28
responden (59.6%).
Terdapat hubungan
antara stress
kerja dengan shif kerja
sebanyak 30
responden (62.5%),
79

sedangkan variable
tidak ada hubungan
antara stress kerja
dengan dukungan
sosial sebesar 28
responden (58.6%) dan
variable antara aktivitas
luar kerja dengan stres
kerja sebesar 28
respoonde (57.1%)
pada pegawai Rumah
Sakit Nasional
Diponegoro Semarang
80

I. Kerangka Teori

The Liang Gie dan Buddy Prawisentono (1999)


(1999) 1. Efektif dan Efisiensi Survei Kepuasan
2. Otoritas dan tanggung Masyarakat (2017)
1. Motivasi
jawab 1. Persyaratan
2. Kemampuan Kerja 2. Sistem, mekanisme,
3. Perlengkapan dan 3. Disiplin prosedur
fasilitas 4. Inisiatif 3. Waktu penyelesaian
4. Lingkungan eksternal 4. Biaya/tarif
5. Ledership 5. Produk spesifikasi
Kinerja Kepuasaan jenis pelayanan
6. Misi strategi Pasien
Pegawai 6. Kompetensi
7. Fasilitas Kerja
pelaksana
8. Kinerja Individu dan 7. Perilaku pelaksana
organisasi 8. Penanganan
Kasmir (216:189)
9. Praktik Manajemen pengaduan, saran,
1. Kemampuan dan keahlian
10. Struktur dan masukan
2. Pengetahuan 9. Sarana dan
11. Iklim Kerja
3. Rancangan kerja prasarana
4. Kepribadian
5. Motivasi Kerja
6. Kepimpinan
7. Gaya Kepimpinan
8. Budaya Organisasi
9. Kepuasan Kerja
10. Lingkungan Kerja
11. Komitmen
12. Loyalitas
13. Disiplin Kerja

Gambar 2. 1. Kerangka Teori


Sumber: Prawisentono (1999), The Liang Gie dan Bunddy (1999), Kasmir

J. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini mengenai determinan

kinerja pegawai di Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar, dimana

untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja

pegawai dalam penelitian ini yaitu: variabel kepemimpinan variabel


81

motivasi, variabel lingkunan kerja, variabel kemampuan kerja dan

variabel disiplin.

Pengujian dalam penelitian ini secara persial dan similtan.

Adapun gambar skema dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kepemimpinan (X1)

Motivasi (X2)

Kinerja Pegawai
Lingkunan Kerja (X3) (Y)

Kemampuan Kerja (X4)

Disiplin (X5)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

K. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataaan sementara yang

menghubungkan dua variabel atau lebih. Kesimpulan yang tarafnya

rendah karena masih membutuhkan pengujian secara empiris

(Sugiyono, 2012:89).

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir yang telah

dikemukakan, maka dirumuskan hipotesis yang merupakan dugaan

sementara terhadap masalah penelitian dan selanjutnya akan

dibuktikan berdasarkan hasil pengolahan data.


82

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

5. Terdapat pengaruh secara parsial variabel independen terhadap

variabel dependen di Dinas Rumah Sakit Sandi Karsa Kota

Makassar yaitu:

4) Terdapat pengaruh kepemimpinan (X1) terhadap kinerja pegawai

di Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar

5) Terdapat pengaruh motivasi (X2) terhadap kinerja pegawai di

Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar

6) Terdapat pengaruh lingkungan kerja (X3) terhadap kinerja

pegawai di Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar

7) Terdapat pengaruh kemapuan kerja (X4) terhadap kinerja

pegawai di Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar

8) Terdapat pengaruh disiplin kerja (X5) terhadap kinerja pegawai

di Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar?

6. Terdapat pengaruh secara simultan variabel independen

(kepemimpinan, motivasi, lingkungan kerja, kemapuan kerja dan

disiplin kerja) terhadap variabel dependen (kinerja pegawai) di

Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar?

L. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah maksud peneliti dalam

mendefenisikan setiap variable yang digunakan dalam tahap

penelitian (Sugiyono, 2012:132). Dalam penelitian ini, variabel

independen adalah variabel kepemimpinan (X1), variabel motivasi


83

(X2), variabel lingkungan kerja (X3), variabel kemapuan kerja (X4) dan

variabel disiplin kerja (X5). Variabel dependen merupakan variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel

independen (Sugiyono, 2012P:132). Pada penelitian ini terdapat

variabel satu variabel dependen yaitu kinerja pegawai (Y).

