Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ETIKA PROFESI

TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

INFRANGMENT PRIVACY

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi

Disusun Oleh :

Agustia Asnah 12190794

Aisah 12190438

Risa Rizkia Noviyanti 12190883

Sandi Ahmad Fauzi 12190451

Silva Sartika Wulandari 12190749


Program Studi Sistem Informasi Kampus Kabupaten Karawang

Fakultas Teknologi dan Informatika

Universitas Bina Sarana Informatika Karawang

2022

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang Masalah

            Dalam perjalanan menuju masa depan, saat ini perkembangan teknologi

informasi semakin cepat dan canggih terutama pada era globalisasi, kebutuhan akan

informasi yang cepat, tepat dan hemat menjadikan internet sebagai salah satu sarana

utama untuk berkomunikasi dan bersosialisasi oleh semua kalangan masyarakat dari

perorangan sampai dengan perusahaan. Internet sendiri merupakan jaringan

komputer yang bersifat bebas dan terbuka. Dengan demikian diperlukan usaha untuk

menjamin keamanan informasi terhadap komputer yang terhubung dengan jaringan

Internet. Beberapa instansi/perusahaan melakukan berabagai usaha untuk menjamin

keamanan suatu sistem informasi yang mereka miliki, dikarenakan ada sisi lain dari

pemanfaatan internet yang bersifat mencari keuntunagan dengan cara yang negative,

adapun pihak-pihak dengan maksud tertentu yang berusaha untuk melakukan

serangan terhadap keamanan sistem informasi. Bentuk serangan tersebut dapat

dikelompokkan dari hal yang ringan, misalnya yang hanya mengesalkan sampai

dengan yang sangat berbahaya. Semakin mudah kita berkomunikasi dan mencari
informasi maka di dalam kemudahan tersebut juga terdapat segala macam kejahatan

dan kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak legal.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.      Pengertian Cybercrime

            Sebelum masuk ke dalam pengertian tentang infringement of privacy, penulis

mengajak Anda untuk mengetahui apa itu arti cybercrime. Karena

kegiatan infringement of privacy berkaitan dengan istilah cybercrime. Apa

itu cybercrime? Cybercrime adalah tindakan kriminal yang dilakukan dengan

teknologi computer, khususnya teknologi internet. Cybercrime didefinisikan sebagai

perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang

berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.

Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena

pemanfaatan teknologi internet beberapa pandapat

mengasumsikan cybercrime dengan computer crime.the U.S department of


justice memberikan pengertian computer crime sebagai “any illegal act requiring

knowledge of computer technologi for its perpetration, investigation, or prosecution”

pengertian tersebut indentik dengan yang diberikan organization of European

community development, yang mendefinisikan computer crime sebagai “any illegal,

unethical or unauthorized behavior relating to yhe automatic processing and/or the

transmission of data“, adapun andi hamzah (1989) dalam tulisannya “aspek–aspek

pidana dibidang computer“ mengartikan kejahatan komputer sebagai “Kejahatan di

bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer

secara ilegal”. Dari beberapa pengertian diatas, secara ringkas dapat dikatakan

bahwa cyber crime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang

dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi,

komputer dan telekomunikasi baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak,

dengan merugikan pihak lain.

2.2.      Pengertian Cyber Law

            Cyberlaw adalah hukum yang digunakan didunia maya (cyber space) yang

umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang

ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang perongan

atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang

dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau duni

maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace

Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris

tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa

ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1.      Pengertian Infringement of Privacy

            Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal

yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap

keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang

tersimpan secara komputerisasi, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat

merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit,

nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.

Pengertian Privacy menurut para ahli Kemampuan seseorang untuk mengatur

informasi mengenai dirinya sendiri. [Craig van Slyke dan France Bélanger] dan hak

dari masing-masing individu untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan untuk

apa penggunaan informasi mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan individu

lain. [Alan Westin].

Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau

sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari

publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang

dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh

orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari

keamanan.
Hak pelanggaran privasi oleh pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi

bagian di dalam hukum di banyak negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi.

Hampir semua negara memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi

privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi

mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan

dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan

pemaparan informasi publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.

Privasi dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu,

dengan risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya

tertentu atau bahkan kerugian. Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk

mengikut suatu undian atau kompetisi; seseorang memberikan detail personalnya

(sering untuk kepentingan periklanan) untuk mendapatkan kesempatan

memenangkan suatu hadiah. Contoh lainnya adalah jika informasi yang secara

sukarela diberikan tersebut dicuri atau disalahgunakan seperti pada pencurian

identitas.

Privasi sebagai terminologi tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia.

