Anda di halaman 1dari 47

PENGARUH PERILAKU BERBAGI PENGETAHUAN TERHADAP

KEPUASAN KERJA DAN PERILAKU KERJA INOVATIF YANG


DIMODERASI OLEH MOTIVATING LANGUAGE PADA KARYAWAN
PT. SERUMPUN INDAH PERKASA LUBUK ALUNG KABUPATEN
PADANG PARIAMAN

Diajukan Oleh:

Muhammad Kevin Rizal


(NIM. 2220522024)

RESEARCH METHOD
HUMAN RESOURCE MANAGEMENT CONCENTRATION

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Globalisasi saat sekarang ini dapat meningkatkan persaingan antar

perusahaan. Oleh karena itu cara perusahaan dapat bersaing di pasar global adalah

dengan mencapai hasil yang inovatif dan signifikan baik produk dan jasa yang

ditawarkan pada pasar (Chowhan et al., 2017; Fallah dan Lechler, 2008). Untuk

mengatasi berbagai tantangan yang beragam yang akan dihadapi oleh tenaga kerja

dalam sebuah organisasi, studi ini akan berfokus kepada tenaga kerja yang mampu

untuk meningkatkan identitas pribadi mereka pengembangan ide-ide baru untuk

meningkatkan produk, layanan dan sebuah proses (Scoott dan Bruce, 1994).

Disamping itu dunia kerja yang kompetitif saat sekarang ini, organisasi sangat

membutuhkan sumber daya manusia yang inovatif, fleksibel dan berdaya saing

yang akan mendorong kinerja inovatif di dalamnya (Afsar dan Badir, 2016;16).

Organisasi dituntut memiliki sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas

tinggi sehingga mampu mencapai tujuan utama yang telah ditetapkan (Sudarma,

2012:77). Salah satu tujuan utama sebuah organisasi adalah memenangkan

persaingan, dalam mencapai hal tersebut organisasi membutuhkan SDM yang bisa

menciptakan hal-hal baru yang inovatif dan dapat bermanfaat bagi kemajuan

organisasi itu sendiri.

Berdasarkan West dan Farr (1989) dan West (1989), perilaku kerja inovatif

dapat didefinisikan sebagai pembentukan ide baru yang disengaja, yang disajikan

sebagai alat untuk membawa manfaat bagi efektifitas kerja dalam sebuah tim atau

1
perusahaan. Definisi ini memberikan hasil yang berguna mengenai perilaku kerja

inovatif, termasuk keuntungan untuk organisasi itu sendiri dan juga keuntungan

psikososial bagi karyawan, seperti kesesuaian yang baik antara kebutuhan yang

dirasakan pada sebuah pekerjaan dan sumber daya manusia, peningkatan kepuasan

kerja (Job Satisfaction) dan efektivitas berkomunikasi. Job satisfaction adalah

tingkat dimana karyawan menyukai pekerjaannya (Spector, 1997). Selain itu

kepuasan kerja (Job Satisfaction) merupakan salah satu variabel yang banyak

dipelajari dalam perilaku organisasi dikarenakan hal tersebut menentukan hasil dari

sebuah organisasi.

Disisi lainnya fakta yang dapat disampaikan bahwasanya inovasi adalah

usaha yang berisiko (Yuan dan Woodman, 2010), nantinya pekerja juga akan

banyak menghadapi banyak risiko dalam praktik inovasi. Seseorang membutuhkan

optimisme dan modal intelektual untuk menangani keraguan dan kekecewaan

dalam proses inovasi. Sias (2005) memberikan perumpamaan dua hubungan sosial

yang utama dalam tempat kerja, yaitu: hubungan antara pemimpin dan karyawan,

dan hubungan sesama rekan kerja. Maka penelitian ini meneliti dampak perilaku

rekan kerja dan pemimpin untuk mengintensifkan hasil dari kerja karyawan. Dalam

menunjang hal tersebut sifat pemimpin dan karyawan untuk saling berbagi

pengetahuan dalam bekerja akan memainkan peran penting dalam sebuah

manajemen pengetahuan agar berjalan lebih efektif (Park et al. , 2004), yang dapat

memotivasi mereka untuk berpikir lebih kritis dan kreatif (Aulawi et al. , 2009),

dan membuat mereka merasa puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan (Dalati

dan Alchach, 2018). Perilaku inovatif dalam bekerja yang dilakukan para karyawan

dalam memaksimalkan pekerjaan mereka dilapangan masih belum secara maksimal

2
dilakukan seperti mereka kurang andal dalam melakukan inovasi sehingga proses

pekerjaan mereka itu hanya seperti itu-itu dan kurang memberikan ide-ide untuk

menunjang pekerjaan mereka sehingga supervisior sering mengingatkan mereka

supaya bisa memaksimalkan pekerjaan lapangan mereka tetapi belum bisa secara

maksimal dilakukan.

Berbagi pengetahuan (Knowledge Sharing Behaviour) sebagai inti dari

aktivitas manajemen pengetahuan, adalah cara utama bagaimana seorang pekerja

dapat berkontribusi untuk mengaplikasikan pengetahuan dan inovasi mereka dan

akhirnya mendapatkan keunggulan yang kompetitif untuk organisasi (Jackson et al.

, 2006). Namun komunikasi antar pekerja di lingkungan budaya yang beragam

selalu menjadi tantangan tersendiri dan efek berbagi pengetahuan kepada rekan

kerja pun tidak akan selalu sama. Itu bergantung kepada banyak faktor yang dapat

memberikan efek moderasi pada hubungan antara berbagi pengetahuan dan inovasi

(Mura et al. , 2013); Li-Ying et al. , 2016). Oleh karena itu, untuk memperjelas

masalah tersebut, penelitian ini menerapkan batas yang dapat membantu perilaku

berbagi pengetahuan didalam meningkatkan perilaku kerja inovatif dan kepuasan

kerja pada tingkat yang maksimal. Dari sisi perilaku berbagi pengetahuan sesuai

dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada supervisor di PT.

Serumpun Indah Perkasa pada Januari 2023 ini didapatkan hasil bahwa proses

berbagi pengetahuan antara sesama mereka (karyawan) belum secara maksimal,

proses komunikasi mereka terhadap pekerjaan yang akan atau sedang dilakukan

sangat jarang sehingga proses pekerjaan yang mereka lakukan banyak yang

terhambat dan putus ditengah jalan.

3
Maka diperlukannya proses perbaikan melalui gaya interaksi verbal seorang

pemimpin sebagai bahasa motivasi (Motivating Language) yang memiliki nilai

tersendiri akan menghubungkan komunikasi yang bersifat strategis dengan berefek

sangat penting dalam kepuasan kerja karyawan (Rowley Mayfield et al. , 1998).

Dalam mendefinisikan Motivating Language, Sullivan (1988) menyusun tiga jenis

pidato seperti: memberikan bimbingan, empati dan menciptakan makna yang

kemungkinan akan memotivasi pengikut untuk berperilaku dengan cara tertentu

ditempat kerja. Mayfield dan Mayfield (2004) menunjukkan bukti yang kuat dan

hubungan yang erat antara komunikasi supervisor dengan inovasi karyawan. Oleh

karena itu penelitian ini akan meneliti Motivating Language sebagai variabel

moderasi yang mempengaruhi dampak perilaku berbagi pengetahuan (Knowledge

Sharing Behaviour) dan perilaku kerja inovatif (Innovative Work Behaviour) serta

dampak dari perilaku berbagi pengetahuan (Knowledge Sharing Behaviour) dan

kepuasan kerja (Job Satisfaction)

Seperti halnya Job Satisfaction atau Kepuasan Kerja yang merupakan

tingkat dimana karyawan menyukai pekerjaannya (Spector, 1997). Berdasarkan

observasi dan diskusi dengan atasan dan karyawan PT. Serumpun Indah Perkasa

ditemukan indikasi, gejala atau fenomena mengenai kepuasan kerja diantaranya

sebagai berikut: 1). Dari segi gaji atau tunjangan yang diberikan oleh perusahaan

ditemukan bahwa keterlambatan pemberian gaji karyawan sampai hampir 2 bulan

lamanya untuk pemberian gaji tersebut, 2). Didalam perusahaan tersebut relatif

sedikitnya jenis gaji atau tunjangan yang berikan oleh perusahaan ini, sehingga

kepuasan kerja diperusahaan ini relatif kurang diakibatkan oleh sistem penggajian

yang terus mengalami keterlambatan di perusahaan ini.

4
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu. Setiap

individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuatu dengan sistem nilai-

nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada

masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang

sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan

yang dirasakannya, sebaliknya semakin sedikit aspek-aspek dari pekerjaan yang

sesuai dengan keinginan individu, maka semakin rendah tingkat kepuasan yang

dirasakan (Edy Sutrisno, 2009).