Adapun definisi operasional variabel yaitu sebagai berikut:

5. Kepemimpinan (X1).

Kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap

ketegasan dalam bekerja.

Kriteria Objektif

a. Baik jika nilai responden ≥ 75% dari total nilai untuk pertanyaan

tentang Kepemimpinan.

b. Kurang baik jika nilai responden < 75% dari total nilai untuk

pertanyaan tentang Kepemimpinan

6. Motivasi (X2)

Motivasi yang dimaksud dengan penelitian ini adalah keadaan

dalam pribadi yang mendorong keinginan individu dalam mencapai

tujuan.

Kriteria Objektif

e. Baik jika nilai responden ≥ 75% dari total nilai untuk pertanyaan

tentang Motivasi.

f. Kurang baik jika nilai responden < 75% dari total nilai untuk

pertanyaan tentang Motivasi


84

7. Lingkungan kerja (X3)

Lingkungan kerja dalam penelitian ini adalah tempat kerja atau

lingkungan fisik yang mempengaruhi kerja dokter,perawat dan staff.

Kriteria Objektif

a. Baik jika nilai responden ≥ 75% dari total nilai untuk pertanyaan

tentang Lingkungan kerja.

b. Kurang baik jika nilai responden < 75% dari total nilai untuk

pertanyaan tentang Lingkungan kerja

8. Kemapuan kerja (X4)

Kemampuan dalam penelitian ini adalah bertindak cepat dalam

melakukan kerja, inovatif dan bertanggung jawab.

Kriteria Objektif

a. Baik jika nilai responden ≥ 75% dari total nilai untuk pertanyaan

tentang Kemampuan.

b. Kurang baik jika nilai responden < 75% dari total nilai untuk

pertanyaan tentang Kemampuan

9. Disiplin kerja (X5).

Disiplin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah setiap

perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya

kepatuhan terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan

sesuatu tindakan yang diperlukan

Kriteria Objektif
85

a. Baik jika nilai responden ≥ 75% dari total nilai untuk pertanyaan

tentang Disiplin.

b. Kurang baik jika nilai responden < 75% dari total nilai untuk

pertanyaan tentang Disiplin

10. Kinerja Pegawai (Y)

Kinerja pegawai dalam penelitian ini adalah kerja yang dicapai

pegawai dalam suatu organisasi.

Kriteria Objektif

a. Baik jika nilai responden ≥ 75% dari total nilai untuk pertanyaan

tentang Kinerja pegawai.

b. Kurang baik jika nilai responden < 75% dari total nilai untuk

pertanyaan tentang Kinerja pegawai


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rencana dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitaif

dengan model cross sectional. Menurut penelitian Notoatmodjo

(2012), “cross-section” adalah kajian yang mempelajari hubungan

dinamis antara faktor risiko dan dampak, dan mengadopsi metode,

observasi atau pengumpulan data pada waktu tertentu (point-time

method). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis

kepemimpinan, motivasi, lingkungan kerja, kemapuan kerja dan

disiplin kerja mempengaruhi terhadap kinerja pegawai di Rumah Sakit

Sandi Karsa Kota Makassar.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Sandi Karsa Kota

Makassar. Data penelitian diperoleh pada Rumah Sakit Sandi Karsa

Kota Makassar. Waktu Penelitian mulai dari bulan Desember - Januari

2023.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah secara keseluruhan yang terdiri atas

obyek maupun subjeknya yang memiliki kualitas serta karakteristik

yang tentunya dapat diterapkan dalam penelitian ini yang kemudian

dapat ditarik sebuah kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini

86
87

adalah seluruh pegawai di Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar

sebanyak 150 pegawai.

Sampel merupakan bagian populasi yang dipilih dengan

menyeleksi porsi dan populasi yang dapat mewakili kriteria populasi

(Nursalam, 2016). Teknik pengambilan sampel menggunakan

Accidental sampling. Menurut Notoatmodjo (2012) Accidental

sampling merupakan cara pengambilan sampel secara aksidental

(accidental) dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan

ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin,

sebagai berikut:

N
n=
1+ N ¿ ¿

Keterangan:

n = Besar sampel

N = Besar populasi

e = Tingkat signifikan

Dik : N : 88

Tingkat signifikan (e) : 0,05

N
n=
1+ N ¿ ¿

150
n=
1+150 ¿ ¿

150
n=
1+150 (0,0025)
88

n=109,090

Jadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 109 responden.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan untuk

mengumpulkan data-data. Teknik pengumpulan data yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Angket atau Kuesioner

