Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister dalam Studi Ilmu-ilmu Agama
Bidang Tafsir Hadis
Oleh
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H./2007 M.
i
ii
LEMBAR PERNYATAAN
1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 2 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya,
maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Abdul Muiz
iii
MENANGIS DALAM KONSEP HADIS
Tesis
Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister dalam Studi Ilmu-ilmu Agama
Bidang Tafsir Hadis
Oleh:
Abdul Muiz, S.Ag.
NIM: 00.2.00.1.05.01.0180
Dr.H. Ahmad Wahib Mu’thi, M.A. Dr.H. Ahmad Lutfi Fathullah, M.A.
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Sidang Munaqasyah
Anggota,
Dr.H. Ahmad Wahib Mu’thi, M.A. Dr.H. Ahmad Lutfi Fathullah, M.A.
NIP: 150 183 152 NIP: 150
v
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
1. Konsonan
ا =
ف = f
ب = b ق = q
ت = t ك = k
ث = ts ل = l
ج = j م = m
ح = h ن = n
خ = kh و = w
د = d هـ = h
ذ = dz ء = `
ر = r ى = y
ز = z
Vokal pendek
س = s َ = a
ش = sy
َ
= i
ص = s ُ = u
ض = d
Vokal Panjang
ط = t
ا
َ
= â
ظ = z
ع = ‘ يْ َ = î
=
غ gh ُ ْو = û
Diftong
ي
ْ أ = ai
أ ْو = au
vi
ABSTRAK
menarik perhatian umat manusia. Penegasan Allah swt. bahwa beliau adalah
uswah hasanah bagi setiap orang beriman (QS.al-Ahzâb/33:21) dan beliau benar-
tersendiri bagi para sahabat, tabiin, dan salihin untuk senantiasa mencermati
seluruh perilaku dan gerak-gerik beliau, untuk selanjutnya ditiru dalam kehidupan
mereka.
Salah satu perilaku yang menarik untuk dikaji dan dicermati adalah
tangisan yang pernah terjadi pada diri teladan umat tersebut. Jika al-Qur’an
beriman dan meneteskan air mata saat ayat-ayat suci al-Qur’an dilantunkan
(QS.al-Mâ’idah/5:83) dan para nabi serta keturunannya juga selalu menangis saat
dan dua kitab zuhd wa raqâ’iq), penulis menemukan kurang lebih 183 hadis yang
dinisbahkan kepada Rasulullah saw. (qaul dan fi’il) mengenai menangis dari 483
keberagamaan beliau banyak diwarnai dengan tangisan dan deraian air mata,
7
bukan dengan canda dan gelak tawa. Seluruh tangisan yang ditampilkan dalam
kehidupan beliau, tidak ada yang buruk dan bertentangan dengan petunjuk dan
Jika ditinjau dari segi hukum, maka menangis dapat dikategorikan menjadi
tiga bagian, yaitu: menangis yang dibolehkan, menangis yang terlarang, dan
menangis karena terharu. Hal ini dibuktikan dengan perilaku Rasulullah saw. yang
Sedangkan menangis yang terlarang adalah menangisi mayit secara tidak wajar
ratapan, raungan, dan suara jeritan yang tinggi. Bahkan, biasanya dalam tradisi
pesan agar cara menangis seperti itu ditinggalkan, atau bahkan dia memberikan
wasiat agar keluarganya menangisi dirinya kelak dengan cara seperti itu. Itulah
sebabnya, Rasulullah saw. bersabda: “Nayit itu akan disiksa di kuburnya tersebab
Allah swt., menangis saat membaca atau mendengarkan al-Qur’an, menangis saat
berzikir kepada Allah swt. dalam kesendirian, menangis saat menegakkan salat
8
Imam Abû Dâwûd meriwayatkan dari Tsâbit dari Mutarrif dari Ayahnya,
ia berkata: “Saya melihat Raulullah saw. sedang salat dan di rongga dadanya
Satu hal yang dapat disimpulkan dari tesis ini adalah bahwa ternyata
yang lainnya. Nabi Muhammad saw., para nabi, sahabat, tabiin, dan sâlihîn,
spiritual yang sarat makna. Tangisan mereka semakin mendekatkan diri mereka
hidup mereka. Tangisan mereka adalah tangisan yang melahirkan implikasi positif
Bagi kita sebagai umatnya, yang layak dan patut kita lakukan adalah
meniru dan mengikuti perilaku teladan kita itu dengan berupaya secara optimal
membersihkan jiwa dan hati kita (tazkiyah al-nafs). Salah satu proses tazkiyah al-
nafs adalah dengan melakukan berbagai ibadah ritual yang telah diajarkan oleh
Allah swt. dan Rasul-Nya sambil merenungi hikmah dan pesan moral yang
terkandung di dalamnya.
9
KATA PENGANTAR
Bismillâhirrahmânirrahîm
Segala puji dan syukur kepada Allah, Zat Yang Mengatur segala apa yang
ada di alam raya. Berkat qudrah dan iradah-Nya, alhamdulillâh, penulis akhirnya
dapat merampungkan tesis ini yang sudah sekian lama tertunda. Penulis sadar
betul, bahwa tesis ini masih menyimpan sekian kekurangan. Namun demikian, al-
faqîr mengharapkan agar Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
berkenan menjadikannya sebagai salah satu amal salih yang benar-benar ikhlas
guna mendapatkan ridha dan berkah-Nya. Salawat dan salam senatiasa penulis
harapkan agar Allah swt. senantiasa mencurahkannya kepada teladan umat tanpa
Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena
itu, sebagai ungkapan kebahagiaan, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Kepada kedua orang tua penulis, Abi Sadeli (Aba) dan Umi Suryani
kandungan hingga saat ini. Ucapan terima kasih ini juga penulis
syuhadā. Ucapan terima kasih ini juga penulis sampaikan kepada seluruh
10
abang dan adik yang keberadaannya turut memberikan andil dalam
2. Istri tersayang (Yayang Dewi Darmawanti, A.Mk.) dan dua buah hati kami
tesis ini;
3. Kedua orang tua angkat penulis, Bapak H. Emon Soemitra dan Ibu Hj. Ika
ahlil khair;
dorongan moril dan materil sehingga penulis merasa terpacu terus untuk
Tafsir Hadis dan Dosen, yang dalam banyak kesempatan perkuliahan telah
6. Bapak Prof.Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A. yang telah mengkritisi judul
7. Bapak Dr. H. A. Wahib Mu’thi, M.A. dan Dr.H. Ahmad Lutfi Fathullah,
11
8. Segenap dosen Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta yang telah menuangkan
mengharapkan adanya saran, koreksi, dan teguran dari berbagai pihak, demi
Semoga apa yang telah penulis lakukan ini dicatat sebagai bagian dari
amal saleh demi meraih ridha dan berkah-Nya. Sehingga memberikan manfaat
Abdul Muiz
12
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
PEDOMAN TRANSLITERASI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN1
A. Latar Belakang dan Pokok Permasalahan ............................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 7
C. Kajian Pustaka......................................................................... 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................ 9
E. Metodologi .............................................................................. 9
F. Sistematika Pembahasan ....................................................... 11
13
INDEKS HADIS DAN ASAR .......................................................................... 236
14
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ iv
ABSTRAK
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
BAB I
......................................................................................................... P
ENDAHULUAN................................................................................ 1
G. Latar Belakang dan Pokok Permasalahan .................................... 1
H. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 7
I. Kajian Pustaka.............................................................................. 8
J. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.................................................. 9
K. Metodologi ................................................................................... 10
L. Sistematika Pembahasan .............................................................. 11
BAB II
......................................................................................................... M
ENANGIS DALAM PANDANGAN ISLAM...................................... 13
E. Pengertian Menangis .................................................................... 13
F. Macam-macam Menangis............................................................. 28
G. Menangis dalam Perspektif al-Quran ........................................... 33
H. Antara Menangis dan Tertawa...................................................... 81
BAB III
............................................................................................................. M
ENANGIS DALAM KONSEP HADIS ........................................... 90
D. Beragam Tangisan Rasulullah saw............................................... 90
E. Macam-macam Menangis Ditinjau dari Segi Hukum.................. 122
F. Keutamaan Menangis ................................................................... 150
BAB IV
............................................................................................................. M
ENANGIS DAN KESALEHAN PRIBADI..................................... 161
C. Pengertian dan Karakteristik Kesalehan....................................... 161
D. Menyucikan Hati sebagai Upaya Membiasakan Menangis ......... 185
15
BAB V
............................................................................................................. K
ESIMPULAN..................................................................................... 245
16
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
2. Konsonan
ا =
ف = f
ب = b ق = q
ت = t ك = k
ث = ts ل = l
ج = j م = m
ح = h ن = n
خ = kh و = w
د = d هـ = h
ذ = dz ء = `
ر = r ى = y
ز = z
Vokal pendek
س = s َ = a
ش = sy
َ
= i
ص = s ُ = u
ض = d
Vokal Panjang
ط = t
ا
َ
= â
ظ = z
ع = ‘ يْ َ = î
=
غ gh ُ ْو = û
Diftong
ي
ْ أ = ai
أ ْو = au
17
ﻓﻬﺮﺳﺖ اﻻﺣﺎدﻳﺚ واﻻﺛﺎر
اﻟﺼﻔﺤﺔ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﻨﻤﺮة
.1
ت َﻳ ْﻮ َم اْﻟ ِﻘﻴَﺎ َﻣ ِﺔ
ﻇُﻠﻤَﺎ ٌ
ﻈْﻠ َﻢ ُ
ن اﻟ ﱡ
ﻈْﻠ َﻢ َﻓِﺈ ﱠ
اﱠﺗﻘُﻮا اﻟ ﱡ
.2
ﺐﺴ ِ ﻦ ﻓِﻲ اﻟﱠﻨ َ س ُهﻤَﺎ ِﺑ ِﻬ ْﻢ ُآ ْﻔ ٌﺮ اﻟﻄﱠ ْﻌ ُ ا ْﺛﻨَﺘَﺎنِ ﻓِﻲ اﻟﻨﱠﺎ ِ
ﺖ
ﺣ ُﺔ ﻋَﻠَﻰ اْﻟ َﻤﱢﻴ ِ وَاﻟﱢﻨﻴَﺎ َ
.3
ﺐ
ﺟ ْﻌ َﻔ ٌﺮ َﻓُﺄﺻِﻴ َ ﺧ َﺬهَﺎ َ ﺐ ُﺛﻢﱠ َأ َ ﺧ َﺬ اﻟﺮﱠاَﻳ َﺔ زَ ْﻳ ٌﺪ َﻓُﺄﺻِﻴ َ َأ َ
.4
ﻦ
ﷲ ِﻣ ْ ﺧ ِﺮ َﻓْﻠَﻴَﺘ َﻌ ﱠﻮ ْذ ﺑِﺎ ِ ﺸ ﱡﻬ ِﺪ اﻵ ِ ﻦ اﻟﱠﺘ َ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ِﻣ ْ
غ َأ َ إِذَا َﻓ َﺮ َ
َأ ْرَﺑ ٍﻊ
.5
ﻞ ِﻣ ْﻨ ُﻪ ُآﻞﱠ َﻳ ْﻮ ٍم ﺴُ ﺣ ِﺪ ُآ ْﻢ َﻳ ْﻐَﺘ ِب َأ َ ن ﻧَ ْﻬﺮًا ِﺑﺒَﺎ ِ َأ َرَأ ْﻳُﺘ ْﻢ َﻟ ْﻮَأ ﱠ
ﻲ ٌءﻦ َد َرِﻧ ِﻪ ﺷَ ْ ﻞ ُهﻦﱠ ِﻣ ْ ت َه ْ ﺲ َﻣﺮﱠا ٍ ﺧ ْﻤ َ َ
.6
ن ﻟِﻲ ﺳَﺘ ْﻐ ِﻔ َﺮ َﻟﻬَﺎ َﻓَﻠ ْﻢ ُﻳ ْﺆ َذ ْ ن َأ ْ ﺖ رَﺑﱢﻲ ﻓِﻲ َأ ْ ﺳَﺘ ْﺄ َذ ْﻧ ُاْ
ن ﻟِﻲ َﻓﺰُورُوا ن َأزُو َر َﻗ ْﺒ َﺮهَﺎ َﻓُﺄ ِذ َ ﺳَﺘ ْﺄ َذ ْﻧُﺘ ُﻪ ﻓِﻲ َأ ْ وَا ْ
ت
اْﻟ ُﻘﺒُﻮ َر َﻓِﺈﱠﻧﻬَﺎ ُﺗ َﺬآﱢ ُﺮ اْﻟ َﻤ ْﻮ َ
.7
ﻻﻲ َﻳ ْﻮ َم اْﻟ ِﻘﻴَﺎ َﻣ ِﺔ ﺷَﻔِ ْﻴﻌًﺎ َ ن َﻓِﺈﱠﻧ ُﻪ َﻳ ْﺄِﺗ ْ ِإ ْﻗ َﺮؤُا اْﻟ ُﻘﺮْا َ
ﺻﺤَﺎِﺑ ِﻪ ْ
.8
ﺳِﺘ ْﻌﺪَادًا. ﺴُﻨ ُﻬ ْﻢ ِﻟﻤَﺎ َﺑ ْﻌ َﺪ ُﻩ ِإ ْ ﺣَ ت ذِ ْآﺮًا َوَأ ْ َأ ْآَﺜ ُﺮ ُه ْﻢ ِﻟْﻠ َﻤ ْﻮ ِ
س
ﻷ ْآﻴَﺎ ُ ﻚ ْا َ أُوَﻟِﺌ َ
.9
ت
َأ ْآِﺜﺮُوا ِذ ْآ َﺮ هَﺎ ِذ ِم اﻟﱠﻠﺬﱠاتِ َﻳ ْﻌﻨِﻲ اْﻟ َﻤ ْﻮ َ
.10
ﻦ ....... ب ِﺑ َﺪ ْﻣ ِﻊ اْﻟ َﻌ ْﻴ ِﻻ ُﻳ َﻌﺬﱢ ُ ﷲ َ ناَ ن ِإ ﱠﺴ َﻤﻌُﻮ َ ﻻ َﺗ ْ َأ َ
ب ِﺑُﺒﻜَﺎ ِء َأ ْهِﻠ ِﻪﺖ ُﻳ َﻌﺬﱠ ُن اْﻟ َﻤﱢﻴ َ َوِإ ﱠ
.11
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ
ﻲ َﺠِﻨ ْ ﻻ َﺗ ْ ﻚ َو َ ﻋَﻠ ْﻴ َ
ﻲ َ ﺠِﻨ ْﻻ َﻳ ْاَﻣَﺎ ِإﻧﱠ ُﻪ َ
.12
ن َأ ْﻗ َﺮَأﺳﱠﻠ َﻢ َأ ْ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﷲ َ ﺻﱠﻠﻰ ا ُ ﷲ َ لاِ ﺳ ْﻮ ُ
ﻲ َر ُ َأ َﻣ َﺮِﻧ ْ
ﺳ ْﻮ َر ِة
ﻦ ُ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ِﻣ ْ ت َ ﻋَﻠﻰ اْﻟ ِﻤ ْﻨَﺒ ِﺮَ ,ﻓ َﻘ َﺮْأ ُ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو ُه َﻮ َ َ
ﺖ
ﻰ ِإذا َﺑَﻠ ْﻐ ُ ﺣﺘ ﱠ ﺴﺎ ِء َ اﻟﱢﻨ َ
ﻚ
ﻄ ْﻴَﺌِﺘ َ
ﺧِ
ﻋﻠَﻰ َ
ﻚ َ
ﻚ َو َأ ْﺑ ِ
ﻚ َﺑ ْﻴُﺘ َ
ﺴ ْﻌ َ
ﻚ َوْﻟَﻴ َ
ﻚ ِﻟﺴَﺎَﻧ َ
ﻋَﻠ ْﻴ َ
ﻚ َ
َأ ْﻣِﻠ ْ .13
18
.14
ن
ﺷﺮَاآَﺎ ِ ن َو ِ ﻼِ ﻦ َﻟ ُﻪ َﻧ ْﻌ َ ﻋﺬَاﺑًﺎ َﻣ ْ ﻞ اﻟﻨﱠﺎ ِر َ ن َأ ْه ِ ن َأ ْه َﻮ َ ِإ ﱠ
ﻏ ُﻪ
ﻦ ﻧَﺎ ٍر َﻳ ْﻐﻠِﻲ ِﻣ ْﻨ ُﻬﻤَﺎ ِدﻣَﺎ ُ ِﻣ ْ
.15
ﻼ ِة
ﺼَ ك اﻟ ﱠ ك وَاْﻟ ُﻜ ْﻔ ِﺮ َﺗ ْﺮ ُ ﺸ ْﺮ ِ ﻦ اﻟ ﱢ ﻞ َوَﺑ ْﻴ َ ﺟِ ﻦ اﻟ ﱠﺮ ُ ن َﺑ ْﻴ َِإ ﱠ
.16
ﻻ ﻣَﺎ ل ِا ﱠ ﻻ َﻧ ُﻘ ْﻮ ُ ن َو َ ﺤ ُﺰ ُ ﺐ َﻳ ْ ﻦ َﺗ ْﺪ َﻣ ُﻊ َواْﻟ َﻘْﻠ ُ ن اْﻟ َﻌ ْﻴ َ ِا ﱠ
ن
ﺤ ُﺰ ْوُﻧ ْﻮ َ ﻚ َﻟ ِﻤ ُْﻳ ْﺮﺿِﻲ رَﺑﱠﻨَﺎ َوِاﻧﱠﺎ ِﺑ ِﻔﺮَا ِﻗ َ
.17
ﻦ َآ َﻔﺮُوا ﻦ اﱠﻟﺬِﻳ َ ﻚ َﻟ ْﻢ َﻳ ُﻜ ْ ﻋَﻠ ْﻴ َ
ن َأ ْﻗ َﺮَأ َ ﷲ َأ َﻣ َﺮﻧِﻲ َأ ْ نا َ ِإ ﱠ
ل َﻧ َﻌ ْﻢ َﻓَﺒﻜَﻰ ﺳﻤﱠﺎﻧِﻲ ﻗَﺎ َ ل َو َ ب ﻗَﺎ َ ﻞ اْﻟ ِﻜﺘَﺎ ِ ﻦ َأ ْه ِ ِﻣ ْ
.18
ﻋَﻠ ْﻴ ُﻜ ْﻢن َ ﺻﻴَﺎ َم َر َﻣﻀَﺎ َ ض ِ ك َوَﺗﻌَﺎﻟَﻰ َﻓ َﺮ َ ﷲ َﺗﺒَﺎ َر َ نا َ ِإ ﱠ
ﻦ ﺻَﺎ َﻣ ُﻪ َوﻗَﺎ َﻣ ُﻪ ﺖ َﻟ ُﻜ ْﻢ ِﻗﻴَﺎ َﻣ ُﻪ َﻓ َﻤ ْ ﺳَﻨ ْﻨ ُ َو َ
.19
ن
ﻦ اْﻟ ُﻤَﺘﺤَﺎﱡﺑ ْﻮ َ ل َﻳ ْﻮ َم اْﻟ ِﻘﻴَﺎ َﻣ ِﺔ َأ ْﻳ َ ﷲ َﺗﻌَﺎﻟَﻰ َﻳُﻘ ْﻮ ُ ناَ ِإ ﱠ
ﻲ
ﻇﱢﻠ ْ ﻻ ِ ﻞ ِإ ﱠﻇﱠ ﻻ ِ ﻲ َﻳ ْﻮ َم َ ﻇﱢﻠ ْﻲ ِ ﻇﻠﱡ ُﻬ ْﻢ ِﻓ ْ ﻲ اْﻟَﻴ ْﻮ َم ُأ ِ ﻼِﻟ ْ ﺠَ ِﺑ َ
.20
ﻏ ْﺮﻞ َﺗ ْﻮَﺑ َﺔ اْﻟ َﻌ ْﺒ ِﺪ ﻣَﺎ َﻟ ْﻢ ُﻳ َﻐ ْﺮ ِ ﷲ َﻳ ْﻘَﺒ ُ نا َ ِإ ﱠ
.21
ﻞ ُﻣﺴَﻤًّﻰ ﺟٍﻞ ِإﻟَﻰ َأ َ ﻋﻄَﻰ َو ُآ ﱞ ﺧ َﺬ َوَﻟ ُﻪ ﻣَﺎ َأ ْ ﷲ ﻣَﺎ َأ َ ن ِ ِإ ﱠ
ﺐ
ﺴ ْ ﺤَﺘ ِﺼِﺒ ْﺮ َوْﻟَﺘ ْ َﻓْﻠَﺘ ْ
.22
ﻦن ْﺑ َ ﻋ ْﺜﻤَﺎ َﻞ ُ ﺳﱠﻠ َﻢ َﻗﱠﺒ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﷲ َ ﺻﻠﱠﻰ ا ُ ﻲ َ ن اﻟﱠﻨِﺒ ﱠ َأ ﱠ
ل ﻋَ ْﻴﻨَﺎ ُﻩ ﻲ َأ ْو ﻗَﺎ َ ﺖ َو ُه َﻮ َﻳ ْﺒ ِﻜ ْ ن َو ُه َﻮ ﻣَﱢﻴ ٌ ﻈ ُﻌ ْﻮ ٍ َﻣ ْ
ن
َﺗ ْﺬ ِرﻓَﺎ َ
.23
نن َﻓِﺈذَا َﻗ َﺮْأُﺗﻤُﻮ ُﻩ ﻓَﺎ ْﺑﻜُﻮا َﻓِﺈ ْ ﺤ ْﺰ ٍ ل ِﺑ ُ ن َﻧ َﺰ َ ن هَﺬَا اْﻟ ُﻘﺮْﺁ َ ِإ ﱠ
َﻟ ْﻢ َﺗ ْﺒﻜُﻮا َﻓَﺘﺒَﺎ َآﻮْا
.24
ﺣﻤَﺎ َء ﻋﺒَﺎ ِد ِﻩ اﻟ ﱡﺮ َ ﻦ ِ ﷲ ِﻣ ْ ﺣ ُﻢ ا ُ إِﻧﱠﻤَﺎ َﻳ ْﺮ َ
.25
ﻚﺴِ ﻞ اْﻟ ِﻤ ْ ﺴ ْﻮءِ َآﺤَﺎ ِﻣ ِ ﺢ وَاﻟ ﱡ ﺲ اﻟﺼﱠﺎِﻟ ِ ﺠِﻠ ْﻴ ِ ﻞ اْﻟ َ إِﻧﱠﻤَﺎ َﻣَﺜ ُ
ﺦ اْﻟ ِﻜ ْﻴ ِﺮ َوﻧَﺎ ِﻓ ِ
.26
ئ ﻣَﺎ َﻧﻮَى ل ﺑِﺎﻟﱢﻨﱠﻴ ِﺔ َوِإﱠﻧﻤَﺎ ﻻ ْﻣ ِﺮ ٍ ﻋﻤَﺎ ُ ﻻْ إِﻧﱠﻤَﺎ ْا َ
.27
ي
ﻏ ْﻴ ِﺮ ْﻦ َ ﺳ َﻤ َﻌ ُﻪ ِﻣ ْ ن َا ْ ﺐ َا ْ ﺣ ﱡ ﻲ ُا ِ ِإﱢﻧ ْ
.28
ﺴﻤَﻌُﻮنَ ﻻ ﺗَ ْ ﺳ َﻤ ُﻊ ﻣَﺎ َ ن َوَأ ْ ﻻ َﺗ َﺮ ْو َ إِﻧﱢﻲ أَرَى ﻣَﺎ َ
.29
ﺠﻨﱠ ُﺔ َو ﻲ اْﻟ َﻋَﻠ ﱠﺖ َ ﺿ ْ ﻋ ِﺮ َ ﻲ ِﺑَﻴ ِﺪ ِﻩ َﻟ َﻘ ْﺪ ُﺴ ْ ي َﻧ ْﻔ ِأَ ْوﻟَﻰ َو اﱠﻟ ِﺬ ْ
اﻟﻨﱠﺎ ُر اِﻧﻔًﺎ
.30
ﻦ اﻟ ﱢﺬ ْآ ِﺮ ﺴ َﻤ ُﻊ ِﻣ َ ﺖ َﺗ ْ ﻋﻠَﻰ ﻣَﺎ آَﺎَﻧ ْ ﺖ َ َﺑ َﻜ ْ
.31
ﺞ وَاْﻟ ُﻌ ْﻤ َﺮ ِة َﻓِﺈﱠﻧ ُﻬﻤَﺎ ﻳَ ْﻨﻔِﻴَﺎنِ اْﻟ َﻔ ْﻘ َﺮ ﺤﱢ ﻦ اْﻟ َ ﺗَﺎِﺑ ُﻌﻮْا َﺑ ْﻴ َ
19
ب
وَاﻟ ﱡﺬُﻧ ْﻮ َ
.32
ت
ﻦ اْﻟ َﻤ ْﻮ ُ ﺤ َﻔ ُﺔ اْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ِ
ُﺗ ْ
.33
ﻦ
ﺖ َو َﻣ ْ ﻋ َﺮ ْﻓ َﻦ َ ﻋﻠَﻰ َﻣ ْ ﻼ َم َﺴَ ﻄﻌَﺎ َم َوَﺗ ْﻘ َﺮُأ اﻟ ﱠ ﻄ ِﻌ ُﻢ اﻟ ﱠ ُﺗ ْ
ف
َﻟ ْﻢ َﺗ ْﻌ ِﺮ ْ
.34
ﻋ ْﻮدًا
ﻋ ْﻮدًا ُ ﺼ ْﻴ ِﺮ ُ ﺤ ِ ب آَﺎْﻟ َ
ﻋﻠَﻰ اْﻟ ُﻘُﻠ ْﻮ ِ ﻦ َ ض اْﻟ ِﻔَﺘ ُُﺗ ْﻌ َﺮ ُ
.35
ﺲ
ﺴِﻠ ِﻢ ﺧَ ْﻤ ٌ ﻋﻠَﻰ اْﻟ ُﻤ ْ ﺴِﻠ ِﻢ َ ﻖ اْﻟ ُﻤ ْﺣﱡ َ
.36
ن
ﺧ ْﻴ ُﺮ اﻟ ﱠﺪوَا ِء اْﻟُﻘﺮْا ُ َ
.37
ﺼﻠﱢﻲﺳﱠﻠ َﻢ ُﻳ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﷲ َ ﺻﻠﱠﻰ ا ُ ﷲ َ ل اِ ﺖ َرﺳُﻮ َ َرَأ ْﻳ ُ
ﺻﻠﱠﻰﻦ اْﻟُﺒﻜَﺎ ِء َ ﺻ ْﺪ ِر ِﻩ أَزِﻳ ٌﺰ َآَﺄزِﻳ ِﺰ اﻟ ﱠﺮﺣَﻰ ِﻣ ْ َوﻓِﻲ َ
ﺳﱠﻠ َﻢ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﷲ َ اُ
.38
ﻞ
ﻦ ُﻳﺨَﺎِﻟ ُ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ َﻣ ْ
ﻈ ْﺮ َأ َ
ﺧِﻠ ْﻴِﻠ ِﻪ َﻓْﻠَﻴ ْﻨ ُ
ﻦ َﻋﻠَﻰ ِد ْﻳ ِ ﻞ َ ﺟُ اَﻟﺮﱠ ُ
.39
ﻇﻠﱡ ُﻪ
ﻻ ِ ﻞ ِإ ﱠﻇﱠ ﻻ ِ ﻇﱢﻠ ِﻪ َﻳ ْﻮ َم َﷲ ﻓِﻲ ِ ﻈﻠﱡ ُﻬ ْﻢ ا ُ ﺳ ْﺒ َﻌ ٌﺔ ُﻳ ِ
َ
.40
ﻦ
ﺐ ِﻣ َ
س َﻗ ِﺮ ْﻳ ٌ
ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِ
ﺐ ِﻣ َ
ﷲ َﻗ ِﺮ ْﻳ ٌ
ﻦا ِ ﺐ ِﻣ َﻲ َﻗ ِﺮ ْﻳ ٌ ﺨﱡ ﺴِ اَﻟ ﱠ
ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر
ﺠﱠﻨ ِﺔ َﺑ ِﻌ ْﻴ ٌﺪ ِﻣ َ
اْﻟ َ
ﺠ ُﻤ َﻌ ِﺔ آَﻔﱠﺎرٌَة ِﻟﻤَﺎ ﺑَ ْﻴﻨَ ُﻬﻤَﺎ
ﻰ اْﻟ ُ
ﺠ ُﻤ َﻌ ِﺔ إِﻟ َ
ﺲ وَاْﻟ ُ
ﺨ ْﻤ ُ
ﻼ ُة اْﻟ َ
اَﻟﺼﱠ َ .41
.42
ل ُﺛﻢﱠ ِﺑ ﱡﺮي ﻗَﺎ َ ﺖ ُﺛﻢﱠ َأ ﱞ ﻋﻠَﻰ ﻣِﻴﻘَﺎِﺗﻬَﺎَ /و ْﻗِﺘﻬَﺎ ُﻗْﻠ ُ ﻼ ُة َ ﺼَ اﻟ ﱠ
ﻦ
اْﻟﻮَاِﻟ َﺪ ْﻳ ِ
.43
ن ا ْﻣ ُﺮ ٌؤ ﻗَﺎَﺗَﻠ ُﻪﻞ َوِإ ِ ﺠ َﻬ ْ
ﻻ َﻳ ْ ﺚ َو َ ﻼ َﻳ ْﺮ ُﻓ ْ ﺟﱠﻨ ٌﺔ َﻓ َ اﻟﺼﱢﻴَﺎ ُم ُ
ﻲ ﺻَﺎﺋِ ٌﻢ ﻲ ﺻَﺎﺋِ ٌﻢ ِإﱢﻧ ْ ﻞ ِإﱢﻧ ْ َأ ْوﺷَﺎَﺗ َﻤ ُﻪ َﻓْﻠَﻴُﻘ ْ
.44
ﺠﻨﱠ ُﺔ وَاﻟﻨﱠﺎ ُر َﻓَﻠ ْﻢ َأ َر آَﺎْﻟَﻴ ْﻮ ِم ﻓِﻲ ﻲ اْﻟ َ ﻋَﻠ ﱠﺖ َ ﺿ ْ ﻋ ِﺮ َ ُ
ﺸ ﱢﺮﺨ ْﻴ ِﺮ وَاﻟ ﱠ اْﻟ َ
.45
ﺞ اْﻟ َﻤ ْﺒ ُﺮ ْو ُرﺤﱡ َاْﻟ ُﻌ ْﻤ َﺮ ُة إِﻟَﻰ اْﻟ ُﻌ ْﻤ َﺮ ِة ُﺗ َﻜﻔﱢ ُﺮ ﻣَﺎ َﺑ ْﻴَﻨ ُﻬﻤَﺎ وَاْﻟ َ
ﺠﻨﱠﺔ
ﻻ اْﻟ َ ﺲ َﻟ ُﻪ ﺟَﺰَا ٌء ِإ ﱠ َﻟ ْﻴ َ
.46
ﷲ
ﺸَﻴ ِﺔ ا ِ ﺧْ ﻦ َ ﺖ ِﻣ ْ ﻦ َﺑ َﻜ ْ ﺴ ُﻬﻤَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ُر ﻋَ ْﻴ ٌ ﻻ َﺗ َﻤ ﱡ ﻋَ ْﻴﻨَﺎنِ َ
ﷲ
ﻞا ِ ﺳﺒِﻴ ِس ﻓِﻲ َ ﺤ ُﺮ ُ ﺖ َﺗ ْﻦ ﺑَﺎَﺗ ْ ﻋ ْﻴ ٌَو َ
.47
ﻦ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ وَﻣَﺎ ﷲ ﺧَ ْﻴ ٌﺮ ِﻣ َ ﻞا ِ ﺳِﺒ ْﻴ ِﻲ َ ﺣ ٌﺔ ِﻓ ْ ﻏ ْﺪ َوٌة َأ ْو َر ْو َ َ
ﻓِ ْﻴﻬَﺎ
.48
ﷲ
ﺻﻠﱠﻰ ا ُ ﻲ َ ﻦ َﻳ َﺪ ْﻳ ِﻪ َﻓ َﻌ ﱠﻮ َذ ُﻩ اﻟﱠﻨِﺒ ﱡ
ﺿ َﻌ ُﻪ َﺑ ْﻴ َ
ﻲ ِﺑ ِﻪ َﻓ َﻮ َ َﻓ ْﺄِﺗِﻨ ْ
لﻦ َأ ﱠو ِ ت ِﻣ ْ ب َوَأ ْرَﺑ ِﻊ اﻳَﺎ ٍ ﺤ ِﺔ اْﻟ ِﻜﺘَﺎ ِ ﺳﱠﻠ َﻢ ِﺑﻔَﺎِﺗ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ َ
20
ﺳ ْﻮ َر ِة اْﻟَﺒ َﻘ َﺮ ِة ُ
.49
ﻒ اْﻟ ِﻌﺒَﺎ َد ِة ﺼ ُ َاْﻟ ِﻔ ْﻜ ُﺮ ِﻧ ْ
.50
ﺷﻔَﺎ ًءﻼ ِة ِﺼَ ن ﻓِﻰ اﻟ ﱠ ﻞ َﻓِﺈ ﱠ ﺼﱢ ُﻗ ْﻢ َﻓ َ
.51
ﺣ ِﺰَﺑ ُﻪ أَ ْﻣ ٌﺮ ﺳﱠﻠ َﻢ إِذَا َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﷲ َ ﺻﻠﱠﻰ ا ُ ﻲ َ ن اﻟﱠﻨِﺒ ﱡ آَﺎ َ
ﺻﻠﱠﻰ َ
.52
ي ﺟ ِﺰ ْ ﻲ َوَأﻧَﺎ َأ ْ ﺼﻴَﺎ َم َﻓِﺈﱠﻧ ُﻪ ِﻟ ْ ﻻ اﻟ ﱢ ﻦ ا َد َم َﻟ ُﻪ ِإ ﱠ ﻞ ا ْﺑ ِ ﻋ َﻤ ُِآﻞﱡ َ
ِﺑ ِﻪ
.53
ت
ﻞ ِﻟ َﻤﺎ َﺑ ْﻌ َﺪ اْﻟ َﻤ ْﻮ ِ ﻋ ِﻤ َﺴ ُﻪ َو َ ن َﻧ ْﻔ ُ ﻦ دَا َ ﺲ َﻣ ْ َاْﻟ َﻜ ْﻴ ُ
.54
ﺣﱠﻠ ٍﺔح ﻓِﻲ ُ ﺣﱠﻠ ٍﺔ َورَا َ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ ُ ﻒ ِﺑ ُﻜ ْﻢ إِذَا ﻏَﺪَا َأ َ َآ ْﻴ َ
ﺧﺮَى ﺖ ُأ ْ ﺤ َﻔ ٌﺔ َو ُر ِﻓ َﻌ ْ ﺻْ ﻦ َﻳ َﺪ ْﻳ ِﻪ َ ﺖ َﺑ ْﻴ َ ﺿ َﻌ ْ َو ُو ِ
ﺴَﺘ ُﺮ اْﻟ َﻜ ْﻌَﺒ ُﺔ ﺳَﺘ ْﺮُﺗ ْﻢ ُﺑﻴُﻮَﺗ ُﻜ ْﻢ َآﻤَﺎ ُﺗ ْ َو َ
.55
ﻼ َة َو َه ِﺬ ِﻩ ﺼَ ﻻ َه ِﺬ ِﻩ اﻟ ﱠ ﺖ ِإ ﱠ ﺷ ْﻴًﺄ ِﻣﻤﱠﺎ َأ ْد َر ْآ ُ ف َ ﻋ ِﺮ ُ ﻻَأ ْ َ
ﺖ
ﺿﱢﻴ َﻌ ْ ﻼ ُة َﻗ ْﺪ ُ اﻟﺼﱠ َ
.56
ﻻ ﺣَﻘًّﺎ ل ِإ ﱠ ﻻ َأ ُﻗ ْﻮ ُ َ
.57
ن َﻓ ُﻬ َﻮ ﷲ اْﻟ ُﻘﺮْا َ ﻞ اﺗَﺎ ُﻩ ا ُ ﺟٌ ﻦ رَ ُ ﻻ ﻓِﻰ ا ْﺛَﻨَﺘ ْﻴ ِ ﺳ َﺪ ِإ ﱠ ﻻ ﺗَﺤَﺎ ُ َ
َﻳ ْﺘُﻠ ْﻮ ُﻩ اﻧَﺎ َء اﻟﱠﻠ ْﻴﻞِ َو اﻟﱠﻨﻬَﺎ ِر
.58
ﺐ
ﺖ اْﻟ َﻘْﻠ َﻚ ُﺗ ِﻤ ْﻴ ُﺤَ ﻀِ ن َآ ْﺜ َﺮ َة اﻟ ﱠ ﻚ َﻓِﺈ ﱠ ﺤَ ﻀِ ﻻ ُﺗ ْﻜِﺜﺮُوااﻟ ﱠ َ
.59
ﻻ َﺗ َﺪﱡﺑ َﺮﻲ ِﻗﺮَا َء ٍة َ ﻻ ِﻓ ْ ﻻ ِﻓ ْﻘ َﻪ ﻓِ ْﻴﻬَﺎ َو َ ﻋﺒَﺎ َد ٍة َ ﻲ ِ ﺧ ْﻴ َﺮ ِﻓ ْ ﻻ َ َ
ﻓِ ْﻴﻬَﺎ
.60
ﻄَﻨ ُﻪ
ﻦ َﻣَﻠَﺄ َﺑ ْ ت َﻣ ْ ت اﻟﺴﱠﻤﻮَا ِ ﻞ َﻣَﻠ ُﻜ ْﻮ َ ﺧُ ﻻ َﻳ ْﺪ ُ َ
.61
ﷲ َﺗﻌَﺎﻟَﻰ ﻦ ِذ ْآ ِﺮ ا ِ ﻃﺒًﺎ ِﻣ ْ ﻚ َر ْ ل ِﻟﺴَﺎُﻧ َ ﻻ َﻳﺰَا ُ َ
.62
ﻞ
ﺟﱠ ﻋ ﱠﺰ َو َ ﺸَﻴ ِﺔ اﻟﱠﻠ ِﻪ َ ﺧْ ﻦ َ ﺣ ٌﺪ ﺑَﻜَﻰ ِﻣ ْ ﺞ اﻟﻨﱠﺎ َر َأ َ ﻻ َﻳِﻠ ُ َ
.63
ﺴ ِﻪ
ﺤﺐﱡ ِﻟَﻨ ْﻔ ِ ﺧ ْﻴ ِﻪ ﻣَﺎ ُﻳ ِ ﻻ ِ ﺤﺐﱠ ِ َ ﻰ ُﻳ ِ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﺣَﺘ ﱠ ﻦ َأ َ ﻻ ُﻳ ْﺆ ِﻣ ُ َ
.64
ب
ﷲ اْﻟ َﻌ ْﻘ َﺮ َ ﻦا ُ َﻟ َﻌ َ
.65
ﻋ ْﻨ َﺪ َأَﺑ َﻮ ْﻳ ِﻪﺼ َﻌﺒًﺎ َهﺬَا َوﻣَﺎ ِﺑ َﻤ ﱠﻜ َﺔ ﻓَﺘًﻰ َأ ْﻧ َﻌ ُﻢ ِ ﺖ ُﻣ ْ َﻟ َﻘ ْﺪ َرَأ ْﻳ ُ
ﺳ ْﻮِﻟ ِﻪ ﷲ َو َر ُ ﻚ ُآﻠﱠ ُﻪ ﺣُﺒًّﺎ ِ ك َذِﻟ َ ُﺛﻢﱠ َﺗ َﺮ َ
.66
ﻲ َﻟ ُﻪ
ﻻ َﺑﻮَا ِآ َ ﺣ ْﻤ َﺰ َة َ ﻦ َ َﻟ ِﻜ ﱠ
.67
اﻟﻠﱠ ُﻬﻢﱠ ُأ ﱠﻣﺘِﻲ ُأ ﱠﻣﺘِﻲ َوَﺑﻜَﻰ
.68
ﻋ ْﺪَﺗﻨِﻲ ت ﻣَﺎ َو َ ﺠ ْﺰ ﻟِﻲ ﻣَﺎ وَﻋَ ْﺪﺗَﻨِﻲ اﻟﻠﱠ ُﻬﻢﱠ ﺁ ِ اﻟﻠﱠ ُﻬﻢﱠ َأ ْﻧ ِ
21
.69
ﻼ َوَﻟَﺒ َﻜ ْﻴُﺘ ْﻢ َآﺜِﻴﺮًا ﺤ ْﻜُﺘ ْﻢ َﻗﻠِﻴ ً ﻀِ ﻋَﻠ ُﻢ َﻟ َ ن ﻣَﺎ َأ ْ َﻟ ْﻮ َﺗ ْﻌَﻠﻤُﻮ َ
.70
ﻷ ْﻧُﺘ ُﻢ اْﻟَﻴ ْﻮ َم ﺧَ ْﻴ ٌﺮ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َﻳ ْﻮ َﻣِﺌ ٍﺬ َ
.71
ﻦ
ﻦ َوَأَﺛ َﺮ ْﻳ ِ ﻄ َﺮَﺗ ْﻴ ِ
ﻦ َﻗ ْ ﷲ ِﻣ ْ ﺐ إِﻟَﻰ ا ِ ﺣ ﱠ ﻲ ٌء َأ َ ﺲ ﺷَ ْ َﻟ ْﻴ َ
.72
ب َو َدﻋَﺎ ﺠُﻴ ْﻮ َ ﻖ اْﻟ ُ ﺷﱠ ﺨ ُﺪ ْو َد َو َ ب اْﻟ ُ ﺿ َﺮ َ ﻦ َ ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ َﻣ ْ َﻟ ْﻴ َ
ﻋﻮَى اْﻟﺠَﺎ ِهِﻠﱠﻴ ِﺔ ِﺑ َﺪ ْ
.73
ﷲ ﺧَ ْﻴ ٌﺮ ﻋ ْﻨ َﺪ ا ِ ن ﻣَﺎ ِ ﻋَﻠ ُﻢ َأ ﱠ ن َأ ْ ﻻ َأآُﻮ َ ن َ ﻣَﺎ َأ ْﺑﻜِﻲ َأ ْ
ن
ﻦ َأ ْﺑﻜِﻲ َأ ﱠ ﺳﱠﻠ َﻢ َوَﻟ ِﻜ ْ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﷲ َ ِﻟ َﺮﺳُﻮِﻟ ِﻪ ﺻَﻠﱠﻰ ا ُ
ﺴﻤَﺎ ِء ﻦ اﻟ ﱠ ﻄ َﻊ ِﻣ ْ ﻲ َﻗ ْﺪ ا ْﻧ َﻘ َﺣَ اْﻟ َﻮ ْ
.74
ﻻﺧ ْﺒﺰًا ُﻣ َﺮ ﱠﻗﻘًﺎ َو َ ﺳﱠﻠ َﻢ ُ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﷲ َ ﺻﻠﱠﻰ ا ُ ﻲ َ ﻞ اﻟﱠﻨِﺒ ﱡ ﻣَﺎ َأ َآ َ
ﻲ اﷲ ﻃ ًﺔ ﺣَﺘﱠﻰ َﻟ ِﻘ َ ﺴ ُﻤ ْﻮ َ ﺷَﺎ ًة َﻣ ْ
.75
ﺧ ْﺒ ِﺰ
ﻦ ُ ﺳﱠﻠ َﻢ ِﻣ ْ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﷲ َ ﺻﻠﱠﻰ ا ُ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َ ل ُﻣ َ ﺷِﺒ َﻊ ا ُ ﻣَﺎ َ
ﷲل اِ ﺳ ْﻮ ُﺾ َر ُ ﻦ ﺣَﺘﱠﻰ ُﻗِﺒ ِ ﻦ ُﻣَﺘﺘَﺎِﺑ َﻌ ْﻴ ِ ﺷ ِﻌ ْﻴ ٍﺮ َﻳ ْﻮ َﻣ ْﻴ َِ
ﺳﱠﻠ َﻢ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﷲ َ ﺻﻠﱠﻰ ا ُ َ
.76
ﻏ ْﻴ ُﺮ اْﻟ ِﻤ ْﻘﺪَا ِد َوَﻟ َﻘ ْﺪ رَأَ ْﻳُﺘﻨَﺎ س َﻳ ْﻮ َم َﺑ ْﺪ ٍر َ ن ﻓِﻴﻨَﺎ ﻓَﺎرِ ٌ ﻣَﺎ آَﺎ َ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪﷲ َ ل اﻟﱠﻠ ِﻪ ﺻَﻠﱠﻰ ا ُ ﻻ َرﺳُﻮ َ ﻻ ﻧَﺎﺋِ ٌﻢ ِإ ﱠ وَﻣَﺎ ﻓِﻴﻨَﺎ ِإ ﱠ
ﺢ
ﺻَﺒ َ ﺣﺘﱠﻰ َأ ْ ﺼﻠﱢﻲ َوَﻳ ْﺒﻜِﻲ َ ﺠ َﺮ ٍة ُﻳ َ ﺷَ ﺖ َ ﺤ َ ﺳﱠﻠ َﻢ َﺗ َْو َ
.77
ﻦ
ﻄٍ ﻦ َﺑ ْ ﻲ ِوﻋَﺎ ًء ﺷَﺮًّا ِﻣ ْ ﻦ ا َد ِﻣ ﱟ ﻸ ا ْﺑ ُﻣَﺎ َﻣ َ
.78
ﻦﺴُ ﺤِ ﻼٌة َﻣ ْﻜُﺘ ْﻮَﺑ ٌﺔ َﻓُﻴ ْ ﺻَ ﻀ ُﺮ ُﻩ َ ﺤ ُ ﺴِﻠ ٍﻢ َﺗ ْ ئ ُﻣ ْ ﻦ ا ْﻣ ِﺮ ٍ ﻣَﺎ ِﻣ ِ
ﺖ آَﻔﱠﺎرٌَة ﻻ آَﺎَﻧ ْ ﻋﻬَﺎ ِإ ﱠ ﺸ ْﻮﻋَﻬَﺎ َو ُر ُآ ْﻮ َ ﺧُ ﺿ ْﻮ َءهَﺎ وَ ُ ُو ُ
ب
ﻦ اﻟ ﱡﺬُﻧ ْﻮ ِ ﻟِﻤَﺎ َﻗ ْﺒَﻠﻬَﺎ ِﻣ َ
.79
نع َوِإ ْ ﻋ ْﻴَﻨ ْﻴ ِﻪ ُدﻣُﻮ ٌ ﻦ َ ج ِﻣ ْ ﺨ ُﺮ ُ ﻦ َﻳ ْ ﻋ ْﺒ ٍﺪ ُﻣ ْﺆ ِﻣ ٍ ﻦ َ ﻣَﺎ ِﻣ ْ
ﷲ
ﺸَﻴ ِﺔ ا ِ ﺧْ ﻦ َ ب ِﻣ ْ س اﻟ ﱡﺬﺑَﺎ ِ ﻞ َرْأ ِ ن ِﻣ ْﺜ َ آَﺎ َ
.80
ﷲﻋ َﺪ ا ُ ﻻ ﺑَﺎ َ ﷲ ِإ ﱠ ﻞا ِ ﺳِﺒ ْﻴ ِ
ﻲ َ ﺼ ْﻮ ُم َﻳ ْﻮﻣًﺎ ِﻓ ْ ﻋ ْﺒ ٍﺪ َﻳ ُ ﻦ َ ﻣَﺎ ِﻣ ْ
ﺧ ِﺮ ْﻳﻔًﺎ ﻦ َ ﺳ ْﺒ ِﻌ ْﻴ َ
ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر َ ﻋِ ﺟ َﻬ ُﻪ َ ﻚ اْﻟَﻴ ْﻮ ِم َو ْ ِﺑ َﺬِﻟ َ
.81
ن
ﻻِ ن َﻳ ْﻨ ِﺰ َ ﻻ َﻣَﻠﻜَﺎ ِ ﺢ اْﻟ ِﻌﺒَﺎ ُد ِﻓ ْﻴ ِﻪ ِإ ﱠ ﺼِﺒ ُ ﻦ َﻳ ْﻮ ٍم ُﻳ ْ ﻣَﺎ ِﻣ ْ
.82
ﺴ َﻔ َﺮ ِة اْﻟ ِﻜﺮَا ِم اْﻟَﺒ َﺮ َر ِة َاْﻟﻤَﺎ ِه ُﺮ ﺑِﺎاْﻟ ُﻘﺮْانِ َﻣ َﻊ اﻟ ﱠ
.83
س
ﻞ ﺑِﺎﻟﻨﱠﺎ ِ ﺼﱢ ُﻣﺮُوا َأﺑَﺎ َﺑ ْﻜ ٍﺮ َﻓْﻠُﻴ َ
.84
ﺴِﻠ ُﻤ ُﻪ
ﻻ ُﻳ ْ ﻈِﻠ ُﻤ ُﻪ َو َ ﻻ َﻳ ْ ﺴِﻠ ِﻢ َ ﺴِﻠ ُﻢ أَﺧُﻮ اْﻟ ُﻤ ْ َاْﻟ ُﻤ ْ
.85
ﺴِﻠ ُﻤ ُﻪﻻ ُﻳ ْ ﻈِﻠ ُﻤ ُﻪ َو َ ﻻ َﻳ ْ ﺴِﻠ ِﻢ َ ﺴِﻠ ُﻢ أَﺧُﻮ اْﻟ ُﻤ ْ َاْﻟ ُﻤ ْ
22
.86
ﻦ اْﻟ ِﻌْﻠ ِﻢﺠ ًﺔ ِﻣ ْ ﺞ َﻣ ﱠ ﺤ َﻜ ًﺔ َﻣ ﱠ ﺿْ ﻚ َ ﺤَ ﺿِ ﻦ َ َﻣ ْ
.87
ﺴَﻨ ٌﺔ
ﺣَ ﷲ َﻓَﻠ ُﻪ ِﺑ ِﻪ َ با ِ ﻦ ِآﺘَﺎ ِ ﺣ ْﺮﻓًﺎ ِﻣ ْ ﻦ َﻗ َﺮَأ َ َﻣ ْ
.88
ﻲﺤَ ﺣ ٌﺪ ُﻣ ِ ﷲ َأ َ ﻞ ُه َﻮ ا ُ ﻲ َﻣ ﱠﺮ ٍة ُﻗ ْ ﻦ َﻗ َﺮَأ ُآﻞﱠ َﻳ ْﻮ ٍم ﻣِﺎَﺋَﺘ ْ َﻣ ْ
ﻦ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ دَ ْﻳ ٌ ن َ ن َﻳ ُﻜ ْﻮ َ ﻻ َأ ْ ﺳَﻨ ًﺔ ِإ ﱠ ﻦ َ ﺴ ْﻴ َ
ﺧ ْﻤ ِ ب َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ُذُﻧ ْﻮ ُ َ
.89
ﺤﺸَﺎ ِء وَاْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ َﻟ ْﻢ َﻳ ْﺰ َد ْد ﻦ اْﻟ َﻔ ْ ﻋِ ﻼُﺗ ُﻪ َ ﺻَ ﻦ َﻟ ْﻢ َﺗ ْﻨ َﻬ ُﻪ َ َﻣ ْ
ﻻ ُﺑ ْﻌﺪًا ﷲ ِإ ﱠ ﻦا ِ ِﻣ َ
.90
ﺲ ﻣِ ْﻨﻬُﻢ ﻦ َﻓَﻠ ْﻴ َ ﺴِﻠ ِﻤ ْﻴ َ ﻦ َﻟ ْﻢ َﻳ ْﻬَﺘ ﱠﻢ ِﺑَﺄ ْﻣ ِﺮ اْﻟ ُﻤ ْ َﻣ ْ
.91
ﻦ
ﻦ َﺑ ْﻴ ِ ﺴ ُﻪ ِﻣ ْ ع َﻧ ْﻔ ُ ل ُﺗ ْﻨ َﺰ ُ ﻋﻠَﻰ ُآﻞﱢ ﺣَﺎ ٍ ﺨ ْﻴ ٍﺮ َ ﻦ ِﺑ َ اْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ُ
ﻞ
ﺟﱠ ﻋ ﱠﺰ َو َ ﺤ َﻤ ُﺪ اﻟﱠﻠ َﻪ َ ﺟ ْﻨَﺒ ْﻴ ِﻪ َو ُه َﻮ َﻳ ْ َ
.92
ﻒ
ﻻ ُﻳ ْﺆَﻟ ُ ﻒ َو َ ﻻ َﻳ ْﺄَﻟ ُ ﻦ َ ﺧ ْﻴ َﺮ ِﻓ ْﻴ َﻤ ْ ﻻ َ ﻒ َو َ ﻦ ُﻣ ْﺆﻟَ ٌ َاْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ُ
.93
ﺴِﻠ ٍﻢت آَﻔﱠﺎرٌَة ِﻟ ُﻜﻞﱢ ُﻣ ْ َاْﻟ َﻤ ْﻮ ُ
.94
ﺲ
ﺳﻬَﺎ ِم ِإ ْﺑِﻠ ْﻴ َ ﻦ ِ ﺴ ُﻤ ْﻮ ٌم ِﻣ ْ ﻈ َﺮ ُة ﺳَ ْﻬ ٌﻢ َﻣ ْ اَﻟﻨﱠ ْ
.95
ﻦ
ﻦ ﺷَﺎ َء ِﻣ ْ ب َﻣ ْ ﷲ ﻓِﻲ ُﻗﻠُﻮ ِ ﺿ َﻌﻬَﺎ ا ُ ﺣ َﻤ ٌﺔ َو َ َه ِﺬ ِﻩ َر ْ
ﺣﻤَﺎ َء ﻻ اﻟ ﱡﺮ َ ﻋﺒَﺎ ِد ِﻩ ِإ ﱠ ﻦ ِ ﺣ ُﻢ اﻟﻠﱠ ُﻪ ِﻣ ْ ﻻ َﻳ ْﺮ َ ﻋﺒَﺎ ِد ِﻩ َو َِ
.96
ف اﻟﱠﻠ ْﻴَﻠ َﺔﻞ َﻟ ْﻢ ُﻳﻘَﺎ ِر ْ ﺟٌ ﻞ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ رَ ُ َه ْ
.97
ﺠﱠﻨ َﺔ ﺣَﺘﱠﻰ ُﺗ ْﺆ ِﻣُﻨﻮْا ﺧﻠُﻮا اْﻟ َ ﻻ َﺗ ْﺪ ُ ﻲ ِﺑَﻴ ِﺪ ِﻩ َﺴ ْ ي َﻧ ْﻔ َِو اﱠﻟ ِﺬ ْ
.98
بن ِآﺘَﺎ َ ﷲ َﻳ ْﺘُﻠ ْﻮ َ تا ِ ﻦ ُﺑُﻴ ْﻮ ِ ﺖ ِﻣ ْ ﻲ َﺑ ْﻴ ٍ ﺟَﺘ َﻤ َﻊ ﻗَ ْﻮ ٌم ِﻓ ْ َوﻣَﺎا ْ
ﺴ ِﻜ ْﻴَﻨ ُﺔﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ُﻢ اﻟ ﱠ ﺖ َ ﻻ َﻧ َﺰَﻟ ْ ﺳ ْﻮَﻧ ُﻪ َﺑ ْﻴَﻨ ُﻬ ْﻢ ِإ ﱠ ﷲ َوَﻳَﺘﺪَا َر ُ اِ
.99
ﻏ ِﻔ َﺮ َﻟ ُﻪ ﻣَﺎ ﺣِﺘﺴَﺎﺑًﺎ ُ ن ِإ ْﻳﻤَﺎﻧًﺎ وَا ْ ﻦ ﺻَﺎ َم َر َﻣﻀَﺎ َ َو َﻣ ْ
ﻦ َذ ْﻧِﺒ ِﻪ
َﺗ َﻘ ﱠﺪ َم ِﻣ ْ
.100
ﻄ ْﻴ ُﻊﺴَﺘ ِ ﻦ َﻳ ْ َو َﻣ ْ
.101
ﻞ َﻟ ُﻪ ﺤ َﻜ ُﻬ ْﻢ وَ ْﻳ ٌ ﻀِ ب ِﻟُﻴ ْ ث اْﻟ َﻘ ْﻮ َم ُﺛﻢﱠ َﻳ ْﻜ ِﺬ ُ ﺤﺪﱢ ُ ي ُﻳ َ ﻞ ﱢﻟﱠﻠ ِﺬ ْوَ ْﻳ ٌ
ﻞ َﻟ ُﻪ
وَ ْﻳ ٌ
.102
ﻦ َﻗﺮَأهَﺎ وَﻟ َﻢ َْﻳَﺘ َﻔ ﱠﻜ ْﺮ ﻓِ ْﻴﻬَﺎ ﻞ ِﻟ َﻤ ْ وَ ْﻳ ٌ
.103
ﻼ ِة
ﺼَ ﺣﻨَﺎ ﺑِﺎﻟ ﱠ ل َأ ِر ْ ﻼُ ﻳَﺎ ِﺑ َ
.104
ت
ﺐ اْﻟ َﻌَﺒﺮَا ُ ﺴ َﻜ ُ ﻋ َﻤ ُﺮ ه ُﻬﻨَﺎ ُﺗ ْ ﻳَﺎ ُ
.105
ﻋﺪﱡوا ﻞ هَﺬَا َﻓَﺄ ِ ﺧﻮَاﻧِﻲ ِﻟ ِﻤ ْﺜ ِ ﻳَﺎ ِإ ْ
.106
ﻄ َﻊن ﺣَﺘﱠﻰ َﺗ ْﻨ َﻘ ِ ﻞ اﻟﻨﱠﺎ ِر َﻓَﻴ ْﺒ ُﻜ ْﻮ َ ﻋﻠَﻰ َأ ْه ِ ﻞ اْﻟُﺒﻜَﺎ ُء َ ﺳُ ُﻳ ْﺮ َ
ع
اﻟﺪﱡ ُﻣ ْﻮ ُ
23
24
BAB I
PENDAHULUAN
Pokok Permasalahan
Ketika kita memperhatikan beragam hasil ciptaan Allah swt., nyatalah bahwa
manusia merupakan sosok makhluk yang paling sempurna sekaligus unik
ketimbang makhluk lainnya. Apa yang ada dalam diri manusia, baik secara
fisik maupun psikis, senantiasa menarik untuk dikaji. (QS.Fussilat/41:53)
Satu di antara fenomena anfus yang tersirat dalam QS.Fussilat/41:53
di mata umum, ternyata tidaklah demikian dalam perspektif al-Qur’an dan Hadis.
setiap kali mendengar ayat-ayat al-Qur’an. Allah menyatakan bahwa para nabi
Menurut Syeikh Muh. ‘Ali al-Sâbûnî, hal ini terjadi karena dalam diri
mereka timbul rasa takut (khasy-yah) kepada Allah. Begitulah keadaan orang-
orang yang mempunyai derajat yang tinggi dan kebersihan jiwa (nafs) di sisi
1
Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 7
25
petunjuk (dalâlah) bahwa ayat-ayat al-Qur’an mampu memberikan pengaruh
menangis, lalu bagaimana pula gambaran atau konsep hadis yang merupakan
saw. yang dikenal sebagai manusia paripurna (insan kâmil) dalam perilakunya
sehari-hari?
tidak sekedar sebagai tokoh bagi dunia Arab atau tokoh bagi umat Islam saja,
tetapi juga tokoh berpengaruh yang menjadi sorotan dunia sejak beliau dilahirkan
maupun lawan, muslim ataupun nonmuslim. Segenap sisi kehidupan beliau dicatat
sebagai pusat keagamaan dan keduniawian mereka sejak Allah swt. memberi
kegelapan menuju hidayah dan cahaya. Perkataan, perbuatan, dan segala gerak-
gerik beliau adalah pusat perhatian dan kekaguman mereka (QS. al-
Ahzâb/33:21).3
2
Muh. ‘Ali al-Sâbûnî Safwah al-Tafâsîr, (Jakarta: Dâr al-Kutub al-Islâmiyyah,
1999/1420), Jilid 2, h. 221
3
Mustafâ al-Sibâ’î, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam. Penerjemah
Dr. Nurcholis Madjid (Jakarta:Pustaka Firdaus,1991), h. 13
26
riwayat yang menerangkan sifat dan pribadi beliau. Sifat anggota badan Nabi,
keringat Nabi, rambut Nabi, janggut Nabi, sorban Nabi, jubah Nabi, senyuman
Nabi, sifat pemaaf Nabi, termasuk dalam hal ini adalah tangisan Nabi, serta sifat-
sifat lainnya, baik yang berhubungan dengan perangai (khuluq) ataupun yang
pembahasan umat.4
melalui firman Ilahi yang tidak diragukan kebenarannya, maka dapat pula
menangis.
Suatu ketika, sebagaimana diriwayatkan Imam al-Bukhârî (w. 256 H.) dari
Abdullâh bin Mas’ûd (w. 32 H.), bahwa Rasulullah saw. meminta kepada
Abdullâh bin Mas’ûd r.a. untuk membacakan al-Qur’an baginya. Iapun memenuhi
permintaan tersebut dengan membacakan surat al-Nisâ. Ketika sampai pada ayat,
4
Moenawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, (Jakarta: PT Bulan Bintang,
1994), Jilid 7, hal.211-321
5
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, (Semarang: Toha Putra, tth), Juz 4, h. 402
27
“Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan
mencucurkan air mata.6 Pada kesempatan yang lain, tatkala putra beliau (Ibrâhîm)
Rasulullah saw. adalah manusia yang paling empati dan paling mudah
menangis saat melihat penderitaan orang lain. Suatu hari seorang sahabat
menginformasikan kepada beliau bahwa ada seorang sahabat lain yang anaknya
sedang mengalami sakaratul maut. Lalu anak itu diserahkan dan diletakkan di atas
Siti ‘Aisyah r.a., istri tercinta beliau, pernah pula menyaksikan suami
mempesona.9
tangisan yang terjadi karena kelembutan dan kebeningan hati beliau. Tangisan
Nabi yang terjadi di tengah masyarakat adalah tangisan kasih sayang (tangisan
empati). Dan tangisan Nabi saat shalat adalah karena kekhusyuan merasakan
6
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 4, Kitab Fadâ’il al-Qur’ân Bab Qaul al-Muqri li al-
Qâri hasbuk, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1986), h. 114
7
Ibid, Juz 2, Kitâb al-Janâ’iz Bab Qaul al-Nabi saw. Innâ bik lamahzûnûn, h. 85
8
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah., Juz 1, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Mâ Jâ fî al-Bukâ ‘alâ al-
Mayyit, no. hadis1588, (Indonesia: Maktabah Dahlân, tth) , h. 506
9
Ibn Katsîr, op.cit., Juz 1, h. 440; Jalaluddin Rakhmat, Renungan-renungan Sufistik,
(Bandung: Penerbit Mizan, 1999), h. 20
28
keagungan Allah swt. Keduanya adalah tangisan bermakna yang berkualitas dan
Sang Khaliq (silah billâh) dan hubungan horizontal dengan sesama manusia (sila
bin nâs) merupakan wujud dari kesalihan pribadi, dan ini secara tegas dan jelas
riwayat) yang secara tegas menyebutkan bahwa tangisan orang yang masih hidup
terhadap mayit akan menambah siksaan mayit tersebut. Padahal ditemukan pula
ayat yang secara zâhiriyah menegaskan bahwa seseorang tidak memikul dosa orang
8)
Harbi dari kalangan ulama bermazhab Syâfi’î, termasuk Imam al-Nawawî (w.675
H.) mentakwilkan bahwa siksaan itu berlaku bagi orang yang berwasiat kepada
tanpa wasiat sebelumnya, hal ini tidaklah terlarang,10 karena hal ini merupakan
10
al-Nawawî, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 1994), Juz 3, h.
506
29
disertai dengan suara keras dan teriakan”, bukan semata-mata deraian air mata.11
Ada pula yang memahami bahwa hadis-hadis tersebut berlaku bagi orang-
orang kafir, Yahudi, atau pelaku dosa lainnya sebagaimana yang terdapat dalam
riwayat Ibn ‘Abbâs (w.68 H.) dan ‘Aisyah (w.57 H.). Sedang huruf “ba” sendiri
Yahudi, atau pelaku dosa lainnya disiksa pada saat keluarganya menangisi
memandang sama terhadap semua tangisan yang dilakukan atau dialami oleh
seseorang. Motif atau niat serta tujuan seseorang melakukan tangisan merupakan
Berdasarkan hal tersebut, maka masalah pokok yang akan dibahas dalam
tesis ini adalah bagaimana sesungguhnya menangis dalam konsep hadis. Lebih
khusus lagi, tesis ini akan mengkaji tangisan Rasulullah saw. selama hidupnya.
11
Ibid
12
al-Suyûtî, Syarh Sunan al-Nasâ’î, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth), Juz 4, h. 18;
al-Nawawî, loc.cit.
30
Sebagai penjelas (mubayyin) al-Qur’an, posisi hadis sangat strategis dalam
masalah menangis ini. Sebagai sebuah fenomena kejiwaan, banyak persoalan yang
terbatas, tesis ini secara khusus akan menjawab persoalan berikut ini:
hati seseorang?
Selain itu, dalam mengkaji masalah menangis dalam pandangan hadis ini,
al-tis’ah, yaitu: Sahîh al-Bukhârî, Sahîh Muslim, Sunan al-Tirmidzî, Sunan Abî
Dâwûd, Sunan al-Nasâ’î, Sunan Ibn Mâjah, al-Muwatta Mâlik, Musnad Ahmad
bin Hanbal, dan Musnad al-Dârimî, serta beberapa kitab Zuhud dan Raqâ’iq.
Penambahan dua jenis kitab yang terakhir ini dilakukan karena masalah menangis
sangat terkait dengan persoalan hati. Sementara masalah hati ini banyak dibahas
dalam keduanya.
C. Kajian Pustaka
beliau: cara berpakaian, cara makan, cara berjalan, sorban yang dikenakan,
31
Sejauh pelacakan penulis, belum ada suatu buku atau karya ilmiah yang
1. Buku berjudul “Apa Arti Tangisan Anda” karya Drs. Abdul Mujib, M.Ag.
menangis.
Tabaki”;
Tradisi Menangis”;
Kenikmatan Shalat”.
Selain itu, penulis juga menemukan sebuah buku karya Nasy’at al-Masri
Buku yang telah diterjemahkan ke dalam edisi Indonesia dengan judul “Senyum-
senyum Rasulullah” itu diterbitkan oleh Penerbit Gema Insani Press. Sementara
menangis ini dengan merujuk kepada kitab-kitab di atas. Untuk mendapatkan hasil
sendiri. Pembahasan juga akan disempurnakan dengan berbagai kitab tafsir yang
32
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
dari poin ketiga di atas, diharapkan agar umat Islam yang bersih jiwanya
E. Metodologi
al-tis’ah, yaitu: Sahîh al-Bukhârî, Sahîh Muslim, Sunan al-Tirmidzî, Sunan Abî
Dâwûd, Sunan al-Nasâ’î, Sunan Ibn Mâjah, al-Muwatta Mâlik, Musnad Ahmad
bin Hanbal, dan Musnad al-Dârimî, serta beberapa kitab Zuhud dan Raqâ’iq.
33
1. Penulis akan mengumpulkan seluruh hadis yang yang menggunakan term
inhamala, dan anîn, serta derivasi dari kata-kata tersebut; dari penelusuran
tersebut sesuai dengan temanya; Dan dari 484 Hadis yang ada, penulis
khusus dan lebih mendalam, karena di sinilah inti pembahasan tesis ini;
beberapa kiat untuk menyucikan hati sebagai sebuah upaya untuk dapat
Dalam tesis ini penulis tidak memberikan penilaian kualitas setiap Hadis
yang dicantumkan. Jika yang dicantumkan adalah riwayat Imam al-Bukhârî dan
Imam Muslim, maka hadis itu telah dianggap sahih. Namun, jika bersumber dari
kitab lain, maka penulis hanya akan menyampaikan penilaian dari ulama, dan
Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab di atas, penulis akan merujuk kepada
34
kitab-kitab syarh. Selain dari itu, ada sumber-sumber lain yang digunakan sebagai
referensi penunjang, terutama yang langsung terkait dengan pembahasan tesis ini,
F. Sistematika Pembahasan
Penulisan tesis ini dibagi menjadi lima bab yang semuanya berisi hal-hal
seputar tesis. Bab ini terdiri dari: Pokok Permasalahan, Pembatasan dan
Bab kedua membahas menangis dalam pandangan Islam. Pada bab ini
pembahasan ini penulis akan menjelaskan Berbagai tangisan yang pernah terjadi
pada diri Rasulullah saw., macam-macam tangisan dilihat dari sisi hukum, dan
keutamaan menangis.
Bab keempat berjudul menangis dengan kesalehan pribadi. Bab ini terdiri
dari pengertian dan karakterisitik kesalehan serta menyucikan hati sebagai upaya
membiasakan menangis.
Sedangkan bab kelima sebagai bab terakhir adalah penutup yang berisi
35
BAB II
Pengertian Menangis
al-Syaikh al-Tabarsî (w. 546 H.) dalam kitab “Majma’ al-Bayân fî Tafsîr
ﻋﻠَﻰ ا ْﻟ َﺨ ﱢﺪ
َ ع
ِ ي اﻟ ﱡﺪ ُﻣ ْﻮ
ِ ﻏ ﱟﻢ ﻓِﻰ ا ْﻟ َﻮ ْﺟ ِﻪ َﻣ َﻊ َﺟ ْﺮ
َ ﻦ
ْﻋ
َ ﺾ َﻳ ْﻈ َﻬ ُﺮ
ُ ﺣَﺎ ٌل ُﺗ ْﻘ َﺒ
“Menangis (al-bukâ) adalah suatu kondisi kemurungan hati yang lahir atau
tampak dari kedukaan di wajah yang disertai dengan deraian air mata di atas pipi.”14
Pengertian menangis di atas meniscayakan adanya cucuran atau tetesan air
mata dari orang yang menangis. Hal ini berbeda dengan pengertian sedih atau
duka cita. Term sedih dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” diartikan sebagai:
(1) susah hati; merasa sangat pilu di hati; (2) menimbulkan rasa susah (pilu, dan
sebagainya) dalam hati; duka.15 Sedangkan “duka cita” sendiri diartikan sebagai:
Dalam ungkapan lain, “menangis” (weep) diartikan sebagai “to sheed tears
“to express grief or anguish for lament” (Ungkapan kesedihan atau penderitaan
36
Dari pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat dipahami bahwa
cucuran air mata, isakan atau lengkingan suara yang keluar dari mulut, mata
atau kepala yang tak beraturan dan tak bertujuan. Terkadang ekspresi menangis
wajah.17
telah dipahami secara umum oleh masyarakat. Karena menangis adalah fenomena
beberapa istilah yang digunakan untuk menunjuk kepada pengertian menangis ini.
derivasinya
Kata “fāda” pada asalnya dinisbahkan kepada kata “al-mâ” (air). Orang
akan mengatakan “fâda al-mâ” (Air melimpah) jika air itu banyak sehingga
tufîduhu ifâdah” maka maknanya adalah: Mata mencucurkan air mata yang
a). Afâda fulân dam’ah, yang artinya “Si Fulan mencucurkan air matanya.”
17
Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet.I,
h. 1
37
b). Fâd al-mâ wa al-matar wa al-khair idzâ katsura, yang artinya “Air,
Di dalam al-Qur’an, kata ini (fâda) ditemukan pada dua tempat dan
keduanya dalam bentuk fi’il mudâri’ (tafīdu) serta dinisbahkan kepada lafal
ﻦ اﻟ ﱠﺪ ْﻣ ِﻊ ِﻣﻤﱠﺎ
َ ﺾ ِﻣ
ُ ﻋ ُﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ َﺗﻔِﻴ
ْ ل َﺗﺮَى َأ ِ ل ِإﻟَﻰ اﻟ ﱠﺮﺳُﻮ َ ﺳ ِﻤﻌُﻮا ﻣَﺎ ُأ ْﻧ ِﺰ َ َوِإذَا
ﻦ َ ن َر ﱠﺑﻨَﺎ ءَا َﻣﻨﱠﺎ ﻓَﺎ ْآ ُﺘ ْﺒﻨَﺎ َﻣ َﻊ اﻟﺸﱠﺎ ِهﺪِﻳ
َ ﻖ َﻳﻘُﻮﻟُﻮ ﺤﱢ َ ﻦ ا ْﻟ
َ ﻋ َﺮﻓُﻮا ِﻣ
َ
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul
(Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan
kebenaran (al-Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka
sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah
kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran al-Qur’an dan
kenabian Muhammad saw.) . (QS.al-Maidah/5:83)
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َﺗ َﻮﱠﻟﻮْا
َ ﺣ ِﻤُﻠ ُﻜ ْﻢ
ْ ﺟ ُﺪ ﻣَﺎ َأ
ِ ﻻ َأ َ ﺖَ ﺤ ِﻤَﻠ ُﻬ ْﻢ ُﻗ ْﻠ
ْ ك ِﻟ َﺘ
َ ﻦ ِإذَا ﻣَﺎ َأ َﺗ ْﻮ
َ ﻋﻠَﻰ اﱠﻟﺬِﻳَ ﻻ َ َو
ن َ ﺠﺪُوا ﻣَﺎ ُﻳ ْﻨ ِﻔﻘُﻮ
ِ ﻻ َﻳ ﺣ َﺰﻧًﺎ َأ ﱠ َ ﻦ اﻟ ﱠﺪ ْﻣ ِﻊَ ﺾ ِﻣ ُ ﻋ ُﻴ ُﻨ ُﻬ ْﻢ َﺗﻔِﻴ
ْ َوَأ
dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang
kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku
tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu", lalu mereka kembali,
sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka
tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (QS.al-Taubah/9:92)
Sedangkan dalam Hadis, contohnya adalah sebagai berikut:
ﺖ ِإَﻟ ْﻴ ِﻪ َو ُه َﻮ
ْ ﺳَﻠَ َأ ْرρ ﻲ ن ا ْﺑ َﻨ ًﺔ ﻟِﻠ ﱠﻨ ِﺒ ﱢﻋ ْﻨ ُﻬﻤَﺎ َأ ﱠ
َ ﷲ ِ ﻲا َﺿ ِ ﻦ َز ْﻳ ٍﺪ َر ِ ﻦ ُأﺳَﺎ َﻣ َﺔ ْﺑ ْﻋ َ
ن ا ْﺑ َﻨﺘِﻲ َﻗ ْﺪ ﺐ َأ ﱠ ُ ﺴ ِﺤ ْ ﻲ َﻧ ﺳ ْﻌ ٌﺪ َوُأ َﺑ ﱞ َ ﺳﱠﻠ َﻢ َو َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ا َ ﻲ َﻣ َﻊ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ
ﻋﻄَﻰ ْ ﺧ َﺬ َوﻣَﺎ َأ َ ن ِﻟﱠﻠ ِﻪ ﻣَﺎ َأل ِإ ﱠ ُ ﻼ َم َو َﻳﻘُﻮ َﺴ ﻞ ِإَﻟ ْﻴﻬَﺎ اﻟ ﱠ َﺳ َ ﺷ َﻬ ْﺪﻧَﺎ َﻓَﺄ ْر
ْ ت ﻓَﺎ ْ ﻀ َﺮ ِ ﺣ ُ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َﻓﻘَﺎ َم َ ﺴ ُﻢ ِ ﺖ ُﺗ ْﻘْ ﺳَﻠ َ ﺼ ِﺒ ْﺮ َﻓَﺄ ْر ْ ﺐ َو ْﻟ َﺘ ْ ﺴ ِ ﺤ َﺘ
ْ ﻋ ْﻨ َﺪ ُﻩ ُﻣﺴَﻤًّﻰ َﻓ ْﻠ َﺘ ِ ﻲ ٍء ْ ﺷ َ َو ُآﻞﱡ
ﺳﱠﻠ َﻢ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َوَ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ا َ ﻲ ﺠ ِﺮ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ ْﺣ َ ﻲ ﻓِﻲ ﺼ ِﺒ ﱡ َو ُﻗ ْﻤﻨَﺎ َﻓ ُﺮ ِﻓ َﻊ اﻟ ﱠρ ﻲ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ
ﷲِ لا َ ل َﻟ ُﻪ ﺳَ ْﻌ ٌﺪ ﻣَﺎ َهﺬَا ﻳَﺎ َرﺳُﻮ َ َﻓﻘَﺎρ ﻲ ﻋ ْﻴﻨَﺎ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ
َ ﺖ ْ ﺿ َ ﺴ ُﻪ َﺗ َﻘ ْﻌ َﻘ ُﻊ َﻓﻔَﺎ ُ َو َﻧ ْﻔ
ﺣ ُﻢ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻻ َﻳ ْﺮ َ ﻋﺒَﺎ ِد ِﻩ َو
ِ ﻦ ْ ﻦ ﺷَﺎ َء ِﻣ ْ ب َﻣ ِ ﷲ ﻓِﻲ ُﻗﻠُﻮ ُ ﺿ َﻌﻬَﺎ ا َ ﺣ َﻤ ٌﺔ َو ْ ل َه ِﺬ ِﻩ َر َ ﻗَﺎ
ﺣﻤَﺎ َء َ ﻻ اﻟ ﱡﺮ ﻋﺒَﺎ ِد ِﻩ ِإ ﱠ
ِ ﻦ ْ ِﻣ
18
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1990), Cet. I, Juz 7, h. 210
38
Dari Usâmah bi Zaid r.a. (berkata): Sesungguhnya seorang anak
perempuan Nabi saw. mengirimkan pesan kepada Nabi saw.saat beliau
bersama Sa’ad dan Ubay bin ka’ab. (Isi pesannya) ‘Kami menduga bahwa
ajal anak saya telah tiba, maka saksikanlah kami.’ Lalu Rasulpun
mengirimkan salam kepadanya dan bersabda, “Sesungguhnya apa yang
diambil dan apa yang diberi adalah milik Allah. Segala sesuatu di sisi-Nya
telah ada ketentuannya, maka harapkanlah ridha Allah dan bersabarlah. Lalu
Nabi saw. berdiri dan anak kecil yang tengah sakit itu diletakkan di
pangkuan beliau. Tak berapa lama kemudian, tubuh beliau bergetar dan air
matapun bercucuran. Melihat hal ini, Sa’d bertanya, “Ya Rasulullah, apa
artinya ini?”19 Beliau menjawab, “Ini adalah (tanda) kasih sayang yang
disemayamkan oleh Allah ke dalam kalbu orang yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya. Allah tidak akan melimpahkan kasih sayang
kecuali kepada orang-orang yang menyayangi (sesama).”(H.R. al-Bukhârî)20
2. Dami’at al-‘ainân (Bercucuran air mata) dan segala derivasinya.
“admu’” dan “dumû’” bermakna air mata (mâ al-‘ain) Sedangkan orang yang
mendapatkan gelar (laqab) “dzû al-dam’ah” (Pemilik tetesan air mata) karena
seringnya atau banyaknya tetesan air mata yang keluar dari kedua kelopak
matanya.21
dalam surat al-Mâidah ayat 83 dan surat al-Taubah ayat 92 sebagaimana yang
telah dicantumkan pada poin pertama (fâda). Pada kedua ayat tersebut, term
kepada kata “tafîdu”. Dan menurut Imam al-Alûsî (w. 1270 H.), lafazh “min”
19
Pertanyaan Sa’d ini muncul karena beliau pernah mendengar Rasulullah melarang
menangisi orang yang akan atau telah meninggal dunia.
20
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 7, Kitâb al-Mardâ wa al-Tibb Bâb ‘Iyâdah al-Sibyân,
(Beirût: Dâr al-Fikr, 1986), h. 5
21
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Jilid 8, hal.91
39
yang mendahului kata “al-dam’i” pada kedua ayat tersebut bermakna “li al-ajl
wa al-sabab” (sebab).22
3. al-Bukâ
40
)اﻟﺒﻜﺎء. Sedangkan jika dibaca pendek ()ﺑﻜﻰ, maka yang dimaksud adalah
“air mata dan keluarnya air mata ( )اﻟﺪﻣﻮع وﺧﺮوﺟﻬﺎ. 25
Abu Zaid pernah menyenandungkan sebuah sya’ir yang ditujukan kepada
berbunyi:
ﻓﻤﻦ ذاﻳﺪﻓﻊ اﻟﺨﻄﺐ اﻟﺠﻠﻴﻼ دﻓﻌﺖ ﺑﻚ اﻟﺨﻄﻮب وأﻧﺖ ﺣﻲ
رأﻳﺖ ﺑﻜﺎءك اﻟﺤﺴﻦ اﻟﺠﻤﻴﻼ إذا ﻗﺒﺢ اﻟﺒﻜﺎء ﻋﻠﻰ ﻗﺘﻴﻞ
Aku serahkan segala urusan kepadamu saat engkau masih hidup
(Setelah kematianmu) kepada siapakah segala urusan besar diserahkan?
Jika menangisi orang yang terbunuh dianggap buruk
Maka aku yakin bahwa menangisi (kematian)-mu adalah baik dan indah
pengertian “al-bukâ” meniscayakan adanya tetesan atau cucuran air mata yang
keluar dari kedua kelopak mata. Untuk memperjelas hal ini, Syaikh Abu ‘Ali
ﺨ ﱢﺪ
َ ﻋﻠَﻰ ا ْﻟ
َ ع
ِ ي اﻟ ﱡﺪ ُﻣ ْﻮ
ِ ﺟ ْﺮ
َ ﺟ ِﻪ َﻣ َﻊ
ْ ﻏ ﱟﻢ ﻓِﻰ ا ْﻟ َﻮ
َ ﻦ
ْﻋَ ﻈ َﻬ ُﺮ
ْ ﺾ َﻳ
ُ ل ُﺗ ْﻘ َﺒ
ٌ ﺣَﺎ
“Menangis (al-bukâ) adalah suatu kondisi kemurungan hati yang lahir atau
tampak dari kedukaan di wajah yang disertai dengan deraian air mata di atas
pipi.”27
25
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab., Jilid 14, h. 82
26
Ibid, h. 83
27
al-Tabarsî, Majma’ al-Bayân fī Tafsîr al-Qur’ân, Juz 5 h. 90
41
Dalam nas-nas agama, nampaknya istilah inilah yang paling poluler dan
Sebagai contoh, berikut ini akan dikutip dua ayat dari ketujuh ayat di atas:
ن
َ ﺴﺒُﻮ
ِ ﺟﺰَا ًء ِﺑﻤَﺎ آَﺎﻧُﻮا َﻳ ْﻜ
َ ﻼ َو ْﻟ َﻴ ْﺒﻜُﻮا َآﺜِﻴﺮًا
ً ﺤﻜُﻮا َﻗﻠِﻴ
َﻀ
ْ َﻓ ْﻠ َﻴ
Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai
pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. (QS.al-Taubah/9:82)
ﺣ َﻤ ْﻠﻨَﺎ َﻣ َﻊ
َ ﻦ ْ ﻦ ُذرﱢﻳﱠﺔِ ءَا َد َم َو ِﻣ ﱠﻤ ْ ﻦ اﻟ ﱠﻨﺒِﻴﱢﻴﻦَ ِﻣ
َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ِﻣ
َ ﷲ
ِ ﻦ َأ ْﻧ َﻌ َﻢ ا
َ ﻚ اﱠﻟﺬِﻳ َ أُوَﻟ ِﺌ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ
َ ﺟﺘَﺒَ ْﻴﻨَﺎ ِإذَا ُﺗ ْﺘﻠَﻰ
ْ ﻦ َه َﺪ ْﻳﻨَﺎ وَا ْ ﻞ َو ِﻣ ﱠﻤ
َ ﺳﺮَاﺋِﻴ
ْ ﻦ ُذرﱢﻳﱠﺔِ ِإ ْﺑﺮَاهِﻴ َﻢ َوِإ ْ ح َو ِﻣ ٍ ﻧُﻮ
و ُﺑﻜِﻴًّﺎَ ﺠﺪًا ﺳﱠ ُ ﺧﺮﱡوا
َ ﻦ ِ ﺣ َﻤ ْ ت اﻟ ﱠﺮ ُ ءَاﻳَﺎ
Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu
para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat
bersama Nûh, dan dari keturunan Ibrâhîm dan Israel, dan dari orang-orang
yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-
ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur
dengan bersujud dan menangis. (QS.Maryam/19:58)
ﷲ
ِ ﺸ َﻴ ِﺔ ا
ْﺧَ ﻦ ْ ﺣ ٌﺪ َﺑﻜَﻰ ِﻣَ ﺞ اﻟﻨﱠﺎ َر َأ ُ ﻻ َﻳِﻠ
َ ل َ ﻗَﺎρ ﻲ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ْﻋ َ
ﷲ
ِ ﻞا ِ ﺳﺒِﻴَ ﻏﺒَﺎ ٌر ﻓِﻲ ُ ﺠ َﺘ ِﻤ ُﻊْ ﻻ َﻳ
َ ع َو ِ ﻀ ْﺮ
ﻦ ﻓِﻲ اﻟ ﱠ ُ ﺣﺘﱠﻰ َﻳﻌُﻮ َد اﻟﱠﻠ َﺒ َ ﻞ ﺟﱠ
َ ﻋ ﱠﺰ َوَ
ئ ﻓِﻲ
ُ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻘ ِﺮ
ِ ﺣ َﻤ
ْ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟ ﱠﺮ
َ ل َأﺑُﻮَ ئ َأ َﺑﺪًا َوﻗَﺎ
ٍ ي ا ْﻣ ِﺮ
ْ ﺨ َﺮ ِ ﺟ َﻬ ﱠﻨ َﻢ ﻓِﻲ َﻣ ْﻨ َ نُ َو ُدﺧَﺎ
ﺴِﻠ ٍﻢ َأ َﺑﺪًا
ْ ي ُﻣ
ْ ﺨ َﺮ
ِ َﻣ ْﻨ
Dari Abû Hurairah dari Nabi saw. beliau bersabda, “Tidak akan masuk ke
dalam neraka seseorang yang menangis karena takut (akan murka) Allah
sehingga susu perahan dapat kembali ke ambing/mamaenya. Dan (juga) tidak
akan berhimpun debu fi sabilillah dan asap neraka jahanam pada lubang
hidung seseorang selama-lamanya. Abû Abdirrahmân al-Muqri (dalam
42
riwayat lain) berkata: pada lubang hidung seorang muslim selama-lamanya.”
(H.R. Ahmad)28
ل
ُ ي َﻳ ُﻘ ْﻮﺖ اﻟ ﱡﺰ ْه ِﺮ ﱠ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ
َ ل َ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا ْﻟ َﻌ ِﺰ ْﻳ ِﺰ ﻗَﺎ
َ ﺧ ْﻮ ُ ﻲ َروَا ٍد َأ ْ ﻦ َأ ِﺑ
ِ ن ْﺑ َ ﻋ ْﺜﻤَﺎ
ُ ﻦ ْﻋ َ
ل
َ ﻚ َﻓﻘَﺎ َ ﺖ َﻟ ُﻪ ﻣَﺎ ُﻳ ْﺒ ِﻜ ْﻴ
ُ ﻲ َﻓ ُﻘ ْﻠ
ْ ﻖ َو ُه َﻮ َﻳ ْﺒ ِﻜ َﺸ ِ ﻚ ِﺑ َﺪ ْﻣٍ ﻦ ﻣَﺎِﻟ ِ ﺲ ا ْﺑ
ِ ﻋﻠَﻰ َأ َﻧ َ ﺖ ُ ﺧ ْﻠ
َ َد
ﺖ
ْ ﺿ ﱢﻴ َﻌُ ﻼ ُة َﻗ ْﺪ َ ﻼ َة َو َه ِﺬ ِﻩ اﻟﺼﱠ َﺼ ﻻ َه ِﺬ ِﻩ اﻟ ﱠ ﺖ ِإ ﱠ
ُ ﺷ ْﻴًﺄ ِﻣﻤﱠﺎ َأ ْد َر ْآ
َ فُ ﻋ ِﺮ ْ ﻻَأ
َ
Dari ‘Usmân bin Abî Rawâd, saudara Abdul ‘Azîz, ia berkata: Saya
mendengar al-Zuhrî berkata: Saya datang kepada Anas bin malik di
Damaskus yang kebetulan ketika itu ia sedang menangis. Akupun bertanya
kepadanya: “Apa yang menyebabkan engkau menangis?” Ia menjawab, “Saya
tidak mengetahui lagi amal yang kudapati (di masa Nabi saw. Yang masih
diindahkan orang) selain salat. Itupun sudah disia-siakan orang .”(H.R. al-
Bukhârî) 29
4. al-Dzarf
Dalam kamus “lisân al-‘Arab”, al-Munjid, “Kamus kontemporer Arab-
Indonesia” karya Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor serta “Kamus Al-
Munawwir” karya Ahmad Warson M., kata al-dzarf bermakna “sabb al-
dam’aha” bermakna “to shed tears: to water” yang artinya mencucurkan atau
28
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, (Beirût: Dâr al-Fikr, t.t.), Jilid 2, h. 505
29
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitâb Mawâqît al-Salâh Bâb Tadyî’ al-Salâh ‘an Waqtihâ,
Juz 1, h. 134
30
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab., Juz 9, .h. 109; Lous Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-
A’lâm, (Beirût: Dâr al-Masyriq, 2002), Cet.XXXIX, h. 235; Ahmad Warson M., Kamus Al-
Munawwir, h. 445; Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus kontemporer Arab-Indonesia., h.
931
31
Ilyas Anton Ilyas dan Edwar Ilyas, Qamus Ilyas al-‘Ashri: ‘Arabi-Injilizi, (Beirut: Dar al-
Habl, 1972), h. 231
43
bâlighah) sehingga membuat yang mendengarnya mencucurkan air mata
ﺖ َو ُه َﻮ َﻳ ْﺒﻜِﻲ
ٌ ن َو ُه َﻮ ﻣَ ﱢﻴ
ٍ ﻈﻌُﻮ
ْ ﻦ َﻣ
َ ن ْﺑ
َ ﻋ ْﺜﻤَﺎ َ َﻗ ﱠﺒρ ﻲ
ُ ﻞ ن اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ
ﺸ َﺔ َأ ﱠ َ ﻦ ﻋَﺎ ِﺋ ْﻋ َ
33
ن
ِ ﻋ ْﻴﻨَﺎ ُﻩ َﺗ ْﺬ ِرﻓَﺎ
َ ل َ َأ ْو ﻗَﺎ
Dari ‘Aisyah (ia berkata): Sesungguhnya Nabi saw. mencium ‘Utsmân bin
Maz’ûn ketika ia telah menjadi mayat sambil menangis. (atau: kedua
matanya meneteskan air mata). (H.R. al-Tirmidzî dan Abû Dâwûd)
ﺳ ْﺒ َﻊ
َ ف َو
ٌ ن ﻳَ ْﺄ ُآُﻠ ُﻬﻦﱠ ﺳَ ْﺒ ٌﻊ ﻋِﺠَﺎ
ٍ ﺳﻤَﺎ
ِ ت ٍ ﺳ ْﺒ َﻊ َﺑ َﻘﺮَا
َ ﻚ ِإﻧﱢﻲ َأرَى ُ ل ا ْﻟ َﻤِﻠ
َ َوﻗَﺎ
نْ ي ِإ َ ﻸ َأ ْﻓﺘُﻮﻧِﻲ ﻓِﻲ ُر ْؤﻳَﺎ ُ ت ﻳَﺎَأ ﱡﻳﻬَﺎ ا ْﻟ َﻤ
ٍ ﺧ َﺮ ﻳَﺎ ِﺑﺴَﺎ
َ ﻀ ٍﺮ َوُأ
ْ ﺧ ُ ت ٍ ﻼ َ ﺳ ْﻨ ُﺒ ُ
َُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ ﻟِﻠ ﱡﺮ ْؤﻳَﺎ ﺗَ ْﻌ ُﺒﺮُون
Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya):
"Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-
gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh
bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orang-
orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku tentang takbir mimpiku
itu jika kamu dapat menakbirkan mimpi."(QS.Yûsuf/12:43)
32
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Juz 9, .h. 109
33
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 2, Abwâb al-Janâ’iz Bâb Mâ Jâ fî Taqbîl al-Mayyit no.
hadis 994 h. 229; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-Janâ’iz Bab fî Taqbîl al-Mayyit
(Jakarta: Dâr al-Hikmah, tth.), h. 201; Menurut Imam al-Tirmidzî, kualitas hadis ini adalah hasan
sahih.
34
Ibid, .h. 529-533; Ahmad Warson M., Kamus Al-Munawwir, hal. 887-889; Attabik Ali
dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, h. 104, 1268
44
Orang yang menafsirkan mimpi disebut “’âbir” yaitu orang yang
dari awal hingga akhir. Ini semua diambil dari kata “al-‘ibr” yang artinya
b. ‘Abara bermakna marra wa fâta yang artinya berlalu atau lewat. Oleh
karena itu orang yang melewati suatu jalan disebut “âbir sabîl”. Dalam
al-Qur’an disebutkan:
ﺣﺘﱠﻰ َ ﺳﻜَﺎرَى ُ ﻼ َة َوَأ ْﻧ ُﺘ ْﻢ َﺼ ﻻ َﺗ ْﻘ َﺮﺑُﻮا اﻟ ﱠ َ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا َ ﻳَﺎَأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ
ﺴﻠُﻮا ِ ﺣﺘﱠﻰ َﺗ ْﻐ َﺘ َ ٍﻻ ﻋَﺎ ِﺑﺮِي ﺳَﺒِﻴﻞ ﺟ ُﻨﺒًﺎ ِإ ﱠُ ﻻ َ ن َو َ َﺗ ْﻌَﻠﻤُﻮا ﻣَﺎ َﺗﻘُﻮﻟُﻮ
ﻂ
ِ ﻦ ا ْﻟﻐَﺎ ِﺋ َ ﺣ ٌﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ِﻣ
َ ﺳ َﻔ ٍﺮ َأ ْو ﺟَﺎ َء َأ
َ ﻋﻠَﻰ َ ن ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ َﻣ ْﺮﺿَﻰ َأ ْو ْ َوِإ
ﺻﻌِﻴﺪًا ﻃَﻴﱢﺒًﺎ َ ﺠﺪُوا ﻣَﺎ ًء َﻓ َﺘ َﻴ ﱠﻤﻤُﻮا ِ ﺴ ُﺘ ُﻢ اﻟ ﱢﻨﺴَﺎ َء َﻓَﻠ ْﻢ َﺗ ْ ﻻ َﻣ
َ َأ ْو
ﻏﻔُﻮرًا َ ﻋﻔُﻮًّا َ ن َ ن اﷲ آَﺎ ﺴﺤُﻮا ِﺑ ُﻮﺟُﻮ ِه ُﻜ ْﻢ َوَأ ْﻳﺪِﻳ ُﻜ ْﻢ ِإ ﱠ َ ﻓَﺎ ْﻣ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,
(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub,
terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit
atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu
telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
(Q.S.al-Nisâ/4:43)
c. ‘Abara bermakna tadabbara (merenungi /mengkaji).jika dikatakan
45
e. Jika kata ‘abara ini berkembang menjadi i’tabara minh ( إﻋﺘﺒﺮ
)ﻣﻨﻪ, maka maknanya adalah ta’ajjaba (takjub/heran)
f. I’tabara ( ) إﻋﺘﺒﺮ dapat pula diartikan mengambil pelajaran. Ibrah
ﺼﺎ ِر
َ ﻻ ْﺑ
َ ﻋ َﺘ ِﺒ ُﺮ ْوا َﻳﺎ ُاوِﻟﻲ ْا
ْ … َﻓﺎ
…Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-
orang yang mempunyai pandangan.(Q.S. Al-Hasyr/58:2)
za’faran.
Jama’ ‘abrah adalah ‘abarât atau ‘ibar. Dari sekian arti di atas, makna yang
paling sahih adalah yang pertama (al-dam’ah). Jika dikatakan “’abarat ‘ainuh
46
j. Kata “al-‘ubr” memiliki beberapa makna berikut ini:
3) Yang banyak
4) Kelompok orang
ﺷ َﻔ َﺘ ْﻴ ِﻪ
َ ﺿ َﻊ
َ ﺠ َﺮ ُﺛﻢﱠ َو َ اﻟρ ﷲ
َﺤ ِ لا ُ ﺳ ْﻮ
ُ ﻞ َر َ ﺳ َﺘ ْﻘ َﺒ
ْ ل ِإ
َ ﻋ َﻤ َﺮ ﻗَﺎ
ُ ﻦ ِ ﻦ ا ْﺑ ِﻋ َ
ﻲْ ب َﻳ ْﺒ ِﻜ ِ ﺨﻄﱠﺎ َ ﻦ ا ْﻟ
ِ ﺖ َﻓِﺈذَا ُه َﻮ ِﺑ ُﻌ َﻤ َﺮ ْﺑَ ﻼ ُﺛﻢﱠ ا ْﻟ َﺘ َﻔ ً ﻃ ِﻮ ْﻳ
َ ﻲ ْ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َﻳ ْﺒ ِﻜ
َ
35
ت
ُ ﺐ ا ْﻟ َﻌ َﺒﺮَا
ُ ﺴ َﻜ ْ ﻋ َﻤ ُﺮ ه ُﻬﻨَﺎ ُﺗ
ُ ل ﻳَﺎ َ َﻓﻘَﺎ
Dari Ibn ‘Umar r.a. ia berkata: Rasulullah saw. menghadap hajar (aswad)
lalu beliau meletakkan kedua bibirnya di atas batu tersebut sambil menangis
cukup lama. Kemudian beliau berpaling dan tiba-tiba saja ada ‘Umar bin
Khattab yang juga menangis. Lalu beliau bersabda: “Ya Umar, di sinilah air
mata akan banyak bertetesan.” (H.R. al-Bukhârî dan Ibn Mâjah)
6. Anîn (rintihan atau tangisan)
mengerang, atau mengaduh. Jika dikatakan “anna al-rajul min al-waja’i” maka
35
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Manâsik Bâb Istilâm al-Hajar no. Hadis 2945
(Indonesia: Maktabah Dahlân, tth.), h. 982; Lihat pula Hadis yang menggunakan term ‘abrah pada: al-
Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 6, Kitâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb Inna al-ladzîn Yuhibbûna an Tasyî’a al-
Fâhisyah h. 11-13;
36
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, h. 45; Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab.,
Juz 13, h. 28
47
Di dalam al-Qur’an tidak ditemukan satupun ayat yang menggunakan term
7. Inhamalat al-‘ain
air matanya.38
37
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî., Juz 3, Kitâb al-Buyû’ Bâb al-Najjâr, h.14; Lihat juga
Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, Juz 3, h. 300
38
Ahmad Warson M., Kamus Al-Munawwir, h. 1518; Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi
Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, h. 268
48
Di dalam al-Qur’an, tidak ditemukan satupun ayat yang menggunakan kata
diriwayatkan oleh Imam Abû Dâwûd dalam Kitab al-‘Ilm berikut ini:
ﻲ
ﻋَﻠ ﱠَ ِإ ْﻗ َﺮ ْأρ ﺴ ُﻌ ْﻮ ٍد ﻗﺎل ﻗﺎل ﻟﻲ رﺳﻮل اﷲ ْ ﻦ َﻣ ِ ﷲ ْﺑِ ﻋ ْﺒ ِﺪ اَ ِﻦ ْﻋ َ
ﺣﺐﱡ ِ ﻲ ُا
ْ ل ِإ ﱢﻧَ ﻚ ُا ْﻧ ِﺰلَ؟ ﻗَﺎ
َ ﻋَﻠ ْﻴ
َ ﻚ َو
َ ﻋَﻠ ْﻴ
َ ل ﻗﻠﺖ َا ْﻗ َﺮُأ َ ﺳﻮرة اﻟﻨﺴﺎء ﻗَﺎ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ﺣﺘﻰ اﻧﺘﻬﻴﺖ ِإﻟَﻰ َﻗ ْﻮِﻟ ِﻪ َ ل َﻓ َﻘﺮَأت َ ي ﻗَﺎ
ْ ﻏ ْﻴ ِﺮ
َ ﻦ ْ ﺳ َﻤ َﻌ ُﻪ ِﻣ
ْ ن َاْ َا
ﺸ ِﻬ ْﻴ ٍﺪ( اﻻﻳﺔ ﻓَﺮﻓﻌﺖ رأﺳﻲ ﻓﺈذا َ ﻞ ُا ﱠﻣ ٍﺔ ِﺑ
ﻦ ُآ ﱢْ ﺟ ْﺌ َﻨﺎ ِﻣ
ِ ﻒ ِا َذاَ ) َﻓ َﻜ ْﻴ
39
ﻋﻴﻨﺎﻩ ﺗﻬﻤﻼن
Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd r.a. ia berkata: Rasulullah saw. berkata kepadaku:
‘Bacakanlah untukku surat al-Nisâ!’ Ibn Mas’ûd berkata: Aku
bertanya:’Apakah aku akan membacakannya untukmu, sedangkan ia
diturunkan kepadamu?‘ Beliau menjawab: ‘Sesungguhnya aku suka
mendengarnya dari orang lain.‘ Ibn Mas’ûd berkata: Akupun membacakannya
sehingga ketika sampai pada ayat “(Maka bagaimanakah {halnya orang-orang
kafir nanti}, apabila kami mendatangkan seorang saksi {Rasul} dari tiap-tiap
umat”) – QS. al-Nisâ:41 Kuangkat kepalaku. Tiba-tiba (kulihat) kedua mata
beliau meneteskan air mata.” (H.R. Abû Dâwûd)
B. Macam-macam Menangis
ﻖ
ﺤﱡَ ﻦ َﻟ ُﻬ ْﻢ َأﻧﱠ ُﻪ ا ْﻟ
َ ﺣﺘﱠﻰ َﻳ َﺘ َﺒ ﱠﻴ
َ ﺴ ِﻬ ْﻢ
ِ ق َوﻓِﻲ َأ ْﻧ ُﻔ
ِ ﺳ ُﻨﺮِﻳ ِﻬ ْﻢ ءَاﻳَﺎ ِﺗﻨَﺎ ﻓِﻲ اﻟﻶﻓَﺎ
َ
ﺷَﻬِﻴ ٌﺪ ﻲ ٍء
ْ ﺷ
َ ﻚ َأﻧﱠ ُﻪ ﻋَﻠَﻰ ُآﻞﱢ
َ ﻒ ِﺑ َﺮ ﱢﺑ
ِ َأ َوَﻟ ْﻢ َﻳ ْﻜ
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami
di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa al-Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi
kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?
(QS.Fussilat/41:53)
Dalam ayat ini, Allah swt. ingin menegaskan dan menjelaskan kepada
orang-orang musyrik dan orang-orang yang ingkar bahwa al-Qur’an adalah hak
dan benar-benar turun dari sisi Allah, bukan buatan manusia sebagaimana
anggapan musuh-musuh Islam. Ada dua cara yang ditempuh Allah untuk
39
Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-‘Ilm Bâb fî al-Qisâs, h. 324
49
penegasan itu, yaitu: (1) Mencermati dan mengkaji segala ciptaan Allah di
segenap ufuk, baik langit, bumi, matahari, bulan, bintang, tumbuh-tumbuhan, dan
Menurut Imam al-Qurtubî (w. 567 H.), sebagaimana yang juga dikutip
oleh Imam ‘Ali al-Sâbûnî, bahwa yang dimaksud “anfus” di sini adalah
seninya (qubul). Termasuk pula makna anfus di sini kedua bola mata yang dapat
meneteskan air mata (menangis) yang dapat digunakan untuk melihat segala
sesuatu.40 Oleh karena itu, mempelajari tangisan manusia merupakan salah satu
seluruh manusia. Menangis merupakan salah satu ekspresi emosi yang di-sunnah-
kan (ditentukan) oleh Allah swt. kepada seluruh manusia. Pada lazimnya,
sifat-sifat buruk, sebagaimana halnya tertawa juga tidak selalu mengarah kepada
sifat-sifat yang baik. Nilai keduanya sangat ditentukan oleh sikap diri dan motivasi
atau niat yang menyertainya. Seseorang yang menangis karena iba dan peduli
40
al-Qurtubî, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1987), Cet. I, Juz 15, h.
374-375; ‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, (Jakarta: Dâr al-Kutub al-Islâmiyyah, 1999), cet.I, Jilid 3,
h. 128
41
Dalam Tafsir al-Qurtubî yang dikutip dari dialog Rasulullah saw. dengan malaikat Jibril,
dinyatakaan bahwa yang dimaksud “Allah menetapkan tawa dan tangis’ adalah menetapkan sebab-
sebabnya, seperti kegembiraan mendatangkan tawa dan kesulitan mendatangkan tangis. Menurut Al-
Hasan, Allah swt. menjadikan tertawa disebabkan melihat penghuni surga yang shalih, dan menjadikan
tangis disebabkan melihat penghuni neraka yang durhaka. Menurut Dzû al-Nûn, orang-orang yang
beriman dan ahli ma’rifat dapat tertawa akibat cahaya ma’rifatnya. Sedangkan orang-orang kafir dan
suka bermaksiat akan menangis karena kegelapan maksiatnya. Sahal bin ‘Abdullâh pernah
menegaskan bahwa Allah menjadikan tertawa orang-orang yang taat karena kasih sayang (rahmat)-
Nya, dan menjadikan menangis orang-orang yang maksiat dengan kebencian (sukht)-Nya. Lihat: al-Qur
tûbî, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân , Juz 17, h. 116-117
50
terhadap urusan saudara muslimnya misalnya, maka tangisan itu dalam pandangan
Allah dinilai ibadah. Pada saat itu, ia telah berpartisipasi dan ikut terlibat secara
ﺲ ِﻣ ْﻨﻬُﻢ
َ ﻦ َﻓَﻠ ْﻴ
َ ﺴِﻠ ِﻤ ْﻴ
ْ ﻦ َﻟ ْﻢ َﻳ ْﻬ َﺘ ﱠﻢ ِﺑَﺄ ْﻣ ِﺮ ا ْﻟ ُﻤ
ْ َﻣ
Siapa yang tidak ikut peduli memperhatikan urusan umat Islam, maka ia
tidak termasuk golongan mereka.(H.R. al-Baihaqi)42
tertawanya itu akan membawa akibat buruk bagi dirinya, dan tentunya ia akan
hanya dilihat dari pendekatan “apa adanya” , tetapi juga “bagaimana seharusnya”.
macam dan fungsi menangis yang terjadi pada seseorang, tetapi lebih jauh dan
lebih penting adalah bagaimana kita mampu memberikan sublimasi43 tangisan itu
thinking) yang selama ini dipakai oleh kebanyakan psikolog modern. Psikologi
42
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqī dalam kitab “al-Syu’ab” dari Anas dari Nabi
saw. Lihat: al-Sakhâwî, al-Maqâsid al-Hasanah, (Beirût: Dâr al-Hijrah, 1986), hal.428
43
Sublimasi adalah pengarahan terhadap impuls (motif, kecenderungan, dan kesadaran untuk
berbuat) yang tidak bisa diterima ke dalam bentuk penyaluran yang bisa dapat diterima.
44
Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda, hal.6
51
Untuk lebih jelasnya, pendekatan “bagaimana seharusnya” dalam
tangisan itu.”45
Sebuah tangisan dapat dikatakan bermakna apabila memiliki salah satu ciri
Menurut Imam Ibn al-Qayyim al-Jauzi (w. 751 H.), ada beberapa macam
tangisan, yaitu:47
5. Tangisan kekhawatiran karena suatu hal yang menyakitkan dan tidak ada
6. Tangisan kesedihan.
45
Ibid, hal.8
46
Ibid, hal. 8-9
47
Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Zâd al-Ma’âd fî Hady Khair al-‘Ibâd, (Beirut: Mu’assasah al-
Risâlah, 1998), Cet. Ke-3, h.176-178
52
Perbedaan antara tangisan kesedihan dengan tangisan rasa takut adalah
kalau tangisan kesedihan itu terjadi karena kejadian yang telah berlalu, baik
karena mendapatkan sesuatu yang tidak disukai atau hilangnya suatu yang
dicintainya. Sedangkan tangisan rasa takut terjadi karena sesuatu hal yang
dengan tangisan kesedihan adalah kalau air mata tangis kebahagiaan itu
dingin, sementara hati dalam keadaan gembira. Sedang air mata kesedihan itu
10. Tangisan kesepakatan atau ikut-ikutan, yaitu jika melihat orang lain tertimpa
suatu hal, lalu dia menangis bersama mereka, tanpa mengetahui apa yang mereka
tangisi.
53
Mufahras li Alfâz al-Qur’ân” karya Muh. Fu’âd ‘Abd al-Bâqî, bahwa di dalam
kitab suci umat Islam tersebut hanya ditemukan sembilan ayat yang berbicara
makna menangis sebagaimana yang dimaksud dalam tulisan ini. Tujuh ayat di
Q.S.9:82 (dalam bentuk perintah dengan lam al-amr dan fi’il mudâri’), 12:16 (fi’il
mudâri’’), 17:109 (fi’il mudâri’), 19:58 (jama’: bukiyyâ), 53:43 (fi’il mâdî), 53:60
(fi’il mudâri’), dan 44:29 (fi’il mâdi). Sedangkan dua ayat yang lainnya
menggunakan kata “tafîdu” yang dinisbahkan dengan kata “al-dam’”, yaitu dalam
Mereka bagaikan api dalam sekam, duri dalam daging. Hal ini disebabkan
karena mereka memiliki dua wajah sehingga dapat menimbulkan roman wajah
pentingnya bagi Nabi Muhammad saw. dan umat Islam untuk mengetahui
khusus yang bernama Surat al-Munâfiqûn. Hal ini dimaksudkan agar mereka
kaum munafik.
54
Di samping surat al-Munâfiqûn, surat al-Taubah adalah di antara surat
memohon izin agar tidak ikut berperang bersama Nabi Muhammad saw. (ayat
45)
d. Mereka membenci umat Islam yang mendapat kebaikan dan senang saat
e. Mereka bersumpah palsu bahwa mereka adalah golongan umat Islam (ayat
56).
79).
55
mereka karena mereka telah menghina orang-orang mukmin yang
amat pedih.
yang dimunajatkan oleh Nabi saw. untuk mereka, meski dilakukan hingga 70
kali, tetap saja Allah tidak akan mengampuninya. Imam Ibn Katsîr
menjelaskan bahwa dengan ayat ini Allah memberitakan kepada Nabi saw.
mengampuni mereka. Penyebutan angka tujuh puluh dalam ayat tersebut tidak
tinggi (mubâlaghah).48
mereka sendiri kufur. “dzâlika bi annahum kafarû” (Yang demikian itu karena
mereka kufur). Demikian alasan Allah yang tercantum pada ayat tersebut.
munafik itu kufur dan mengingkari Allah swt dan Rasul-Nya. Mereka tidak
senantiasa berada dalam pengingkaran. Hati mereka tidak pernah siap untuk
menerima kebaikan (al-khair) dan cahaya (al-nûr). Dan memang sudah menjadi
48
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, (Semarang: Toha Putra, t.t.), Juz 2, hal.376
56
sunnatullah bahwa kebaikan tidak akan dianugerahkan kepada kaum yang terus-menerus
kufur, tidak taat, dan tidak ada niat atau keinginan untuk beriman dan bertaubat.49
bahwa untuk orang-orang munafik, dimintakan ampun atau tidak, Allah tetap
tidak akan mengampuni mereka. Mereka adalah orang-orang fasik yang secara
yang lain, yaitu merasa senang berdiam diri untuk tidak berperang dan
ن
َ ﺴﺒُﻮ
ِ ﺟﺰَا ًء ِﺑﻤَﺎ آَﺎﻧُﻮا َﻳ ْﻜ
َ ﻼ َو ْﻟ َﻴ ْﺒﻜُﻮا َآﺜِﻴﺮًا
ً ﺤﻜُﻮا َﻗﻠِﻴ
َﻀْ َﻓ ْﻠ َﻴ
Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai
pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.(QS.At-Taubah/9:82)
Jika ayat tersebut dicermati, sesungguhnya ia berbentuk perintah (amr)
yang tersusun dari lam al-amr dan fi’il mudâri’. Namun, jika lebih dicermati,
pandangan Dr. Wahbah Zuhaili, Imam al-Alûsî (w. 1270 H.), Imam Ali al-
Sabûnî, Imam al-Râzî (w. 544 H.), Imam al-Tabarsî (w. 548 H.), dan
49
Wahbah Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1991), Juz 10, h. 328
50
Ibid, jilid, hal.331; al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, (Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H./1994 M.), jilid
20, h.220; Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, jilid I, h.552; al-Tabarsî, Majma’ al-Bayân, Juz 5, h.91;
Ismail Haqqi al-Buruswi, Tafsir Ruhul Bayan. Penerjemah Drs. Syihabuddin (Bandung: C.V.
Diponegoro, 1998), Jilid 26, h. 153
57
Bahkan menurut Imam al-Alûsî (w. 1270 H.), informasi yang
terjadinya sesuatu itu. Sebab, dalam kaidah ushul fiqh disebutkan bahwa
sehingga ia banyak digunakan untuk makna itu. Atau, karena bentuk perintah
akhirat. Tersebab sikap dan keburukan mereka, maka mereka akan merasakan
akhirat sebagai wujud penyesalan dan akibat ulah mereka sendiri. Tawa mereka
sedikit jika dibandingkan dengan tangisan mereka di akhirat yang kekal abadi
Menurut Ibn ‘Abbâs r.a. (w. 68 H.), sebagaimana yang dikutip Imam
Ibnu Kasīr (w. 774 H.) dan al-Syaikh ‘Ali al-Sâbûnî, dunia itu sedikit, maka
berakhir (terjadi hari kiamat) dan semua manusia kembali kepada Allah swt.,
maka mereka (orang-orang munafik) akan mulai menangis dan tidak akan
akan menangis dalam neraka seusia dunia. Air matanya tiada henti berderai
dan rasa kantuknya tidak akan hilang dengan tidur.52 Dalam sebuah Hadis
51
al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Jilid 10, h. 220-221
52
Ibid; Ismail Haqqi al-Buruswi, Tafsir Ruhul Bayan, Jilid 10, h. 523
58
ﻞ
ِ ﻋﻠَﻰ َأ ْهَ ﻞ ا ْﻟ ُﺒﻜَﺎ ُء
ُﺳ َ ُﻳ ْﺮρ ﷲ ِ لا ُ ﺳ ْﻮ
ُ ل َر َ ل ﻗَﺎ َ ﻚ ﻗَﺎٍ ﻦ ﻣَﺎِﻟ ِ ﺲ ْﺑ
ِ ﻦ َأ َﻧ ْﻋ َ
ﻲ
ْ ﺼ ْﻴ َﺮ ِﻓ
ِ ﺣﺘﱠﻰ َﻳَ ن اﻟ ﱠﺪ َم َ ع ُﺛﻢﱠ َﻳ ْﺒ ُﻜ ْﻮ
ُ ﻄ َﻊ اﻟﺪﱡ ُﻣ ْﻮ ِ ﺣﺘﱠﻰ َﺗ ْﻨ َﻘ َ ن َ اﻟﻨﱠﺎ ِر َﻓ َﻴ ْﺒ ُﻜ ْﻮ
53
ت
ْ ﺠ َﺮ َ ﻦ َﻟ
ُ ﺖ ِﻓ ْﻴ ِﻪ اﻟﺴﱡ ُﻔ ْ ﺳَﻠِ َﻟ ْﻮ ُأ ْر.ﺧ ُﺪ ْو ِد
ْ ﺟ ْﻮ ِه ِﻬ ْﻢ َآ َﻬ ْﻴ َﺌ ِﺔ ا ْﻟُﺄُ ُو
Tangisan diutus (oleh Allah) kepada penghuni neraka. Merekapun
menangis hingga air matanya kering. Selanjutnya merekapun menangis
dengan mengucurkan darah hingga wajahnya berubah seperti habis
dicambuki. Seandainya perahu-perahu dilayarkan, niscaya akan
berjalan”(H.R. Ibn Mâjah)
Berkenaan dengan azab yang yang dirasakan oleh orang-orang munafik,
pula dipahami bahwa tertawa ini merupakan kinayah dari kebahagiaan (al-
farh) dan menangis adalah kinayah dari duka cita atau kesedihan (al-ghamm).
dunia, maka kebahagiaan itu hanyalah sedikit dan sebentar. Sebab, tatkala
baru (akhirat), maka duka cita dan kesedihan akan segera mulai mereka
53
Dalam sanad Hadis in terdapat Yazîd bin Abân al-Raqasyi yang merupakan rawi daif. Ibn
Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb Sifât al-Nâr no. hadis 4324, h. 1446
54
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Imân Bâb Ahwân Ahl al-Nâr ‘adzâban, h. 110
59
nikmati, dan itu akan terus mereka rasakan kekal abadi.55
disebutkan dalam ayat di atas, keduanya dapat pula terjadi di dunia. Hal ini
ل
ُ ن َﻳﻘُﻮ َ ﻋ ْﻨ ُﻪ آَﺎ
َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ
ِ ن َأﺑَﺎ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َرﺐ َأ ﱠِ ﺴ ﱠﻴ
َ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ
ِ ﺳﻌِﻴ ِﺪ ْﺑ
َ ﻦ ْﻋَ
ﻼ َوَﻟ َﺒ َﻜ ْﻴ ُﺘ ْﻢً ﺤ ْﻜ ُﺘ ْﻢ َﻗﻠِﻴ
ِﻀ
َ ﻋَﻠ ُﻢ َﻟ
ْ ن ﻣَﺎ َأَ َﻟ ْﻮ َﺗ ْﻌَﻠﻤُﻮρ ﷲ ِ لا ُ ل َرﺳُﻮ َ ﻗَﺎ
56
َآﺜِﻴﺮًا
Dari Sa’îd bin al-Musayyab bahwa Abû Hurairah r.a. berkata: Rasulullah
saw. bersabda: “Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya
kalian akan sedidkit tertawa dan banyak menangis.” (H.R. al-Bukhârî)
Maksudnya, tatkala orang-orang munafik telah banyak melakukan
berbagai kemaksiatan yang mengotori diri mereka dan kemudian mereka mau
Duka dan derita yang mereka rasakan adalah akibat dari perilaku mereka
yang buruk di dunia (jazâ’an bimâ kânû yaksibûn). Menurut Imam Al-Alusi,
perpaduan antara dua shighat, yaitu mâdi (kânû) dan mudâri (yaksibûn)
menerus.58
contoh dari orang-orang yang tidak memahami hakikat dan arti sebuah
55
al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Jilid 10, h. 220-221
56
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 7, Kitâb al-Riqâq Bâb Qaul al-Nabi saw. lau Ta’lamûna
mâ A’lamu, hal.186 & Juz 7 Kitâb al-Aimân wa al-Nudzûr Bâb Kaif Kânat Yamîn al-Nabi, h. 219; al-
Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ fî Qaul al-Nabi saw. lau Ta’lamûna no.
hadis 2414 h. 381; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no.
hadis 4190, h. 1402; Ahmad, al-Musnad., Jilid 2, h. 257. Menurut Imam al-Tirmidzî, nilai Hadis ini
adalah sahih
57
al-Âlûsî, Rûh al-Ma’ânî, Jilid 10, h. 220-221
58
Ibid
60
dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan pasca kehidupan dunia,
tidak disadari oleh mereka akan terbentang sebuah negeri luas tanpa batas dan
lagi mampu melihat dan membedakan antara yang hak dan yang batil.
2. Tangisan Pembual 59
Yusuf bernama lengkap Yûsuf al-Sâdiq bin Ya’qûb al-Sâfî bin Ishâq bin
diterangkan bahwa jika Yûsuf berjalan di jalan yang sempit di kota Mesir,
Menurut para ahli tafsir, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu
Kasir, sesungguhnya ta’bir mimpi itu adalah bahwa sebelas bintang yang
59
Dalam istilah lain disebut dengan “Air Mata Buaya”.
60
al-Tsa’labî, Qisâs al-Anbiyâ, (Beirût: Dâr al-Fikr, tth.), Cet. IV, h.143
61
Ibid, h.147
61
dilihatnya adalah simbol saudara-saudaranya yang berjumlah sebelas orang.
Sedangkan matahari dan bulan adalah simbol ibu dan ayahnya. Tafsiran
seperti ini diterima dari Ibn ‘Abbâs (w. 68 H.), al-Dahhâk, Qatâdah (w. 117
H.), Sufyân al-Tsaurî (w. 161 H.), dan Abdurrahmân bin Zaid bin Aslam . Dan
Menurut al-Tsa’labî (w. 428 H.), sejak mimpi itu dialami oleh Yûsuf, Nabi
Di antara mereka ada yang mengusulkan agar Yûsuf dibunuh saja, dan
setelah itu mereka akan menjadi orang-orang yang baik (QS.12:9). Namun ada
memungkinkan untuk dipungut oleh kafilah yang lewat dan dibawa jauh.
62
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 2, hal. 468
63
al-Tsa’labî, Qisâs al-Anbiyâ, h.143
62
ﻋ ْﻨ ُﻪ
َ ﺐ َوَأ ْﻧ ُﺘ ْﻢ
ُ ن َﻳ ْﺄ ُآَﻠ ُﻪ اﻟﺬﱢ ْﺋ
ْ ف َأ
ُ ن َﺗ ْﺬ َهﺒُﻮا ِﺑ ِﻪ َوَأﺧَﺎ
ْ ﺤ ُﺰ ُﻧﻨِﻲ َأ
ْ َل ِإﻧﱢﻲ ﻟَﻴ
َ ﻗَﺎ
ن َ ﻏَﺎ ِﻓﻠُﻮ
Berkata Ya’qûb; "Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat
menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang
kamu lengah daripadanya." (Q.S. Yûsuf/12:13)
oleh ayah mereka, yaitu kesedihan beliau karena ditinggalkan oleh putra
ن
َ ﺳﺮُو
ِ ﺼﺒَ ٌﺔ ِإﻧﱠﺎ ِإذًا َﻟﺨَﺎ
ْ ﻋ
ُ ﻦ
ُﺤ
ْ ﺐ َو َﻧ
ُ ﻦ َأ َآَﻠ ُﻪ اﻟﺬﱢ ْﺋ
ْ ﻗَﺎﻟُﻮا َﻟ ِﺌ
Mereka berkata: "Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami
golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-
orang yang merugi." (Q.S. Yûsuf/12:14)
memberitahukan ke dalam jiwa si anak (Yûsuf) bahwa itu hanya ujian yang akan
berakhir, dan dia akan tetap hidup bahkan akan menceritakan kepada saudara-
terlebih dahulu mereka membuka bajunya .Baju itulah yang mereka bawa dan
64
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 1423 H./2002 M.),
Vol.6, h. 393
65
Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta: GIP, 2004), Cet.I, jilid 12, h. 229
66
Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1985), Juzu XII, h. 195
63
al-Tabâtaba’î mengemukakan bahwa ayat 15 ketika sampai pada uraian
menceritakan apa yang terjadi saat itu – sedih dan menyesal – karena telinga
tidak mampu mendengar apa yang mereka lakukan terhadap anak tak berdosa
itu. Padahal, merekapun tahu betapa besar cinta kasih ayah mereka terhadap
Yusuf, calon nabi, putra para nabi. Sungguh terkutuk kedengkian yang
mulailah mereka melakukan aksi penipuan dan kedustaan yang amat hina
terhadap ayah kandung mereka sendiri, nabi Ya’qûb a.s. Setelah mereka
menunggu cukup lama, merekapun datang kepada ayah mereka di malam hari
saat gelap mulai tiba, sesaat setelah hilangnya mega merah, sisa-sisa cahaya
matahari setelah tenggelam. Hal ini mereka lakukan agar aksi penipuan
mereka melalui air muka yang dibuat-buat tidak terlihat jelas oleh ayah
mereka. Demikian yang dijelaskan oleh sebagian ahli tafsir.68 Mereka datang
sambil menangis mengucurkan air mata dengan harapan ayah mereka akan
mempercayai apa yang akan mereka sampaikan. Tentang hal ini, Allah
ﻖ
ُ ﺴ َﺘ ِﺒ
ْ ن
ﻗَﺎﻟُﻮا ﻳَﺎَأﺑَﺎﻧَﺎ ِإﻧﱠﺎ َذ َه ْﺒﻨَﺎ َﻧ َ ﻋﺸَﺎ ًء َﻳ ْﺒﻜُﻮ ِ وَﺟَﺎءُوا َأﺑَﺎ ُه ْﻢ
ﻦ َﻟﻨَﺎ َوَﻟ ْﻮ
ٍ ﺖ ِﺑ ُﻤ ْﺆ ِﻣَ ﺐ وَﻣَﺎ َأ ْﻧ ُ ﻋﻨَﺎ َﻓَﺄ َآَﻠ ُﻪ اﻟﺬﱢ ْﺋ
ِ ﻋ ْﻨ َﺪ َﻣﺘَﺎ
ِ ﻒ
َ ﺳ ُ وَﺗَﺮَ ْآﻨَﺎ ﻳُﻮ
ﺖ
ْ ﺳ ﱠﻮَﻟ َ ﻞ ْ ل َﺑ َ ب ﻗَﺎٍ ﺼ ِﻪ ِﺑ َﺪ ٍم َآ ِﺬ
ِ ﻋﻠَﻰ َﻗﻤِﻴ َ ُآﻨﱠﺎ ﺻَﺎ ِدﻗِﻴﻦ
َوﺟَﺎءُوا
ن ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ُ ﺴ َﺘﻌَﺎ
ْ ﷲ ا ْﻟ ُﻤُ ﻞ وَا ٌ ﺼ ْﺒ ٌﺮ ﺟَﻤِﻴ َ ﺴ ُﻜ ْﻢ أَ ْﻣﺮًا َﻓ ُ َﻟ ُﻜ ْﻢ َأ ْﻧ ُﻔ
ن َ ﺼﻔُﻮ ِ َﺗ
67
M. Qurasih Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol.6, h. 396
68
Ibid, h. 397-398; Wahbah Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, Juz 12, h. 224
64
Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil
menangis. Mereka berkata: "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi
berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu
dia dimakan serigala, dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami,
sekalipun kami adalah orang-orang yang benar." Mereka datang membawa
baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya`qub berkata:
"Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk)
itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang
dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan." (Q.S.
Yûsuf/12:16-18)
Dendam yang membara itu telah melalaikan mereka dari memperindah
berbuat begitu. Akan tetapi, mereka tergesa-gesa dan tidak sabar, mereka takut
membawa baju gamis Yûsuf yang telah dilumuri darah secara tidak cermat.
Sungguh nyata sekali dusta mereka sehingga disebut darah palsu (dam
kadzib), sebagaimana air mata mereka adalah air mata palsu atau dusta.
65
ٍﺣﻜِﻴ ٍﻢ ﺧَﺒِﻴﺮ
َ ن
ْ ﻦ َﻟ ُﺪ
ْ ﺖ ِﻣ
ْ ﺼَﻠ
ﺖ ءَاﻳَﺎ ُﺗ ُﻪ ُﺛﻢﱠ ُﻓ ﱢ
ْ ﺣ ِﻜ َﻤ
ْ ب ُأ
ٌ اﻟﺮ آِﺘَﺎ
Alif Lâm Râ, (inilah) suatu kitab yang secara terperinci yang diturunkan
dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. (QS.Hûd/11:1)
ﻋﻠِﻴ ٍﻢ
َ ﺣﻜِﻴ ٍﻢ
َ ن
ْ ﻦ َﻟ ُﺪ
ْ ن ِﻣ
َ ﻚ َﻟ ُﺘَﻠﻘﱠﻰ ا ْﻟ ُﻘ ْﺮءَا
َ َوِإ ﱠﻧ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi al-Qur’an dari sisi (Allah)
Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (QS.al-Naml/27:6)
و َﻧﺬِﻳﺮًا
َ ﻻ ُﻣﺒَﺸﱢﺮًا
ك ِإ ﱠ
َ ﺳ ْﻠﻨَﺎ
َ ل وَﻣَﺎ َأ ْر
َ ﻖ َﻧ َﺰ
ﺤﱢَ ﻖ َأ ْﻧ َﺰ ْﻟﻨَﺎ ُﻩ َوﺑِﺎ ْﻟ
ﺤﱢَ َوﺑِﺎ ْﻟ
Dan Kami turunkan (al-Qur’an itu dengan sebenar-benarnya dan al-
Qur’an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak
mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan. (QS.al-Isrâ/17:105)
ن
ْ ﻋﺒَﺎ ِد ِﻩ َأ
ِ ﻦ
ْ ﻦ َﻳﺸَﺎ ُء ِﻣ
ْ ﻋﻠَﻰ َﻣ
َ ﻦ َأ ْﻣ ِﺮ ِﻩ
ْ ح ِﻣ ِ ﻼ ِﺋ َﻜ َﺔ ﺑِﺎﻟﺮﱡو َ ل ا ْﻟ َﻤ
ُ ُﻳ َﻨﺰﱢ
ن ِ ﻻ َأﻧَﺎ ﻓَﺎ ﱠﺗﻘُﻮ
ﻻ ِإَﻟ َﻪ ِإ ﱠ
َ َأ ْﻧ ِﺬرُوا َأﻧﱠ ُﻪ
Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan
perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya,
yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku". (QS.al-
Nahl/16:2)
ب
ُ ﺖ َﺗ ْﺪرِي ﻣَﺎ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ َ ﻦ أَ ْﻣﺮِﻧَﺎ ﻣَﺎ ُآ ْﻨ
ْ ﻚ رُوﺣًﺎ ِﻣ َ ﺣ ْﻴﻨَﺎ ِإَﻟ ْﻴ
َ ﻚ َأ ْوَ َو َآ َﺬِﻟ
ﻋﺒَﺎ ِدﻧَﺎ
ِ ﻦ ْ ﻦ َﻧﺸَﺎ ُء ِﻣ
ْ ﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُﻩ ﻧُﻮرًا َﻧ ْﻬﺪِي ِﺑ ِﻪ َﻣ
َ ﻦْ ن َوَﻟ ِﻜ ُ ﻻﻳﻤَﺎ ِ ﻻ ْا َ َو
ٍﺴﺘَﻘِﻴﻢ ْ ط ُﻣ
ٍ ﺻﺮَا ِ ﻚ ﻟَﺘَ ْﻬﺪِي ِإَﻟﻰ َ َوِإ ﱠﻧ
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (al-Qur’an) dengan
perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al
Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan
al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami
kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-
benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS.al-Syûrâ/42:52)
al-Qur’an adalah ruh Robbani yang dengannya, akal dan hati menjadi hidup.
Ia juga merupakan dustur Ilahi yang mengatur kehidupan individu dan bangsa-
bangsa.
66
Allah menurunkannya secara berangsur-angsur sesuai dengan kejadian-
Rasulullah saw. dalam menghadapi cobaan dan kesulitan yang dialami oleh
ﺖ
َ ﻚ ِﻟُﻨَﺜﱢﺒ
َ ﺣ َﺪ ًة َآ َﺬِﻟ
ِ ﺟ ْﻤَﻠ ًﺔ وَا
ُ نُ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ اْﻟ ُﻘ ْﺮءَا
َ ل
َ ﻻ ُﻧ ﱢﺰ
َ ﻦ َآ َﻔﺮُوا َﻟ ْﻮ َ ل اﱠﻟﺬِﻳ
َ َوﻗَﺎ
ﻖ
ﺤﱢَ ﻻ ﺟِ ْﺌﻨَﺎكَ ﺑِﺎْﻟ ﻞ ِإ ﱠ
ٍ ﻚ ِﺑ َﻤَﺜ
َ ﻻ َﻳ ْﺄﺗُﻮَﻧ َ ﻼ
َو ً ك َو َرﱠﺗْﻠﻨَﺎ ُﻩ َﺗ ْﺮﺗِﻴ
َ ِﺑ ِﻪ ُﻓﺆَا َد
ﻦ َﺗ ْﻔﺴِﻴﺮًا َﺴ َﺣ ْ َوَأ
Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa al-Qur’an itu tidak
diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat
hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang
ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang
paling baik penjelasannya. (QS.al-Furqân/25:32-33)
Sebagai kitab kebenaran yang menjadi pedoman hidup, ia diperuntukkan
ﻦ
َ ت ِﻣ ٍ س َو َﺑ ﱢﻴﻨَﺎ ِ ن ُهﺪًى ﻟِﻠﻨﱠﺎ ُ ل ﻓِﻴ ِﻪ ا ْﻟ ُﻘ ْﺮءَا
َ ن اﱠﻟﺬِي ُأ ْﻧ ِﺰ َ ﺷ ْﻬ ُﺮ َر َﻣﻀَﺎ َ
ن
َ ﻦ آَﺎ ْ ﺼ ْﻤ ُﻪ َو َﻣ ُ ﺸ ْﻬ َﺮ َﻓ ْﻠ َﻴ
ﺷ ِﻬ َﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ُﻢ اﻟ ﱠَ ﻦ ْ ن َﻓ َﻤِ ا ْﻟ ُﻬﺪَى وَا ْﻟ ُﻔ ْﺮﻗَﺎ
ﻻ
َ ﺴ َﺮ َو ْ ﷲ ِﺑ ُﻜ ُﻢ ا ْﻟ ُﻴ
ُ ﺧ َﺮ ُﻳﺮِﻳ ُﺪ ا َ ﻦ َأﻳﱠﺎ ٍم ُأْ ﺳ َﻔ ٍﺮ َﻓ ِﻌ ﱠﺪ ٌة ِﻣ
َ َﻣﺮِﻳﻀًﺎ َأ ْو ﻋَﻠَﻰ
ﻋﻠَﻰ ﻣَﺎ َهﺪَا ُآ ْﻢ َ ﷲ َ ﺴ َﺮ َوِﻟ ُﺘ ْﻜ ِﻤﻠُﻮا ا ْﻟ ِﻌ ﱠﺪ َة َوِﻟ ُﺘ َﻜ ﱢﺒﺮُوا اْ ُﻳﺮِﻳ ُﺪ ِﺑ ُﻜ ُﻢ ا ْﻟ ُﻌ
ن َ ﺸ ُﻜﺮُو ْ َوَﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ َﺗ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri
tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,
dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari
yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS.al-Baqarah/2:185)
67
ﻦ َﻧﺬِﻳﺮًا
َ ن ِﻟ ْﻠﻌَﺎَﻟﻤِﻴ
َ ﻋ ْﺒ ِﺪ ِﻩ ِﻟ َﻴﻜُﻮ
َ ﻋﻠَﻰ
َ ن
َ ل ا ْﻟ ُﻔ ْﺮﻗَﺎ
َ ك اﱠﻟﺬِي َﻧ ﱠﺰ
َ َﺗﺒَﺎ َر
Maha Suci Allah yang telah menurunkan menjadi pemberi peringatan
kepada seluruh alam. (QS.al-Furqân/25:1)
sementara yang lainnya tidak, tidak juga hanya untuk satu warna kulit
manusia, atau satu wilayah tertentu, dan tidak juga hanya untuk satu jenis
al-Qur’an tidak hanya bagi kalangan idealis, sementara kalangan realis tidak
sementara rakyat banyak tidak dipedulikan. al-Qur’an tidak hanya untuk para
manusia dan tuntunan bagi semua orang dari Allah Robbul ‘aalamiin.69
69
Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Quran, Penerjemah Abdul hayyi al-Kattani
(Jakarta: Gema Insani Press1999), Cet. I, h. 98-99
68
dan beriman kepadanya karena ilmu yang dimilikinya. Hal ini sebagaimana
ﺖ
َ ﺨ ِﺒ
ْ ﻚ َﻓ ُﻴ ْﺆ ِﻣﻨُﻮا ِﺑ ِﻪ َﻓ ُﺘ
َ ﻦ َر ﱢﺑ
ْ ﻖ ِﻣ
ﺤﱡَ ﻦ أُوﺗُﻮا ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ َأﻧﱠ ُﻪ ا ْﻟ
َ َوِﻟ َﻴ ْﻌَﻠ َﻢ اﱠﻟﺬِﻳ
ﺴ َﺘﻘِﻴ ٍﻢ ْ ط ُﻣ ٍ ﺻﺮَا ِ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا ِإﻟَﻰ َ ﷲ َﻟﻬَﺎ ِد اﱠﻟﺬِﻳ َ نا َﻟ ُﻪ ُﻗﻠُﻮ ُﺑ ُﻬ ْﻢ َوِإ ﱠ
dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya al-
Qur'an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati
mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi
orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.
Allah juga menggambarkan tentang perilaku dan sikap ahli kitab terhadap
ل
َ ﷲ َوﻣَﺎ ُأ ْﻧ ِﺰ
ِ ن ءَاﻣَﻨﱠﺎ ﺑِﺎ
ْ ﻻ َأ
ن ِﻣﻨﱠﺎ ِإ ﱠ َ ﻞ َﺗ ْﻨ ِﻘﻤُﻮْ ب َه ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎَ ﻞ ﻳَﺎَأ ْه
ْ ُﻗ
ن َ ﺳﻘُﻮ
ِ ن َأ ْآ َﺜ َﺮ ُآ ْﻢ ﻓَﺎ
ﻞ َوَأ ﱠ ُ ﻦ َﻗ ْﺒ
ْ ل ِﻣ
َ إِﻟَ ْﻴﻨَﺎ َوﻣَﺎ ُأ ْﻧ ِﺰ
Katakanlah: "Hai Ahli kitab, apakah kamu memandang kami salah,
hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan
kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang
kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?"
Namun, Dr.M.Quraish Shihab menjelaskan bahwa redaksi ayat di atas
tidak meniscayakan bahwa semua ahli kitab memiliki karakteristik yang sama.
70
Lihat pula beberapa ayat berikut ini:
ﻦ َﺑ ْﻌ ِﺪ إِﻳﻤَﺎ ِﻧ ُﻜ ْﻢ ُآﻔﱠﺎرًا
ْ ب َﻟ ْﻮ َﻳ ُﺮدﱡو َﻧ ُﻜ ْﻢ ِﻣ ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎِ ﻦ َأ ْه ْ َو ﱠد آَﺜِﻴ ٌﺮ ِﻣ
ﻋﻔُﻮا
ْ ﻖ ﻓَﺎ ﺤﱡ َ ﻦ َﻟ ُﻬ ُﻢ ا ْﻟَ ﻦ َﺑ ْﻌ ِﺪ ﻣَﺎ َﺗ َﺒ ﱠﻴ ْ ﺴ ِﻬ ْﻢ ِﻣ ِ ﻋ ْﻨ ِﺪ َأ ْﻧ ُﻔ
ِ ﻦ ْ ﺣَﺴَﺪًا ِﻣ
ﺮ ٌ ﻲ ٍء َﻗﺪِﻳ ْ ﺷ َ ن اﻟﱠﻠﻪَ ﻋَﻠَﻰ ُآﻞﱢ ﷲ ِﺑَﺄ ْﻣ ِﺮ ِﻩ ِإ ﱠ
ُ ﻲا َ ﺻﻔَﺤُﻮا ﺣَﺘﱠﻰ َﻳ ْﺄ ِﺗ ْ وَا
Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat
mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena
dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah
70
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), Cet. I, h. 354
69
mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu. (QS.al-Baqarah/2:109)
ﻻ
ن ِإ ﱠ
َ ﻀﻠﱡﻮ
ِ ﻀﻠﱡﻮ َﻧ ُﻜ ْﻢ وَﻣَﺎ ُﻳ
ِ ب َﻟ ْﻮ ُﻳ
ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ
ِ ﻦ َأ ْه
ْ ت ﻃَﺎ ِﺋ َﻔ ٌﺔ ِﻣ ْ َو ﱠد
ن َ ﺸ ُﻌﺮُو ْ ﺴ ُﻬ ْﻢ َوﻣَﺎ َﻳ
َ َأ ْﻧ ُﻔ
Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka
(sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak
menyadarinya. (QS. Ali Imran:69)
ب
َ ﻦ أُوﺗُﻮا ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ
َ ﻦ اﱠﻟﺬِﻳ
َ ن ُﺗﻄِﻴﻌُﻮا َﻓﺮِﻳﻘًﺎ ِﻣْ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا ِإ َ ﻳَﺎأَ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ
ﻦ َ ﻳَ ُﺮدﱡو ُآ ْﻢ َﺑ ْﻌ َﺪ إِﻳﻤَﺎ ِﻧ ُﻜ ْﻢ آَﺎ ِﻓﺮِﻳ
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari
orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan
kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (QS. Ali ‘Imrân/3:100)
ن
ْ ﻦ ِإ ْ ﻚ َو ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ َﻣ
َ ن َﺗ ْﺄ َﻣ ْﻨ ُﻪ ِﺑ ِﻘ ْﻨﻄَﺎ ٍر ُﻳ َﺆ ﱢد ِﻩ ِإَﻟ ْﻴ
ْ ﻦ ِإ ْ ب َﻣ ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ
ِ ﻦ َأ ْه
ْ َو ِﻣ
ﻚ ِﺑَﺄ ﱠﻧ ُﻬ ْﻢ
َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ﻗَﺎ ِﺋﻤًﺎ َذِﻟ َ ﺖ َ ﻻ ﻣَﺎ ُد ْﻣ ﻚ ِإ ﱠ َ ﻻ ُﻳ َﺆ ﱢد ِﻩ ِإَﻟ ْﻴَ َﺗ ْﺄ َﻣ ْﻨ ُﻪ ِﺑﺪِﻳﻨَﺎ ٍر
ب
َ ﷲ ا ْﻟ َﻜ ِﺬ ِ ن ﻋَﻠَﻰ ا َ ﻞ َو َﻳﻘُﻮﻟُﻮ ٌ ﻦ ﺳَﺒِﻴ َ ﻻ ﱢﻣﻴﱢﻴ ُ ﺲ ﻋَﻠَ ْﻴﻨَﺎ ﻓِﻲ ْا َ ﻗَﺎﻟُﻮا َﻟ ْﻴ
ن َ َو ُه ْﻢ َﻳ ْﻌَﻠﻤُﻮ
Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan
kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara
mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu Dinar,
tidak dikembalikannya padamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang
demikian itu lantaran mereka mengatakan: "Tidak ada dosa bagi kami
terhadap orang-orang umi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal
mereka mengetahui. (QS.Ali Imrân/3:75)
ﷲ ءَاﻧَﺎ َء
ِ تا
ِ ن ءَاﻳَﺎ
َ ب ُأ ﱠﻣ ٌﺔ ﻗَﺎ ِﺋ َﻤ ٌﺔ َﻳ ْﺘﻠُﻮ
ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ
ِ ﻦ َأ ْه
ْ ﺳﻮَا ًء ِﻣ َ َﻟ ْﻴﺴُﻮا
ن َ ﺠﺪُوُﺴ ْ اﻟﱠﻠ ْﻴﻞِ َو ُه ْﻢ َﻳ
Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang
berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di
malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). (QS.Ali
Imrân/3:113)
ﺟ ُﺪ ٍر
ُ ﻦ َورَا ِء ْ ﺼ َﻨ ٍﺔ َأ ْو ِﻣ
ﺤ ﱠَ ﻻ ﻓِﻲ ُﻗﺮًى ُﻣ ﺟﻤِﻴﻌًﺎ ِإ ﱠ َ ﻻ ُﻳﻘَﺎ ِﺗﻠُﻮ َﻧ ُﻜ ْﻢ َ
ﻚ ِﺑَﺄ ﱠﻧ ُﻬ ْﻢ ﻗَ ْﻮ ٌم
َ ﺟﻤِﻴﻌًﺎ َو ُﻗﻠُﻮ ُﺑ ُﻬ ْﻢ ﺷَﺘﱠﻰ َذِﻟ
َ ﺴ ُﺒ ُﻬ ْﻢ
َﺤْ ﺳ ُﻬ ْﻢ َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ ﺷَﺪِﻳ ٌﺪ َﺗ
ُ َﺑ ْﺄ
ن َ ﻻ َﻳ ْﻌ ِﻘﻠُﻮ َ
70
Mereka tiada akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali
dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok.
Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka
itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena
sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (QS.al-
Hasyr/59:14)
Beberapa ayat di atas memberikan isyarat dan memberikan petunjuk
kepada umat Islam bahwa kita tidak boleh menggeneralkan ahli kitab. Kita
tidak boleh menganggap bahwa semua ahli kitab salah dan fasik. Bahkan
dalam surat Ali Imran ayat 199 al-Qur’an menegaskan bahwa sebagian ahli
ل
َ ل ِإَﻟ ْﻴ ُﻜ ْﻢ وَﻣَﺎ ُأ ْﻧ ِﺰ
َ ﷲ َوﻣَﺎ ُأ ْﻧ ِﺰِ ﻦ ﺑِﺎ ُ ﻦ ُﻳ ْﺆ ِﻣ
ْ ب َﻟ َﻤ
ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ ِ ﻦ َأ ْه
ْ ن ِﻣ َوِإ ﱠ
ﻚ َﻟ ُﻬ ْﻢَ ﻼ أُوَﻟ ِﺌ
ً ﷲ ﺛَﻤَﻨًﺎ َﻗﻠِﻴ ِ تا ِ ن ﺑِﺂﻳَﺎ َ ﺸ َﺘﺮُوْ ﻻ َﻳ َ ﷲ ِ ﻦ َ ﺷﻌِﻴ ِ ِإَﻟ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ﺧَﺎ
ب ِ ﺤﺴَﺎ ِ ﺳﺮِﻳ ُﻊ ا ْﻟ َ ﷲَ نا ﻋ ْﻨ َﺪ َر ﱢﺑ ِﻬ ْﻢ ِإ ﱠ
ِ ﺟ ُﺮ ُه ْﻢ
ْ َأ
Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada
Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan
kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak
menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh
pahala di sisi Tuhan-nya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.
(QS.Ali ‘Imrân/3:199)
Tidak sedikit di antara ahli kitab yang secara tulus ikhlas mengakui
antara mereka adalah ‘Abdullâh bin Salâm (w. 43 H.). al-Qurtûbî (w. 567 H.)
ن َﻓﺮِﻳﻘًﺎ
ن َأ ْﺑﻨَﺎ َء ُه ْﻢ َوِإ ﱠ
َ ب َﻳ ْﻌ ِﺮﻓُﻮ َﻧ ُﻪ آَﻤَﺎ َﻳ ْﻌ ِﺮﻓُﻮ
َ ﻦ ءَا َﺗ ْﻴﻨَﺎ ُه ُﻢ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ
َ اﱠﻟﺬِﻳ
ن َ ﻖ َو ُه ْﻢ َﻳ ْﻌَﻠﻤُﻮ
ﺤﱠ َ ن ا ْﻟ َ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ َﻟ َﻴ ْﻜ ُﺘﻤُﻮ
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat
dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya
sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan
kebenaran, padahal mereka mengetahui. (QS. al-Baqarah/2:146)
71
Sayyidina ‘Umar r.a. (w. 23 H.) bertanya kepada Abdullâh bin Salâm:
menjelaskan sifat (cirinya), maka kukenal dia; (sedang anakku) aku tidak tahu
kitab yang tidak bersikap apriori kepada Nabi Muhammad saw. dan al-Qur’an,
akan mengakui kebenaran yang dikandung oleh kitab suci tersebut. Bahkan,
ketika sebagian rangkaian ayat-ayat kitab suci itu dibacakan, berlinanglah air
ﻦ
َ ﺾ ِﻣ
ُ ﻋ ُﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ َﺗﻔِﻴ ْ ل ﺗَﺮَى َأ ِ ل إِﻟَﻰ اﻟ ﱠﺮﺳُﻮ َ ﺳ ِﻤﻌُﻮا ﻣَﺎ ُأ ْﻧ ِﺰ
َ َوِإذَا
ن رَ ﱠﺑﻨَﺎ ءَاﻣَﻨﱠﺎ ﻓَﺎ ْآ ُﺘ ْﺒﻨَﺎ َﻣ َﻊ
َ ﻖ َﻳﻘُﻮﻟُﻮ
ﺤﱢَ ﻦ ا ْﻟ
َ ﻋ َﺮﻓُﻮا ِﻣ َ اﻟ ﱠﺪ ْﻣ ِﻊ ِﻣﻤﱠﺎ
ﻦ َ اﻟﺸﱠﺎ ِهﺪِﻳ
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul
(Muhammad) kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan
kebenaran (al-Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka
sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah
kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran al-Qur’an dan
kenabian Muhammad saw.) (QS.al-Maidah/5:83)
Ayat di atas menjelaskan ayat sebelumnya (82) yang menyatakan bahwa
71
Ibid, h. 358
72
ketika sebagian ayat al-Qur’an dilantunkan kepada mereka, merekapun
menangis karena mengetahui dan menyadari bahwa itu adalah haq (benar).
Menurut Ibn ‘Abbâs r.a. (w. 68 H.), ayat ini turun berkenaan dengan
Najasyi dan para koleganya ketika Ja’far bin Abî Tâlib (w. 8 H.) membacakan
Abî Tâlib dan Ibn Mas’ûd (w. 32 H.)bersama rombongan untuk datang kepada
raja yang baik (sâlih) yang tidak pernah berbuat zalim terhadap seseorang.
kaum muslimin.” Ketika kaum muslimin ini tiba di Habsyah, Najasyi sangat
Setiap kali membacakan ayat al-Qur’an, berlinanglah air mata mereka karena
Ada pula riwayat yang diterima oleh Sa’îd bin Musayyab (w.193 H.), Abû
Bakar bin Abdurrahmân, Hârits bin Hisyâm (w. 15 H.), dan ‘Urwah bin Zubair
(w. 94 H.). Mereka semua mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah mengutus
‘Amr bin Umayyah al-Damrî (w. 59 H.) membawa sepucuk surat kepada Najasyi.
Ketika telah diterima oleh Najasyi, iapun membaca surat Rasulullah itu. Isi surat
72
al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1994), h.113
73
kepada sahabat-sahabat beliau yang datang ke negeri itu yang dipimpin oleh
Ja’far bin Abî Tâlib (w. 8 H.) Setelah itu, Raja Najasyi meminta agar semua
baginda meminta agar para pendeta dan rahib juga turut hadir dalam pertemuan
Dalam riwayat lain yang mirip dengan riwayat di atas yang diterima dari
kekuasaan raja Najasyi. Merekapun mengutus dua orang utusan, yaitu ‘Amr
bin ‘As (w. 43 H.) dan ‘Ummârah bin Wâlid untuk menghadap raja Najasyi.
Utusan itu akan meminta kepada Baginda agar menyerahkan kaum Muhajirin
kepada mereka untuk dibawa pulang ke Mekah. Akan tetapi, Najasyi tidak
mau menuruti kedua utusan itu sebelum Baginda mendengar sendiri dari kaum
muslimin, apa sebenarnya pendirian mereka terhadap Nabi baru itu. Ketika
kaum muslimin dan kedua utusan Quraisy itu telah berkumpul di satu majlis,
Najasyipun bertanya tentang Nabi baru itu. Ja’far bin Abî Tâlib (w.8 H.),
sebelum kami. Dia telah menyeru kepada kami untuk beriman kepada Allah
Yang Mahatunggal. Dia telah menyuruh kami berbuat ma’ruf. Dia telah
73
Hamka, Tafsir Al Azhar, Juzu 7, hal. 6; al-Tabarsî, Majma’ al-Bayân, , Juz 3, h. 384;
Fakhruddîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghaib, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1985), Cet.III, Juz 12, h. 72
74
melarang kami berbuat kemunkaran. Dia telah memerintahkan kami supaya
sayang sekali, kaum kami telah benci kepada kami lantaran itu sehingga kami
baik. ‘Amr bin ‘As (w. 43 H.) tidak kehabisan akal. Iapun berkata dengan
nada hasutan, “Mereka berkata tentang Isâ, berbeda sekali dengan yang kamu
“Kami bersaksi bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul Allah, kalimat Allah,
kepada ‘Amr dan kawannya: “Kalau kalian bukan tamuku, niscaya telah aku
hukum kalian.”
Karena gagal, kedua utusan itu kembali ke Mekah dengan tangan hampa.
Sementara Najasyi tertarik kepada Islam dan memeluknya. Ketika Ja’far akan
Ashamah itu mengutus pula beberapa pendeta dan rahib dalam rangka
(w.310 H.) dan Ibn Abî Hâtim (w.328 H.) yang diterima dari al-Suddî (w.127
H.), jumlah utusan yang datang bersama Ja’far adalah dua belas orang, tujuh
pendeta dan lima rahib. Ketika mereka telah hadir di majlis Rasulullah,
75
dibacakanlah sebagian ayat al-Qur’an. Mereka terharu dan menangis
para pendeta dan rahib, telah menunjukkan sikap obyektif dalam menyikapi
air mata tanda ketulusan, mereka beriman kepada al-Qur’an dan memeluk
syaahidiin” (Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama
orang-orang yang menjadi saksi {atas kebenaran al-Qur’an dan kenabian Nabi
pada diri mereka disebabkan rasa takut terhadap Allah karena kehalusan kalbu
mereka serta pengaruh positif dari ayat-ayat al-Qur’an yang membekas dalam
hati mereka. Tangisan seperti inilah tangisan positif yang dicintai dan diridhai
oleh Allah dan Rasul-Nya. Tangisan seperti inilah yang membuat neraka
Ada pula rangkaian ayat lain yang menggambarkan bahwa di antara ahli
و َﻧﺬِﻳﺮًا
َ ﻻ ُﻣﺒَﺸﱢﺮًا ك ِإ ﱠ
َ ﺳ ْﻠﻨَﺎ
َ ل وَﻣَﺎ َأ ْرَ ﻖ َﻧ َﺰ
ﺤﱢ َ ﻖ َأ ْﻧ َﺰ ْﻟﻨَﺎ ُﻩ َوﺑِﺎ ْﻟ
ﺤﱢَ َوﺑِﺎ ْﻟ
ﺚ َو َﻧ ﱠﺰ ْﻟﻨَﺎ ُﻩ ٍ س ﻋَﻠَﻰ ُﻣ ْﻜ ِ ﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺎ َ َو ُﻗ ْﺮءَاﻧًﺎ َﻓ َﺮ ْﻗﻨَﺎ ُﻩ ِﻟ َﺘ ْﻘ َﺮَأ ُﻩ
ْ ﻦ أُوﺗُﻮا ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ ِﻣ
ﻦ َﻗ ْﺒِﻠ ِﻪ َ ن اﱠﻟﺬِﻳﻻ ُﺗ ْﺆ ِﻣﻨُﻮا ِإ ﱠ
َ ﻞ ءَاﻣِﻨُﻮا ِﺑ ِﻪ َأ ْو ْ ﻼ
ُﻗ ً َﺗ ْﻨﺰِﻳ
ن
َ ن آَﺎ
ْ ن َر ﱢﺑﻨَﺎ ِإ
َ ﺳ ْﺒﺤَﺎ
ُ ن َ ﺠﺪًا
َو َﻳﻘُﻮﻟُﻮ ﺳﱠ ُ ن ِ ﻸ ْذﻗَﺎ
َ ن ِﻟ
َ ﺨﺮﱡو ِ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َﻳ
َ ِإذَا ُﻳ ْﺘﻠَﻰ
ﺧﺸُﻮﻋًﺎ ُ ن َو َﻳﺰِﻳ ُﺪ ُه ْﻢ
َ ن َﻳ ْﺒﻜُﻮ
ِ ﻸ ْذﻗَﺎ
َ ن ِﻟ
َ ﺨﺮﱡو ِ ﻋ ُﺪ َر ﱢﺑﻨَﺎ ﻟَﻤَ ْﻔﻌُﻮﻻً
َو َﻳْ َو
74
Hamka, Tafsir Al Azhar, Juzu 7, h. 7
75
Wahbah Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, Juz 7, h. 9
76
Dan Kami turunkan (al-Qur’an) itu dengan sebenar-benarnya dan al-
Qur’an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak
mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan. Dan al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur
agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami
menurunkannya bagian demi bagian. Katakanlah: "Berimanlah kamu
kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya
orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila al-Qur’an
dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil
bersujud,dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji
Tuhan kami pasti dipenuhi".Dan mereka menyungkur atas muka mereka
sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk. (QS.al-Isrâ/17:105-109)
Ayat di atas juga menjelaskan bahwa ahli kitab yang berpengetahuan dan
shalih yang berpegang teguh kepada kitab mereka, tidak mengganti dan
maka hati mereka akan bergetar. Mereka segera sujud di atas bumi
menahan deraian air mata dari bola matanya. Ayat-ayat al-Qur’an yang
dibacakan itu telah menambah rasa takut (khasy-yah) dan rendah diri
Menurut Mujâhid, di antara ahli kitab yang berperilaku seperti ini adalah
Zaid bin ‘Amr bin Naufal dan Waraqah bin Naufal dari Mekah, serta
‘Abdullâh bin Salâm (w. 43 H.) dari Madinah. Mereka inilah orang-orang
yang pandai dan bersih hatinya sehingga mau beriman kepada al-Qur’an.
suatu agama, namun ia mengakui dan meyakini bahwa Allah itu Esa dan ia
76
‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Jilid 2, h. 179; Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm,
Juz 3, h. 68; Wahbah Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, Juz 15, h. 185
77
Waraqah bin Naufalpun telah mempelajari agama Nasrani sehingga ia
mengetahui isi Injil. Dia telah mendapatkan intisari ajaran tauhid Nabi Isâ a.s.
merta ia mengatakan bahwa yang datang itu adalah namus, malaikat Jibril,
atau Ruh Kudus, yang juga pernah datang kepada Musa dan Isa. Dia beriman
kepada Muhammad saw. Dia juga mengatakan, bahwa kelak Muhammad saw.
akan dimusuhi dan diusir dari negerinya. Andaikata ketika itu, dia masih ada,
tentu ia akan membela Muhammad saw. Demikian tekad Waraqah bin Naufal.
Pidatonya tidak panjang dan tidak banyak bunga. Dia sungguh tertarik dan
bersaksi “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.”
Menurut Dr. Wahbah Zuhaili, sujud yang mereka lakukan ini, secara tidak
78
yakin bahwa Muhammad saw. adalah nabi yang dijanjikan dalam kitab-kitab
menangis, dalam keadaan khusyu’ dan rendah diri karena takut kepada Allah,
Tangisan yang mereka tunjukan adalah tangisan terpuji yang disukai Allah
ﻻ
َ نِ ﻋ ْﻴﻨَﺎ
َ ل ُ َﻳﻘُﻮρ ﷲ ِ ل اَ ﺖ َرﺳُﻮ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ
َ ل َ س ﻗَﺎ ٍ ﻋﺒﱠﺎ
َ ﻦ ِ ﻦ ا ْﺑْﻋَ
س ﻓِﻲ
ُ ﺤ ُﺮ ْ ﺖ َﺗْ ﻦ ﺑَﺎ َﺗ
ٌ ﻋ ْﻴ
َ ﷲ َوِ ﺸ َﻴ ِﺔ ا
ْﺧَ ﻦْ ﺖ ِﻣ ْ ﻦ َﺑ َﻜ
ٌ ﺴ ُﻬﻤَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ُر ﻋَ ْﻴﺗَﻤَ ﱡ
78
ﷲ
ِ ﺳَﺒِﻴﻞِ ا
Dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Ada dua mata yang
tidak akan disentuh oleh api neraka, yaitu: mata yang menangis karena takut
kepada Allah dan mata yang begadang menjaga (kemanan kaum muslimin) di
jalan allah.” (HR al-Tirmidzî).
Dalam pandangan Islam, jihad adalah perbuatan yang amat mulia. Oleh
karena itu, jihad menjadi sebuah keniscayaan dalam hidup seorang mukmin.
Seorang pakar al-Qur’an, al-Râghib al-Isfahânî (w. 502 H.), dalam kitab
dari tiga macam: (1) Menghadapi musuh yang nyata, (2) Menghadapi setan,
77
Wahbah Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, Juz 15, hal.186
78
Ibid; Nilai Hadis ini hasan garib. Lihat al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-
Jihâd Bâb Mâ Jâ fî Fadl al-Hars fî Sabîl al-Lâh, no. hadis 1690, h. 96
79
(3) Menghadapi nafsu yang terdapat dalam diri masing-masing. Ketiga makna
jihad ini, menurut Al-Isfahani (w. 502 H.), dicakup oleh ayat berikut ini:79
ﻚ
َ ﷲ أُوَﻟ ِﺌ
ِ ﺟﺮُوا وَﺟَﺎهَﺪُوا ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ اَ ﻦ هَﺎ
َ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا وَاﱠﻟﺬِﻳ َ ن اﱠﻟﺬِﻳ
ِإ ﱠ
ر رَﺣِﻴ ٌﻢ
ٌ ﷲ ﻏَﻔُﻮ
ُ ﷲ وَا ِ ﺣ َﻤ َﺔ ا
ْ ن َرَ َﻳ ْﺮﺟُﻮ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan
berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.al-Baqarah/2:218)
ﻋَﻠ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ
َ ﻞ َ ﺟ َﻌ
َ ﺟ َﺘﺒَﺎ ُآ ْﻢ َوﻣَﺎْ ﺟﻬَﺎ ِد ِﻩ ُه َﻮ ا ِ ﻖ ﺣﱠ َ ﷲ ِ وَﺟَﺎهِﺪُوا ﻓِﻲ ا
ﻞ
ُ ﻦ َﻗ ْﺒ
ْ ﻦ ِﻣ َ ﺴِﻠﻤِﻴ
ْ ﺳﻤﱠﺎ ُآ ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ
َ ج ِﻣﱠﻠ َﺔ َأﺑِﻴ ُﻜ ْﻢ ِإ ْﺑﺮَاهِﻴ َﻢ ُه َﻮٍ ﺣ َﺮ
َ ﻦ ْ ﻦ ِﻣ ِ اﻟﺪﱢﻳ
ﺷ َﻬﺪَا َء ﻋَﻠَﻰ ُ ﻋَﻠ ْﻴ ُﻜ ْﻢ َو َﺗﻜُﻮﻧُﻮا َ ﺷﻬِﻴﺪًا َ ل ُ ن اﻟ ﱠﺮﺳُﻮ َ َوﻓِﻲ هَﺬَا ِﻟ َﻴﻜُﻮ
ﷲ ُه َﻮ ِ ﺼﻤُﻮا ﺑِﺎ ِ ﻋ َﺘ ْ ﺼَﻠﻮ َة َوءَاﺗُﻮا اﻟ ﱠﺰ َآﻮ َة وَا س ﻓَﺄَﻗِﻴﻤُﻮا اﻟ ﱠ ِ اﻟﻨﱠﺎ
ﺮ ُ ﻻ ُآ ْﻢ َﻓ ِﻨ ْﻌ َﻢ ا ْﻟ َﻤ ْﻮﻟَﻰ َو ِﻧ ْﻌ َﻢ اﻟ ﱠﻨﺼِﻴ
َ َﻣ ْﻮ
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-
benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan
untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu
Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari
dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi
saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap
manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah
kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik
Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (QS.al-Hajj/22:78)
Dalam kehidupan seorang mukmin, jihad tidak dapat dipisahkan. Seorang
mukmin akan senantiasa berusaha untuk berjihad dengan harta dan jiwanya
ﺴ ِﻬ ْﻢ
ِ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا َﻣ َﻌ ُﻪ ﺟَﺎهَﺪُوا ِﺑَﺄ ْﻣﻮَاِﻟ ِﻬ ْﻢ َوَأ ْﻧ ُﻔ َ ل وَاﱠﻟﺬِﻳ ُ ﻦ اﻟ ﱠﺮﺳُﻮ ِ َﻟ ِﻜ
ﷲ َﻟ ُﻬ ْﻢ ُ ﻋ ﱠﺪ ا َ ن
َأ َ ﻚ ُه ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﻔِﻠﺤُﻮ
َ ت َوأُوَﻟ ِﺌُ ﺨ ْﻴﺮَاَ ﻚ َﻟ ُﻬ ُﻢ ا ْﻟ
َ َوأُوَﻟ ِﺌ
ﻚ ا ْﻟ َﻔ ْﻮ ُز َ ﻦ ﻓِﻴﻬَﺎ َذِﻟ َ ﻷ ْﻧﻬَﺎ ُر ﺧَﺎِﻟﺪِﻳ
َ ﺤ ِﺘﻬَﺎ اْ ﻦ َﺗْ ﺠﺮِي ِﻣ ْ ت َﺗٍ ﺟﻨﱠﺎ َ
ﻌﻈِﻴ ُﻢ َ ا ْﻟ
Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad
dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh
kebaikan; dan mereka itulah (pula) orang-orang yang beruntung. Allah telah
79
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, h.506-507
80
menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS.al-Taubah/9:88-
89)
Sebagai Zat Yang Mahabijaksana, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal
akan mencintai dan melindungi hamba yang berjihad dengan hati bersih dan
ن
ٌ ﺳﺒِﻴِﻠ ِﻪ ﺻَﻔًّﺎ َآَﺄ ﱠﻧ ُﻬ ْﻢ ُﺑ ْﻨﻴَﺎ
َ ن ﻓِﻲ
َ ﻦ ُﻳﻘَﺎ ِﺗﻠُﻮ
َ ﺤﺐﱡ اﱠﻟﺬِﻳ
ِ ﷲ ُﻳ
َ ن ا
ِإ ﱠ
صٌ َﻣ ْﺮﺻُﻮ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya
dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang
tersusun kokoh.(QS.al-Saff/61:4)
Kecintaan merupakan tingkatan tertinggi dari ridha-Nya. Semua kaum
dan cinta dari-Nya. Hamba yang ikhlas mengadakan transaksi yang mulia ini
kepada Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Taubah ayat 111
berikut ini:
81
Dalam berbagai hadisnya, Rasulullah saw. acapkali memberikan
pernyataan bahwa jihad adalah suatu aktivitas mulia demi meraih predikat
ُ ُﻗ ْﻠρ ﷲ
ﺖ ِ لا َ ﺖ َرﺳُﻮ ُ ﺳَﺄ ْﻟ
َ ﻋ ْﻨ ُﻪ
َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﺴﻌُﻮ ٍد َر ْ ﻦ َﻣ ِ ﷲ ْﺑ
ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا
َ ﻋﻦ
ﺖ ُﺛﻢﱠ
ُ ﻼ ُة ﻋَﻠَﻰ ﻣِﻴﻘَﺎ ِﺗﻬَﺎ ُﻗ ْﻠَﺼ ل اﻟ ﱠ َ ﻞ ﻗَﺎُﻀ َ ﻞ َأ ْﻓ
ِ ي ا ْﻟ َﻌ َﻤ ﷲ َأ ﱡِ لا َ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ
ﷲ
ِ ﺠﻬَﺎ ُد ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ا ِ ل ا ْﻟَ ي ﻗَﺎ ﺖ ُﺛﻢﱠ َأ ﱞ ُ ﻦ ُﻗ ْﻠ
ِ ل ُﺛﻢﱠ ِﺑ ﱡﺮ ا ْﻟﻮَاِﻟ َﺪ ْﻳَ ي ﻗَﺎَأ ﱞ
80
ْ َوَﻟ ْﻮ اρ ِل اﻟﱠﻠﻪ
ﺳ َﺘ َﺰ ْد ُﺗ ُﻪ َﻟﺰَا َدﻧِﻲ ِ ﻦ َرﺳُﻮ ْﻋ َ ﺖ ﺴ َﻜ ﱡ
َ َﻓ
Dari Abdullâh bin Mas’ûd r.a. ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah
saw.: “Perbuatan apakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “Shalat
pada waktunya.” Saya bertanya (lagi): “Kemudian apa lagi?” Beliau
menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua (Birrul walidain).” Saya
bertanya (lagi): “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab: “Berjihad di jalan
Allah.” (HR.al-Bukhârî)
ﷲ
ِ لا ِ ﺳ ْﻮ
ُ ﻞ إِﻟَﻰ َر ٌﺟُ َل ﺟَﺎ َء ر َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْ ﻦ َأ ِﺑ
ْﻋَ
ﻞ
ْ ل َه َ ﺟ ُﺪ ُﻩ ﻗَﺎ
ِ ﻻ َأ َ ل َ ﺠﻬَﺎ َد ﻗَﺎ
ِ ل ا ْﻟ ُ ﻞ َﻳ ْﻌ ِﺪ ٍ ﻋ َﻤ
َ ﻋﻠَﻰ َ ﻲ ْ ل ُدﱡﻟ ِﻨَ َﻓﻘَﺎρ
ﻻ َﺗ ْﻔ َﺘ ُﺮَ ك َﻓ َﺘ ُﻘ ْﻮ َم َو
َ ﺠ َﺪ
ِﺴْ ﻞ َﻣ َﺧ ُ ن َﺗ ْﺪ ْ ج ا ْﻟ ُﻤﺠَﺎهِ ُﺪ َأَ ﺧ َﺮ
َ ﻄ ْﻴ ُﻊ ِإذَا ِ ﺴ َﺘ
ْ َﺗ
81
ﻄ ْﻴ ُﻊ
ِ ﺴ َﺘ
ْ ﻦ َﻳ ْ ل َو َﻣَ ﻄ ُﺮ ﻗَﺎ
ِ ﻻ ُﺗ ْﻔ
َ ﺼ ْﻮ ُم َو ُ َو َﺗ
Dari Abû Hurairah ra. Ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Rasulullah
saw. kemudian berkata: “Tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang
(nilainya) seimbang dengan jihad!” Beliau menjawab: “Aku tidak
menemukannya.” Orang itu berkata: “Dapatkah seorang mujahid yang keluar
rumah menuju masjid, kemudian ia beribadah terus-menerus, berpuasa terus
tanpa berbuka?” Beliau berkata: “Siapakah yang mampu melakukan hal itu?”
(HR.al-Bukhârî)
ﻲ
ْ ﺣ ٌﺔ ِﻓ َ ρ ﷲ
َ ﻏ ْﺪ َو ٌة َأ ْو َر ْو ِ لاُ ﺳ ْﻮ ُ ل َر َ ل ﻗَﺎ َ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ﻗَﺎْ ﻦ َأ ِﺑ
ْﻋ َ
82
ﻦ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ َوﻣَﺎ ﻓِ ْﻴﻬَﺎ
َ ﷲ ﺧَ ْﻴ ٌﺮ ِﻣ ِ ﻞا ِ ﺳ ِﺒ ْﻴ
َ
80
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 3, Kitâb al-Jihâd Bâb Fadl al-Jihâd wa al-Siyar, h. 200
81
Ibid
82
al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb al-Jihâd Bâb Fadl Ghadwah, no. hadis 3115, h. 506; Ibn
Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Jihâd Bâb Fadl al-Ghadwah, hal.921
82
Dari Abû Hurairah ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Pergi berjuang di
jalan Allah lebih baik daripada dunia dengan segala isinya.” (HR. al-Nasâ’î dan
Ibn Mâjah)
paham bahwa jihad betul-betul bagian dari amal shalih yang utama menuju
mereka kepada Allah dan Rasul-Nya dengan berjihad di jalan Allah, dengan
harta dan jiwa mereka. Mereka hanya mempunyai dua pilihan, hidup sebagai
orang mulia atau mati dalam keadaan syahid (‘isy karîman aw mut syahîdan).
Para sahabat berkompetisi secara sehat untuk membela agama Islam melalui
jihad. Apapun yang mereka miliki, itulah yang mereka serahkan dan kerahkan
Rasul maju berjihad di medan juang, sesuatu yang amat kontradiktif yang
terjadi dengan orang-orang munafik. Para sahabat yang setia akan merasakan
ﻻ
َ ﻦ َ ﻻ ﻋَﻠَﻰ اﱠﻟﺬِﻳ َ ﻻ ﻋَﻠَﻰ ا ْﻟ َﻤ ْﺮﺿَﻰ َو َ ﻀ َﻌﻔَﺎ ِء َوﻋﻠَﻰ اﻟ ﱡ َ ﺲ َ َﻟ ْﻴ
ﷲ َو َرﺳُﻮِﻟ ِﻪ ﻣَﺎ ﻋَﻠَﻰ ِ ﺼﺤُﻮا َ ج ِإذَا َﻧ ٌ ﺣ َﺮ َ ن َ ن ﻣَﺎ ُﻳ ْﻨ ِﻔﻘُﻮ َ ﺠﺪُو ِ َﻳ
ﻦ ِإذَا ﻣَﺎ
َ ﻻ ﻋَﻠَﻰ اﱠﻟﺬِﻳ َ ﷲ ﻏَﻔُﻮ ٌر رَﺣِﻴ ٌﻢ
َو ُ ﻦ ﺳَﺒِﻴﻞٍ وَا ْ ﻦ ِﻣ َ ﺴﻨِﻴ ِﺤ ْ ا ْﻟ ُﻤ
ﺾ
ُ ﻋ ُﻴ ُﻨ ُﻬ ْﻢ َﺗﻔِﻴ
ْ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َﺗ َﻮﱠﻟﻮْا َوَأ
َ ﺣ ِﻤُﻠ ُﻜ ْﻢ
ْ ﺟ ُﺪ ﻣَﺎ َأ
ِ ﻻ َأ
َ ﺖ َ ﺤ ِﻤَﻠ ُﻬ ْﻢ ُﻗ ْﻠ
ْ ك ِﻟ َﺘ
َ َأ َﺗ ْﻮ
ن َ ﺠﺪُوا ﻣَﺎ ُﻳ ْﻨ ِﻔﻘُﻮ ِ ﻻ َﻳ
ﺣ َﺰﻧًﺎ َأ ﱠ َ ﻦ اﻟ ﱠﺪ ْﻣ ِﻊ َ ِﻣ
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah,
atas orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa
yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan
83
Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang
berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan tiada
(pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya
kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh
kendaraan untuk membawamu", lalu mereka kembali, sedang mata mereka
bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa
yang akan mereka nafkahkan.
Menurut riwayat Ibn Abî Hâtim (w, 328 H.) dari Zaid bin Tsâbit (w. 45
H.) disebutkan bahwa ketika Zaid bin Tsâbit sedang menulis surat Bara’ah
sakit, atau tidak memiliki apa-apa untuk tidak ikut berjihad. Mereka tidak ikut
berjihad bukan karena alasan yang dibuat-buat, tetapi karena itulah kondisi
sesungguhnya yang ada dalam diri mereka. Akan tetapi, keinginan yang kuat
dalam jiwa mereka untuk berjihad di jalan Allah menimbulkan kesedihan dan
mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan,
Imam al-Wâhidî (w. 427 H.) menyebutkan dalam kitab “Asbâb al-Nuzûl”
bahwa ayat 92 ini turun berkenaan dengan para sahabat yang berlinang air
mata mereka karena tidak bisa ikut berjihad. Jumlah mereka ada tujuh, yaitu:
Ma’qal bin Yasâr (w.60 H.), Sakhr bin Khunais, ‘Abdullâh bin Ka’b al-
83
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 2, h. 381; Wahbah Zuhaili, Tafsîr al-Munîr., Juz
10, h. 348
84
Ansâri (w. 30 H.), Salim bin ‘Umair, Tsa’labah bin Ghanîmah, dan ‘Abdullâh
bin Mughaffal (w. 60 H.). Ketika mereka datang kepada Rasulullah dan
air mata. Sedangkan menurut Mujahid (w.101 H.), ayat ini turun kepada Bani
Muqrin, yaitu: Ma’qil, Suwaid, dan Nu’mân bin Muqrin.84 Pendapat Mujahid
(w. 101 H.) inilah yang kemudian menjadi pendapat mayoritas ulama.
Dalam riwayat lain dari Ibn ‘Abbâs (w.68 H.) dikemukakan, bahwa ketika
Mughaffal bin Muqrin al-Muzanni (w.60 H.). Lalu mereka berkata: “Ya
menurunkan: Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka
84
Dalam riwayat yang disampaikan Al-Wahidi kurang satu. Lihat al-Wâhidî, Asbâb al-
Nuzûl, h. 144; Sedangkan dalam al-Tafsîr al-Munîr disebutkan bahwa orang-orang tersebut adalah:
Sâlim bin ‘Umair, ‘Ali bin Zaid, Abû Lailâ Abdurrahmân bin Ka’ab, ‘Amr bin al-Hammâm,
‘Abdullâh bin Mughaffal al-Muzannî (atau ‘Abdullâh bin ‘Amr al-Muzannî), Harma bin ‘Abdullâh,
dan ‘Iyad bin Sariyah al-Fazzârî. Lihat: Wahbah Zuhaili, Tafsîr al-Munîr, Juz 10, h. 351
85
Ibid., Juz 10, h. 349
85
kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan,
lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (QS.al-
Taubah/9:92)86
Itulah tangisan kesedihan yang telah ditunjukkan oleh para sahabat yang
bersih hatinya, yang selalu ingin menunjukkan cinta mereka kepada Islam.
Tangisan seperti inilah tangisan yang dibenarkan dan mendapatkan ridha dari
Allah. Tangisan mereka adalah tangisan murni dan karenanya bernilai ibadah,
bukan tangisan pembual yang diada-adakan agar terkesan memiliki niat yang
baik.
Dengan turunnya ayat di atas, maka kewajiban berjihad bagi orang yang
berhalangan dengan uzur yang dibenarkan menjadi gugur. Tiga uzur yang
dibenarkan sebagaimana yang tergambar dari ayat 91-92 di atas adalah: karena
lemah, karena sakit, dan karena fakir. Bagi orang yang memiliki salah satu di
antara tiga uzur di atas, maka mereka tidak berhak mendapat celaan dan dosa
Allah
melalui kisah atau cerita nabi, rasul, dan umat terdahulu. Kisah-kisah itu
banyak mengandung ibrah atau pelajaran, baik bagi Nabi Muhammad ataupun
86
Ibid; Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 2, h. 381; K.H.Q. Shaleh, Asbabun Nuzul,
(Bandung: Penerbit cv, Diponegoro, 1984), h. 258
86
a. Menjelaskan dasar atau prinsip dakwah Islam.
mengabadikan peninggalan-peninggalannya.
f. Kisah merupakan salah satu cara penyampaian yang enak didengar telinga
shalih terdahulu, seperti nabi Zakariyyâ a.s., nabi Yahyâ a.s., Maryam, nabi
Isâ a.s., nabi Ibrâhîm a.s., dan nabi Mûsâ a.s. Allah memerintahkan kepada
itu yang memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Setelah kisah-kisah itu
ﻦ
ْ ﻦ ُذرﱢﻳﱠﺔِ ءَا َد َم َو ِﻣ ﱠﻤْ ﻦ ِﻣ َ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒﻴﱢﻴ
َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ِﻣ
َ ﷲُ ﻦ َأ ْﻧ َﻌ َﻢ ا
َ ﻚ اﱠﻟﺬِﻳ َ أُوَﻟ ِﺌ
ﻦ هَﺪَ ْﻳﻨَﺎ
ْ ﻞ َو ِﻣ ﱠﻤ َ ﺳﺮَاﺋِﻴْ ﻦ ُذرﱢﻳﱠﺔِ ِإ ْﺑﺮَاهِﻴ َﻢ َوِإ ْ ح َو ِﻣٍ ﺣَﻤَ ْﻠﻨَﺎ َﻣ َﻊ ﻧُﻮ
و ُﺑﻜِﻴًّﺎ
َ ﺠﺪًا
ﺳﱠ ُ ﺧﺮﱡوا َ ﻦ ِ ﺣ َﻤ ْ ت اﻟ ﱠﺮ
ُ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ءَاﻳَﺎ
َ ﺟﺘَﺒَ ْﻴﻨَﺎ ِإذَا ُﺗ ْﺘﻠَﻰ
ْ وَا
Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu
para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat
bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israel, dan dari orang-orang
yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-
ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur
dengan bersujud dan menangis. (QS.Maryam/19:58)
Menurut Ibn Katsîr (w. 774 H.), bahwa yang dimaksud dengan para nabi
itu tidak sebatas yang disebutkan dalam surat Maryam saja, tetapi mencakup
87
Mannâ’ al-Qattân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, (Riyâd: Mansyûrât al-‘Asr al-Hadîts,
1973), h. 307
87
seluruh nabi. Menurut al-Suddî (w. 127 H.) dan Ibn Jarîr (w. 310 H.), yang
dimaksud dari keturunan Adam adalah Idrîs, dari keturunan pengikut bahtera
Nûh adalah Ibrâhîm, dari keturunan Ibrâhîm adalah Ishâq, Ya’qûb, dan
Ismâ’îl, dan dari keturunan Israil (Daud) adalah Mûsâ, Hârûn, Zakariyyâ,
Yahyâ, dan Isâ bin Maryam. Ibn Jarîr menegaskan: “Oleh karena itu,
di antara mereka terdapat yang bukan dari keturunan pengikut bahtera Nûh,
yaitu Idrîs. Ia adalah kakek dari nabi Nûh.” Menurut Ibn Katsîr (w.774 H.),
inilah pendapat yang paling jelas. Idris berada dalam garis keturunan nabi
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah. Mereka
adalah manusia, bukan jenis makhluk lainnya. Tetapi mereka terpilih sebagai
penyampai risalah Ilahi yang suci kepada umat manusia di bumi. Merekalah
yaitu Islam. Mereka menjadi manusia terpilih, karena hidup mereka dihiasi
dengan iman dan takwa. Itulah beberapa karakteristik mulia yang dimiliki oleh
manusia-manusia mulia. Dan ada satu lagi karakteristik positif mereka yang
mendapat pujian dari Allah, yaitu “Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang
dan menangis.”
dan kemuliaan martabat mereka di sisi Allah tidak membuat mereka menjadi
88
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 3, h.126-127
88
hanyalah ‘ibâdullâh, hamba-hamba Allah. Bila malaikat Jibril datang
bersujud merendahkan diri sambil menangis. Hal itu mereka lakukan karena
memiliki martabat yang luhur, jiwa yang suci, serta kedekatan kepada Yang
Mahakuasa. Ayat ini sekaligus menjadi dalil bahwa ayat-ayat Allah Yang
Sikap seperti itulah yang juga harus ditunjukkan oleh seluruh manusia
sebagai hamba-Nya. Tidak ada alasan dan dalil apapun bagi seseorang untuk
hamba itu dengan sebutan “abdi” (hamba, sahaya, atau budak)? Ketika Allah
meng-isra-kan beliau pada surat al-Isrâ ayat 1, Allah menyebut nabi kita
Isrâ ayat 3, Allah menyebut Nuh dengan “’abdan syakûrâ” (hamba yang
bersyukur). Ketika nabi Mûsâ menuntut ilmu kepada seseorang, seseorang itu
disebut oleh Allah sebagai “’abdan min ‘ibadina” (Seorang hamba di antara
89
al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Juz 16, h. 157; ‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr., Jilid 2, h. 221
89
Begitulah para nabi yang mulia. Semakin ditambah anugerah nikmat oleh
Allah, bertambah pula sujud dan deraian air mata sebagai wujud tunduk dan
cinta kepada Allah, seraya mengakui bahwa diri mereka adalah hamba Allah.
