Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Laporan Keuangan

1. Laporan Keuangan

Menurut SAK (Standar Akuntansi Keuangan) Laporan keuangan

adalah bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap biasanya

meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan

yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya: sebagai

laporan arus kas, atau laporan arus dana, catatan dan laporan lain serta

materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.

Menurut Machfoedz dan Mahmudi (2008:1.18) Laporan keuangan

adalah hasil akhir dari proses akuntansi. Proses akuntansi dimulai dari

bukti transaksi, kemudian dicatat dalam harian yang disebut jurnal,

kemudian secara periodik dari jurnal dikelompokkan ke dalam buku besar

sesuai dengan transaksinya, dan tahap terakhir dan proses akuntansi

adalah penyusunan laporan keuangan.

2. Pengertian Laporan Keuangan

Adapun definisi-definisi mengenai pengertian laporan keuangan di

bawah ini terdapat beberapa definisi yang bersumber dari beberapa

pendapat.

Menurut Sutrisno dalam “Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan

Aplikasi” (2009:9) menyebutkan bahwa:

“Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi


yang meliputi dua laporan utama yakni (1) Neraca dan (2) Laporan
Rugi-Laba. Laporan keuangan disusun dengan maksud untuk
menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam
mengambil keputusan. Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut
antara lain manajemen, pemilik, kreditor, investor, dan pemerintah”.

Menurut Baridwan (2004:17) dalam intermediate accaounting

menyatakan bahwa suatu ringkasan dari proses pencatatan atau suatu

ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi dalam suatu bank syariah

dalam waktu satu tahun.

Menurut Munawir dalam “Analisis Laporan Keuangan” (2010:2)

menyebutkan bahwa :

“Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang


digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan
atau aktivitas perusahaan dengan pihak yang berkepentingan
terhadap data atau aktivitas perusahaan”.

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam “Standar Akuntansi

Keuangan” (2009:1) menjelaskan bahwa:

“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan


keuangan,laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan,
catatan dan laporan lainnya, serta materi penjelasan yang
merupakan bagian dari integritas dari laporan keuangan disamping
itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan
dengan informasi tersebut. Misalnya informasi keuangan sekmen
industry dan geografis serta pengungkapan perubahan harga”.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses pencatatan,

pengklasifikasi, pengikhtisaran dari transaksi-transaksi yang ada.

Menggambarkan keseluruhan aspek aktivitas operasionalisasi perusahaan

selama periode tertentu yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan

perubahan modal, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.

Ditegaskan bahwa relevan dan dapat diandalkan dari pelaporan

keuangan dapat membantu dalam menghasilkan informasi yang

bermanfaat, namun jika laporan keuangan tidak dapat dibandingkan, tidak


dapat dimengerti dan tidak tepat waktu, biaya yang lebih besar dari

manfaat maka akan mengurangi manfaatnya.

3. Pihak-pihak Yang Berkepentingan terhadap Laporan Keuangan

Laporan keuangan pada dasarnya memang hanya digunakan dan

dibutuhkan oleh beberapa pihak yang berkepentingan, tidak hanya

berguna untuk perusahaan atau bisnis. Laporan keuangan sangat

dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti:

a. Pihak Pemberi pinjaman atau kreditor

Pihak yang meminjamkan tambahan modal atau kreditor

membutuhkan laporan keuangan untuk mengambil informasi tetang

kondisi keuangan perusahaan sebagai bahan acuan untuk menolat

atau menyetujui pinjaman yang diajukan.

b. Pihak pemasok atau supplier

Pihak pemasok atau supplier membutuhkan laporan keuangan

perusahaan, terutama disaat membeli barang dengan sistem kredit

atau tidak langsung dibayar tunai. Informasi keuangan digunakan

oleh pihak pemasok atau supplier untuk mengambil keputusan

apakah perusahaan memiliki kemampuan membayar tagihan

sesuai nominal yang tertera atau tidak.

c. Pihak manajemen industri


Pihak manajemen industri mengggunakan informasi keuangan

sebagai wujud pertanggungjawaban mereka pada owner industri

atas kemampuan mereka sepanjang mereka bertugas

diperusahaan itu. Bila informasi finansial mereka baik, maksudnya

kemampuan mereka juga baik. Tetapi, pihak manajemen tidak

diperkenankan melaksanakan window dressing ataupun

mempercantik informasi finansial dengan memalsukan informasi.

d. Pihak investor atau penanam modal

Pihak investor atau penanam modal membutuhkan laporan

keuangan untuk mengetahui apakah modal yang ditanam

dimanfaatkan dengan baik, dan juga dijadikan sebagai bahan

acuan sebelum melakukan investasi atau penanam modal pada

perusahaan tersebut.

e. Pihak pemerintah

Pihak pemerintah terutama bagian yang mengurus pajak

membutuhkan laporan keuangan untuk membayarkan kewajiban

pajak sesuai dengan angka yang tertulis pada laporan keuangan

perusahaan.

f. Pihak pelanggan

Pihak pelanggan yang terikat perjanjian kerja sama membutuhkan

laporan keuangan untuk mengetahui kelangsungan bisnis dalam

jangka panjang, yang menunjukkan riwayat bisnis untuk

menyakinkan pelanggan untuk mengambil kesepakatan kerjasama.

g. Pihak Pegawai
Pegawai memerlukan data informasi keuangan buat

memperhitungkan situasi industri. Andaikan industri terletak dalam

keadaan bagus, pegawai dapat bertugas dengan damai. Mereka

juga dapat memohon konpensasi lebih pada industri bila

perkembangan industri tidak diiringi dengan bertambahnya imbalan

pegawai. Tetapi, apabila industri tampak berada dalam situasi tidak

bagus, pegawai dapat memulai untuk mencari profesi baru.

4. Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan

Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan

akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan

pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat

waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan

yang telah diterima secara umum. Hal tersebut diatur dalam Undang-

Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan

bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD

disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Tujuan umum penyusunan laporan keuangan adalah menyajikan

informasi yang relevan mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran,

saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu

entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat

dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.

Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah daerah

adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan

keputusan dan untuk menunjukkan/menilai akuntabilitas serta kinerja


keuangan suatu entitas pelaporan atas sumber daya yang dikelola dan

membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial maupun politik,

dengan :

1) Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya

ekonomi, kewajiban, dan ekuitas pemerintah daerah;

2) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber

daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas pemerintah daerah;

3) Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan

penggunaan sumber daya ekonomi;

4) Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi

terhadap anggaran yang ditetapkan;

5) Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan

mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;

6) Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah

daerah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan

pemerintahan; dan

7) Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi

kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai

aktivitasnya.

5. Dasar Penyusunan Laporan Keuangan

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 5 ayat (2)

2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003


Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4286).

3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4355).

4) Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

5) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara

Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor

5679).

7) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistim

Informasi Keuangan Daerah.

8) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah.

9) Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah

diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

21 Tahun 2011.
10) Peraturan Menteri Keuangan No.283/PMK.05/2011 Tahun

2011 tentang Pedoman Umum Sistem Akuntansi

Pemerintahan.

11) Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan.

12) Peraturan Menteri Dalam Negeri No.64 Tahun 2013 tentang

Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual

pada Pemerintah Daerah.

6. Komponen Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi

yang berisi informasi keuangan. Informasi keuangan yang terdapat

dalam laporan keuangan tersebut digunakan oleh pihak-pihak yang

berkepentingan, baik pihak internal maupun pihak eksternal.

Berdasarkan Peraturan Permendari No. 71 tahun 2010 tentang

Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), komponen-komponen yang

terdapat dalam satu set laporan keuangan berbasis akrual terdiri

atas:

1) Laporan Realisasi Anggaran

Laporan realisasi anggaran adalah laporan realisasi

pendapatan dan belanja yang disusun berdasarkan basis

akrual. Dalam laporan tersebut disajikan informasi

mengenai pendapatan operasional, belanja berdasarkan

klasifikasi fungsional dan ekonomi, dan surplus.

2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih


Laporan perubahan saldo anggaran lebih (LP-SAL)

menyajikan saldo anggaran lebih awal (saldo tahun

sebelumnya), penggunaan saldo anggaran lebih, Sisa

Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SILPA/SIKPA) tahun

berjalan, koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya,

lain-lain dan Saldo anggaran lebih akhir untuk periode

berjalan.

LP-SAL dimaksudkan untuk memberikan ringkasan atas

pemanfaatan saldo anggaran dan pembiayaan pemerintah,

sehingga suatu entitas pelaporan harus menyajikan rincian

lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam LP-SAL

dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Struktur LP-SAL

baik pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan

Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki perbedaan.

3) Laporan Operasional

Laporan Operasional menyediakan informasi mengenai

seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan

yang tercerminkan dalam pendapatan –LO, beban, dan

surplus/deficit operasonal dari suatu entitas pelaporan yang

penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.

4) Laporan Perubahan Ekuitas


Laporan perubahan ekuitas menyajikan

sekurangkurangnya pos-pos ekuitas awal atau ekuitas

tahun sebelumnya, Surplus/deficit-LO pada periode

bersangkutan dan koreksi-koreksi yang langsung

menambah/mengurangi ekuitas, yang antara lain berasal

dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan

kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar.

5) Neraca

Neraca adalah laporan yang menunjukkan kenaikan atau

penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan

tahun sebelumnya.

6) Laporan Arus Kas

Laporan arus kas adalah salah satu bentuk laporan

keuangan yang menyajikan informasi kas sehubungan

dengan kegiatan operasional, investasi, pembiayaan, dan

transaksi non anggaran yang menggambarkan saldo awal,

penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah

pusat/daerah selama periode tertentu.

7) Catatan Atas Laporan Keuangan


Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif

atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi

anggaran, neraca, dan laporan arus kas.

2.1.2 Kebijakan Akuntansi Laporan Keuangan Daerah

Akuntansi Pemerintah Daerah didesain sebagai sebuah sistem yang

mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 dan mengakomodasi arsitektur Pengelolaan

Keuangan Daerah yang dibangun oleh Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun

2019. Pilar utama pengembangan akuntansi pemerintah daerah terletak pada

perumusan kebijakan akuntansi dan pengembangan sistem akuntansi.

Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah adalah prinsip-prinsip, dasar-

dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan dan praktik-praktik spesifik yang dipilih

oleh Pemerintah Daerah sebagai pedoman dalam menyusun dan menyajikan

laporan keuangan pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan pengguna

laporan keuangan dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan

terhadap anggaran, antar periode maupun antar entitas. Kebijakan akuntansi

tersebut disusun oleh Pemerintah Daerah dan ditetapkan dalam Peraturan Kepala

Daerah.

Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah, yang selanjutnya disingkat SAPD,

adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan dan elemen

lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan

pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintahan daerah. SAPD

tersebut ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah.


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, Pasal 185

sampai dengan Pasal 188, akuntansi pemerintah daerah diatur sebagai berikut:

a. Akuntansi Pemerintah Daerah dilaksanakan berdasarkan:

1) Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah

2) SAPD

3) Bagan Akun Standar (BAS) untuk Daerah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

b. Akuntansi Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh entitas akuntansi dan

entitas pelaporan.

c. Kebijakan akuntansi Pemerintah Daerah meliputi kebijakan akuntansi

pelaporan keuangan dan kebijakan akuntansi akun.

1) Kebijakan akuntansi pelaporan keuangan memuat penjelasan atas

unsur-unsur laporan keuangan yang berfungsi sebagai panduan dalam

penyajian pelaporan keuangan.

