Anda di halaman 1dari 6

RONGGENG DUKUH PARUK

Nama Anggota :

 Andreas Windar / 01
 Christian Effendi / 06
 Hendrykus Alois / 14
 Leoni Iskandar / 19
 Nadhif Aryadhito / 24
 Patricia Aurelia / 26
 Vincentius Viorent / 30

No. Bagian Penjelasan

1 Orientasi  Tokoh & watak

1. Rasus

- Pemberani => Aku mengutuk sengit mengapa kopral Pujo belum


juga muncul. Karena tidak sabar menunggu, maka timbul
keberanianku. (Tohari,Ahmad:102)
- Penyayang => Suatu saat kubayangkan Emak ingin pulang ke
Dukuh Paruk,.... (Tohari,Ahmad:30).
- Pendendam => Nenek menjadi korban balas dendamku terhadap
Dukuh Paruk...... (Tohari,Ahmad:80).
- Bersahabat => Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah payah mencabut sebatang singkong. (Tohari,Ahmad:5).

2. Srintil

- Bersahabat => Sebelum berlari pulang. Srintil minta jaminan besok


hari Rasus dan dua orang temannya akan bersedia kembali
bermain bersama. (Tohari,Ahmad:9).
- Dewasa => Dia membuktikan kata-katanya bahwa dariku dia tidak
mengharapkan uang. Bahkan suatu ketika dia mulai berceloteh
tentang bayi, tentang perkawinan. (Tohari,Ahmad:89)
- Agresif => Aku tak bergerak sedikit pun ketika Srintil merangkulku,
menciumiku. Nafasnya terdengar begitu cepat. (Tohari,Ahmad:64).
- Seorang ronggeng => ......., Srintil mulai menari. Matanya setengah
terpejam. Sakarya yang berdiri disamping Kartareja
memperhatikan ulah cucunya dengan seksama. Dia ingin
membuktikan bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang
ronggeng. (Tohari,Ahmad:15)
3. Santayib (Ayah Srintil)

- Bertanggungjawab => “Meski Santayib orang yang paling


akhir pergi tidur, namun dia pulalah pertama kali terjaga di Dukuh
Paruk.....” (Tohari,Ahmad:18).
- Keras kepala => Kalian, orang Dukuh Paruk. Buka matamu, ini
Santayib! Aku telah menelan seraup tempe bongkrek yang kalian
katakan beracun. Dasar kalian semua, asu buntung! Aku tetap
segar-bugar meski perutku penuh tempe bongkrek. Kalian mau
mampus, mampuslah. Jangan katakan tempeku mengandung
racun. Kalian terkena kutuk Ki Secamenggala, bukan termakan
racun. Kalian memang asu buntung yang sepantasnya mampus!”
(Tohari,Ahmad:23).

4. Istri Santayib

- Keibuan => “Srintil bayi yang tahu diri. Rupanya dia tahu aku harus
melayani sampean setiap pagi.” (Tohari,Ahmad:18).
- Prihatin => “Srintil, Kang. Bersama siapakah nanti anak kita,
Kang?” (Tohari,Ahmad:25).

5. Sakarya (kakek srintil)

- Penyayang => Menjelang tengah malam barangkali hanya Sakarya


yang masih termangu di bawah lampu minyak yang bersinar redup.
Sakarya, kamitua di pedukuhan terpencil itu masih merenungi ulah
cucunya sore tadi. (Tohari,Ahmad:10).
- Tega => “Jangkrik!” sahutku dalam hati. “Kamu si tua bangka
dengan cara memperdagangkan Srintil." (Tohari,Ahmad:106).

6. Nyai Sakarya

- Penyayang
- Penyabar
- Peduli
- Menerima nasibnya sebagai rakyat kecil

7. Nenek rasus

- Linglung => “Ah, semakin tua nenekku. Kurus dan makin bungkuk.
Kasian, Nenek tidak bisa banyak bertanya kepadaku. Linglung dia.”
(Tohari,Ahmad:104).
8. Ki Kartareja dan Nyai Kartareja

- Mistis => Satu hal disembunyikan oleh Nyai Kartareja terhadap


siapa pun. Itu, ketika dia meniupkan mantra pekasih ke ubun-ubun
Srintil. Mantra yang di Dukuh Paruk dipercaya akan membuat siapa
saja tampak lebih cantik dari yang sebenarnya (Tohari,Ahmad:13).

