Anda di halaman 1dari 9

Nama : Devi Purwati

Kelas : XII AKL 2

Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” yaitu “Kasih Tak Sampai”. Mengapa “Kasih Tak
Sampai”? karena cerita dalam novel tersebut bercerita tentang harapan ronggeng Srintil untuk
dapat hidup bersama dengan lelaki yang sangat dicintai dan didambakan sejak kecil, karena dia
memang teman bermainnya, yaitu Rasus. Namun Rasus tidak mau menerima ajakan Srintil
untuk menikah, karena bagi Rasus, Ronggeng adalah milik masyarakat, milik orang banyak, dan
milik semua orang.

2.       Alur
Alur yang diguna Alur atau jalannya cerita dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” menggunakan
alur maju yang disertai dengan “flash back” atau kembali ( mundur ) kemasa lalu, baik yang
dialami oleh tokoh utama atau pemeran lainya. Dalam cerita ini yakni ditengah-tengah cerita
pengarang menceritakan kembali masa lalu yang sempat dialami oleh pemeran cerita. Seperti
menceritakan kembali terjadinya peristiwa tempe bongrek sebelas tahun yang lalu atau semasa
bayinya Srintil

3.       Latar
Latar Tempat :
a.       Dukuh Paruk. “dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang
seketurunan…”.
b.      Ladang/ Kebun “ditepi kampung, tiga anak sedang bersusah payah mencabut sebatang
singkong. Yakni Rasus, Darsun dan Warta…”.
c.       Dibawah pohon nangka. “dipelataran yang membatu dibawah pohon nangka,...Srintil menari
dan bertembang. Gendang, gong dan calung mulut mengiringinya..”.
d.      Rumah Nyai Kartareja. “di dalam rumah. Nyai Kartareja sedang merias Srintil. Tubuhnya yang
kecil dan masih lurus tertutup kain sampai ke dada …”.
e.       Perkuburan. “rombongan bergerak menuju perkuburan dukuh paruk. Kartareja berjalan
paling depan membawa pedupan….”.
f.       Pasar Dawuan. “Perkenalanku dengan pedagang singkong di pasar memungkinkan aku
mendapat upah…”.
g.      Di Markas Tentara. “pada hari pertama menjadi tobang, banyak hal baru yang kurasakan…”
h.      Di Hutan. “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai. Dalam hal ini aku kecewa karena
tiga orang tentara yang kuiringkan sama sekali tak berpengalaman dalam hal berburu…”.
i.        Rumah Sakarya.”kulihat dua orang perampok tetap tinggal diluar rumah, satu dibelakang
dan lainya dihalaman…..Sakarya yang terkejut langsung mengerti…”.
j.        Rumah Nenek “selagi orang-orang Dukuh Paruk mengerumuni rumah Kartareja, aku duduk
berdekatan dengan Srintil di beranda rumah neneku sendiri”.
k.      Rumah Sakum “Sakum tak terusik oleh hiruk pikuk anak-anaknya, jemarinya terus bekerja..…
Sakum berhenti mendadak ketika Srintil melangkah mendekatinya ”.
l.        Rumah Tarim “panas udara mulai reda ketika Marsusi diterima oleh Kakek Tarim….”.
m.    Lapangan bola deka kantor Kecamatan.” Malam itu semangat kota kecil dawuan berpusat
dilapangan sepak bola dekat kantor Kecamatan. Sebuah panggung lebar…..”
n.      Di Alaswangkal “hampir setengah hari ketika rombonhan dari Dukuh Paruk memasuki
kampung Alaswangkal. Pemukiman penduduk…”.
o.      Kantor Polisi “dikantor itu ternyata bukan hanya polisi, melainkan tentara juga ada disana
mereka segera mengenal siapa yang sedang melangkah…”
p.      Di Penjara/ Tahanan “ Saya Prajurit Dua Rasus. Saya ingin berjumpa Komandan kompleks
tahanan ini secara pribadi…”.
q.      Di Sawah “di tengah sawah, seratus meter diSebelah barat dukuh paruk.Bajus memimpin..”
r.        Di Pantai “sampai dipantai Bajus memilih tempat yang agak terpencil buat memarkir
jipnya…”
s.       Di Vila “...Bajus membelokan mobilnya ke halaman sebuah vila mungil yang ternyata
kemudian sudah disewanya….”
t.        Rumah Sakit “…ketegangan yang meliputi hatiku hanpir berakhir ketika becak berhenti di
gerbang rumah sakit tentara….”