2) Kebijakan akuntansi akun mengatur definisi, pengakuan, pengukuran,

penilaian, dan/atau pengungkapan transaksi atau peristiwa sesuai dengan

SAP atas:

a) pemilihan metode akuntansi atas kebijakan akuntansi dalam

SAP

b) pengaturan yang lebih rinci atas kebijakan akuntansi dalam SAP

d. SAPD memuat pilihan prosedur dan teknik akuntansi dalam melakukan

identifikasi transaksi, pencatatan pada jurnal, posting ke dalam buku besar,


penyusunan neraca saldo, dan penyajian laporan keuangan. SAPD

meliputi sistem akuntansi SKPKD dan sistem akuntansi SKPD.

e. Penyajian laporan keuangan paling sedikit meliputi:

1) Laporan Realisasi Anggaran

2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih

3) Neraca

4) Laporan Operasional

5) Laporan Arus Kas

6) Laporan Perubahan Ekuitas

7) Catatan atas Laporan Keuangan

Terkait hal tersebut di atas, Peraturan Menteri ini mengatur beberapa

ketentuan sebagai berikut:

a. Akuntansi Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh entitas akuntansi dan

entitas pelaporan. Entitas Akuntansi adalah seluruh SKPD dan SKPKD,

sedangkan entitas pelaporan adalah Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.

b. Proses Akuntansi Pemerintah Daerah mengandung informasi, aliran

data, penggunaan, dan penyajian dokumen yang dilakukan secara

elektronik.

c. Kebijakan akuntansi dibangun secara dinamis memuat praktik spesifik

yang dipilih oleh Pemerintah Daerah yang berfungsi sebagai panduan

proses penyusunan laporan keuangan mulai dari entitas akuntansi sampai

dengan entitas pelaporan.


d. SAPD pada entitas akuntansi dilaksanakan dalam rangkaian prosedur

identifikasi transaksi, teknik pencatatan, pengakuan dan pengungkapan

atas pendapatan-LO, beban, pendapatan-LRA, belanja, transfer,

pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas, penyesuaian dan koreksi, serta

penyusunan laporan keuangan entitas akuntansi berupa Laporan Realisasi

Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan

Catatan atas Laporan Keuangan.

e. SAPD pada entitas pelaporan dilaksanakan dalam rangkaian prosedur

pencatatan jurnal penyesuaian konsolidasi, kertas kerja konsolidasi, dan

penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah berupa Laporan

Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Neraca, Laporan

Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan

atas Laporan Keuangan.

f. Dalam rangka mencapai tujuan pengendalian dana, pemerintah daerah

dapat menerapkan akuntansi dana yang menggunakan pendekatan

pemisahan kelompok dana menurut tujuan penggunaannya. Pemisahan

kelompok dana tersebut membagi dana menjadi dana umum dan dana

menurut tujuan tertentu. Penerapan akuntansi dana dilaksanakan secara

bertahap yang diatur dengan Peraturan Menteri.

g. Bagan Akun Standar (BAS) merupakan pedoman bagi pemerintah

daerah dalam melakukan kodefikasi akun yang menggambarkan struktur

laporan keuangan secara lengkap. BAS digunakan dalam pencatatan

transaksi pada buku jurnal, pengklasifikasian pada buku besar,

pengikhtisaran pada neraca saldo, dan penyajian pada laporan keuangan.


h. Struktur BAS yang digunakan mengikuti ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2.1.3 Aparatur Pengawas Intern Pemerintah

Sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) , Inspektorat

Daerah memiliki peran dan unit kerja yang sangat strategis baik ditinjau dari

aspek fungsi dan tanggung jawab dalam manajemen maupun dari segi

pencapaian visi dan misi serta program-program pemerintah. Dari segi fungsi-

fungsi dasar manajemen, Inspektorat Daerah mempunyai kedudukan yang

setara dengan fungsi perencanaan atau fungsi pelaksanaan. Sedangkan dari

segi pencapaian visi, misi dan program-program pemerintah, Inspektorat

Daerah menjadi pilar yang bertugas dalam melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan

Kabupaten/Kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan Kabupaten/Kota,

berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah Instansi

Pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan

pengawasan, dan terdiri atas:

a. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang

bertanggung jawab kepada Presiden;

b. Inspektorat Jenderal (Itjen)/Inspektorat Utama (Ittama)/Inspektorat yang

berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala Lembaga

Pemerintah Non Departemen (LPND);

c. Inspektorat Pemerintah Propinsi yang berada dibawah dan bertanggung

jawab kepada Gubernur, dan;


d. Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.

Fungsi APIP yang berjalan dengan baik dapat mencegah kecurangan,

menghasilkan keluaran yang berharga untuk menjadi masukan bagi pihak

auditor eksternal, eksekutif dan legislatif dalam memperbaiki pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan daerah pada waktu yang akan datang. BPK

dapat memanfaatkan hasil pengawasan APIP terutama dari hasil reviu atas

laporan keuangan pemerintah, mendukung manajemen pemerintah daerah

dalam pelaksanaan rekomendasi BPK dan perbaikan sistem pengendalian

Internal. APIP yang profesional dan independen mendorong peningkatan

transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan yang dapat

meningkatkan kewajaran laporan keuangan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 35 Tahun 2018

tentang Kebijakan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Tahun 2019 pada Lampiran menetapkan kegitan pengawasan APIP sebagai

berikut.
I. Kegiatan Pengawasan

Kegiatan peningkatan kapasitas APIP, meliputi:

 bimbingan teknis pemeriksaan investigatif;

 bimbingan teknis pendampingan pengadaan barang

dan jasa (probity advice); dan

 bimbingan teknis penerapan sistem manajemen resiko.

II. Kegiatan asistensi/pendampingan, meliputi:

 Penyusunan dokumen perencanaan dan

penganggaran;

 pengadaan barang dan jasa;

 operasionalisasi sapu bersih pungutan liar;

 pengawalan dan pengamanan Pemerintahan dan

Pembangunan Daerah; dan

 kegiatan asistensi lainnya.

C. Kegiatan reviu, meliputi:

 reviu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah;

 reviu Rencana Kerja Pemerintah Daerah;

 reviu Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat

Daerah;

 reviu Laporan Keuangan Pemerintah Daerah;

 reviu laporan kinerja;

 reviu penyerapan anggaran;

 reviu penyerapan pengadaan barang dan jasa; dan

 kegiatan reviu lainnya.