9. Sakum

- Hebat => Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secara


seksama pagelaran ronggeng. Seperti seorang awas, Sakum dapat
mengeluarkan seruan cabul tepat pada saat ronggeng
menggerakkan pinggul ke depan dan ke belakang. Pada detik
ronggeng membuat gerak birahi, mulut Sakum meruncing, lalu
keluar suaranya yang terkenal; Cessss! Orang mengatakan, tanpa
Sakum setiap pentas ronggeng tawar rasanya. (Tohari,Ahmad:13).

10. Kopral Pujo

- Penakut => Mengecewakan. Kopral Pujo tidak lebih berani


daripadaku. Pada saat itu dia tidak bisa mengambil keputusan. Jadi
akulah yang mengambil prakarsa. (Tohari,Ahmad:101).

11. Sersan Slamet

- Tegas => “Katakan; ya! Kami tentara. Kami memerlukan ketegasan


dalam setiap sikap,” kata Sersan Slamet tegas. (Tohari,Ahmad:93)

12. Dower

- Pantang menyerah => “Pada saya baru ada dua buah perak.


Saya bermaksud menyerahkannya kepadamu sebagai panjar.
Masih ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok bisa kuperoleh
seringgit emas.” (Tohari,Ahmad:55). Dan “Aku datang lagi kek.
Meski bukan sekeping ringgit emas yang kubawa, kuharap engkau
mau menerimanya.” (Tohari,Ahmad:67).

13. Sulam

- Sombong => “Sebuah pertanyaan yang menghina, kecuali


engkau belum mengenalku. Tentu saja aku membawa sebuah
ringgit emas. Bukan rupiah perak, apalagi kerbau seperti anak
pecikalan ini.” (Tohari,Ahmad:70).
- Seorang kriminal => “Dia juga kenal siapa Sulam adanya; anak
seorang lurah kaya dari seberang kampung. Meski sangat muda,
Sulam dikenal sebagai penjudi dan berandal.” (Tohari,Ahmad:69).

14. Siti

- Alim => “He, jangan samakan Siti dengan gadis-gadis di Dukuh


Paruk. Dia marah karena kau memperlakukannya secara tidak
senonoh,” kata seseorang, entah siapa karena aku tak berani
mengangkat muka (Tohari,Ahmad:85). Kata-kata ini dikeluarkan
setelah Rasus tidak sanggup menahan kelancangannya dan
mencubit pipi Siti sehingga Siti berlari dengan melempar singkong
yang telah dibelinya.

15. Darsun

- Bersahabat => “Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad:5).

16. Warta

- Penghibur => “Tidak apa-apa Warta. Percayalah sahabatku, tak ada


yang salah pada diriku. Aku terharu. Suaramu memang bisa
membuat siapa pun merasa begitu terharu.” (Tohari,Ahmad:61).
- Perhatian => “Rasus, kau boleh sakit hati. Kau boleh cemburu.
Tetapi selagi kau tak mempunyai sebuah ringgit emas, semuanya
menjadi sia-sia.” (Tohari,Ahmad:60).
- Bersahabat => “Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad:5).

 Latar
1. Waktu
- 1960 => Tahun 1960 wilayah kecamatan Dawuan tidak aman.
(Tohari,Ahmad:90) Dimana di tahun ini diceritakan terjadinya
fenomena berupa kematian akibat tempe bongkrek dan juga
perampokan di Dawuan.
- Sore hari => Ketiganya patuh. Ceria di bawah pohon nangka itu
berlanjut sampai matahari menyentuh garis cakrawala.
(Tohari,Ahmad:9)
- Tengah malam => Seandainya ada seorang di Dukuh Paruk yang
pernah bersekolah, dia dapat mengira-ngira saat itu hampir pukul
dua belas tengah malam, tahun 1946. (Tohari,Ahmad:16)
- Siang hari => Namun semuanya berubah menjelang tengah hari.
(Tohari,Ahmad:20)
- Pagi hari => Matahari mulai kembali pada lintasannya di garis
khatulistiwa. (Tohari,Ahmad:39)