 Latar Waktu :
a.    Sore hari “ ketiganya patuh. Ceria dibawah pohon nangka itu sampai matahari menyentuh
garis cakrawala.” (Tohari,Ahmad, 2008:7)
b.  Malam hari “ jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk yang keluar
halaman...” (Tohari,Ahmad, 2008:7)
c.   Pagi hari “ menjelang fajar tiba, kudengar burung sikakat mencecet si rumpun aur di
belakang rumah.” (Tohari,Ahmad, 2008:63)
  Latar Suasana :
a.  Tenang, tentram
“Sakarya merasa hawa dingin bertiup di kuduknya. Suara hiruk-pikuk bergalau dalam telinga.
Dan tiba-tiba Sakarya terkejut oleh sinar menyilaukan yang masuk matanya. Matahari pagi
muncul di balik awan. “Ah, boleh jadi benar, kematianku sudah dekat,” gumam Sakarya. Aneh,
Sakarya merasakan ketentraman dalam hati setelah bergumam demikian.”
b.     Gembira, bangga, bahagia
“Kegembiraan itu lahir dan berkembang dari Dukuh Paruk. Berita cepat tersiar bahwa pada
malam perayaan Agustusan nanti Srintil akan kembali meronggeng. Kurang dua hari lagi, tetapi
sudah banyak orang bersiap-siap. Anka-anak mulai bertanya tentang  uang jajan kepada
orangtua mereka. Para pedagang, dari pedagang toko sampai pedagang pecel bersiap dengan
modal tambahan. Juga tukang lotre putar yang selalu menggunakan kesempatan ketika banyak
orang berhimpun.”
c.  Tegang, genting
“Kenapa Jenganten?”
“Pusing, Nyai, pusing! Oh, hk. Napasku sesak. Dadaku sesak!”
Nyai Kartareja merangkul Srintil. Dia langsung mengerti masalahnya genting karena Srintil tidak
lagi menguasai berat badannya sendiri.