D. Kegiatan monitoring dan evaluasi, meliputi:

 tindak lanjut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;

 tindak lanjut hasil pemeriksaan APIP;

 dana desa;

 dana Bantuan Operasional Sekolah;

 aksi pencegahan korupsi evaluasi SPIP;

 penilaian mandiri reformasi birokrasi;

 penanganan laporan gratifikasi;

 penanganan Whistle Blower System (WBS);

 penanganan benturan kepentingan;

 penilaian internal zona integritas;

 verifikasi LHKPN/LHKASN;

 verifikasi pelaporan Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi;

 penyelenggaraan pemerintahan daerah;

 perencanaan dan pengganggaran responsif gender; dan

 pelayanan publik.

E. Kegiatan pemeriksaan, meliputi:

 kinerja; dan

 dengan tujuan tertentu.

Pengawasan pada hakekatnya merupakan fungsi yang melekat pada

seorang leader atau top manajemen dalam setiap organisasi, sejalan dengan

fungs-fungsii dasar manajemen lainnya yaitu perencanaan dan pelaksanaan.

Demikian halnya dalam organisasi pemerintah, fungsi pengawasan


merupakan tugas dan tanggung jawab seorang kepala pemerintahan, seperti

di lingkup pemerintah provinsi merupakan tugas dan tanggung jawab

Gubernur sedangkan di pemerintah kabupaten dan kota merupakan tugas dan

tanggung jawab Bupati dan Walikota. Namun karena katerbatasan

kemampuan seseorang, mengikuti prinsip-prinsip organisasi, maka tugas dan

tanggung jawab pimpinan tersebut diserahkan kepada pembantunya yang

mengikuti alur distribution of power sebagaimana yang diajarkan dalam teori-

teori organisasi modern.

III. Maksud dan Tujuan Pengawasan dan Pemeriksaan

Maksud pengawasan dan pemeriksaan itu dalam rumusan yang

sederhana adalah untuk memahami dan menemukan apa yang salah demi

perbaikan di masa mendatang. Hal itu sebetulnya sudah menjadi hal yang

lumrah dan harus dilaksanakan oleh semua pihak baik yang mengawasi

maupun pihak yang diawasi termasuk masyarakat awam. Sedangkan tujuan

pengawasan itu adalah untuk meningkatkan kinerja dan mendayagunakan

para aparatur sipil negara (ASN) dalam melaksanakan tugas-tugas umum

pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang

baik dan bersih (good and clean government).

Seiring dengan semakin kuatnya tuntutan dorongan arus reformasi

ditambah lagi dengan semakin kritisnya masyarakat yang didukung dengan

teknologi informasi, maka rumusan pengawasan yang sederhana itu tidaklah

cukup. Masyarakat mengharapkan lebih dari sekedar perbaikan kesalahan,

melainkan harus diminta pertanggungjawaban kepada yang bersalah.

Kesalahan harus ditebus dengan sanksi/hukuman, dan bila memenuhi

unsur tindak pidana harus diproses oleh aparat penegak hukum, sehingga
membuat efek jera bagi pelaku dan orang lain berpikir seribu kali untuk

melakukan hal yang sama, sehingga praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

(KKN) menjadi berkurang dan akhirnya hilang. Hal seperti itulah yang menjadi

cita-cita dan semangat bangsa Indonesia yang tercermin dalam Undang-

undang Nomor 28 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang

bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Salah satu tuntutan masyarakat untuk menciptakan good governance

dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah peningkatan kiprah institusi

pengawas daerah. Banyak masyarakat bertanya dimana dan kemana

lembaga itu, sementara korupsi semakin merajalela. Masyarakat sudah gerah

melihat perilaku birokrasi korup, yang semakin hari bukannya kian berkurang

tetapi semakin unjuk gigi dengan perbuatannya itu. Bahkan masyarakat

memberi label perbuatan korupsi itu sebagai kejahatan yang luar biasa, dan

biadab, karena diyakini hal itu akan menyengsarakan generasi di belakang

hari. Sampai-sampai masyarakat berfikir untuk membubarkan institusi

pengawas daerah tersebut karena dinilai tidak ada gunanya, bahkan ikut

menyengsarakan rakyat dengan menggunakan uang rakyat dalam jumlah

yang relatif tidak sedikit.

Berbicara tentang pengawasan dan pemeriksaan, sebenarnya

bukanlah tanggung jawab institusi pengawas semata melainkan tanggung

jawab aparatur pemerintah dan semua elemen masyarakat. Karena institusi

pengawas seperti Inspektorat Daerah bukan hanya berdiam diri, tidak berbuat,

tidak inovatif, dan sebagainya. Tetapi jauh dari anggapan itu, insan-insan

pengawas di daerah telah bertindak sejalan dengan apa yang dipikirkan

masyarakat itu sendiri. Langkah pro aktif menuju pengawasan yang efektif dan

efisien dalam memenuhi tuntutan itu telah dilakukan seperti melakukan


reorganisasi, perbaikan sistem, pembuatan pedoman dan sebagainya, namun

kondisinya sedang berproses dan hasilnya belum signifikan dan terwujud

seperti yang diinginkan oleh masyarakat tersebut.

Guna mewujudkan keinginan tersebut diperlukan langkah-langkah

pragmatis yang lebih realistis dan sistematis dalam penempatan sumber daya

manusia (SDM) pada lembaga pengawas daerah, mulai dari pimpinan sampai

staf/pejabat. Seorang pimpinan organisasi akan memberikan pewarnaan

terhadap organisasi tersebut, dan ia akan berfungsi sebagai katalisator dalam

organisasinya, sehingga untuk itu ia harus punya integritas, moralitas dan

kapabilitas serta kompetensi yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya.

Dengan demikian, tugas pengawasan yang dilaksanakan merupakan bagian

dari solusi, dan bukan bagian dari masalah.

Inspektorat Daerah sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah

berperan sebagai Quality Assurance yaitu menjamin bahwa suatu kegiatan

dapat berjalan secara efisien, efektif dan sesuai dengan aturannya dalam

mencapai tujuan organisasi. Titik berat pelaksanaan tugas “pengawasan dan

pemeriksaan” adalah melakukan tindakan preventif yaitu mencegah terjadinya

kesalahan kesalahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan oleh Satuan

Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) serta memperbaiki kesalahan-kesalahan

yang telah terjadi untuk dijadikan pelajaran agar kesalahan-kesalahan

tersebut tidak terulang kembali di masa yang akan datang.