Samuel D Warren dan Louis D Brandeis menulis artikel berjudul “Right to Privacy”

di Harvard Law Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas Cooley di tahun

1888 menggambarkan “Right to Privacy” sebagai “Right to be Let Alone” atau secara

sederhana dapat diterjemahkan sebagai hak untuk tidak di usik dalam kehidupan

pribadinya. Hak atas Privasi dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap orang untuk

melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya untuk dimasuki dan dipergunakan

oleh orang lain (Donnald M Gillmor, 1990 : 281). Setiap orang yang merasa

privasinya dilanggar memiliki hak untuk mengajukan gugatan yang dikenal dengan
istilah Privacy Tort. Sebagai acuan guna mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran

Privasi dapat digunakan catatan dari William Prosser yang pada tahun 1960

memaparkan hasil penelitiannya terhadap 300 an gugatan privasi yang terjadi.

Pembagian yang dilakukan Proses atas bentuk umum peristiwa yang sering dijadikan

dasar gugatan Privasi yaitu dapat kita  jadikan petunjuk untuk memahami Privasi

terkait dengan media.

Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang

pada suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu

menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk

berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya

sukar dicapai oleh orang lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu

kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan

pilihan atau kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi

jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak

pihak lain dalam rangka menyepi saja.

Teknologi internet ini melahirkan berbagai macam dampak positif dan dampak

negatif. Dampak negatif ini telah memunculkan berbagai kejahatan maya (cyber

crime) yang meresahkan masyarakat Internasional pada umunya dan masyarakat

Indonesia pada khususnya. Kejahatan tersebut perlu mendapatkan tindakan yang

tegas dengan dikeluarkan Undang-Undang terhadap kejahatan mayantara yaitu

dengan dikeluarkan UU no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Ekonomi, yang merupakan usaha untuk memberikan kepastian hukum tentang

kerugian akibat cyber crime tersebut. Undang-Undang ini akibat dari lemahnya

penegakan hukum yang digunakan sebelumnya yang mengacu pada KUHP dan
peraturan perundingan lain seperti hak cipta, paten, monopoli, merek, telekomunikasi

dan perlindungan konsumen.

Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah

sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-

konvensi internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan

menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber

crime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan

teknologi informasi di Indonesia.

3.2.      Faktor Penyebab Infringement of Privacy

1. Kesadaran Hukum

Masayarakat Indonesia sampai saat ini dalam merespon aktivitas cyber crime masih

dirasa kurang Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan

pengetahuan (lack of information) masyarakat terhadap jenis kejahatan cyber

crime. Lack of information ini menyebabkan upaya penanggulangan cyber

crime mengalami kendala, yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum

dan proses pengawasan (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas yang

diduga berkaitan dengan cyber crime. Mengenai kendala yakni proses penaatan

terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki pemahaman yang benar akan

tindak pidana cyber crime maka baik secara langsung maupun tidak langsung

masyarakat akan membentuk suatu pola penataan. Pola penataan ini dapat

berdasarkan karena ketakutan akan ancaman pidana yang dikenakan bila melakukan

perbuatan cyber crime atau pola penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri
sebagai masyarakat hukum. Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai cyber

crime, menimbulkan peran masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat

mengalami lack of information, peran mereka akan menjadi mandul.

 Faktor Penegakan Hukum

Masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi

informasi (internet), sehingga pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat

penegak hukum mengalami, kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dapat

dipakai menjerat pelaku, terlebih apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem

pengoperasian yang sangat rumit. Aparat penegak hukum di daerah pun belum siap

dalam mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena masih banyak institusi

kepolisian di daerah baik Polres maupun Polsek, belum dilengkapi dengan

jaringan internet. Perlu diketahui, dengan teknologi yang sedemikian canggih,

memungkinkan kejahatan dilakukan disatu daerah.

 Faktor Ketiadaan Undang-Undang

Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum tidak selalu

berlangsung bersama-sama, artinya pada keadaan-keadaan tertentu  perkembangan

hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari

masyarakat.Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum memiliki perangkat

perundang-undangan yang mengatur tentang cyber crime belum juga

terwujud. Cyber crime memang sulit untuk dinyatakan atau dikategorikan sebagai

tindak pidana karena terbentur oleh asas legalitas. Untuk melakukan upaya

penegakan hukum terhadap pelaku cyber crime, asas ini cenderung membatasi

penegak hukum di Indonesia untuk melakukan penyelidikan ataupun penyidikan


guna mengungkap perbuatan tersebut karena suatu aturan undang-undang yang

mengatur cyber crime belum tersedia. Asas legalitas ini tidak memperbolehkan

adanya suatu analogi untuk menentukan perbuatan pidana. Meskipun penerapan asas

legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi pada prakteknya asas ini tidak diterapkan

secara tegas atau diperkenankan  untuk terdapat pengecualian.

3.2.1    Contoh Kasus

Mengirim dan mendistribusikan dokumen yang bersifat pornografi, menghina,

mencemarkan nama baik, dll. Contohnya pernah terjadi pada Prita Mulyasari yang

menurut pihak tertentu telah mencemarkan nama baik karena surat elektronik yang

dibuat olehnya.