4.      Tokoh dan Penokohan


a.   Rasus : bersahabat, penyayang, pendendam, pemberani
Bukti bahwa Rasus bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah
payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)
Bukti bahwa Rasus penyayang “ Suatu saat ku bayangkan emak ingin pulang ke Dukuh Paruk.”
(Tohari,Ahmad, 2008:49)
Bukti bahwa Rasus pendendam “ Nenek menjadi korban balas dendamku terhadap Dukuh
Paruk......” (Tohari,Ahmad, 2008:47)
Bukti bahwa Rasus pemberani “ Aku mengutuk sengit mengapa kopral Pujo belum juga muncul.
Karena tidak sabar menunggu, maka timbul keberanianku” (Tohari,Ahmad, 2008:61)
b. Srintil : Bersahabat, seorang ronggeng, agresif, Dewasa
Bukti bahwa Srintil bersahabat “ Sebelum berlari pulang. Srintil minta jaminan besok hari Rasus
dan dua orang temannya akan bersedia kembali bermain bersama.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)
Bukti bahwa Srintil seorang Ronggeng “ ......., Srintil mulai menari. Matanya setengah terpeja.
Sakarya yang berdiri di samping Kartsreja memperhatikan ulah cucunya dengan seksama. Dia
ingin membuktikan bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang ronggeng.”
(Tohari,Ahmad, 2008:10)
Bukti bahwa Srintil agresif “ aku tak bergerak sedikit pun ketika Srintil merangkulku,
menciumiku. Nafasnya terdengar begitu cepat.” (Tohari,Ahmad, 2008:38)
Bukti bahwa Srintil dewasa “ dia tidak mengharapkan uang. Bahkan suatu ketika dia mulai
berceloteh tentang bayi, tentang perkawinan.” (Tohari,Ahmad, 2008:53)
c. Dursun : bersahabat
Bukti bahwa Dursun bersahabat Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah
payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)
d.  Warta : bersahabat, perhatian dan penghibur
Bukti bahwa Warta bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah
payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)
Bukti bahwa Warta perhatian dan penghibur “Rasus, kau boleh sakit hati. Kau boleh cemburu.
Tetapi selagi kau tak mempunyai sebuah ringgit emas, semuanya menjadi sia-sia.”
(Tohari,Ahmad, 2008:37)
“Tidak apa-apa Warta. Percayalah sahabatku, tak ada yang salah pada diriku. Aku terharu.
Suaramu memang bisa membuat siapa pun merasa begitu terharu.” (Tohari,Ahmad, 2008:37)
e. Sakarya (Kakek Srintil): Penyayang, tega
Bukti bahwa Sakarya penyayang “dibawah lampu minyak yang bersinar redup. Sakarya, kamitua
di pedukuhan kecil itu masih merenungi ulah cucunya sore tadi.” (Tohari,Ahmad, 2008:8)
Bukti bahwa Sakarya tega “Jangkrik!” sahutku dalam hati. “kamu si tua bangka dengan cara
memperdagangkan Srintil.” (Tohari,Ahmad, 2008:63)
f. Ki Secamenggala : nenek moyang asal Dukuh Paruk
Buktinya adalah “hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itu percaya penuh Roh Ki
Secamenggala telah memasuki tubuh Kartareja.....” (Tohari,Ahmad, 2008:27)
g.  Kartareja dan Nyai Kartareja : mistis, egois
Bukti bahwa Kartareja dan Nyai Karateja mistis “Satu hal disembunykan oleh Nyai Kartareja
terhadap siapa pun. Itu ketika dia meniuokan mantra pekasih ke ubun-ubun Srintil.”
(Tohari,Ahmad, 2008:9)
“Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-kamit sebentar, laki-laki itu memberi aba-aba....”
(Tohari,Ahmad, 2008:26)
h. Sakum : hebat
Bukti bahwa Sakum hebat “ Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secata seksama
pagelaran ronggeng.” (Tohari,Ahmad, 2008:9)
i.Nenek Rasus : linglung
Bukti bahwa Nenek Rasus pikun “ Ah, semakin tua nenekku. Kurus dan makin bungkuk. Kasian,