Audit memberikan nilai tambah bagi laporan keuangan suatu instansi

pemerintahan, karena akuntan publik sebagai pihak yang ahli dan independen

pada akhir pemeriksaanya akan memberikan pendapat mengenai kewajaran

posisi keuangan, perubahan ekuitas, hasil usaha dan laporan arus kas.
Auditing merupakan salah satu bentuk atestasi. Atestasi, pengertian

umumnya, merupakan suatu komunikasi dari seorang expert mengenai

kesimpulan tentang realibilitas dari pernyataan seseorang. Dalam pengertian

yang secara khusus, atestasi merupakan komunikasi tertulis yang

menjelaskan suatu kesimpulan mengenai realibilitas dari asersi tertulis yang

merupakan tanggung jawab dari pihak lainnya (Agoes, 2012:2)

Agoes (2011:2) mendefinisikan audit sebagai suatu proses sistematis

untuk secara objektif mendapatkan dan mengavaluasi bukti mengenai asersi

tentang kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan

tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan

dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.”

Menurut Leo Harbert (1979:5) dalam Rai (2008 : 88) terdapat tiga pihak yang

saling berkaitan dalam kegiatan audit, yaitu: (1) entitas pemeriksa (auditor),

(2) entitas yang diaudit (auditee), dan (3) entitas yang meminta

pertanggungjawaban. Hubungan antara ketiganya dapat dilihat padagambar

2.1
Gambar 2.1 Hubungan Audit
Sumber : Leo Harbert (1979:5)

Sumber: Leo Harbert, auditing the performance managemen, (Belmon,

Californi: Wadswort, In.., 1979:5 dalam Rai (2008: 28)

Pihak pertama (auditor) merupakan pihak yang memegang peran

utama dalam pelaksanaan audit karena auditor dapat mengakses informasi

keuangan dan informasi manajemen dari organisasi yang diaudit, memiliki

kemampuan professional dan bersifat independen.

Walaupun pada kenyataannya prinsip independen ini sulit untuk

benarbenar dilaksanakan secara mutlak, antara auditor dan auditee harus

berusaha untuk menjaga independensi tersebut sehingga tujuan audit

dapat tercapai. Pihak auditee biasanya terdiri dari manajemen atau pekerja

suatu organisasi yang bertanggungjawab kepada recipient dan biasa

disebut sebagai pihak kedua. Recipient merupakan pihak-pihak yang

menerima laporan dan biasa disebut pihak ketiga yang terdiri dari beberapa

kelompok antara lain: tingkat yang lebih tinggi dalam organisasi yang

sama, dewan komisaris, stackholder, masyarakat, dan investor baik secara

individual maupun kelompok.


2.1.4 Auditor Internal

Audit internal hanya terdapat pada organisasi yang relatif besar.

Dalam organisasi ini pimpinan membentuk banyak departemen. Bagian,

seksi, atau suatu organisasi yang lain dan mendelegasikan sebagai

wewenangnya kepada kepala-kepala unit organisasi tersebut. Definisi

mengenai Audit Internal menurut Hery (2017:238) sebagai berikut: “Audit

Internal adalah suatu fungsi penilaian yang dikembangkan secara bebas

dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan-

kegiatan sebagai wujud pelayanan terhadap organisasi perusahaan.

Pemeriksaan internal melaksanakan aktivitas penilaian yang bebas

dalam suatu organisasi untuk menelaah kembali kegiatan-kegiatan dalam

bidang akuntansi, keuangan dan bidang-bidang operasi lainya sebagai

dasar pemberian pelayanannya pada manajeman’’.

Menurut The Institute of Internal Auditors (2017: 29) yang terdapat

dalam Standard for Professional Practice of Internal Auditing, menyatakan

bahwa:

“Internal auditing is an independent appraisal function established


within an organization to examine and evaluate as a service to the
organization”.

(Audit Internal adalah fungsi penilaian independen yang ditetapkan


dalam sebuah organisasi untuk diperiksa dan dievaluasi sebagai
layanan untuk organisasi).

Menurut Sukrisno Agoes (2013-203) pengertian audit Internal

sebagai berikut: “Audit Internal adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh

bagian internal audit perusahaan, terhadap laporan keuangan dan catatan

akuntansi perusahaan maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen

puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah


dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku”. Adapun

pengertian audit internal menurut Mulyadi (2010:221) audit internal

merupakan kegiatan penilaian yang bebas, yang terdapat dalam

organisasi, yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan,

dan kegiatan lain untuk memberikan jasa bagi manajemen dalam

melaksanakan tanggung jawab tersebut”. Menurut Amin (2012:136) audit

internal adalah, jaminan independen objektif dan aktivitas konsultasi yang

dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi,

membantu organisasi dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan

efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola”.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, maka dapat

simpulkan bahwa audit internal merupakan suatu proses yang sistematis

untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti atau informasi untuk

menilai suatu organisasi serta menjamin pencapaian tujuan dan sasaran-

sasaran kegiatan-kegiatan di perusahaan dan melaporkan tingkat

kesesuaian dengan kriteria yang telah ditetapkan kepada pihak yang

bersangkutan.

a. Fungsi Auditor Internal

Pada mulanya internal auditor dalam suatu perusahaan

mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu mengadakan pengawasan

atas pembukuan. Namun sejalan dengan meningkatnya sistem,

aktivitas internal auditor tidak lagi berputar pada pengawasan

pembukuan informasi akuntansi semata-mata. Akan tetapi

mencakup pemeriksaan dan evaluasi terhadap kecukupan dan

efektivitas sistem organisasi, sistem internal kontrol dan kualitas


kertas kerja manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab

yang dibebankan kepadanya.

Menurut Mulyadi (2010:211) fungsi audit internal dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Fungsi audit internal adalah menyelidiki dan menilai

pengendalian internal dan efisiensi pelaksanaan fungsi sebagai

tugas organisasi. Dengan demikian fungsi audit internal

merupakan bentuk pengendalian yang fungsinya adalah untuk

mengukur dan menilai efektifitas dari unsur-unsur pengendalian

internal yang lain

2. Fungsi audit internal merupakan kegiatan penilaian bebas,

yang terdapat dalam organisasi, dan dilakukan dengan cara

memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lain, untuk

memberikan jasa bagi manajemen dalam melaksanakan

tanggung jawab mereka. Dengan cara menyajikan analisis,

penilaian rekomendasi, dan komentar-komentar penting

terhadap kegiatan manajemen, auditor internal menyediakan

jasa-jasa tersebut. Auditor internal berhubungan dengan semua

tahap kegiatan perusahaan, sehingga tidak hanya terbatas

pada unit atas catatan akuntansi.

b. Standar Profesi Auditor Internal

Menurut (AAIPI, 2013: 10-14) standar profesi auditor

internal terbagi menjadi dua standar pokok, yaitu:


1) Independensi dan Objektivitas

Dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan audit intern,

APIP dan kegiatan audit intern harus independen serta para

auditornya harus objektif dalam pelaksanaan tugasnya.

Indepedensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam

kemampuang aktivitas audit intern untuk melaksanakan tanggung

jawab audit intern secara objektif. Untuk mencapai tingkat

independensi yang diperlukan dalam melaksanakan tanggung

jawab aktivitas audit intern secara efektif, maka pimpinan APIP

memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan pimpinan

APIP. Ancaman terhadap independensi harus dikelola pada tingkat

individu auditor, penugasan audit intern, fungsional dan organisasi.

Objektivitas adalah sikap mental tidak memihak yang

memungkinkan auditor untuk melakukan penugasan sedemikian

rupa sehingga auditor percaya pada hasil kerjanya dan tidak ada

kompromi atas kualitas yang dibuat. Objektivitas mengharuskan

auditor tidak membedakan judgement-nya terkait audit terhadap

orang lain. Ancaman terhadap objektivitas harus dikelola pada

tingkat individu auditor, penugasan, fungsional dan organisasi.

2) Kompetensi

Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh

seseorang, berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku

yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya. Auditor

harus mempunyai pendidikan, pengetahuan, keahlian dan


keterampilan, pengalaman serta kompetensi lain yang dperlukan

untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

c. Tahap-Tahap Audit Internal

Tahap pekerjaan audit internal menurut (Tunggal, 2012:

120) terdiri atas enam proses:

1) Audit Perencanaan dan Analisis resiko

Dalam tahap ini proses audit memfokuskan perencanaan bahwa

apa yang seharusnya dilakukan, di mana, dan kapan dilakukan.

Adapun poin penting dalam tahap ini adalah menganalisis penilaian

audit, mengumpulkan fakta tentang wilayah audit, analisis risiko

kinerja, mengidentifikasi bukti audit, menuliskan secara detail objek

yang diaudit, mengembangkan program kerja audit, menentukan

jadwal serta membagi pekerjaan kepada staf.

2) Preliminary Survey

Dalam tahap ini seorang auditor menentukan segala aspek

terhadap wilayah audit yang terdiri dari program, fungsi, entitas atau

yang diaudit. Poin penting dalam tahap ini yaitu: mengetahui latar

belakang informasi, menelusuri wilayah aktivitas, menentukan

segala kemungkinan alasan dan dokumentasi, dan menggunakan

hasil survey secara efektif.

3) Audit Kerja Lapangan

Audit kerja lapangan yaitu usaha yang dilakukan oleh auditor

internal dalam membentuk suatu opini dan menghadirkan, serta


merekomendasikan tentang wilayah audit. Dalam tahap ini terdapat

dua hal utama yaitu: mengevaluasi sistem pengendalian internal,

serta mendesain tes audit.

4) Temuan Audit dan Rekomendasi

Adanya temuan merupakan pernyataan dari kondisi yang

menyatakan suatu fakta. Temuan audit yang baik tergantung pada

kualitas kerja lapangan seorang auditor dan dilengkapi dengan

kertas kerja. Terdapat empat poin penting dalam tahap ini:

mengembangkan temuan audit, mendokumentasikan temuan

audit, dan melakukan penutupan (closing).

5) Reporting (Pelaporan)

Reporting merupakan bagian yang terpenting dalam tahap proses

audit internal. Banyak yang mampu menulis sebuah report, tapi tak

satupun yang mampu menulisnya dengan benar. Empat poin

penting dalam tahap ini: outline report, menulis draf awal, mengedit

draf dan menuliskan final report.

6) Follow Up (Tindak Lanjut)

Dalam tahap ini dilakukan pengoreksian terhadap kontrol yang

lemah yang telah diidentifikasi oleh internal audit dan dilaporkan

kepada manajemen. Ada dua hal penting pada tahap ini: kebutuhan

akan follow up atau tindak lanjut dan melakukan tindak lanjut

terhadap audit.
2.1.5 Karateristik Kualitatif Laporan Keuangan

Gambar 2.2 Karakteristik Laporan Keuangan


Sumber : Data diolah peneliti

Karateristik merupakan ciri khas yang memberikan informasi

keuangan berguna bagi pemakai. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh

suatu perusahaan harus memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dengan laporan keuangan tersebut.

Kualitas laporan keuangan adalah ukuran–ukuran normatif yang

perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi

tujuannya, yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami.

Ada beberapa standar kualitas yang harus dipenuhi yaitu:

a) Mudah Dipahami (Understandability)

Suatu informasi baru bisa dikatakan bermanfaat untuk

penerimanya jika bisa dipahami dengan baik. Nah, agar laporan

keuangan bisa dipahami dengan baik, maka pengguna dianggap


sudah mempunyai pengetahuan yang memadai terkait kegiatan

ekonomi dan bisnis, serta asumsi dan juga konsep yang menjadi

dasar laporan keuangan.