Menurut Ibn Katsîr (w.774 H.), para ulama sepakat untuk melakukan sujud
pada ayat ini sebagai bentuk iqtidâ dan ittibâ’ (mengikuti) kebiasaan mereka.90
Bahkan menurut Imam al-Alûsî (w.1270 H.), ayat ini menjadi dalil
Qur’an.91
sujud tilawah. Dan ketika kita telah sampai pada ayat 58 dari surat Maryam
ﻼ َو ِة
َ ﻋ ْﻨ َﺪ ِﺗ
ِ ﻦ
َ ﻦ ا ْﻟﺒَﺎ ِآ ْﻴ
َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ُﻢ ا ْﻟ َﻤ ْﻬ ِﺪ ﱢﻳ ْﻴ
َ ك ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻌ ِﻢ
َ ﻋﺒَﺎ ِد
ِ ﻦ
ْ ﻲ ِﻣ
ْ ﺟ َﻌ ْﻠ ِﻨ
ْ اَﻟﻠّ ُﻬﻢﱠ ا
ﻚ
َ اﻳَﺎ ِﺗ
Ya Allah, jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang telah
dianugerahkan nikmat, mendapatkan petunjuk, bersujud kepada-Mu dan
menangis ketika membaca ayat-ayat-Mu.”
Begitulah tangisan yang ditunjukkan oleh hamba-hamba-Nya yang shalih
dan terpilih. Demikianlah tangisan yang lahir karena adanya rasa takut akan
siksa Allah, kerinduan kepada Allah, dan sebagai wujud syukur atas segala
90
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 3, h. 127
91
al-Âlûsî, Rûh al-Ma’ânî, Juz 16, h. 158
92
Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtih al-Ghaib, Jilid 11, h. 235; Hamka, Tafsire Al Azhar., Juzu
16, h. 71
90
Salah satu nama Allah yang terdapat dalam al-asmâ al-husna adalah “al-
Khâliq” (Yang Maha Pencipta). Kata ini terambil dari akar kata “khalq” yang
yang harus atau dapat diperoleh dari suatu yang dijadikan-Nya itu.
Dia-lah Zat Yang Mahakuasa untuk menciptakan segala sesuatu di alam dunia
ini, baik yang bersifat materi ataupun immateri. Dia yang menciptakan
manusia, Dia pula yang mematikannya. Dia yang menciptakan bumi, dan Dia
pula yang kelak akan menghancurkannya. Dia yang menciptakan laki-laki, dan
Dia pula yang menciptakan perempuan. Bahkan, segala gejala kejiwaan yang
terdapat dalam diri manusia, termasuk tertawa dan menangis, Dia pula yang
ﻖ
َ ﺧَﻠ
َ َوَأ ﱠﻧ ُﻪ
ﺣﻴَﺎ
ْ َوَأ ت
َ َوَأ ﱠﻧ ُﻪ ُه َﻮ َأﻣَﺎ.ﻚ َوَأ ْﺑﻜَﻰ َ ﺤ
َﺿ ْ َوَأ ﱠﻧ ُﻪ ُه َﻮ َأ
ﻷ ْﻧﺜَﻰ ُ ﻦ اﻟ ﱠﺬ َآ َﺮ وَا
ِ ﺟ ْﻴ
َ اﻟ ﱠﺰ ْو
Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.dan
bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan.dan bahwasanya
Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan.
(QS.al-Najm/53:43-45)
berkata: Suatu ketika Rasulullah saw. melewati suatu kaum yang sedang
93
M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi, (Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2001), Cet.IV,
h. 75
91
tertawa. Maka Rasulpun bersabda: “Seandainya kalian mengetahui apa yang
aku ketahui, niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa.” Maka,
menjadikan orang tertawa dan menangis.” Lalu, Rasul kembali kepada kaum
tadi dan berkata: “Tidaklah aku melangkah empat puluh langkah, sehingga
Jibril a.s. datang kepadaku dan berkata: “Datangilah mereka kembali dan
Menurut Imam Ibn Katsîr (w.774 H.), Allah-lah yang telah menjadikan
tertawa di dunia, dan Dia pula yang menjadikan seseorang menangis di alam
fana ini. Menurut Mujahid, Allah-lah yang menjadikan penghuni surga tertawa
berkata: “Allah menjadikan para ahli surga tertawa di surga dan menjadikan
para ahli neraka menangis di neraka.” Ada pula yang mengatakan bahwa
94
al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, h. 222
95
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 4, h. 259
96
Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Jilid 3, h. 279
97
al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Juz 27, h. 104
92
memberinya sesuatu yang menyenangkannya. Dia pula yang membuat
hujan. Dzû al-Nûn al-Misrî berkata: “Allah menjadikan hati orang-orang yang
“Allah membuat tertawa bagi orang-orang yang taat dengan rahmat-Nya dan
Tertawa dan menangis adalah kelebihan yang Allah berikan khusus kepada
manusia. Tidak semua jenis hewan dapat tertawa dan menangis seperti
manusia. Ada binatang yang dapat tertawa, namun tidak dapat menangis,
seperti kera. Ada pula yang bisa menangis, namun tidak bisa tertawa seperti
menggembirakan hati. Namun, bisa saja di saat kita berada dalam kebahagiaan
yang memuncak, kita mendapatkan sesuatu yang menyebabkan hati sedih dan
93
menyaksikan prosesi khidmat akad nikah anaknya. Mereka bergembira, dan
dalam kegembiraannya mereka mencucurkan air mata. Semua itu diatur oleh
Allah. Itulah sebabnya, kita diajarkan agar tidak terlalu bergembira ketika
Hari Kiamat
dan tertawa sangat ditentukan oleh motif dan niat yang menyertainya. Tertawa
jika disertai dengan niat yang baik, maka ia bernilai ibadah. Namun, jika
disertai dengan niat yang buruk, seperti mengejek, maka tertawa itu akan
membawa akibat yang buruk bagi yang bersangkutan. Inilah yang ditunjukkan
ن
َ َﺗ ْﺒﻜُﻮ ﻻ
َ ن َو
َ ﺤﻜُﻮ
َﻀْ ن
َو َﺗ
َ ﺠﺒُﻮ
َ ﺚ َﺗ ْﻌ
ِ ﺤﺪِﻳ
َ ﻦ َهﺬَا ا ْﻟ
ْ َأ َﻓ ِﻤ
“Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu
mentertawakan dan tidak menangis?”
Ayat yang berbentuk kalimat tanya (istifhâm) ini merupakan bentuk celaan
mereka tertawa sebagai ejekan dan olokan, dan tidak menangis sebagaimana
100
Hamka, Tafsir Al Azhar, Juz 27, h. 127-128
94
ayat: Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan
tentang hari kiamat, karena tidak memiliki bekal sama sekali sebagai
setelah turun ayat ini, tidak lagi pernah tertawa, kecuali hanya sekedar
tersenyum saja.102 Padahal, beliau adalah insan kamil yang telah dijamin
selain beliau yang hidupnya bergelimang dengan dosa dan maksiat? Jika
akhirat ia akan menangis air mata dan darah akibat penderitaan dan
oleh manusia saja, tetapi juga oleh langit dan bumi. Keduanya memiliki
shalih, maka langit dan bumi ikut menangis. Tetapi, jika penderitaan itu
(w.567 H.), makhluk-makhluk seperti langit, bumi, angin, dan udara ikut
bersedih dan menangis jika terdapat orang shalih meninggal dunia, sebab ia
101
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm., Juz 4, h. 260; ‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr,
Jilid 3, h. 280
102
al-Âlûsî, Rûh al-Ma’ânî, Juz 27, h. 111
95
telah melakukan berbagai aktivitas yang baik dengan menggunakan sarana dan
kematian orang-orang yang jahat itu.104 Begitulah juga yang terjadi dengan
Fir’aun dan bala tentaranya, saat mati digulung ombak, sebagaimana yang
ﻦ
َ ﻈﺮِﻳ
َ ُﻣ ْﻨ ض َوﻣَﺎ آَﺎﻧُﻮا
ُ ﻷ ْر
َ ﺴﻤَﺎ ُء وَا
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ُﻢ اﻟ ﱠ
َ ﺖ
ْ ﻓَﻤَﺎ َﺑ َﻜ
Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi
tangguh.
Fir’aun adalah sosok manusia yang terkenal angkuh dan sombong luar
dirinya sebagai tuhan yang paling tinggi di hadapan para pembesarnya dan
kekuasaannya dan tidak mengakui dirinya sebagai tuhan. Apa yang telah
dilakukan oleh Fir’aun dan para pengikutnya adalah bentuk dosa terbesar yang
pada akhirnya tidak mendapatkan ampunan dari Allah, karena ruh telah berada
di kerongkongan.
103
Pandangan Imam al-Qurtubî ini didasarkan kepada Imam ‘Ali r.a.yang menyatakan: “Jika
hamba salih meninggal dunia, niscaya akan menangis tempat shalatnya di bumi dan tempat naik
amalnya dari langit dan bumi.” Lihat ‘Abdullâh Ibn al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, (Kairo: Dâr
al-‘Aqîdah, 2004), Cet. I, h. 220
104
Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda, h. 3
96
Tentang ayat di atas (QS.44:29), Imam Ibn Katsîr menjelaskan bahwa
mereka tidak memiliki amal-amal salih yang akan naik ke langit yang
menyebabkan langit akan menangis. Mereka juga tidak punya satu tempatpun
di bumi yang mereka gunakan untuk mengabdi kepada Allah. Itulah sebabnya,
mendapatkan azab dari Allah tanpa ditangguhkan. Itu semua terjadi, karena
mereka tidak memiliki kebaikan jasmani dan ruhani, sehingga kematian dan
ن
َ َﺗ َﺬ ﱠآﺮُو ﻦ َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ
ِ ﺟ ْﻴ
َ ﺧَﻠ ْﻘﻨَﺎ َز ْو
َ ﻲ ٍء
ْ ﺷ
َ ﻦ ُآﻞﱢ
ْ َو ِﻣ
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat akan kebesaran Allah.”
Merujuk pada ayat di atas, maka pembahasan menangis tidak terlepas dari
pembahasan tertawa. Hal ini penting dibahas untuk: (1) mengetahui perbedaan
menangis dan tertawa; dan (3) mengetahui sebab-sebab menangis dan tertawa,
105
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 4, h. 142
106
Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda, h. 4
97
diharapkan setiap individu dapat menjaga keseimbangan jiwanya dalam
peluang yang sama untuk diklaim sebagai ekspresi jiwa yang posisitif atau
negatif. Seluruh perilaku manusia, termasuk dalam hal menangis dan tertawa,
tidak netral etik, namun sarat etik. Artinya, menangis dan tertawa akan dapat
melahirkan hukum kontradiktif, pahala atau dosa dan manfaat atau madharat.
manusia. Seseorang akan tertawa ketika mengetahui dirinya lulus mengikuti tes
mengetahui bahwa dirinya tidak lulus dalam tes tersebut. Seorang guru akan
tertawa menghadapi muridnya yang pandai dan patuh. Tetapi ia akan menangis
membawa kematian bagi pasiennya. Seorang ibu yang mengandung akan tertawa ketika
mengetahui bayinya lahir dengan sempurna, sehat, tanpa cacat sedikitpun. Namun, ia
masyarakat. Meski demikian, yang perlu dipahami adalah apa arti dan fungsi dari
107
Ibid, h. 60
98
tangisan atau tertawa yang dilakukan oleh seseorang. Ini sangat perlu untuk
diketahui dengan harapan agar jiwanya tetap stabil, dan yang tak kalah
pentingnya, agar perilakunya dalam menangis dan tertawa sesuai dengan yang
rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan mengeluarkan suara (pelan,
riang, lucu dan jenaka, meskipun dalam hal-hal tertentu keduanya tidak selalu
intensionalitas, yaitu tertawa kepada (laughing at) dan tertawa bersama (laughing
with). Selain itu, tertawa selalu menciptakan suatu perspektif mengambil jarak dan
sekaligus menciptakan suatu relasi dalam corak tertentu antara pihak yang
Hidupnya terasa damai, tenang, tanpa dikejar-kejar oleh rasa takut dan cemas. Hal
Tertawa seperti ini adalah tidak wajar dan telah melampaui batas sehingga akan
mengakibatkan kekerasan hati (qaswah al-qalb) yang dapat menjauhkan diri dari
Allah swt.
108
Tim Penyusun, Kamus Besar bahasa Indonesia, h. 1150
109
Hanna Djumhana Bastaman, Meraih hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan
Pengalaman Tragis, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 81-82
99
Berikut ini akan disebutkan beberapa macam tertawa positif, yaitu yang
dianggap baik menurut kriteria agama dan baik pula untuk aktualisasi insani.
Macam-macamnya adalah:
ﺮ ٌة
َﺸِ ﺴ َﺘ ْﺒ
ْ ُﻣ ﺣ َﻜ ٌﺔ
ِ ﺴ ِﻔ َﺮ ٌة
ﺿَﺎ
ْ ُوﺟُﻮ ٌﻩ َﻳ ْﻮ َﻣ ِﺌ ٍﺬ ُﻣ
“Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira
ria.”(QS’Abasa/80:38-39)
Tertawa yang dimaksud oleh ayat di atas adalah tertawa yang dialami
oleh para penghuni surga pada hari kiamat kelak. Syaikh Ali as-Sabuni
karena senang dan gembira. Mereka juga tertawa gembira dan bahagia dengan
namun akan tetap diberikan selama-lamanya. Hal ini berbeda, jika anugerah
Allah itu disikapi dengan wajah cemberut sehingga Pemberinya tidak akan
ﻚ اﱠﻟﺘِﻲَ ﺷ ُﻜ َﺮ ِﻧ ْﻌ َﻤَﺘ
ْ ن َأ
ْ ﻋﻨِﻲ َأ
ْ ب َأ ْو ِز
ل َر ﱢ َ ﻦ َﻗ ْﻮِﻟﻬَﺎ َوﻗَﺎ
ْ ﺣﻜًﺎ ِﻣ ِ ﺴ َﻢ ﺿَﺎ َﻓَﺘَﺒ ﱠ
ﺧْﻠﻨِﻲ
ِ ﻞ ﺻَﺎِﻟﺤًﺎ َﺗ ْﺮﺿَﺎ ُﻩ َوَأ ْد َ ﻋ َﻤْ ن َأ
ْ ي َوَأ ﻲ وَﻋَﻠَﻰ وَاِﻟ َﺪ ﱠ ﻋَﻠ ﱠ
َ ﺖَ َأ ْﻧ َﻌ ْﻤ
َك اﻟﺼﱠﺎﻟِﺤِﻴﻦ َ ﻋﺒَﺎ ِد
ِ ﻚ ﻓِﻲَ ﺣ َﻤِﺘ
ْ ِﺑ َﺮ
Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut
itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri
110
‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Jilid 3, h. 522
100
nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang
ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan
masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu
yang saleh". (QS.al-Naml/27:19)
dikategorikan sebagai tertawa gila, sebab tertawa itu tanpa disertai bukti
Islam menilainya lain. Apa yang dilakukan oleh Sulaiman as.adalah di antara
tertentu. Orang yang tidak mengerti, boleh jadi akan menduganya sebagai
orang gila. Namun, sesungguhnya ia tertawa dan tersenyum karena ada sebab-
berikan kepadanya.111
penuh gairah, optimis, dan riang gembira. Allport menyatakan: “Orang yang
sakit jiwa (neurotis) yang belajar menertawakan dirinya sendiri dapat menjadi
tertawa sendiri ketika ia merenungi masa lalunya yang unik. Betapa tidak
menggelikan, ia pernah membuat sebuah patung yang terbuat dari bahan roti
101
memakannya. Ia telah mencipatkan tuhan dengan tangannya sendiri, dan ia
1. Tertawa yang melalaikan dari ingat (dzikr) kepada Allah. Allah menyatakan:
ﺴ ْﻮ ُآ ْﻢ ِذ ْآﺮِي َو ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ
َ ﺨﺮِﻳًّﺎ ﺣَﺘﱠﻰ َأ ْﻧ
ْﺳ
ِ ﺨ ْﺬ ُﺗﻤُﻮ ُه ْﻢ
َ ﻓَﺎ ﱠﺗ
ن َ ﺤﻜُﻮ َﻀ ْ َﺗ
Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu
mengejek mereka menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu
selalu menertawakan mereka.(QS.al-Mu’minûn/23:110)
ل
ُ ﻻ َأ ُﻗ ْﻮ
َ ل
َ ﻋ ُﺒﻨَﺎ ﻗَﺎ
ِ ﻚ ُﺗﺪَا
َ ﷲ ِإ ﱠﻧ
ِ لا
َ ﺳ ْﻮ
ُ ل ﻗَﺎُﻟﻮْا ﻳَﺎ َر
َ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ﻗَﺎ
ْ ﻦ َأ ِﺑ
ْﻋَ
113
ﻻ ﺣَﻘًّﺎ
ِإ ﱠ
Dari Abû Hurairah ia berkata: Mereka (sahabat) berkata: Ya Rasulullah,
sesungguhnya engkau telah bersenda gurau dengan kami. Rasulullah
menjawab: “Sesungguhnya aku tidak mengatakan kecuali yang benar.”(HR al-
Tirmidzî dan Ahmad)
2. Tertawa yang mengejek atas peringatan Rasulullah. Hal ini sebagaimana yang
ن
َ َﺗ ْﺒﻜُﻮ ﻻ
َ ن َو
َ ﺤﻜُﻮ
َﻀْ ن
َو َﺗ
َ ﺠﺒُﻮ
َ ﺚ َﺗ ْﻌ
ِ ﺤﺪِﻳ
َ ﻦ َهﺬَا ا ْﻟ
ْ َأ َﻓ ِﻤ
Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu
mentertawakan dan tidak menangis? (QS.al-Najm/53:59-60)
Ayat yang berbentuk kalimat tanya (istifhâm) ini merupakan bentuk celaan
113
al- Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Birr wa al-Silah, h. 241; Ahmad, al-
Musnad, Juz 2, h. 340
102
menginformasikan tentang akan terjadinya hari kiamat dan hal-hal lainnya,
mereka tertawa sebagai ejekan dan olokan, dan tidak menangis sebagaimana
ayat: Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan
ن
َ ﺤﻜُﻮ
َﻀ
ْ َﻓَﻠﻤﱠﺎ ﺟَﺎ َء ُه ْﻢ ﺑِﺂﻳَﺎ ِﺗﻨَﺎ إِذَا ُه ْﻢ ﻣِ ْﻨﻬَﺎ َﻳ
Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-
mukjizat Kami dengan serta merta mereka mentertawakannya. (QS.al-
Zukhrûf/43:47)
3. Tertawa terbahak-bahak dan terpingkal-pingkal yang dapat mengeraskan hati.
ن
ﻀﺤِﻚَ َﻓِﺈ ﱠ َ ρﷲ
ﻻ ُﺗ ْﻜﺜِﺮُوااﻟ ﱠ ِ لا
ُ ﺳ ْﻮ
ُ ل َر
َ ل ﻗَﺎ َ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ﻗَﺎ
ْ ﻦ َأ ِﺑ
ْﻋ َ
114
ﺐ
َ ﺖ ا ْﻟ َﻘ ْﻠُ ﻚ ُﺗ ِﻤ ْﻴ
َﺤ ِﻀ َآ ْﺜ َﺮ َة اﻟ ﱠ
Dari Abû Hurairah ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: “Janganlah
kalian memperbanyak tertawa, karena memperbanyak tertawa itu dapat
mengeraskan hati.”(HR al-Tirmidzî, Ibn Mûjah, dan Ahmad )
ﻦ
ْ ﺠ ًﺔ ِﻣ
ﺞ َﻣ ﱠ
ﺤ َﻜ ًﺔ َﻣ ﱠ
ْﺿ
َ ﻚ
َ ﺤ
ِﺿَ ﻦ
ْ ل َﻣ
َ ﻦ ﻗَﺎ
ٍ ﺴ ْﻴ
َﺣُ ﻦ
ِ ﻲ ْﺑ
ﻋِﻠ ﱢ
َ ﻦ ْﻋ َ
115
ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ ِﻢ
Barangsiapa yang tertawa dengan satu tertawaan (yang keras), maka
(sebagian) ilmunya dicabut dengan sekali cabutan.(HR al-Dûrimî dari ‘Ali bin
Husein)
114
Sanad Hadis ini sahih karena para rawinya tsiqât. Lihat: Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz
2, Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no. Hadis 4193 h. 1403; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî.,
Juz 3, Abwâb al-Zuhd, no. hadis 2407, h. 377-378; Ahmad, al-Musnad, Juz 2, h. 340; Isnad Hadis ini
sahih dan para rawinya tsiqat.
115
al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, Juz 1, Kitâb al-Muqaddimah Bâb al-Rihlah fî Talab al-‘Ilm,
no. hadis 583, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 2000), Cet. I, , h. 136
103
4. Tertawa kedustaan yang dapat menyakitkan hati orang lain. Ia sengaja
dalam pandangan al-Qur’an, tidak ada sesuatupun yang lahir dari diri manusia,
melainkan ada konsekuensi yang akan diterimanya. Jika baik dan sesuai dengan
tuntunan agama, maka ia akan menerima ganjaran pahala. Namun, jika buruk dan
tidak sesuai dengan petunjuk agama, ia akan menerima dosa. Dan kesemuanya itu
akan sangat berpengaruh kepada suasana kehidupan yang akan ia rasakan, bahagia
ataupun sengsara, di dunia ataupun di akhirat. Tentang menangis dan tertawa ini,
ﷲ
ِ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ وَا
َ ل ﻳَﺎ ُأ ﱠﻣ َﺔ ُﻣَ ﻗَﺎρ ﷲ ِ لا َ ﺳ ْﻮ
ُ ن َر
ﷲ ﻋَ ْﻨﻬَﺎ َأ ﱠ ُ ﻲا َﺿ ِ ﺸ َﺔ َرَ ﻦ ﻋَﺎ ِﺋ ْﻋ َ
117
ﺖ
ُ ﻞ َﺑﻠﱠ ْﻐ
ْ ﻻ َه َ ﻼ َأ
ً ﺤ ْﻜُﺘ ْﻢ َﻗِﻠ ْﻴ
ِﻀَ ﻋَﻠ ُﻢ َﻟ َﺒ َﻜ ْﻴُﺘ ْﻢ آَﺜِ ْﻴﺮًا َوَﻟ
ْ ن ﻣَﺎ َأ
َ َﻟ ْﻮ َﺗ ْﻌَﻠ ُﻤ ْﻮ
Dari ‘Aisyah r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Wahai umat
Muhammad! Demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui,
niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Ingatlah, bukankah aku
telah menyampaikan.(HR.al-Bukhârî dan Muslim)
116
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ Man Takallama, no.
hadis 2417, h. 382; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 4, Kitâb al-Âdâb Bâb fî al-Kadzib, no. hadis
4990, h. 298; al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, Jilid 2, Kitâb al-Isti’dzân Bâb fî al-lazdî yakdzibu, no. hadis
2702, h. 176; Ahmad, al-Musnad, Juz 5, h. 5; Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h.
393
117
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî., Juz 6, Kitâb al-Nikâh Bâb al-Ghairah, h. 156; Muslim,
Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb Salâh al-Istisqâ Bâb Salâh al-Kusûf., h. 357-358
104
BAB III
MENANGIS DALAM KONSEP HADIS
Dalam sebuah hadis riwayat Imam al-Bukhârî (w.256 H.), Imam Muslim
(w.261 H.), Imam Abû Dâwûd (w.275 H.), Imam al-Tirmidzî (w.279 H.), dan
Imam Ahmad (w.241 H.) disebutkan:
ل َا ْﻗ َﺮُأ
َ ﻲ ﻗَﺎ ﻋَﻠ ﱠَ ﺴ ُﻌ ْﻮ ٍد ِإ ْﻗ َﺮ ْأ
ْ ﻦ َﻣ ِ ﷲ ْﺑِ ِﻟ َﻌ ْﺒ ِﺪ اρ ﻲ ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡَ ل ﻗَﺎَ ﻦ ِإ ْﺑﺮَا ِه ْﻴ َﻢ ﻗَﺎْﻋ َ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ
َ ل َﻓ َﻘ َﺮَأ َ ي ﻗَﺎ
ْ ﻏ ْﻴ ِﺮ َ ﻦ ْ ﺳ َﻤ َﻌ ُﻪ ِﻣ
ْ ن َاْ ﺣﺐﱡ َا ِ ﻲ ُا
ْ ل ِإ ﱢﻧَ ﻚ ُا ْﻧﺰِلَ؟ ﻗَﺎ
َ ﻋَﻠ ْﻴ َ ﻚ َو َ ﻋَﻠ ْﻴ
َ
ﺸ ِﻬ ْﻴ ٍﺪ َ ﻞ ُا ﱠﻣ ٍﺔ ِﺑ
ﻦ ُآ ﱢ ْ ﺟ ْﺌ َﻨﺎ ِﻣ ِ ﻒ ِا َذا َ ﺳ ْﻮ َر ِة اﻟ ﱢﻨﺴَﺎ ِء ِإﻟَﻰ َﻗ ْﻮِﻟ ِﻪ ) َﻓ َﻜ ْﻴُ ل ِ ﻦ َا ﱠو ْ ِﻣ
118
ﺷ ِﻬ ْﻴ ًﺪا( ﻓَﺒَﻜَﻰ َ ِ ﻻء َ ﻋَﻠﻰ ه ُﺆ َ ﻚ َ ﺟ ْﺌ َﻨﺎ ِﺑ
ِ َو
Dari Ibrahim dia berkata: “Nabi saw. pernah berkata kepada Abdullah bin
Mas’ud r.a.: ‘Bacakanlah untukku (al-Qur’an)!’ Ibnu Mas’ud berkata: ’Apakah aku
akan membacakannya untukmu, sedangkan ia diturunkan kepadamu?‘ Beliau
menjawab: ‘Sesungguhnya aku suka mendengarnya dari orang lain.‘ lalu Ibnu
Mas’ud membacakannya dari awal surat An-nisa sehingga ketika sampai pada ayat
“(Maka bagaimanakah {halnya orang-orang kafir nanti}, apabila kami mendatangkan
seorang saksi {Rasul} dari tiap-tiap umat dan kami mendatangkan kamu
{Muhammad} sebagai saksi atas mereka itu {sebagai umatmu}”) – QS. al-Nisâ:41
Maka beliau pun menangis.”
ayat-ayat al-Qur’an. Dan tetesan air mata Rasul di atas adalah wujud dari
118
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 5, Kitâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb Fakaif Idzâ Ji’nâ min
Kull Ummah, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1986), h.180 & Juz 6 kitâb fadâ’il al-Qur’ân Bâb Qaul al-Muqri
li al-Qâri Hasbuk, h. 113-114; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Masâjid wa Mawâdi’ al-
Salâh Bâb Fadl Istimâ’ al-Qur’ân wa Talab al-Qirâ’ah min Hâfizihli al-Istimâ’ wa al-Bukâ ‘inda
al-Qirâ’ah, (Indonesia: Dâr Ihyâ al-Kutub al-‘Arabiyyah, tth), h. 320; al-Tirmidzî, Sunan al-
Tirmidzî, Jilid 4, Abwâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb wa min Sûrah al-Nisâ, no. Hadis 3213, (Indonesia:
Maktabah Dahlân, t.t.), h. 304; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-‘Ilm Bâb fî al-
Qisas, no. Hadis 3668, (Jakarta: Dâr al-Hikmah, tth.)h. 324; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2,
Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no. Hadis 4194, (Indonesia: Maktabah Dahlân, t.t.), h.
1403
105
ﻬ ﺎ
َ َا ْﻗ َﻔﺎُﻟ ب
ٍ ﻋَﻠﻰ ُﻗُﻠ ْﻮ
َ ن َا ْم
َ ن ا ْﻟ ُﻘ ْﺮا
َ ﻼ َﻳ َﺘ َﺪ ﱠﺑ ُﺮ ْو
َ َا َﻓ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ataukah hati
mereka terkunci?” (QS. Muhammad/47:24)
Itulah sebabnya, Imam al-Qurtubî (w.567 H.) mengatakan: ”Para ulama
khitâb (firman) Allah yang ditujukan kepada hamba-hambanya.” Oleh karena itu,
mentafakkurinya, maka dia sama seperti orang yang tidak membacanya dan tidak
menyaksikannya dengan hati dan pemahaman, tidak lengah dan tidak lalai. Kondisi inilah
yang memberikan pengaruh kuat kepada beliau sehingga tatkala al-Qur’an dibacakan,
maka beliau akan diliputi rasa takut dan akhirnya meneteskan air mata. Tetesan air mata
yang keluar saat beliau mendengar firman Allah di atas, menurut para ulama
sebagaimana yang dikutip oleh Imam al-Qurtubî (w.567 H.) terjadi karena keagungan
kandungan ayat tersebut, yaitu pemandangan yang menyeramkan dan keadaan yang
mencekam di hari kiamat. Saat itu para nabi akan dihadirkan sebagai saksi bagi umat
mereka untuk membenarkan dan mendustakan. Sedang Nabi saw. akan dihadirkan
Ketika menjelaskan hadis di atas, Ibn Hajar al-‘Asqalânî (w.852 H.) mengutip
pandangan Imam al-Ghazâlî (w.505 H.) yang menyatakan: “Disunahkan menangis saat
119
Khumais As-Sa’id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. dan Para Sahabat
Menangis, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 1426/2005), h. 51
120
Ibid, h. 78
106
membaca al-Qur’an. Dan cara menghadirkan tangis saat membaca al-Qur’an adalah
dengan menghadirkan kepada kalbunya rasa sedih dan rasa takut, dengan merenungi
segala ancaman yang keras dan janji-janji di dalamnya. Kemudian mengingatkan segala
pelanggaran yang dia lakukan dalam hal tersebut. Jika dia tidak bisa menghadirkan
kesedihan, maka hendaklah dia menangis atas hilangnya kemampuan untuk itu dan
menangis saat merenungi surat Ibrâhîm ayat 36 dan surat al-Mâidah ayat 118
berikut ini:
ﻋ ﱠﺰ
َ ﷲ ِ لا َ ﻼ َﻗ ْﻮ َ َﺗρ ﻲ ن اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠص َأ ﱠ ِ ﻦ ا ْﻟﻌَﺎ ِ ﻦ ﻋَ ْﻤﺮِو ْﺑ ِ ﷲ ْﺑ ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا َ ﻦ ْﻋ َ
ﻦ َﺗ ِﺒ َﻌﻨِﻲ ْ س َﻓ َﻤ ِ ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ْ ﻦ َآﺜِﻴﺮًا ِﻣ َ ﺿَﻠ ْﻠ
ْ ب إِﻧﱠ ُﻬﻦﱠ َأ ﻞ ﻓِﻲ ِإ ْﺑﺮَاهِﻴ َﻢ َر ﱢ ﺟﱠَ َو
ك
َ ﻋﺒَﺎ ُد ِ ن ُﺗ َﻌ ﱢﺬ ْﺑ ُﻬ ْﻢ َﻓِﺈ ﱠﻧ ُﻬ ْﻢْ ﻼم ِإ َﺴﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ اﻟ ﱠ َ ل ﻋِﻴﺴَﻰ َ َﻓِﺈ ﱠﻧ ُﻪ ِﻣﻨﱢﻲ اﻵ َﻳ َﺔ َوﻗَﺎ
ل اﻟﱠﻠ ُﻬﻢﱠ ُأ ﱠﻣﺘِﻲ َ ﺤﻜِﻴ ُﻢ َﻓ َﺮ َﻓ َﻊ َﻳ َﺪ ْﻳ ِﻪ َوﻗَﺎ َ ﺖ ا ْﻟ َﻌﺰِﻳ ُﺰ ا ْﻟَ ﻚ َأ ْﻧَ ن َﺗ ْﻐ ِﻔ ْﺮ َﻟ ُﻬ ْﻢ َﻓِﺈ ﱠﻧ
ْ َوِإ
ﻚ
َ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َر ﱡﺑ
َ ﺐ إِﻟَﻰ ُﻣ ْ ﻞ ا ْذ َه ُ ﺟ ْﺒﺮِﻳ
ِ ﻞ ﻳَﺎ ﺟﱠَ ﻋ ﱠﺰ َو َ ﷲ ُ لا َ ُأ ﱠﻣﺘِﻲ َو َﺑﻜَﻰ َﻓﻘَﺎ
ل
ُ ﺧ َﺒ َﺮ ُﻩ َرﺳُﻮ ْ ﺴَﺄَﻟ ُﻪ َﻓَﺄ َ ﻼم َﻓ َﺴ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ اﻟ ﱠ
َ ﻞ ُ ﺟ ْﺒﺮِﻳ
ِ ﻚ َﻓَﺄﺗَﺎ ُﻩ َ ﺴ ْﻠ ُﻪ ﻣَﺎ ُﻳ ْﺒﻜِﻴ َ ﻋَﻠ ُﻢ َﻓ
ْ َأ
ﻞ
ْ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َﻓ ُﻘ
َ ﺐ إِﻟَﻰ ُﻣ ْ ﻞ ا ْذ َه ُ ﺟ ْﺒﺮِﻳِ ﷲ ﻳَﺎ ُ لا َ ﻋَﻠ ُﻢ َﻓﻘَﺎ
ْ ل َو ُه َﻮ َأ َ ِﺑﻤَﺎ ﻗَﺎρ ﷲ ِ ا
ك
َ ﻻ َﻧﺴُﻮ ُء َ ﻚ َو َ ﻚ ﻓِﻲ ُأ ﱠﻣ ِﺘ َ ﺳ ُﻨ ْﺮﺿِﻴ َ ِإﻧﱠﺎ
Dari ‘Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘As r.a. bahwa Nabi saw. membaca firman
Allah dalam surat Ibrâhîm (Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah
menyesatkan kebanyakan manusia. Maka, barangsiapa yang mengikutiku, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golonganku…QS.Ibrâhîm:36). Dan Isa a.s
berkata (Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah
hamba-hamba Engkau. Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya
Engkau-lah Yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana. – QS.al-Mâidah:118-) Lalu
beliau mengangkat kedua tangannya seraya berucap sambil menangis: “Ya Allah,
umatku, umatku!” lalu Allah berfirman: “Wahai Jibril, pergilah kepada
(datangilah) Muhammad, dan Tuhanmu lebih mengetahui, lalu tanyakan
kepadanya, apa yang menyebabkanmu menangis!” Kemudian Jibril mendatangi
beliau dan bertanya kepadanya. Maka Rasulullah saw. memberitahu kepada Jibril
a.s. mengenai apa yang dikatakan, dan Dia lebih mengetahui.Lalu Allah
121
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî Syarh Sahîh al-Bukhârî, (Beirût: Dâr al-Fikr,
1414/1993), Juz 10, h. 121
107
berfirman: “Wahai Jibril, pergilah kepada (datangilah) Muhammad dan
katakanlah, ‘Sesungguhnya Kami akan meridhaimu terhadap umatmu dan tidak
akan berbuat buruk kepadamu.’” (H.R. Muslim)122
Menurut Imam al-Nawawî (w.675 H.), Hadis di atas mengandung
Pertama: Besarnya rasa kasih sayang yang sempurna serta perhatian Rasul
terhadap kemaslahatan segala urusan umat beliau. Hal ini ditunjukkan dengan
disebutnya umat beliau sambil menangis agar diselamatkan dari siksa Allah.
Ketiga: Kabar gembira untuk umat Nabi Muhammad saw. bahwa Allah
ص َو َﻗ ْﺪ
ٍ ﻦ أَﺑِﻲ َوﻗﱠﺎ ُ ﺳ ْﻌ ُﺪ ْﺑ
َ ﻋَﻠ ْﻴﻨَﺎَ ل َﻗ ِﺪ َمَ ﺐ ﻗَﺎ ِ ﻦ اﻟﺴﱠﺎِﺋ ِ ﻦ ْﺑ
ِ ﺣ َﻤ ْ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟ ﱠﺮَ ﻦ ْﻋ َ
ﻦ َأﺧِﻲ ِ ﺣﺒًﺎ ﺑِﺎ ْﺑ
َ ل َﻣ ْﺮ َ ﺧَﺒ ْﺮُﺗ ُﻪ َﻓﻘَﺎ
ْ ﺖ َﻓَﺄ
َ ﻦ َأ ْﻧ
ْ ل َﻣ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َﻓ َﻘﺎ
َ ﺖ ُ ﺴﱠﻠ ْﻤَ ﺼ ُﺮ ُﻩ َﻓ
َ ُآﻒﱠ َﺑ
ن هَﺬَا ُ َﻳﻘُﻮρِ ل اﷲ
ل ِإ ﱠ َ ﺖ َرﺳُﻮ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ
َ ن ِ ت ﺑِﺎْﻟ ُﻘﺮْﺁِ ﺼ ْﻮ ﻦ اﻟ ﱠ ُﺴ َﺣ َ ﻚ َ ﺑَﻠَﻐَﻨِﻲ َأﱠﻧ
ن َﻟ ْﻢ َﺗ ْﺒﻜُﻮا َﻓَﺘﺒَﺎ َآﻮْا َوَﺗ َﻐﱠﻨﻮْا ِﺑ ِﻪ ْ ن َﻓِﺈذَا َﻗ َﺮْأُﺗﻤُﻮ ُﻩ ﻓَﺎ ْﺑﻜُﻮا َﻓِﺈ ٍ ﺤ ْﺰُ ل ِﺑ َ ن َﻧ َﺰ َ اْﻟ ُﻘﺮْﺁ
124
.ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ َ ﻦ ِﺑ ِﻪ َﻓَﻠ ْﻴ
ﻦ َﻟ ْﻢ َﻳَﺘ َﻐ ﱠ
ْ َﻓ َﻤ
Dari Abdurrahmân bin al-Sâ’ib ia berkata: “Sa’ad bin Abî Waqqâs datang
kepada kami, dan ketika itu penglihatannya sudah terganggu. Aku mengucapkan
salam kepadanya, lalu ia bertanya: ’Siapa anda? ‘Akupun memberitahu tentang
122
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îmân Bâb Du’â al-Nabî saw.li Ummatih wa
Bukâ’ih Syafaqah ‘alaihim, h.107
123
al-Nawawî, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 1415/1994), Jilid 2,
h. 80
124
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah,Juz 1, Kitâb Iqâmah al-Salâh wa al-Sunnah fîhâ Bâb fî
Husn al-Saut bi al-Qur’ân, no. Hadis 1337 h. 424; Dalam sanad ini terdapat Abû Râfi’ (Ismâ’îl ibn
Râfi’). Dia adalah rawi daif dan matruk.
108
diriku. Iapun berkata: ’Selamat datang wahai anak saudaraku! Telah sampai berita
kepadaku bahwa engkau memiliki suara yang indah saat membaca al-Qur’an. Aku
telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya al-Qur’an turun
dengan kesedihan. Jika kalian membacanya, maka menangislah. Jika tidak
menangis, maka hendaklah pura-pura menangis. Merdukanlah bacaan al-Qur’an .
Barangsiapa yang tidak memerdukan al-Qur’an dengan suaranya, maka ia tidak
termasuk golongan kami.” (H.R. Ibn Mâjah)
Dan menurut Imam al-Nawawî (w.675 H.), menangis saat membaca al-
Qur’an adalah sifat para arifin dan syi’ar para salihin. 125
mukmin. Bahkan Rasul menyebutkan bahwa mukmin yang cerdas adalah yang
yang terpasung oleh tipu dayanya dan yang cinta pada kemegahannya, hatinya
akan lalai dan lengah untuk mengingat kematian. Jika diingatkan, maka dia
akan berlari darinya. Mereka itulah yang oleh Allah disinyalir melalui firman-
Nya:
ﻋﺎِﻟ ِﻢ
َ ن ِاَﻟﻰ
َ ﻼ ِﻗ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ُﺛ ﱠﻢ ُﺗ َﺮ ﱡد ْو
َ ن ِﻣ ْﻨ ُﻪ َﻓِﺎ ﱠﻧ ُﻪ ُﻣ َ ي َﺗ ِﻔ ﱡﺮ ْو ْ ت اﱠﻟ ِﺬ َ ن ا ْﻟ َﻤ ْﻮ
ﻞ ِا ﱠْ ُﻗ
ن َ ﺸ َﻬﺎ َد ِة َﻓ ُﻴ َﻨ ﱢﺒ ُﺌ ُﻜ ْﻢ ِﺑ َﻤﺎ ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ َﺗ ْﻌ َﻤُﻠ ْﻮ
ﺐ َواﻟ ﱠ ِ ا ْﻟ َﻐ ْﻴ
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka
sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan
dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu
Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS.al-Jumu’ah/62:8)
Bagi orang yang bertaubat, mengingat kematian merupakan sarana
125
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî Syarh Sahîh al-Bukhârî, Juz 10, h. 121
126
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd, Bâb Dzikr al-Maut wa al-Isti’dâd
lah, no. Hadis 4259, h. 1423
109
Bahkan, mungkin dia akan membenci kematian karena takut akan dijemput
Kebencian seperti ini dapat dimaklumi karena akan memotivasi dirinya untuk
pintu gerbang yang mengalihkan seseorang dari alam dunia yang fana menuju
alam akhirat yang kekal abadi. Bagi orang-orang yang arif & salih, muncul
kenikmatan hidup serta jauh dari hingar bingarnya kehidupan dunia yang
mau mengambil pelajaran dan pemikiran bagi orang yang mau berpikir.127 .
110
Dari Anas bin Mâlik r.a. dia berkata : Kami pernah masuk bersama
Rasulullah ke rumah Abû Saif, seorang pandai besi dan dia adalah sebagai
zi’ir (istrinya menyusui) bagi Ibrahim, lalu Rasulullah saw. memegang
Ibrahim, kemudian memeluk dan menciuminya. Setelah itu, kamipun masuk
menemuinya sedang Ibrâhîm terbujur seorang diri. Maka kedua mata
Rasulullah meneteskan air mata, lalu Abdurrahmân bin Auf bertanya kepada
beliau: ‘Engkau juga menangis, ya Rasulullah? “beliau pun menjawab:
“Wahai Ibn ‘Auf, sesungguhnya tetesan air mata ini adalah rahmat.”
Kemudian diikuti dengan lainnya, lalu beliaupun bersabda; “Sesungguhnya
mata ini telah berlinang, hati bersedih, dan kami tidak mengatakan kecuali apa
yang diridhai oleh Tuhan kami. Dan sesungguhnya kami sangat bersedih atas
kepergianmu, wahai Ibrâhîm.” (H.R. al-Bukhârî, Muslim, al-Tirmidzî, Abû
Dâwûd, Ibn Mâjah, dan Ahmad)
Sebagaimana yang tersebut pada hadis di atas, ketika Ibrâhîm telah
matanya. Kenyataan ini menakjubkan para sahabat yang hadir, karena dalam
ketika musibah datang dan pernyataan beliau bahwa mayat akan disiksa
129
ﻦ ا ْﻟ ُﺒ َﻜﺎِء
ِﻋ
َ َا َوَﻟ ْﻢ َﺗ ْﻨ َﻪ,ﻲ
ْ ﷲ َﺗ ْﺒ ِﻜ
ِ لا
َ ﺳ ْﻮ
ُ ﺖ ﻳَﺎ َر
ُ َﻓ ُﻘ ْﻠ
Saya bertanya: “Ya Rasulullah, anda menangis? Bukankah anda melarang
(kami) dari menangis?”
Atas keheranan sahabatnya itu, Rasul menegaskan: “Wahai Ibn ‘Auf,
meneteskan airnya, hati bersedih, dan kami hanya mengatakan apa yang
‘alâ al-Mayyit, no. Hadis 1589, h. 506-507; Ahmad, Musnad Ahmad, Juz 3, h. 237
129
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî, Juz 3, h. 526
111
wahai Ibrahim.”
Menurut Ibnu Batal dan lainnya sebagaimana yang dikutip Imam Ibn
Hajar (w.852 H.), Hadis ini menjelaskan adanya tangisan dan kesedihan yang
dibolehkan. Tetesan air mata yang keluar karena lembutnya kalbu tanpa murka
anjuran untuk mencium anak, menyusui anak, mengunjungi orang yang lebih
utama. 130
menangis dan bersedih atas orang yang sakit. Hal tersebut tidak bertentangan
dengan konsep ridha terhadap takdir (Allah). Bahkan, tangisan itu dipandang
sebagai rahmat yang Allah jadikan di dalam hati hamba-hambanya. Yang dicela
itu adalah ratapan yang berlebihan (nadb & niyâhah), kata-kata celaka (wail &
matanya dunia tampak kecil dan semua yang ada di dalamnya menjadi hina.132
Pada suatu hari, Ibn Mu’tî pernah melihat rumahnya, lalu ia terkagum-kagum
130
Ibid, Juz 3, h. 526 ; Muh. Syams al-Haqq Abâdî, ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî
Dâwûd, (Beirût: Dâr al-Fikr, tth), Juz 8, h. 394
131
al-Nawawî, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî., Jilid 8, h. 85
132
Ahmad Farîd, al-Bahr al-Râ’iq fî al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h. 260
112
pada keindahannya dan kemudian menangis seraya berucap, “Demi Allah,
kalau bukan karena kematian, niscaya aku akan bahagia bersamamu. Dan
kalau bukan karena kita akan kembali ke kuburan yang sempit, niscaya kami
Oleh karena itu, sudah sepatutnya bagi orang yang kematian menjadi
teman setia, Munkar dan Nakir sebagai teman duduknya, kuburan sebagai
tempat tinggalnya, dan kiamat sebagai waktu yang dijanjikan baginya serta
surga dan neraka sebagai tempat kembalinya, hendaklah dia tidak memiliki
pemikiran lain, kecuali hal tersebut, dan tidak menyiapkan diri kecuali hanya
dan orang yang paling takut kepada Allah. Namun, kematian anaknya tak
meninggal dunia, beliau pun menangis dan meneteskan air mata kasih
113
ﻞ
ٍﺟ َ ﻞ ِإﻟَﻰ َأ ﻋﻄَﻰ َو ُآ ﱞ ْ ﺧ َﺬ َوَﻟ ُﻪ ﻣَﺎ َأ
َ ﷲ ﻣَﺎ َأ ِ نﻞ ِإ ﱠ َﺳ َ ن ﻳَ ْﺄﺗِﻴَﻬَﺎ َﻓَﺄ ْر
ْ ِإَﻟ ْﻴ ِﻪ َأ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َﻓﻘَﺎ َمَ ﺖ ْ ﺴ َﻤَ ﺖ ِإَﻟ ْﻴ ِﻪ َﻓَﺄ ْﻗ
ْ ﺳَﻠَ ﺐ َﻓَﺄ ْر ْ ﺴِ ﺤ َﺘْ ﺼ ِﺒ ْﺮ َو ْﻟ َﺘْ ُﻣﺴَﻤًّﻰ َﻓ ْﻠ َﺘ
ﻋﺒَﺎ َد ُة ُ ﺐ َو ٍ ﻦ َآ ْﻌ ُ ﻲ ْﺑ
ﻞ َوُأ َﺑ ﱡ ٍ ﺟ َﺒ
َ ﻦُ ﺖ َﻣ َﻌ ُﻪ َو ُﻣﻌَﺎ ُذ ْﺑ ُ َو ُﻗ ْﻤρ ﷲ ِ لا ُ َرﺳُﻮ
ﺴ ُﻪ ُ ﻲ َو َﻧ ْﻔ اﻟ ﱠρ ﷲ
ﺼ ِﺒ ﱠ ِ ل ا َ ﺧ ْﻠﻨَﺎ ﻧَﺎوَﻟُﻮا َرﺳُﻮ َ ﺖ َﻓَﻠﻤﱠﺎ َد ِ ﻦ اﻟﺼﱠﺎ ِﻣ ُ ْﺑ
َ َﻓﻘَﺎρ ﷲ
ل ِ لا ُ ل َآَﺄ ﱠﻧﻬَﺎ ﺷَ ﱠﻨ ٌﺔ َﻓ َﺒﻜَﻰ َرﺳُﻮ َ ﺴ ْﺒ ُﺘ ُﻪ ﻗَﺎ
ِﺣ َ ﺻ ْﺪ ِر ِﻩ
َ َﺗ َﻘ ْﻠ َﻘﻞُ ﻓِﻲ
ﻋﺒَﺎ ِد ِﻩ
ِ ﻦ ْ ﷲ ِﻣ ُ ﺣ ُﻢ ا َ ل إِ ﱠﻧﻤَﺎ َﻳ ْﺮ َ ﻋﺒَﺎ َد َة َأ َﺗ ْﺒﻜِﻲ َﻓﻘَﺎ ُ ﻦ ُ ﺳ ْﻌ ُﺪ ْﺑ َ
136
.ﺣﻤَﺎ َء َ اﻟ ﱡﺮ
Dari Usâmah bin Zaid ia berkata: “seorang anak perempuan Nabi saw.
telah mengirimkan surat kepada beliau, ‘sesungguhnya anakku (mendekati)
kematian, maka kunjungilah kami.’ Maka beliau mengirimkan (surat balasan)
sambil menyampaikan salam dan mengucapkan,’Sesungguhnya milik Allah-
lah apa yang telah di ambil-Nya Dan kepunyaan Allah-lah apa yang telah
diberikan-Nya. Dan setiap yang ada disisi-Nya ada ajal yang telah ditentukan,
maka sabarlah dan carilah ridha Allah,’lalu putri Rasul itu mengirimkan surat
lagi kepada beliau agar mempertimbangkan untuk mengunjunginya.
Kemudian beliaupun berdiri dan ikut juga bersamanya Sa’ad bin Ubadah,
Mu’âdz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsâbit, dan beberapa orang
lainnya. Lalu anak kecil itu diangkat (untuk diserahkan) kepada Rasulullah
saw. sedang jiwa anak itu bergetar tersengal-sengal. Usâmah mengatakan,
‘Seolah-olah aku mengira beliau mengatakan, ‘Jiwanya bagai syannun (suara
tempat air dari kulit yang digerakkan), ‘Lalu air mata beliau bercucuran. Maka
Sa’ad bertanya: “wahai Rasulullah, apa ini?’ Maka beliau menjawab: ‘Ini
adalah rahmat yang Allah jadikan dalam hati hamba-hamba-Nya.
Sesungguhnya Allah melimpahkan rahmat kepada hamba-hamba-Nya yang
penyayang.” (H.R. al-Bukhârî)
Rasa sakit yang diderita orang saat sakaratul maut tidak dapat
melemahkan seluruh anggota tubuh, sehingga boleh jadi tidak ada suara dan
teriakan dari calon mayit karena rasa sakit yang terlalu dalam. Kedukaan demi
kedukaan dialami oleh orang yang tengah sakaratul maut hingga akhirnya
136
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-janâ’iz Bâb Qaul al-Nabî Yu’adzdzabu
al-Mayyit bi Ba’d Bukâ Ahlih ‘Alaih, h. 80, Juz 7, Kitâb al-Aimân wa al-Nudzûr Bâb Qaul Allâh
Ta’âlâ wa Aqsamû bi al-Lâh Jahd Aimânihim, h. 223-224, Juz 8, Kitâb al-Tauhîd Bâb Qaul al-Lâh
Tabâraka wa ta’âlâ Qul Ud’u Allâh, h. 165, Juz 8, Kitâb al-Tauhîd Bâb Mâ Jâ’a fî Qaul Allâh
Ta’âlâ Inna Rahmah Allâh Qarîb min al-Muhsinîn, 186; Muslim, Sahîh Muslim., Juz 1, Kitâb al-
Janâ’iz Bâb al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, h. 367; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-Janâ’iz
Bâb fî al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, no. Hadis 3125, h. 193; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb
al-janâ’iz Bâb Mâ Jâ’a fî al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, no. Hadis 1580, h. 506
114
nyawa sampai ke tenggorokan.
Pada saat itu pandangannya terputus dari dunia dan penghuninya, dan
ditutup pula pintu taubat. Ketika itu, hanya penyesalan yang mengitari para
pelaku dosa dan maksiat. Mengenai hal ini, Mujahid mengatakan bahwa yang
ﻞ َﺗ ْﻮ َﺑ َﺔ ا ْﻟ َﻌ ْﺒ ِﺪ ﻣَﺎ َﻟ ْﻢ
ُ ﷲ َﻳ ْﻘ َﺒ
َ نا َ ﻗَﺎρ ﻲ
ل ِإ ﱠ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ
ْﻋَ ﻋ َﻤ َﺮ
ُ ﻦِ ﻦ ا ْﺑ
ْﻋ َ
137
ﻏ ْﺮ
ِ ُﻳ َﻐ ْﺮ
“Dari Ibn ‘Umar r.a. dari Nabi saw., beliau bersabda: ‘Sesungguhnya
Allah menerima taubat seorang hamba selama (ruh) belum sampai di
tenggorokan.” (H.R. al-Tirmidzî)
115
ﻋَﻠ ْﻴﻬَﺎ
َ ﺿ َﻊ َﻳ َﺪ ُﻩ َ ﺻ ْﺪ ِر ِﻩ ُﺛﻢﱠ َو َ ﻓَﻀَ ﱠﻤﻬَﺎ ِإﻟَﻰρ ﷲ ِ لا ُ ﺧ َﺬهَﺎ َرﺳُﻮَ َﻓَﺄ
ل َﻟﻬَﺎ َ ﻦ َﻓﻘَﺎ ْ َﻓ َﺒ َﻜρ ﷲ
َ ﺖ ُأمﱡ َأ ْﻳ َﻤ ِ لا ِ ي َرﺳُﻮ ْ ﻦ َﻳ َﺪ َ ﻲ َﺑ ْﻴَ ﺖ َو ِهْ ﻀَ َﻓ َﻘ
ﺖ
ْ ك َﻓﻘَﺎَﻟ ِ ρﷲ
ِ ﻋ ْﻨ َﺪ ِ لا ُ ﻦ َو َرﺳُﻮ َ ﻳَﺎ ُأمﱠ َأ ْﻳ َﻤρ ﷲ
َ ﻦ َأ َﺗ ْﺒﻜِﻴ ِ لا ُ َرﺳُﻮ
ِإﻧﱢﻲρ ﷲ ِ لا ُ ل َرﺳُﻮ َ َﻳ ْﺒﻜِﻲ َﻓﻘَﺎρ ﷲ ِ لا ُ ﻻ َأ ْﺑﻜِﻲ َو َرﺳُﻮ َ ﻣَﺎ ﻟِﻲ
ﺨ ْﻴ ٍﺮ
َ ﻦ ِﺑ ُ ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣρ ﷲ ُ لا ُ ل َرﺳُﻮ َ ﺣ َﻤ ٌﺔ ُﺛﻢﱠ ﻗَﺎ ْ ﺖ َأ ْﺑﻜِﻲ َوَﻟ ِﻜ ﱠﻨﻬَﺎ َر ُ ﺴْ َﻟ
ﻋ ﱠﺰ َ َﺤ َﻤ ُﺪ اﻟﱠﻠﻪ ْ ﺟ ْﻨ َﺒ ْﻴ ِﻪ َو ُه َﻮ َﻳ
َ ﻦ
ِ ﻦ َﺑ ْﻴ
ْ ﺴ ُﻪ ِﻣ ُ ع َﻧ ْﻔ ُ ل ُﺗ ْﻨ َﺰ
ٍ ﻋَﻠَﻰ ُآﻞﱢ ﺣَﺎ
138
.ﻞﺟﱠَ َو
Dari Ibnu Abbas ra dia berkata: Ketika puteri Rasulullah saw. akan
mendekati ajal kematian, beliau mengambil puterinya lalu menggendongnya,
merangkul ke dadanya dan selanjutnya meletakkan tangan beliau ke tubuh
puterinya. Kemudian puterinya itupun meninggal di hadapan beliau. Maka,
Ummu Aiman menangis (dengan keras) sehingga Rasulullah saw. bersabda:
“Apakah engkau menangis di dekat Rasulullah?” Ummu Aiman balik
bertanya: “mengapa aku tidak menangis, sedangkan engkaupun pernah
menangis?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku tidak menangis.
Sesungguhnya (tangisan saya) merupakan rahmat.” Beliaupun melanjutkan
dengan sabdanya: “Sesungguhnya seorang mukmin selalu berada dalam
kebaikan dalam setiap keadaan. Sesungguhnya nyawanya dicabut dari dua
sisinya sedang dia dalam keadaan memuji Allah.”
Demikianlah seharusnya yang ditunjukkan seorang mukmin. Apapun
beliau terhadap kematian putrinya, tetapi sebagai tanda cinta dan kasih
Salah seorang sahabat yang dicintai oleh Rasulullah saw. dan lebih
dulu memasuki taman Islam adalah ‘Utsmân bin Maz’ûn (w.2 H.), seorang
ahli ibadah lagi bertakwa, seorang mukhlis lagi bersih, pemberani yang tak
138
al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb al-Janâ’iz Bâb fî al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, no. Hadis
1840, (Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2002), Cet.I., h 314-315
116
pernah gentar, dan seorang pemimpin yang tangguh.
Untuk orang seperti inilah beliau meneteskan air mata ketika Allah
memanggil ke pangkuan-Nya.
ﺖ َو ُه َﻮ
ٌ ن َو ُه َﻮ ﻣَ ﱢﻴ
ٍ ﻈ ُﻌ ْﻮ
ْ ﻦ َﻣ
َ ن ْﺑ
َ ﻋ ْﺜﻤَﺎ
ُ ﻞَ َﻗ ﱠﺒρ ﻲ ن اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ ﺸ َﺔ َأ ﱠ
َ ﻦ ﻋَﺎ ِﺋْﻋ َ
139
ن
َ ﻋ ْﻴﻨَﺎ ُﻩ َﺗ ْﺬ ِرﻓَﺎ
َ ل َ ﻲ َأ ْو ﻗَﺎْ َﻳ ْﺒ ِﻜ
Dari ‘Aisyah (ia berkata): Sesungguhnya Nabi saw. mencium ‘Utsmân bin
Maz’ûn ketika ia telah menjadi mayat sambil menangis. (atau: kedua matanya
meneteskan air mata). (H.R.al- Tirmidzî dan Abû Dâwûd)
Betapa beliau berduka atas kematian ‘Utsmân bin Maz’ûn. Beliau
peluk dan cium sambil meneteskan air mata saat sahabat tercintanya itu
meninggal dunia. Air mata Rasulullah saw. adalah laksana lempengan permata
al-Sâ’ib, yang menghadapkan wajahnya ke negeri yang jauh dari tipu daya
139
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 2, Abwâb al-Janâ’iz Bâb Mâ Jâ’a fî Taqbîl al-
Mayyit, no. Hadis 994, h. 229; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-Janâ’iz Bâb fî
Taqbîl al-Mayyit, no. Hadis 3163, h. 201
117
,ﺠ ﱠﻨ َﺔ
َ ن َﻟ ُﻬ ُﻢ ا ْﻟ
ﺴ ُﻬ ْﻢ َوَأ ْﻣﻮَاَﻟ ُﻬ ْﻢ ِﺑَﺄ ﱠ َ ﻦ َأ ْﻧ ُﻔ
َ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ِﻨ ْﻴ
َ ﺷ َﺘﺮَى ِﻣ ْﷲا َ نا ِإ ﱠ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ﺣَﻘًّﺎ ﻓِﻰ َ ﻋﺪًا ْ َو.ن َ ن َو ُﻳ ْﻘ َﺘُﻠ ْﻮ َ ﷲ َﻓ َﻴ ْﻘ ُﺘُﻠ ْﻮِ ﻞ ا ِ ﺳ ِﺒ ْﻴ
َ ﻲ ْ ن ِﻓ َ ﻳُﻘ ِﺘُﻠ ْﻮ
,ﷲ
ِ ﻦ ا َ ﻦ أَ ْوﻓَﻰ ِﺑ َﻌ ْﻬ ِﺪ ِﻩ ِﻣ ْ َو َﻣ.ن ِ ﻞ َواْﻟ ُﻘﺮْا ِ ﺠ ْﻴ
ِ ﻻ ْﻧ
ِ اﻟ ﱠﺘ ْﻮرَا ِة َو ْا
ﻈ ْﻴ ُﻢ ِ ﻚ ُه َﻮ ا ْﻟ َﻔ ْﻮ ُز ا ْﻟ َﻌَ َو َذِﻟ,ي ﺑَﺎ َﻳ ْﻌ ُﺘ ْﻢ ِﺑ ِﻪ ْ ﺸ ُﺮوْا ِﺑ َﺒ ْﻴ ِﻌ ُﻜ ُﻢ اﱠﻟ ِﺬ
ِ ﺳ َﺘ ْﺒ
ْ ﻓَﺎ
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan
harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di
jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) Janji
yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan al-Qur’an. Dan siapakah
yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah
dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang
besar. (QS. al-Taubah/9:111)
Imam ‘Ali al-Sâbûnî menjelaskan bahwa firman Allah ini merupakan
perumpamaan (tamtsîl) yang paling jelas dan gamblang tentang balasan untuk
pengerahan dan pengorbanan harta dan jiwa mereka di jalan-Nya, dan itu
tiga orang sahabat Rasulullah, yaitu: Zaid bin Hârits (w.8 H.), Ja’far bin Abî
Tâlib (w. 8 H.), dan Abdullâh bin Rawâhah (w.8 H.). Ketiganya telah menjadi
َ َأρ ﻲ
ﺧ َﺬ اﻟﺮﱠا َﻳ َﺔ ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ
َ ل ﻗَﺎَ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﻚ َر ٍ ﻦ ﻣَﺎِﻟِ ﺲ ْﺑ ِ ﻦ َأ َﻧ
ْﻋ َ
ﻦ
ُ ﷲ ْﺑ ُ ﻋ ْﺒ ُﺪ ا
َ ﺧ َﺬهَﺎ َ ﺐ ُﺛﻢﱠ َأَ ﺟ ْﻌ َﻔ ٌﺮ َﻓُﺄﺻِﻴ َ ﺧ َﺬهَﺎ َ ﺐ ُﺛﻢﱠ َأ َ زَ ْﻳ ٌﺪ َﻓُﺄﺻِﻴ
ﺧ َﺬهَﺎ َ ن ُﺛﻢﱠ َأِ َﻟ َﺘ ْﺬ ِرﻓَﺎρ ﷲ ِ لا ِ ﻲ َرﺳُﻮ ْ ﻋ ْﻴ َﻨ
َ ن ﺐ َوِإ ﱠ َ ﺣ َﺔ َﻓُﺄﺻِﻴ َ َروَا
141
.ﺢ َﻟ ُﻪ
َ ﻏ ْﻴ ِﺮ ِإ ْﻣ َﺮ ٍة َﻓ ُﻔ ِﺘ
َ ﻦ ْ ﻦ ا ْﻟ َﻮﻟِﻴ ِﺪ ِﻣ
ُ ﺧَﺎِﻟ ُﺪ ْﺑ
Dari Anas bin Malik r.a. ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Panji dipegang
oleh Zaid lalu terbunuh. Kemudian panji diteruskan oleh Ja’far, lalu iapun
140
Ali al-Sâbûnî, Safwah al- Tafâsîr, (Jakarta: Dâr al-Kutub al-Islâmiyyah, 1420/1999),
Jilid 1, h. 564
141
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-Janâ’iz Bâb al-Rajul Yan’â ilâ Ahl al-
mayyit bi Nafsih, h. 72; Juz 3, Kitâb al-Jihâd wa al-Siyar, h. 203; Juz 4, Kitâb Fadâ’il Ashâb al-
Nabî saw. Bâb Manâqib Khâlid Ibn Wâlid, h. 218; Juz 5, Kitâb al-Maghâzî Bâb ‘Umrah al-Qadâ
h. 87
118
terbunuh. Selanjutnya dipegang oleh Abdullah bin Rawahah, lalu iapun
terbunuh.” Sesungguhnya kedua mata beliau meneteskan air mata. Kemudian
panji diambil alih oleh Khalid bin Walid hingga kemenanganpun dpaat
diraih.” (H.R. al-Bukhârî)
perisai, di samping menjadi daya tarik bagi kabilah Arab. Terlebih ketika
diikuti pula oleh keislaman ‘Umar bin Khattâb r.a (w.23 H.).
