Gaya Bahasa yang terlihat dalam novel ini kadang membingungkan, karena
terdapat bahasa jawa dan mantra-mantra jawa.
Misalnya :
Uluk-uluk perkutut manggung
Teka saka negndi,
Teka saba tanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon,
Ora manis kaya putuku, Srintil
Majas hiperbola
1. Waktu itu Bajus berterus terang masih bujangan,sambil tersenyum dan mata bercahaya.
2. Jangan lagi ada tatapan yang mengiris hati,jangan lagi ada cibiran yang meremukkan jiwa
3. Oh tetapi disana ada seseorang yang melihatnya dengan mata yang lunak
4. Sehingga Srintil merasakan sebagai runcingnya ranting bambu yang menghujam dada
5. Obornya membuat suara gemuruh
6. Dan kelelakian itu,ketelanjangannya sudah dikenal Srintil melalui kedirian Rasus yang liar
dan kenyal seperti anak kambing,
7. Semuanya tersungging dan matanya berkilat
8. Tamir membuat pengakuan yang segar.
9. Ketika motor sudah berjalan tubuh Srintil menjadi bagian yang terpisah dari sesuatu yang
bergerak
11/12/2018
10. Pelepah-pelepah yang merah terbakar sudah luruh diganti pelepah baru yang hijau dan
segar.
Majas hiperbola dan personifikasi
• Meskipun Dukuh Paruk selalu paling terbelakang namun dulu dia mandiri. Dia
menyatu dengan ketenaran irama calung dan ronggeng
1. Meniti nasib
2. Hatinya diamuk nelangsa
3. Si mata keropos
4. Mengundang kerinduan
5. “kucing saja tidak pernah lupa dimana dia dilahirkan”
6. Hati yang terbelah
7. “Seperti letupan polong orok-orok kering menyebar biji, begitu mendadak
sehingga sulit diterka waktunya secara tepat
8. Ada puting beliung berkisar kisar dalam dada serintil
9. Ada denyut keras menyetak jantungku
10. Bulan tua sudah berada di tengah belahan langit barat
Tokoh dan penokohan
• 1. SRINTIL
Srintil adalah gadis yang rapuh, setelah berbagai ujian hidup yang
dihadapinya. Ia senang dapat bertemu kembali dengan keluarganya di
Dukuh Paruk. Ia berubah menjadi gadis biasa yang tidak berusaha
mengundang perhatian para lelaki. Ia sangat kecewa saat Nyai Kartareja
memintanya untuk kembali seperti dulu. Ia sangat penuh kasih sayang
terhadap Gober. Ia tidak menyukai sikap Marsusi dan sikapnya yang
semena-mena. Srintil juga emiliki rasa takut yang berlebih erhadap laki-
laki setelah berbagai peristiwa yang menimpanya selama ia di penjara.
Srintil merasa malu pada Rasus, namun masih memiliki harapan bahwa
Rasus mau menerimanya lagi dalam kehidupannya.
Bukti
• “…"Jangan takut seperti itu, jenganten. Dengar. Aku dan Pak Bajus ini
akan berbicara dengan kamu. Beliau ini jauh-jauh datang dari Jakarta.
Mungkin saja, aku tidak tahu persis, beliau membutuhkan teman.
Begitu, Pak Bajus? Oh, aku hampir lupa. Ini uang ganti rugi untuk tanah
si Goder. Atas nasihat Pak Bajus uangmu tak dipotong apa pun.“…” (Pak
Lurah berusaha menenangkan Srintil)
Bukti
• “…Srintil yang lunglai digeluti oteh tiga orang perempuan sambil menangis. Dia kemudian dipapah karena tak
mampu lagi berjalan sendiri. Namun Srintil kembali menjerit ketika dari balik genangan air matanya dia melihat
Dukuh Paruk sudah sangat berubah. Dan tangisnya makin menjadi-jadi manakala Srintil membenamkan wajahnya
ke pangkuan neneknya, Nyai Sakarya….“ (Srintil saat kembali ke Dukuh Paruk)
• “…Musim hujan tiba. Sakarya menganjurkan orang-orang Dukuh Paruk melapisi atap-atap gubuk mereka dengan
ilalang buat mengedap air hujan…” (Sakarya dengan bijak memberikan anjuran pada warga Dukuh Paruk.)
• 5. GOBER DAN TAMPI
• Tampi adalah ibu Gober. Ia begitu menyayangi Srintil dan menggambarkan Srintil sebagai ibu
kedua Gober. Gober digambarkan oleh Srintil sebagai anak yang masih polos dan bersih.Srintil
sebagai ibu susunya amatlah menyayanginya. Menghabiskan waktu bersama Gober membuat
Srintil dapat melupakan kemalangan yang menimpa dirinya.
BUKTI
• “…Sekali lagi matanya yang bening menatap Srintil. Dua pasang mata, satu bening dan satu
letih serta kuyu saling tatap mencari makna. Dengan kebeningannya mata Goder menangkap
kesejatian, satu hal yang amat peka dalam jiwa seorang bocah…” (Srintil mengamati Gober)
• “…Dan mengapa orangorang tidak tahu bahwa tempat yang teduh itu hanya bisa dia temui
pada cahaya mata seorang anak yang tertawa riang. Hanya tawa riang Goder yang mampu
membuat Srintil lupa akan penggal sejarah amat getir yang baru dilaluinya…” (Pandangan
Srintil terhadap Gober)
• 6. MARSUSI
• Marsusi digambarkan seagai orng yang keras kepala dan tidak tahu malu. Ia tak
takut dicibir orang dengan menggoda Srintil yang bekas tahanan. Ia juga
memaksa Srintil untuk mengikuti keamuannya. Pada saat Srintil terjatuh, ia
bersikap baik, namun saat Srintil menjauh, ia menjadi penuh oleh nafsu.
BUKTI
• “Marsusi mengerti niat bermanis-manis dengan Srintil akan mengundang
risiko dari yang paling ringan berupa cibiran masyarakat sampai yang
paling berat berupa goyahnya status sebagai orang penting dalam dinas
perkebunan di Wanakeling. Soalnya, Marsusi sungguh rela dikatakan
seperti perjaka tanggung yang merasa amat sulit melupakan anak Dukuh
Paruk yang selalu berpacak gulu sambil melirik dan tersenyum dalam
angannya…” (Marsusi yang tidak tahu malu)
• 7. KARTAREJA DAN NYA’I KARTAREJA
• Kartareja menjadi salah seorang panutan dan tetua Dukuh Paruk setelah kepergian
Sakarya. Ia dan istrinya kini kembali menjadi bagian dari kehidupan Srintil. Nyai
Kartareja adalah orang yang senang membicarakan orang lain. Kabarkepulangan Srintil
cepat menyebr karena Nyai Kartareja. Nyai Kartareja diceritakan memiliki keinginan
untuk menumpang penghasilan pada Srintil dengan berusaha menyatukan Srintil dengan
Marsusi, yang ditolak Srintil mentah-mentah. Srintil sendiri berpendapat bahwa Nyai
Kartareja adalah orang yang bebal.
bukti
• “…Oh, Nyai Kartareja. Rupanya kamu tidak sedikitpun terusik oleh sekian
banyak pertanyaan itu. Kamu bebal. Atau kamu memang tidak peduli akan
keperihanku sehingga kamu tega mendatangkan perkara kelelakian telanjang ke
hadapanku? Nyai Kartareja, kamu kebangeten. Oalah, Gusti...” (Srintil
menyayangkan sikap Nyai Kartareja)
• 8. Bajus
• Bajus adalah orang yang ckup perhatian dan pengertian. Ia memerhatikan
ketika Srintil tampak sakit. Meskipun begitu, kebaikannya perlu
dipertanyakan. Ia dan anak buahnya senang memperhatikan gadis cantik.
Latar tempat dan waktu
DUKUH PARUK
Hampir keseluruhan cerita mengambil latar di Dukuh Paruk. Mulai dari
kepulangan Rasus, kembalinya Srintil, serta kesehariannya setelah kembali dari
penjara. Srintil juga sering berpergian ke Dawuan untuk berbelanja di pasar
Dawuan, menghadiri rapat soal tanah, serta melaporkan diri ke kepolisian
setempat.
“…Langit di atas pesawahan Dukuh Paruk dalam tatapan biasa adalah contoh
wujud kekosongan. Awang-uwung, hampa. Namun dengan tatapan yang sungguh
langit dalam kegelapan malam sama seperti keadaan siang hari, penuh
kehidupan…” (Gambaran Dukuh Paruk).
• TAHUN 1965
• Kejadian-kejadian dalam kisah ini berfokus pada tahun 1960-an, dimana
saat itu politik di Indonesia sedang kacau. Kemiskinan, kriminalitas, serta
perbuatan zalim terjadi dimana-mana. Kebodohan juga masih menjadi
masalah utama pada tahun-tahun tersebut.
SUDUT PANDANG