1. Melakukan penyadapan informasi. Seperti halnya menyadap transmisi data

orang lain.

2. Melakukan penggadaan tanpa ijin pihak yang berwenang. Bisa juga disebut

dengan  hijacking. Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan

hasil karya orang lain. Contoh yang sering terjadi yaitu pembajakan

perangkat lunak (Software Piracy).

3. Melakukan pembobolan secara sengaja ke dalam  sistem komputer. Hal ini

juga dikenal dengan istilah Unauthorized Access. Atau bisa juga diartikan

sebagai kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki/menyusup ke

dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa

sepengetahuan pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Jelas itu

sangat melanggar privasi pihak yang berkepentingan (pemilik sistem jaringan

komputer). Contoh kejahatan ini adalah probing dan port.


4. Memanipulasi, mengubah atau menghilangkan informasi yang sebenarnya.

Misalnya data forgery atau kejahatan yang dilakukan dengan tujuan

memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet.

Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang

memiliki situs berbasis web database. Contoh lainnya adalah Cyber

Espionage, Sabotage, dan Extortion. Cyber Espionage merupakan kejahatan

yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata

terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan komputernya.

5. Sabotage dan Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan

membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data,

program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung

dengan internet.

6. Google telah didenda 22.5 juta dolar Amerika karena

melanggar privacy jutaan orang yang menggunakan web

browser milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja dibandingkan

dengan pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda itu, yang

diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC),

adalah yang terbesar yang pernah dikenakan atas sebuah perusahaan yang

melanggar persetujuan sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober

lalu Google menandatangani sebuah persetujuan yang mencakup janji untuk

tidak menyesatkan konsumen tentang praktik-praktik privacy.

Tapi Google dituduh menggunakan cookies untuk secara rahasia melacak

kebiasaan dari jutaan orang yang menggunakan Safari internet browser

milik Apple di iPhone dan iPads. Google mengatakan, pelacakan itu tidak

disengaja dan Google tidak mengambil informasi pribadi seperti nama,


alamat atau data kartu kredit. Google sudah setuju untuk membayar denda

tadi, yang merupakan penalti terbesar yang pernah   dijatuhkan atas sebuah

perusahaan yang melanggar instruksi FTC.

Contoh kasus diatas sangat mungkin untuk terjadi pula di pertelevisian Indonesia.

Momentum pelanggaran Privasi dapat berlangsung pada proses peliputan berita dan

dapat pula terjadi pada penyebarluasan (broadcasting) nya. Dalam proses peliputan,

seorang objek berita dapat saja merasakan derita akibat tindakan reporter yang secara

berlebihan mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter mengejar

berita bisa mengakibatkan terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan

kenyamanan pribadi yang sepatutnya tidak di usik. Hak atas kebebasan bergerak dan

melindungi kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari oleh banyak selebritis

Indonesia. Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan pernyataan-pernyataan

cerdas dari beberapa selebriti kita tentang haknya untuk melindungi kehidupan

pribadinya. Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud memang tidak terdapat

garis hukum yang tegas sehingga masih bergantung pada subjektifitas pihak-pihak

yang terlibat. Dalam proses penyebarluasan (penyiaran), pelanggaran Privasi dalam

bentuk fakta memalukan (embarrassing fact) anggapan keliru (false light) lebih besar

kemungkinannya untuk terjadi. Terlanggar atau tidaknya Privasi tentunya bergantung

pada perasaan subjektif si objek berita. Subjektifitas inilah mungkin yang mendasari

terjadinya perbedaan sikap antara PARFI dan PARSI yang diungkap diatas dimana

disatu pihak merasa prihatin dan dipihak lain merasa berterimakasih atas

pemberitaan-pemberitaan infotainment. sebagai contoh :

1.   Pelanggaran terhadap privasi Tora sudiro, hal ini terjadi Karena wartawan

mendatangi rumahnya tanpa izin dari Tora.


2. Pelanggaran terhadap privasi Aburizal bakrie, hal ini terjadi karena publikasi

yang mengelirukan pandangan orang banyak terhadap dirinya.

3. Pelanggaran terhadap privasi Andy Soraya dan bunga citra lestari, hal ini

terjadi karena penyebaran foto mereka dalam tampilan vulgar kepada publik.
BAB IV

PENUTUP

4.1.      Kesimpulan

            Dari makalah ini kami menyimpulkan bahwa infringement of privacy adalah

suatu kegiatan atau aktifitas untuk mencari dan melihat terhadap keterangan pribadi

seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara

komputerisasi.

4.2.      Saran

            Penulis memberikan saran kepada  pengguna internet,  untuk menggunakan

secara positif dan tidak memanfaatkan  perkembangan teknologi internet sebagai

bahan untuk merugikan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai