Anda di halaman 1dari 11

Nama : M.

Ivan
M. Zaqi Rusdani
Kelas : XII IPA 2
Pelajaran : Bahasa Indonesia

Menganalisis Unsur Intrinsik dan Unsur Kebahasaan serta


Interpretasi Pandangan Pengarang terhadap Aspek Kehidupan
Masyarakat pada Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Unsur Intrinsik pada Novel Ronggeng Dukuh Paruk


1. Tema
Tema yang menonjol dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk yaitu bertemakan cinta,
budaya, dan adat istiadat. Di dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk juga diselipkan kisah cinta
asmara sang ronggeng Srintil yang merupakan tokoh utama dalam novel Ronggeng Dukuh
Paruk yang menjalin kisah cinta dengan pemuda bernama Rasus.

2. Tokoh
(1) Rasus
(2) Srintil
(3) Warta
(4) Sakarya
(5) Ki Secamenggala
(6) Kartareja dan Nyai Kartareja
(7) Sakum
(8) Santayib (Ayah Srintil)
(9) Istri Santayib
(10) Dower
(11) Sulam
(12) Siti
(13) Sersan Slamet
(14) Kopral Pujo
(15) Tampi
(16) Lurah Pecikalan (kepala desa)
3. Penokohan
 Rasus : Penyayang, Bersahabat, Pendendam, Pemberani
1. Bukti Rasus Penyayang : “ Suatu saat ku bayangkan emak ingin pulang ke Dukuh
Paruk.” (Tohari,Ahmad, 2008:49)
2. Bukti Rasus Bersahabat : “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang
bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)
3. Bukti Rasus Pendendam : “ Nenek menjadi korban balas dendamku terhadap
Dukuh Paruk......” (Tohari,Ahmad, 2008:47)
4. Bukti Rasus Pemberani : “ Aku mengutuk sengit mengapa kopral Pujo belum juga
muncul. Karena tidak sabar menunggu, maka timbul keberanianku”
(Tohari,Ahmad, 2008:61)
 Srintil : Bersahabat, Seorang ronggeng, Agresif, Dewasa
1. Bukti Srintil Bersahabat :“ Sebelum berlari pulang. Srintil minta jaminan besok
hari Rasus dan dua orang temannya akan bersedia kembali bermain bersama.”
(Tohari,Ahmad, 2008:4)
2. Bukti bahwa Srintil seorang Ronggeng : “ ......., Srintil mulai menari. Matanya
setengah terpeja. Sakarya yang berdiri di samping Kartsreja memperhatikan ulah
cucunya dengan seksama. Dia ingin membuktikan bahwa dalam tubuh Srintil
telah bersemayam indang ronggeng.” (Tohari,Ahmad, 2008:10)
3. Bukti Srintil agresif : “ aku tak bergerak sedikit pun ketika Srintil merangkulku,
menciumiku. Nafasnya terdengar begitu cepat.” (Tohari,Ahmad, 2008:38)
4. Bukti bahwa Srintil dewasa
“ dia tidak mengharapkan uang. Bahkan suatu ketika dia mulai berceloteh tentang
bayi, tentang perkawinan.” (Tohari,Ahmad, 2008:53)
 Warta : Bersahabat, Perhatian dan Penghibur
1. Bukti bahwa Warta bersahabat : “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki
sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)
2. Bukti bahwa Warta perhatian dan penghibur : “Rasus, kau boleh sakit hati. Kau
boleh cemburu. Tetapi selagi kau tak mempunyai sebuah ringgit emas, semuanya
menjadi sia-sia.” (Tohari,Ahmad, 2008:37)
 Sakaraya (Kakek Srintil) : Penyayang, Tega
1. Bukti bahwa Sakarya penyayang : “dibawah lampu minyak yang bersinar redup.
Sakarya, kamitua di pedukuhan kecil itu masih merenungi ulah cucunya sore
tadi.” (Tohari,Ahmad, 2008:8)
2. Bukti bahwa Sakarya tega : “Jangkrik!” sahutku dalam hati. “kamu si tua bangka
dengan cara memperdagangkan Srintil.” (Tohari,Ahmad, 2008:63)
 Ki Secamenggala : Nenek moyang asal Dukuh Paruk
1. Bukti : “hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itu percaya penuh Roh
Ki Secamenggala telah memasuki tubuh Kartareja.....” (Tohari,Ahmad, 2008:27)
 Kartareja dan Nyai Kartareja : Mistis, Egois
1. Bukti : “Satu hal disembunykan oleh Nyai Kartareja terhadap siapa pun. Itu ketika
dia meniuokan mantra pekasih ke ubun-ubun Srintil.” (Tohari,Ahmad, 2008:9)
“Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-kamit sebentar, laki-laki itu memberi
aba-aba....” (Tohari,Ahmad, 2008:26)
 Sakum : Hebat
1. Bukti : “ Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secata seksama pagelaran
ronggeng.” (Tohari,Ahmad, 2008:9)
 Santayib (Ayah Srintil) : bertanggung jawab, keras kepala
1. Bukti Santayib bertanggung jawab : “ Meski Santayiborang yang paling akhir
pergi tidur, namun dia pulalah pertama kali terjaga di Dukuh Paruk.....”
(Tohari,Ahmad, 2008:12)
2. Bukti bahwa Santayib keras kepala : “Kalian, orang Dukuh Paruk. Buka matamu,
ini Santayib! Aku telah menelan seraup tempe bongrek yang kalian katakan
beracun. Dasar kalian semua, asu buntung! Aku tetap segar bugar meski perutku
penuh tempe bingrek. Kalian mau mampus, mampuslah! Jangan katakan tempeku
mengandung racun......” (Tohari,Ahmad, 2008:15)
 Istri Santayib : Keibuan, prihatin
1. Bukti bahwa Istri Santayib keibuan : “ Srintil bayi yang tahu diri. Rupanya dia
tahu aku harus melayani sampean setiap pagi.” (Tohari,Ahmad, 2008:12)
2. Bukti bahwa Istri Santayib prihatin : “Srintil kang. Bersama siapakah nanti anak
kita, kang?” (Tohari,Ahmad, 2008:16)
 Dower : Mengusahakan segala macam cara
1. Bukti bahwa Dower mengusahakan segala macam cara : “ pada saja baru ada dua
buah perak. Saya bermaksud menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih
ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok bisa kuperoleh seringgit emas.”
(Tohari,Ahmad, 2008:34)
 Sulam : Penjudi dan Berandal, Sombong
1. Bukti bahwa Sulam penjudi dan berandal : “ Dia juga kenal siapa Sulam adanya;
anak seorang lurah kaya dari seberang kampung. Meski sangat muda, Sulam
dikenal sebagai penjudi dan berandal.” (Tohari,Ahmad, 2008:42)
2. Bukti bahwa Sulam sombong : “ Sebuah pertanyaan yang menghina, kecuali
engkau belum mengenalku. Tentu saja aku membawa sebuah ringgit emas. Bukan
rupiah perak, apalagi kerbau seperti anak pecikalan ini.” (Tohari,Ahmad, 2008:42)
 Siti : Alim
1. Bukti bahwa Siti alim
“hw, jangan samakan Siti dengan gadis-gadis di Dukuh Paruk. Dia marah karena
kau memperlakukannya secara tidak senonoh.” (Siti meleparkan singkong ke arah
Rasus) (Tohari,Ahmad, 2008:50)
 Sersan Slamet : Penyuruh, Tegas
1. Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh
“Pekerjaan dimulai.peti-prti logam serta barang lainnya diangkat ke atas pundak
dan kubawa ke sebuah rumah....” (Tohari,Ahmad, 2008:54)
2. Bukti bahwa Sersan Slamet tegas
“Katakan; ya! Kami tentara. Kami memerlukan ketegasan dalam setiap sikap,”
kata Sersan Slamet tegas (Tohari,Ahmad, 2008:55)
 Kopral Pujo : Penakut
1. Bukti : “ mengecewakan. Ternyata Kopral Pujo tidak lebih berani daripada
aku......” (Tohari,Ahmad, 2008:60)
 Tampi : Penyayang, Sabar.
1. Bukti : “Bagaimana Srin?” tanya Tampi setelah melangkahi pintu bilik. “Ini
kubawakan untukmu pisang raja yang matang pohon. Wangi sekali,”
 Lurah Pecikalan (kepala desa) : Bijaksana dan peduli akan penduduknya.
1. Bukti: “Lurah pecikalan yang tua dan kuno sesungguhnya merasa malu bila da
priyayi proyek seperti Bajus masuk ke tengah kemelaratan Dukuh Paruk. Tentang
kemelaratan di pedukuhan terpencil itu secara resmi bisa dihubungkan dengan
kemampuannya sebagai kepala desa. Maka tanpa mengingat Dukuh Paruk yang
waktu dihubungkan dengan keberingasan orang-orang komunis, Lurah Pecikalan
menyetujui keinginan Srintil yang disampaikan lewat Kartareja. Bahkan lurah tua
itu memberi keterangan tentang beberapa orang yang hendak menjual rumah.
Mereka adalah para penerima uang ganti rugi tanah dan bermaksud membangun
rumah baru yang permanen.”