Islam, diserahkan kepada Hamzah r.a. (w.3 H.) Dan ketika pasukan Islam
Sahabat yang mulia ini syahid dalam perang Uhud di tangan seorang
budak Habsyi yang bernama Wahsyi. Setelah Hamzah wafat dengan lemparan
dalam perang Badar, mengigit dan mengunyah hati Hamzah karena dendam
Betapa sedih dan pedih Rasulullah saw. menghadapi kenyataan pahit ini,
sehingga tatkala beliau kembali dari perang Uhud dan menyaksikan wanita-wanita
142
Khalid Muh. Khalid, Karakteristik Perihidup Shahabat Rasulullah, (Jakarta: Pustaka
Amani, 1997), Cet.I, h. 200-201
143
Ibid, h. 207
119
Ansar menangisi suami mereka yang terbunuh, beliaupun bertambah sedih.
ﻦ
َ ﻞ َﻳ ْﺒﻜِﻴ
ِ ﺷ َﻬْﻷ َ َﻣ ﱠﺮ ِﺑ ِﻨﺴَﺎ ِءρ ﷲ
َ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا ِ لا َ ن َرﺳُﻮ ﻋ َﻤ َﺮ َأ ﱠ ُ ﻦ ِ ﻦ ا ْﺑْﻋ َ
ﻲ َﻟ ُﻪَ ﻻ َﺑﻮَا ِآ
َ ﺣ ْﻤ َﺰ َةَ ﻦ َﻟ ِﻜ ﱠρ ﷲ ِ لا ُ ل َرﺳُﻮ َ ﺣ ٍﺪ َﻓﻘَﺎ
ُ َه ْﻠﻜَﺎ ُهﻦﱠ َﻳ ْﻮ َم ُأ
َ َﻓﻘَﺎρ ﷲ
ل ِ لاُ ﻆ َرﺳُﻮ َ ﺳ َﺘ ْﻴ َﻘ
ْ ﺣ ْﻤ َﺰ َة ﻓَﺎ َ ﻦ َ ﻷ ْﻧﺼَﺎ ِر َﻳ ْﺒﻜِﻴَ َﻓﺠَﺎ َء ِﻧﺴَﺎ ُء ا
ﻚ َﺑ ْﻌ َﺪ
ٍ ﻋﻠَﻰ هَﺎِﻟَ ﻦ َ ﻻ َﻳ ْﺒﻜِﻴَ ﻦ َو َ ﻦ َﺑ ْﻌ ُﺪ ُﻣﺮُو ُهﻦﱠ َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻨ َﻘِﻠ ْﺒَ ﻦ ﻣَﺎ ا ْﻧ َﻘَﻠ ْﺒ
ﺤ ُﻬ ﱠَ َو ْﻳ
144
( )رواﻩ اﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ واﻟﻄﺒﺮي.ا ْﻟ َﻴ ْﻮ ِم
3. Tangisan Rasulullah saw. di Depan Makam Ummu Kultsûm
Seperti halnya para nabi dan rasul yang lain, Nabi saw. memiliki istri dan
kesempurnaan dan kelengkapan hidup, bukan aib atau kekurangan. Di dalam al-
M.) yang usianya terpaut 15 tahun. Dari perkawinannya dengan Khadijah, beliau
dikaruniai dua orang putera dan empat orang puteri, yaitu: al-Qâsim (wafat
Ruqayyah (w.2 H.), Ummu Kultsûm (w.9 H.), dan Fatimah al-Zahrâ (w.11 H.).
masih hidup. Fâtimah sendiri meninggal dunia 6 bulan setelah beliau wafat.
144
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb al-Janâ’iz bâb Mâ jâ’a fî al-Bukâ ‘alâ al-
Mayyit, no. Hadis 1591, h. 507;Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Târîkh al-Umam wa al-
Mulûk, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1987), Cet.I, Jilid 3, h. 133
145
HMH. Al-Hamid Al-Husaini, Baitun Nubuwwah, (Bandung:Pustaka Hidayah, 1997),
Cet. III , h. 70-71
120
kesabaran dan ketabahan yang tidak tertandingi. Berikut ini adalah salah satu
sikap beliau memberikan ucapan selamat jalan kepada puterinya, Ummu Kultsûm.
puteri tercintanya. Beliau duduk sambil melihat kubur dan meneteskan air mata
perpisahan dengan penuh khidmat dan tenang yang disertai linangan air mata
Alam kubur atau alam barzakh adalah suatu masa tanpa batas tertentu yang akan
dialami oleh semua manusia tanpa terkecuali. Dan menurut pandangan Ahlus Sunnah
wal Jama’ah bahwa ketika manusia telah meninggal dunia, pasti ia akan ditanya oleh
malaikat Munkar dan Nakir, baik jika mayat itu dikuburkan ataupun tidak.147
Bahagia dan sengsaranya seseorang di alam kubur sangat ditentukan oleh amal
146
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Qaul al-Nabi
saw.Yu’adzdzabu al-Mayyit bi Ba’d Bukâ Ahlih ‘Alaih, h. 80 & Juz 2, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Man
Yadkhulu Qabr al-Mar’ah, h. 93
147
Sayid Sabiq, Aqidah Islam, (Bandung: CV Diponegoro, 1999), h. 389-390
121
ketika ia hidup di dunia. Jika amalnya baik, maka ia akan mendapatkan kenikmatan. Dan
jika amalnya buruk, maka ia akan mendapatkan siksa kubur. Itulah sebabnya, Rasulullah
Dalam sebuah Hadis dari Abû Hurairah r.a.(w.57 H.) bahwa Nabi saw. bersabda:
ﺸ ﱡﻬ ِﺪ
َ ﻦ اﻟ ﱠﺘ
ْ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ِﻣ َ ِإذَا َﻓ َﺮρﷲ
َ غ َأ ِ لا ُ ل َرﺳُﻮ َ ل ﻗَﺎ
ُ ﻋﻦ َأ َﺑﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َﻳﻘُﻮ
ب ا ْﻟ َﻘ ْﺒ ِﺮ
ِ ﻋﺬَا
َ ﻦ ْ ﺟ َﻬ ﱠﻨ َﻢ َو ِﻣ
َ بِ ﻋﺬَا َ ﻦ ْ ﻦ َأ ْر َﺑ ٍﻊ ِﻣ
ْ ﷲ ِﻣ ِ ﺧ ِﺮ َﻓ ْﻠ َﻴ َﺘ َﻌ ﱠﻮ ْذ ﺑِﺎ
ِ اﻵ
148
ل
ِ ﺟﺎﺢ اﻟ ﱠﺪ ﱠِ ﺷ ﱢﺮ ا ْﻟ َﻤﺴِﻴَ ﻦْ ت َو ِﻣ ِ ﺤﻴَﺎ وَا ْﻟ َﻤﻤَﺎ
ْ ﻦ ِﻓ ْﺘ َﻨ ِﺔ ا ْﻟ َﻤ
ْ َو ِﻣ
Dari Abû Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: “Jika salah
seorang di antara kalian selesai dari tasyahud akhir, maka hendaklah ia
memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal, yaitu: dari azab neraka,
dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari fitnah al-Masîh
al-Dajjâl.” (H.R. Muslim)
Membicarakan alam kubur identik dengan membicarakan kematian.
ن
َ خ إِﻟَﻰ َﻳ ْﻮ ِم ُﻳ ْﺒ َﻌ ُﺜ ْﻮ
ٌ ﻦ َورَا ِﺋ ِﻬ ْﻢ َﺑ ْﺮ َز
ْ َو ِﻣ
148
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Masâjid wa Mawâdi’ al-Salâh Bâb Mâ
Yusta’âdzu minh fî al-Salâh, h. 237
149
al-Tirmidzî Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fî Dzikr al-Maut,
no. Hadis 2409, h. 378-379; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Katsrah dzikr al-
Maut, no. Hadis 1821, h. 311-312; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb Dzikr
al-Maut wa al-Isti’âdzah, no. Hadis 4258, h. 1422; Ahmad, al-Musnad, Juz 2, h. 293; al-Nawawî,
Riyâd al- Sâlihîn, (Kairo: Matba’ah al-Istiqâmah, 1357/1939), h. 258-259; Sa’id Hawwa,
Mensucikan Jiwa, (Jakarta: Robbani Press, 2003), Cet. III, h.123; Nilai Hadis ini hasan sahih
garib.
122
“Dan di belakang mereka terdapat alam barzakh sampai waktu mereka
dibangkitkan.” (QS. al-Mu’minûn/23:100)
Kenyataan adanya azab kubur ini disadari betul oleh Rasulullah saw. sehingga
beliau menjadi orang yang paling takut dan bertakwa di antara manusia. Beliau diliputi
rasa takut yang sebenar-benarnya saat menyaksikan orang menggali kubur. Beliaupun
segera mendatangi mereka dan melihat kuburan serta menangis karena takut pada
ﺷﻔِﻴ ِﺮ
َ ﻋﻠَﻰَ ﺲ َ ﺠَﻠ َ ﺟﻨَﺎ َز ٍة َﻓِ ﻓِﻲρ ﷲ ِ لا ِ ل ُآﻨﱠﺎ َﻣ َﻊ َرﺳُﻮ َ ﻦ ا ْﻟ َﺒﺮَا ِء ﻗَﺎ
ْﻋَ
ﻋﺪﱡوا
ِ ﻞ َهﺬَا َﻓَﺄ ِ ﺧﻮَاﻧِﻲ ِﻟ ِﻤ ْﺜ
ْ ل ﻳَﺎ ِإ
َ ﻞ اﻟ ﱠﺜﺮَى ُﺛﻢﱠ ﻗَﺎ
ا ْﻟ َﻘ ْﺒ ِﺮ َﻓ َﺒﻜَﻰ ﺣَﺘﱠﻰ َﺑ ﱠ
Dari al-Barâ dia berkata: Ketika kami bersama Rasulullah saw. berada di
hadapan jenazah, lalu beliau duduk di sisi kuburan. Beliaupun menangis hingga air
matanya membasahi tanah. Selanjutnya beliau bersabda: “Wahai saudara-saudaraku,
untuk hari seperti ini, hendaklah kalian menyiapkan diri!” (H.R. Ibn Mâjah)150
Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa beliaupun menangis ketika
berziarah ke kubur ibunya.
ﺣ ْﻮَﻟ ُﻪ
َ ﻦْ َﻗ ْﺒ َﺮ ُأ ﱢﻣ ِﻪ َﻓ َﺒﻜَﻰ وَأَ ْﺑﻜَﻰ َﻣρ ﻲ ل زَا َر اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡَ ﻦ أَﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ﻗَﺎ ْﻋَ
ﺳ َﺘ ْﺄ َذ ْﻧ ُﺘ ُﻪ ﻓِﻲ
ْ ن ﻟِﻲ وَا ْ ﺳ َﺘ ْﻐ ِﻔ َﺮ ﻟَﻬَﺎ َﻓَﻠ ْﻢ ُﻳ ْﺆ َذ
ْ ن َأْ ﺖ رَﺑﱢﻲ ﻓِﻲ َأ ُ ﺳ َﺘ ْﺄ َذ ْﻧ
ْلا
َ َﻓﻘَﺎ
151
ت
َ ن ﻟِﻲ َﻓﺰُورُوا ا ْﻟ ُﻘﺒُﻮ َر َﻓِﺈ ﱠﻧﻬَﺎ ُﺗ َﺬآﱢ ُﺮ ا ْﻟ َﻤ ْﻮ َ ن َأزُو َر َﻗ ْﺒ َﺮهَﺎ َﻓُﺄ ِذ
ْ َأ
Dari Abû Hurairah r.a. ia berkata: “Nabi saw. pernah berziarah ke makam
ibunya lalu menangis dan membuat orang di sekitarnya ikut menangis. Lalu beliau
bersabda: ‘Aku telah meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampunan
baginya tetapi tidak diberikan izin. Dan aku meminta izin kepada-Nya untuk
berziarah ke kuburannya, maka Dia-pun memberikan izin kepadaku. Oleh karena
itu, berziarahlah ke kuburan, karena sesungguhnya ia mengingatkan kepada
kematian.’”(H.R. Muslim, Abû Dâwûd, al-Nasâ’î, dan Ibn Mâjah,)
Sesungguhnya hati itu dapat khusyu dan mata dapat meneteskan airnya
150
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no.
Hadis 4195, h. 1403
151
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Isti’dzân al-Nabî saw. Rabbah
‘Azza wa Jalla fî Ziyârah Qabr Ummih, h. 289; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-
Janâ’iz Bâb fî Ziyârah al-Qûbûr, no. Hadis 3234, h. 218; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î., Kitâb al-
Janâ’iz Bâb Ziyârah Qabr al-Musyrik, no. Hadis 2031, h. 342; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Majah, Juz
1, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Mâ Jâ’a fî Ziyârah Qubûr al-Musyrikîn, no. Hadis 1572, h. 501
123
karena mengetahui berbagai peristiwa menyeramkan pada saat yang menegangkan
itu. Rasulullah sendiri takut dan bersegera merenungkan liang lahad. Air mata
beliau menetes sehingga membasahi pipi, bahkan tanah. Lalu apa yang harus kita
dalam kubur ia dapat menjawab pertanyaan atau tidak? Apakah kuburnya menjadi
luas dan menjadi bagian dari taman surga atau justru menyempit dan menjadi
bekal menghadapi alam yang belum pernah dialami oleh seorangpun. Meski beliau
dijamin masuk surga, namun beliau biasa menangis dan bertaubat dalam sehari
tidak kurang dari seratus kali, sedangkan kita tertawa terbahak-bahak. Beliau biasa
takut akan siksa Allah, sementara kita justru berangan-angan dan merasa aman.
keniscayaan bagi semua manusia, sementara kita selalu bersikap masa bodoh.
Tetesan air mata beliau adalah tetesan air mata spiritual yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah. Tetesan air mata seperti inilah yang mampu
Rasulullah saw. adalah prototipe manusia yang sangat cinta dan peduli
‘aalamiin”, kebaikan dan kemurahan beliau acapkali dirasakan dan dinikmati oleh
orang-orang yang ada di sekitarnya. Beliau menyadari betul segala hak dan
124
kewajiban manusia dalam hidup bermasyarakat.
Dalam sebuah hadis shahih yang diriwayatkan Imam al-Bukhârî dan Imam
ُ َﻳﻘُﻮρ ﷲ
ل ِ لا َ ﺖ َرﺳُﻮ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ
َ ل َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲ
ُ ﻲا َﺿ ِ ﻋﻦ أَﺑﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر
ع
ُ ﺾ وَا ﱢﺗﺒَﺎ
ِ ﻋﻴَﺎ َد ُة ا ْﻟ َﻤﺮِﻳ
ِ ﻼ ِم َو
َﺴ ﺲ َر ﱡد اﻟ ﱠ ٌ ﺴِﻠ ِﻢ ﺧَ ْﻤْ ﺴِﻠ ِﻢ ﻋَﻠَﻰ ا ْﻟ ُﻤ ْ ﻖ ا ْﻟ ُﻤ
ﺣﱡ َ
152
ﺲ
ِ ﻃ ِ ﺖ ا ْﻟﻌَﺎ
ُ ﺸﻤِﻴْ ﻋ َﻮ ِة َو َﺗ
ْ ﺠﻨَﺎ ِﺋ ِﺰ وَإِﺟَﺎﺑَ ُﺔ اﻟ ﱠﺪ
َ ا ْﻟ
Dari Abû Hurairah r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Hak
seorang muslim terhadap muslim yang lain ada lima, yaitu (1) menjawab salam;
(2) menjenguk orang yang sakit; (3) mengantar jenazah; (4) memenuhi undangan;
dan (5) mendoa’akan yang bersin.” (Muttafaq ‘alaih)
Apa yang Rasul katakan dan ajarkan, beliaulah orang pertama yang
merealisasikannya. Hal ini dibuktikan tatkala Sa’ad bin ‘Ubâdah (w.15 H.),
Sa’ad bin ‘Ubâdah (w. 15 H.) adalah pemuka suku Khazraj di kota
Madinah. Ia pernah mendapat siksaan kejam dari kafir Quraisy kota Mekah.
secara bulat untuk membela Rasulullah saw., para sahabatnya, dan agama Islam
secara mati-matian.
Tentang keagungan beliau, Ibn Abbâs r.a. (w.68 H.) pernah berkata: “Di
Muhajirin di tangan Ali bin Abi Thalib (w.40 H.) dan bendera Ansar di tangan
Itulah sebabnya, tatakala Sa’ad bin ‘Ubâdah jatuh sakit, Rasulullah saw.
datang menjenguk dan menitikkan air mata karena empati melihat penderitaan
152
al-Bukhârî, Sahih al-Bukhârî, Juz 2, Kitab al-Jana’iz Bâb al-Amr bi Ittibâ’ al-Janâ’iz,
h. 70; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Salâm Bâb min Haqq al-Muslim li al-Muslim Radd
al-Salâm, h. 266; al-Nawawî, Riyâd al-Sâlihîn, h. 354-355
153
Khalid Muh. Khalid, Karakteristik Perihidup Shahabat Rasulullah, h. 571-574
125
sahabatnya itu.
Kemuliaan posisi beliau sebagai pemimpin tertinggi dan manusia paling mulia
paling ganteng dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kepemudaan. Ia
154
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-Janâ’iz Bâb al-Bukâ ‘ind al-Marîd, h.
85; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Janâ’iz Bâb al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, h. 368
126
anak-anak muda Mekah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya
Pada suatu hari ia tampil di hadapan beberapa sahabat yang sedang duduk
memejamkan mata, sementara beberapa orang menitikkan air mata karena duka.
Mereka melihat Mus’ab mengenakan jubah usang yang bertambal, suatu hal yang
ﷲ
ِ ﻚ ُآﻠﱠ ُﻪ ﺣُﺒًّﺎ
َ ك َذِﻟ
َ ﻋ ْﻨ َﺪ َأَﺑ َﻮ ْﻳ ِﻪ ُﺛﻢﱠ َﺗ َﺮ
ِ ﺼ َﻌﺒًﺎ َهﺬَا َوﻣَﺎ ِﺑ َﻤ ﱠﻜ َﺔ َﻓﺘًﻰ َأ ْﻧ َﻌ ُﻢ
ْ ﺖ ُﻣ
ُ َﻟ َﻘ ْﺪ َرَأ ْﻳ
155
ﺳ ْﻮِﻟ ِﻪ
ُ َو َر
Dahulu saya melihat Mush’ab ini tidak ada yang mengimbanginya dalam
memperoleh kesenangan dari orang tuanya. Kemudian ditinggalkannya semua itu,
demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dalam sebuah Hadis diriwayatkan:
ﺐ
ٍ ﻦ أَﺑِﻲ ﻃَﺎِﻟ َ ﻲ ْﺑ ﻋِﻠ ﱠ
َ ﺳ ِﻤ َﻊ َ ﻦ ْ ﻲ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨِﻲ َﻣ ﻇﱢِ ﺐ ا ْﻟ ُﻘ َﺮ ٍ ﻦ َآ ْﻌ ِ ﺤ ﱠﻤ ِﺪ ْﺑ
َ ﻦ ُﻣْﻋ َ
ﻦ
ُ ﺐ ْﺑ ُ ﺼ َﻌ
ْ ﻃَﻠ َﻊ ُﻣ َ ﺠ ِﺪ ِإ ْذ ِﺴْ ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤρ ﷲ ِ لا ِ س َﻣ َﻊ َرﺳُﻮ ٌ ﺠﻠُﻮ ُ َل ِإﻧﱠﺎ ﻟ
ُ َﻳﻘُﻮ
ρﷲ ِ لا ُ ﻻ ُﺑ ْﺮدَ ٌة َﻟ ُﻪ ﻣَ ْﺮﻗُﻮﻋَ ٌﺔ ِﺑ َﻔ ْﺮ ٍو َﻓَﻠﻤﱠﺎ رَﺁ ُﻩ َرﺳُﻮ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ِإ ﱠ
َ ﻋ َﻤ ْﻴ ٍﺮ ﻣَﺎ ُ
ل
ُ ل َرﺳُﻮ َ ﻦ اﻟ ﱢﻨ ْﻌ َﻤ ِﺔ وَاﱠﻟﺬِي ُه َﻮ ا ْﻟ َﻴ ْﻮ َم ﻓِﻴ ِﻪ ُﺛﻢﱠ ﻗَﺎ ْ ن ﻓِﻴ ِﻪ ِﻣ َ َﺑﻜَﻰ ِﻟﱠﻠﺬِي آَﺎ
ﻦ
َ ﺖ َﺑ ْﻴْ ﺿ َﻌ ِ ﺣﱠﻠ ٍﺔ َو ُو ُ ح ﻓِﻲ َ ﺣﱠﻠ ٍﺔ َورَا ُ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ َ ﻏﺪَا َأَ ﻒ ِﺑ ُﻜ ْﻢ إِذَا َ َآ ْﻴρﷲِ ا
ﺴ َﺘ ُﺮ ا ْﻟ َﻜ ْﻌ َﺒ ُﺔ ﻗَﺎﻟُﻮا
ْ ﺳ َﺘ ْﺮ ُﺗ ْﻢ ُﺑﻴُﻮ َﺗ ُﻜ ْﻢ َآﻤَﺎ ُﺗ
َ ﺧﺮَى َو ْ ﺖ ُأْ ﺤ َﻔ ٌﺔ َو ُر ِﻓ َﻌ
ْﺻ َ َﻳ َﺪ ْﻳ ِﻪ
غ ِﻟ ْﻠ ِﻌﺒَﺎ َد ِة َو ُﻧ ْﻜﻔَﻰ ُ ﻦ َﻳ ْﻮ َﻣ ِﺌ ٍﺬ ﺧَ ْﻴ ٌﺮ ِﻣﻨﱠﺎ ا ْﻟ َﻴ ْﻮ َم َﻧ َﺘ َﻔ ﱠﺮُﺤْ ﷲ َﻧ ِ ل ا َ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ
155
Khalid Muh. Khalid, Karakteristik Perihidup Shahabat Rasulullah, h. 44-45
127
156
َ ρﷲ
ﻷ ْﻧ ُﺘ ْﻢ ا ْﻟ َﻴ ْﻮ َم ﺧَ ْﻴ ٌﺮ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َﻳ ْﻮ َﻣ ِﺌ ٍﺬ ِ لا
ُ ل َرﺳُﻮ
َ ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ َﻧ َﺔ َﻓﻘَﺎ
Dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazî (ia berkata): Telah menceritakan
kepada kami orang yang mendengar ‘Alî bin Abî Tâlib berkata: Sesungguhnya
kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw. di masjid. Tiba-tiba
muncullah Mus’ab bin ‘Umair. Tidak ada yang dikenakannya kecuali sebuah
selendang (burdah) yang ditambal dengan kulit. Ketika Rasulullah melihatnya,
beliau menangisi (perbedaan) antara kenikmatan yang dahulu ada pada dirinya
dengan sesuatu yang saat ini ada pada dirinya (berupa ujian dan kesulitan hidup).
Kemudian Rasulullah bersabda: “Bagaimana keadaan kalian jika salah seorang di
antara kalian pergi di pagi hari dengan mengenakan pakaian dan pergi di sore hari
dengan mengenakan pakaian yang lain. Juga di hadapannya diletakkan piring
(berisi makanan) dan kemudian diganti lagi dengan makanan yang lain. Juga
kalian hiasi rumah kalian sebagaimana ka’bah dihiasi?157 Para sahabat menjawab:
“Wahai Rasulullah, kami ketika itu, tentu lebih baik. Sebab kami memiliki waktu
luang untuk beribadah dan kebutuhan makanan kami juga tercukupi.” Maka
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya keadaanmu pada hari ini lebih baik
daripada saat itu.” (H.R. al-Tirmidzî)
Rasul saw. menangis karena sedih sekaligus bangga dengan keteguhan
Sungguh Mus’ab bin ‘Umair (w.3 H.) dahulunya adalah seorang pemuda
Quraisy yang dimanja. Jika ia memakai pakaian, maka pakaian tersebut adalah
yang paling mahal, paling indah, dan paling mewah. Para ahli sejarahnya
berubah total. Kenikmatan dunia rela ia tinggalkan, demi meraih kenikmatan yang
156
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb Sifah al-Qiyâmah Bâb 15, no. Hadis
2594, h. 61; Nilai Hadis ini hasan garib.
157
Ungkapan Rasul ini merupakan isyarat melimpahnya harta yang dimiliki seseorang
sehingga pakaiannya berganti-ganti, makanannya juga demikian, dan rumahnya dihiasi dengan
hiasan indah lagi mahal. Lihat Muh. Abdurrahmân al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzî, (Beirût:
Dâr al-Fikr, t.t.), Jilid 7, h. 176
158
Khumais As-Sa’id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. dan Para Sahabat
Menangis, h. 168
128
Salat adalah kondisi terdekat antara seorang hamba dengan Sang Khalik.
serta menyampaikan segala keluhannya kepada Allah swt. itulah sebabnya, salat
bagi Rasulullah, dan juga selayaknya bagi umat Islam, menjadi sesuatu yang
sangat disenangi. Hal ini dapat dilihat dari ketekunan dan kekhusyuan beliau
َ ُﻳρ ﷲ
ﺼﻠﱢﻲ ِ لا
َ ﺖ َرﺳُﻮ
ُ ل َرَأ ْﻳ َ ﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﻗَﺎ
ْﻋ
َ ف ٍ ﻄ ﱢﺮ َ ﻦ ُﻣْﻋ َ ﺖ ٍ ﻦ ﺛَﺎ ِﺑ
ْﻋ
َ
159
ρ ﺻ ْﺪ ِر ِﻩ أَزِﻳ ٌﺰ َآَﺄزِﻳ ِﺰ اﻟ ﱠﺮﺣَﻰ ِﻣ ْﻦ ا ْﻟ ُﺒﻜَﺎ ِء
َ َوﻓِﻲ
Dari Tsâbit dari Mutarrif dari Ayahnya, ia berkata: Saya melihat
Rasulullah saw. sedang salat dan di dalam rongga dadanya terdengar suara seperti
suara orang yang berjalan kaki karena tangisnya. (H.R. Abû Dâwûd)
Dalam riwayat lain disebutkan:
ﻏ ْﻴ ُﺮ ا ْﻟ ِﻤ ْﻘﺪَا ِد
َ س َﻳ ْﻮ َم َﺑ ْﺪ ٍر
ٌ ِن ﻓِﻴﻨَﺎ ﻓَﺎر
َ ل َﻣﺎ آَﺎ
َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲُ ﻲا َﺿِ ﻲ َر ﻋِﻠ ﱟ َ ﻦْﻋ َ
ﺼﻠﱢﻲ َ ﺠ َﺮ ٍة ُﻳ َﺷَ ﺖ َ ﺤ ْ َﺗρ ﷲ ِ لا َ ﻻ َرﺳُﻮ ﻻ ﻧَﺎﺋِ ٌﻢ ِإ ﱠ
َوَﻟ َﻘ ْﺪ َرَأ ْﻳُﺘﻨَﺎ وَﻣَﺎ ﻓِﻴﻨَﺎ ِإ ﱠ
160
.ﺢ َ ﺻ َﺒ
ْ ﺣﺘﱠﻰ َأ َ َو َﻳ ْﺒﻜِﻲ
Dari ‘Alî bin Abî Tâlib r.a. dia berkata: “Pada waktu perang Badar, di
antara kami tidak terdapat penunggang kuda kecuali Miqdâd. Dan aku melihat
tidak ada seorangpun di antara kami yang terbangun kecuali Rasulullah saw. yang
tengah berada di bawah pohon sedang mengerjakan shalat dan menangis sampai
pagi hari.” ( H.R. Ahmad)
Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam kitab
“Sahih”-nya kitab “al-salâh” bab “al-dalîl ‘alâ anna al-bukâ lâ yaqta’ al-salâh”
no.899 dan dia menilainya sahih.. Ibn Hibbân juga meriwayatkan dalam “Kitab al-
Salâh” bab “dzikr ibâhah al-bukâ fî al-salâh” no.2254, dan dia menilainya
159
Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Jilid 1, kitâb al-Salâh Bâb al-Bukâ fi al-Salâh, no
Hadis 904, h. 238; Lihat juga Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, Bâb Mâ Jâ’a fî
Fadl al-‘Ibâdah, no. Hadis 98, (Kairo: Dâr al-‘Aqîdah, 2004), Cet.I, h. 123
160
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Juz 1, h. 125
129
sahih.161
yang harus ditekankan adalah hendaknya tangisan itu tidak semata-mata terjadi
dalam salat, namun harus berimplikasi secara positif dalam kehidupan sehari-
ن
ل َﻟﻤﱠﺎ آَﺎ َ ب ﻗَﺎ َ ﺨﻄﱠﺎ ِ ﻦ ا ْﻟ َ ﻋ َﻤ ُﺮ ْﺑ ُ ل ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨِﻲ ُ س ﻗَﺎ َ ﻋﺒﱠﺎ ٍ ﻦ َ ﷲ ْﺑ ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا ِﻦ َ ﻋْ َ
ﺻﺤَﺎ ُﺑ ُﻪ ﻒ َوَأ ْ ﻦ َو ُه ْﻢ أَ ْﻟ ٌ ﺸ ِﺮآِﻴ َ ﷲ ρإِﻟَﻰ ا ْﻟ ُﻤ ْ لا ِ ﻈ َﺮ َرﺳُﻮ ُ َﻳ ْﻮ ُم َﺑ ْﺪ ٍر َﻧ َ
ﷲ ρا ْﻟ ِﻘ ْﺒَﻠ َﺔ ُﺛﻢﱠ َﻣ ﱠﺪ َﻳ َﺪ ْﻳ ِﻪ ﻲا ِ ﻞ َﻧ ِﺒ ﱡ ﺳ َﺘ ْﻘ َﺒ َ
ﻼ ﻓَﺎ ْﺟ ً ﺸ َﺮ َر ُ ﻋَ ﺴ َﻌ َﺔ َ ث ﻣِﺎ َﺋ ٍﺔ َو ِﺗ ْ ﻼ ُ َﺛ َ
ﻋ ْﺪ َﺗﻨِﻲ ت ﻣَﺎ َو َ ﺠ ْﺰ ﻟِﻲ ﻣَﺎ وَﻋَ ْﺪﺗَﻨِﻲ اﻟﻠﱠ ُﻬﻢﱠ ﺁ ِ ﻒ ِﺑ َﺮ ﱢﺑ ِﻪ اﻟﻠﱠ ُﻬﻢﱠ َأ ْﻧ ِ ﻞ َﻳ ْﻬ ِﺘ ُ ﺠ َﻌ َ َﻓ َ
ض
ﻷ ْر ِ ﻻ ُﺗ ْﻌ َﺒ ْﺪ ﻓِﻲ ا َ ﻼ ِم َ ﺳَ ﻞ ا ْﻟِﺈ ْﻦ َأ ْه ِ ﻚ َه ِﺬ ِﻩ ا ْﻟ ِﻌﺼَﺎ َﺑ َﺔ ِﻣ ْ ن ُﺗ ْﻬِﻠ ْ اﻟﻠﱠ ُﻬﻢﱠ ِإ ْ
ﻦﻋْ ﻂ ِردَا ُؤ ُﻩ َ ﺳ َﻘ َ ﻞ ا ْﻟ ِﻘ ْﺒَﻠ ِﺔ ﺣَﺘﱠﻰ َ ﺴ َﺘ ْﻘ ِﺒ َ
ﻒ ِﺑ َﺮ ﱢﺑ ِﻪ ﻣَﺎدًّا َﻳ َﺪ ْﻳ ِﻪ ُﻣ ْ ل َﻳ ْﻬ ِﺘ ُ ﻓَﻤَﺎ زَا َ
ﻦﺧ َﺬ ِردَا َء ُﻩ َﻓَﺄ ْﻟﻘَﺎ ُﻩ ﻋَﻠَﻰ َﻣ ْﻨ ِﻜ َﺒ ْﻴ ِﻪ ُﺛﻢﱠ ا ْﻟ َﺘ َﺰ َﻣ ُﻪ ِﻣ ْ َﻣ ْﻨ ِﻜ َﺒ ْﻴ ِﻪ َﻓَﺄﺗَﺎ ُﻩ أَﺑُﻮ َﺑ ْﻜ ٍﺮ َﻓَﺄ َ
ﻚ ﻣَﺎ ﺠ ُﺰ َﻟ َ ﺳ ُﻴ ْﻨ ِ
ﻚ َﻓِﺈ ﱠﻧ ُﻪ َ ﻚ َر ﱠﺑ َ ﺷ َﺪ ُﺗ َك ُﻣﻨَﺎ َ ﷲ َآﻔَﺎ َ ﻲا ِ ل ﻳَﺎ َﻧ ِﺒ ﱠ َورَا ِﺋ ِﻪ َوﻗَﺎ َ
ب َﻟ ُﻜ ْﻢ أَﻧﱢﻲ ﺳ َﺘﺠَﺎ َ ن َر ﱠﺑ ُﻜ ْﻢ ﻓَﺎ ْ ﺴ َﺘﻐِﻴﺜُﻮ َ ﻞ ِإ ْذ َﺗ ْ ﺟﱠ ﻋ ﱠﺰ َو َ ﷲ َ لا ُ ك َﻓَﺄ ْﻧ َﺰ َﻋ َﺪ َ َو َ
ل أَﺑُﻮ ﻼ ِﺋ َﻜ ِﺔ ﻗَﺎ َ ﷲ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ َ ﻦ َﻓَﺄ َﻣ ﱠﺪ ُﻩ ا ُ ﻼ ِﺋ َﻜ ِﺔ ُﻣ ْﺮ ِدﻓِﻴ َ ﻦ ا ْﻟ َﻤ َ ﻒ ِﻣ ْ ُﻣ ِﻤﺪﱡ ُآ ْﻢ ِﺑَﺄ ْﻟ ٍ
ﺸ َﺘ ﱡﺪ ﻦ َﻳ ْﻮ َﻣ ِﺌ ٍﺬ َﻳ ْ ﺴِﻠﻤِﻴ َ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْ ﻞ ِﻣ ْﺟٌ ل َﺑ ْﻴ َﻨﻤَﺎ رَ ُ س ﻗَﺎ َ ﻋﺒﱠﺎ ٍ ﻦ َ ﺤ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ ا ْﺑ ُ ﻞ َﻓ َُز َﻣ ْﻴ ٍ
ط َﻓ ْﻮ َﻗ ُﻪ ﺴ ْﻮ ِ ﺿ ْﺮ َﺑ ًﺔ ﺑِﺎﻟ ﱠ ﺳ ِﻤ َﻊ َ ﻦ َأﻣَﺎ َﻣ ُﻪ ِإ ْذ َ ﺸ ِﺮآِﻴ َ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻞ ِﻣ ْ ﺟٍ ﻓِﻲ َأ َﺛ ِﺮ َر ُ
ﺨ ﱠﺮ ك َأﻣَﺎ َﻣ ُﻪ َﻓ َ ﺸ ِﺮ ِ ﻈ َﺮ إِﻟَﻰ ا ْﻟ ُﻤ ْ ﺣ ْﻴﺰُو ُم َﻓ َﻨ َ ل َأ ْﻗ ِﺪ ْم َ س َﻳﻘُﻮ ُ ت ا ْﻟﻔَﺎ ِر ِ ﺻ ْﻮ َ َو َ
ﻀ ْﺮ َﺑ ِﺔﺟ ُﻬ ُﻪ َآ َ ﺷﻖﱠ َو ْ ﻄ َﻢ َأ ْﻧ ُﻔ ُﻪ َو ُ ﺧِ ﻈ َﺮ ِإَﻟ ْﻴ ِﻪ َﻓِﺈذَا ُه َﻮ َﻗ ْﺪ ُ ﺴ َﺘ ْﻠ ِﻘﻴًﺎ َﻓ َﻨ َ
ُﻣ ْ
ل
ﻚ َرﺳُﻮ َ ث ِﺑ َﺬِﻟ َ ﺤ ﱠﺪ َ ي َﻓ َ ﻷ ْﻧﺼَﺎ ِر ﱡ ﺟ َﻤ ُﻊ َﻓﺠَﺎ َء ا َ ﻚ َأ ْ ﻀ ﱠﺮ َذِﻟ َ ﺧ َ ط ﻓَﺎ ْ ﺴ ْﻮ ِ اﻟ ﱠ
ﺴﻤَﺎ ِء اﻟﺜﱠﺎِﻟ َﺜ ِﺔ َﻓ َﻘ َﺘﻠُﻮا َﻳ ْﻮ َﻣ ِﺌ ٍﺬ ﺳَ ْﺒﻌِﻴﻦَ ﻦ َﻣ َﺪ ِد اﻟ ﱠ ﻚ ِﻣ ْ ﺖ َذِﻟ َ ﺻ َﺪ ْﻗ َل َ ﷲ َ ρﻓﻘَﺎ َ ا ِ
ﻷﺳَﺎرَى ﺳﺮُوا ا ُ س َﻓَﻠﻤﱠﺎ َأ َ ﻋﺒﱠﺎ ٍ ﻦ َ ل ا ْﺑ ُ ﻞ ﻗَﺎ َل َأﺑُﻮ ُز َﻣ ْﻴ ٍ ﺳﺮُوا ﺳَ ْﺒﻌِﻴﻦَ ﻗَﺎ َ َوَأ َ
ﻷﺳَﺎرَى ﻻ ِء ا ُ ن ﻓِﻲ َه ُﺆ َ ﻋ َﻤ َﺮ ﻣَﺎ َﺗ َﺮ ْو َ ﻷﺑِﻲ َﺑ ْﻜ ٍﺮ َو ُ ﷲَ ρ لا ِ ل َرﺳُﻮ ُ ﻗَﺎ َ
ﺧ َﺬ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢن َﺗ ْﺄ ُﺸﻴ َﺮ ِة أَرَى َأ ْ ﷲ ُه ْﻢ َﺑﻨُﻮ ا ْﻟ َﻌ ﱢﻢ وَا ْﻟ َﻌ ِ ﻲا ِ ل َأﺑُﻮ َﺑ ْﻜ ٍﺮ ﻳَﺎ َﻧ ِﺒ ﱠ َﻓﻘَﺎ َ
161
Khumais As-Sa’id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. dan Para Sahabat
Menangis, h. .92
130
ل
َ ﻼ ِم َﻓﻘَﺎ َﺳ ْ ن َﻳ ْﻬ ِﺪ َﻳ ُﻬ ْﻢ ﻟِﻺ ْ ﷲ َأ ُ ن َﻟﻨَﺎ ُﻗ ﱠﻮ ًة ﻋَﻠَﻰ ا ْﻟ ُﻜﻔﱠﺎ ِر ﻓَﻌَﺴَﻰ ا ُ ِﻓ ْﺪ َﻳ ًﺔ َﻓ َﺘﻜُﻮ
ﷲ
ِ لا َ ﷲ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ ِ ﻻ وَا َ ﺖ ُ ب ُﻗ ْﻠ ِ ﺨﻄﱠﺎ َ ﻦ ا ْﻟَ ﻣَﺎ ﺗَﺮَى ﻳَﺎ ا ْﺑρ ﷲ ِ لا ُ َرﺳُﻮ
ﻋﻨَﺎ َﻗ ُﻬ ْﻢ
ْ ب َأَ ﻀ ِﺮ ْ ن ُﺗ َﻤ ﱢﻜﻨﱠﺎ َﻓ َﻨ ْ ﻣَﺎ أَرَى اﱠﻟﺬِي َرأَى َأﺑُﻮ َﺑ ْﻜ ٍﺮ َوَﻟ ِﻜﻨﱢﻲ َأرَى َأ
ن َﻧﺴِﻴﺒًﺎ ِﻟ ُﻌ َﻤ َﺮ ٍﻼ َ ﻦ ُﻓ ْ ﻋ ُﻨ َﻘ ُﻪ وَ ُﺗﻤَﻜﱢﻨﱢﻲ ِﻣ ُ ب َ ﻀ ِﺮ ْ ﻞ َﻓ َﻴ ٍ ﻋﻘِﻴ َ ﻦ ْ ﻋﻠِﻴًّﺎ ِﻣ َ ﻦ َ َﻓ ُﺘ َﻤ ﱢﻜ
ﷲ
ِ لا ُ ي َرﺳُﻮ َ ﺻﻨَﺎدِﻳ ُﺪهَﺎ َﻓ َﻬ ِﻮ َ ﻻ ِء َأ ِﺋ ﱠﻤ ُﺔ ا ْﻟ ُﻜ ْﻔ ِﺮ َوَ ن َه ُﺆ ﻋ ُﻨ َﻘ ُﻪ َﻓِﺈ ﱠ
ُ ب َ ﺿ ِﺮ ْ َﻓَﺄ
ﺖ َﻓِﺈذَا ُ ﺟ ْﺌ
ِ ﻦ ا ْﻟ َﻐ ِﺪْ ن ِﻣ َ ﺖ َﻓَﻠﻤﱠﺎ آَﺎ ُ ل َأﺑُﻮ َﺑ ْﻜ ٍﺮ َوَﻟ ْﻢ َﻳ ْﻬ َﻮ ﻣَﺎ ُﻗ ْﻠ َ ﻣَﺎ ﻗَﺎρ
ﺧﺒِ ْﺮﻧِﻲ ْ َﷲ أِ لا َ ﺖ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ ُ ن ُﻗ ْﻠ ِ ﻦ َﻳ ْﺒ ِﻜﻴَﺎ ِ َوَأﺑُﻮ َﺑ ْﻜ ٍﺮ ﻗَﺎρ ﷲ
ِ ﻋ َﺪ ْﻳ ِ لا ُ َرﺳُﻮ
ن َﻟ ْﻢ ْ ﺖ َوِإ ُ ت ُﺑ َﻜﺎ ًء َﺑ َﻜ ْﻴ ُ ﺟ ْﺪ َ ن َو ْ ﻚ َﻓِﺈَ ﺣ ُﺒِ ﺖ َوﺻَﺎ َ ﻲ ٍء َﺗ ْﺒﻜِﻲ َأ ْﻧ ْ ﺷ َ ي ﻦ َأ ﱢ ْ ِﻣ
ض
َ ﻋ َﺮ َ َأ ْﺑﻜِﻲ ِﻟﱠﻠﺬِيρ ﷲ ِ لا ُ ل َرﺳُﻮ َ ﺖ ِﻟ ُﺒﻜَﺎ ِﺋ ُﻜﻤَﺎ َﻓﻘَﺎُ ﺟ ْﺪ ُﺑﻜَﺎ ًء َﺗﺒَﺎ َآ ْﻴ ِ َأ
ﻦ
ْ ﻋﺬَا ُﺑ ُﻬ ْﻢ َأ ْدﻧَﻰ ِﻣ َ ﻲ ﻋَﻠ ﱠ َ ض َ ﻋ ِﺮ ُ ﺧ ِﺬ ِه ْﻢ ا ْﻟﻔِﺪَاءَ َﻟ َﻘ ْﺪ
ْ ﻦ َأ ْ ﻚ ِﻣَ ﺻﺤَﺎ ُﺑ ْ ﻲ َأ ﻋَﻠ ﱠ
َ
ﻞ ﻣَﺎ ﺟﱠ َ ﻋ ﱠﺰ َو َ ﷲ ُ لا َ َوَأ ْﻧ َﺰρ ﷲ ِ ﻲا ﻦ َﻧ ِﺒ ﱢْ ﺠ َﺮ ٍة َﻗﺮِﻳ َﺒ ٍﺔ ِﻣ َﺷ َ ﺠ َﺮ ِة َﺸ َه ِﺬ ِﻩ اﻟ ﱠ
ض إِﻟَﻰ َﻗ ْﻮِﻟ ِﻪ ِ ﻷ ْر َ ﻦ ﻓِﻲ ا َﺨ ِ ﺳﺮَى ﺣَﺘﱠﻰ ُﻳ ْﺜ ْ َن َﻟ ُﻪ أ َ ن َﻳﻜُﻮ ْ ﻲ َأ ن ِﻟ َﻨ ِﺒ ﱟَ آَﺎ
ﷲ ا ْﻟ َﻐﻨِﻴ َﻤ َﺔ َﻟ ُﻬ ْﻢ
ُ ﻞا ﺣﱠَ ﻻ ﻃَﻴﱢﺒًﺎ َﻓَﺄ ًﻼ َﺣ َ ﻏ ِﻨ ْﻤ ُﺘ ْﻢ
َ َﻓ ُﻜﻠُﻮا ﻣِﻤﱠﺎ
Dari Ibn ‘Abbâs r.a. dia berkata: ‘Umar bin Khattâb r.a. pernah
memberitahukanku, ia berkata: Ketika terjadi perang Badar, Rasulullah melihat ke
arah orang-orang musyrik. Mereka berjumlah seribu orang, sedangkan sahabat-
sahabat beliau hanya berjumlah 319 orang. Kemudian Nabi saw. menghadap
kiblat lalu mengangkat tangannya seraya berseru kepada Rabb-nya: “Ya Allah,
wujudkanlah untukku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah,
berikanlah (kepadaku) apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika
Engkau hancurkan pasukan dari para pemeluk Islam ini, niscaya Engkau tidak
akan disembah lagi di muka bumi.” Beliau masih terus berseru kepada Tuhannya
dengan mengangkat kedua tangannya sambil menghadap kiblat sehingga
selendang beliau jatuh dari atas pundaknya. Lalu Abu Bakar mendatangi beliau
dan mengangkat selendang itu dan kemudian meletakkannya kembali di atas
kedua pundak beliau sambil berkata; “Wahai Nabiyullah, cukuplah seruanmu
kepada Rabb-mu. Sesungguhnya Dia akan mewujudkan apa yang telah Dia
janjikan kepadamu.” Maka Allah-pun menurunkan ayat ([Ingatlah], ketika kalian
memohon pertolongan kepada Rabb-mu, lalu Dia memperkenankan bagi kalian,
‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut.’ QS.al-Anfâl:9). Lalu, Allahpun
mendatangkan untuknya malaikat. Abû Zumail menceritakan, Ibn ‘Abbâs
mengatakan: Ketika pada saat itu ada seorang lelaki muslim yang sedang
mengejar seorang lelaki musyrik yang ada di depannya, tiba-tiba dia mendengar
suara pukulan cambuk di atasnya dan suara penunggang kuda yang berteriak:
“Majulah Haizum (nama kuda)!” Lalu ia memperhatikannya, dan ternyata
hidungnya telah luka dan wajahnya robek seperti terkena pukulan cambuk, dan
semuanyapun menjadi hitam. Lalu datanglah seorang Ansar dan menceritakan hal
itu kepada Rasulullah. Rasulpun bersabda: “Engkau benar. Itu adalah berasal dari
bantuan langit ketiga.” Pada saat itu mereka dapat membunuh 70 orang dan
131
menawan 70 pasukan. Abu Zumail menceritakan, Ibn ‘Abbâs mengatakan: Ketika
mereka menawan beberapa orang tawanan, Rasulullah bersabda kepada Abû Bakar dan
‘Umar: “Bagaimana pendapat kalian tentang para tawanan tersebut?” Maka Abû Bakar
menjawab: “Wahai Nabiyullah, mereka adalah bani al-‘Amm dan al-‘Asyîrah (termasuk
keluarga). Menurutku, kita ambil saja fidyah (tebusan) dari mereka sehingga menjadi
kekuatan bagi kita untuk melawan orang-orang kafir. Mudah-mudahan saja Allah
memberikan petunjuk kepada mereka untuk memeluk Islam.” Selanjutnya Rasulullah
bertanya: “Bagaimana menurutmu, wahai Ibn al-Khattâb?”Akupun menjawab: “Demi
Allah, tidak, wahai Rasulullah. Saya tidak sependapat dengan Abû Bakar. Menurut saya,
hendaknya engkau memberikan wewenang kepada kami sehingga kami penggal leher
mereka. Berikan tugas kepada ‘Alî untuk menghadapi Aqil, lalu ia memenggal lehernya.
Dan berikan tugas kepadaku untuk menghadapi si Fulan, lalu aku penggal lehernya.
Sesungguhnya mereka itu adalah pemimpin dan pemuka orang-orang kafir.” Ternyata,
Rasulullah saw. menerima pendapat Abû Bakar da menolak pendapatku. Pada keesokan
harinya aku datang. Saat itu, aku dapati Rasulullah saw. dan Abû Bakar tengah menangis.
Lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apa sebabnya engkau
dan sahabatmu ini menangis! Jika aku bisa menangis, maka aku akan menangis. Dan
jika aku tidak bisa menangis, maka aku akan berpura-pura menangis tersebab tangisan
kalian berdua.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Aku menangis karena sesuatu yang
diperlihatkan kepadaku disebabkan tindakan sahabat-sahabatmu mengambil fidyah
(tebusan). Sesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku azab mereka lebih dekat daripada
pohon ini, sebuah pohon yang dekat Nabiyullah saw. Sedangkan Allah telah menurunkan
ayat (Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi…QS.al-Anfâl:67) sampai firman-Nya yang
berbunyi (Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu
sebagai makanan yang halal lagi baik. QS. al-Anfâl:69). Dengan demikian, Allahpun
telah menghalalkan harta rampasan perang untuk mereka. (H.R. Muslim & Ahmad) 162
Ayat ini, menurut al-Syaikh ‘Alî al-Sâbûnî, merupakan celaan terhadap Nabi saw.
dan para sahabatnya yang telah mengambil tebusan dari para tawanan perang. Allah lebih
menghendaki balasan akhirat yang kekal abadi, ketimbang harta tebusan yang sesaat.163
dihisab oleh Allah dengan hisab yang keras terhadap kaum muslimin adalah sikap
162
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Jihâd wa al-Siyar Bâb al-Imdâd bi al-
Malâ’ikah fî Ghazwah badrwa Ibâhah al-Ghanâ’im, h. 84-85; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, Juz
1, h. 31,33; Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Penerbit Tintamas, 1984), cet.IX, h. 275;
al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1994/1414), h. 133-134
163
‘Alî al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Jilid 1, h. 514-515
164
Khumais As-Said, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. dan Para Sahabat
Menangis, h. 111
132
Macam-macam Menangis Ditinjau dari Segi Hukum
dari para ulama. Hal ini disebabkan karena banyaknya jalur periwayatan
tentang hal tersebut dan adanya dugaan bahwa redaksi hadis menangisi mayit
bertentangan dengan dalil-dalil yang lain, baik dari al-Qur’an ataupun Hadis,
secara zahir.
periwayatan dalam masalah ini dengan redaksi yang tidak terlalu jauh
terhadap Hadis-hadis tersebut yang diriwayatkan ‘Umar r.a. (w.23 H.) dan
al-Syaikh Ibn al-Qayyim al-Jauzî (w.751 H.) dalam Syarh Sunan Abî
Dâwûd menjelaskan bahwa riwayat ‘Umar dan Ibn ‘Umar telah disepakati
oleh sekelompok sahabat yang lain. Riwayat inipun dicantumkan dalam “al-
Sahîhain”. Sahabat Anas dan Abû Mûsâpun menjadi saksi terhadap riwayat
‘Umar r.a. Sahabat lain yang ikut terlibat dalam periwayatan ini adalah Hafsah,
133
Suhaib, dan Mughîrah bin Syu’bah. Demikian Ibn al-Qayyim.165
Hadis tersebut adalah dugaan (zann) dan ta’wil beliau sendiri. Sedangkan
dugaan itu tidak dapat menolak eksistensi Hadis Rasulullah saw., kecuali
oleh sahabat, di antaranya ‘Umar, ‘Imrân ibn Husain, Ibn ‘Umar, dan Abû
Mûsâ al-Asy’arî.166
agama dan akal sehat. Berikut ini beberapa nas yang dianggap bertentangan
Hal ini merupakan informasi yang akan terjadi pada hari kiamat mengenai
pembalasan, hukum, dan keadilan Allah. Sesungguhnya setiap diri hanya akan
dibalas berdasarkan amal perbuatannya. Jika baik (amalnya), maka baik pula
(balasannya). Jika buruk (amalnya), maka buruk pula (balasannya).
Sesungguhnya kesalahan seseorang tidak ditanggung oleh orang lain. Inilah di
165
Ibn al-Qayyim, Syarh Sunan Abî Dâwûd, (Beirût: Dâr al-Fikr, tth.), Juz 8, h. 400-401
166
Ibn Qutaibah, ta’wîl Mukhtalaf al-Hadîts, (Beirût: Mu’assasah al-Kutub al-
Tsaqâfiyyah, 1988), Cet. I, h. 162
134
antara wujud keadilan-Nya. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam QS Fâtir
ayat 18 dan Tâhâ ayat 112.167
Sedangkan di antara Hadis yang berseberangan maknanya adalah;
هﺬا إﺑﻨﻚ؟ ﻗﺎل ﻧﻌﻢ ﻗﺎل اﻣﺎ إﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻨﻲ ﻋﻠﻴﻚ وﻻ:ρﻗﻮﻟﻪ
168
ﺗﺠﻨﻲ ﻋﻠﻴﻪ
Jika diakui bahwa kedua jenis teks-teks ini sebagai bertentangan,
terbatas hanya pada tangisan keluarga atau juga tangisan orang lain.
167
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm., Juz 2, h. 199
168
Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 4, Kitâb al-Diyât bâb lâ Yu’khadzu Ahad bi
Jarîrah Akhîh au Abîh, no. Hadis 4495, h. 168; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’i, Kitâb al-Qasâmah wa
al-Qûd Bâb Hal Yu’khdzu Ahad bi Jarîrah Ghairih, no. hadis 4842, h. 776-777; Ibn Mâjah, Sunan
Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Diyât Bâb lâ Yajnî Ahad ‘alâ Ahad, no. Hadis 2671, h. 890; al-Dârimî,
Sunan al-Dârimî, Juz 2, Kitâb al-Diyât Bâb lâ Yu’khadzu Ahad bi Jinâyah Ghairih, no. Hadis
2388, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 2000), Cet.ke-1, h. 53-54; Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Juz 3,
h. 499, Juz 4, h. 163, 345, uz 5, h. 81; 168 al-Kandahlawi, Aujaz al-Masâlik, (Beirût: Dâr al-Fikr,
1989), Juz 4, h. 272-273
169
Al-Suyûtî, Tadrîb al-Râwî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Hadîtsah, 1966), Jilid 1, h. 197-
202
135
hidup).
maka yang dimaksud adalah tangisan secara umum, baik dari keluarganya
mentakwilkan bahwa siksa itu berlaku bagi orang yang berwasiat kepada
hal ini merupakan rahmat Allah. Begitulah yang juga ditunjukkan oleh Rasul
adalah tangisan yang disertai suara keras dan teriakan, bukan semata-mata
170
Ibid, Juz 3, h. 505; Al-‘Aini, ‘Umdah al-Qârî, (Beirût; Dâr al-Fikr, 1989.), Juz 8, h.
79; Khalîl Ahmad, Bazl al-Majhûd, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth.), Juz 3, h. 96
171
al-Nawawî, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 1994), Juz 3, h.
506
136
tidak mendapat azab. Hal ini sesuai dengan firman Allah “Seseorang yang
berbeda. Menurut beliau, jika yang dimaksud adalah mayit kafir, hal ini
tidak ada masalah. Karena memang mayit kafir setiap saat mendapatkan
sudah datang, akan menimpa secara merata kepada semua orang, yang jahat
atau yang baik. Begitulah yang digambarkan Allah dalam surat al-Anfâl
ayat 25 dan al-Rûm ayat 41. Tentang hal ini, Ummu Salamah pernah
tercela dan terlarang. Itulah sebabnya, Imam al-Nawawî (w.675 H.) dalam
kitab “Riyâd al-Sâlihîn” memberikan judul “Bab Jawâz al-Bukâ ‘alâ al-
menangisi mayit tanpa disertai dengan ratapan dan tangisan kuat). Adapun
172
al-Kandahlawi, Aujaz al-Masâlik, Juz 4, h. 271
173
Ibn Qutaibah, Ta’wîl Mukhtalaf al-Hadîts, h. 160-161
137
“niyâhah” (tangisan/ratapan yang disertai teriakan) dipandang sebagai
Aiman, Abû Bakar (w.13 H.), dan ‘Umar (w.23 H.) menangis. Hal ini
ﷲ
ِ لا ِ ﻋ ْﻨ ُﻪ َﺑ ْﻌ َﺪ َوﻓَﺎ ِة َرﺳُﻮ َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ل أَﺑُﻮ َﺑ ْﻜ ٍﺮ َر َ ل ﻗَﺎ َ ﺲ ﻗَﺎ ٍ ﻦ َأ َﻧْﻋ َ
ﷲ
ِ لا ُ ن َرﺳُﻮ َ ﻦ َﻧﺰُو ُرهَﺎ َآﻤَﺎ آَﺎ َ ﻖ ِﺑﻨَﺎ إِﻟَﻰ ُأمﱢ َأ ْﻳ َﻤ ْ ﻄِﻠ َ ِﻟ ُﻌ َﻤ َﺮ ا ْﻧρ
ﻋ ْﻨ َﺪ
ِ ﻚ َﻣﺎ ِ ﻻ ﻟَﻬَﺎ ﻣَﺎ ُﻳ ْﺒﻜِﻴ َ ﺖ َﻓﻘَﺎ ْ َﻳﺰُو ُرهَﺎ َﻓَﻠﻤﱠﺎ ا ْﻧﺘَﻬَ ْﻴﻨَﺎ ِإَﻟ ْﻴﻬَﺎ َﺑ َﻜρ
ن ﻣَﺎ ﻋَﻠ ُﻢ َأ ﱠ
ْ ن َأ َ ﻻ َأآُﻮ َ ن ْ ﺖ ﻣَﺎ َأ ْﺑﻜِﻲ َأ ْ َﻓﻘَﺎَﻟρ ﷲ ﺧَ ْﻴ ٌﺮ ِﻟ َﺮﺳُﻮِﻟ ِﻪ ِ ا
ﻦ
ْ ﻄ َﻊ ِﻣ َ ﻲ َﻗ ْﺪ ا ْﻧ َﻘ
َﺣ ْ ن ا ْﻟ َﻮ
ﻦ َأ ْﺑﻜِﻲ َأ ﱠ ْ َوَﻟ ِﻜρ ﷲ ﺧَ ْﻴ ٌﺮ ِﻟ َﺮﺳُﻮِﻟ ِﻪ ِ ﻋ ْﻨ َﺪ ا
ِ
175
ن َﻣ َﻌ َﻬﺎِ ﻼ َﻳ ْﺒ ِﻜﻴَﺎ
َ ﺠ َﻌ
َ ﻋﻠَﻰ ا ْﻟ ُﺒﻜَﺎ ِء َﻓ َ ﺠ ْﺘ ُﻬﻤَﺎ َ ﺴﻤَﺎ ِء َﻓ َﻬ ﱠﻴ
اﻟ ﱠ
Dari Anas, dia berkata: Sepeninggal Rasulullah saw.Abû Bakar r.a.
pernah berkata kepada ‘Umar: “Marilah kita berkunjung ke (rumah) Ummu
Aiman sebagaimana Rasulullah saw. biasa mengunjunginya. Ketika kami
sampai di tempatnya, Ummu Aiman menangis.” Maka keduanya berkata
kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis? Apa yang ada di sisi Allah
adalah lebih baik bagi Rasul-Nya.sa.” Lalu Ummu Aiman berkata: “Aku
tidak menangis karena tidak mengetahui bahwa apa yang ada di sisi Allah
lebih baik bagi Rasul-Nya saw. Akan tetapi, aku menangis karena wahyu
telah terputus dari langit.” Maka hal itu membuat Abu Bakar dan Umar
tersentuh sehingga keduanya menangis bersamanya. (H.R. Muslim dan Ibn
Mâjah)
Tangisan yang ditunjukkan oleh Ummu Aiman r.a., Abû Bakar r.a.
