8
9
strategi yang tepat digunakan untuk beragam tugas, kondisi, dan sekaligus berfungsi
kontrol diri. Sebagai misal, pengetahuan ini dapat mendorong siswa untuk
melakukan berbagai ragam strategi dan kecepatan membaca ketika menghadapi teks
yang berbeda. Pengetahuan metakognisi biasanya mencakup pengetahuan tantang
strategi yang lebih umum dan lintas disiplin ilmu (Abidin, 2014: 15).
Livingstone dalam kamid (2013: 64) menyatakan bahwa pengetahuan
metakognitif merupakan pengetahuan yang diperoleh siswa tentang proses-proses
kognitif yaitu pengetahuan yang bisa digunakan untuk mengontrol proses-proses
kognitif. Matlin dalam Nugrahaningsih (2012: 39) menyatakan bahwa:
Metacognition is our knowledge, awareness and control of our cognitive processes,
artinya metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran, dan kontrol terhadap proses
kognitif.
Kemampuan metakognisi merupakan kemampuan seseorang dalam
mengontrol proses berpikirnya. Proses berpikir biasa terjadi ketika aktivitas belajar
berlangsung, sehingga kemampuan metakognisi berkaitan erat dengan aktivitas
belajar siswa. Semakin siswa menyadari proses berpikir mereka ketika belajar, maka
mereka akan semakin bisa mengontrol hal-hal seperti tujuan, disposisi, dan perhatian
(Nurlailiyah, 2013: 1).
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan beberapa pakar di atas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan metakognisi adalah pengetahuan
seseorang tentang proses berpikirnya sendiri, atau kemampuan dalam mengatur dan
mengontrol aktivitas dalam belajar dan berpikir. Metakognisi mempunyai kelebihan
dimana seseorang mencoba merenungkan cara berpikir atau merenungkan proses
kognitif yang dilakukannya dengan demikian aktivitas seperti merencanakan
bagaimana pendekatan yang diberikan dalam tugas-tugas pembelajaran, memonitor
kemampuan dan mengevaluasi rencana dalam rangka melaksanakan tugas
merupakan sifat-sifat alami dari metakognisi. Metakognisi merupakan kesadaran
untuk mengontrol belajar, merencanakan, dan memilih strategi belajar, memonitor
peningkatan dalam belajar, memperbaiki kesalahan, menganalisa keefektifan strategi
belajar, serta merubahan perilaku dan strategi belajar ketika perubahan itu
diperlukan. Oleh karena itu metakognisi sangat diperlukan untuk kesuksesan belajar,
karena dengan metakognisi memungkinkan siswa untuk mampu mengelola
kecakapan kognisi dan mampu menemukan kelemahannya yang akan diperbaiki
dengan kecakapan kognisi berikutnya.
12
3. Variabel Strategi
Variabel strategi mencakup pengetahuan tentang strategi, pengetahuan tentang
bagaimana melakukan sesuatu atau bagaimana mengetahui kesulitan. Variabel strategi
ini mengandung wawasan seperti beberapa langkah kognitif akan menolong saya
menyelesaikan sejumlah tugas kognitif (mengingat, mengkomunikasikan, membaca).
Akan tetapi, beberapa strategi akan menolong menyelesaikan beberapa tugas lebih
baik daripada tugas-tugas lain.
2.4 Indikator Metakognisi
Menurut Anderson dan Krathwohl dalam Mulbar Usman (2012: 74) komponen dari
metakognisi adalah pengetahuan metakognisi dan pengalaman atau keterampilan
metakognisi adapun indikator dari komponen metakognisi yaitu pengetahuan
metakognisi meliputi: a) Pengetahuan deklaratif, b) Pengetahuan prosedural, c)
Pengetahuan kondisional. Indikator dari komponen metakognisi pengalaman atau
keterampilan metakognisi yaitu: a) Keterampilan merencanakan, b) Keterampilan dalam
mengelola informasi, c) Keterampilan memantau atau memonitoring, dan d)
Keterampilan Evaluasi.
Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan tentang diri sendiri dan strategi,
dalam hal ini peserta didik mampu memahami kelebihan dan kekurangan yang dimiliki
dalam hal belajar. Pengetahuan prosedural mengacu kepada kesadaran seseorang tentang
bagaimana cara melakukan sesuatu (menggunakan suatu strategi) dalam pembelajaran
sehingga peserta didik mampu mampu menentukan tujuan dan langkah-langkah belajar
secara mandiri. Sedangkan pengetahuan kondisional mengacu kepada kesadaran
seseorang akan kondisi yang mempengaruhi belajarnya peserta didik mengetahui waktu
yang tepat bagi dirinya untuk belajar dan mampu menghadapi situasi-situasi yang tidak
menentu dalam hal belajar (Novitasari, 2015: 35-36).
peserta didik melalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut (Romli,
2010: 12): 1) Mintalah siswa untuk memonitor belajar dan berpikir mereka sendiri, 2)
Mintalah siswa mempelajari strategi-strategi belajar, 3) Mintalah siswa membuat prediksi
tentang informasi yang akan dipresentasikan berdasarkan apa yang telah mereka baca, 4)
Mintalah siswa menghubungkan ide-ide untuk membentuk struktur pengetahuan, 5)
Mintalah siswa untuk membuat pertanyaan (bertanya kepda diri mereka sendiri tentang
apa yang terjadi di sekeliling mereka), 6) Bantulah siswa untuk mengetahui kapan
bertanya untuk membantu, 7) Tunjukan kepada siswa bagaiamana mentransfer
pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan pada situasi atau tugas lain.
Guru dapat membangun kesadaran metakognisi siswa, sehingga siswa mengetahui
dan menyadari kekurangan maupun kelebihan dan dapat merencanakan, mengontrol dan
mengevaluasi apa yang akan dan telah dikerjakan. Dalam pembelajaran matematika
seorang guru perlu melakukan strategi agar siswanya dapat merancang, memonitor,
mengontrol dan mengevaluasi apa yang mereka lakukan.
kategori sangat baik berdasarkan skor rata-rata hasil raport selama 5 semester dari 30
siswa yaitu 81,73. Ini menunjukan siswa memiliki nilai ketuntasan yang sangat baik.
3. Korelasi Antara Kemampuan Metakognitif Terhadap Prestasi Belajar Matematika
Pada Kelas VIII SMPN 1 Bandung Tulungagung. Diteliti oleh Fitri Yulaikhah,
mahasiswa jurusan pendidikan matematika STAIN Tulungagung pada tahun 2011
untuk kepentingan skripsi. Hasil penelitiannya menunjukan ada hubungan positif yang
signifikan antara kemampuan metakognisi dengan prestasi belajar matematika kelas
VIII SMPN 1 Bandung dengan koefisien korelasi rhitung 0,461 dan rtabel 0,286 pada
taraf signifikansi 1% , sehingga tingkat signifikansinya sangat tinggi.
4. Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Puzzle Venn Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada
Pokok Bahasan Himpunan di SMPN 2 Cidahu. Diteliti oleh Aditia Oktaviyanto,
mahasiswa Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tabiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon
pada tahun 2012 untuk kepentingan skripsi. Hasil penelitiannya adalah nilai rata-rata
skor terhadap penerapan alat peraga puzzle venn yaitu sebesar 73,7931. Maka
berdasarkan interpretasi skor dengan interval skor 61%-80% penggunaan alat peraga
puzzle venn mendapatkan kategori respon yang baik dari siswa kelas VII SMPN 2
Cidahu. Kemudian berdasarkan hasil tes materi belajar siswa diperoleh nilai rata-rata
sebesar 51,8966. Hasil analisis menunjukan bahwa koefisien determinasi yang
dihasilkan adalah sebesar 0,335, ini berarti pengaruh penggunaan alat peraga puzzle
venn terhadap hasil belajar matematika sebesar 33,5%, sedangkan sisanya 66,5%
lainnya dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti faktor sosial, fisiologis serta
fisikologis siswa. Berdasarkan kategori nilai r= 33,5% berada pada interval 0,20-0,40
dapat disimpulkan bahwa pengaruh alat peraga puzzle venn terhadap hasil belajar
siswa menunjukan interpretasi rendah.
Hasil penelusuran penelitian yang pertama adalah mempunyai kesamaan
terhadap variabel Y yaitu “Hasil Belajar” akan tetapi variabel X nya berbeda.
Penelitian yang sudah dilakukan yaitu bervariabel X “Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jingsaw” akan tetapi penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu variabel
X “Kemampuan Metakognisi”.
Hasil penelusuran penelitian yang kedua adalah mempunyai kesamaan
terhadap variabel Y yaitu “Hasil Belajar” akan tetapi variabel X berbeda. Penelitian
yang sudah dilakukan yaitu bervariabel X “Pola berpikir logis” akan tetapi penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis yaitu variabel X “Kemampuan Metakognisi”.
19
metakognisi yang matang dari diri siswa dapat mendukung siswa untuk memperoleh
hasil belajar yang baik terutama dalam pembelajaran matematika.
Kehadiran faktor-faktor psikologi ini dalam proses belajar siswa memberi andil
cukup tinggi dalam menentukan keberhasilan belajarnya. Faktor-faktor psikologi akan
senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar
secara optimal. Sebaliknya, tanpa kehadiran faktor-faktor psikologi dapat
memperlambat proses belajar, bahkan dapat pula menambah kesulitan dalam mengajar.
Proses belajar-mengajar akan optimal dengan dukungan faktor- faktor
psikologis pebelajar. Berikut digambarkan bagan kerangka pemikiran tentang
kemampuan metakognisi siswa terhadap hasil belajar matematika siswa.
Siswa
Pengetahuan
Metakognisi
Hasil
Kemampuan Belajar
Metakognisi
Keterampilan
Metakognisi