Anda di halaman 1dari 2

I.

Latar Belakang

Kedelai kaya akan protein. Kedelai yang segar dibutuhkan skeali dalam sektorindustri pangan
dan bungkil kedelai yang dibutuhkan untuk industri pakan. Kebutuhan pada kedelai ini terus meningkat
seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan baku industri olahan pangan
seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, dan sebagainya(Muhaemin,2008). Menurut data
BPS pada tahun 2018, konsumsi bahan makanan penting dengan bahan dasar kedelai yaitu tahu dan
tempe yang dimana pada lima tahun terakhir mengalami kenaikan yang signifikan(Mulyani,2009)
Konsumsi tempe rata-rata dimulai pada tahun 2013-2017 dari 0,136 kg per kapita naik menjadi 0,147 kg
per kapita dan konsumsi tahu dari 0,135 kg per kapita menjadi 0,157 kg per kapita. Hal ini menunjukkan
kedelai mempunyai permintaan yang tinggi di pasaran. Menurut data BPS pada tahun 2018 menjelaskan
bahwa produksi kedelai yang ada di Indonesia mulai tahun 2011-2013 mengalami penurunan dari
851.286 ton menjadi 779.992 ton, sedangkan pada tahun 2017 mengalami kenaikan dan mampu
mencapai produksi 963.183 ton(Pardal,2004). Berdasarkan data yang ada dari produksi tersebut,
ternyata produksi kedelai dalam negeri belum mampu mencukupi permintaan produsen bahan baku
utama olahan kedelai. Hal inilah yang menyebabkan pemenuhan akan kedelai harus diimpor.
(Mutasari,2008)

II.Tujuan

Pada penelitian ini bertujuan agar dapat memberikan informasi untuk mendapatkan konsentrasi
2,4-D yang terbaik dalam induksi embrio somatik pada tiga varietas kedelai yang diuji.

III.Metode

Bahan baku yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tepung tempe dari kedelai (Glycine
max) PRG dan non-PRG, pati jagung, kasein, minyak jagung, carboximethylcelulose (CMC), campuran
mineral, dan campuran vitamin. Kedelai yang akan digunakan dalam pembuatan tempe adalah kedelai
(Glycine max) jenis PRG dan non-PRG impor asal USA yang biasa digunakan untuk pembuatan tahu dan
tempe diperoleh dari Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Kabupaten Bogor

IV.Kesimpulan

Hasil pemeriksaan MDA, SOD, dan hematologi menunjukkan bahwa mengonsumsi tepung
tempe PRG dan non-PRG dalam jangka waktu yang lama tidak menyebabkan kelainan atau
menimbulkan stress oksidatif (radikal bebas). Hal tersebut didukung dengan tidak adanya berbagai
kelainan pada tikus selama masa perlakuan. Dengan demikian tepung tempe PRG dan non-PRG aman
untuk dikonsumsi.

Daftar Pustaka

 Muhaemin. 2008. Analisis pertumbuhan Melastoma (Melastoma malabathricum auct. Non L dan
M. affine D. Don) yang mendapat cekaman pH rendah dan aluminium. [Tesis]. Bogor (Indonesia):
Sekolah Pascasarjana IPB.
 Mulyani A, Rachman A, Dairah A. 2009. Penyebaran lahan masam, potensi dan ketersediaannya
untuk pengembanganpertanian. Buku Fosfat Alam. Balittanah, Badan Litbang Pertanian.
 Mutiasari A. 2008. Akumulasi aluminium pada Melastoma affine dan M. malabathricum. [Tesis].
Bogor (Indonesia): Sekolah Pascasarjana IPB.
 Pardal SJ, Wattimena GA, Aswidinnoor H, Herman M. 2004. Transfer gen proteinase inhibitor II
pada kedelai melalui Agrobacterium tumefaciens untuk ketahanan terhadap penggerek polong
(Etiella zinckenella). J Bioteknol Pertan. 24:20-28.

Anda mungkin juga menyukai