(w.13 H.), dan ‘Umar r.a. (w.23 H.), adalah tangisan yang teramat wajar
174
al-Nawawî, Riyâd al-Sâlihîn,(Kairo: Matba’ah al-Istiqâmah, 1357/1939), h. 363;
Lihatlah Hadis-hadis tentang tangisan Rasulullah saw. Menyaksikan kematian orang-orang yang
dicintainya pada pembahasan terdahulu!
175
Hadis ini sahih. Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb Fadâ’il al-Sahâbah r.a.Bâb min
fadâ’il Ummi Aiman r.a., h. 379; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Dzikr
Wafâtih wa Dafnih saw., no. Hadis 1635, h. 523-524
138
diperkenankan menangis mengenang kemuliaan, keshalihan dan perjuangan
mereka memuliakan Islam. Kita menangis karena kita tertinggal jauh dari
mereka dalam melakukan amal salih sebagai bekal di akhirat. Kita menangis,
karena banyak noda dan dosa yang menghiasi hari-hari kita. Bahkan, jika
pada seorang sahabat, Ubay bin Ka’ab r.a. (w.21 H.) Beliau menangis saat
namanya disebut oleh Allah. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Hadis
berikut ini:
ﷲ
َ نا ﻲ ِإ ﱠ
ﻷ َﺑ ﱟُ ρﻲ ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ
َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲ
ُ ﻲا َﺿ ِ ﻚ َر ٍ ﻦ ﻣَﺎِﻟ ِ ﺲ ْﺑ
ِ ﻦ َأ َﻧ
ْﻋ َ
ل
َ ب ﻗَﺎ
ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ
ِ ﻦ َأ ْه
ْ ﻦ َآ َﻔﺮُوا ِﻣ َ ﻦ اﱠﻟﺬِﻳ
ْ ﻚ َﻟ ْﻢ َﻳ ُﻜ
َ ﻋَﻠ ْﻴ
َ ن َأ ْﻗ َﺮَأ
ْ َأ َﻣ َﺮﻧِﻲ َأ
176
ل َﻧ َﻌ ْﻢ َﻓ َﺒﻜَﻰ
َ ﺳﻤﱠﺎﻧِﻲ ﻗَﺎ َ َو
Dari Anas, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda kepada Ubay bin
Ka’ab: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku untuk membacakan
kepadamu ‘lam yakun al-ladzîna kafarû’ (Surat al-Bayyinah).” Ubay bertanya:
“Apakah Allah menyebut namaku kepadamu?” Beliau menjawab: “Ya (Dia
telah menyebut namamu kepadaku).” Lantas Anas berkata: “Maka Ubaypun
menangis.” (H.R. al-Bukhârî, Muslim, al-Tirmidzî, dan Ahmad)
Tangisan yang dilakukan Ubay bin Ka’ab (w.21 H.) di hadapan
Rasulullah saw. karena terharu dengan berita yang disampaikan oleh beliau.
seperti ini dibolehkan. Tangisan ini terjadi karena terharu dan bahagia
namanya disebut oleh Zat Yang Mahamulia kepada manusia termulia, yaitu
176
al-Bukhârî, Sahih al-Bukhârî, Juz 4, Kitâb al-Manâqib Bâb Manâqib Ubay bin ka’ab
r.a., h.228, Juz 6, Kitâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb Sûrah Lam Yakun, h. 90; ; Muslim, Sahîh Muslim,
Juz I, Kitâb al-Masâjid wa Mawâdi’ al-Salâh Bâb Istihbâb Qirâ’ah al-Qur’ân ‘alâ Ahl al-Fadl wa
al-Hudzdzâqh fîh, 320, Juz 2, Kitâb Fadâ’il al-Sahâbah r.a. Bâb min fadâ’il Ubay bin Ka’ab wa
Jamâ’ah min al-Ansâr r.a., h. 383; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 5, Abwâb al-Manâqib bâb
Manâqib Mu’âdz ibn Jabal wa Zaid ibn Tsâbit wa Ubay ibn ka’ab wa Abî ‘Ubaidah ibn al-Jarrâh
r.a., no. Hadis 3880, h. 330; Ahmad, Musnad Ahmad, Juz 3, h. 218
139
Rasulullah saw.
Jika menangisi mayit secara wajar sebagai wujud kasih sayang kepada
yang tidak terlalu jauh berbeda. Dari jumlah tersebut, 47 riwayat secara tegas
r.a. (w.23 H.) dan Abdullâh bin ‘Umar r.a. (w.73 H.).
al-Syaikh Ibn al-Qayyim al-Jauzi (w.751 H.) dalam Syarh Sunan Abî
Dâwûd menjelaskan bahwa riwayat ‘Umar r.a. (w.23 H.) dan Ibn ‘Umar
r.a.(w.73 H.) telah disepakati oleh sekelompok sahabat yang lain. Riwayat
menjadi saksi terhadap riwayat ‘Umar r.a. Sahabat lain yang ikut terlibat
dalam periwayatan ini adalah Hafsah, Suhaib, dan Mughîrah bin Syu’bah.
177
Ibn al-Qayyim, Syarh Sunan Abî Dâwûd, Juz 8, h. 400-401
140
Pertama: Imam Badruddîn al-‘Aini (w.855 H.) menyatakan bahwa
al-Syâfi’î (w.204 H.) cenderung kepada pendapat Siti ‘Aisyah (w.57 H..
Pandangan istri Nabi ini dinilai lebih terpelihara berdasarkan al-Qur’an dan
setiap orang akan menjadi tanggung jawabnya sendiri, bukan tanggung jawab
orang lain.178
‘Aisyah terhadap Hadis dimaksud dan menghukumkan bahwa rawi (‘Umar r.a.
dan Ibn ‘Umar r.a.) telah melakukan kesalahan, atau lupa, atau diduga hanya
mendengar sebagian redaksi saja merupakan dugaan yang jauh. Bahkan oleh
Ibn Qutaibah (w.236 H.) dinilai hanya sebagai dugaan (zannî) dan penakwilan
Siti ‘Aisyah saja. Sebab para sahabat yang meriwayatkan makna Hadis
riwayat Ibn Abî Mulaikah bahwa ketika Ibn ‘Umar r.a. mendengar
“sanggahan” ‘Aisyah berdiam diri saja, menurut al-Qurtubî (w.567 H.) hal ini
bukan karena beliau ragu. Boleh jadi menurut beliau, Hadis riwayat beliau
178
al-Kandahlawi, Aujaz al-Masâlik, Juz 4, h. 270; Badruddîn al-‘Ainî, ‘Umdah al-Qârî,
Juz 8, h. 79
141
memungkinkan beliau berbicara.179
mentakwilkan bahwa siksa itu berlaku bagi orang yang berwasiat kepada
hal ini merupakan rahmat Allah. Begitulah yang juga ditunjukkan oleh Rasul
setelah kematiannya. Hal ini tergambar dalam perkataan syair Tarfah bin al-
‘Abd:
ﺐ ﻳَﺎ ُامﱠ
ِ ﺠ ْﻴ
َ ﻋﻠَﻰ ا ْﻟ
َ ﻲ
ْ ﺷ ﱢﻘ
ُ َو @ ﻲ ِﺑﻤَﺎ َأﻧَﺎ َأ ْهُﻠ ُﻪ
ْ ﺖ ﻓَﺎ ْﻧ ِﻌ ْﻴ ِﻨ
ِإذَا ِﻣ ﱡ
181
َﻣ ْﻌ َﺒ ِﺪ
Jika aku meninggal kelak, maka ratapilah diriku dengan ratapan yang
layak untukku, dan robek-robeklah saku baju, wahai Ummu Ma’bad.
ulama bahwa Hadis ini berlaku bagi orang yang berwasiat untuk ditangisi dan
diratapi atau juga orang yang tidak berwasiat agar hal itu ditinggalkan. Siapa
saja yang berwasiat untuk ditangisi dan diratapi atau tidak berwasiat agar hal
179
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî,,Juz 3, h. 154; Ibn Qutaibah, Ta’wîl Mukhtalaf al-
Hadîts, (Beirût: Mu’assasah al-Kutub as-Tsaqâfiyyah, 1988), Cet., h. 162
180
Ibid, Juz 3, h. 505; Badruddîn Al-‘Ainî, ‘Umdah al-Qârî, Juz 8, h. 79; Khalîl Ahmad,
Bazl al-Majhûd, (Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth.), Juz 3, h. 96
181
Badruddîn al-‘Ainî, ‘Umdah al-Qârî, Juz 8, h. 79
142
Jika seseorang telah mengetahui larangan meratapi (mayit) dan dia
tahu bahwa keluarganya mempunyai kebiasaan tersebut dan ia tidak
menginformasikan keharaman perbuatan itu serta tidak melarangnya, maka
jika ia mendapat siksa, maka itu berdasarkan perbuatannya sendiri, tidak
semata-mata perbuatan orang lain. 182
tidak mendapat azab. Hal ini sesuai dengan firman Allah “Seseorang yang
dimaksud tangisan yang melahirkan siksaan bagi mayit adalah tangisan yang
disertai suara keras dan teriakan, bukan semata-mata deraian air mata.184 Inilah
menggunakan lafal “bi bukâ ahlih” dan yang menggunakan lafal “bi ba’d bukâ
ahlih” (riwayat Ibn ‘Abbâs r.a.), serta yang menggunakan lafal yang berakar kata
dari “niyâhah”, dipahami bahwa tidak semua tangisan menyebabkan siksaan bagi
mayit. Hanya tangisan yang disertai dengan teriakan keraslah yang terlarang.
judul “Bâb Jawâz al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit bi Ghair Nadb walâ Niyâhah” (Bab yang
182
al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî, Juz 3, h. 154-155
183
al-Kandahlawi, Aujaz al-Masâlik, Juz 4, h. 271
184
al-Nawawî, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, Juz 3, h. 506
143
tangisan kuat). Adapun “niyâhah” (tangisan/ratapan yang disertai teriakan)
Muhammad bin ‘Allân al-Siddîqî (w. 1057 H.) menjelaskan bahwa yang
kebaikan-kebaikan mayit (padahal yang mereka anggap baik adalah buruk dalam
dengan “Bab Qaul al-Nabî Yu’adzdzab al-Mayyit bi Ba’d Bukâ Ahlih ‘alaih Idzâ
kâna al-Nauh min Sunnatih” (Bab yang menjelaskan ucapan Nabi “mayit disiksa
Imam al-Bukhârî (w.256 H.) sebagaimana riwayat Ibn ‘Abbâs r.a. (w.68 H.)
dengan lafal “ba’d” (muqayyad) terhadap riwayat Ibn ‘Umar r.a. (w.73 H.) yang
menggunakan redaksi global. Ini artinya tidak setiap tangisan yang terlarang,
ب
َ ﺿ َﺮ
َ ﻦ َ َﻟ ْﻴρ ﻲ
ْ ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ َﻣ ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ
َ ل ﻗَﺎَ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲ
ُ ﻲا
َﺿ ِ ﷲ َر ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا
َ ﻦ
ْﻋَ
188
ﻋﻮَى ا ْﻟﺠَﺎ ِهِﻠ ﱠﻴ ِﺔ ْ َب وَدَﻋَﺎ ﺑِﺪَ ﺠﻴُﻮ
ُ ﻖ ا ْﻟ
ﺷﱠَ ﺨﺪُو َد َو
ُ ا ْﻟ
185
al-Nawawî, Riyâd al-Salihîn, h. 363
186
Muhammad bin ‘Allân al-Siddîqî, Dalîl al-Fâlihîn, (Beirût: Dâr al-Fikr, tth.), jilid 3, h.
405
187
al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî, Juz 3, h. 152
188
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-Janâ’iz Bâb laisa minnâ man Daraba al-
Khudûd, h. 83; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îmân Bâb Tahrîm Darb al-Khudûd wa
Syaqq al-Juyûb wa al-Du’â bi Da’wâ al-Jâhiliyyah, h. 56
144
Dari ‘Abdullâh r.a. ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Bukanlah termasuk
dari kebiasaan kami orang yang menampar-nampar pipi, merobek pakaian, dan
berteriak dengan cara jahiliyah.” (Muttafaq ‘alaih )
Allah sehingga tidak akan disentuh oleh api neraka kelak di hari kiamat.
ﻞ َﺑﻜَﻰ
ٌﺟ ُ َﺞ اﻟﻨﱠﺎ َر ر َ ρﷲ
ُ ﻻ َﻳِﻠ ِ لاُ ل َرﺳُﻮ َ ل ﻗَﺎ
َ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ﻗَﺎ
ْﻋَ
ﻏﺒَﺎ ٌر
ُ ﺠ َﺘ ِﻤ ُﻊ
ْ ﻻ َﻳ
َ ع َوِ ﻀ ْﺮﻦ ﻓِﻲ اﻟ ﱠ
ُ َﷲ ﺣَﺘﱠﻰ َﻳﻌُﻮ َد اﻟﱠﻠﺒ ِ ﺸ َﻴ ِﺔ ا
ْﺧَ ﻦ ْ ِﻣ
190
ﺟ َﻬ ﱠﻨ َﻢ
َ نُ ﷲ َو ُدﺧَﺎ ِ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ا
Dari Abû Hurairah ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Seseorang
yang menangis karena takut kepada Allah tidak akan masuk ke dalam
neraka sehingga air susu kembali ke teteknya. Tidak juga akan bersatu
debu yang beterbangan di jalan Allah dengan asap neraka jahanam.” (H.R.
al-Tirmidzî dan al-Nasâ’î)
ﻻ
َ ِل ﻋَ ْﻴﻨَﺎن ُ َﻳﻘُﻮρ ﷲ ِ لاَ ﺖ َرﺳُﻮ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ
َ ل َ س ﻗَﺎ ٍ ﻋﺒﱠﺎَ ﻦ ِ ﻦ ا ْﺑْﻋَ
س ﻓِﻲ
ُ ﺤ ُﺮ ْ ﺖ َﺗْ ﻦ ﺑَﺎ َﺗ
ٌ ﻋ ْﻴ
َ ﷲ َو
ِ ﺸ َﻴ ِﺔ ا
ْﺧَ ﻦْ ﺖ ِﻣ ْ ﻦ َﺑ َﻜ
ٌ ﺴ ُﻬﻤَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ُر ﻋَ ْﻴ
ﺗَﻤَ ﱡ
191
ﷲ
ِ ﺳَﺒِﻴﻞِ ا
189
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îmân Bâb itlâq Ism al-Kufr ‘alâ al-Ta’n fî al-
Nasab wa al-Niyâhah ‘alâ al-Mayyit, h. 46
190
Menurut Imam al-Tirmidzî, nilai Hadis ini hasan sahih. Lihat : al-Tirmidzî, Sunan al-
Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Jihâd Bâb Mâ Jâ’a fi fadl al-Ghubârfî Sabîil al-Lâh, no. Hadis 1683, h.
93, dan Juz 3 Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fî Fadl al-Bukâ min Khasy-yah al-Lâh, no. Hadis 2413,
h. 380; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb al-Jihâd Bâb Fadl man ‘Amila fî Sabîl al-Lâh ‘alâ
Qadamih, no. Hadis 3105, h. 505
191
Hadis ini hasan garib. Lihat; Ibid, Juz 3, Abwâb al-Jihâd Bâb Mâ Jâ’a fî Fadl al-Hars fî
145
Dari Ibn ‘Abbas, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda: “Ada dua mata (yang pemiliknya) tidak akan disentuh oleh api
neraka, yaitu: mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata
yang selalu terjaga di jalan Allah.” (H.R. al-Tirmidzî)
ﻦ
ْ ﷲ ِﻣ ِ ﺐ إِﻟَﻰ ا ﺣ ﱠَ ﻲ ٌء َأ
ْ َﺲ ﺷ
َ ل َﻟ ْﻴَ ﻗَﺎρ ﻲ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ
ْﻋَ ﻦ َأﺑِﻲ ُأﻣَﺎ َﻣ َﺔ ْﻋَ
ﻄ َﺮ ُة َد ٍم
ْ ﷲ َو َﻗ
ِ ﺸ َﻴ ِﺔ ا
ْﺧ َ ع ﻓِﻲ ٍ ﻦ ُدﻣُﻮ ْ ﻄ َﺮ ٌة ِﻣْ ﻦ َﻗِ ﻦ َوَأ َﺛ َﺮ ْﻳ
ِ ﻄ َﺮ َﺗ ْﻴ
ْ َﻗ
ﷲ َوَأ َﺛ ٌﺮ ﻓِﻲ ِ ن َﻓَﺄ َﺛ ٌﺮ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ا
ِ ﻷ َﺛﺮَا
َ ﷲ َوَأﻣﱠﺎ ا ِ ق ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ا ُ ُﺗ ْﻬﺮَا
192
ﷲ
ِ ﺾا ِ ﻦ َﻓﺮَا ِﺋ ْ ﻀ ٍﺔ ِﻣ
َ َﻓﺮِﻳ
Dari Abî Umâmah dari Nabi saw., beliau bersabda: “Tidak ada
sesuatu yang lebih dicintai oleh Allah selain dua tetesan dan dua atsar
(bekas/pengaruh), yaitu: tetesan air mata karena takut kepada Allah dan
tetesan darah yang ditumpahkan di jalan Allah. Adapun dua atsar itu
adalah atsar di jalan Allah dan atsar dalam melaksanakan kewajiban dari
Allah.”(H.R. al-Tirmidzî)
khawatir akan ditimpa murka dan azab-Nya yang teramat pedih, akan
Sabîl al-Lâh no. hadis 1690, h.96. Dengan redaksi yang agak berbeda, hadis ini juga diriwayatkan
oleh Imam al-Dârimî dan Imam Ahmad bin Hanbal.; Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa
suatu ketika ‘Abdullâh bin ‘Amr sujud sambil menangis, lalu beliau berkata: “Apakah anda heran
dengan tangisan saya?” Selanjutnya beliau memandang bulan dan berkata: “Sesungguhnya ini
(bulan) sungguh menangis karena takut kepada Allah.” Lihat ‘Abdullâh bin al-Mubârak, Al-Zuhd
wa al-Raqâ’iq, Bâb Fadl Dzikr al-Lâh ‘Azza wa Jalla, no. Hadis 1145, h. 589
192
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Jihâd Bâb 25, no. hadis 1720, h.109;
Kualitas Hadis ini hasan garib
193
Hadis ini daif. Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-
bukâ, no. Hadis 4197, h. 1404
146
Allah sehingga diselamatkan dari pedihnya api neraka. Bukankah selamat
dan aman dari api neraka merupakan harapan setiap orang sebagaimana
berupaya sekuat tenaga untuk menjauhkan diri dari berbagai maksiat, dan
sebaliknya akan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Kalaupun suatu ketika
ia melakukan suatu dosa, ia akan segera ingat kepada Allah dan bertaubat
kepada-Nya.
Imam Abû al-Faraj Ibn al-Jauzî (w. 597 H.) pernah berkata: “Takut
Keutamaan rasa takut itu tergantung bagaimana rasa takut itu dapat
rasa taat. Rasa takut kepada Allah juga dapat menumbuhkan sikap iffah
(QS.Fâtir/35:28).
194
Abdurrahman As-Sinjari, et.al., Menangis karena Takut pada Allah, (Jakarta: Pustaka
AL-Kautsar, 2005), Cet. Ke-14, h. 11;
147
adalah bahwa takut itu terpuji jika dikaitkan dengan kekurangan amal
dilakukan. Oleh karena itu, orang yang hatinya benar-benar takut kepada
dari perbuatan dosa dan terus mengikatnya dengan perilaku taat. Jiwa dan
tiada kesempatan lagi untuk yang lain. Itulah sebabnya, dalam kondisi
seperti ini, orang tersebut akan meneteskan air mata yang akan diiringi
‘Aisyah r.a. (w.57 H.) pernah berkata: “Saya tidak pernah melihat
tetapi, beliau hanya tersenyum. Dan apabila beliau melihat awan ataupun
bersabda: “Wahai Aisyah, aku khawatir jika hal itu merupakan azab.
Sebab, telah diazab suatu kaum dengan sapuan angina, dan tatkala melihat
datngnya azab itu mereka berkata sebagaimana yang disebut dalam Al-
195
Ahmad Suyuti, Percik-percik Kesucian, (Jakarta: Pustaka Amani, 1996), h. 147
196
Ibid, h. 14
148
selama tiga ratus tahun hingga di bawah kedua mata beliau ada semacam
Sahabat Abû ‘Ubaidah al-Jarrâh r.a. berkata: “Andaikan saja aku ini
Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ibrahim bahwa Nabi saw.
lain.” Lalu Ibn Mas’ûdpun membacakan untuknya dari awal surat An-
ﻻ ِء
َ ﻋَﻠﻰ ه ُﺆ
َ ﻚ
َ ﺟ ْﺌ َﻨﺎ ِﺑ
ِ ﺸ ِﻬ ْﻴ ٍﺪ َو
َ ﻞ ُا ﱠﻣ ٍﺔ ِﺑ
ﻦ ُآ ﱢ
ْ ﺟ ْﺌ َﻨﺎ ِﻣ
ِ ﻒ ِا َذا
َ َﻓ َﻜ ْﻴ
ﻬ ْﻴ ًﺪا
ِﺷ َ
Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami
mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai
umatmu). (Q.S.al-Nisâ/4:41)
197
Ibn Qudâmah, Minhâj al-Qâsidîn, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), Cet. I, h. 399
198
Ibid, h. 400
149
Maka beliaupun menangis.199
Menurut Imam Ibn Katsîr (w. 774 H.), melalui ayat ini Allah
Dari kalangan sahabat, Abû Bakar al-Siddîq r.a. (w.13 H.)yang juga
sekaligus mertua Rasulullah saw. dikenal sebagai orang yang amat mudah
menitikkan air mata saat membaca al-Qur’an, baik di dalam salat ataupun
di luar salat. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Hadis berikut ini:
ﺷ َﺘ ﱠﺪْ ل َﻟﻤﱠﺎ ا َ ﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﻗَﺎ ْﻋَ ﺧ َﺒ َﺮ ُﻩ ْ ﷲ َأﻧﱠ ُﻪ َأِ ﻋ ْﺒ ِﺪ اَ ﻦ ِ ﺣ ْﻤ َﺰ َة ْﺑَ ﻦ ْﻋ َ
ل ُﻣﺮُوا َأﺑَﺎ َﺑ ْﻜ ٍﺮَ ﻼ ِة َﻓﻘَﺎ
َﺼ ﻞ َﻟ ُﻪ ﻓِﻲ اﻟ ﱠ َ َوρ ﷲ
َ ﺟ ُﻌ ُﻪ ﻗِﻴ ِ لا ِ ِﺑ َﺮﺳُﻮ
ﻖ إِذَا َﻗ َﺮَأ ٌ ﻞ رَﻗِﻴ
ٌﺟُ َن َأﺑَﺎ َﺑ ْﻜ ٍﺮ ر ﺸ ُﺔ ِإ ﱠ
َ ﺖ ﻋَﺎ ِﺋ ْ ﻞ ﺑِﺎﻟﻨﱠﺎسِ ﻗَﺎَﻟ ﺼﱢ َ َﻓ ْﻠ ُﻴ
ﺼﻠﱢﻲ َ ل ُﻣﺮُو ُﻩ َﻓ ُﻴَ ﺼﻠﱢﻲ َﻓﻌَﺎ َو َد ْﺗ ُﻪ ﻗَﺎ َ ل ُﻣﺮُو ُﻩ َﻓ ُﻴ َ ﻏَﻠ َﺒ ُﻪ ا ْﻟ ُﺒﻜَﺎ ُء ﻗَﺎ
َ
201
ﻒ
َ ﺳ ُ ﺐ ﻳُﻮُ ﺣِ ﺻﻮَا َ ِإﻧﱠ ُﻜﻦﱠ
Dari Hamzah bin ‘Abdullâh, sesungguhnya ia mengkhabarkan dari
ayahnya, ia berkata: Ketika Nabi menderita sakit (yang
menghantarkannya kepada kematian), dikatakan kepada beliau (untuk
menjadi imam) dalam salat. Beliau bersabda: “Perintahkanlah Abû Bakar
agar salat (dan menjadi imam) bersama yang lain!” ‘Aisyah berkata:
“Sesungguhnya Abû Bakar adalah seorang yang lembut (mudah sedih).
Jika ia membaca al-Qur’an, niscaya selalu menangis.” Beliau bersabda
kembali: “Perintahkanlah ia (Abû Bakar) untuk (memimpin) salat!”
‘Aisyahpun mengulangi perkataannya. Nabi bersabda lagi:
“Perintahkanlah ia (Abu Bakar) untuk (memimpin) salat. Sesungguhnya
kalian (para wanita) bagaikan orang-orang yang hidup pada masa Nabi
Yûsuf.” (H.R. al-Bukhârî dan Ibn Mâjah)
Itulah Abû Bakar al-Siddîq r.a. (w.13 H.), sahabat Rasulullah yang
199
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, kitâb al-Masâjid wa Mawâd’i al-Salâh Bâb Istihbâb
Qirâ’ah al-Qur’ân ‘alâ Ahl al-Fadl wa al-Hudzdzâq, h. 320
200
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm., Juz 1, h. 498
201
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 1, Kitâb al-Adzân Bâb Ahl al-‘Ilm wa al-Fadl Haqq
bi al-Imâmah, h. 165 & 167; Bâb Idzâ Sallâ Tsumma Amma Qaumah, h.174; Bâb Idzâ Bakâ al-
Imâm fî al-Salâh, h. 176; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb Iqâmah al-Salâh wa al-
Sunnah fîh Bâb Mâ Jâ’a fî Salah Rasul al-Lâh saw. Fî Maradih, no. Hadis 1232, h. 389
150
mudah bersedih, berhati lembut, banyak mencucurkan air mata, yang
Muhammad saw. dan juga para nabi. Dia orang yang banyak memiliki
pernah berfirman:
ﻲ
َ ﻦ َآ َﻔ ُﺮ ْوا َﺛﺎ ِﻧ َ ﺟ ُﻪ اﱠﻟ ِﺬ ْﻳ
َ ﺧ َﺮ ْ ﷲ ِا ْذ َا ُ ﺼ َﺮ ُﻩ ا َ ﺼ ُﺮ ْو ُﻩ َﻓ َﻘ ْﺪ َﻧ
ُ ﻻ َﺗ ْﻨ ِا ﱠ
ﷲ َﻣ َﻌ َﻨﺎ َ نا ن ِا ﱠ
ْ ﺤ َﺰْ ﻻ َﺗ َ ﺣ ِﺒ ِﻪ
ِ ﺼﺎ َ ل ِﻟ ُ ﻦ ِا ْذ ُه َﻤﺎ ِﻓﻲ ا ْﻟ َﻐﺎ ِر ِا ْذ َﻳ ُﻘ ْﻮ
ِ ا ْﺛ َﻨ ْﻴ
ﻞ َآِﻠ َﻤ َﺔ َ ﺠ ُﻨ ْﻮ ٍد ﻟ ﱠﻢ ْ َﺗ َﺮ ْو َهﺎ َو
َ ﺟ َﻌ ُ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َوَا ﱠﻳ َﺪ ُﻩ ِﺑ
َ ﺳ ِﻜ ْﻴ َﻨ َﺘ ُﻪ
َ ﷲ
ُ لا َ َﻓَﺎ ْﻧ َﺰ
ﺣ ِﻜ ْﻴ ٌﻢ
َ ﻋ ِﺰ ْﻳ ٌﺰ
َ ُ ﻲ ا ْﻟ ُﻌ ْﻠ َﻴﺎ َواﷲ َ ﷲ ِه ِ ﺴ ْﻔَﻠﻰ َو َآِﻠ َﻤ ُﺔ ا ﻦ َآ َﻔ ُﺮوا اﻟ ﱡ َ اﱠﻟ ِﺬ ْﻳ
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya
Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin
Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua
orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada
temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta
kita." Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan
membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah
menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat
Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S.
al-Taubah/9:40)
‘Umar bin Khattâb r.a. (w. 23 H.) pernah mendengar suatu ayat
yang dibaca, lalu dia jatuh sakit hingga beberapa hari. Lalu pada suatu hari
menjadi tanah seperti ini. Andaikan saja aku bukan sesuatu yang diingat.
Suatu ketika Fudail bin Iyâd (w. 187 H.) membaca al-Qur’an
202
Ibn Qudâmah, Minhâj al-Qâsidîn, h. 399
151
dengan wajah bersedih, penuh rasa harap, pelan dan lamban seolah-olah ia
ﻇﱢﻠ ِﻪ َﻳ ْﻮ َم
ِ ﷲ ﻓِﻲ ُ ﻈﻠﱡ ُﻬ ْﻢ ا ِ ﺳ ْﺒ َﻌ ٌﺔ ُﻳ
َ ل َ ﻗَﺎρ ﻲ ﻦ اﻟﱠﻨ ِﺒ ﱢْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ْﻋ َ
ﻞٌﺟ ُ ﻋﺒَﺎ َد ِة َرﱢﺑ ِﻪ َو َرِ ﺸَﺄ ﻓِﻲ َ ب َﻧ ل َوﺷَﺎ ﱞ ُ ﻹﻣَﺎ ُم ا ْﻟﻌَﺎ ِدِ ﻇﻠﱡ ُﻪ ا
ِ ﻻ ﻞ ِإ ﱠ
ﻇﱠِ ﻻ َ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ
َ ﺟﺘَﻤَﻌَﺎ ْﷲا ِ ن َﺗﺤَﺎﺑﱠﺎ ﻓِﻲ ا ِﻼ َﺟ ُ ﺟ ِﺪ َو َر ِ ﻖ ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤﺴَﺎ ٌ َﻗ ْﻠُﺒ ُﻪ ُﻣﻌَﱠﻠ
ل
َ ل َﻓﻘَﺎ ٍ ﺟﻤَﺎ
َ ﺐ َو ٍ ﺼ ِ ت َﻣ ْﻨ ُ ﻃَﻠ َﺒ ْﺘ ُﻪ ا ْﻣ َﺮَأ ٌة ذَا
َ ﻞ ٌﺟ ُ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َرَ َو َﺗ َﻔ ﱠﺮﻗَﺎ
ﺷﻤَﺎُﻟ ُﻪ ﻣَﺎ ِ ﻻ َﺗ ْﻌَﻠ َﻢ َ ﺣﺘﱠﻰ َ ﺧﻔَﻰ ْ َق أ
َ ﺼ ﱠﺪَ ﻞ َﺗ ٌﺟ ُ ﷲ َو َر َ فا ُ ِإﻧﱢﻲ َأﺧَﺎ
203
ﺖ ﻋَ ْﻴﻨَﺎ ُﻩ
ْ ﺿ َ ﷲ ﺧَﺎِﻟﻴًﺎ َﻓﻔَﺎ َ ﻞ َذ َآ َﺮ ا ٌﺟ ُ ﻖ َﻳﻤِﻴُﻨ ُﻪ َو َر ُ ُﺗ ْﻨ ِﻔ
Dari Abû Hurairah r.a. dari Nabi saw., beliau bersabda: Ada tujuh
golongan yang akan dinaungi oleh Allah di dalam naungan-Nya pada saat
tidak ada naungan selain naungan-Nya, yaitu: (1) imam (pemimpin) yang
adil, (2) pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah, (3) seseorang
yang hatinya selalau dipertautkan dengan masjid, (4) dua orang yang
saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah karena
Allah, (5) seseorang yang dibujuk oleh seorang (wanita) yang berpangkat
dan cantik (untuk melakukan zina), maka dia mengatakan, ‘Sesungguhnya
aku takut kepada Allah.’ (6) seseorang yang bersedekah lalu dia
menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
203
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 1, Kitâb al-Adzân Bâb Man Jalasa fî al-Masjid
Yantaziru al-Salâh wa Fadl al-Masâjid, h. 160-161, Juz 7, Kitâb al-Riqâq Bâb Min Khasy-yah al-
Lâh, h. 185; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Zakâh Bâb Fadl Ikhfâ al-Sadaqah, h. 412; al-
Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fî al-Hubb fi al-Lâh, no. Hadis
2499, h. 24-25; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb Adab al-Qudâh Bâb al-Imâm al-‘Âdil, no.
Hadis 5390, h. 851; Mâlik, al-Muwatta, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 1993), Cet.I, h. 726; Ahmad, al-
Musnad, Juz 1, h. 374; ‘Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd waal-Raqâ’iq, Bâb fadl Dzikr al-lâh
‘Azza wa Jalla, h. 550-551
152
diinfakkan oleh tangan kanannya, dan (7) orang yang mengingat
(berdzikir kepada) Allah dalam kesedirian sehingga meneteskan air
mata.(H.R. al-Bukhârî, Muslim, al-Tirmidzî, al-Nasâ’î, Mâlik, dan
Ahmad)
Seorang muslim yang menyendiri dengan Rabb-nya dengan
meraih kesuksesan.
ﻚ
ْ ل َأ ْﻣِﻠ
َ ﷲ ﻣَﺎ اﻟ ﱠﻨﺠَﺎةُ؟ ﻗَﺎ ِ لاَ ﺳ ْﻮ
ُ ﺖ ﻳَﺎ َر ُ ل ُﻗ ْﻠ
َ ﻦ ﻋَﺎ ِﻣ ٍﺮ ﻗَﺎ ِ ﻋ ْﻘ َﺒ َﺔ ْﺑ
ُ ﻦْﻋ َ
204
ﻚ
َ ﻄ ْﻴ َﺌ ِﺘ
ِﺧَ ﻚ ﻋَﻠَﻰ ِ ﻚ َو َأ ْﺑ
َ ﻚ َﺑ ْﻴ ُﺘ
َ ﺴ ْﻌ
َ ﻚ َو ْﻟ َﻴَ ﻚ ِﻟﺴَﺎ َﻧ َ ﻋَﻠ ْﻴ
َ
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ia berkata: Saya bertanya: “Ya Rasulullah,
Bagaimana caranya untuk mendapatkan keberhasilan itu?” Beliau
menjawab: “Tahanlah lisanmu (agar hanya kebaikan yang keluar darinya),
hendaknya rumahmu memberikan keluasan kepadamu (nyman tinggal di
rumah), dan menangislah atas segala kesalahanmu!”(H.R. al-Tirmidzî)
ﻦ
ﻄ َﻤ ِﺌ ﱡ
ْ ﷲ َﺗ
ِ ﻻ ِﺑ ِﺬ ْآ ِﺮ ا
َ ﷲ َأ
ِ ﻦ ُﻗﻠُﻮ ُﺑ ُﻬ ْﻢ ِﺑ ِﺬ ْآ ِﺮ ا
ﻄ َﻤ ِﺌ ﱡ
ْ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا َو َﺗ
َ اﱠﻟﺬِﻳ
204
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fî Hifz al-Lisân,
no. Hadis 2517, h. 31; ‘Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, Bâb Mâ Jâ’a fî al-Huzn
wa al-Bukâ, h.132; Kualitas Hadis ini hasan.
153
ب
ُ ا ْﻟ ُﻘﻠُﻮ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S. al-Ra’d/13:28)
Allah swt. itulah sebabnya, salat bagi Rasulullah, dan juga selayaknya bagi
umat Islam, menjadi sesuatu yang sangat disenangi. Hal ini dapat dilihat
ρ ﷲ
ِ ل ا
َ ﺖ َرﺳُﻮ ُ ل َرَأ ْﻳ
َ ﻦ أَﺑِﻴﻪِ ﻗَﺎ
ْﻋَ ف ٍ ﻄ ﱢﺮَ ﻦ ُﻣ ْﻋ
َ ﺖ
ٍ ﻦ ﺛَﺎ ِﺑ
ْﻋَ
205
ρ ﻦ ا ْﻟ ُﺒﻜَﺎ ِء
ْ ﺻ ْﺪ ِر ِﻩ أَزِﻳ ٌﺰ َآَﺄزِﻳ ِﺰ اﻟ ﱠﺮﺣَﻰ ِﻣ
َ ﺼﻠﱢﻲ َوﻓِﻲ َ ُﻳ
Dari Tsâbit dari Mutarrif dari Ayahnya, ia berkata: Saya melihat
Rasulullah saw. sedang salat dan di dalam rongga dadanya terdengar suara
seperti suara orang yang berjalan kaki karena tangisnya. (H.R. Abû
Dâwûd)
Dalam riwayat lain disebutkan:
س َﻳ ْﻮ َم َﺑ ْﺪ ٍر
ٌ ِن ﻓِﻴﻨَﺎ ﻓَﺎر َ ل ﻣَﺎ آَﺎ َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﻲ َر ﻋِﻠ ﱟ َ ﻦ ْﻋ َ
ρﷲ ِ لا َ ﻻ َرﺳُﻮﻻ ﻧَﺎﺋِ ٌﻢ ِإ ﱠﻏ ْﻴ ُﺮ ا ْﻟ ِﻤ ْﻘﺪَا ِد َوَﻟ َﻘ ْﺪ َرَأ ْﻳ ُﺘﻨَﺎ َوﻣَﺎ ِﻓﻴﻨَﺎ ِإ ﱠ
َ
206
.ﺢَ ﺻ َﺒ
ْ ﺣﺘﱠﻰ َأ َ ﺼﻠﱢﻲ وَﻳَ ْﺒﻜِﻲ َ ﺠ َﺮ ٍة ُﻳ َﺷ َ ﺖ َ ﺤ ْ َﺗ
Dari ‘Alî bin Abî Tâlib r.a. dia berkata: “Pada waktu perang Badar,
di antara kami tidak terdapat penunggang kuda kecuali Miqdad. Dan aku
melihat tidak ada seorangpun di antara kami yang terbangun kecuali
Rasulullah saw. yang tengah berada di bawah pohon sedang mengerjakan
shalat dan menangis sampai pagi hari.” ( H.R. Ahmad)
205
Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd., Jilid 1, Kitâb al-Salâh Bâb al-Bukâ fî al-Salâh, no.
Hadis 904, h. 238; Lihat juga ‘Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, Bâb Mâ Jâ’a fî
Fadl al-‘Ibâdah, h. 123
206
Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, Juz 1, h. 125
154
Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam kitab
“Sahîh”-nya kitab “al-Salâh” bab “al-Dalîl ‘alâ anna al-bukâ lâ yaqta’ al-
Salâh” no.899 dan dia menilainya sahih.. Ibn Hibbân juga meriwayatkan
dalam “Kitab al-Salâh” bab “Dzikr Ibâha al-bukâ fi al-Salâh” no.2254, dan
bahwa segala yang keluar dari lisannya adalah kebenaran yang dapat
sejati di dunia dan akhirat. Dalam sebuah riwayat diceritakan betapa para
sahabat tak mampu membendung tetesan air mata dari kelopak mata
ﻦ
َ ﺣ ْﻴ
ِ ج َ ﺧ َﺮ َ ρﻲ ن اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ
ﻋ ْﻨ ُﻪ َأ ﱠ
َ ﷲُ ﻲا َﺿ ِ ﻚ َر ٍ ﻦ ﻣَﺎِﻟ ِ ﺲ ْﺑ ِ ﻦ َأ َﻧْﻋَ
ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َم ﻋَﻠَﻰ ا ْﻟ ِﻤ ْﻨ َﺒ ِﺮ َﻓ َﺬ َآ َﺮ َ ﻈ ْﻬ َﺮ َﻓَﻠﻤﱠﺎﺼﻠﱠﻰ اﻟ ﱡ َ ﺲ َﻓ ُ ﺖ اﻟﺸﱠ ْﻤ ِ ﻏ َ زَا
ﺐ
ﺣ ﱠ َ ﻦ َأ ْ ل َﻣ َ ﻋﻈَﺎﻣًﺎ ُﺛﻢﱠ ﻗَﺎ ِ ﻦ َﻳ َﺪ ْﻳﻬَﺎ ُأ ُﻣ ْﻮرًا
َ ن َﺑ ْﻴ ﻋ َﺔ َو َذ َآ َﺮ َأ ﱠ َ اﻟﺴﱠﺎ
ﻲ ٍءْ ﺷ َ ﻦ ْﻋ َ ﻲ ْ ﺴَﺄُﻟ ْﻮ ِﻧ
ْ ﻻ َﺗ َ ﷲِ ﻋ ْﻨ ُﻪ َﻓ َﻮ ا
َ لْ ﺴَﺄ
ْ ﻲ ٍء َﻓ ْﻠ َﻴ
ْ ﺷَ ﻦ ْﻋ َ ل َ ﺴَﺄ
ْ ن َﻳ
ْ َأ
207
Khumais As-Sa’id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah dan Para Sahabat
Menangis,, h. .92
155
س
ُ ﺲ َﻓَﺄ ْآ َﺜ َﺮ اﻟﻨﱠﺎ ٌ ل َأ َﻧ َ ﻲ هَﺬَا ﻗَﺎ ْ ﻲ َﻣﻘَﺎ ِﻣ ْ ﺖ ِﻓ ُ ﺧ َﺒ ْﺮُﺗ ُﻜ ْﻢ ِﺑ ِﻪ ﻣَﺎ ُد ْﻣ ْ ﻻ َأ
ِإ ﱠ
ﺲ َﻓﻘَﺎ َمٌ ل َأ َﻧ َ ﻲ َﻓﻘَﺎْ ﺳُﻠ ْﻮ ِﻧ
َ ل َ ن َﻳ ُﻘ ْﻮْ َأρ ﷲ ِ لا ُ ﺳ ْﻮُ ا ْﻟُﺒﻜَﺎ َء َو َأ ْآ َﺜ َﺮ َر
ﻋ ْﺒ ُﺪ
َ ل اﻟﻨﱠﺎ ُر َﻓﻘَﺎ َم َ ﷲ ﻗَﺎ ِ لا َ ﺳ ْﻮُ ﻲ ﻳَﺎ َر ْ ﺧِﻠ
َ ﻦ َﻣ ْﺪ َ ل َأ ْﻳَ ﻞ َﻓﻘَﺎ ٌﺟُ َِإَﻟ ْﻴ ِﻪ ر
ل
َ ﺣﺬَا َﻓ ُﺔ ﻗَﺎ ُ ك َ ل َأُﺑ ْﻮ
َ ﷲ ﻗَﺎ ِ لا َ ﺳ ْﻮ ُ ﻲ ﻳَﺎ َر ْ ﻦ َأ ِﺑ
ْ ل َﻣ َ ﺣﺬَا َﻓ َﺔ َﻓﻘَﺎ ُ ﻦ ُ ﷲ ْﺑ ِ ا
ل
َ ﻋ َﻤ ُﺮ ﻋَﻠَﻰ ُر ْآ َﺒ َﺘ ْﻴ ِﻪ َﻓﻘَﺎ ُ ك َ ﻲ َﻓ َﺒ َﺮ َ ﻲ
ْ ﺳُﻠ ْﻮ ِﻧ ْ ﺳُﻠ ْﻮ ِﻧ
َ ل َ ن َﻳ ُﻘ ْﻮ
ْ ُﺛﻢﱠ َأ ْآ َﺜ َﺮ َأ
ﺖ
َ ﺴ َﻜ َ ل َﻓ َ ﻻ ﻗَﺎ ً ﺳ ْﻮُ َرρ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َ ﻼ ِم دِﻳْﻨﺎً َو ِﺑ ُﻤ َﺳ ْ ﷲ رَﺑًّﺎ َو ِﺑﺎْﻹ ِ ﺿ ْﻴﻨَﺎ ﺑِﺎ ِ َر
أَ ْوﻟَﻰ َوρ ﷲ ِ لا ُ ﺳ ْﻮ
ُ ل َر َ ﻚ ُﺛﻢﱠ ﻗَﺎ َ ﻋ َﻤ ُﺮ َذِﻟُ ل َ ﻦ ﻗَﺎ َ ﺣ ْﻴِ ρﷲ ِ لا ُ ﺳ ْﻮُ َر
ﻲ
ْ ﺠﻨﱠ ُﺔ َو اﻟﻨﱠﺎ ُر ا ِﻧﻔًﺎ ِﻓ َ ﻲ ا ْﻟ
ﻋَﻠ ﱠ َ ﺖ ْ ﺿ َ ﻋ ِﺮ ُ ﻲ ِﺑ َﻴ ِﺪ ِﻩ َﻟ َﻘ ْﺪ ْ ﺴِ ي َﻧ ْﻔ ْ اﱠﻟ ِﺬ
ﺨ ْﻴ ِﺮ َ ﻲ َﻓَﻠ ْﻢ َأ َر آَﺎ ْﻟ َﻴ ْﻮ ِم ﻓِﻰ ا ْﻟ ْ ﺻﱢﻠ َ ﻂ َو َأﻧَﺎ ُأ ِ ض هَﺬَا ا ْﻟﺤَﺎ ِﺋ ِ ﻋ ْﺮ ُ
208
ﺸ ﱢﺮ
وَاﻟ ﱠ
Dari Anas bin Mâlik r.a. (berkata): Sesungguhnya Nabi saw. pernah
keluar saat matahari tergelincir, lalu beliau salat zuhur. Ketika beliau salam
(dari salatnya), beliau berdiri di atas mimbar dan kemudian menyampaikan
hal-hal mengenai hari kiamat. Beliau menyebutkan bahwa menjelang
kedatangan hari kiamat akan datang masalah-masalah yang besar. Lalu
beliau berkata: “Barangsiapa yang ingin bertanya tentang sesuatu, maka
sampaikanlah. Demi Allah, apapun yang kalian tanyakan, niscaya akan aku
jelaskan selama aku masih berada di tempat ini.” Anas berkata: (Saat itu)
orang-orang banyak menangis dan Rasulullah saw. banyak mengatakan
“Bertanyalah kepadaku!” Anas berkata: Lantas seseorang berdiri dan
bertanya: “(Kelak) saya akan masuk ke mana?” Rasul menjawab: “Neraka.”
Lalu ‘Abdullâh bin Huzafah bertanya: “Siapakah ayahku?” Beliau
menjawab: “Ayahmu adalah Huzafah.” Kemudian Rasulullah banyak
berkata: “Bertanyalah kepadaku, bertanyalah kepadaku!”. Lalu Umar duduk
menderum di atas kedua lututnya dan berkata: “Aku rela Allah sebagai
Tuhan-(ku), Islam sebagai agama-(ku), dan Muhammad saw. sebagai rasul-
(ku). Anas berkata: Rasulullah saw. terdiam saat Umar mengucapkan
kalimat tersebut. Kemudian beliau bersabda: Lebih utama. Demi Zat yang
jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh baru saja telah diperlihatkan
kepadaku surga dan neraka di sisi dinding ini ketika aku sedang shalat. Aku
belum pernah melihat kebaikan dan keburukan seperti yang terjadi pada hari
ini.”
Dengan riwayat yang lain, Rasulullah saw. menambahkan
208
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 8, Kitâb al-I’tisâm bi al-Kitâb wa al-Sunnah Bâb Mâ
Yukrahu min Katsrah al-Su’âl, h. 143; lihat pula hadis yang semakna pada al-Tirmidzî, Sunan al-
Tirmidzi, Juz 4, Abwâb al-‘Ilm Bâb fî Man Da’â ilâ Hudâ fa utbi’a au ilâ Dalâlah, no. Hadis 2816,
h. 149-150; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 4, Kitâb al-Sunnah bâb fî Luzûm al-Sunnah, no.
Hadis 4607, h. 200-201; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb al-Muqaddimah Bâb Ittibâ’
Sunnah al-Khulafâ al-Râsyidîn al-Mahdiyyîn, no. Hadis 42, h. 15-16; al-Dârimî, Sunan al-Dârimî,
Juz 1, Kitâb al-Muqaddimah Bâb Ittibâ’ al-Sunnah, no. Hadis 95, h. 45; Ahmad, Musnad Ahmad,
Juz 4, h. 126-127
156
209
ﻼ َوَﻟ َﺒ َﻜ ْﻴ ُﺘ ْﻢ َآﺜِﻴﺮًا
ً ﺤ ْﻜ ُﺘ ْﻢ َﻗﻠِﻴ
ِﻀ
َ ﻋَﻠ ُﻢ َﻟ
ْ ن ﻣَﺎ َأ
َ َوَﻟ ْﻮ َﺗ ْﻌَﻠﻤُﻮ
Dan seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya
kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (H.R. Al-Bukhārī &
Muslim)
Menurut Imam al-Nawawî bahwa makna Hadis ini adalah
daripada apa yang dilihatnya di surga, dan tiak pernah melihat keburukan
para sahabat dan umat Islam yang lain dapat melihat yang beliau lihat pasti
air mata karena mereka membayangkan apa yang akan terjadi dengan
kedahsyatan hari kiamat. Dan jika hari kiamat terjadi, yang mereka
amal mereka selama di dunia dan ke mana pula Alah akan menempatkan
mereka, surga yang penuh dengan kenikmatan atau neraka yang penuh
B. Keutamaan Menangis
dianjurkan, maka tentunya hal ini banyak mengandung hikmah atau keutamaan
yang besar bagi umatnya untuk meraih kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhirat.
209
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 5, Kitâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb Qaulih Lâ Tas’alû
‘an asy-yâ’a in tubda lakum Tasu’kum, h.190; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Fadâ’il Bâb
tauqîrih saw. waTark Iktsâr Su’âlih ‘ammâ lâ Darûrah ilaih, h. 338
210
Khumais As-Sa’id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. dan Para Sahabat
Menangis, h. 20
157
kehidupan sehingga ia akan tekun beribadah.
“Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit
211
tertawa dan banyak menangis.”
ﺐ
َ ﻄ َﺨ َ ﻲ ٌء َﻓ ْ َﺻﺤَﺎ ِﺑ ِﻪ ﺷ ْ ﻦ َأْﻋ َ ρﷲ ِ لا َ ل َﺑَﻠ َﻎ َرﺳُﻮ َ ﻚ ﻗَﺎٍ ﻦ ﻣَﺎِﻟ ِ ﺲ ْﺑ ِ ﻦ َأ َﻧ
ْﻋ َ
ﺸ ﱢﺮ َوَﻟ ْﻮﺨ ْﻴ ِﺮ وَاﻟ ﱠ َ ﺠﻨﱠ ُﺔ وَاﻟﻨﱠﺎ ُر َﻓَﻠ ْﻢ َأ َر آَﺎ ْﻟ َﻴ ْﻮ ِم ﻓِﻲ ا ْﻟ َ ﻲ ا ْﻟﻋَﻠ ﱠ
َ ﺖ ْ ﺿ َ ﻋ ِﺮ ُ ل َ َﻓﻘَﺎ
ﻋﻠَﻰ َ ل َﻓﻤَﺎ أَﺗَﻰ َ ﻼ َوَﻟ َﺒ َﻜ ْﻴ ُﺘ ْﻢ َآ ِﺜﻴﺮًا ﻗَﺎ ً ﺤ ْﻜ ُﺘ ْﻢ َﻗﻠِﻴ ِﻀ َ ﻋَﻠ ُﻢ َﻟ ْ ن ﻣَﺎ َأ َ َﺗ ْﻌَﻠﻤُﻮ
ﻦ
ٌ ﺧﻨِﻴ َ ﺳ ُﻬ ْﻢ َوَﻟ ُﻬ ْﻢَ ل ﻏَﻄﱠﻮْا ُرءُو َ ﺷ ﱡﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﻳَ ْﻮ ٌم َأρ ﷲ ِ لا ِ ب َرﺳُﻮ ِ ﺻﺤَﺎ ْ َأ
ل
َ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َﻧﺒِﻴًّﺎ ﻗَﺎ
َ ﻼ ِم دِﻳﻨًﺎ َو ِﺑ ُﻤ
َﺳ ْﻹ ِ ﷲ رَﺑًّﺎ َوﺑِﺎ ِ ل َرﺿِﻴﻨَﺎ ﺑِﺎ َ ﻋ َﻤ ُﺮ َﻓﻘَﺎ
ُ ل َﻓﻘَﺎ َمَ ﻗَﺎ
ﻦ
َ ﺖ ﻳَﺎ أَﻳﱡﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ ْ ن َﻓ َﻨ َﺰَﻟ
ٌﻼ َ ك ُﻓ َ ل َأﺑُﻮ َ ﻦ أَﺑِﻲ ﻗَﺎ ْ ل َﻣ َ ﻞ َﻓﻘَﺎُﺟ ُ ك اﻟﺮﱠ َ َﻓﻘَﺎ َم ذَا
212
ﺴ ْﺆ ُآ ْﻢ
ُ ن ُﺗ ْﺒ َﺪ َﻟ ُﻜ ْﻢ َﺗ
ْ ﺷﻴَﺎ َء ِإ
ْ ﻦ َأْﻋَ ﺴَﺄﻟُﻮا ْ ﻻ َﺗَ ﺁ َﻣﻨُﻮا
Dari Anas bin Mâlik, dia berkata: pernah disampaikan kepada Rasulullah
saw. sesuatu tentang sahabat-sahabatnya. Lalu beliau berkhutbah seraya berkata:
“Telah diperlihatkan kepadaku surga dan neraka, di mana aku tidak pernah
melihat seperti hari ini dalam hal kebaikan dan keburukan. Seandainya kalian
mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak
menangis.” Anas mengatakan: “Para sahabat Rasulullah saw. pernah didatangi
oleh suatu hari yang lebih memberatkan (menyedihkan) daripada hari itu. Mereka
menutupi kepala mereka dan mereka menangis dengan keras.” Ia (Anas) berkata:
“Umarpun berdiri dan berkata, ‘Aku ridha Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai
agamaku, dan Muhammad sebagai Nabiku.’ Ia berkata: “Lelaki itupun berdiri
kemudian berkata, ‘Siapakah ayahku?’ Ia menjawab, ‘Ayahku adalah Fulan.’
Maka turunlah ayat (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan
(kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan
kamu). (H.R. al-Bukhârî dan Muslim)
ﺳ َﻤ ُﻊ ﻣَﺎْ ن َوَأ
َ ﻻ َﺗ َﺮ ْو َ إِﻧﱢﻲ أَرَى ﻣَﺎρ ﷲ ِ لا ُ ل َرﺳُﻮ َ ل ﻗَﺎ َ ﻦ َأﺑِﻲ َذ ﱟر ﻗَﺎ ْﻋ
َ
ﺿ ُﻊ َأ ْر َﺑ ِﻊ
ِ ﻂ ﻣَﺎ ﻓِﻴﻬَﺎ َﻣ ْﻮ ن َﺗ ِﺌ ﱠ
ْ ﺣﻖﱠ ﻟَﻬَﺎ َأ ُ ﺴﻤَﺎ ُء َو ﺖ اﻟ ﱠ ْ ﻃن َأ ﱠ َ ﺴ َﻤﻌُﻮ ْ ﻻ َﺗ
َ
ﻋَﻠ ُﻢ
ْ ن ﻣَﺎ َأ َ ﷲ َﻟ ْﻮ َﺗ ْﻌَﻠﻤُﻮ
ِ ﷲ وَا ِ ﺟﺪًا ِ ﺟ ْﺒ َﻬ َﺘ ُﻪ ﺳَﺎ
َ ﻚ وَاﺿِ ٌﻊ ٌ ﻻ َو َﻣَﻠَأﺻَﺎ ِﺑ َﻊ ِإ ﱠ
ش
ِ ﻋﻠَﻰ ا ْﻟ ُﻔ ُﺮ َ ِﻼ َوَﻟ َﺒ َﻜ ْﻴ ُﺘ ْﻢ َآﺜِﻴﺮًا َوﻣَﺎ َﺗَﻠ ﱠﺬ ْذ ُﺗ ْﻢ ﺑِﺎﻟ ﱢﻨﺴَﺎء ً ﺤ ْﻜ ُﺘ ْﻢ َﻗﻠِﻴِﻀَ َﻟ
211
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî,, Juz 7, Kitâb al-Riqâq Bâb Qaul al-Nabî saw. Lau
ta’lamûna mâ A’lamu, hal.186 & Juz 7 kitâb al-Aimân wa al-Nudzûr Bâb Kaif Kânat yamîn al-
Nabî saw., h.218-219; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî., Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fi Qaul
al-Nabî saw. Lau ta’lamûna mâ A’lamu, no. Hadis 2414, h. 380-381; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah,
Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no. Hadis 4190 & 4191, h. 1402; Ahmad, al-
Musnad, Jilid 2, h. 257. Menurut Imam al-Tirmidzî, nilai Hadis ini adalah sahih
212
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 5, Kitâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb Qaulih Ta’âlâ lâ
Tas’alû ‘an Asy-yâ’a in Tubda lakum Tasu’kum, h.190; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-
Fadâ’il Bâb Tauqîrih saw. Wa Tark Iktsâr Su’âlih ‘ammâ lâ darûrah ilaih, h. 338
158
ﺠ َﺮ ًة
َﺷ
َ ﺖ
ُ ت أَﻧﱢﻲ ُآ ْﻨ
ُ ﷲ َﻟ َﻮ ِد ْد
ِ ن ِإﻟَﻰ ا
َ ﺠَﺄرُو
ْ ت َﺗ
ِ ﺼ ُﻌﺪَا
ﺟ ُﺘ ْﻢ إِﻟَﻰ اﻟ ﱡ
ْ ﺨ َﺮَ َوَﻟ
213
ﻀ ُﺪ
َ ُﺗ ْﻌ
Dari Abû Dzar ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya aku
melihat apa yang tidak kalian lihat dan aku mendengar apa yang kalian tidak
dengar. Langit telah berkeriut dan itu memang sudah menjadi haknya. Di sana
tidak ada tempat untuk menyisipkan empat jari melainkan di sana ada malaikat
yang meletakkan dahinya untuk bersujud kepada Allah. Demi Allah, seandainya
kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan
banyak menangis, kalian juga tidak akan bersenang-senang dengan wanita (istri)
di tempat tidur, kalianpun akan keluar ke jalan-jalan untuk memohon pertolongan
kepada Allah” (H.R. At-Tirmiżī dan Ibn Mājah)
Melalui Hadis-hadis di atas dan yang senada dengannya, Nabi Muhammad
dan kepedihan yang Allah berikan kepada para pendurhaka serta hiruk pikuknya
hari penghitungan kelak, pasti mereka akan sedikit tertawa dan lebih banyak
menangis. Artinya, rasa takut (khauf) mereka berada di atas rasa harap (rajâ)
adalah terkait dengan keagungan Allah, siksa bagi para pendurhaka, huru-hara
atau kepelikan yang terjadi saat kematian, saat di alam kubur, dan hari kiamat
kelak.214
ﻇﱢﻠ ِﻪ َﻳ ْﻮ َم
ِ ﷲ ﻓِﻲ ُ ﻈﻠﱡ ُﻬ ْﻢ ا
ِ ﺳ ْﺒ َﻌ ٌﺔ ُﻳ َ ﻗَﺎρ ﻲ
َ ل ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢْﻋَ ﻦ أَﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ْﻋ َ
ﻞ
ٌﺟ ُ ﻋﺒَﺎ َد ِة َر ﱢﺑ ِﻪ َو َر
ِ ﺸَﺄ ﻓِﻲ َ ب َﻧ ل َوﺷَﺎ ﱞ ُ ﻹﻣَﺎ ُم ا ْﻟﻌَﺎ ِد
ِ ﻇﻠﱡ ُﻪ ا
ِ ﻻ ﻞ ِإ ﱠ
ﻇﱠِ ﻻ َ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ
َ ﺟ َﺘ َﻤﻌَﺎ ْﷲ ا ِ ن َﺗﺤَﺎﺑﱠﺎ ﻓِﻲ ا ِﻼَﺟ ُ ﺟ ِﺪ َو َر ِ ﻖ ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤﺴَﺎ ٌ َﻗ ْﻠ ُﺒ ُﻪ ُﻣﻌَﱠﻠ
ل ِإﻧﱢﻲ َ ل َﻓﻘَﺎ ٍ ﺟﻤَﺎَ ﺐ َوٍ ﺼ ِ ت َﻣ ْﻨ ُ ﻃَﻠ َﺒ ْﺘ ُﻪ ا ْﻣ َﺮَأ ٌة ذَا
َ ﻞٌﺟُ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َر
َ وَﺗَﻔَﺮﱠﻗَﺎ
213
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fî Qaul al-Nabî
saw. Lau Ta’lamûna mâ A’lamu, no. Hadis 2414, h. 380-381; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2,
Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no. Hadis 4190, h. 1402. Menurut Imam al-Tirmidzî nilai
hadis ini hasan garib.