4. Alur (Plot)
Alur yang diguna Alur atau jalannya cerita dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk”
menggunakan alur maju yang disertai dengan “flash back” atau mundur kemasa lalu, baik
yang dialami oleh tokoh utama atau pemeran lainya. Dalam cerita ini yakni ditengah-tengah
cerita pengarang menceritakan kembali masa lalu yang sempat dialami oleh pemeran cerita.

5. Latar (Setting)
a. Latar Tempat
 Dukuh Paruk
“Dengan daerah pemukiman terdekat, Dukuh Paruk hanya dihubungkan oleh jaringan
pematang sawah, hampir dua kilometer pajangnya. Dukuh paruk, kecil dan
menyendiri. Dukuh paruk yang menciptakan kehidupannya sendiri”
 Di tepi kampung
“Di tepi kampung, tiga anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang
singkong”
 Rumah Kartareja
“Aku sendiri hanya maju beberapa langkah dan berteduh di emperan rumah
Kartareja”
 Desa Dawuan
“Dawuan, tempatku menyingkir dari Dukuh Paruk, terletak di sebelah kota
kecamatan”
dengan Nyai Kartareja”
 Rumah Batu / Markas tentara
“Pekerjaan ku mulai. Peti-peti logam serta barang berat lainnya kuangkat di atas
pundak dan kubawa ke sebuah rumah batu yang ternyata telah dipersiapkan sebagai
markas tentara”
 Warung lontong
“Perempuan-perempuan itu memperhatikan Srintil memasuki warung penjual lontong.
Di sana Srintil duduk satu lincak bersama perempuan pemilik warung”
 Kantor polisi
“Sampai di depan kantor yang di tuju Kartareja berhenti termangu. Jelas sekali
keraguannya. Tapi Srintil terus melangkah”
b. Latar Waktu
 Sore hari
“ ketiganya patuh. Ceria dibawah pohon nangka itu sampai matahari menyentuh garis
cakrawala.” (Tohari,Ahmad, 2008:7)
 Malam hari
“ jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk yang keluar halaman...”
(Tohari,Ahmad, 2008:7)
 Pagi hari
“ menjelang fajar tiba, kudengar burung sikakat mencecet si rumpun aur di belakang
rumah.” (Tohari,Ahmad, 2008:63)
c. Latar Suasana
 Haru
“Seorang perempuan mengisak. Rasa harunya setelah melihat Srintil menari
menyebabkan air matanya menetes”
 Sedih
“Laki-laki itu menangis seorang diri di sana. Dalam kesedihan nya yang amat sangat,
Sakarya mengadukan malapetaka yang terjadi kepada moyang orang Dukuh Paruk”
 Tegang dan mencekam
“Irama calung kembali menggema. Tetapi suasana jadi mencekam. Semua orang
percaya akan kata Sakarya bahwa Kartareja sedang di rasuki arwah leluhur. Maka
mereka mundur dalam suasana tegang”
6. Gaya Bahasa
Di dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini ada beberapa yang menggunakan bahasa
Jawa dan mantra-mantra jawa yang tidak ada terjemahannya.
Misal :
Uluk-uluk perkutut manggung
Teka saka negndi,
Teka saba tanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon,
Ora manis kaya putuku, Srintil
7. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam penulisan novel “Ronggeng
Dukuh Paruk” ini adalah Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama seperti adanya
kata “aku”, serta Sudut pandang pengganti orang ketiga baik dalam cerita maupun diluar
cerita. Bukti pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga adalah seperti adanya kata “ dia
dan –nya” dan menyebutkan nama tokoh secara langsung.