Pada penelitian ini, angket yang digunakan berbentuk skala Likert

dengan pernyataan bersifat tertutup yaitu jawaban atas pernyataan

yang diajukan sudah disediakan. Angket diberikan kepada

responden dan diisi secara langsung dengan memilih salah satu

jawaban yang telah tersedia sesuai dengan dirinya. Penelitian ini

menggunakan 4 alternatif jawaban instrument dengan skor untuk

setiap butir pernyataan yaitu sangat setuju = 4 , setuju = 3, tidak

setuju = 2, sangat tidak setuju = 1.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang diperoleh

dengan menggunakan catatan-catatan tertulis dalam bentuk

dokumen yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain

yang menyangkut masalah yang akan diteliti.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data disebut juga pengolahan data dan penafsiran

data. Analisa data merupakan proses paling vital dalam sebuah


89

penelitian. Hal ini berdasarkan argumentasi bahwa dalam analisa

inilah data yang diperoleh peneliti bisa diterjemahkan menjadi hasil

yang sesuai dengan kaidah ilmiah. Sejalan dengan pendapat

Sugiyono (2015) bahwa “Analisis data merupakan kegiatan setelah

data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul”.

Sugiyono (2015:138) Analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting, dan yang dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga

mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Data yang

diperoleh dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis statistik

inferensial.

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif ini memiliki tujuan untuk memberikan

gambaran mengenai suatu data agar data yang tersaji menjadi mudah

dipahami dan informatif bagi orang yang membacanya. Menurut

Sugiyono (2014:148) statistik deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan

atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana

adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum atau generalisasi. Data yang dianalisis adalah data kuantitatif


90

berupa skor dari pengukuran angket kepemimpinan, motivasi,

lingkungan kerja, kemapuan kerja, disiplin kerja dan kinerja pegawai di

Rumah Sakit Sandi Karsa Kota Makassar.

Dalam menganalisis hasil angket digunakan statistik deskriptif

yang meliputi rata-rata (mean), median, modus, range, dan standar

deviasi. Di samping itu, juga dilakukan pengategorian hasil angket

kepemimpinan, angket motivasi, angket lingkungan kerja, angket

kemapuan kerja, angket disiplin kerja dan angket kinerja pegawai

yang didasarkan rentang skor pada masing-masing angket.

2. Analisis inferensial

Analisis inferensial dimaksudkan untuk menguji hipotesis

penelitian. Analisis inferensial yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis regresi linear multipel (multiple linear regression)

dengan bantuan program SPSS tersebut. Sebelum analisis regresi

linear multipel tersebut dilakukan uji prasyarat analisis yang meliputi

uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, dan uji

autokorelasi.

a. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data

berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas menggunakan

statistik uji kolmogorov smirnov yang dihitung dengan bantuan

program SPSS. Menurut Priyatno, (2014) Data dinyatakan

berdistribusi normal jika nilai signifikansi (Sig.) lebih besar dari 0,05.
91

Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka data tidak

berdistribusi normal.

b. Uji multikolinearitas

Pengujian multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independen) (Ghozali, 2011). Dasar pengambilan keputusan pada

uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1) Melihat nilai tolerance

Jika nilai tolerance > 0,10, maka tidak terjadi multikolinearitas

terhadap data yang diuji. Jika nilai tollerance < 0,10, maka terjadi

multikolinearitas terhadap data yang diuji.

2) Melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor)

Jika nilai VIF < 10,00, maka tidak terjadi multikolinearitas

terhadap data yang diuji. Jika nilai VIF > 10,00, maka terjadi

multikolinearitas terhadap data yang diuji.

Nilai tollerance dan nilai VIF tersebut dihitung dengan bantuan

program SPSS.

c. Uji heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas pada dasarnya bertujuan untuk menguji

apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari

residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians

dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka

disebut homokedastisitas dan berbeda disebut heterokedastisitas.


92

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi heterokedastisitas.