214
Muh. Abdurrahmân al-Mubarakfûrî, Tuhfah al-Ahwadzî, Juz 6, h. 603
159
ﻖ
ُ ﺷﻤَﺎُﻟ ُﻪ ﻣَﺎ ُﺗ ْﻨ ِﻔ
ِ ﻻ َﺗ ْﻌَﻠ َﻢ
َ ﺧﻔَﻰ ﺣَﺘﱠﻰ ْ َق أ َ ﺼ ﱠﺪَ ﻞ َﺗ
ٌﺟ ُ ﷲ َو َر َ ف ا ُ َأﺧَﺎ
215
ﺖ ﻋَ ْﻴﻨَﺎ ُﻩ
ْ ﺿ
َ ﷲ ﺧَﺎﻟِﻴًﺎ َﻓﻔَﺎ
َ ﻞ َذ َآ َﺮ ا
ٌﺟُ َﻳﻤِﻴ ُﻨ ُﻪ َو َر
Dari Abû Hurairah r.a. dari Nabi saw., beliau bersabda: Ada tujuh
golongan yang akan dinaungi oleh Allah di dalam naungan-Nya pada saat
tidak ada naungan selain naungan-Nya, yaitu: (1) imam (pemimpin) yang adil,
(2) pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah, (3) seseorang yang
hatinya selalau dipertautkan dengan masjid, (4) dua orang yang saling
mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah karena Allah, (5)
seseorang yang dibujuk oleh seorang (wanita) yang berpangkat dan cantik
(untuk melakukan zina), maka dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku takut
kepada Allah.’ (6) seseorang yang bersedekah lalu dia menyembunyikannya
sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan
kanannya, dan (7) orang yang mengingat (berzikir kepada) Allah dalam
kesedirian sehingga meneteskan air mata.(H.R. al-Bukhârî, Muslim, al-
Tirmidzî, al-Nasâ’î, Mâlik, dan Ahmad)
menyesal. Siapa saja orang yang berperilaku seperti tersebut, maka tetesan air
Khaliq. Dengan demikian, zikir dalam kesendirian dapat melembutkan hati dan
kejumudan mata. Zikir jugalah yang hanya mampu memberikan ketenangan dan
ﻦ
ﻄ َﻤ ِﺌ ﱡ
ْ ﷲ َﺗ
ِ ﻻ ِﺑ ِﺬ ْآ ِﺮ ا
َ ﷲ َأ
ِ ﻦ ُﻗﻠُﻮ ُﺑ ُﻬ ْﻢ ِﺑ ِﺬ ْآ ِﺮ ا
ﻄ َﻤ ِﺌ ﱡ
ْ ﻦ ءَا َﻣﻨُﻮا َو َﺗ
َ اﱠﻟﺬِﻳ
ب ُ ا ْﻟ ُﻘﻠُﻮ
215
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 1, Kitâb al-Adzân Bâb Man Jalasa fî al-Masjid
Yantaziru al-Salâh wa Fadl al-Masâjid, h. 160-161; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Zakâh
Bâb Fadl Ikhfâ al-Sadaqah, h. 412; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ
Jâ’a fî al-Hubb fî al-Lâh, no. Hadis 2500, h. 24-25; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb Adab al-
Qudâh Bâb al-Imâm al-‘Âdil, no. Hadis 5390, h. 851; Mâlik, al-Muwatta, h. 726; Ahmad, Musnad
Ahmad, Juz 1, h. 374; ‘Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, Bâb Fadl Dzikr al-Lâh
‘Azza wa Jalla, no. Hadis 1053, h. 550-551
160
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenteram. (Q.S. al-Ra’d/13:28)
3. Menangis yang dilakukan karena takut kepada Allah akan membebaskan pelakunya
dari siksa api neraka. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
ayat-ayat al-Qur’an
ب َا ْﻗ َﻔﺎُﻟ َﻬﺎ
ٍ ﻋَﻠﻰ ُﻗُﻠ ْﻮ
َ ن َا ْم
َ ن ا ْﻟ ُﻘ ْﺮا
َ ﻼ َﻳ َﺘ َﺪ ﱠﺑ ُﺮ ْو
َ َا َﻓ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ataukah hati
mereka terkunci?” (QS. Muhammad/47:24)
khitâb (firman) Allah yang ditujukan kepada hamba-hambanya.” Oleh karena itu,
mentafakkurinya, maka dia sama seperti orang yang tidak membacanya dan tidak
menyaksikannya dengan hati dan pemahaman, tidak lengah dan tidak lalai. Kondisi inilah
yang memberikan pengaruh kuat kepada beliau sehingga tatkala Al-Quran dibacakan,
maka beliau akan diliputi rasa takut dan akhirnya meneteskan air mata.
216
Khumais As-Sa’id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. Dan Para Sahabat
Mmenangis, .h. 51
161
(w.505 H.) yang menyatakan: “Disunahkan menangis saat membaca al-Qur’an.
menghadirkan kepada kalbunya rasa sedih dan rasa takut, dengan merenungi
segala pelanggaran yang dia lakukan dalam hal tersebut. Jika dia tidak bisa
kemampuan untuk itu dan menilai hal itu sebagai musibah yang paling parah.” 217
saat merenungi surat Ibrâhîm ayat 36 dan surat al-Mâidah ayat 118 berikut ini:
ﻋ ﱠﺰ
َ ﷲ ِ لا َ ﻼ َﻗ ْﻮ َ َﺗρ ﻲ ن اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠص َأ ﱠ ِ ﻦ ا ْﻟﻌَﺎ ِ ﻦ ﻋَ ْﻤﺮِو ْﺑ ِ ﷲ ْﺑ ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا َ ﻦ ْﻋ َ
ﻦ َﺗ ِﺒ َﻌﻨِﻲْ س َﻓ َﻤ ِ ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ْ ﻦ َآﺜِﻴﺮًا ِﻣ َ ﺿَﻠ ْﻠ
ْ ب إِﻧﱠ ُﻬﻦﱠ َأ ﻞ ﻓِﻲ ِإ ْﺑﺮَاهِﻴ َﻢ َر ﱢ ﺟﱠَ َو
ك
َ ﻋﺒَﺎ ُد ِ ن ُﺗ َﻌﺬﱢ ْﺑ ُﻬ ْﻢ َﻓِﺈ ﱠﻧ ُﻬ ْﻢْ ﻼم ِإ َﺴﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ اﻟ ﱠ َ ل ﻋِﻴﺴَﻰ َ َﻓِﺈ ﱠﻧ ُﻪ ِﻣﻨﱢﻲ اﻵ َﻳ َﺔ َوﻗَﺎ
ل اﻟﻠﱠ ُﻬﻢﱠ ُأ ﱠﻣﺘِﻲ َ ﺤﻜِﻴ ُﻢ َﻓ َﺮ َﻓ َﻊ َﻳ َﺪ ْﻳ ِﻪ َوﻗَﺎ َ ﺖ ا ْﻟ َﻌﺰِﻳ ُﺰ ا ْﻟَ ﻚ َأ ْﻧَ ن َﺗ ْﻐ ِﻔ ْﺮ َﻟ ُﻬ ْﻢ َﻓِﺈ ﱠﻧ
ْ َوِإ
ﻚ
َ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َر ﱡﺑ
َ ﺐ إِﻟَﻰ ُﻣ ْ ﻞ ا ْذ َه ُ ﺟ ْﺒﺮِﻳ
ِ ﻞ ﻳَﺎ ﺟﱠَ ﻋ ﱠﺰ َو َ ﷲ ُ لا َ ُأ ﱠﻣﺘِﻲ َو َﺑﻜَﻰ َﻓﻘَﺎ
ل
ُ ﺧ َﺒ َﺮ ُﻩ َرﺳُﻮ ْ ﺴَﺄَﻟ ُﻪ َﻓَﺄ َ ﻼم َﻓ َﺴ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ اﻟ ﱠ
َ ﻞ ُ ﺟ ْﺒﺮِﻳ
ِ ﻚ َﻓَﺄﺗَﺎ ُﻩ َ ﺴ ْﻠ ُﻪ ﻣَﺎ ُﻳ ْﺒﻜِﻴ َ ﻋَﻠ ُﻢ َﻓ
ْ َأ
ﻞ
ْ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َﻓ ُﻘ
َ ﺐ إِﻟَﻰ ُﻣ ْ ﻞ ا ْذ َه ُ ﺟ ْﺒﺮِﻳِ ﷲ ﻳَﺎ ُ لا َ ﻋَﻠ ُﻢ َﻓﻘَﺎ
ْ ل َو ُه َﻮ َأ َ ِﺑﻤَﺎ ﻗَﺎρ ﷲ ِ ا
ك
َ ﻻ َﻧﺴُﻮ ُء َ ﻚ َو َ ﻚ ﻓِﻲ ُأ ﱠﻣ ِﺘ َ ﺳ ُﻨ ْﺮﺿِﻴ َ ِإﻧﱠﺎ
Dari ‘Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘As r.a. bahwa Nabi saw. membaca firman
Allah dalam surat Ibrâhîm (Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah
menyesatkan kebanyakan manusia. Maka, barangsiapa yang mengikutiku, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golonganku…QS.Ibrâhîm:36). Dan Isa a.s
berkata (Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah
hamba-hamba Engkau. Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya
Engkau-lah Yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana. – QS. al-Mâidah:118-) Lalu
beliau mengangkat kedua tangannya seraya berucap sambil menangis: “Ya Allah,
umatku, umatku!” lalu Allah berfirman: “Wahai Jibril, pergilah kepada
(datangilah) Muhammad, dan Tuhanmu lebih mengetahui, lalu tanyakan
kepadanya, apa yang menyebabkanmu menangis!” Kemudian Jibril mendatangi
beliau dan bertanya kepadanya. Maka Rasulullah saw. memberitahu kepada Jibril
a.s. mengenai apa yang dikatakan, dan Dia lebih mengetahui.Lalu Allah
berfirman: “Wahai Jibril, pergilah kepada (datangilah) Muhammad dan
217
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî., Juz 10, h. 121
162
katakanlah, ‘Sesungguhnya Kami akan meridhaimu terhadap umatmu dan tidak
akan berbuat buruk kepadamu.’” (H.R. Muslim)218
Menurut Imam al-Nawawî, Hadis di atas mengandung beberapa hal, yaitu:
Pertama: Besarnya rasa kasih sayang yang sempurna serta perhatian Rasul
terhadap kemaslahatan segala urusan umat beliau. Hal ini ditunjukkan dengan
disebutnya umat beliau sambil menangis agar diselamatkan dari siksa Allah.
Ketiga: Kabar gembira untuk umat Nabi Muhammad saw. bahwa Allah akan
Keempat: Keagungan kedudukan Nabi saw. di sisi Allah serta besarnya kasih
ص
ٍ ﻦ أَﺑِﻲ َوﻗﱠﺎ ُ ﺳ ْﻌ ُﺪ ْﺑ َ ل َﻗ ِﺪ َم ﻋَﻠَ ْﻴﻨَﺎ
َ ﺐ ﻗَﺎ ِ ﻦ اﻟﺴﱠﺎ ِﺋ ِ ﻦ ْﺑ ِ ﺣ َﻤْ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟ ﱠﺮ َ ﻦ ْﻋ َ
ﺣﺒًﺎ
َ ل َﻣ ْﺮ َ ﺧ َﺒ ْﺮ ُﺗ ُﻪ َﻓﻘَﺎ
ْ ﺖ َﻓَﺄ
َ ﻦ َأ ْﻧْ ل َﻣ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َﻓﻘَﺎ
َ ﺖ ُ ﺴﱠﻠ ْﻤ َ ﺼ ُﺮ ُﻩ َﻓ َ َو َﻗ ْﺪ ُآﻒﱠ َﺑ
ρﷲ ِ لا َ ﺖ َرﺳُﻮ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ َ ِت ﺑِﺎ ْﻟ ُﻘﺮْﺁن ِ ﺼ ْﻮ ﻦ اﻟ ﱠ ُﺴ َﺣ َ ﻚ َ ﻦ أَﺧِﻲ َﺑَﻠ َﻐﻨِﻲ َأ ﱠﻧ ِ ﺑِﺎ ْﺑ
ن َﻟ ْﻢ َﺗ ْﺒﻜُﻮاْ ن َﻓِﺈذَا َﻗ َﺮْأُﺗﻤُﻮ ُﻩ ﻓَﺎ ْﺑﻜُﻮا َﻓِﺈ ٍ ﺤ ْﺰ ُ ل ِﺑ َ ن َﻧ َﺰ َ ن َهﺬَا ا ْﻟ ُﻘ ْﺮﺁ ل ِإ ﱠُ َﻳﻘُﻮ
220
.ﺲ ِﻣﻨﱠﺎ
َ ﻦ ِﺑ ِﻪ َﻓَﻠ ْﻴ
ﻦ َﻟ ْﻢ َﻳَﺘ َﻐ ﱠْ َﻓَﺘﺒَﺎ َآﻮْا َوَﺗ َﻐﱠﻨﻮْا ِﺑ ِﻪ َﻓ َﻤ
Dari ‘Abdurrahmân bin al-Sâ’ib ia berkata: “Sa’ad bin Abî Waqqâs datang
kepada kami, dan ketika itu penglihatannya sudah terganggu. Aku mengucapkan
salam kepadanya, lalu ia bertanya: ’Siapa anda? ‘Akupun memberitahu tentang
diriku. Iapun berkata: ’Selamat datang wahai anak saudaraku! Telah sampai berita
kepadaku bahwa engkau memiliki suara yang indah saat membaca al-Qur’an. Aku
telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya al-Qur’an turun
dengan kesedihan. Jika kalian membacanya, maka menangislah. Jika tidak
menangis, maka hendaklah pura-pura menangis. Merdukanlah bacaan al-Qur’an.
Barangsiapa yang tidak memerdukan al-Qur’an dengan suaranya, maka ia tidak
218
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îman Bâb Du’â al-Nabî saw. Li Ummatih wa
Bukâ’ih Syafaqah ‘alaihim, h.107
219
al-Nawawî, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, Jilid 2, h. 80
220
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb Iqâmah al-Salâh, Bâb fî Husn al-Saut bi al-
Qur’ân, no. Hadis 1337, h. 424
163
termasuk golongan kami.” (H.R. Ibn Mâjah)
Dan menurut Imam al-Nawawî, menangis saat membaca al-Qur’an adalah
hidup di dunia dan di akhirat yang kekal abadi dalam bentuk surga yang penuh
dengan kenikmatan. Sedangkan neraka yang penuh dengan beragam siksa yang
Akan tetapi, kenikmatan dunia yang penuh kesemuan telah menterlenakan dan
menipu manusia dari tujuan hidup yang sebenarnya. Dorongan nafsu dan bisikan
setan telah menyebabkan seseorang tidak lagi melihat akhirat dan menjadikannya
kenikmatan sesaat. Merka menjual kenikmatan yang kekal abadi dengan materi
amal yang telah kita lakukan. Aktivitas ini lazimnya dilakukan setiap hari saat
mengenang segala peristiwa yang terjadi pada hari itu. Ada bahagia dan sengsara,
221
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî., Juz 10, h. 121
164
ada suka dan duka, ada senang dan marah, ada damai dan galau kesal, ada tenang
dan hiruk pikuk, dan sebagainya. Saat itu, seorang muslim akan menimbang,
berapa banyak dosa yang sudah ia lakukan sehingga menimbulkan murka Sang
Khaliq dan karenanya ia haus beristighfar.. Dan berapa banyak pula kebaikan
Salah seorang ulama berkata: “Para orang tua kami selalu menghisab diri
dari apa yang mereka perbuat dan apa yang mereka ucapkan, kemudian mereka
menulisnya dalam sebuah daftar. Jika salat isya telah usai, mereka mengeluarkan
daftar amal dan ucapannya kemudian menghisabnya. Jika amalan yang diperbuat
adalah amalan buruk yang perlu istigfar, maka mereka bertaubat dan beristigfar.
Namun jika amalannya adalah amalan yang baik dan perlu disyukuri, maka
mengikuti jejak mereka. Kami mencatat apa yang kami perbuat dan kami
menghisabnya.”222
Dikisahkan bahwa pada suatu malam seseorang seang tidur di atas tikar
anakku, apakah engkau sakit?” Anak itu menjawab: “Tidak ayah! Ayah, besok
adalah hari kamis, di mana ustadz akan memeriksa ilmu yang kudapati dalam
anakku, aku lebih layak untuk takut menghadapi hari yang ditampakkannya
amalanku di hadapan Allah dengan dosa-dosa yang telah aku perbuat di dunia,
222
Abdurrahman As-Sinjari et.al., Menangis karena Takut pada Allah, h. 33-34
165
sebagaimana firman Allah, ‘Dan mereka akan dibawa ke hadapan Rabb-mu
menciptakan kamu pada kali pertama. Bahkan kamu mengatakan bahwa kami
Kahfi/18:48)” 223
agar seseorang selalu menangisi segala dosa dan kesalahannya, bahkan menangis
seperti ini dipandang sebagai salah satu kiat agar dapat meraih kesuksesan. Dalam
ﻚ
َ ﻋَﻠ ْﻴ
َ ﻚ
ْ ل َأ ْﻣِﻠ
َ ﷲ ﻣَﺎ اﻟ ﱠﻨﺠَﺎةُ؟ ﻗَﺎ
ِ لا َ ﺳ ْﻮ
ُ ﺖ ﻳَﺎ َر
ُ ل ُﻗ ْﻠ
َ ﻦ ﻋَﺎ ِﻣ ٍﺮ ﻗَﺎ ِ ﻋ ْﻘ َﺒ َﺔ ْﺑ
ُ ﻦ ْﻋ َ
224
ﻚ
َ ﻄ ْﻴ َﺌ ِﺘ
ِﺧَ ﻋَﻠﻰَ ﻚِ ﻚ َو َأ ْﺑ
َ ﻚ َﺑ ْﻴ ُﺘ
َ ﺴ ْﻌ
َ ﻚ َو ْﻟ َﻴ َ ِﻟﺴَﺎ َﻧ
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ia berkata: Saya bertanya: “Ya Rasulullah,
Bagaimana caranya untuk mendapatkan keberhasilan itu?” Beliau menjawab:
“Tahanlah lisanmu (agar hanya kebaikan yang keluar darinya), hendaknya
rumahmu memberikan keluasan kepadamu (nyaman tinggal di rumah), dan
menangislah atas segala kesalahanmu!”(H.R. al-Tirmidzî)
223
Ibid, h. 34-35
224
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fî Hifz al-Lisân,
no. Hadis 2517,h. 31; ‘Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, Bâb Mâ Jâ’a fî al-Huzn
wa al-Bukâ, no. Hadis 119, h.132; Kualitas Hadis ini hasan.
166
BAB IV
MENANGIS DAN KESALEHAN PRIBADI
yang maknanya merupakan antonim dari kata “fasâd” ( )ﻓﺴﺎد yang berarti
“rusak”.225
demikian, amal saleh adalah pekerjaan yang apabila dilakukan, maka suatu
kerusakan akan terhenti atau menjadi tiada. Atau dapat pula diartikan sebagai
saleh dengan “Segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok,
berpendapat bahwa amal salih adalah “Segala perbuatan yang sesuai dengan dalil
atau pekerjaannya sesuai dengan petunjuk Ilahi, akal sehat, atau dapat istiadat
yang baik.228
225
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1990), Cet. Ke-1, Juz II, h. 516
226
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997),
Cet. II, h. 480
227
Ibid
228
Ibid
167
Menurut al-Zajjâj (w. 310 H.), sebagaimana dikutip oleh Imam al-Qurtubî
w.567 H.), seorang yang salih adalah yang menunaikan segala kewajiban yang
salih adalah orang yang membaguskan aktivitasnya dan kemudian berbuat segala
sebagai berikut:
231
اﻟﺼﺎﻟﺢ هﻮ اﻟﻘﺎﺋﻢ ﺑﺤﻘﻮق اﷲ وﺣﻘﻮق اﻟﻌﺒﺎد
“Orang yang salih adalah orang yang menunaikan segala hak Allah dan
hak-hak manusia.”
tunggal (mufrad) disebutkan sebanyak empat puluh empat kali, dalam bentuk
tatsniyah (dua) sekali (QS.66:10), dan dalam bentuk jamak (plural) sebanyak 29
kali.232
Di dalam kitab suci tersebut ditegaskan bahwa para nabi dan rasul
Predikat “salih” adalah suatu posisi atau derajat yang tinggi di sisi
229
al-Qurtubî, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1407/1987), Cet.I, Juz 4, h.
79
230
al-Tabarsî, Majma’ al-Bayân, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1414/1994), Juz 7, h. 89
231
al-Sayyid Muh. Syata al-Dimyati, Iânah al-Tâlibîn, (Semarang: Toha Putra, tth), Juz 1, h.
165
232
M. Fu’âd ‘Abd al-Bâqî, Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Qur’ân al-Karîm, (Indonesia:
Maktabah Dahlân, t.t.), h. 521-522
233
M. ‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, (Jakarta: Dâr al-Kutub al-Islâmiyyah, 1999),
cet.I,, Juz II, h. 148
168
saleh adalah para pemberi petunjuk (al-hudâh) kepada umat manusia, karena ia
Itulah sebabnya, banyak para nabi yang bermunajat kepada Allah swt. agar
mengharapkan hal itu adalah nabi Yûsuf (QS.12:101), nabi Ibrâhîm (QS.26:83),
dan nabi Sulaimân a.s. (QS.27:19). Bukan hanya itu, nabi Ibrâhîm a.s. berdoa
kepada Allah agar dianugerahkan anak atau keturunan yang salih (QS.37:100).
Di dalam surat al-Nisâ ayat 69, kelak di akhirat nanti di dalam surga,
orang-orang salih akan disandingkan dengan para nabi, para siddîqîn, dan para
ﻦ
َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ِﻣ
َ ﷲ ُ ﻦ َأ ْﻧ َﻌ َﻢ ا
َ ﻚ َﻣ َﻊ اﱠﻟﺬِﻳ
َ ل َﻓﺄُوَﻟ ِﺌ
َ ﷲ َواﻟ ﱠﺮﺳُﻮ َ ﻄ ِﻊ ا
ِ ﻦ ُﻳ
ْ َو َﻣ
رﻓِﻴ ًﻘﺎ َ ﻚ َ ﻦ أُوَﻟ ِﺌ
َﺴُﺣ َ ﻦ َو
َ ﺸ َﻬﺪَا ِء وَاﻟﺼﱠﺎِﻟﺤِﻴ ﻦ وَاﻟ ﱡ
َ ﺼﺪﱢﻳﻘِﻴ
اﻟﻨﱠﺒِﻴﱢﻴﻦَ وَاﻟ ﱢ
Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para siddîqîn, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh.
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.(QS.al-Nisâ/4:69)
Ketinggian derajat orang-orang salih (sâlihîn) sehingga senantiasa
mendapatkan pujian dan penghargaan dari Allah swt. memotivasi umat Islam
untuk meraih predikat tersebut. Akan tetapi, masalahnya kemudian adalah, apakah
ada empat belas kriteria orang-orang salih. Salah satu di antaranya adalah
menangis saat mendengar al-Qur’an. Poin inilah yang akan banyak dibahas karena
memang yang sangat berhubungan dengan tema yang sedang dibahas. Sedangkan
234
Wahbah Zuhailî, al-Tafsîr al-Munîr,(Beirut: Dâr al-Fikr, 1991)Juz XX, h. 202
169
tiga belas kriteria lainnya hanya akan dipaparkan secara singkat. Keempat belas
sepuluh ayat yang menegaskan bahwa para nabi dan rasul dikategorikan sebagai
kisah orang salih seperti nabi Zakariyyâ, nabi Yahyâ, nabi ‘Îsâ, nabi Mûsâ, nabi
Ibrâhîm, dan Maryam, maka pada ayat 58 dalam surat tersebut Allah menyatakan:
ﺣ َﻤ ْﻠﻨَﺎ
َ ﻦ ْ ﻦ ُذرﱢﻳﱠﺔِ ءَا َد َم َو ِﻣ ﱠﻤ ْ ﻦ ِﻣَ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒﻴﱢﻴ
َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ِﻣ
َ ﷲ ُ ﻦ َأ ْﻧ َﻌ َﻢ ا
َ ﻚ اﱠﻟﺬِﻳ
َ أُوَﻟ ِﺌ
ﺟﺘَﺒَ ْﻴﻨَﺎ إِذَا
ْ ﻦ َه َﺪ ْﻳﻨَﺎ وَا ْ ﻞ َو ِﻣ ﱠﻤ َ ﺳﺮَاﺋِﻴْ ﻦ ُذرﱢﻳﱠﺔِ ِإ ْﺑﺮَاهِﻴ َﻢ َوِإ ْ ح َو ِﻣ ٍ َﻣ َﻊ ﻧُﻮ
و ُﺑﻜِﻴًّﺎَ ﺠﺪًا ﺳﱠ ُ ﺧﺮﱡوا َ ﻦ ِ ﺣ َﻤ ْ ت اﻟ ﱠﺮ
ُ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ءَاﻳَﺎَ ُﺗ ْﺘﻠَﻰ
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu
para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama
Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israel, dan dari orang-orang yang telah Kami
beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha
Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan
menangis.” (QS.Maryam/19:58)
Selain itu, Allah juga menggambarkan dalam dua tempat di al-Qur’an
tentang tangisan Ahli Kitab ketika mereka mendengar lantunan kalam Ilahi yang
penuh hikmah dan kebenaran, yaitu dalam surat al-Mâ’idah ayat 83 dan surat al-
ﻦ اﻟ ﱠﺪ ْﻣ ِﻊ
َ ﺾ ِﻣ ُ ﻋ ُﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ َﺗ ِﻔ ْﻴ
ْ ل َﺗ َﺮى َا ِ ﺳ ْﻮ ُ ل ِاَﻟﻰ اﻟ ﱠﺮ َ ﺳ ِﻤ ُﻌ ْﻮا َﻣﺎُا ْﻧ ِﺰَ َوِا َذا
ﻦَ ﺸﺎ ِه ِﺪ ْﻳ
ن َر ﱠﺑ َﻨﺎ ا َﻣ ﱠﻨﺎ َﻓﺎ ْآ ُﺘ ْﺒ َﻨﺎ َﻣ َﻊ اﻟ ﱠ َ ﻖ َﻳ ُﻘ ْﻮُﻟ ْﻮ
ﺤﱢَ ﻦ ا ْﻟ َ ﻋ َﺮ ُﻓ ْﻮا ِﻣ
َ ِﻣ ﱠﻤﺎ
235
Penjelasan tentang ayat ini telah dipaparkan secara panjang lebar pada Bab II dalam
pembahasan “Menangis dalam Perspektif al-Qur’an”.
170
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul
(Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan
kebenaran (al-Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri);
seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama
orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran al-Qur’an dan kenabian
Muhammad saw.) (QS.al-Mâidah/5:83)
و َﻧﺬِﻳﺮًا
َ ﻻ ُﻣﺒَﺸﱢﺮًا ك ِإ ﱠَ ﺳ ْﻠﻨَﺎ َ ل َوﻣَﺎ َأ ْرَ ﻖ َﻧ َﺰ
ﺤﱢَ ﻖ َأ ْﻧ َﺰ ْﻟﻨَﺎ ُﻩ َوﺑِﺎ ْﻟﺤﱢ َ َوﺑِﺎ ْﻟ
ﻞْ ﻼ
ُﻗ ً ﺚ َو َﻧ ﱠﺰ ْﻟﻨَﺎ ُﻩ َﺗ ْﻨﺰِﻳ ٍ ﻋﻠَﻰ ُﻣ ْﻜ َ س ِ َو ُﻗ ْﺮءَاﻧًﺎ َﻓ َﺮ ْﻗﻨَﺎ ُﻩ ِﻟ َﺘ ْﻘ َﺮَأ ُﻩ ﻋَﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺎ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ
َ ﻦ َﻗ ْﺒِﻠ ِﻪ ِإذَا ُﻳ ْﺘﻠَﻰ ْ ﻦ أُوﺗُﻮا ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ ِﻣَ ن اﱠﻟﺬِﻳ
ﻻ ُﺗ ْﺆ ِﻣﻨُﻮا ِإ ﱠ َ ءَاﻣِﻨُﻮا ِﺑ ِﻪ َأ ْو
ﻋ ُﺪ َر ﱢﺑﻨَﺎ
ْ ن َو
َ ن آَﺎ
ْ ن َر ﱢﺑﻨَﺎ ِإَ ﺳ ْﺒﺤَﺎ ُ ن َ ﺠﺪًا
َو َﻳﻘُﻮﻟُﻮ ﺳﱠ ُ ن ِ ﻸ ْذﻗَﺎَ ن ِﻟ
َ ﺨﺮﱡو
ِ َﻳ
ﺧﺸُﻮﻋًﺎ ُ ن َو َﻳﺰِﻳ ُﺪ ُه ْﻢ
َ ن َﻳ ْﺒﻜُﻮِ ﻸ ْذﻗَﺎ
َ ن ِﻟ
َ ﺨﺮﱡوِ ﻟَﻤَ ْﻔﻌُﻮﻻً
َو َﻳ
Dan Kami turunkan (al-Qur’an) itu dengan sebenar-benarnya dan al-
Qur’an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus
kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan
al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya
bagian demi bagian. Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah
beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi
pengetahuan sebelumnya apabila al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka
menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,dan mereka berkata: "Maha Suci
Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi".Dan mereka
menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.
(QS.al-Isrâ/17:105-109)
Firman-firman Allah di atas, sesungguhnya menjelaskan kepada umat
manusia betapa al-Qur’an memiliki dayat tarik luar biasa bagi pembaca dan
mendapatkan hidayah pencerahan dari Ilahi, maka mereka akan mengikuti apa
171
ن وَا ْﻟﻐَﻮْا ﻓِﻴ ِﻪ َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ
ِ ﺴ َﻤﻌُﻮا ِﻟ َﻬﺬَا ا ْﻟ ُﻘ ْﺮءَا
ْ ﻻ َﺗ
َ ﻦ َآ َﻔﺮُوا
َ ل اﱠﻟﺬِﻳَ َوﻗَﺎ
ن َ َﺗ ْﻐِﻠﺒُﻮ
Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan
sungguh-sungguh akan Al Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya
kamu dapat mengalahkan (mereka). (QS. Fussilat/41:26)
Berbeda dengan orang-orang kafir, orang-orang yang bersih hatinya akan
dalam salat ataupun di luar salat. Pada bab tiga telah disebutkan tangisan-tangisan
yang terjadi pada diri Rasulullah saw. Salah satu di antaranya adalah saat beliau
mengisahkan deraian air mata orang-orang salih saat mereka membaca atau
Abû Bakr al-Siddîq adalah sahabat sekaligus mertua Rasulullah saw. yang
paling utama dan dijamin masuk surga. Beliau dikenal sebagai orang yang
mudah menitikkan air mata saat membaca al-Qur’an, baik di dalam salat
ataupun di luar salat. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Hadis
berikut ini:
ل
ِ ﺷ َﺘ ﱠﺪ ِﺑ َﺮﺳُﻮ
ْ ل ﻟَﻤﱠﺎ ا
َ ﻦ َأﺑِﻴ ِﻪ ﻗَﺎ
ْﻋ َ ﺧ َﺒ َﺮ ُﻩ
ْ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﱠﻠﻪِ َأﻧﱠ ُﻪ َأ
َ ﻦ
ِ ﺣ ْﻤ َﺰ َة ْﺑ
َ ﻦ ْﻋَ
ل ُﻣﺮُوا َ ﻼ ِة َﻓﻘَﺎ
َﺼ ﻞ َﻟ ُﻪ ﻓِﻲ اﻟ ﱠ َ ﺟ ُﻌ ُﻪ ﻗِﻴ
َ ﺳﱠﻠ َﻢ َو َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو
َ اﻟﱠﻠﻪِ ﺻَﻠﱠﻰ اﻟﱠﻠ ُﻪ
ﻖ إِذَا
ٌ ﻞ رَﻗِﻴ ٌﺟ ُ َن َأﺑَﺎ َﺑ ْﻜ ٍﺮ ر
ﺸ ُﺔ ِإ ﱠ
َ ﺖ ﻋَﺎ ِﺋْ س ﻗَﺎَﻟ ِ ﻞ ﺑِﺎﻟﻨﱠﺎ ﺼﱢ
َ َأﺑَﺎ َﺑ ْﻜ ٍﺮ َﻓ ْﻠ ُﻴ
172
ﺼﻠﱢﻲ
َ ل ُﻣﺮُو ُﻩ َﻓ ُﻴ
َ ﺼﻠﱢﻲ َﻓﻌَﺎ َو َد ْﺗ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ل ُﻣﺮُو ُﻩ َﻓ ُﻴَ ﻏَﻠ َﺒ ُﻪ ا ْﻟ ُﺒﻜَﺎ ُء ﻗَﺎ
َ َﻗ َﺮَأ
236
ﻒ
َ ﺳُ ﺐ ﻳُﻮ ُ ﺣ ِ ﺻﻮَا َ إِﻧﱠ ُﻜﻦﱠ
Dari Hamzah bin ‘Abdullâh, sesungguhnya ia mengkhabarkan dari
ayahnya, ia berkata: Ketika Nabi menderita sakit (yang menghantarkannya
kepada kematian), dikatakan kepada beliau (untuk menjadi imam) dalam
shalat. Beliau bersabda: “Perintahkanlah Abû Bakar agar shalat (dan menjadi
imam) bersama yang lain!” ‘Aisyah berkata: “Sesungguhnya Abû Bakar
adalah seorang yang lembut (mudah sedih). Jika ia membaca al-Qur’an,
niscaya selalu menangis.” Beliau bersabda kembali: “Perintahkanlah ia (Abu
Bakar) untuk (memimpin) shalat!” Aisyahpun mengulangi perkataannya. Nabi
bersabda lagi: “Perintahkanlah ia (Abû Bakar) untuk (memimpin) shalat.
Sesungguhnya kalian (para wanita) bagaikan orang-orang yang hidup pada
masa nabi Yûsuf.” (H.R. al-Bukhârî)
dengan umat ini, niscaya dia akan memenanginya. Dia merupakan orang yang
paling mulia sepeninggal Nabi Muhammad saw. dan juga para nabi. Dia orang
yang banyak memiliki kelebihan dan keutamaan yang sangat populer. Tentang
ﻦ
ِ ﻲ ا ْﺛ َﻨ ْﻴ
َ ﻦ َآ َﻔ ُﺮ ْوا َﺛﺎ ِﻧ َ ﺟ ُﻪ اﱠﻟ ِﺬ ْﻳ
َ ﺧ َﺮ
ْ ﷲ ِا ْذ َاُ ﺼ َﺮ ُﻩ ا َ ﺼ ُﺮ ْو ُﻩ َﻓ َﻘ ْﺪ َﻧ ُ ﻻ َﺗ ْﻨ ِا ﱠ
ﷲ
ُ لا َ ﷲ َﻣ َﻌ َﻨﺎ َﻓ َﺎ ْﻧ َﺰ
َ نا ن ِا ﱠ ْ ﺤ َﺰ ْ ﻻ َﺗ
َ ﺣ ِﺒ ِﻪ
ِ ﺼﺎَ ل ِﻟ ُ ِا ْذ ُه َﻤﺎ ِﻓﻲ ا ْﻟ َﻐﺎ ِر ِا ْذ َﻳ ُﻘ ْﻮ
ﻦ َآ َﻔ ُﺮوا َ ﻞ َآِﻠ َﻤ َﺔ اﱠﻟ ِﺬ ْﻳَ ﺟ َﻌَ ﺠ ُﻨ ْﻮ ٍد ﻟ ﱠﻢ ْ َﺗ َﺮ ْو َهﺎ َو
ُ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َوَا ﱠﻳ َﺪ ُﻩ ِﺑ
َ ﺳ ِﻜ ْﻴ َﻨ َﺘ ُﻪ
َ
ﻜ ْﻴ ٌﻢ
ِﺣ َ ﻋ ِﺰ ْﻳ ٌﺰ َ ُ ﻲ ا ْﻟ ُﻌ ْﻠ َﻴﺎ َواﷲَ ﷲ ِه ِ ﺴ ْﻔَﻠﻰ َو َآِﻠ َﻤ ُﺔ ا اﻟ ﱡ
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah
telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah)
mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika
keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya:
"Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah
menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan
236
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 1, Kitâb al-Adzân Bâb Ahl al-‘Ilm wa al-Fadl Ahaqq
bi al-Imâmah, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1986), h. 165 & 166; Bâb Man Asma’ al-Nâs Takbîr al-Imâm,
h. 174; Bâb Idzâ Bakâ al-Imâm fî al-Salâh, h. 176; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb
Iqâmah al-Salâh wa al-Sunnah fîhâ Bâb Mâ Jâ’a fî Salâh Rasûlillâh saw. fî Maradih, no. Hadis
1232, (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t.), h. 389
173
tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-
orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. At-Taubah/9:40)
ج
َ ﺸ َﺔ َز ْو َ ن ﻋَﺎ ِﺋ ﻦ اﻟ ﱡﺰ َﺑ ْﻴ ِﺮ َأ ﱠ ُ ﻋ ْﺮ َو ُة ْﺑ
ُ ﺧ َﺒ َﺮﻧِﻲ ْ ل َأ َ ب ﻗَﺎ ٍ ﺷﻬَﺎ ِ ﻦ ِ ﻦ ا ْﺑ ْﻋ َ
ن
ِ ﻻ َو ُهﻤَﺎ َﻳﺪِﻳﻨَﺎ ي ِإ ﱠ
ﻞ َأ َﺑ َﻮ ﱠ ْ ﻋ ِﻘ ْ ﺖ َﻟ ْﻢ َأْ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎَﻟ
َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﱠﻠ ُﻪ َ ﻲ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ
ﺻﻠﱠﻰ اﻟﱠﻠ ُﻪ َ ِل اﻟﱠﻠﻪ ُ ﻻ َﻳ ْﺄﺗِﻴﻨَﺎ ﻓِﻴ ِﻪ َرﺳُﻮ ﻦ َوَﻟ ْﻢ َﻳ ُﻤﺮﱠ ﻋَﻠَ ْﻴﻨَﺎ ﻳَ ْﻮ ٌم ِإ ﱠ َ اﻟﺪﱢﻳ
ﻷﺑِﻲ َﺑ ْﻜ ٍﺮ ﻓَﺎ ْﺑ َﺘﻨَﻰ َ ﺸ ﱠﻴ ًﺔ ُﺛﻢﱠ َﺑﺪَا ِﻋ َ ﻲ اﻟ ﱠﻨﻬَﺎ ِر ُﺑ ْﻜ َﺮ ًة َو ْ ﻃ َﺮ َﻓ
َ ﺳﱠﻠ َﻢَ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ
َ ﻒ ُ ن َﻓ َﻴ ِﻘَ ﺼﻠﱢﻲ ﻓِﻴ ِﻪ َو َﻳ ْﻘ َﺮُأ ا ْﻟ ُﻘﺮْﺁ َ ن ُﻳ َ ﺠﺪًا ِﺑ ِﻔﻨَﺎ ِء دَا ِر ِﻩ َﻓﻜَﺎ ِﺴ ْ َﻣ
ن أَﺑُﻮَ ﻈﺮُونَ ِإَﻟ ْﻴ ِﻪ َوآَﺎ ُ ن ِﻣ ْﻨ ُﻪ وَﻳَ ْﻨ َ ﺠﺒُﻮَ ﻦ َوَأ ْﺑﻨَﺎ ُؤ ُه ْﻢ َﻳ ْﻌَ ﺸ ِﺮآِﻴ ْ ِﻧﺴَﺎ ُء ا ْﻟ ُﻤ
ﻚ
َ ع َذِﻟ َ ن َﻓَﺄ ْﻓ َﺰَ ﻋ ْﻴ َﻨ ْﻴ ِﻪ إِذَا َﻗ َﺮَأ ا ْﻟ ُﻘﺮْﺁَ ﻚ ُ ﻻ َﻳ ْﻤِﻠ َ ﻼ َﺑﻜﱠﺎ ًء ًﺟ ُ َﺑ ْﻜ ٍﺮ َر
ﻦ
َ ﺸ ِﺮآِﻴ ْ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْ ﺶ ِﻣ ٍ ف ُﻗ َﺮ ْﻳَ ﺷﺮَا ْ َأ
Dari Ibn Syihâb ia berkata: ‘Urwah ibn Zubair mengabarkan kepadaku
bahwa ‘Aisyah istri Nabi saw. berkata: “Aku tidak berpikir tentang kedua
orang tuaku selain bahwa keduanya menganut agama (Islam). Tidak pernah
kami melewati suatu hari melainkan Rasulullah selalu mendatangi kami setiap
pagi dan petang. Lalu Abû Bakar memiliki sebuah pemikiran, maka
dibangunlah sebuah masjid di halaman rumahnya. Ia biasa salat di dalamnya
dan membaca al-Qur’an, sementara perempuan-perempuan musyrikin dan
anak-anaknya berdiri dan merasa takjub dengan perilaku Abû Bakar. Mereka
senantiasa memperhatikannya. Abû Bakar adalah seorang lelaki yang
senantiasa menangis dan tidak kuasa menahan air matanya ketika membaca al-
Qur’an. Keadaan ini mengagetkan tokoh-tokoh Quraisya dari kalangan orang-
orang musyrik.” (H.R. al-Bukhârî)237
dan kuat dalam pendirian. Disebutkan dalam biografinya, bahwa beliau suka
237
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 1 Kitâb al-Salâh Bâb al-Masjid Yakûnu fî al-Tarîq
min Ghair Darar bi al-Nâs, h. 122; Juz 3 kitâb al-Kafâlah Bâb Jiwâr Abû Bakr fî ‘Ahd al-Nabi
saw. wa ‘Aqdih, h. 58-59; Juz 4 Kitâb al-Manâqib Bâb Hijrah al-Nabi saw. ilâ al-Madînah wa
Ashâbih, h. 254-258
174
Disebutkan bahwa beliau pernah salat bersama kaum muslimin pada masa
khilafahnya. Seringkali dia membaca surat Yûsuf dalam salat isya dan subuh.
Setiap kali beliau membaca surat ini, maka tangisnya pasti terdengar hingga
‘Amr bin Syu’bah meriwayatkan tentang Umar r.a. bahwa pada suatu
berdampingan, Abû dardâ berkata: “Wahai ‘Umar, apakah engkau masih ingat
bekal salah seorang di antara kamu di dunia ini seperti bekal seorang
musafir.’ ‘Umar berkata: “Benar”. Abû Dardâ berkata: “Wahai saudaraku, lalu
apa yang kita lakukan sepeninggal Rasulullah?” Dan akhirnya keduanya tetap
Pernah suatu ketika beliau mendengar firman Allah “Inna ‘adzâba rabbik
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ
َ ﻲ ﺻَﻠﱠﻰ اﻟﱠﻠ ُﻪ ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡَ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﻲ اﻟﱠﻠ ُﻪ
َﺿِ ﻚ َر ٍ ﻦ ﻣَﺎِﻟ ِ ﺲ ْﺑ ِ ﻦ َأ َﻧْﻋَ
ﻦ َآ َﻔﺮُوا َ ﻦ اﱠﻟﺬِﻳ
ْ ﻚ َﻟ ْﻢ َﻳ ُﻜ َ ﻋَﻠ ْﻴ
َ ن َأ ْﻗ َﺮَأ
ْ ن اﻟﱠﻠﻪَ َأ َﻣ َﺮﻧِﻲ َأﻲ ِإ ﱠﻷ َﺑ ﱟ
ُ ﺳﱠﻠ َﻢَ َو
ل َﻧ َﻌ ْﻢ َﻓ َﺒ َﻜﻰ
َ ﺳﻤﱠﺎﻧِﻲ ﻗَﺎ
َ ل َو َ ب ﻗَﺎ
ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ
ِ ﻦ َأ ْه
ْ ِﻣ
238
‘Abd al-Rahmân al-Sinjari et.al., Menangis karena takut pada Allah, Penerjemah Farid
Ma’ruf dan katur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 76; Khumais al-Sa’id,
Menangislah sebagaimana Rasulullah saw. dan Para sahabat Menangis, Penerjemah M. Abdul
Ghoffar (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005), h. 54
239
Ibid
240
M. lili Nur Aulia, Kubisikkan untukmu, (Jakarta: Tarbawi Press, 2007), h. 25
175
Dari Anas ibn Mâlik r.a. ia berkata: Nabi saw. bersabda kepada Ubay:
“Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan kepadamu surat
lam yakun al-ladzîna kafarû” ubay bertanya: “Apakah Allah menyebut
namaku?”Beliau menjawab: “Ya”. Maka, Ubaypun menangis.” (H.R. al-
Bukhari, Muslim, dan al-Tirmidzî)241
Menurut Ibn ‘Allân, penyebab tangisnya Ubay ibn ka’ab adalah boleh jadi
karena dia merasa gembira dan senang dengan penyebutan itu. Atau karena
khusyu dan takut karena merasa kurang bersykur atas segala nikmat. Atau
Sang Khalik. Antara sikap optimis (raja) dan pesimis (khauf) berpadu menjadi
mereka.
Sa’îd ibn Jubair al-Tâ’i pernah berkata: “Aku pernah mendengar Sa’id ibn
ayat-ayat ini:
ن
ِإ ِذ
َ ف َﻳ ْﻌَﻠﻤُﻮَ ﺴ ْﻮ
َ ﺳَﻠﻨَﺎ َﻓ
ُ ﺳ ْﻠﻨَﺎ ِﺑ ِﻪ ُر
َ ب وَﺑِﻤَﺎ َأ ْر
ِ ﻦ َآ ﱠﺬﺑُﻮا ﺑِﺎ ْﻟ ِﻜﺘَﺎَ اﱠﻟﺬِﻳ
ﺤﻤِﻴ ِﻢ ُﺛﻢﱠ ﻓِﻲَ ن
ﻓِﻲ ا ْﻟ َ ﺤﺒُﻮ َﺴ
ْ ﻞ ُﻳ ُﺳ ِ َﺴﻼ ﻋﻨَﺎ ِﻗ ِﻬ ْﻢ وَاﻟ ﱠ
ْ ل ﻓِﻲ َأ ُ ﻏﻠَﺎ
ْﻷَا
ن َ ﺠﺮُوَﺴ ْ اﻟﻨﱠﺎ ِر ُﻳ
241
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 4, Kitâb Manâqib al-Ansâr Bâb Manâqib Ubay ibn
Ka’ab, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1986), h. 228; Juz 6 Kitâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb Sûrah Lam Yakun, h.
90; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Masâjid wa Mawâdi’ al-Salâh Bâb Istihbâb Qirâ’ah al-
Qur’ân ‘alâ Ahl al-Fadl wa al-Hudzdzâq fîh, (Indonesia: Dâr Ihyâ al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t.), h.
320; Juz 2 Kitâb Fadâ’il al-Sahâbah Bâb min Fadâ’il Ubay ibn Ka’ab, h. 383; al-Tirmidzî, Sunan
al-Tirmidzî, Juz 5, Abwâb al-Manâqib Bâb Manâqib Mu’âdz ibn Jabal wa Zaid ibn Tsâbit wa
Ubay ibn Ka’ab wa Abî ‘Ubaidah ibn al-Jarrâh r.a. (Indonesia: Maktabah Dahlân, t.t.), h. 330
242
Ibn ‘Allân, Dalîl al-Fâlihîn, Juz 2, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 374
176
(Yaitu) orang-orang yang mendustakan Al Kitab (Al Qur'an) dan wahyu
yang dibawa oleh rasul-rasul Kami yang telah Kami utus. Kelak mereka akan
mengetahui, ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya
mereka diseret, ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar
dalam api. (QS. al-Mu’min/40:70-72)
al-Qâsim mengatakan: “Aku pernah melihat Sa’id ibn Jubair bangun
ﺖ َو ُه ْﻢ
ْ ﺴ َﺒ
َ ﺲ ﻣَﺎ َآ
ٍ ن ﻓِﻴ ِﻪ ِإﻟَﻰ اﻟﱠﻠﻪِ ُﺛﻢﱠ ُﺗﻮَﻓﱠﻰ ُآﻞﱡ َﻧ ْﻔ
َ ﺟﻌُﻮ
َ وَا ﱠﺗﻘُﻮا َﻳ ْﻮﻣًﺎ ُﺗ ْﺮ
ن َ ﻈَﻠﻤُﻮ ْ ﻻ ُﻳ َ
Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu
itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri
diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang
mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS. al-Baqarah/2:281)
Dia mengualanginya sampai lebih dari dua puluh kali. Diapun biasa
Beliau termasuk pelopor qari al-Qur’an dan Hadis. Dia pasti tidak mampu
menahan tangisnya setiap kali membaca sebuah Hadis Rasulullah saw. Dan
Hâzim Salamah ibn Dînâr. Tak lama kemudian Abû Hâzim menemui
243
Khumais al-Sa’id, Menangislah sebagaimana Rasulullah saw. dan Para sahabat
Menangis, h. 542-53
177
menangis?” Ia menjawab: “Aku teringat sebuah ayat.” Lalu Abû Hâzim
jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum mereka perkirakan.”
Dan setiap kali Abû Hâzim menjenguk Muhammad ibn al-Munkadir, dia
Beliau adalah orang yang selalu berpikir setiap turun ayat al-Qur’an dan
sabar setiap menerima bendera perang. Dia mati syahid di al-Balqa pada
Dari ‘Urwah ibn Zubair berkata: “Tatkala Ibn Rawâhah hendak berangkat
kepada dunia dan kerinduan kepadamu sekalian. Tetapi aku pernah mendengar
Rasulullah saw. membaca ayat ini ‘ dan tidak ada seorangpun darimu,
melainkan akan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu
ketetapan yang sudah pasti.” Lalu kukatakan: “Sesungguhnya aku juga akan
mendatangi neraka dan aku tidak tahu bagaimana caranya berbalik lagi.
244
‘Abd al-Rahmân al-Sinjari et.al., Menangis karena takut pada Allah, h. 89-90
178
Tatkala pasukan muslimin sudah bersiap-siap ke Mu’tah, ‘Urwah ibn
Seorang mantan budak Ibn ‘Umar, yaitu Nâfi’pernah berkata: ”Setiap kali
Ibn ‘Umar membaca dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah, maka dia
keras.”
Al-Hafiz Ibn Hajar berkata: telah diriwayatkan darinya dengan sanad yang
sahih bahwa setiap kali Ibn ‘Umar r.a. membaca firman Allah “Belumkah
mereka mengingat Allah.” tentu dia menangis dan tidak mampu untuk
Menangis karena takut kepada Allah ini tidak hanya merupakan sifat
sebagian sahabat, namun semua sahabat memiliki sifat ini. Hal ini terjadi
Oleh karena itu, tempaan dan binaan yang mereka terima dari Rasulullah saw.
mampu menembus kalbu dan jiwa mereka yang pada akhirnya melahirkan
keimanan dan keyakinan yang luiar biasa. Besarnya keimanan mereka kepada
245
Ibid, h. 78-79
246
Ibid, h. 82
179
diri dari azab Allah, mau tidak mau mereka harus melaksanakan perintah dan
meninggalkan larangan-Nya.
sebuah kafilah. Di antara mereka ada yang sedang membaca ayat al-Qur’an:
Ayat ini bagaikan anak panah yang menmbus jantung Fuzail, seolah-olah
ada sebuah tantangan yang berseru: “Wahai Fuzail, berapa lama lagikah
engkau akan membegal para kafilah? Telah tiba saatnya kami akan
membegalmu”
Fuzail terjatuh dan berseru: “Memang telah tiba saatnya, bahkan hamper
terlambat.” Fuzail merasa bingung dan malu. Ia berlari kea rah sebuah puing.
telah bertobat.”
180
Setelah itu, iapun pergi. Sepanjang hari ia berjalan sambil menangis. Hal
dihapuskan.247
Ja’far ibn Harb (w.236 H.) adalah seorang aparat kesultanan dengan
samping memiliki tempat tinggal yang megah dan indah. Suatu ketika dia
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang turun (kepada mereka).” (QS.
Al-Hadîd:16)
Mendengar ayat tersebut, Ja’far menjerit: “Ya Allah, ini memang benar!”
sungai dajlah. Ia enggan beranjak dari sungai itu sebelum semua harta
seorang lelaki yang juga telah mendengar perihal yang terjadi dengan diri
247
Farîduddîn al-Attâr, Warisan Para Awliya, Penerjemah Anas Mahyudin (Bandung:
Penerbit Pustaka, 1983), h. 65-69
181
Ja’far. Lalu lelaki itu memberikan sebuah gamis dan sarung kepadanya. Dan
Ibn Abî Mulaikah mengatakan: “Ibn ‘Abbâs biasa bangun tengah malam
lalu membaca al-Qur’an huruf demi huruf. Ketika ia membaca ayat ‘Wa jâ’at
kullu nafsin ma’ahâ sâ’iqun wa syahîd’ (Dan datanglah tiap-tiap diri bersama
Demikianlah tetesan air mata yang keluar dari kelopak mata orang-orang
salih yang pernah hidup di atas bumi Allah. Tangisan-tangisan tersebut adalah
buah dari rasa takut manakala mereka membaca ayat-ayat suci al-Qur’an
yang menjelaskan peringatan atau azab Allah. Meski mereka diakui sebagai
generasi terbaik umat Islam dengan segudang kebajikan yang telah mereka
azab Allah baik di dunia ataupun di akhirat tetap terpatri dalam kalbu mereka.
Mereka belum merasa aman dan tenang, sebelum diri mereka benar-benar
terbebas dari murka Allah dan api neraka. Menangis, sebagaimana yang
dikatakan oleh Syaikh ‘Abd al-Qâdir Jailani, adalah ibadah dan merupakan
248
Ibn Qudâmah al-Maqdisi, Mereka yang Kembali, Penerjemah Abu Ahmad Najieh
(Surabaya: Risalah Gusti, 2000), h. 214-215
249
Khumais al-Sa’id, Menangislah sebagaimana Rasulullah saw. dan Para sahabat
Menangis, h. 54
182
puncak ibadah.250 Sehingga menurut Abû ‘Abdurrahman, menangis adalah di
aktivitas yang terhenti pada tetesan air mata yang jatuh di atas pipi mereka.
memperbaiki kualitas hidup dan bertaqarrub kepada Allah swt. Oleh karena
‘Ali k.w. berkata: “ Demi Allah, telah kulihat para sahabat Rasulullah saw.
Pada saat ini tidak kulihat sesuatu yang menyerupai mereka. Mereka adalah
orang-orang yang kusut dan berdebu. Di antara mata mereka seakan-akan ada
berdiri kepada Allah, membata Kitabullah, pergi dengan berjalan kaki dan
juga mengingat Allah. Mereka tampak seperti pohon yang condong dan
menangis hingga kain mereka basah. Demi Allah, sepertinya orang-orang saat
Iman adalah unsur asasi manusia yang harus dimiliki oleh seorang muslim
dalam beramal. Tanpa iman, sebuah amal yang terlihat “salih” dalam pandangan
250
Syaikh ‘Abd al-Qâdir Jailani, Percikan Cahaya Ilahi, Penerjemah Arief B. Iskandar
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), h. 117
251
Ibn Qudâmah al-Maqdisi, Mereka yang Kembali, h. 401
183
manusia menjadi sia-sia belaka tanpa makna di hadapan Allah. Sekian banyak
ayat al-Qur’an menyebutkan secara bersamaan antara iman dan amal saleh. Lihat
ﷲ
ِ ﻦ ﺑِﺎ َ ﻦ ءَا َﻣ
ْ ﻦ َﻣَ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا وَاﱠﻟﺬِﻳﻦَ هَﺎدُوا وَاﻟﱠﻨﺼَﺎرَى وَاﻟﺼﱠﺎ ِﺑﺌِﻴ َ ن اﱠﻟﺬِﻳ ِإ ﱠ
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ
َ ف ٌ ﻻ ﺧَ ْﻮ َ ﻋ ْﻨ َﺪ َرﱢﺑ ِﻬ ْﻢ َو
ِ ﺟ ُﺮ ُه ْﻢ
ْ ﻞ ﺻَﺎِﻟﺤًﺎ َﻓَﻠ ُﻬ ْﻢ َأ
َ ﻋ ِﻤ
َ ﺧ ِﺮ َوِ وَا ْﻟ َﻴ ْﻮ ِم اﻷ
ن َ ﺤ َﺰﻧُﻮ
ْ ﻻ ُه ْﻢ َﻳ
َ َو
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nashrani,
dan orang-orang shabi’in, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah,
hari akhir, serta beramal saleh,mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka,tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.
(QS.al-Baqarah/2:62)
Iman dan amal salih laksana dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.
Qur’an:
karena yang lain. Ia hanya mengharapkan ridha Allah dan ganjaran pahala dari-
184
Nya. Ia sama sekali tidak mengharapkan balasan, pujian, atau sekedar ucapan
Zat Allah Yang Mahahaq dalam ketaatan atau kepatuhan, yaitu ketaataannya
ditujukan hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan karena yang lain
yang beriman. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam surat al-Nisî/4:59
berikut ini:
ushul fiqh, bentuk perintah (sighat amr) menunjukkan hukum wajib. Oleh karena
itu, tunduk dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, baik secara naqli (teks
agama) ataupun secara aqli (logika) merupakan sesuatu yang tak terbantahkan.
252
al-Nawawî, Al-Adzkâr, (Indonesia: Syirkah Nur Asia, t.t), h. 7
185
ungkapan lain, keimanan yang sejati mensyaratkan adanya kepatuhan. Tentang hal
ﺠﺪُوا
ِ ﻻ َﻳ
َ ﺠ َﺮ َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ ُﺛﻢﱠ
َﺷ
َ ك ﻓِﻴﻤَﺎَ ﺤ ﱢﻜﻤُﻮ َ ﺣﺘﱠﻰ ُﻳ
َ ن َ ﻻ ُﻳ ْﺆ ِﻣﻨُﻮ
َ ﻚ َ ﻼ َو َر ﱢﺑ َ َﻓ
ﺴﻠِﻴﻤًﺎ
ْ ﺴﻠﱢﻤُﻮا َﺗ
َ ﺖ َو ُﻳَ ﻀ ْﻴ
َ ﺣ َﺮﺟًﺎ ﻣِﻤﱠﺎ َﻗ َ ﺴ ِﻬ ْﻢ
ِ ﻓِﻲ َأ ْﻧ ُﻔ
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan
yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. al-Nisâ/4:65)
ن
ْ ﺤ ُﻜ َﻢ َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ َأ
ْ ﷲ َو َرﺳُﻮِﻟ ِﻪ ِﻟ َﻴ
ِ ل ا ْﻟ ُﻤ ْﺆﻣِﻨِﻴﻦَ إِذَا ُدﻋُﻮا ِإﻟَﻰ ا َ ن َﻗ ْﻮَ إِﻧﱠﻤَﺎ آَﺎ
ن َ ﻚ ُه ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﻔِﻠﺤُﻮ
َ ﻃ ْﻌﻨَﺎ َوأُوَﻟ ِﺌ
َ ﺳ ِﻤ ْﻌﻨَﺎ َوَأ
َ َﻳﻘُﻮﻟُﻮا
Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil
kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka
ialah ucapan." "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-
orang yang beruntung. (QS.al-Nûr/24:51)
ن
َ ن َﻳﻜُﻮ
ْ ﷲ َو َرﺳُﻮُﻟ ُﻪ أَ ْﻣﺮًا َأ
ُ ﻻ ُﻣ ْﺆ ِﻣ َﻨ ٍﺔ إِذَا َﻗﻀَﻰ ا
َ ﻦ َوٍ ن ِﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ
َ وَﻣَﺎ آَﺎ
ﻻ
ًﻼَﺿَ ﻞ ﺿﱠ َ ﷲ َو َرﺳُﻮَﻟ ُﻪ َﻓ َﻘ ْﺪَ ﺺا
ِ ﻦ َﻳ ْﻌْ ﻦ َأ ْﻣ ِﺮ ِه ْﻢ َو َﻣ
ْ ﺨ َﻴ َﺮ ُة ِﻣ
ِ َﻟ ُﻬ ُﻢ ا ْﻟ
ﻣﺒِﻴﻨًﺎ ُ
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata. (QS. al-Ahzâb/33:36)
Itulah sebabnya, seorang yang salih akan selalu menunjukkan sikap tunduk
QS.al-Nisâ/4:69)
itu, secara etimologi dengan mudah dapat dipahami bahwa kesalehan atau
253
Yusuf Qardhawi, Merasakan Kehadiran Tuhan, Penerjemah Jazirotul Islmiyah
(Yogyakarta: Penerbit Mitra Pustaka, 2003), Cet. VII, h. 29-30
186
berbagai kebajikan telah menyatu dengan kepribadian orang-orang saleh. Tentang
Ankabût/29:9.