Ukuran yang mendukung adanya perilaku kerja inovatif (Innovative Work

Behaviour) adalah penilaian karyawan dan peringkat karyawan, sebagaimana yang

disebutkan oleh Jeroen P.J. De Jong & Deanne N.Den Hartog (2008) yang diukur

dari beberapa pernyataan, fenomena yang dilihat oleh peneliti setelah melakukan

observasi ke lapangan serta diskusi dengan atasan dan karyawan ditemukan

indikasi, gejala atau fenomena berkaitan dengan perilaku kerja inovatif diantaranya

sebagai berikut: 1). Masih relatif rendahnya cara berpikir atasan tentang pentingnya

perubahan, 2). Masih relatif rendahnya kerja karyawan didalam pengembangan

produk dan layanan baru, 3). Masih relatif rendahnya pengoptimalisasi pengelolaan

kerja bagi karyawan secara optimal, 4). Dan masih relatif sedikit pula karyawan

memberikan saran tentang produk atau layanan baru kepada organisasi, hal ini

merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya perilaku kerja inovatif

yang dilakukan oleh karyawan di perusahaan tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja

(Job Satisfaction) dan perilaku kerja inovatif (Innovative Work Behaviour)

dipengaruhi oleh perilaku berbagi pengetahuan (Knowledge Sharing Behaviour)

5
dan jika perilaku berbagi pengetahuan dikolaborasikan dengan motivating language

sebagai penghubung antara perilaku berbagi pengetahuan dengan dua variabel

dependen lainnya yaitu kepuasan kerja dan perilaku kerja inovatif. Dengan

demikian, peneliti termotivasi melakukan penelitian empiris tentang “Pengaruh

Perilaku Berbagi Pengetahuan Terhadap Kepuasan Kerja dan Perilaku Kerja

Inovatif Yang Dimoderasi oleh Motivating Language di PT. Serumpun Indah

Perkasa Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan kepada latar belakang masalah yang telah dijelaskan, terdapat

beberapa rumusan masalah yang ditimbul yaitu :

1. Bagaimana Pengaruh perilaku Berbagi Pengetahuan terhadap Kepuasan Kerja

di PT.Serumpun Indah Perkasa Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman ?

2. Bagaimana Pengaruh Perilaku Berbagi Pengetahuan berpengaruh terhadap

Perilaku Kerja Inovatif di PT.Serumpun Indah Perkasa Lubuk Alung Kabupaten

Padang Pariaman ?

3. Bagaimana Pengaruh Motivating Language dalam memoderasi hubungan

antara Perilaku Berbagi Pengetahuan dengan Kepuasan Kerja di PT.Serumpun

Indah Perkasa Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman ?

4. Bagaimana Pengaruh Motivating Language dalam memoderasi hubungan

antara Perilaku Berbagi Pengetahuan dengan Perilaku Kerja Inovatif di

PT.Serumpun Indah Perkasa Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman ?

6
1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan

dari penelitian ini difokuskan pada hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh Perilaku Berbagi Pengetahuan terhadap

Kepuasan Kerja di PT.Serumpun Indah Perkasa Lubuk Alung Kabupaten

Padang Pariaman.

2. Untuk menganalisis pengaruh Berbagi Pengetahuan terhadap Perilaku Kerja

Inovatif di PT.Serumpun Indah Perkasa Lubuk Alung Kabupaten Padang

Pariaman.

3. Untuk menganalisis pengaruh Motivating Language yang memoderasi

hubungan antara Perilaku Berbagi Pengetahuan dengan Kepuasan Kerja di PT.

Serumpun Indah Perkasa Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman.

4. Untuk menganalisis pengaruh Motivating Language yang memoderasi

hubungan antara Perilaku Berbagi Pengetahuan dengan Perilaku Kerja Inovatif

di PT.Serumpun Indah Perkasa Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman.

1.4 Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, diharapkan hasil yang diperoleh di dalam

penelitian ini nantinya dapat memberikan manfaat positif bagi :

1. PT. Serumpun Indah Perkasa/ Perusahaan , hasil yang diperoleh dalam

penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi yang dapat

dipertimbangkan didalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan

kepuasan kerja dan perilaku kerja yang inovatif sehingga dapat menjadikan

perusahaan tersebut lebih baik kedepannya.

7
2. Peneliti dan Akademik, hasil yang diperoleh di dalam penelitian ini dapat

dijadikan sebagai acuan atau referensi bagi peneliti dimasa yang akan datang

yang akan membahas secara luas mengenai kepuasan kerja dan perilaku kerja

inovatif.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis

bagaimana pengaruh perilaku berbagi pengetahuan terhadap kepuasan kerja dan

perilaku kerja inovatif yang dimoderasi oleh motivating language. Penelitian ini

dilakukan kepada karyawan PT. Serumpun Indah Perkasa Lubuk Alung dengan

pengambilan sampel dengan menggunakan kuisioner.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman isi dalam penelitian ini maka penulis

memberikan gambaran secara garis besar kepada masing-masing bab secara

keseluruhan yang terbagi kepada lima bab yang terdiri:

Bab 1 : Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian dan sistematika penulisan.

Bab 2 : Tinjauan Literatur

Bab ini berisi landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran serta

hipotesis

Bab 3 : Metode Penelitian

Bab ini berisi variabel penelitian dan definisi operasional, penentuan sampel, jenis

dan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis serta uji hipotesis.

8
BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1 Kepuasan Kerja

2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Handoko (1992), mengemukakan kepuasan kerja adalah keadaan emosional

yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang

pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang dalam

pekerjaannya. Ini tampak pada sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan

segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Definisi lainnya menurut

Colquitt, Lepine & Wesson (2009), adalah persepsi seseorang mengenai pekerjaan

yang sedang dilakukan, serta apa yang ada dalam pikiran mereka mengenai

pekerjaan tersebut.

Karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi mengalami perasaan

positif ketika mereka berpikir tentang tugas atau mengambil bagian dalam kegiatan

tugas. Sebaliknya, karyawan dengan kepuasan kerja yang rendah mengalami

perasaan negatif ketika mereka berpikir tentang tugas atau mengambil bagian dalam

kegiatan kerja mereka.

Menurut Locke (dalam Hamidifar, 2009), kepuasan didefinisikan sebagai

respons emosional positif dari penilaian pekerjaan, atau aspek tertentu dari

pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kondisi kerja, pekerjaan

itu sendiri, pengawasan, kebijakan dan administrasi, kemajuan, kompensasi,

hubungan interpersonal, pengakuan, dan pemberdayaan (Castillo & Cano, 2004).

9
Luthans (2006) merujuk pendapat Locke memberikan Definisi

komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif

dan evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah “keadaan emosi yang

senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman

pekerjaan seseorang.” Lebih lanjut Luthans (2006) menyatakan bahwa kepuasan

kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka

memberikan hal-hal yang dinilai penting. Robbin dan Judge (2007) menyatakan

kepuasan kerja atau Job Satisfaction sebagai suatu perasaan positif tentang

pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah karakteristiknya.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Luthans (2006) ada lima faktor penting sebagai penentu kepuasan

kerja yang telah diukur dengan Job Descriptive Index (JDI), yaitu: 1). Pekerjaan itu

sendiri. Sejauh mana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan,

kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Hal ini

menjadi sumber mayoritas kepuasan kerja. 2). Gaji, kepuasan kerja merupakan

fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, sejauh mana gaji memenuhi

harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Upah dan gaji diakui

merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan kerja. 3). Kesempatan dan

promosi, karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan

memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan

jabatan. 4). Supervisor, kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis

dan perilaku dukungan. Menurut Locke hubungan fungsional dan hubungan

keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar

dengan atasan. 5). Rekan kerja, kebutuhan dasar manusia untuk melakukan

10
hubungan sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung

karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada

tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Gilmer (1996),

adalah sebagai berikut:

1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk

memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan lama kerja.

2. Keamanan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi

karyawan. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan

selama kerja.

3. Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang

mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.

4. Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik yang

mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang

menentukan kepuasan kerja karyawan.

5. Pengawasan. Sekaligus dengan atasannya. Supervise yang buruk dapat

berakibat absensi dan turn over.

6. Faktor Intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan

keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat

meningkatkan atau mengurangi kepuasan.

7. Kondisi kerja. Termasuk di sini kondisi tempatm ventilasi, penyiaran, kantin,

dan tempat parker.

11
8. Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit

digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak

puas dalam pekerjaan.

9. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen

banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya

kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui

pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan untuk menimbulkan

rasa puas terhadap pekerjaan.

10. Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pension, atau perumahan merupakan

standar suatu jabatan dan apabila dapat ipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

2.1.3 Teori-teori Tentang Kepuasan Kerja

Menurut Rivai dan Sagala (2009:856) terdapat tiga teori yang cukup

terkenal tentang kepuasan kerja yaitu :

a. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory), teori ini mengukur kepuasan

kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya

dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh

melebihi dari yang diinginkan, maka ornag akan lebih puasa lagi, sehingga

terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kpeuasan

seseorang tergantung antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa

yang dicapai.

b. Teori Keadilan (Equity Theory). Teori ini mengemukakan bahwa orang akan

merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan

(equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini

12
komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan

ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap

mendukung pekerjaannya, seperti Pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah

tugas dan peralatan atau perlengkapan yang digunakan untuk melaksanakan

pekerjaannya, seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, status, penghargaan

dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Menurut teori ini setiap

karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input

hasil orang lain. Bila perbandingannya itu dianggap cukup adil, maka karyawan

akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tapi menguntungkan

bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu

tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.

c. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory). menurut teori ini kepuasan kerja dan

ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan

ketidakpuasan terhadap pekerjaan bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini

merumuskan statistic pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau

motivator dan dissatisfies. Satisfies adalah fakto-faktor atau situasi yang

dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang

menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan

untuk memperoleh penghargaan atau promosi. Terpenuhinya faktor tersebut

akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor tersebut tidak

selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene factor) adalah

faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari: upah/gaji,

pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dorongan biologis serta kebutuhan

13
dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, maka karyawan tidak akan puas.