2. Tempat
- Desa kecil Dukuh Paruh => Dua puluh tiga rumah berada di
pendukuhan itu, di huni oleh orang-orang seketurunan. Di Dukuh
Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah dagingnya
(Tohari,Ahmad:4). Disebutkannya 23 rumah menandakan bahwa
Dukuh Paruh merupakan pemukiman kecil yang terpencil.
- Tepi kampung => “Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki
sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.”
(Tohari,Ahmad:5).
- Pelantaran yang membatu di bawah pohon nangka => tempat
Srintil bermain dengan mendedangkan / menyanyikan lagu
kebanggaan para ronggeng serta menari. (Tohari,Ahmad,2008:6)
- Halaman rumah Kartareja => tempat berkumpulnya warga
sebelum dilakukannya upacara pemandian seorang ronggeng
(Tohari,Ahmad:40). Juga dilakukannya upacara sakral untuk leluhur
Dukuh Paruk sebelum menuju pekuburan Dukuh Paruk.
(Tohari,Ahmad:41)
- Pekuburan Ki Secamenggala => tempat yang menjadi salah satu
syarat untuk menjadi seorang ronggeng dengan upacara
pemandian. (Tohari,Ahmad:40)
- Pasar Dawuan => tempat Rasus menghabiskan hari-harinya ketika
meninggalkan Dukuh Paruk sebagai pengupas singkong.
(Tohari,Ahmad:84)
3. Suasana
- Terkesima => penonton menunda kedipan mata ketika Srintil
bangkit. (Tohari,Ahmad:15)
- Kepanikan => Seorang anak berlari-lari dari sawah sambil
memegangi perut. Di depan pintu rumahnya dia muntah,
terhuyung dan jatuh pingsan. Ibunya yang sudah mulai merasakan
sakit menyengat kepalanya, menjerit dan memanggil para
tetangga. Sebelum para tetangga datang, anak itu telah meregang
nyawa. Bahkan ibunya pun jatuh tak sadarkan diri dengan rona
biru di wajahnya. Ibu dan anak terkulai di tanah. Jerit dari rumah
pertama memulai kepanikan di Dukuh Paruk. (Tohari,Ahmad:20)

 Masalah
Peristiwa keracunan tempe Bongkrek yang membunuh sebagian
masyarakat Dukuh Paruh termasuk ronggeng terakhir di desa
tersebut serta penabuh gendang.
2 Komplikasi Sering terjadi perampokan oleh sekelompok orang bersenjata tajam pada
tahun 1990. Terdapat seorang anak muda bernama Rasus yang bertemu
dengan tentara dan kemudian bergabung menjadi anggota tentara,
berminggu-minggu ia membantu para tentara dan berkat kegigihannya dan
kejujuran pada dirinya ia akhirnya diangkat menjadi seorang prajurit yang
bertugas menjaga Dukuh Paruk dari serangan 5 orang perampok yang
hendak merampas emas di rumah Srintil. Pada awalnya Rasus bertugas
memata-matai tetapi pada akhirnya ia memutuskan untuk melawan
perampok tersebut, dengan hati-hati ia dapat membunuh 1 dari 5
perampok. Dari kejadian tersebut membuat Rasus ingin sekali mengabdi
menjadi seorang tentara dan meninggalkan perkawinan yang hendak
diadakan oleh Srintil.
3 Resolusi Sebagai resolusi, Rasus telah menemukan jati dirinya, sebuah arah dalam
menempuh kehidupannya. Walaupun terdapat rasa asmara di antara Rasus
dan juga perempuan yang ia cintai, Srintil, Keputusan yang Rasus pilih
tetaplah sama semenjak ia mengotori tangannya dengan darah demi
melindungi orang yang ia sayangi. Pada pagi buta, Rasus sudah bersiap
meninggalkan Dukuh Paruk untuk melanjutkan tujuan hidupnya sebagai
tentara. Rasus bahagia karena segalanya masih utuh disana ; keramat Ki
Secamenggala, kemelaratan, sumpah serapah, irama calung dan seorang
ronggeng yang ia cintai.

Anda mungkin juga menyukai