Uji Heterokedastisitas yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan grafik Scatterplot. Jika pada grafik scatterplot

membentuk pola tertentu yang teratur seperti bergelombang,

melebar kemudian menyempit, maka terjadi heteroksedastisitas.

d. Uji autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model

regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk

menentukan ada tidaknya autokorelasi dalam regresi dilakukan

dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW), yang dilakukan

dengan cara membandingkan langsung nilai DW (d hitung) dengan

nilai d tabel (Ghozali, 2011:111). Uji autokorelasi tersebut dilakukan

dengan bantuan program SPSS. Kriteria uji autokorelasi

berdasarkan perbandingan nilai d hitung dengan nilai d tabel

tersebut ditampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 3.1. Klasifikasi Nilai d Uji Durbin-Watson

Nilai Keterangan
0< d< dl Autokorelasi positif
dl ≤ d ≤ du Tidak dapat disimpulkan
4−dl< d <4 Autokorelasi negatif
4−du ≤ d ≤−dl Tidak dapat disimpulkan
du< d <4−du Tidak ada autokorelasi
Sumber: (Ghozali, 2011, p. 111)
93

e. Uji hipotesis

Setelah dilakukan uji prasyarat analisis, maka langkah selanjutnya

adalah dilakukan analisis regresi linear multipel (multiple linear

regression). Analisis regresi linier multipel dilakukan dengan

membuat persamaan regresinya.

Persamaan regresi diperoleh dengan bentuk:

Y =a+b 1 X 1 +b 2 X 2+ b3 X 3 +b 4 X 4 +b 5 X 5

Dimana:

Y : Kinerja Pegawai

X1 : Kepemimpinan

X2 : Motivasi

X3 : Lingkungan kerja

X4 : Kemampuan Kerja

X5 : Disiplin Kerja

a : Konstanta (nilai Y apabila X = 0)

b : Koefisien Regresi “(nilai peningkatan ataupun penurunan)

(Hasan,2006)

Analisis regresi linear multipel dilakukan dengan menggunakan

software SPSS 20. Adapun kriteria pengujiannya yaitu: H 0 ditolak

apabila p-value (.Sig) < 0,05 dan H 0 diterima apabila p-value (.Sig)

≥ 0 , 05.
94

Hipotesis statistik dalam penelitian ini dikelompokkan dalam

dua bagian yaitu sebagai berikut:

1) Hipotesis pengaruh parsial variabel independen terhadap variabel

dependen terdiri dari:

a) Pengaruh variabel X1 terhadap variabel Y

Hipotesis statistik:

H 0 : β 1=0 Vs H 1 : β1 ≠ 0

Keterangan:

H0 : tidak terdapat pengaruh variabel kepemimpinan (X1)

terhadap variabel kinerja pegawai (Y)

H1 : terdapat pengaruh variabel kepemimpinan (X1) terhadap

variabel kinerja pegawai (Y)

b) Pengaruh variabel X2 terhadap Y

Hipotesis statistik:

H 0 : β 2=0 Vs H 1 : β2 ≠ 0

Keterangan:

H0 : tidak terdapat pengaruh variabel motivasi (X2) terhadap

variabel kinerja pegawai (Y)

H1 : terdapat pengaruh variabel motivasi (X2) terhadap

variabel kinerja pegawai (Y)

c) Pengaruh variabel X3 terhadap Y

Hipotesis statistik:

H 0 : β 3=0 Vs H 1 : β3 ≠ 0
95

Keterangan:

H0 : tidak terdapat pengaruh variabel lingkungan kerja (X3)

terhadap variabel kinerja pegawai (Y)

H1 : terdapat pengaruh variabel lingkungan kerja (X3)

terhadap variabel kinerja pegawai (Y)

d) Pengaruh variabel X4 terhadap Y

H 0 : β 4=0 Vs H 1: β4≠ 0

Keterangan:

H0 : tidak terdapat pengaruh variabel kemampuan kerja (X4)

terhadap variabel kinerja pegawai (Y)

H1 : terdapat pengaruh variabel kemampuan kerja (X4)

terhadap variabel kinerja pegawai (Y)

e) Pengaruh variabel X5 terhadap Y

H 0 : β 5=0 Vs H 1 : β5 ≠ 0

Keterangan:

H0 : tidak terdapat pengaruh variabel disiplin kerja (X5)

terhadap variabel kinerja pegawai (Y)

H1 : terdapat pengaruh variabel disiplin kerja (X5) terhadap

variabel kinerja pegawai (Y)