Namun jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut,

karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan.

2.2 Perilaku Kerja Inovatif

2.2.1 Pengertian Perilaku Kerja Inovatif

Inovatif atau inovasi berasal dari Bahasa latin “Novus” (Hsu, 2005), berarti

baru atau muda atau novel. Pertama kali pengertian tentang inovasi dikemukakan

oleh Schumpeter pada tahun 1934, bahwa inovasi adalah aktivitas melakukan suatu

kreasi dan mengimplementasikannya menjadi satu kombinasi baru. Istilah inovasi

juga dijelaskan oleh Adair (1996) ia menyatakan inovasi bukan berarti original

tetapi lebih kepada newness (kebaruan). Selanjutnya menurut De Jong & Den

Hartog (2008) menyatakan perilaku inovatif adalah perilaku karyawan yang

menghasilkan, memperkenalkan dan mengaplikasikan hal-hal baru atau ide-ide

kreatif serta keberaniannya mengambil risiko sehingga memberikan manfaat bagi

organisasi.

Pendapat lainnya menyebutkan perilaku kerja inovatif merupakan perilaku

kerja yang bertujuan untuk menghasilkan, memperkenalkan dan menerapkan hal-

hal baru yang bermanfaat bagi perusahaan (West dan Farr, 1989). Hal-hal baru yang

dimaksud pada konteks perilaku kerja inovatif meliputi ide, proses, prosedur

maupun produk baru. Perilaku kerja inovatif dapat tercapai melalui pemanfaatan

pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki individu guna menghasilkan suatu ide,

proses maupun solusi baru (Amabile, 1998). West dan Far (1989) menyatakan

bahwa perilaku kerja yang inovatif sebagai suatu konsep yang dibuat untuk

14
karyawan itu sendiri dalam aspek organisasi atau kelompok yang diantaranya

konsep ide, proses yang berkelanjutan, produk, dan prosedur yang harus dilakukan.

2.2.1 Karakteristik Perilaku Kerja Inovatif

Karakteristik individu yang memiliki perilaku kerja inovatif menurut

George dan Zhou dalam jurnal Purba (2009), yaitu :

1. Mencari tahu ide-ide baru, teknologi baru, proses, Teknik serta cara-cara baru.

2. Menghasilkan ide-ide yang kreatif dan inovatif.

3. Memiliki usaha untuk memajukan dan memperjuangkan ide-ide dirinya kepada

orang lain.

4. Meneliti dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mewujudkan

ide dan kreasi baru.

5. Mengembangkan rencana dan jadwal yang matang untuk mewujudkan ide baru.

6. Kreatif dan memiliki inisiatif baru.

Menurut De Jong & De Hartog (2008) merincikan lebih dalam mengenai

perilaku inovatif dalam proses inovasi menjadi 4 tahap sebagai berikut :

1. Melihat Peluang

Melihat peluang bagi karyawan untuk mengidentifikasi berbagai

peluang/kesempatan yang ada. Peluang dapat berawal dari ketidak kongruen dan

diskontinuitas yang terjadi karena adanya ketidak sesuaian dengan pola yang

diharapkan misalnya timbulnya masalah pada pola kerja yang sedang berlangsung,

adanya kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi, atau adanya indikasi tren yang

sedang berubah.

15
2. Mengeluarkan Ide

Pada fase ini, karyawan mengeluarkan konsep baru dengan tujuan untuk

perbaikan. Hal ini meliputi mengeluarkan ide sesuatu yang baru atau

memperbaharui pelayanan, pertemuan dengan klien dan teknologi pendukung.

Kunci dala, mengeluarkan ide adalah mengombinasikan dan mereorganisasikan

informasi dan konsep yang telah ada sebelumnya untuk memecahkan masalah dan

atau meningkatkan kinerja.

3. Memperjuangkan

Maksudnya disini untuk mengembangkan dan mengimplementasikan ide,

karyawan harus memiliki perilaku yang mengacu pada hasil. Perilaku inovasi

konvergen meliputi usaha menjadi juara dan bekerja keras. Seorang yang

berperilaku juara mengeluarkan seluruh usahanya pada ide kreatif. Usaha menjadi

juara meliputi membujuk dan mempengaruhi karyawan dalam hal bernegosiasi.

Untuk mengimplementasikan inovasi sering dibutuhkan koalisi, mendapatkan

kekuatan dengan menjual ide kepada rekan-rekan yang berpotensi.

4. Aplikasi

Pada fase ini meliputi perilaku karyawan yang ditujukan untuk membangun,

menguji, dan memasarkan pelayanan baru. Hal ini berkaitan dengan membuat

inovasi dalam bentuk proses kerja yang baru ataupun dalam proses rutin yang biasa

dilakukan.

16
2.3 Perilaku Berbagi Pengetahuan

2.3.1 Pengertian Perilaku Berbagi Pengetahuan

Menurut Davenport dan Prusak (1998:5), pengetahuan didefinisikan

sebagai “campuran yang mengalir pengalaman berbingkai, nilai, informasi

kontekstual, dan wawasan ahli yang memberikan kerangka kerja untuk

mengevaluasi dan menggabungkan pengalaman dan informasi baru ”. Juga,

pengetahuan adalah komponen kunci untuk kreativitas (Amabile, 1996). Memang

berbasis ilmu kegiatan dianggap memiliki implikasi yang lebih besar pada inovasi

(Rasiah dan Yap, 2015).

Kemampuan mengelola pengetahuan dan mengembangkan sumber daya

manusia telah melahirkan hal baru tantangan bagi organisasi untuk mencapai

keunggulan kompetitif. Berbagi pengetahuan merupakan interaksi sosial yang

melibatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan antara karyawan untuk

meningkatkan kompetensi yang dimiliki (Pramono dan Susanty, 2015)

Knowledge Sharing Behaviour adalah konsep yang dekat berbagi

pengetahuan dan didefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang melibatkan

berbagi atau mendukung informasi dengan orang lain, termasuk elemen timbal

balik (Connelly dan Kevin Kelloway, 2003). Berbagi pengetahuan terjadi ketika

seseorang bersedia membantu dan juga untuk belajar dari yang lainnya yang

berguna dalam pengembangan kompetensi baru. Untuk '' belajar '' berarti ''

mencerna '', untuk '' menyerap '', dan untuk '' menerapkan '' (Senge, 1998). Menurut

Crossan, Lane & White; Ipe (in Asrar-ul-Haq & Anwar, 2016) Berbagi

pengetahuan didefinisikan sebagai transfer pengetahuan diantara individu, grup,

tim, departemen, dan organisasi.

17
Manfaat adanya berbagi pengetahuan/Knowledge Sharing Behaviour

adalah terciptanya pengetahuan baru yang dapat menghasilkan inovasi,

meningkatkan keterampilan setiap anggotanya dan mengurangi resiko terulang

kembali kesalahan yang pernah dilakukan. Pelaksanaan kegiatan ini tidak mudah

dilakukan, mengingat adanya karyawan yang berfikir ingin menyimpan

pengetahuan yang dimiliki untuk dirinya sendiri. Mereka akan merasa terancam jika

orang lain mengetahui pengetahuan yang lebih banyak dari dirinya, sehingga dapat

menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Oleh karena itu, perlu adanya

pendekatan yang dapat memotivasi karyawan untuk saling berbagi pengetahuan.

Berbagi pengetahuan adalah proses dimana individu bertukar pengetahuan

atau ide melalui diskusi untuk menciptakan pengetahuan atau ide lainnya

(Alam et al. in Saide, Trialih, Wei, Okfalisa, & Anugrah, 2017). Berbagi

pengetahuan termasuk kesediaan individu secara aktif berkomunikasi dengan

kolega (donasi pengetahuan) dan secara aktif berkonsultasi dengan kolega dengan

tujuan belajar dari koleganya (mengumpulkan pengetahuan) (Saide et al., 2017).

Berbagi pengetahuan dirancang untuk mengubah pengetahuan individu menjadi

pengetahuan organisasi (Foss et al., 2010 in Razmerita, Nielsen, & Kirchner, 2016).

Menurut Van den Hoof dan De Ridder (2004), knowledge sharing

adalah proses timbal balik dimana individu saling bertukar pengetahuan (tacit

dan explicit knowledge) dan secara bersama-sama menciptakan pengetahuan

(solusi) baru. Salah satu tujuan definisi ini terdiri dari memberikan dan

mengumpulkan knowledge, dimana memberikan knowledge dengan cara

mengkomunikasikan pengetahuan kepada orang lain apa yang dimiliki dari

personal intellectual capital seseorang, dan mengumpulkan pengetahuan

18
merujuk pada berkonsultasi dengan rekan kerja dengan membagi informasi

atau intellectual capital yang mereka miliki.

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Berbagi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan apabila suatu organisasi

ingin menikmati keuntungan dari Knowledge Sharing Behaviour salah satunya

adalah Teknologi Informasi yang merupakan salah satu faktor yang menentukan

dalam Knowledge Sharing Behaviour (Tohidinia & Mosakhani, 2009). Individu

dengan kuat percaya bahwa sistem informasi berbasis komputer dan media

elektronik berkontribusi terhadap penyediaan informasi yang bernilai (Jarvenpaa &

Staples in Tohidinia & Mosakhani, 2009).