Dalam membuat laporan keuangan, ada karakteristik kualitatif

laporan keuangan yang harus dipenuhi, yakni mudah dipahami.

Sehingga akan lebih mudah untuk dimengerti oleh para pembaca

pada umumnya yang bukan seorang ahli.

Namun, tentunya kesederhanaan ataupun kemudahan ini tidak

bisa mengorbankan relevansi informasi yang harus disajikan,

walaupun memang agak kompleks.

Agar laporan keuangan yang sudah diaudit oleh auditor

independen ini bisa terbaca dan juga bermanfaat dan juga tidak

menyesatkan untuk pengguna informasi, tentu informasi tersebut

harus bisa dengan mudah dipahami.

b) Relevansi (Relevance)

Karakteristik kualitatif laporan keuangan yang selanjutnya

adalah relevansi. Tujuannya adalah Agar informasi laporan

keuangan bermanfaat, maka laporan keuangan tersebut harus

relevan untuk para penerima ataupun pengguna dalam hal

mengambil suatu keputusan.

Informasi mempunyai kualitas yang relevan bila dapat

dipengaruhi oleh pemakai dalam hal mengambil suatu keputusan

dengan cara membantu mengevaluasi kegiatan di masa lalu, masa

kini, ataupun pada masa depan.


Informasi yang sifatnya penegasan terkait peristiwa ataupun

keadaan masa lalu dan masa kini, berhubungan dengan informasi

yang dibutuhkan guna meramalkan ataupun memproyeksikan

suatu kejadian ataupun peristiwa pada waktu yang akan datang.

Namun, harus selalu diingat bahwa laporan keuangan yang

disusun dalam rangka pertanggungjawaban manajemen dan juga

tujuan umum kepada para petinggi atau pemilik perusahaan harus

disusun dengan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku secara

umum.b) Andal/Reliabilitas

Informasi keuangan yang dihasilkan suatu perusahaan harus

diuji kebenarannya oleh seorang pengukur yang independen

dengan metode pengukuran yang tetap.

c) Keandalan (Reliability)

Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan selanjutnya yang

tentu harus ada di dalam laporan keuangan adalah keandalan. Bila

terjadi suatu penundaan yang tidak semestinya di dalam laporan

keuangan, maka informasi yang dihasilkan pun akan kehilangan

tingkat relevansinya.

Pihak manajemen kemungkinan besar harus mampu

menyeimbangkan manfaat relatif antara suatu pelaporan yang tepat

waktu dan juga ketentuan informasi yang memang andal. Pihak

penyedia informasi yang tepat waktu akan mampu meningkatkan

keandalan informasi.
Sebaliknya, bila pelaporan ditunda hingga seluruh aspek di

dalamnya diketahui, maka informasi yang dihasilkan pun

kemungkinan besar akan menjadi sangat handal, namun menjadi

kurang bermanfaat untuk para pengambil keputusan.2.1.8 Reviu

atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

d) Dapat diperbandingkan (Comparability)

Karakteristik kualitatif laporan keuangan terakhir yang harus

ada di dalam laporan keuangan keuangan adalah bisa

dipertimbangkan dengan baik. Para pengguna informasi harus

mampu membandingkan laporan keuangan perusahaan antar

periodenya agar bisa mengidentifikasi adanya kecenderungan

posisi dan juga kinerja keuangan.

Para pengguna informasi juga harus bisa membandingkan

laporan keuangan antar organisasi agar bisa mengevaluasi posisi

keuangan, kinerja, dan juga perubahan posisi keuangan secara

lebih relative.

Untuk itu, bentuk pengukuran dan juga penyajian pada dampak

keuangan dari transaksi dan juga peristiwa lain yang serupa harus

dilakukan secara konsisten untuk organisasi publik terkait, antar

periode organisasi yang serupa, dan untuk organisasi yang

berbeda-beda.

Implikasi yang penting dari karakteristik kualitatif laporan

keuangan yang mampu dibandingkan adalah pihak pengguna

informasi harus memperoleh informasi terkait kebijakan akuntansi

yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan pada sektor


publik, perubahan kebijakan, dan juga pengaruhnya pada

perubahan tersebut.

Setiap pengguna informasi bisa mengidentifikasi adanya

perbedaan kebijakan akuntansi yang diberlakukan untuk

melakukan transaksi dan juga peristiwa lainnya yang sama dari

satu periode waktu ke periode waktu lainnya dalam perusahaan

yang berbeda.

2.1.6 Reviu Laporan Keuangan

a. Definisi Reviu

Menurut (Arsana 2016: 376) reviu yaitu penelaahan ulang bukti-

bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana atau norma yang

telah ditetapkan. Inspektorat kabupaten/kota sebagai Aparat Pengawas

Intern Pemerintah wajib melakukan reviu atas Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah (LKPD) secara pararel dengan pelaksanaan anggaran

dan penyusunan LKPD. PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan

Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah menyatakan bahwa APIP pada

Provinsi/Kabupaten/Kota (inspektorat) wajib melakukan reviu atas LKPD

untuk meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam laporan

tersebut. Berdasarkan Permenkeu Nomor 8/PMK.09/2015 Tahun 2015

tentang Standar Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Reviu

atas LKPD didefinisikan sebagai penelaahan atas penyelenggaraan

akuntansi dan penyajian LKPD oleh inspektorat untuk memberikan

keyakinan terbatas bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan

Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah dan LKPD telah disajikan sesuai


dengan standar Akuntansi Pemerintahan dalam upaya membantu kepala

daerah untuk menghasilkan LKPD yang berkualitas.

b. Tahapan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

1) Perencanaan

sebelum pelaksanaan reviu, aparat pengawasan intern perlu melakukan

persiapan-persiapan agar reviu dapat dilaksanakan secara efektif dan

terpadu. adapun persiapan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan

reviu adalah sebagai berikut:

a) Pengumpulan informasi keuangan, aparat pengawas intern perlu

mengumpulkan informasi keuangan seperti laaporan bulanan,

triwulan, semester dan tahunan serta kebijakan akuntansi dan

keuangan yang telah ditetapkan. Informasi ini diperlukan untuk

memperoleh informasi awal tentang laporan keuangan entitas yang

bersangkutan serta ketentuanketentuan yang berlaku dalam

akuntansi dan pelaporan keuangan.

b) Persiapan penugasan, penugasan reviu perlu persiapan yang

memadai antara lain penyusunan tim reviu. tim reviu secara kolektif

harus mempunyai kemampuan teknis yang memadai di bidang

akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Jadwal dan jangka

waktu pelaksanaan reviu disesuaikan dengan kebutuhan dan batas

waktu penyelesaian dan penyampaian laporan keuangan di

masing-masing kementrian/lembaga.

c) Penugasan program kerja reviu, tim yang ditugaskan untuk

melakukan reviu perlu menyusun program kerja reviu yang berisi


langkah-langkah dan teknik reviu yang akan dilakukan selama

proses reviu.