2) Hipotesis pengaruh simultan variabel independen terhadap

variabel dependen

H 0 : β=0 Vs H1: β ≠ 0

Keterangan:
96

H0 : tidak terdapat pengaruh variabel kepemimpinan (X1),

variabel motivasi (X2), variabel lingkungan kerja (X3),

variabel kemampuan kerja (X4), variabel disiplin kerja (X5),

terhadap variabel kinerja pegawai (Y)

H1 : terdapat pengaruh variabel kepemimpinan (X1), variabel

motivasi (X2), variabel lingkungan kerja (X3), variabel

kemampuan kerja (X4), variabel disiplin kerja (X5), terhadap

variabel kinerja pegawai (Y)


97

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, S. U. M. I. (2022). Determinan Kinerja Pelayanan Rumah Sakit


Dari Perspektif Teori Institusional (Studi Pada Rumah Sakit
Pemerintah Di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta).
Andika, R. (2019). Pengaruh Motivasi Kerja Dan Persaingan Kerja
Terhadap Produktivitas Kerja Melalui Kepuasan Kerja Sebagai
Variabel Intervening Pada Pegawai Universitas Pembangunan Panca
Budi Medan. Jumant, 11(1), 189–206.
Armada, G. D. (2018). Determinan Kinerja Sistem Informasi Akuntansi
Pada Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Feb, 6(2).
Batubara, S. S., & Insan, M. Y. (2022). Analisis Determinan Kinerja
Pegawai Di Lingkungan Biro Rektor Universitas Negeri Medan.
Maneggio: Jurnal Ilmiah Magister Manajemen, 5(1), 1–10.
Farida, U., & Hartono, S. (2016). Buku Ajar Manajemen Sumber Daya
Manusia Ii. Universitas Muhammadiyah Ponorogo Press.
Ferils, M. (2022). Determinan Kinerja Pegawai Pada Rumah Sakit
Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Kepolisian Daerah Provinsi
Sulawesi Barat. Assets: Jurnal Ekonomi, Manajemen Dan Akuntansi,
12(2), 262–280.
Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisi Multivariate Dengan Program Spss 19.
Edisi Kelima Semarang : Bandan Penerbitan Universitas Diponegoro.
Hasibuan, M. S. P., & Hasibuan, H. M. S. P. (2016). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Bumi Aksara.
Malayu, H., & Hasibuan, H. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia,
Edisi Revisi. Pt Bumi Aksara. Jakarta.
Mm, D. K. (N.D.). M..(2016). Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori
Dan Praktik). Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori Dan Praktik).
Moenir, H. A. S. (2010). Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia.
Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. Https://Doi.Org/2010
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan.
Nursalam, N. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salimba
Medika.
Oktaviana, I. A., & Wahyono, B. (2020). Determinan Kinerja Tenaga
Kesehatan Di Puskesmas. Higeia (Journal Of Public Health Research
And Development), 4(Special 4), 835–845.
Parlina, L., Astuti, E. D., Luturmas, Y., Palupi, F. H., Tp, N. R. I. A.,
Assery, S., Somadiyono, S., & Arta, D. N. C. (2022). Faktor
Determinan Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada Rumah Sakit
98

Swasta Berbasis Korporat Di Jakarta). Jurnal Kewarganegaraan, 6(2),


3833–4835.
Priyatno, D. (2014). Spss 22 Pengola Data Terpraktis. In Yogyakarta,
Andi.
Rahim, R., Kadir, A. R., & Nontji, W. (N.D.). Locus Of Control Sebagai
Determinan Komitmen Organisasi Dan Kinerja Perawat Di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit.
Rivai, V. (2013). Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi.
Sedarmayanti, S., & Haryanto, H. (2017). Pengaruh Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Tenaga Kependidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran. Jurnal Ilmu Administrasi: Media
Pengembangan Ilmu Dan Praktek Administrasi, 14(1), 96–112.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian. Metode Penelitian.
Sunyoto, D. (2015). Teori Perilaku Keorganisasian.
Wewengkang, D. A. Y., Kojo, C., & Uhing, Y. (2021). Pengaruh Beban
Kerja, Insentif, Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Di-
Tengah Pandemi Covid-19 Di Uptd Rumah Sakit Manembo-Nembo
Tipe-C Bitung. Jurnal Emba: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen,
Bisnis Dan Akuntansi, 9(3).
Widiastuti, T., Irzanita, I., & Novianti, L. (2022). Analisis Faktor Determinan
Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Karyawan Rumah Sakit
Bakti Timah Pangkalpinang. Journal Of Safety And Health, 2(2), 47–
64.

Anda mungkin juga menyukai