Teknologi Informasi tidak ragu lagi memfasilitasi orang membagikan

pengetahuan tetapi tidak bisa dipastikan bahwa itu alasan utama terjadinya

Knowledge Sharing Behaviour (Rehman et al., 2010).

Selain itu keuntungan dari teknologi akan terbatas apabila praktik

Knowledge Sharing Behaviour tidak didukung di seluruh unit (De Long & Fahey

in Saide et al., 2017). Faktor lain yang mendukung terjadinya Knowledge Sharing

Behaviour adalah iklim organisasi (Tohidinia & Mosakhani, 2009). Iklim

organisasi adalah hasil interaksi antara individu dan lingkungan dan itu

merupakan mekanisme motif yang tersembunyi (Li, Zhu & Luo, 2010).

Menurut Razzaq, Rehman, Dost, & Akram (2017) iklim organisasi secara

signifikan dan positif mempengaruhi Knowledge Sharing Behaviour dan

kepercayaan menjadi perantara yang menghubungkan iklim organisasi dengan

Knowledge Sharing Behaviour.

19
2.3.3 Pentingnya Perilaku Berbagi Pengetahuan

Peran perilaku berbagi pengetahuan atau knowledge sharing behaviour

telah ditelah diteliti dan diakui sebagai salah satu tools paling berdampak pada

perjalanan dan keberlanjutan organisasi. Peran tersebut bisa ditinjau dari sudut

pandang internal, eksternal atau dalam level individu, kelompok maupun secara

organisasi. Adapun peran penting perilaku berbagi pengetahuan/knowledge sharing

behaviour adalah sebagai berikut;

1. Membangun inovasi. Menurut Susanty, Yuningsih dan Anggadwita (2019)

perbedaan kinerja diantara organisasi bertambah karena perbedaan aset

pengetahuan dan kemampuan dalam menggunakan dan mengembangkan

pengetahuan, peran limpahan pengetahuan sangat terkait dengan peningkatan

inovasi dan kinerja perusahaan. Ini berarti bahwa semakin banyak organisasi

menggunakan praktik manajemen yang bertujuan mendukung manajemen

pengetahuan yang efisien dan efektif untuk keuntungan organisasi maka

semakin besar kemungkinannya untuk mencapai inovasi dan kinerja bisnis yang

tinggi (Sadeghi Boroujerdi, Hasani and Delshab), 2019.

Menurut Ben Arfi et al. (2019) berbagi pengetahuan dalam proses

inovasi memiliki dampak yang signifikan terhadap penerimaan konsumen

khususnya mengenai produk-produk baru. Penciptaan dan berbagi pengetahuan

menjadi modal penting dalam melakukan perubahan untuk mempromosikan

kapabilitas organisasi, meminimalkan kompleksitas, ketidakpastian dab risiko

serta mencapai kinerja yang tinggi (Jordao, Novas and Gupta, 2019), jadi

perusahaan yang bertujuan untuk mengembangkan proyek inovasi wajib

20
mengembangkan proses manajemen pengetahuan mereka secara optimal

(Teixeira, Oliveira and Curado, 2019).

2. Innovative Work Behaviour. Manajer sumber daya manusia bisa

mempromosikan perilaku berbagi pengetahuan dan perilaku kerja inovatif

secara konsisten dengan memberikan ruang khusus bahwa ada pengakuan

tentang peran individu dalam proses berbagi pengetahuan dan minat yang

tumbuh dalam organisasi (Kim and Lee, 2013). Hal tersebut mempercepat

perilaku berbagi pengetahuan, menghubungkan manajemen pengetahuan dan

manajemen sumber daya manusia.

Dengan menumbuhkan kesediaan karyawan untuk mengumpulkan dan

menyumbangkan pengetahuan kepada kolega maka manajer harus mendorong

strategi atau mekanisme pembelajaran atau berorientasi tujuan dan job

performance. Lebih lanjut menurut Mura et al. (2015) berbagi pengetahuan

secara langsung terhubung dengan kecendrungan untuk mempromosikan dan

kapasitas untuk mengimplementasikan ide-ide baru sehingga menghasilkan

perilaku inovatif yang lebih tinggi.

3. Menurut Kwah and Park (2016) berbagi pengetahuan memiliki pengaruh

signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini dikarenakan faktor individu (self-

efficacy pengetahuan dan kenikmatan dalam membantu) dan faktor sosial

(ikatan interaksi sosial dan norma timbal balik) sebagai kombinasi unik yang

mempengaruhi orientasi berbagi pengetahuan dalam suatu organisasi. Lebih

lanjut, Masa’deh, Obeidat and Tarhini (2016) menjelaskan kinerja individu

tergantung pada implementasi berbagi pengetahuan dimana semakin kuat

pertumbuhan pribadi, otonomi operasional, pencapaian, dengan berbagi

21
pengetahuan secara terbuka dan cepat mempengaruhi kinerja karyawan melalui

penciptaan ide-ide baru, optimalisasi pemanfaatan sumber daya dan kemajuan

yang lebih cepat. Sedangkan menurut Razzaq et.al (2019) penggunaan

pengetahuan memberikan peluan untuk meningkatkan improvisasi individu.

4. Kinerja organisasi. Implementasi perilaku berbagi pengetahuan/ knowledge

Sharing behaviour yang efektif berperan penting bagi kinerja organisasi (Iqbal

et al.,2019) mengarah pada peningkatan produktivitas, kepuasan,

pengembangan, dan responsif terhadap tantangan lingkungan. Lebih lanjut

Jordao, Novas and Gupta (2019) menjelaskan bahwa relevansi strategis dari

hubungan antara individu dan organisasi dalam proses penciptaan, berbagi

informasi dan pengetahuan berkontribusi pada peningkatan kinerja organisasi,

inovasi dan daya saing.

5. Keunggulan bersaing. Integrasi manajemen pengetahuan khususnya knowledge

sharing behaviour dan variabel-variabel penting dalam organisasi seperti

inovasi, kepemimpinan, kinerja keuangan, new product development. Kinerja

karyawan akan mengarah pada keunggulan kompetitif yang berkelanjutan

(Bashir and Farooq. 2019). Akuisisi, konversi, penyebaran, aplikasi dan

penggunaan Kembali pengetahuan yang dikolaborasikan dengan proposisi nilai,

aset dan kemampuan, arsitektur pendapatan dan biaya dan jaringan bisnis akan

menghasilkan keunggulan bersaing berkelanjutan. Artinya, berbagi

pengetahuan memiliki peran penting dalam meningkatkan orientasi manajemen

pengetahuan sehingga cara-cara baru dalam menciptakan dan menangkap nilai-

nilai dapat diimplementasikan secara optimal dalam suatu organisasi.

22
2.3.4 Manfaat Perilaku Berbagi Pengetahuan

Nasution (2018) mengemukakan bahwa manfaat yang akan dirasakan bila

diterapkan knowledge sharing atau perilaku berbagi pengetahuan :

a. Peningkatan pengetahuan dan kapabilitas pribadi,

b. Tumbuhnya kapabilitas pengendalian diri,

c. Mampu berkomunikasi dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok,

d. Memahami dan mampu menggunakan teknik-teknik pengendalian mutu,

e. Peningkatan kreativitas dan kapabilitas inovasi serta,

f. Mengembangkan cara berpikir yang kritis serta kesadaran pentingnya mutu.

2.4 Motivating Language

2.4.1 Pengertian Motivating Language

Konsep Sullivan pada saat itu adalah pengimplementasian dari speech act

theory- teori hukum pidato (Austin 1975; Searle, 1969) yang menempatkan kategori

linguistik yang meliputi hamper semua bentuk kata-kata verbal para pimpinan.

Speech act theory, menyebutkan terdapat tiga elemen diantaranya locutionary act –

fokusnya pada arti kata; illocutionary act – apa yang pembicara ingin dapatkan/

harapan pembicara (Sullivan, 1988). Salah satu teori yang mengusung teori

motivasi dengan sarana linguistik adalah motivating language atau bahasa motivasi

yang dipersembahkan oleh Sullivan (1988), konsep awal bahasa motivasi mengenai

bahasa pemimpin yang bisa dipergunakan untuk membangun keikutsertaan,

memotivasi, membangun komitmen, dan membagikan visi organisasi dengan para

pekerja, sehingga dapat meningkatkan prestasi perusahaan ke tingkat lebih tinggi

dan kualitas hidup yang lebih baik.

23
Menurut (Mayfield, 2015: 97), teori bahasa motivasi atau motivating

language is to create a model of how top organizational leaders can transmit

organizational visions and related values to internal and external stakeholders in

order to attain improved organizational performance and stakeholder welfare.

Teori bahasa motivasi merupakan model komunikasi tentang bagaimana pimpinan

organisasi tertinggi dapat menularkan visi organisasi kepada stakeholder baik di

dalam maupun di luar organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dan

kemaslahan bersama.

Komunikasi motivasi yang dipakai oleh pemimpin untuk memotivasi

bawahan adalah untuk mengurangi ketidakpastian dan mencapai kinerja yang lebih

baik demi tercapainya tujuan organisasi menuju kesuksesan.