2) Pelaksanaan Pelaksanaan reviu atas laporan keuangan dilaksanakan

dengan teknik reviu sbb:

a) Penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan, dalam

melaksanakan reviu, aparat pengawasan intern perlu menelusuri

angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan ke buku atau

catatan-catatan yang digunakan untuk meyakini bahwa angka-

angka tersebut benar.

b) Permintaan keterangan, yang dilakukan dalam reviu atas laporan

keuangan bergantung pada pertimbangan aparat pengawasan

intern.

3) Pelaporan Laporan hasil reviu

Memuat masalah yang terjadi dalam penyusunan dan penyajian

laporan keuangan, rekomendasi untuk pelaksanaan koreksi, dan

koreksi yang telah dilakukan oleh entitas yang direviu.

4) Tindak lanjut

Apabila aparat pengawasan intern yang melakukan reviu

menemukan bahwa terdapat kekurangan, kesalahan dan

penyimpangan dari standar akuntansi pemerintah dan peraturan

lainnya, aparat pengawas intern memberitahukan hal tersebut

kepada entitas yang direviu. Entitas wajib menindak lanjuti hasil

reviu dengan segera melakukan koreksi terhadap laporan


keuangan dan menyampaikan hasil koreksi kepada aparat

pengawasan intern.

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Tahun Judul Isi

1 Windasari 2018 Analisis Peran Auditor Peranan Audit internal


Internal Terhadap berpengaruh dalam
Peningkatan Kualitas menunjang kualitas laporan
Laporan Keuangan
Pemerintah Kota keuangan pemerintah kota
Makassar Makassar sebagai
pengawas intern dan

mencegah terjadinya
penyimpangan-
penyimpangan yang
disebabkan oleh pihak-
pihak tertentu, hal ini
dikarenakan seorang
auditor harus memiliki
kemampuan agar dapat
menilai secara objektif
sehingga ketika seorang
auditor menemukan adanya
penyimpangan dalam
penyajian laporan
keuangan yang diaudit
maka seorang auditor akan

mengungkapkan bahwa
terdapat penyimpangan
atas laporan keuangan.

2 Richard 2021 Peranan Auditor Internal Hasil penelitian ini


Sarmento dalam Reviu Laporan menunjukkan bahwa peran
Giam dan Keuangan Pemerintah auditor internal dalam
Novi S. Daerah (Sebuah review yang dilakukan
Budiarso Pendekatan Kualitatif)
diketahui terbatas pada
penyesuaian informasi
keuangan yang disajikan di
Regional Laporan
Keuangan Pemerintah
(LKPD) Provinsi Sulawesi
Utara namun tidak terkait
langsung terhadap
pelaksanaan kegiatan
pekerjaan fisik di lapangan
yang sering menjadi
temuan dalam audit

oleh BPK Perwakilan


Provinsi Sulawesi Utara.

3 Ali Muchtar 2013 Analisis Peran Audit Berdasarkan hasil


dan Internal dalam penelitian diketahui bahwa
Bambang Meningkatkan Kualitas pelaksanaan audit internal
Riyanto Laporan Keuangan telah berjalan dengan
Pemerintah Daerah efektif yang ditunjukkan dari
(Studi Kasus pada hasil pengujian terhadap
Inspektorat Kabupaten atribut-atribut audit internal
Sleman) diperoleh sebanyak 83,01
persen. Di samping itu,
peran inspektorat dalam
rangka menunjang
peningkatan kualitas
laporan keuangan
pemerintah daerah melalui
pelaksanaan kegiatan
review laporan keuangan
secara keseluruhan telah
berjalan dengan efektif. Hal
ini dinyatakan dari hasil
kuesioner, unsur-unsur
review yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan,
dan pelaporan review
memberikan persentase
sebesar 85,19 persen.
Namun demikian, dalam
pelaksanaan audit internal
maupun pelaksanaan
review atas laporan
keuangan terdapat kendala-
kendala berupa: a) tidak
seimbang antara personel
yang dimiliki Inspektorat
Kabupaten Sleman dengan
beban kerja yang ada; b)
laporan hasil pemeriksaan
yang dihasilkan tidak tepat
waktu yang berpengaruh
terhadap tindak lanjut
temuan hasil pemeriksaan;
c) minimnya SDM pereview
baik dari sisi jumlah
maupun kompetensi.

4 Muhammad 2018 Analisis Peranan Menganalisis perbedaan


Hafizh Inspektorat Sebagai peranan yang dilakukan
Ihsan Auditor Internal oleh Badan Inspektorat
Kota Prabumulih dalam
Pemerintah Dalam meningkatkan kualitas
Meningkatkan Kualitas laporan keuangan karena
Laporan berdasarkan hasil audit
laporan keuangan terdapat
Keuangan Pemerintah
Daerah Kota Prabumulih peningkatan opini yang
diberikan oleh Badan
Inspektorat Kota
Prabumulih diharapkan
melaksanakan fungsi
evaluasi, rekomendasi, dan
penyempurnaan pada
laporan keuangan sehingga
dapat diperiksa oleh BPK
agar mendapatkan laporan
keuangan daerah kualitas
yang baik dan memiliki
kewajaran laporan
keuangan daerah

Sumber: Olah Data Penulis

Anda mungkin juga menyukai