Nenek tidak bisa banyak bertanya kepadaku. Linglung dia.” (Tohari,Ahmad, 2008:62)
j. Santayib (Ayah Srintil) : bertanggungjawab, keras kepala
Bukti bahwa Santayib bertanggungjawab “ Meski Santayiborang yang paling akhir pergi tidur,
namun dia pulalah pertama kali terjaga di Dukuh Paruk.....” (Tohari,Ahmad, 2008:12)
Bukti bahwa Santayib keras kepala “Kalian, orang Dukuh Paruk. Buka matamu, ini Santayib! Aku
telah menelan seraup tempe bongrek yang kalian katakan beracun. Dasar kalian semua, asu
buntung! Aku tetap segar bugar meski perutku penuh tempe bingrek. Kalian mau mampus,
mampuslah! Jangan katakan tempeku mengandung racun......” (Tohari,Ahmad, 2008:15)
k. Istri Santayib : Keibuan, prihatin
Bukti bahwa Istri Santayib keibuan “ Srintil bayi yang tahu diri. Rupanya dia tahu aku harus
melayani sampean setiap pagi.” (Tohari,Ahmad, 2008:12)
Bukti bahwa Istri Santayib prihatin “Srintil kang. Bersama siapakah nanti anak kita, kang?”
(Tohari,Ahmad, 2008:16)
l. Dower : mengusahakan segala macam cara
Bukti bahwa Dower mengusahakan “ pada saja baru ada dua buah perak. Saya bermaksud
menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok
bisa kuperoleh seringgit emas.” (Tohari,Ahmad, 2008:34)
“Aku datang lagi kek. Meski bukan sekeping ringgit emas yang kubawa, kuharap engkau mau
menerimanya.” (Tohari,Ahmad, 2008:41)
m. Sulam : penjudi dan berandal, sombong
Bukti bahwa Sulam penjudi dan berandal “ Dia juga kenal siapa Sulam adanya; anak seorang
lurah kaya dari seberang kampung. Meski sangat muda, Sulam dikenal sebagai penjudi dan
berandal.” (Tohari,Ahmad, 2008:42)
Bukti bahwa Sulam sombong “ Sebuah pertanyaan yang menghina, kecuali engkau belum
mengenalku. Tentu saja aku membawa sebuah ringgit emas. Bukan rupiah perak, apalagi
kerbau seperti anak pecikalan ini.” (Tohari,Ahmad, 2008:42)
n.  Siti : alim
Bukti bahwa Siti alim “hw, jangan samakan Siti dengan gadis-gadis di Dukuh Paruk. Dia marah
karena kau memperlakukannya secara tidak senonoh.” (Siti meleparkan singkong ke arah
Rasus) (Tohari,Ahmad, 2008:50)
o. Sersan Slamet    : penyuruh, tegas
Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh “Pekerjaan dimulai.peti-prti logam serta barang lainnya
diangkat ke atas pundak dan kubawa ke sebuah rumah....” (Tohari,Ahmad, 2008:54)
Bukti bahwa Sersan Slamet tegas “Katakan; ya! Kami tentara. Kami memerlukan ketegasan
dalam setiap sikap,” kata Sersan Slamet tegas (Tohari,Ahmad, 2008:55)
p.  Kopral Pujo : penakut
Bukti bahwa Kopral Pujo penakut “ mengecewakan. Ternyata Kopral Pujo tidak lebih berani
daripada aku......” (Tohari,Ahmad, 2008:60)
q. Tampi : penyayang, sabar.
Bukti bahwa Tampi penyayang dan sabar :
 “Bagaimana Srin?” tanya Tampi setelah melangkahi pintu bilik. “Ini kubawakan untukmu pisang
raja yang matang pohon. Wangi sekali,”
r.  Masusi. Jahat, hidung belang, pendendam, Bukti :
“ Dan Marsusi terkejut ketika sadar dirinya kini berada hanya beberapa jengkal dari Dilam. Dan
dia berada dalam bilik itu, terus terang dalam rangka tujuan yang sama. Bila Dilam telah
mencelakakan pemilik ladang yang telah meracuni kerbaunya, maka Marsusi akan membuat
celaka seorang anak Dukuh Paruk yang telah mempermalukannya, menampik hajatnya.
Pandangan mata Marsusi baur. Terbayang oleh Srintil memegang dada sambil terbatuk
mengeluarkan darah segar. Ada beling dan paku-paku berhamburan dari mulutnya. Matanya
terbeliak mengerikan. Kemudian terbayang keranda diusung menuju pekuburan diiringi tangis
semua warga Dukuh Paruk. Marsusi menggeleng-gelengkan kepala. Menelan ludah dan