2.4.2 Pentingnya Motivating Language

Teori yang dikembangkan Mayfield (2012), menunjukkan bahwa kinerja

karyawan berhasil meningkat 34 % lebih tinggi dengan bahasa motivasi pemimpin

sebaliknya kinerja karyawan yang hanya tumbuh 20 % dengan perbedaan bahasa

motivasi pemimpin. Temuan ini menunjukkan Bahasa motivasi dalam ranah

komunikasi dan kepemimpinan adalah daerah yang menjanjikan untuk

pengembangan kepemimpinan masa depan.

24
2.5 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai

perbandingan dan tolak ukur penelitian terkait dengan temuan, persamaan dan

perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti lainnya yang telah membahas tentang

pengaruh perilaku berbagi pengetahuan terhadap kepuasan kerja dan perilaku kerja

inovatif yang dimoderasi oleh motivating language, yang akan dijelaskan pada tabel

berikut ini:

Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu

Nama Variabel Perbedaan Persamaan


No Hasil Penelitian
Peneliti/Tahun Penelitian Penelitian Penelitian
1. KSB memiliki pengaruh Menggunakan
Nargiza
Knowledge signifikan namun negatif Variabel
Usmanoza,
Sharing, Job terhadap JS. Knowledge
Jianhua Yang,
Satisfaction, 2. KSB tidak berpengaruh terhadap Sharing, Job
Eli Sumarliah, Objek Penelitian
1 Inovative Work IWB. Satisfaction,
Safeer Ullah Berbeda
Behaviour & 3. ML memoderasi hubungan Inovative Work
Khan & Sher
Motivating (positif) antara KSB & JS. Behaviour &
Zaman
Language 4. ML memoderasi hubungan Motivating
Khan/2020
(positif) antara KSB & IWB. Language
1. Authentic & Transformational
Leadership memiliki hubungan 1. Penelitian ini
yang positif dan signifikan merupakan
Authentic dengan Innovative Work gabungan dari
Leadership, Behaviour. Kualitatif &
Matej Groselj, Menggunakan
Transfomational 2. Psychological Empowerment Kuantitatif.
Matej Cerne, Variabel
Leadership, memoderasi hubungan antara 2. Menggunakan
2 Sandra Penger Innovative
Inovative Work Authentic Leadership dan variabel
& Barbara Work
Behaviour, Innovative Wok Behaviour. Authentic &
Grah/2020 Behaviour
Psychological 3. Psychological Empowerment Transformational
Empowerment memoderasi hubungan antara Leadership serta
Transformational Leadership Psychological
dan Innovative Work Behaviour. Empowerment.

Tranformational Tranformational
Franscosie 1. Leadership (Transformational
Leadership, Leadership,
Contreras, Juan & Transactional) memiliki Menggunakan
Transactional Transactional
C. Espinosal, pengaruh langsung yang positif Variabel
Leadership Leadership,
3 Utz Dornberger terhadap innovative work Innovative
Innovative Work Innovative Work
& Yonni Angel behaviour. Work
Behaviour, Behaviour, Employee
Cuero 2. Transactional Leadership Behaviour
Employee Work Work Engagement,
Acosta/2017 memiliki pengaruh langsung
Engagement, Organizatonal

25
Nama Variabel Perbedaan Persamaan
No Hasil Penelitian
Peneliti/Tahun Penelitian Penelitian Penelitian
Organizatonal namun negatif terhadap Climate &
Climate & innovative work behaviour. Organizational
Organizational 3. Organizational Climate & Absorptive Capacity
Absorptive Organizational Absorptive
Capacity Capacity memediasi hubungan
antara
Transformational/Transactional
Leadership dan Innovative Work
Behavior.
4. Employee Work Engagement
tidak memoderasi hubungan
seluruh variabel terhadap
innovative work behaviour.

1. Karyawan belanda
Employability (employability) memiliki
and Innovative pengaruh yang signifikan
Jol Stoffers, Work Behaviour terhadap rendahnya perilaku
Menggunakan
Karolien in SMEs in kerja inovatif rekan kerja Belgia.
Menggunakan Variabel
Hendrikx, Omar Eureregion, A 2. Leader member exchange
4 variabel Innovative
Habets, cross-national berpengaruh terhadap
employability Work
Beatrice van der comparison innovative work behaviour
Behaviour
Heijden/2019 between Belgium 3. Employablity memediasi
and the hubungan antara leader member
Netherlands exchange dan innovative work
behaviour.
1. Pembelajaran organisasi
memberikan pengaruh yang
positif terhadap perilaku kerja
inovatif.
2. Pembelajaran organisasi
Learning memberikan pengaruh yang
Yu Kyoung
Organization positif terhadap keterikatan Menggunakan
Park, Ji Hoon Menggunakan
And Innovative kerja karyawan. Variabel
Song, Seung variabel
5 Work Behaviour 3. Keterikatan kerja karyawan Innovative
Won Yoon & pembelajaran
The Mediating memberikan pengaruh positif Work
Jungwoo organisasi
Effect Of Work terhadap perilaku inovatif Behaviour
Kim/2013
Engagement karyawan.
4. Keterikana kerja karyawan
memediasi hubungan antara
pembelajaran organisasi dan
perilaku inovatif.

Empowering 1. Empowering leadership


Umamaheswara Menggunakan
leadership and berpengaruh positif terhadap
Rao Jada, Menggunakan variabel
innovative work perilaku inovatif ditempat kerja.
Susmita variabel role clarity berbagi
6 behaviour: a 2. Empowering leadership
Mukhopadhyay & empowering pengetahuan &
moderated berpengaruh positif terhadap
& Rohit leadership perilaku kerja
mediation berbagi pengetahuan pada
Titiyal/2019 inovatif
examination organisasi.

26
Nama Variabel Perbedaan Persamaan
No Hasil Penelitian
Peneliti/Tahun Penelitian Penelitian Penelitian
3. Berbagi pengetahuan memediasi
hubungan antara empowering
leadership dan perilaku kerja
inovatif.
4. Role clarity memoderasi
hubungan secara positif antara
empowering leadership dan
berbagi pengetahuan.
5. Terdapat hubungan tidak
langsung dari empowering
leadership terhadap perilaku
kerja inovatif akibat peran yang
ditimbulkan dari role clarity

Measuring and 1. Organizational creative climate


enhancing berpengaruh positif terhadap
organisational innovative work behaviour. Menggunakan
creative climate, 2. Organizational creative climate Menggunakan variabel
Rosintansafinas
knowledge berpengaruh positif terhadap variabel knowledge
7 Munir & Loo-
sharing, and knowledge sharing. organizational sharing dan
See Beh/2019
innovative work 3. Knowledge sharing berpengaruh creative climate innovative
behaviour in positif terhadap innovative work work behaviour
startups behaviour.
development
1. Motivating language memediasi
proses aksi dari kepemimpinan
melayani (verbal) dan kinerja
karyawan, kepuasan kerja,
Menggunakan
inovasi dalam bekerja dan
variabel servant
tingkat absensi yang sedikit.
leadership, efikasi
Sandra 2. Motivating language memediasi
Motivating diri, kepuasan kerja,
Gutierrez- hubungan antara aksi
language as a absensi karyawan, Menggunakan
Wirsching, kepemiumpinan yang melayani
mediator inovasi kerja variabel
Jacqueline dan variabel lainnya seperti;
8 between servant karyawan, OCB, kepuasan kerja
Mayfield, hasil daripada bawahan, efikasi
leadership and kepercayaan terhadap dan motivating
Milton Mayfield diri, organizational citizenship
employee pemimpin dan language
& Wei behaviour, kepuasan terhadap
outcomes kepercayaan yang
Wang/2015 atasan dan komitmen karyawan.
menginspirasi dari
3. Motivating Language tidak
kepemimpinan yang
memediasi hubungan
melayani
kepemimpinan melayani dan
kepercayaan, inspirasi dan hasil
langsung karyawan secara non
verbal.
The relation of Menggunakan
Menggunakan
Tapas Bantha & workplace 1. Workplace spirituality variabel workplace
variabel
9 Umakanta spirituality with berpengaruh positif terhadap spirituality,
innovative
Nayak/2020 employee’s innovative work behaviour. psychological
work behaviour
innovative work empowerment

27
Nama Variabel Perbedaan Persamaan
No Hasil Penelitian
Peneliti/Tahun Penelitian Penelitian Penelitian
behaviour: the 2. Workplace spirituality
mediating role berpengaruh positif terhadap
psychological psychological empowerment.
empowerment 3. Psychological empowerment
berpengaruh positif terhadap
innovative work behaviour.

1. Transformational leadership
berpengaruh positif terhadap
perilaku inovatif ditempat kerja.
The role of job
2. Terdapat pengaruh yang positif
crafting and
antara transformational
Bilal afsar, knowledge
leadership dan job crafting Menggunakan Menggunakan
Mariam sharing on the
yang memuat sumber daya variabel Job crafting variabel
10 Masood & effect of
struktural, sumber daya sosial & transformational innovative
Waheed Ali transfomational
dan job challenges. leadership work behaviour
Umrani/2020 leadeship on
3. Terdapat pengaruh yang positif
innovative work
antara job crafting yang
behaviour
memuat sumber daya struktural,
sumber daya sosial terhadap
innovative work behaviour
Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2023

2.6 Pengembangan Hipotesis

2.6.1 Pengaruh Perilaku Berbagi Pengetahuan Terhadap Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah dasar dalam menumbuhkan keinginan untuk berbagi

pengetahuan antar karyawan. Menurut Sang et al.(2019), memperhatikan dan

meningkatkan kepuasan kerja bisa dilakukan dengan mengambil Langkah-langkah

seperti memperbaiki kondisi kerja sehari-hari, membangun sistem gaji yang

komprehensif, menyediakan program promosi yang menantan dan transparan, serta

membangun hubungan kerja yang kondusif.