8. Amanat
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui
novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu melihat
seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau
berpikir mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita.

Unsur Kebahasaan Novel Ronggeng Dukuh Paruk


a. Majas Personifikasi
1. Dukuh Paruk masih diam membisu meskipun beberapa jenis satwanya sudah terjaga.
(hlm. 111)
Tohari melukiskan proses datangnya pagi hari menjelang cahaya matahari terbit dari
timur di Dukuh Paruk. Dukuh Paruk dilukiskan pada suasana pagi yang masih sepi
dan belum ada aktifitas manusia.
2. Tetes-tetes embun jatuh menimbulkan suara desahan desahan musik yang serempak.
(hlm. 111)
Tohari menggambarkan kehidupan Dukuh Paruk yang masih alami sama sekali belum
tersetuh teknologi modern, setiap pagi hanya dihiasi, dihibur oleh suara musik dari
tetes-tetes embun yang berjatuhan dari atas pohon.
3. Dukuh Paruk kembali menjatuhkan pundak-pundak yang berat, kembali bersimbah air
mata. (hlm. 276).
Di kutipan diatas kita mengetahui bahwa Dukuh Paruk hanyalah sebuah desa yang
tidak bisa menjatuhkan sebuah punggung
b. Majas Simile
1. Di bagian langit lain, seekor burung pipit sedang berusaha mempertahankan
nyawanya. Dia terbang bagai batu lepas dari ketapel sambil menjerit-jerit sejadinya.
(hlm. 9)
2. Emak sudah mati, ketika hidup ia secantik Srintil, tampilan emak bagai citra
perempuan sejati (hlm. 33)
3. Arif seperti sepasang perkutut itu adalah Wirsiter dan Ciplak, istrinya. (hlm. 128)
4. Latar sejarahnya yang melarat dan udik ibarat beribil. (hlm. 185)
5. Matanya berkilat seperti kepik emas hinggap di atas daun. (hlm. 190)

c. Majas Metafora
1. Di pelataran yang membantu di bawah pohon nangka ketika angin tenggara bertiup
dingin menyapu harum bunga kopi yang selalu mekar di musim kemarau (hlm. 13)
Maknanya:
Melukiskan keadaan dukuh paruk yang masih asri, ketika malam hari pada musim
kemarau angin terasa dingin.
2. Mereka pantas berkejaran, bermain dan bertembang. Mereka sebaiknya tahu masa
kanak-kanak adalah surga yang hanya sekali datang. (hlm. 14)
Maknanya:
⇨ Melukiskan keindahan dunia anak-anak di dukuh kecil yang serba gembira, bebas
bermain dan belum memiliki tanggung jawab. Dunia anak-anak merupakan fase
kehidupan yang indah dan tidak mungkin terulang kembali pada kehidupan seseorang.
d. Majas Hiperbola
1. Ini cukup untuk kukatakan bahwa yang terjadi pada dirinya seribu kali lebih hebat
daripada kematian karena kematian itu sendiri adalah anak kandung kehidupan
manusia. (hlm. 386)
2. Dalam pemukiman yang sempit, hitam, gelap, gulita, pekat, terpencil itu lengang
sekali, amat sangat lengang. (hlm. 21)
3. Aku membiarkan Dukuh Paruk tetap cabul, kere, bodoh, dungu dan sumpah serapah.
(hlm. 391)

e. Majas pertentangan (litotes)


1. Aku sadar betul diriku terlalu kecil bagi alam. (hlm. 66)
2. Aku terkejut menyadari semua orang di tanah airku yang kecil ini memenuhi segala
keinginanku. (hlm. 104)
3. Kita ini memang buruk rupa tapi punya suami dan anak anak. (hlm. 339)

f. Majas Penegasan (repetisi)