membunuh rokoknya di lantai. Seperti halnya Dilam, pada saat itu pun Marsusui ingin segera
pulang. Tetapi bayangan Srintil ketika menampiknya kelihatan lagi di depan mata. Urat-urat
pipinya menggumpal. Pada saat itu terdengar suara dari dalam. Kakaek Tarim
memamnggilnya.”
s. Diding. Kacung Tamir yang tunduk dan patuh pada majikan demi uang yangakan di bawanya
pulang untuk anak istrinya.
Bukti :
“Pak, malam ini aku tidak ikut pulang ke penginapan. Aku dan Diding.”
“He? Mengapa aku?” sela Diding.
“Sudahlah, nanti uang makanku buat kamu.”
“Kamu tidak ikut krmbsli ke Eling-eling?”
“Satu malam saja, Pak. Ah, malah saya bisa bekerja gasik besok pagi. Percayalah, Pak.”
“Mau ke Dukuh Paruk, kan? Bajul cilik kamu!”
“He...he...he.”    
t. Tamir. Laki-laki hidung belang yang datang dari kota Jakarta dalam pekerjaannya pengukuran  
tanah untuk pembuatan jalan di Dukuh Paruk Pecikalan. Dia seorang laki-laki petualang
perempuan yang patah hati oleh Srintil.
Bukti :
“Pada hari ke tiga ketika Bajus dan teman-temannya sedang berada di sebuah warung minuman
di Dawuan, Tamir membuat pengakuan segar.
“Siapa yang percaya padaku ketika kemarin aku pergi ke Dukuh Paruk hendak buang haja?”
“Bajingan! Jadi apa perlumu kesana? Menemui perempuan itu?” tanya Bajus.
“Jangan marah dulu, Pak. Pokoknya aku memperoleh ilmu penting. Aku tahu namanya : Srintil.”
“Srintil? Nama yang aneh.”
“Tak apa, kan? Yang penting bagaimana  orangnya.”
“Lalu?”
“Dia tidak punya suami. Ini!”
Semua diam, seakan cerita yang keluar dari mulut Tamir memerlukan kekhususan buat
memahaminya. Dan Tamir cengar-cengir.
u. Bajus. Bujang tua yang baik kepada Srintil namun jauh dari perkiraan. Srintil sempat akan
dijadikannya umpan demi proyek tendernya lolos.
Bukti :
“Ya, andaikan benar dia tidak bersuami, lalu kamu mau apa?” sela Diding.
“Ah, berita apapun memang tak penting bagimu kecuali berita pembayaran gaji. Namun siapa
tahu Pak Bjus menyukai keteranganku. Siapa tahu, Pak.”
“Hus! Aku memang perjaka lapuk. Aku memang tertua diantara kalian. Namun mestinya tidak
harus menjadi sasaran untuk celoteh semacam ini.”
v. Darman. Aparat kepolisian yang membantu maksud dan tujuan Marsusi kepada Srintil demi
satu truk kayu bakar.
Bukti :
“Begini, Mas Darman. Aku memerlukan sedikit keterangan tentang Srintil,” kata Marsusui
dengan suara rendah.
“Srintil?” tanya Darman. Kepalanya condong ke depan dan matanya membulat.
“Betul, Mas. Sampai kapankah kiranya Srintil dikenai wajib lapor?”
“Wah, nanti dulu. Mengapa sampean bertanya tentang Srintil?”
“Terus terang, ini berhubungan dengan keadaanku yang sudah menjadi dada.”
“Ah, ya. Lalu mengapa Srintil?”
Kata-kata Darman terputus dan berlanjut dalam hatinya; selagi semua orang bekerja keras
menghapus jejak koneksitas dengan orang-orang yang terlibat peristiwa 1965, mengapa
Marsusi berbuat sebaliknya?”
“Mas Darman, sesungguhnya aku malu terus terang. Tetapi bagaimana ya, aku benar-benar
tidak bisa melupakannya.”
“Baik Pak Marsusi. Asal sampean camkan, situasinya bisa berkekmbang demikian rupa sehingga
dapat menyulitkan diriku.”
“Oh, aku sadar betul, Mas Darman. Akan ku jaga sekuat tenaga agar segala kaibat tindakanku,
akulah yang menanggung, aku seorang. Sekarang katakan, kapan kiranya Srintil bebas dari waib
melapor.”
w. Pak Blengur. Bos besar pemegang tender pembuatan jalan, jembatan dan gedung bupati
(majikan Bajus). Lelaki petualang cinta dari satu perempuan ke perempuan lainya namun