Yang tidak kalah penting, penghargaan terhadap sikap emosional

karyawan sehingga mempromosikan perilaku positif, membangun budaya positif,

mengatur kegiatan komunitas secara teratur, membangun mekanisme komunikasi

28
dalam organisasi atau tim kerja, bahkan berbagi tanggung jawab ketika karyawan

berada dibawah tekanan pekerjaan yang ekstrim.

Lebih lanjut, Kucharska dan Erickson (2019) mengemukakan bahwa

kepuasan kerja adalah driver penting dalam membangun perilaku berbagi

pengetahuan. Jadi organisasi dengan tingkat pengetahuan yang rendah akan

mengurangi proporsi karyawan yang puas dengan pekerjaan mereka yang

berdampak dalam pengurangan praktik berbagi pengetahuan (Lee and Lee, 2020).

Berbagi pengetahuan adalah budaya interaksi sosial yang melibatkan berbagi

pengetahuan yang terjadi pada staf, pada pengalaman dan keterampilan lintas

departemen atau organisasi (Lin, 2007).

Literatur menunjukkan pengaruh berbagi pengetahuan terhadap kepuasan

kerja. Pertama Almahamid et al. (2010) merekomendasikan bahwa berbagi

pengetahuan meningkatkan kemampuan dan kepuasan kerja seseorang. Kedua,

hasil penelitian Kianto et al. (2016) menggambarkan bahwa manajemen

pengetahuan, termasuk kepada knowledge sharing berdampak positif kepada

kepuasan kerja karyawan. Ketiga, Malik dan Kanwal (2018) menyadari bentuk

praktik organisasi berbagi pengetahuan memainkan peran positif dengan kepuasan

kerja karyawan. Terakhir Dalati dan Alchach (2018) menemukan bahwa berbagi

pengetahuan berhubungan positif dengan kepuasan kerja karyawan. Maka dari

berbagi sumber penelitian terdahulu maka dapat dianologikan, semakin tinggi

tingkat perilaku berbagi pengetahuan baik itu antar individual atau kelompok maka

akan semakin tinggi pula tingkat kepuasan kerja karyawan.

29
H1 : Perilaku Berbagi Pengetahuan berpengaruh positif terhadap

Kepuasan Kerja Karyawan.

2.6.2 Pengaruh Perilaku Berbagi Pengetahuan Terhadap Perilaku Kerja

Inovatif

Manajemen sumber daya manusia bisa mempromosikan perilaku berbagi

pengetahuan dan perilaku kerja inovatif secara konsisten dengan memberikan ruang

khusus bahwa ada pengakuan tentang peran individu dalam proses berbagi

pengetahuan dan minat yang tumbuh dalam organisasi (Kim and Lee, 2013). Hal

tersebut mempercepat perilaku berbagi pengetahuan yang menghubungkan

manajemen pengetahuan dan manajemen sumber daya manusia. Dengan

menumbuhkan kesediaan karyawan untuk mengumpulkan dan menyumbangkan

pengetahuan kepada kolega maka manajer harus mendorong strategi atau

mekanisme pembelajaran atau berorientasi pada tujuan dan job performance.

Lebih lanjut Mura et al. (2015) berbagi pengetahuan secara langsung

terhubung dengan kecendrungan untuk mengimplementasikan ide-ide baru

sehingga menghasilkan perilaku inovatif yang lebih tinggi. Aulawi et al. (2009)

berpendapat bahwa perilaku berbagi pengetahuan dapat merangsang individu untuk

berpikir lebih kritis dan lebih kreatif. Demikian pula, Hameed et al. (2019)

menemukan bahwa perilaku berbagi pengetahuan adalah hasil dari keadilan

organisasi yang dipengaruhi oleh mekanisme kepemilikan psikologis karyawan.

Hal itu mengacu kepada generasi-generasi mendatang dengan ide yang berguna dan

orisinal yang terkait dengan perilaku kerja inovatif (Amabile, 1988,1996).

30
Pengetahuan sangat penting untuk proses inovasi (Spender, 1996), dan

untuk mempresentasikan perilaku kerja inovatif, karyawan perlu berinteraksi untuk

memperoleh dan menyebarkan pengetahuan (Thornhill, 2006). Selain itu

disebutkan Holub (2003) yang menekankan bahwa transfer pengetahuan yang cepat

dapat membantu mengembangkan pemikiran dan kreativitas serta kondisi ini dapat

mendorong inovasi karyawan. Maka dari berbagi sumber penelitian terdahulu maka

dapat dianologikan, semakin tinggi tingkat perilaku berbagi pengetahuan baik itu

antar individual atau kelompok maka akan semakin tinggi pula tingkat perilaku

kerja yang inovatif.

H2 : Perilaku Berbagi Pengetahuan berpengaruh positif terhadap Perilaku

Kerja Inovatif.

2.6.3 Motivating Language memoderasi hubungan antara Perilaku Berbagi

Pengetahuan dan Kepuasan Kerja

Frazier et al. (2004) mencatat bahwa mempelajari moderasi memungkinkan

seseorang lebih memahami kondisi dimana variabel paling kuat mempengaruhi

variabel hasil. Berdasarkan hal tersebut, penulis berpendapat bahwa bahasa

motivasi (Motivation Language) seorang supervisor dapat memotivasi karyawan

lebih efektif untuk berbagi pengetahuan dengan rekan-rekan mereka dan mampu

meningkatkan kepuasan kerja mereka. Sullivan (1988) mengusulkan Motivation

Language merupakan teknik yang diambil oleh para pemimpin untuk memotivasi

bawahan untuk mengurangi ketidakpastian dan mencapai kinerja yang lebih baik

dan mencapai tujuan organisasi.

31
Tujuan motivation language adalah untuk menjembatani kesenjangan

antara niat pemimpin dan kinerja pekerja melalui komunikasi verbal (Mayfield and

Mayfield, 2012). Sebagian besar studi mengenai bahasa motivasi fokus kepada

hasil yang akan menguntungkan organisasi dan kepuasan kerja menjadi fokus

dalam Sebagian besar penelitian (Mayfield and Mayfield, 2018). Misalnya

penggunaan bahasa motivasi yang disampaikan oleh supervisor memiliki dampak

yang signifikan kepada kepuasan kerja karyawan (Rowley Mayfield et al. 1998;

Sharbrough et al. 2006; Sexton, 2013).

Maka dari berbagi sumber penelitian terdahulu maka dapat dianologikan,

semakin tinggi efektifitas bahasa motivasi (Motivation Language) yang digunakan

maka akan semakin kuat hubungan antara perilaku berbagi pengetahuan dan

kepuasan kerja.

H3 : Motivation Language Memoderasi Hubungan Antara Perilaku Berbagi

Pengetahuan dan Kepuasan Kerja.

2.6.4 Motivating Language memoderasi hubungan antara Perilaku Berbagi

Pengetahuan dan Perilaku Kerja Inovatif

Untuk lebih memahami dalam kondisi seperti apa hubungan antara perilaku

berbagi pengetahuan dan perilaku kerja inovatif lebih kuat, penelitian ini

menyelidiki peran moderasi. Beberapa pengamat juga mempelajari hubungan

antara berbagi pengetahuan dan inovasi dengan moderator seperti kualitas terhadap

kontrol perawatan (Li-Ying et al. 2016) dan modal sosial (Mura et al. 2013), dimana

temuan mengenai moderasi efeknya bercampur. Oleh karena itu, perlu dilakukan

32
penelitian lebih lanjut mengenai moderasi yang mempengaruhi berbagi

pengetahuan dan hubungannya terhadap inovasi.

Karena perilaku kreatif dan inovasi merupakan upaya yang berisiko

(Sternberg, 2006; Yuan and Woodman, 2010), pekerja menghadapi banyak risiko

dan kekecewaan dalam prosedur inovasi yang akan diterapkan. Dalam keadaan

yang tidak pasti dan berisiko seperti itu, pentingnya bahasa motivasi (motivating

language) sebagai faktor yang dapat menjadi dukungan emosional dari pihak

pemimpin serta berperan aktif dalam kesediaan bawahan untuk tampil inovatif

(Gutierrez-Wirsching et al., 2015; Mayfield and Mayfield, 2004). (Bandura, 1977)

mengemukakan dengan demikian, pekerja lebih percaya diri untuk melakukan

upaya yang lebih besar dalam pekerjaan-pekerjaan yang sulit sekalipun.

Pemberi arahan yang menggunakan bahasa motivasi yang baik memberikan

instruksi yang jelas serta dapat memecahkan masalah yang berhubungan dengan

pekerjaan dan mendukung pekerja untuk mencapai penguasaan dalam tugas-tugas

yang berisiko. Temuan Mayfield and Mayfield (2004) menunjukkan hubungan kuat

dan penting antara bahasa motivasi pemimpin dan inovasi karyawan. Gutierrez-

Wirsching et al., (2015) telah menyiratkan hubungan inovasi bahasa motivasi

pekerja. Selain itu variabel yang terkait dengan kepemimpinan diuji sebagai

moderator untuk meningkatkan koneksi antara klien tertentu berdasarkan hasil

kreativitas dan inovasi yang dilakukan (Shin and Zhou, 2007; Montani et al., 2015;

Sui et al., 2012; Amjed and Tirmzi, 2016). Maka dari penelitian terdahulu maka

dapat dianologikan, bahwa bahasa motivasi yang tinggi maka akan semakin kuat

hubungan antara perilaku berbagi pengetahuan dan perilaku kerja inovatif.