1. Mereka hanya ingin melihat Srintil kembali menari, menari dan menari (hlm. 140)
Pada data kutipan di atas majas repetisi ditemukan pada kata kembali menari, menari
dan menari,
2. Srintil sedang berada dalam haribaan Dukuh Paruk yang tengah tidur lelap selelap
lelapnya, merenung dan terus merenung (hlm. 156)
Pada kutipan di atas majas repetisi terlihat pada kata tidur lelap selelap lelapnya,
merenung dan terus merenung.

g. Majas Sindiran (sarkasme)


1. Dower merasa berat dan mengutuk Kartareja dengan sengit “Si tua bangka ini
sungguh sungguh tengik !” (hlm. 71)

Interpretasi Pandangan Pengarang terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat pada


Novel Ronggeng Dukuh Paruk
Berikut pandangan pengarang dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dalam aspek kehidupan
yang menyangkut sosial, budaya, ekonomi, agama. 
1. Ekonomi 
Kekeringan
 Kedua unggas itu telah melayang berates-ratus kilometer mencari genangan air.
Telah lama mereka merindukan amparan lumpur tempat mereka mencari mangsa ;
katak, ikan, udang atau serangga air lainnya. (Paragraf 1)
 Tumbuhan jenis kaktus ini justru hanya muncul di sawah sewaktu kemarau berjaya.
(Paragraf 2)
 Udara kemarau makin malam makin dingin. (Paragraf 22)
 Kemiskinan
 Namun kemarau belum usai. Ribuan hektare sawah yang mengelilingi Dukuh Paruk
telah tujuh bulan kerontang. Sepasang burung bangau itu takkan menemukan
genangan air meski hanya selebar telapak kaki. Sawah berubah menjadi padang
kering berwarna kelabu. Segala jenis rumput, mati. (Paragraf 2)
 “Air?” ejek Darsun, anak yang ketiga. “Di mana kau dapat menemukan air?”
(Paragraf 13)
 Kemarau tidak disukai oleh bangsa binatang mengirap itu. Buah-buahan tidak mereka
temukan. Seranggapun seperti lenyap dari udara. (Paragraf 20)
2. Sosial
Keterbelakangan
 Dari tempatnya yang tinggi kedua burung bangau itu melihat Dukuh Paruk sebagai
sebuah gerumbul kecil di tengah padang yang amat luas. Dengan daerah pemukiman
terdekat, Dukuh Paruk hanya dihubungkan oleh jaringan pematang sawah, hampir dua
kilometer panjangnya. Dukuh Paruk, kecil dan menyendiri. (Paragraf 20)
Pantang Menyerah
 Ketiganya mengusap telapak tangan masing-masing Dengan tekad terakhir mereka
mencoba mencabut batang singkong itu kembali. (Paragraf 14)
Murah Hati
 Rasus dan Warta mendapat dua buah, Darsun hanya satu. Taka ada protes. (Paragraf
17)
 Keakraban
 Cahaya bulan menciptakan keakraban antara manusia dengan lingkup fitriyahnya.
(Paragraf 22)

3. Budaya
Memberikan Sesajen
 Gumpalan abu kemenyan pada nisan kubur Ki Secamenggala membuktikan polah
tingkah kebatinan orang Dukuh Paruk berpusat disana. (Paragraf 9)

4. Agama
Percaya Animisme
 Semua orang Dukuh Paruk tahu Ki Secamenggala, moyang mereka, dahulu menjadi
musuh kehidupan masyarakat. Tetapi mereka memujanya. Kubur Ki Secamenggala
yang terletak di punggung bukit kecil di tengah dukuh paruk menjadi kiblat kehidupan
kebatinan mereka. (Dalam novel ini unsur keagamaanya tidak terlalu ditampakkan,
karena novel tersebut banyak menceritakan tentang warga Dukuh Paruk dengan
kekentalan budaya yang sangat mempercayai nenek moyang dan animisme dalam
kehidupannya).

Anda mungkin juga menyukai