terketuk hati dan kesadarannya karena Srintil.
Bukti :
“Ternyata rapat  berlangsung tidak hanya dua jam saja. Bajus berdiri dan melongok ke dalam.
Dilihatnya Blengur sedang berbincang sambil berdiri dengan seorang pejabat penting yang
berkantor di Eling-eling. Tak sabar, Bajus masuk. Dengan kesopanan seorang kacung diambilnya
tas dari tangan Blengur, lalu berdiri menunggu. Keduanya kemudian keluar.
“Kok mereka pulang, Pak,” taya Bajus ketika melihat banyak mobil keluar meninggalkan hotel.
“Sudah tak ada acara lagi?”
‘Tidak ada. Bupati tidak menghendaki ada pesta. Wah, kebetulan. Aku pun tak menghendaki
pesta. Aku hanya ingin beristirahat.”
“Kita bisa ngomong-ngomong sebenyar di sini, Pak?”
“Soal apa?”
“Biasa, Pak. Kepada siapa lagi kalau bukan pada Bapak saya minta pekerjaan. Nah, ini
bagaimana Pak?”
Blengur memperhatikan dua foto yang baru diserahkan kepadanya oleh Bajus. Kepalanya
miringk ke kiri dan ke kanan, seakan lupa benda yang dipegangnya hanya berdimensi dua.
Perempuan dalam foto ini langsung menjebak dengan kesan yang kuat.”
x. Lurah Pecikalan (kepala desa). Bijaksana dan peduli akan penduduknya.
Bukti:
“Lurah pecikalan yang tua dan kuno sesungguhnya merasa malu bila da priyayi proyek seperti
Bajus masuk ke tengah kemelaratan Dukuh Paruk. Tentang kemelaratan di pedukuhan terpencil
itu secara resmi bisa dihubungkan dengan kemampuannya sebagai kepala desa. Maka tanpa
mengingat Dukuh Paruk yang waktu dihubungkan dengan keberingasan orang-orang komunis,
Lurah Pecikalan menyetujui keinginan Srintil yang disampaikan lewat Kartareja. Bahkan lurah
tua itu memberi keterangan tentang beberapa orang yang hendak menjual rumah. Mereka
adalah para penerima uang ganti rugi tanah dan bermaksud membangun rumah baru yang
permanen.”
5.       Gaya Bahasa
Gaya Bahasa yang terlihat dalam novel ini kadang membingungkan, karena terdapat bahasa
jawa dan mantra-mantra jawa.
Misalnya :
Uluk-uluk perkutut manggung
Teka saka negndi,
Teka saba tanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon,
Ora manis kaya putuku, Srintil

6.       Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam penulisan novel “Ronggeng Dukuh
Paruk” ini adalah menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama seperti
adanya kata “aku” dan sudut pandang pengganti orang ketiga baik dalam cerita maupun diluar
cerita. Bukti pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga adalah seperti adanya kata “ dia
dan –nya” dan menyebutkan nama tokoh secara langsung.

7.       Amanat
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui novel
“Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu melihat seseorang itu
tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir mengenai
tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Pesan lain mungkin juga
seperti jangan menyia-nyiakan orang yang telah sepenuh hati mencintai kita, karena belum
tentu suatu saat nanti kita dapat menemukan orang yang mencintai kita seperti itu.
Dan adat bagaimanapun tetap harus berlaku dalam kehidupan yang meyakininya, karena jika
memang suatu daerah mempercayai adat yang berlaku, maka harus dijalankan dengan sebaik-
baiknya. Karena pada setiap keyakinan pasti ada suatu hal yang akan terjadi jika suatu adat
kebiasaan tidak dilaksanakan. Serta jangan gampang terpengaruh dengan keadaan duniawi
karena suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali
kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat mencekam masa depanmu!

Anda mungkin juga menyukai