33
H4 : Motivation Language Memoderasi Hubungan Antara Perilaku Berbagi

Pengetahuan dan Perilaku Kerja Inovatif.

2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Kepuasan
Perilaku Kerja
Berbagi
Pengetahuan

Perilaku
Kerja
Inovatif
H3 H4

Motivating
Language

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

34
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif. Sugiyono (2017) menyatakan bahwa metode kuantitatif merupakan

sebuah metode yang digunakan peneliti yang memfokuskan pada populasi atau

sampel tertentu, teknik pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan teknik

total sampling dengan menggunakan intrumen penelitian yang disertakan dengan

analisis data secara kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang

telah ditetapkan pada penelitian ini.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain survei.

Desain penelitian survei merupakan prosedur penelitian yang dilakukan untuk

memeroleh serta mendeskripsikan sikap, perilaku dan karakteristik dari populasi

yang diperoleh melalui sampel dalam sebuah populasi. Jenis survei yang digunakan

adalah Cross Sectional Survey Design yaitu desain penelitian yang mengumpulkan

data pada satu waktu kepada sampel yang sudah ditentukan (Creswell, 2017).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi mengacu kepada seluruh kelompok orang, peristiwa atau hal-hal

yang menarik yang ingin peneliti dapatkan dan ingin diamati (Sekaran, 2016).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Serumpun Indah

Perkasa yang berjumlah 80 orang.

35
3.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi (Sekaran, 2016). Dalam penelitian

ini, digunakan teknik pengambilan sampel yaitu Total Sampling, dimana Total

Sampling ini merupakan teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi

digunakan sebagai sampel (Sugiono, 2014).

3.3 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder, yaitu sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari

sumber asli (tidak memerlukan perantara). Data primer secara khusus

dikumpulkan oleh peneluti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer

yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang disebarkan kepada

para karyawan sebagai responden.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Adapun beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah survei ke lapangan dengan menggunakan kuisioner/angket,

yaitu beberapa daftar pertanyaan berupa angket penelitian yang diajukan kepada

seluruh responden untuk dijawab berkaitan dengan topik penelitian melalui lembar

kuisioner yang akan diisi oleh para karyawan di PT. Serumpun Indah Perkasa Kab.

Padang Pariaman.

3.5 Pengukuran Variabel

Variabel kepuasan kerja memiliki instrumen yang dikembangkan oleh

Spector (1985) diukur dengan 8 item pernyataan, variabel perilaku kerja inovatif

36
memiliki instrumen yang dikembangkan oleh De Jong & Hartog (2008) yang diukur

dengan 12 item pernyataan, variabel perilaku berbagi pengetahuan memiliki

instrumen yang dikembangkan oleh Ho & Ganesan (2013) diukur dengan 7 item

pernyataan dan motivating language memiliki instrumen yang dikembangkan oleh

Mayfield et al. (2018) diukur dengan 16 item pernyataan.

3.6 Operasionalisasi Variabel

Variabel dapat diartikan sebagai apapun yang dapat membedakan atau

membawa variasi pada nilai (Sekaran, 2016). Operasionalisasi variabel

menjelaskan cara yang digunakan dalam meneliti dan mengoperasikan, sehingga

memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan penyempurnaan dari

penelitian ini dengan replikasi pengukuran melalui cara yang sama atau

mengembangkan cara pengukuran yang lebih baik, sesuai dengan keinginan

peneliti yang akan meneliti selanjutnya.

Dalam penelitian ini, terdapat 4 variabel yang akan diteliti. Variabel tersebut

diantaranya:

a. Variabel (X) atau Independen (Bebas)

Merupakan variabel yang memengaruhi atau menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Dalam penelitian ini

yang termasuk variabel bebas adalah perilaku berbagi pengetahuan (X).

b. Variabel (Y) atau Dependen (Terikat)

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena

adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel terikat

adalah kepuasan kerja (Y1) perilaku kerja inovatif (Y2).

37
c. Variabel (Z) atau Moderasi merupakan variabel antara yang

menghubungkan variabel independen dan variabel depeden. Dalam

penelitian ini yang termasuk variabel moderasi ialah motivating language

(Z).

Tabel 3.1
Defenisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Dimensi/Indikator Sumber Skala


Sebagai intensitas sistem pertukaran
Pengetahuan inovasi
pengetahuan yang berharga bagi mitra,
Perilaku teknologi, Pengenalan Ho &
misalnya dalam hal keterampilan secara
1 Berbagi produk baru, Ganesan Likert
teknis, pengetahuan akan produkm proses
Pengetahuan Pengembangan (2013)
manufaktur dalam kemitraan yang
kemampuan
bersifat kooperatif.
Gaji, Promosi,
Menjelaskan bahwa kepuasan kerja
Supervisi, Tunjangan
sebagai sikap yang menggambarkan
Tambahan,
Kepuasan bagaimana perasaan seseorang terhadap Spector
2 Penghargaan, Prosedur Likert
Kerja pekerjaannya secara keseluruhan maupun (1985)
dan peraturan kerja,
terhadap berbagai aspek dalam
Rekan kerja & pekerjaan
pekerjaannya.
itu sendiri, Komunikasi
Menyatakan perilaku kerja inovatif
adalah perilaku yang meliputi ekplorasi
Perilaku peluang dan ide-ide baru yang juga dapat Idea Generation, Idea Ho &
3 Kerja mencakup perilaku pengimplementasian Championing & Idea Ganesan Likert
Inovatif ide baru, menerapkan pengetahuan baru Implementation (2013)
dan untuk mencapai peningkatan kinerja
pribadi atau bisnis.
Merupakan sebuah model komunikasi
Meaning-making
tentang bagaimana pimpinan organisasi
language, Direction-
tertinggi dapat menularkan visi organisasi
Motivating giving atau Mayfield
4 kepada stakeholder baik di dalam maupun Likert
Language perlocutionary speech (2018)
di luar organisasi dalam rangka
empathetic atau
pencapaian tujuan organisasi dalam
illocutionary language
kemaslahatan bersama.
Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2023

Berdasarkan tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian, terdiri dari

beberapa variabel, diantaranya perilaku berbagi pengetahuan sebagai variabel

bebas, kepuasan kerja dan perilaku kerja inovatif sebagai variabel terikat serta

variabel motivating language sebagai variabel moderasi.

38
3.7 Metode Analisis Data

Analisis data yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

penelitian dalam menguji hipotesis-hipotesis penelitian. Metode analisis yang

digunakan pada penelitian ini adalah Partial Least Square-Structural Equation

Modeling (PLS-SEM). Structural Equation Model (SEM) merupakan salah satu

bidang kajian statistik yang dapat menguji sebuah rangkaian hubungan yang relatif

sulit untuk terukur secara bersamaan. Structual Equation Model ini juga merupajan

teknik analisis multivariate kombinasi antara analisis faktro dan analisis regresi,

yang bertujuan untuk menguji hubungan antar variabel yang ada pada sebuah

model, baik antar indikator dengan konstruknya, maupun hubungan antar konstruk

(Santoso, 2018).

Analisis data menggunakan PLS-SEM terdiri dari dua sub-model, yaitu : 1).

Measurement model atau disebut juga dengan outer model. Outer model

menjelaskan tentang hubungan antara konstruksi laten dengan indikator-indikator

manifes yang dimilikinya. 2). Structural model atau disebut juga inner model. Inner

model menjelaskan hubungan antara variabel laten satu dengan yang lainnya dalam

sebuah konstruksi. Data yang diperoleh melalui penyebaran kuisioner lalu diolah

dan dianalisis dengan software SmartPLS. Beberapa alasan penggunaan PLS pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Algoritma PLS yang tidak terbatas hanya untuk hubungan antara indikator

dengan konstruk lainnya yang bersifat reflektif saja, tetapi algoritma PLS juga

dipakai untuk hubungan yang bersifat formatif.

2. PLS digunakan untuk model yang kompleks yang terdiri dari banyak variabel

laten dan manifest tanpa mengalami masalah terhadap estimasi data.

39
3. PLS dapat digunakan ketika distribusi data tidak tersebar di seluruh nilai rata-

ratanya.

4. PLS dapat digunakan untuk menghitung variabel moderasi secara langsung,

karena penelitian ini terdiri atas 1 (satu) variabel moderasi.

3.8 Uji Instrumen Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan terlebih dahulu pengujian atas

instrumen penelitian yaitu menggunakan kuisioner. Pada tahap awal, kuisioner

disebarkan kepada seluruh karyawan PT. Serumpun Indah Perkasa Lubuk Alung

Kab. Padang Pariaman. Hasil kuisioner yang diperoleh kemudian diuji level

validitas dan reliabilitasnya.

Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian merupakan hal yang utama

dilakukan dalam meningkatkan efektifitas proses pengumpulan data. Pengujian ini

dilakukan agar pada saat penyebaran kuisioner instrumen-instrumen penelitian

tersebut sudah valid dan reliable, yang artinya alat ukur untuk mendapatkan data

sudah dapat digunakan.

3.9 Uji Measurement Model Assessment (MMA)

Pada tahap pengujian ini dilakukan untuk menguji validitas dan reliabilitas.

Uji validitas dan reliabilitas pada software SmartPLS dilakukan pada tahap

Measurement Model Assessment (MMA) atau Outer Model yang juga mendefinikan

bagaimana setiap indikator hubungan dengan variabel latennya. Uji yang dilakukan

pada outer model ini adalah convergent validity yang terdiri dari outer loading >

0,7, composite reliability > 0,7, average variance extracted (AVE) > 0,5, dan

discriminant validity dengan metode Fornell Larcker Criterion (Fornel Larcker,

1981), dan cross loading, MMA terdiri dari :

40
3.9.1 Convergent Validity

Uji tersebut bertujuan untuk mengukur validitas indikator sebagai pengukur

variabel yang dapat dilihat dari outer loading, cronbach alpha, composite reliablity

dan average variance extracted (AVE) yang digunakan untuk mengetahui

tercapainya syarat validitas diskriminan. Nilai minimum yang menyatakan bahwa

keandalan telah tercapai sebesar 0,50 (Bagozzi dan Yi, 1988).

Sebuah indikator dapat dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik jika

nilai outer loading untuk masing-masing indikator besar dari 0,70, Hair et al.

(2014). Maka untuk nilai yang kurang dari 0,70 dihapus dari model.

3.9.2 Discriminant Validity

Discriminant validity menunjukkan keunikan konstruk dari konstruk

lainnya. Pengukuran discriminant validity dilakukan menggunakan metode Fornell

Larcker Criterion (Fornel & Larcker, 1981) dan Cross Loading (Bagozzi & Yi,

1988). Suatu variabel laten berbagi varian lebih dengan indikator yang

mendasarinya pada variabel laten lainnyta. Hal ini dapat diartikan nilai yang unik

dikarenakan nilai suatu variabel atau indikator lebih besar terhadap variabel

latennya dibandingkan dengan variabel laten lainnya. (Fornel & Larcker, 1981;

Hair, 2010).

3.10 Uji R Square & Q Square

R Square (uji goodness-fit model) digunakan untuk pengujian variabel laten

(endogen/dependen). R Square digunakan untuk mengukur seberapa banyak

variabel dependen dipengaruhi oleh variabel lainnya. Hair et al. (2014)

mengklasifikasikan kekuatan variabel independen (eksogen) dalam memengaruhi

variabel endogen (dependen) sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:

41
Tabel 3.2
Kriteria R Square
Nilai R Square Keterangan
>0,75 Kuat
0,50-0,75 Sedang
0,25-0,49 Lemah
Sumber: Hair et al. (2014)

Kemudian uji Q Square (predictive relevance) digunakan untuk

mempredikasi seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan estimasi

parameternya, nilai Q Square lebih besar dari 0 (nol) memperlihatkan bahwa model

mempunyai predictive relevance, sedangkan Q Square yang kurang dari 0 (nol)

memperlihatkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance. (Hair et al.

2014) mengklasifikan kekuatan variabel dependen (endogen) sebagaimana terlihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 3.3
Kriteria Q Square
Nilai R Square Keterangan
>0,35 Kuat
0,15-0,34 Sedang
0,02-0,14 Lemah
Sumber: Hair, et al. (2014)

Evaluasi model struktual dengan menggunakan R Square. Perubahan nilai

R Square ini dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen

terhadap variabel dependen berdasarkan model penelitian. Secara umum nilai R

Square adalah 0,75, 0,50 dan 0,25 yang dapat diinterpretasikan sebagai substansial

(kuat), moderat (sedang) dan lemah (Hair, et al. 2014).

Sedangkan Q Square (predictive relevance) digunakan untuk mempredikasi

seberapa baik nilai observasi dapat dihasilkan. Q Square (predictive relevance)

42
digunakan untuk mempredikasi model dan juga estimasi parameter, dimana hasil Q

Square sebesar 0,02, 0,15 dan 0,35 untuk variabel laten (endogen) yang

mengindikasikan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini dikategorikan

lemah, sedang dan kuat (Hair, et al.2014).

3.11 Uji Structural Model Assessment (SMA)

Structural Model Assessment (SMA) merupakan model struktural untuk

mempredikasi hubungan kausalitas antar variabel alten. Uji signifikansi untuk

mempredikasi adanya hubungan kausalitas dapat dilakukan melalui metode

bootstapping (Ghozali & Latan, 2015). Pengujian hipotesis PLS ini tidak

mengasumsikan data berdistribusi normal, sebagai gantinya PLS bergantung

kepada prosedur bootstrapping non parametrik untuk menguji signfikansi

koefisiennya (Hair, et al, 2014).

Berdasarkan olah data yang dilakukan dengan metode bootstrapping, hasil

dapat digunakan untuk menjawab hipotesis pada penelitian ini. Hasil uji hipotesis

pada penelitian ini dapat dilihat melalui nilai T Statistics dan nilai P Values.

Hipotesis penelitian dapat dinyatakan diterima apabila memiliki T Statistics > 1,96

dan P Values < 0,05, maka dapat diartikan bahwa variabel independen (eksogen)

berpengaruh terhadap variabel dependen (eksogen) dan sebaliknya (Hair, et al.

2014).

43
DAFTAR PUSTAKA

Abdel Fattah, F. A. M., Mohamed, A. H. H. ., Bashir, M. I. A., & Al Alawi, A. M.


M. (2020). Determinants of knowledge-sharing behaviour among students
at higher educational institutions in Oman: a planned behaviour theoretical
perspective of knowledge sharing. Global Knowledge, Memory and
Communication, ahead-of-print(ahead-of-print). doi:10.1108/gkmc-07-
2020-0104.

Adio, G., & Popoola, S. O. (2010). Job satisfaction and career commitment of
librarians in federal university libraries in Nigeria. Library Review, 59(3),
175–184.

Afsar, B., Masood, M. and Umrani, W.A. (2019), "The role of job crafting and
knowledge sharing on the effect of transformational leadership on
innovative work behavior", Personnel Review, Vol. 48 No. 5, pp. 1186-
1208.

Bahri. Moh.Saiful. (2018). Pengaruh Kepemimpinan Lingkungan Kerja, Budaya

Organisasi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja yang Berimplikasikan

terhadap Kinerja Dosen. Surabaya: Jakad Publishing.

Chowhan, J., Pries, F. and Mann, S. (2017), “Persistent innovation and the role of

human resource management practices, work organization, and strategy”,

Journal of Management and Organization, Vol. 23 No. 3, pp. 456-471.

Consequences, Vol. 3, Sage publications, doi: 10.4135/9781452231549.

Creswell, John W. 2017. Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantittatif dan Campuran.

Yogya: Pustaka Pelajar

44
Dalati, S. and Alchach, H. (2018), “The effect of leader trust and knowledge sharing

on staff satisfaction at work: investigation of universities in Syria”,

Business, Management and Education, Vol. 16 No. 0, pp. 190-205.

De Jong, J. P., & Den Hartog, D. N. (2008). Innovative work behavior:


Measurement and validation. EIM Business and Policy Research, 8(1), 1-
27.

Edy, Sutrisno, (2009), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group

Ghozali, Imam. 2018. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS

25. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.

Hair, et al, 2014, Multivariate Data Analysis, New International Edition., New

Jersey : Pearson.

Hair, et al. 2010. Multivarioate Data Analysis. 7th edition. New jersey:Pearson

Prentice Hall.

Ho, H. (Dixon), & Ganesan, S. (2013). Does Knowledge Base Compatibility

Helpor Hurt Knowledge Sharing Between Suppliers in Coopetition? The

Role of Customer Participation. Journal of Marketing, 77(6), 91–107.

Li-Ying, J., Paunova, M. and Egerod, I. (2016), “Knowledge sharing behavior and

intensive care nurse innovation: the moderating role of control of care

quality”, Journal of Nursing Management, Vol. 24 No. 7, pp. 94 3-953.

Mayfield, M. and Mayfield, J. (2004), “The effects of leader communication on

worker innovation”, American Business Review, Vol. 22 No. 2, pp. 46-51.

45
Mayfield, M. and Mayfield, J. (2018), Motivating Language and Workplace
Outcomes Motivating Language Theory, Springer, pp. 75-94,
10.1007/978-3-319-66930-4_7.

Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). Research Method For Bussines. Chichester:

Wiley.

Spector, P. E. (1985). Measurement of human service staff satisfaction:

Development of the Job Satisfaction Survey. American journal of

community psychology, 13(6), 693-713.

Spector, P.E. (1997), Job Satisfaction: Application, Assessment, Causes, and

West, M. (1989), “Innovation among health care professionals”, Social Behavior,

pp. 173-184.

West, M.A. and Farr, J.L. (1989), “Innovation at work: psychological

perspectives”, Social Behaviour,

Yang, J. (2007), "The impact of knowledge sharing on organizational learning and

effectiveness", Journal of Knowledge Management, Vol. 11 No. 2, pp. 83-

90.

Yuan, F. and Woodman, R.W. (2010), “Innovative behavior in the workplace: the

role of performance and image outcome expectations”, Academy of

Management Journal, Vol. 53 No. 2, pp. 323-342.3.

46

Anda mungkin juga menyukai