Amal salih yang dikerjakan para salihin, tentunya memenuhi dua sisi. Sisi
pertama adalah wujud amal. Dalam hal ini orang dapat memberikan penilaian sesuai
dengan kenyataan yang dilihatnya. Penilaian baik diberikan ketika kenyataan yang
dilihatnya itu menghasilkan manfaat dan menolak mudharat. Sedangkan sisi yang
kedua adalah motif yang melandasi pekerjaan. Tentang hal ini, Rasulullah saw.
bersabda:
ﻋ ْﻨ ُﻪ
َ ﷲ
ُ ﻲاَﺿ ِ ﻦ ا ْﻟﺨَﻄﱠﺎبِ َر ِ ﻋ َﻤ َﺮ ْﺑُ ﺺ ٍ ﺣ ْﻔ َ ﻲْ ﻦ َأ ِﺑ
َ ﻦ َأ ِﻣ ْﻴ ِﺮ ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ِﻨ ْﻴ
ْﻋَ
ئ
ٍ ل ﺑِﺎﻟ ﱢﻨ ﱠﻴ ِﺔ َوِإ ﱠﻧﻤَﺎ ﻻ ْﻣ ِﺮ
ُ ﻋﻤَﺎْﻻ ُ َﻳ ُﻘ ْﻮρ ﷲ
َ ل إِ ﱠﻧﻤَﺎ ْا ِ لا َ ﺳ ْﻮ ُ ﺖ َر ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ َ ل َ ﻗَﺎ
ﷲ
ِ ﺠ َﺮ ُﺗ ُﻪ إِﻟَﻰ اْ ﺳ ْﻮِﻟ ِﻪ َﻓ ِﻬُ ﷲ َو َر ِ ﺠ َﺮ ُﺗ ُﻪ إِﻟَﻰ ا ْ ﺖ ِه ْ ﻦ آَﺎ َﻧ ْ ﻣَﺎ َﻧﻮَى َﻓ َﻤ
187
ﺟﻬَﺎ
ُ ﺠ َﺮ ُﺗ ُﻪ إِﻟَﻰ ِ ُد ْﻧﻴَﺎ ُﻳﺼِ ْﻴ ُﺒﻬَﺎ َأ ِو ا ْﻣ َﺮ َء ٍة ﻳَﺘَﺰَوﱠْ ﺖ ِه ْ ﻦ آَﺎ َﻧ
ْ ﺳ ْﻮِﻟ ِﻪ َو َﻣ
ُ َو َر
254
ﺟ َﺮ ِإَﻟ ْﻴ ِﻪ
َ ﺠ َﺮ ُﺗ ُﻪ ِإﻟَﻰ ﻣَﺎ هَﺎ
ْ َﻓ ِﻬ
Dari Amîril Mu’minîn Abî Hafs ‘Umar ibn al-Khattab r.a. ia berkata: Saya
mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya setiap pekerjaan itu
ditentukan nilainya oleh niat, dan setiap orang memperoleh imbalan sesuai dengan
niatnya. Maka barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya itu akan sampai kepada Allah dan Rasulnya. Dan barangsiapa yang
berhijrah karena (materi) dunia yang ingin diraihnya atau karena perempuan yang
ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu (hanya) akan sampai kepada yang
ditujunya” (H.R. al-Bukhârî dan Muslim)
Lebih jauh dapat dikatakan bahwa nilai suatu amal bukan semata-mata
dari wujud lahiriah, tetapi yang lebih penting adalah niat pelakunya.255
untuk menghindari diri dari sikap riya dan sum’ah. Ikhlas, sebagaimana yang
pengabdian secara nyata sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Tanpa
188
“Hanya kepada-Mu-lah kami mengabdi dan hanya kepada-Mu-lah kami
mohon pertolongan.”
Ayat yang selalu dibaca berulang-ulang dalam shalat tersebut
seorang mukmin.
Dalam akidah Islam, tidak mengabdi kepada Allah dan berbuat syirik
kepada-Nya dianggap sebagai dosa terbesar yang tidak akan diampuni oleh Allah,
hanya kepada Allah dan meninggalkan jauh-jauh segala bentuk kesyirikan. (Lihat
Ia masuk dalam rangkaian rukun Islam urutan yang kedua setelah mengucapkan
syahadatain. Salat adalah salah satu ukuran atau indikasi lahiriah kesalehan
seorang hamba. Itulah sebabnya, dalam salah satu sabdanya Rasulullah saw.
menyatakan:
ﻦ
َ ن َﺑ ْﻴ ُ َﻳ ُﻘ ْﻮρ ﷲ
ل ِإ ﱠ ِ ﻲا
ﺖ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ
َ لَ ﻋ ْﻨ ُﻪ َﻳ ُﻘ ْﻮ
َ ﷲ ُ ﻲا َﺿِ ﻦ ﺟَﺎ ِﺑ ٍﺮ َر ْﻋ َ
257
ﻼ ِة
َﺼك اﻟ ﱠ ُ ك وَا ْﻟ ُﻜ ْﻔ ِﺮ َﺗ ْﺮ
ِ ﺸ ْﺮ
ﻦ اﻟ ﱢ
َ ﻞ َو َﺑ ْﻴ
ِﺟُ اﻟ ﱠﺮ
Dari Jâbir r.a. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya pembatas/pembeda antara seseorang dengan kesyirikan dan
kekufuran adalah meninggalkan salat.” (H.R. Muslim dan al-Tirmidzî)
257
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îmân Bâb Bayân Itlâq Ism al-Kufr ‘alâ Man
Taraka al-Salâh, h. 49; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb al-Îmân Bâb Mâ Jâ’a fî Tark
al-Salâh, no. Hadis 2752, h. 125; al-Nawawî, Riyâd al-Sâlihîn, (Kairo: Matba’ah al-Istiqâmah,
1939), h. 410
189
Tidak setiap orang dapat menegakkan salat dengan baik dan khusyu.
Karena salat merupakan sesuatu yang amat berat kecuali bagi mereka yang
khusyu (QS.2:45). Menegakkan salat yang baik adalah salah satu karakteristik
orang-orang salih. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam surat al-
Imam al-Ghâzalî (w.505 H.) menyatakan bahwa amar ma’ruf nahi munkar
adalah suatu hal yang amat penting dalam beragama. Seandainya tidak ada amar
ma’ruf nahi munkar, tentu misi kenabian menjadi terlantar, agama lenyap, masa
kerusakan ada di mana-mana, negara akan hancur, dan hamba-hamba akan binasa.
Oleh karena itu, berdasarkan teks-teks keagamaan dan rasio sehat, amar ma’ruf
Islam menjadi umat terbaik (khair ummah) di antara umat-umat yang lain. Hal ini
sebagaimana yang disebutkan dalam surat Ali ‘Imrân ayat 110 berikut ini:
258
al-Ghazâlî, Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn, (Indonesia: Dâr Ihyâ al-Kutub al-‘Arabiyyah, tth), Juz
2, h. 302-303
190
ﻦ
ِﻋ َ ن َ ن ﺑِﺎ ْﻟﻤَ ْﻌﺮُوفِ َو َﺗ ْﻨ َﻬ ْﻮ
َ س َﺗ ْﺄ ُﻣﺮُوِ ﺖ ﻟِﻠﻨﱠﺎ ْ ﺟ َ ﺧ ِﺮ ْ ﺧ ْﻴ َﺮ ُأ ﱠﻣ ٍﺔ ُأ َ ُآ ْﻨُﺘ ْﻢ
ن ﺧَ ْﻴﺮًا َﻟ ُﻬ ْﻢ ِﻣ ْﻨ ُﻬ ُﻢَ ب َﻟﻜَﺎ
ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ
ُ ﻦ َأ ْه
َ ﷲ َوَﻟ ْﻮ ءَا َﻣِ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ وَُﺗ ْﺆﻣِﻨُﻮنَ ﺑِﺎ
ن َ ﺳﻘُﻮ ِ ن َوَأ ْآ َﺜ ُﺮ ُه ُﻢ ا ْﻟﻔَﺎ
َ ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨُﻮ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.(QS.Ali ‘Imrân/3:110)
Dan sebagai kewajiban, sudah pasti hal ini akan diupayakan oleh hamba-
setiap hamba (QS.31:12; 27:40; 14:7). Bersyukur atas segala karunia Allah
mencakup tiga sisi, yaitu: bersyukur dengan hati, bersyukur dengan lisan, dan
259
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), Cet. I,
h.217
191
Sesungguhnya Ibrâhîm adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan
lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-
orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri ni`mat-ni`mat
Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan
Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat
benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan
kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrâhîm seorang yang hanif." dan
bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi)
yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi
putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka
perselisihkan itu. (QS. al-Nahl:120-124)
ﻚ اﱠﻟﺘِﻲَ ﺷ ُﻜ َﺮ ِﻧ ْﻌ َﻤَﺘ
ْ ن َأ
ْ ﻋﻨِﻲ َأ
ْ ِب أَ ْوزل َر ﱢ َ ﻦ َﻗ ْﻮِﻟﻬَﺎ َوﻗَﺎ
ْ ﺣﻜًﺎ ِﻣ ِ ﺴ َﻢ ﺿَﺎ َﻓَﺘَﺒ ﱠ
ﺧْﻠﻨِﻲ
ِ ﻞ ﺻَﺎِﻟﺤًﺎ َﺗ ْﺮﺿَﺎ ُﻩ َوَأ ْد َ ﻋ َﻤ
ْ ن َأْ ي َوَأ ﻲ وَﻋَﻠَﻰ وَاِﻟ َﺪ ﱠ ﻋَﻠ ﱠ
َ ﺖَ َأ ْﻧ َﻌ ْﻤ
َك اﻟﺼﱠﺎﻟِﺤِﻴﻦ َ ﻋﺒَﺎ ِد
ِ ﻚ ﻓِﻲَ ﺣ َﻤِﺘ
ْ ِﺑ َﺮ
Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut
itu. Dan dia berdo`a: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri
ni`mat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakku dan untuk mengerjakan amal salih yang Engkau ridhai; dan masukkanlah
aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh".
(QS.al-Naml/27:19)
kepada kedua orang tua, setelah sebelumnya Allah memerintahkan manusia untuk
ل
َ ﷲ ﻗَﺎ
ِ ﺐ إِﻟَﻰ ا ﺣ ﱡ َ ل َأ ِ ﻋﻤَﺎ ْﻷَ ي ْا َأ ﱡρ ﻲ ﺖ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ
ُ ﺳَﺄ ْﻟ
َ ل َ ﷲ ﻗَﺎ ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا
َ ﻦْﻋَ
ل
َ ي ﻗَﺎ
ﺖ ُﺛﻢﱠ َأ ﱞ
ُ ﻦ َﻗ ْﻠِ ل ُﺛﻢﱠ ِﺑ ﱡﺮ ا ْﻟﻮَاِﻟ َﺪ ْﻳ َ ي ﻗَﺎ
ﺖ ُﺛﻢﱠ َأ ﱞُ ﻼ ُة ﻋَﻠَﻰ َو ْﻗ ِﺘﻬَﺎ ُﻗ ْﻠَﺼاﻟ ﱠ
260
ﺳ َﺘ َﺰ ْد ُﺗ ُﻪ َﻟﺰَا َدﻧِﻲ
ْ ﻦ َوَﻟ ْﻮ اﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ ِﺑ ِﻬ ﱠ
َ ل
َ ﷲ ﻗَﺎ ِ ﺠﻬَﺎ ُد ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ا ِ ا ْﻟ
260
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 1, Kitâb Mawâqît al-Salâh Bâb Fadl al-Salâh li
Waqtihâ, h. 134; Juz 3, Kitâb al-Jihâd wa al-Siyar Bâb Fadl al-Jihâd wa al-Siyar, h. 200; Muslim,
Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îmân Bâb Bayân Kaun al-Îmân bi al-Lâh Ta’âlâ Afdal al-A’mâl, h.
50; al-Nawawî, Riyâd al-Sâlihîn, Bâb Birr al-Wâlidain wa Silah al-Arhâm, h. 151; Ibnul Jauzi,
Birrul Walidain, Penerjemah K.H. Mahrous Ali (Surabaya: Pustaka Progressif, 1993), Cet.I, h.19-
20;
192
Dari Abdullâh bin Mas’ûd r.a. ia berkata: Saya bertanya kepada Nabi saw.:
“Perbuatan apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab: “Salat
pada waktunya.” Saya bertanya lagi: “Lalu apa lagi?” Beliau menjawab: “Berbakti
kepada kedua orang tua.” Saya bertanya lagi: “Lalu apa lagi?” Beliau menjawab:
“Berjihad di jalan Allah.” (Muttafaq ‘alaih)
Keingkaran dan kedurhakaan kepada orang tua merupakan keingkaran dan
kedurhakaan kepada Allah. Oleh karena itu, sepanjang sejarah kehidupan manusia
orang-orang salih tidak akan pernah melalaikan kewajiban mulia ini. Hal ini
ﺲ
َ ك ﺑِﻲ ﻣَﺎ َﻟ ْﻴ َ ﺸ ِﺮ ْ ك ِﻟ ُﺘ
َ ن ﺟَﺎ َهﺪَا ْ ﺴﻨًﺎ َوِإ ْﺣُ ن ِﺑﻮَاِﻟ َﺪ ْﻳ ِﻪَ ﻹ ْﻧﺴَﺎ
ِ ﺻ ْﻴﻨَﺎ ا
وَوَ ﱠ
ن َ ﺟ ُﻌ ُﻜ ْﻢ ﻓَُﺄﻧَﺒﱢ ُﺌ ُﻜ ْﻢ ِﺑﻤَﺎ ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ َﺗ ْﻌ َﻤﻠُﻮِ ﻲ َﻣ ْﺮ
ﻄ ْﻌ ُﻬﻤَﺎ ِإَﻟ ﱠ ِ ﻼ ُﺗ
َ ﻚ ِﺑ ِﻪ ﻋِ ْﻠ ٌﻢ َﻓ
َ َﻟ
ﻦ َ ﺧَﻠ ﱠﻨ ُﻬ ْﻢ ﻓِﻲ اﻟﺼﱠﺎِﻟﺤِﻴ ِ ت َﻟ ُﻨ ْﺪ
ِ ﻋ ِﻤﻠُﻮا اﻟﺼﱠﺎِﻟﺤَﺎ َ ﻦ ءَا َﻣﻨُﻮا َوَ وَاﱠﻟﺬِﻳ
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-
bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Dan orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal salih benar-benar akan Kami masukkan mereka ke dalam
(golongan) orang-orang yang salih. (QS. al-Ankabût:8-9)
ﺣﻠِﻴ ٍﻢ
َﻓَﻠﻤﱠﺎ َﺑَﻠ َﻎَ ﻼ ٍم َ ﺸ ْﺮﻧَﺎ ُﻩ ِﺑ ُﻐ ﻦ اﻟﺼﱠﺎﻟِﺤِﻴﻦَ
َﻓ َﺒ ﱠ َ ﺐ ﻟِﻲ ِﻣ ْ ب َه َر ﱢ
ﻈ ْﺮ ﻣَﺎذَاُ ﻚ ﻓَﺎ ْﻧ
َﺤ
ُ ل ﻳَﺎ ُﺑ َﻨﻲﱠ إِﻧﱢﻲ أَرَى ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤﻨَﺎ ِم َأﻧﱢﻲ َأ ْذ َﺑ
َ ﻲ ﻗَﺎ َ ﺴ ْﻌ
َﻣ َﻌ ُﻪ اﻟ ﱠ
ﻦ
َ ن ﺷَﺎ َء اﻟﻠﱠ ُﻪ ِﻣ ْ ﺠ ُﺪﻧِﻲ ِإ ِ ﺳ َﺘَ ﻞ ﻣَﺎ ُﺗ ْﺆ َﻣ ُﺮ ْ ﺖ ا ْﻓ َﻌ ِ ل ﻳَﺎَأ َﺑَ ﺗَﺮَى ﻗَﺎ
ﻦ َ اﻟﺼﱠﺎ ِﺑﺮِﻳ
"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk
orang-orang yang salih. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak
yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrâhim, Ibrâhîm berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia
menjawab: "Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS.al-
Saffât/37:100-102)
10. Membaca al-Qur’an dalam Salat di Malam Hari
Dalam rangkaian surat Ali ‘Imrân ayat 113-115, Allah menegaskan adanya
sekelompok para pendeta ahli kitab yang beriman. Di antara mereka adalah
193
Abdullâh bin Sallâm (w.43 H.), Asad bin ‘Ubaid, Tsa’labah bin Syu’bah, dan
lain-lain.261
satu karakteristik atau kebiasaan baik mereka adalah membaca al-Qur’an dalam
Allah berfirman:
ﻞ
ِ ﷲ ءَاﻧَﺎ َء اﻟﱠﻠ ْﻴ ِ تاِ ن ءَاﻳَﺎ َ ب ُأ ﱠﻣ ٌﺔ ﻗَﺎ ِﺋ َﻤ ٌﺔ َﻳ ْﺘﻠُﻮ
ِ ﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ
ِ ﻦ َأ ْه
ْ ﺳﻮَا ًء ِﻣ
َ َﻟ ْﻴﺴُﻮا
ف
ِ ن ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُو َ ﺧ ِﺮ َو َﻳ ْﺄ ُﻣﺮُو ِ ﷲ وَا ْﻟ َﻴ ْﻮ ِم اﻵ ِ ن ﺑِﺎَ ن
ُﻳ ْﺆ ِﻣﻨُﻮ َ ﺠﺪُو ُﺴْ َو ُه ْﻢ َﻳ
ﻦ
َ ﻚ ِﻣ َ ت َوأُوَﻟ ِﺌ ِ ﺨ ْﻴﺮَا َ ن ﻓِﻲ ا ْﻟ َ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ َو ُﻳﺴَﺎ ِرﻋُﻮ ِﻋَ ن َ َو َﻳ ْﻨ َﻬ ْﻮ
ﷲ ﻋَﻠِﻴ ٌﻢ ُ ﻦ ُﻳ ْﻜ َﻔﺮُو ُﻩ وَا ْ ﺧ ْﻴ ٍﺮ َﻓَﻠ َ ﻦ ْ اﻟﺼﱠﺎﻟِﺤِﻴﻦَ
وَﻣَﺎ َﻳ ْﻔ َﻌﻠُﻮا ِﻣ
ﻦ َ ﺑِﺎ ْﻟ ُﻤ ﱠﺘﻘِﻴ
Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku
lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari,
sedang mereka juga bersujud (sembahyang). Mereka beriman kepada Allah dan
hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang
munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu
termasuk orang-orang yang saleh. Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan,
maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala) nya; dan Allah Maha
Mengetahui orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali ‘Imrân/3:113-115)
11. Bersikap Sabar (QS.37:100-102)
(halîm), yaitu Ismâ’îl a.s. Hal ini dibuktikan saat nabi Ibrâhîm mendapatkan
194
Ismâ’îl a.s. mempersilakan Ayahnya untuk merealisasikan wahyu atau perintah
Allah yang diterima melalui mimpi tersebut, dan berharap dirinya termasuk orang-
orang yang sabar. Berikut ini ayat yang mengisahkan hal di atas:
ﺣﻠِﻴ ٍﻢ
َﻓَﻠﻤﱠﺎ َﺑَﻠ َﻎَ ﻼ ٍم َ ﺸ ْﺮﻧَﺎ ُﻩ ِﺑ ُﻐ ﻦ اﻟﺼﱠﺎﻟِﺤِﻴﻦَ
َﻓ َﺒ ﱠ َ ﺐ ﻟِﻲ ِﻣ ْ ب َه َر ﱢ
ﻈ ْﺮ ﻣَﺎذَا ُ ﻚ ﻓَﺎ ْﻧ
َﺤ
ُ ل ﻳَﺎ ُﺑ َﻨﻲﱠ إِﻧﱢﻲ أَرَى ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤﻨَﺎ ِم َأﻧﱢﻲ َأ ْذ َﺑ
َ ﻲ ﻗَﺎ َ ﺴ ْﻌ
َﻣ َﻌ ُﻪ اﻟ ﱠ
ﻦ
َ ﷲ ِﻣ ُ ن ﺷَﺎ َء ا ْ ﺠ ُﺪﻧِﻲ ِإ ِ ﺳ َﺘَ ﻞ ﻣَﺎ ُﺗ ْﺆ َﻣ ُﺮ ْ ﺖ ا ْﻓ َﻌ ِ ل ﻳَﺎَأ َﺑَ ﺗَﺮَى ﻗَﺎ
ﻦ َ اﻟﺼﱠﺎ ِﺑﺮِﻳ
"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk
orang-orang yang salih. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak
yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrâhîm, Ibrâhîm berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia
menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS. al-Saffât/37:100-
102)
Pada dasarnya cinta kepada harta benda dan anak-anak, bahkan terhadap
dunia (QS.3:14). Semua perhiasan dunia tersebut dapat dijadikan sebagai media
untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga dapat menjerembabkan manusia
benda serta menyikapi anak secara proporsional sesuai dengan tuntunan Allah dan
Rasul-Nya. Mereka berusaha agar keberadaan harta benda dan anak-anak tidak
melalaikan mereka dari zikir dan ibadah kepada Allah. Hal ini sesuai dengan
agar orang-orang mukmin tidak bersikap sama dengan orang-orang munafik yang
terpedaya oleh harta dan anak sehingga melalaikan mereka dari taat dan ibadah
Bagi orang-orang salih, apa yang ada di sisi Allah jauh lebih berharga dan
ﻋ ْﻨ َﺪ
ِ ت ﺧَ ْﻴ ٌﺮ
ُ ت اﻟﺼﱠﺎﻟِﺤَﺎ
ُ ﺤﻴَﺎ ِة اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ وَا ْﻟﺒَﺎ ِﻗﻴَﺎ
َ ن زِﻳ َﻨ ُﺔ ا ْﻟ َ ل وَا ْﻟ َﺒﻨُﻮ
ُ ا ْﻟﻤَﺎ
ﻼ ً ﺧ ْﻴ ٌﺮ َأ َﻣ
َ ﻚ َﺛﻮَاﺑًﺎ َوَ َر ﱢﺑ
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-
amalan yang kekal lagi salih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta
lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. al-Kahfi/18:46)
yang membutuhkan. Harta benda sebagai anugerah Allah adalah titipan dan
umum.
Nabi Muhammad saw. adalah teladan yang luar biasa dalam masalah ini.
Ia pernah memberikan ratusan ekor unta kepada beberapa orang. Seusai perang
262
Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Jilid 3, h. 387
196
Abû Sufyân bin Harb (w.33 H.) 40 kati perak dan 100 ekor unta, demikian pula
untuk Yazîd dan Mu’âwiyah. Kepada Hâkim bin Hizâm (w.54 H.) diberikannya
sebanyak 200 ekor unta. Selanjutnya beliau memberikan untuk Nazar bin Harits
100 ekor unta. Demikian pula halnya kepada Usaid bin Jâriyah, Hârits bin
Hisyâm, Safwân bin Umayyah (w.42 H.), Qais bin ‘Adi, Suhail bin ‘Amr (w. 37
Kedermawanan ini juga ditunjukkan oleh istri beliau, ‘Aisyah r.a. (w.57
H.) Suatu ketika, Mu’âwiyah ibn Abî Sufyân mengirimkan uang kepada ‘Aisyah
r.a. sebanyak 80.000 dirham. Kala itu ‘Aisyah r.a. sedang berpuasa dan
mengenakan pakaian yang sudah usang. Ketika menerima uang tersebut, dia
tidak menyisakan uang tadi barang satu dirham untuk membeli daging yang bisa
Seandainya dari tadi engkau mengingatkan, maka hal itu akan saya lakukan.”264
Dan masih banyak lagi contoh-contoh seperti ini yang ditunjukkan oleh
orang-orang salih dari kalangan sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan yang lainnya.
14. Teladan Umat yang Patuh pada Allah dan Bersikap Hanif
bahwa beliau adalah seorang imam yang dapat dijadikan sebagai teladan yang
263
Idrus Shahab, Sesungguhnya Dialah Muhammad, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2004),
Cet.III, h. 238-239
264
Yusuf Qardhawi, Merasakan Kehadiran Tuhan, Penerjemah Jazirotul Islamiyah
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), Cet.VII, h. 243
197
patuh kepada Allah dan hanif (selalu berpegang teguh kepada kebenaran dan tidak
pernah meninggalkannya).
bermakna “imam yang diikuti”. Atau menurut Syaikh ‘Alî al-Sâbûnî adalah imam
kata “qanit’ artinya “khusyu dan patuh kepada Allah serta melaksanakan segala
kepada Allah”. Atau “meninggalkan segala bentuk agama batil dan cenderung
Pada ayat lain, ketika Allah menyatakan bahwa nabi Ibrâhîm a.s., Ishâq
a.s., dan Ya’qûb a.s. adalah orang-orang salih, Allah menegaskan bahwa mereka
265
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 2, h.590; ‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr,
Jilid 2, h. 148
198
Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrâhîm) Ishâq dan Ya`qûb,
sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing Kami jadikan
orang-orang yang salih. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-
pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami
wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah, dan
kepada Lut, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia
dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji.
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik, (QS. al-Anbiyâ/21:72-
74)
Menurut Imam al-Tabarsî (w.548 H.), mereka adalah pemimpin-pemimpin
yang diikuti dalam perbuatan dan perkataan mereka, serta menunjukkan manusia
masyarakat menjadi kehilangan pegangan. Sebab, al-Qur’an akan menjadi hidup dan
ayatnya dalam kehidupan. Jika demikian, maka kehidupan akan menjadi carut-marut
dan tidak tentu arah. Di sinilah arti penting keberadaan orang-orang saleh yang dapat
membimbing dan mengarahkan manusia menuju jalan kebenaran yang diridhai oleh
Allah swt.
266
al-Tabarsî, Majma’ al-Bayân, Juz 8, h. 88
199
Setelah diketahui bahwa menangis merupakan salah satu karakteristik atau
bahkan akhlak orang-orang salih, maka yang menjadi persoalan selanjutnya adalah
bagaimanakah caranya agar tradisi menangis ini dapat menyatu dan menghiasi hari-
Maka jawabnya adalah hati atau jiwa yang bersih. Hati adalah mahkota
manusia. Suasana hatilah yang akan menggerakan segenap indera manusia untuk
melakukan berbagai aktivitas. Hati akan menjadi komando bagi setiap anggota tubuh
untuk berbuat dan bertindak. Kebeningan hati akan memudahkan setiap orang untuk
berada dalam suasana khusyu saat ayat-ayat al-Qur’an dilantunkan. Kebersihan hati
akan menyebabkan seseorang patuh dan pasrah secara total saat mendapatkan nasehat
keagamaan. Kesucian hati akan menghantarkan seseorang untuk selalu berempati saat
ﻦ َﺗ َﺰ ﱠآﻰ
ْ ﺢ َﻣ
َ َﻗ ْﺪ َا ْﻓَﻠ
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman). (QS.al-‘A’lâ/87:14)267
Menurut Hadis yang sahih, Nabi Muhammad saw. senantiasa membaca surat
al-A’lâ pada raka’at pertama shalat ‘idain.268 Demikian pula halnya yang dilakukan
Imam ‘Ali, sehingga ada orang munafik yang menuduh beliau tidak pandai membaca
al-Qur’an. Menjawab hal ini Imam ‘Ali r.a. (w.40 H.) berkata: “Seandainya orang
tahu apa yang terdapat dalam surat a-A’lâ, niscaya ia akan membacanya dua puluh
kali sehari.”269
Hati atau jiwa mempunyai fitrah untuk menjadi kotor apabila manusianya
melakukan kejahatan. Namun, jiwa atau hati juga siap membawa manusia untuk
267
Lihat pula dalam surat al-Syams/91:7-10
268
al-Nawawî, Al-Adzkâr, hal.46
269
Jalaluddin Rakhmat, Meraih Cinta Ilahi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003),
Cet.III, hal.153
200
bertakwa dan menjadi manusia shalih. Dalam sebuah Hadis sahih, Rasulullah
menyatakan bahwa dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal
daging itu baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Dan jika ia buruk maka buruk
Hati adalah sebuah kuil yang ditempatkan Allah dalam diri setiap
manusia, sebuah kuil untuk menampung percikan cahaya Ilahi. Hati juga bagaikan
Semuanya sangat tergantung dari penataan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh
setiap individu.
Rasulullah saw., ia telah menciptakan satu titik hitam dalam hatinya. Jika ia tidak
bertaubat dan perbuatan dosa semakin banyak dilakukan, maka titik-titik hitam itu
akan menutupi kesucian hati yang pada akhirnya ia tidak lagi dapat membedakan
antara yang hak dan yang batil, yang baik dan yang buruk.
Qarun yang rakus. Jika ia sebagai orang yang kuat, iapun tidak merasa risih untuk
270
Hadis diriwayatkan oleh Imam al-Bukhârî & Imam Muslim. Lihat al-Nawawî, Matan
al-Arba’în al-Nawawiyyah, (Surabaya: Bungkul Indah, t.t.), hal.19-20
201
menekan dan menindas kaum dhu’afa yang tertindas tanpa belas kasihan laksana
binatang buas.
menjadi pemandangan rutin sehari-hari. Semua orang tidak peduli dan tidak
menghiraukan dengan situasi yang terjadi. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar tidak
pandangan mata dan hati. Tidak ada lagi keadilan yang diharapkan. Tidak ada lagi
penghormatan terhadap orang-orang tua dan jompo. Tidak ada lagi kepedulian
dimensi pokok risalah Nabi Muhammad saw. adalah membersihkan hati dan jiwa
manusia yang menjadi sumber kekuatan moral. Perhatikanlah ayat di bawah ini:
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (al-Sunah) serta
menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”(QS.al-Baqarah/2:129)272
Oleh karena itu, tugas Nabi saw. terhadap bangsa Arab ketika itu ada dua,
yaitu;
perbuatan kotor.
271
Harun Yahya, Moralitas Al-Qur’an, (Jakarta: Robbani Press, 2002), hal.35
272
Lihat juga dalam QS.2/al-Baqarah:151; QS.3/Ali ‘Imrân:164; dan QS.al-Jumu’ah;2)
202
2. Mengembangkan akal mereka dengan ilmu pengetahuan dan hati mereka
berusaha untuk mencontoh sifat-sifat yang Allah miliki. Orang-orang yang suci
hatinya adalah orang-orang yang mengenal hak-hak orang lain. Mereka akan
selalu berusaha bersikap adil kepada siapapun, karena adil adalah sifat Tuhan
yang dijadikan sebagai idea moral dalam al-Qur’an.274 Orang-orang yang suci
hubungan yang baik dengan Allah (silah billâh) dan juga baik dengan sesama
(silah bi al-nâs).
Dalam pandangan al-Qur’an dan Hadis, ada beberapa hal yang menjadi
ﻦ
َ ﻗَﺎ ِﻧﺘِﻴ ﷲ
ِ ﺳﻄَﻰ وَﻗُﻮﻣُﻮا
ْ ﺼﻼَ ِة ا ْﻟ ُﻮ
ﺣَﺎ ِﻓﻈُﻮا ﻋَﻠَﻰ اﻟﺼﱠﻠَﻮَاتِ وَاﻟ ﱠ
Peliharalah segala salat (mu), dan (peliharalah) salat wustâ. Berdirilah
karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyu`. (QS.al-Baqarah/2:238)
273
Yusuf Qaradhawi, Interaksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema insani Press, 1999),
cet.I, hal. 139-140
274
M.M.Syarif,M.A., Advent of Islam, Fundamental Teaching of The Qur’an (terj.),
(Bandung: Penerbit Mizan, 1997), cet.VIII, hal.42
203
Menurut al-Syaikh ‘Alî al-Sâbûnî, makna “waqûmû lillâhi qânitîn” adalah
langgengkanlah ibadah dan ketaatan yaitu shalat dengan khusyu dan tunduk.275
Khusyu dalam salat, ditegaskan oleh Allah sebagai salah satu karakteristik orang-
ن
َ ﺷﻌُﻮ
ِ ﺧَﺎ ﻼ ِﺗ ِﻬ ْﻢ
َﺻ
َ ﻦ ُه ْﻢ ﻓِﻲ
َ ن
اﱠﻟﺬِﻳ
َ ﺢ ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨُﻮ
َ َﻗ ْﺪ َأ ْﻓَﻠ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-
orang yang khusyu` dalam salatnya, (QS. al-Mu’minûn/23:1-2)
Salat merupakan sarana terbesar dalam tazkiyah al-nafs. Ia adalah sarana
syukur. Ia adalah zikir, gerakan berdiri, ruku, sujud, dan duduk. Penegakannya
ﻦ
ِﻋ
َ ﺼَﻠﻮ َة َﺗ ْﻨﻬَﻰ
ن اﻟ ﱠﺼَﻠﻮ َة ِإ ﱠب َوَأ ِﻗ ِﻢ اﻟ ﱠِ ﻦ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ
َ ﻚ ِﻣ َ ﻲ ِإَﻟ ْﻴ
َﺣ ِ ﻞ ﻣَﺎ أُوُ ا ْﺗ
ن َ ﺼ َﻨﻌُﻮ
ْ ﷲ َﻳ ْﻌَﻠ ُﻢ ﻣَﺎ َﺗ
ُ ﷲ َأ ْآ َﺒ ُﺮ وَا
ِ ﺤﺸَﺎءِ وَا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ َوَﻟ ِﺬ ْآ ُﺮ ا
ْ َا ْﻟﻔ
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’an)
dan dirikanlah salat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (QS. al-‘Ankabût/29:45)
Salat yang berfungsi sebagai sarana tazkiyah al-nafs adalah salat yang
ﻻ
ﷲ ِإ ﱠ
ِ ﻦ ا
َ ﺤﺸَﺎ ِء وَا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ َﻟ ْﻢ َﻳ ْﺰ َد ْد ِﻣ
ْ ﻦ ا ْﻟ َﻔ
ِﻋَ ﻼ ُﺗ ُﻪ
َ ﺻ
َ ﻦ َﻟ ْﻢ َﺗ ْﻨ َﻬ ُﻪ
ْ َﻣ
ﻌﺪًا ْ ُﺑ
275
‘Alî al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Jilid I, h. 154
276
Sa’id Hawwa, Mensucikan Jiwa, (Jakarta: Robbani Press, 2003), Cet.ke-3, h. 33
204
“Siapa yang salatnya tidak dapat mencegah dari perbuatan keji dan
munkar, hal itu hanya menambah jauh dirinya dari Allah.”277
Imam al-Ghazâlî (w. 505 H.) menegaskan bahwa salat orang yang lalai
ُ َﻳ ُﻘ ْﻮρ ﷲ
ل ِ لاَ ﺳ ْﻮ
ُ ﺖ َر ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ
َ ل َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲ ُ ﻲا َﺿِ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْ ﻦ َأ ِﺑ ْﻋ َ
ﻞ
ْ ت َه ٍ ﺲ َﻣﺮﱠا َ ﺧ ْﻤَ ﻞ ِﻣ ْﻨ ُﻪ ُآﻞﱠ َﻳ ْﻮ ٍم
ُﺴِ ﺣ ِﺪ ُآ ْﻢ َﻳ ْﻐ َﺘ
َ ب َأ
ِ ن ﻧَ ْﻬﺮًا ِﺑﺒَﺎ
َأ َرَأ ْﻳ ُﺘ ْﻢ َﻟ ْﻮَأ ﱠ
ﻞ
ُ ﻚ َﻣ َﺜ َ ل َﻓ َﺬِﻟَ ﻦ َد َر ِﻧ ِﻪ ﻗَﺎ ْ ﻲ ٌء ﻗَﺎُﻟﻮْا ﻻَﻳَ ْﺒﻘَﻰ ِﻣ ْ َﻦ َد َر ِﻧ ِﻪ ﺷ ْ ُهﻦﱠ ِﻣ
278
.ﺨﻄَﺎﻳَﺎ َ ﻦ ا ْﻟﷲ ِﺑ ِﻬ ﱠ ُ ﺲ َﻳ ْﻤﺤُﻮ ا ُ ﺨ ْﻤَ ت ا ْﻟ
ُ ﺼَﻠﻮَا اﻟ ﱠ
Dari Abû Hurairah ra. Ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda: “Bagaimana pendapatmu seandainya seseorang mandi setiap hari lima
kali di sungai yang terletak di depan rumahnya. Apakah pada tubuhnya tersisa
kotoran?” Mereka menjawab: “Tidak tersisa di tubuhnya sedikitpun kotoran.”
Lalu beliau bersabda: “Itulah perumpamaan salat lima waktu. Dengan salat
tersebut Allah menghapuskan segala kesalahan seseorang.” (H.R. al- Bukhârî,
Muslim, al-Tirmidzî, al-Nasâ’î, Ibn Mâjah, Ahmad, dan al-Dârimî)
277
al-Ghazâlî, Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn, Juz 1, h. 159
278
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 1, Kitâb Mawâqît al-Salâh Bâb al-Salawât al-Khams
Kaffârah, h. 134; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Masâjid wa Mawâdi’ al-Salâh, h. 268; al-
Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb al-Amtsâl, no. Hadis 3028, h. 228; al-Nasâ’î, Sunan al-
Nasâ’î, Kitâb al-Salâh Bâb Fadl al-Salawât al-Khams, no. Hadis 460, h. 83; Ibn Mâjah, Sunan Ibn
Mâjah, Juz 1, Kitâb Iqâmah al-Salâh wa al-Sunnah fîhâ, no. Hadis 1397, h. 447; Ahmad, al-
Musnad, Juz 1, h. 72; al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, Juz 1, Kitâb al-Salâh Bâb fî Fadl al-Salawât,
no. Hadis 1183, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 2000), Cet.ke-1., h. 265
279
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Tahârah Bâb al-Salawât al-Khams wa al-
Jumu’ah ilâ al-Jumu’ah wa Ramadân ilâ Ramadân Mukaffirât limâ Bainahunn mâ Ujtunibat al-
Kabâ’ir, h. 117; Ahmad Farîd, Az-Zuhd wa al-Raq’iq, (Kairo: Dâr al-‘Aqîdah, 2004), h. 466
205
Dari ‘Usmân bin ‘Affân r.a. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda: “Setiap muslim yang telah datang waktu salat kepadanya, lalu ia
membaguskan wudunya, khusyunya, dan rukunya, niscaya itu semua dapat
menghapuskan dosa-dosa sebelumnya selama tidak melakukan dosa besar. Dan
itu terjadi sepanjang waktu.” (H.R. Muslim)280
Ritual salat memiliki pengaruh yang sangat luar biasa untuk terapi rasa
galau dan gundah dalam diri manusia. Dengan menegakkan salat secara khusyu,
yaitu dengan niat menghadap dan berserah diri secara total kepada Allah, serta
akan merasa tenang, tentram, dan damai. Rasa gundah dan stress yang senantiasa
menegakkan salat ketika sedang tertimpa masalah yang membuat beliau merasa
281
َ ِإذَاρ ﻲ
ﺣ ِﺰَﺑ ُﻪ أَ ْﻣ ٌﺮ ﺻَﻠﱠﻰ ن اﻟﱠﻨِﺒ ﱡ
َ ل آَﺎ
َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲ
ُ ﻲا
َﺿ
ِ ﺣ َﺬ ْﻳَﻔ َﺔ َر
ُ ﻦ
ْﻋ
َ
Dari Hudzaifah ia berkata: “Jika Nabi saw. merasa gundah karena sebuah
perkara, maka beliau akan segera menunaikan salat.” (H.R. Abû Dâwûd dan
Ahmad)
Disebutkan pula bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Bilal
ﻋ َﺔ
َ ﺧﺰَا
َ ﻦ
ْ ﺴ َﻌ ٌﺮ َأرَا ُﻩ ِﻣ
ْ ل ِﻣ َ ﻞ ﻗَﺎ
ٌﺟ ُ َل ر
َ ل ﻗَﺎ َ ﺠ ْﻌ ِﺪ ﻗَﺎ
َ ﻦ َأﺑِﻰ ا ْﻟ
ِ ﻦ ﺳَﺎِﻟ ِﻢ ْﺑْﻋ َ
ﺖ
ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ
َ لَ َﻓﻘَﺎ.ﻚ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َذِﻟ
َ ﺖ َﻓ َﻜَﺄ ﱠﻧ ُﻪ ﻋَﺎ ُﺑﻮْاُ ﺣ ْ ﺖ ﻓَﺎﺳْﺒﺮ ُ ﺻﻠﱠ ْﻴ
َ ﻲ ْ َﻟ ْﻴ َﺘ ِﻨ
282
ﻼ ِة
َﺼ ﺣﻨَﺎ ﺑِﺎﻟ ﱠ ْ ِل أَر ُﻼَ ﻳَﺎ ِﺑρ ﷲ ِ لا َ ﺳ ْﻮ
ُ َر
“Wahai Bilal, istirahatkanlah diri kita dengan salat.” (H.R. Abû Dâwûd
dan Ahmad)
Hadis-hadis di atas mengisyaratkan tentang pentingnya ritual salat untuk
menciptakan rasa tenang dan damai dalam jiwa seseorang. Salat mampu
280
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Tahârah Bâb Fadl al-Wudû wa al-Salâh al-
‘Aqibah, h. 116; al-Nawawî, Riyâd al-Sâlihîn, Bâb Fadl al-Salawâth.401-402
281
Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 2, Kitâb al-Salâh Bâb Waqt Qiyâm al-Nabî saw.
Min al-Lail, no. Hadis 1318, h. 35; Ahmad, al-Musnad, Juz 5, h. 388
282
Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 4, Kitâb al-Adab Bâb fî Salâh al-‘Atamah, no.
Hadis 4985, h. 296; Ahmad, al-Musnad, Juz 5, h. 364, 371
206
memberikan terapi jiwa yang sedemikian berarti untuk menghilangkan
ﻦ
َ ﺷﻌِﻴ
ِ ا ْﻟﺨَﺎ ﻋﻠَﻰ
َ ﻻ
ﺼﻠَﻮ ِة وَإِ ﱠﻧﻬَﺎ ﻟَﻜَﺒِﻴﺮَ ٌة ِإ ﱠ
ﺼ ْﺒ ِﺮ وَاﻟ ﱠ
ﺳ َﺘﻌِﻴﻨُﻮا ﺑِﺎﻟ ﱠ
ْ وَا
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan)
salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-
orang yang khusyu`, (QS. al-Baqarah/2:45)
Hubungan seseorang dengan Sang Khalik ketika salat akan menghasilkan
perubahan penting dalam fisik dan psikisnya. Kekuatan mental spiritual ini sering
cepat untuk beberapa jenis penyakit ketika penderitanya berada di lokasi ibadah
haji maupun lokasi ibadah lainnya. Abu Hurairah pernah berkata bahwa dia
mengeluihkan sakit perut yang dia derita. Maka Rasulullah saw. menoleh ke
ﺖ
ُ ﺴ ْ ﺟَﻠ
َ ﺖ ُﺛﻢﱠ
ُ ﺼﱠﻠ ْﻴ
َ ت َﻓ ُ ﺠ ْﺮ َ َﻓ َﻬρ ﻲ ﺠ َﺮ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ َ ل َه َ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ﻗَﺎْ ﻦ َأ ِﺑ
ْﻋ َ
ل ُﻗ ْﻢَ ﷲ ﻗَﺎ
ِ لاَ ﺳ ْﻮُ ﺖ َﻧ َﻌ ْﻢ ﻳَﺎ َر
ُ ﺖ َدرْد؟ ُﻗ ْﻠ ْ ﺷ َﻜ َﻤ ِ َاρ ﻲ ﺖ إِﻟَﻰ اﻟ ﱠﻨِﺒ ﱢ ُ ﻓَﺎ ْﻟ َﺘ ْﻔ
283
ﺷﻔَﺎ ًءِ ﻼ ِة
َﺼ ن ﻓِﻰ اﻟ ﱠ ﻞ َﻓِﺈ ﱠ
ﺼﱢ َ َﻓ
Dari Abû Hurairah ia berkata: Nabi saw. berhijrah, akupun berhijrah. Aku
salat, lalu duduk, dan kemudian menoleh ke Nabi saw. beliaupun bersabda: “Apakah
kamu menderita sakit perut?” Aku berkata: “Benar, wahai Rasulullah.” Beliau
bersabda: “Berdirilah! Lantas tegakkanlah salat! Karena seseungguhnya di dalam
ritual salat terdapat kesembuhan (untuk berbagai penyakit).” (H.R. Ibn Mâjah)
Kekuatan mental spiritual yang dilahirkan lewat ritual salat juga dapat
283
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah., Juz 2, Kitâb al-Tibb Bâb al-Salâh Syifâ, no. Hadis
3458, h. 1144
207
besar yang membuatnya siap menerima ilmu pengetahuan dan hikmah, serta lebih
bersalah atau berdosa yang menyebabkan rasa gundah dan menjadi penyebab
utama penyakit jiwa. Hal ini bisa terjadi karena ritual salat bisa mengampuni dosa
H.) berkata:
Ritual salat bisa membuat hati menjadi bahagia dan tegar. Bahkan
ritual salat juga bias membuat hati terasa lapang, bahagian, dan tentram.
Dalam ritual salat terdapat interaksi hati maupun ruh dengan Allah. Hati
dan ruh menjadi dekat dengan Allah ketika seseorang menegakkan salat.
Dia akan merasakan nikmatnya berzikir, merasa nyaman bermunajat
kepada Allah, dan merasa nikmat berada di hadapan-Nya. Dia akan
menggunakan semua organ tubuhnya dan kekuatan yang dimilikinya untuk
beribadah. Dia tidak akan larut dalam kesibukan dengan makhluk. Dia
hanya akan memfokuskan kekuatan hatinya untuk menjalin hubungan
dengan Tuhan yang telah menciptakannya. Dia akan terbebas dari
bayangan musuhnya ketika sedang salat. Semua itu akan menjadi obat,
jalan keluar, dan menu makanan yang sehat bagi hatinya. Tentu saja
kondisi semacam itu hanya dialami oleh hati yang sehat. Adapun hati yang
sakit, maka dia ibarat jasad yang sakit. Dia sama sekali tidak identik
dengan hal-hal yang baik. Ibadah salat termasuk aktivitas yang paling
berpotensi mendatangkan kemaslahatan dunia akhirat dan menolak
kemudharatan dunia akhirat. Salat akan mencegah pelakunya dari
perbuatan dosa, mendatangkan obat untuk hati, menghindarkan dari
berbagai penyakit fisik, menyinari hati, menjernihkan muka, membuat
organ tubuh menjadi semangat, mendatangkan rezki, menjauhkan
perbuatan aniaya, akan mendorong pelakunya menolong orang yang
teraniaya, berpotensi untuk meredam gejolak nafsu, memelihara
kenikmatan, menjauhkan siksa, mendatangkan rahmat, dan menghilangkan
kegundahan.”285
284
M. Utsman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadist Nabi saw., (Jakarta: Mustaqim,
2003), Cet. I, h. 403-404
285
Ibid, h. 408-409
208
Cinta terhadap harta benda sebagaimana yang disebutkan dalam surat Ali
‘Imrân ayat 14 merupakan fitrah asasi manusia. Jika naluri alamiah ini diiringi
dengan pendidikan yang keliru, maka akan menumbuhkan penyakit hati yang
tercela seperti bakhil atau kikir, mencemaskan masa depan, merasa kekurangan,
ingin mencelakai orang lain, cinta kepada kekuasaan dan penguasa, dan sebagian
seperti penyakit suka berlebih-lebihan atau boros.286 Apalagi sifat kikir ini
ﺢ
ﺸﱠاﻟ ﱡ ﺲ
ُ ﻷ ْﻧ ُﻔ
َ تا
ِ ﻀ َﺮ
ِ ﺣ
ْ َوُأ
Manusia itu menurut tabiatnya kikir. (QS. al-Nisâ/4:128)
Dalam berbagai teks keagamaan (al-Qur’an dan Hadis) ditemukan
ﺴﺮَى
ْ ﻟِ ْﻠُﻴ ﺴﻨَﻰ
ﻓَﺴَُﻨﻴَﺴﱢ ُﺮ ُﻩ ْﺤ
ُ ق ﺑِﺎ ْﻟ
َ ﺻ ﱠﺪ
َ ﻋﻄَﻰ وَاﺗﱠﻘَﻰ
َو ْ ﻦ َأْ َﻓَﺄﻣﱠﺎ َﻣ
ﺴﺮَى
ْ ِﻟ ْﻠ ُﻌ ﺴﻨَﻰ
ﻓَﺴَُﻨﻴَﺴﱢ ُﺮ ُﻩ
ْﺤ َ ﺳﺘَ ْﻐﻨَﻰ
َو َآ ﱠﺬ
ُ ب ﺑِﺎ ْﻟ ْ ﻞ وَا َﺨ ِ ﻦ َﺑْ َوَأﻣﱠﺎ َﻣ
ﺮدﱠى َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻣَﺎُﻟ ُﻪ ِإذَا َﺗ
َ وَﻣَﺎ ُﻳ ْﻐﻨِﻲ
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan
bertakwa,dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak
akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang
bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka
kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak
bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. (QS. al-Lail/92:5-11)
ﺴ ُﻜ ْﻢ
ِ ﻷ ْﻧ ُﻔ
َ ﺳﻤَﻌُﻮا َوَأﻃِﻴﻌُﻮا َوَأ ْﻧ ِﻔﻘُﻮا ﺧَ ْﻴﺮًا ْ ﻄ ْﻌ ُﺘ ْﻢ وَا
َ ﺳ َﺘ
ْ ﷲ ﻣَﺎ ا َ ﻓَﺎ ﱠﺗﻘُﻮا ا
ن َ ﻚ ُه ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﻔِﻠﺤُﻮَ ﺴ ِﻪ َﻓﺄُوَﻟ ِﺌ
ِ ﺷﺢﱠ َﻧ ْﻔ
ُ ق
َ ﻦ ﻳُﻮ
ْ َو َﻣ
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan
dengarlah serta ta`atlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan
barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-
orang yang beruntung. (QS. al-Taghâbun/64:16)
286
Adnan Syarif, Psikologi Qurani, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), Cet.I, ., h. 122
209
ﻈ ْﻠ َﻢ
ن اﻟ ﱡ ﻈ ْﻠ َﻢ َﻓِﺈ ﱠ
ل ا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟ ﱡ َ ﻗَﺎρ ﷲ ِ لا َ ن َرﺳُﻮ ﷲ َأ ﱠ
ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا
َ ﻦ ِ ﻦ ﺟَﺎ ِﺑ ِﺮ ْﺑ ْﻋ َ
ن َﻗ ْﺒَﻠ ُﻜ ْﻢ
َ ﻦ آَﺎ ْ ﻚ َﻣ َ ﺢ َأ ْهَﻠ ﺸﱠن اﻟ ﱡ
ﺢ َﻓِﺈ ﱠ ﺸﱠت َﻳ ْﻮ َم ا ْﻟ ِﻘﻴَﺎ َﻣ ِﺔ وَا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟ ﱡٌ ﻇُﻠﻤَﺎ ُ
287
ﺤﻠﱡﻮا َﻣﺤَﺎ ِر َﻣ ُﻬ ْﻢ
َ ﺳ َﺘ
ْ ﺳ َﻔﻜُﻮا ِدﻣَﺎ َء ُه ْﻢ وَا
َ ن ْ ﻋﻠَﻰ َأ َ ﺣ َﻤَﻠ ُﻬ ْﻢ
َ
Dari Jâbir r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Takutlah kalian
dengan kezaliman. Karena sesungguhnya kezaliman itu akan melahirkan
kegelapan pada hari kiamat. Bertakwalah (kepada Allah dengan menjauhi) kikir.
Karena sesungguhnya kikir itu telah menghancurkan orang-orang sebelum kalian
(yaitu) mereka menumpahkan darah-darah mereka dan menghalalkan yang
diharamkan.” (H.R. Muslim)
ل
َ ﺳَﺄ
َ ﻼًﺟ ُ ن َر ﻋ ْﻨ ُﻬﻤَﺎ َأ ﱠ
َ ﷲ
ُ ﻲا َﺿ ِ ص َر ِ ﻦ ا ْﻟﻌَﺎِ ﻦ ﻋَ ْﻤﺮٍو ْﺑ ِ ﷲ ْﺑ
ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا
َ ﻦ ْﻋَ
ﻼ َم
َﺴ ﻄﻌَﺎ َم َو َﺗ ْﻘ َﺮُأ اﻟ ﱠ
ﻄ ِﻌ ُﻢ اﻟ ﱠ
ْ ل ُﺗ
َ ﻼ ِم ﺧَ ْﻴﺮٌ؟ ﻗَﺎ
َﺳ ْﻻ ِ ي ْا َأ ﱡρ ﷲ ِ لا َ ﺳ ْﻮ
ُ َر
288
ف
ْ ﻦ َﻟ ْﻢ َﺗ ْﻌ ِﺮْ ﺖ َو َﻣَ ﻋ َﺮ ْﻓ
َ ﻦْ ﻋَﻠَﻰ َﻣ
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘As r.a. (Ia berkata): Sesungguhnya
seseorang bertanya kepada Rasulullah saw.: “Ajaran Islam manakah yang paling
baik?” Rasul menjawab: “Engkau memberikan makan dan engkau ucapkan salam
kepada orang yang engkau kenal dan yang belum engkau kenal.” (H.R. al-
Bukhârî, Muslim, Abû Dâwûd al-Nasâ’î dan Ibn Mâjah )
ﻦ
َ ﺐ ِﻣ ٌ ﻲ َﻗ ِﺮ ْﻳ ﺨﱡ ِﺴ
ل اَﻟ ﱠ َ ﻗَﺎρ ﻲ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ ِﻋ َ ﻋ ْﻨ ُﻪ
َ ﷲُ ﻲا َﺿ ِ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر
ْ ﻦ َأ ِﺑْﻋَ
ﻞ َﺑ ِﻌ ْﻴ ٌﺪ
ُ ﺨ ْﻴِ وَا ْﻟ َﺒ.ﻦ اﻟ ﱠﻨﺎ ِر
َ ﺠ ﱠﻨ ِﺔ َﺑ ِﻌ ْﻴ ٌﺪ ِﻣ
َ ﻦ ا ْﻟ
َ ﺐ ِﻣ
ٌ س َﻗ ِﺮ ْﻳِ ﻦ اﻟﻨﱠﺎَ ﺐ ِﻣ ٌ ﷲ َﻗ ِﺮ ْﻳ
ِ ا
287
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Birr wa al-Silah wa al-Âdâb Bâb Tahrîm al-
Zulm, h. 430
288
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 1, Kitâb al-Îmân Bâb It’âm al-Ta’âm min al-Islâm,
h. 9 & Juz 7, Kitâb al-Isti’dzân Bâb al-Salâm li al-Ma’rifah wa Ghair al-Ma’rifah, h. 128; Muslim,
Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îmân Bâb Bayân Tafâdul al-Islâm wa Ayy Umûrih Afdal, h. 37;
Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 4, Kitâb al-Âdâb Bâb Ifsyâ al-Salâm, no. Hadis 5194, h. 350;
al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb al-Îmân wa Syarâ’i’ih Bâb Ayy al-Islâm Khair, no. Hadis 5010,
h. h. 801; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-At’imah Bâb It’âm al-Ta’âm, no. Hadis
3253, h. 1083
289
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-Zakâh âb Wujûb al-Zakâh, h. 120;
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitrâb al-Zakâh Bâb fî al-Munfiq wa al-Mumsik, h. 404; al-
Nawawî, Riyâd al-Sâlihîn, Bâb al-karam wa al-Jûd wa al-Infâq fî Wujûh al-Khair Tsiqah bi al-
Lâh, h. 245-251
210
ﻞ
ُ وَا ْﻟﺠَﺎ ِه.ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر
َ ﺐ ِﻣ
ٌ ﺠ ﱠﻨ ِﺔ َﻗ ِﺮ ْﻳ
َ ﻦ ا ْﻟَ س َﺑ ِﻌ ْﻴ ٌﺪ ِﻣ
ِ ﻦ اﻟﻨﱠﺎ
َ ﷲ َﺑ ِﻌ ْﻴ ٌﺪ ِﻣ
ِ ﻦا
َ ِﻣ
290
ﻞ
ٍ ﺨ ْﻴ
ِ ﻦ ﻋَﺎ ِﺑ ٍﺪ َﺑ ْ ﷲ ِﻣ
ِ ﺐ إِﻟَﻰ ا
ﺣ ﱡ َ ﻲ َأ
ﺨﱡِﺴ
اﻟ ﱠ
Dari Abû Hurairah r.a. dari Nabi saw. bersabda: Orang yang pemurah itu
dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, jauh dari neraka.
Sedangkan orang yang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari
surga, dan dekat dengan neraka. Orang jahil yang pemurah lebih dicintai oleh
Allah ketimbang ahli ibadah yang kikir. (H.R. al-Tirmidzî)
Kekikiran merupakan indikasi cinta dunia, sementara orang yang cinta
dunia sehingga melupakan akhirat amat tercela dalam pandangan Allah dan
dalam tazkiyatun nafs. Ia membersihkan jiwa dan hati manusia dari kekikiran dan
kerakusan, serta pada saat yang bersamaan menanamkan cinta dan kasih sayang
terhadap sesama.
290
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Birr wa al-Silah Bâb Mâ Jâ’a fî al-
Sakhâ, h. 231; Zain al-Dîn al-Malîbari, Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, (Indonesia: Dâr Ihyâ
al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t), h. 40
291
Ahmad Farîd, al-Bahr al-Râ’iq fi al-Zuhd wa al-Raqâ’iq,(T.tp.: Al-Maktabah at-
Taufîqiyyah, t.t.), h. 198
211
Cinta, kasih sayang, dan ucapan yang baik merupakan perkara yang
kepribadian. Oleh karena itu, Rasulullah saw. telah memberikan keteladanan yang
senantiasa dihiasi dengan cinta, kasih sayang, dan sikap welas asih kepada semua
makhluk Allah.
Beliau adalah orang yang teramat penyayang, baik kepada orang yang
dekat maupun yang jauh. Beliau merasa senang bila melihat orang senang dan
bahagia. Dan beliau akan merasa susah bila orang lain mengalami penderitaan dan
kesusahan. Oleh karena itu, beliau akan memberikan bantuan dan pertolongan
tangisan. Beliau tidak ingin memberatkan ibu si bayi yang tengah ikut shalat
dan kedermawanan beliau terhadap sesama. Beliau dikenal sebagai makhluk Allah
yang paling mulia dan paling dermawan. Telapaknya bak mendung yang banyak
bertiup.293
292
Aidh al-Qarni, Visualisasi Kepribadian Muhammad saw., (Bandung: Penerbit IBS,
2000), h.76-77
293
Ibid, h. 53
212
Sesungguhnya hal yang sangat berbahaya dan sangat merusak kehidupan
Adam dan Siti Hawa dikeluarkan dari surga. Perut dapat menjadi sumber penyakit
dan kerusakan. Sebab, dari syahwat perut akan muncul syahwat farji (kemaluan)
dan syahwat makanan. Jika seorang hamba menundukkan dirinya dengan cara
dalam mematuhi Allah dengan melakukan berbagai kebajikan serta tidak akan
ﻦ
ُ ﻸ ا ْﺑ
َ ل ﻣَﺎ َﻣ ُ َﻳ ُﻘ ْﻮρ ﷲ ِ لا َ ﺳ ْﻮُ ﺖ َر ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ
َ ل َ ب ﻗَﺎ َ ﻦ َﻣ ْﻌ ِﺪ ْﻳ َﻜ ِﺮ
ِ ﻦ ِﻣ ْﻘﺪَا ِم ْﺑْﻋ َ
ن
ْ َﻓِﺈ.ﺻ ْﻠ َﺒ ُﻪ
ُ ﻦَ ت ُﻳ ِﻘ ْﻤٌ ﻼ َ ﻦ ا َد َم َأ َآِ ﺐ ا ْﺑ
ِ ﺴ َﺤ َ ِﺑ,ﻦ ٍﻄ ْ ﻦ َﺑ
ْ ﻲ ِوﻋَﺎ ًء ﺷَﺮًّا ِﻣ ا َد ِﻣ ﱟ
295
ﺴ ِﻪ
ِ ﺚ ِﻟ َﻨ َﻔ
ٌ ﺸﺮَا ِﺑ ِﻪ َو ُﺛُﻠ
َ ﺚ ِﻟٌ ﻄﻌَﺎ ِﻣ ِﻪ َو ُﺛُﻠ
َ ﺚ ِﻟ
ٌ ﻻ ُﻣﺤَﺎَﻟ َﺔ َﻓ ُﺜُﻠ َ ن َ آَﺎ
Dari Miqdâm bin Ma’dîkarib ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda: “Tidaklah seorang anak Adam memenuhi sebuah wadah yang lebih
buruk daripada memenuhi perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap
makanan yang dapat menegakkan tulang belakangnya. Maka tidak
memungkinkan, maka hendaknya ia gunakan sepertiga untuk makanannya,
sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk bernafas.” (H.R. al-Tirmidzî
dan Ibn Mâjah.)
Sesungguhnya Hadis di atas merupakan prinsip umum dalam dunia
mereka akan terhindar dari berbagai macam penyakit dan toko-toko obat akan
ditinggalkan. Sebab, sumber segala penyakit adalah banyak makan. Inilah manfaat
294
Ahmad Farîd, Al-Bahr al-Râ’iq fî al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h. 93-94
295
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fî Karâhiyah
Katsrah al-Akl, no. Hadis 2486, h. 18; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-At’imah Bâb
al-Iqtisâd fî al-Akl wa Karâhah al-Syab’, h. 1111; al-Tirmidzî mengatakan bahwa hadis ini sahih.
al-Dzahabî dan al-Albânî juga mensahihkannya
213
sedikit makan dari sisi kesehatan jasmani. Adapun manfaatnya dari sisi kesehatan
ruhani adalah bahwa sedikit makan akan melahirkan kelembutan hati, kecerdasan,
ف
َ ﺴ ْﻮ َ ت َﻓ
ِ ﺸ َﻬﻮَا ﺼَﻠﻮ َة وَاﺗﱠﺒَﻌُﻮا اﻟ ﱠ
ﻒ َأﺿَﺎﻋُﻮا اﻟ ﱠ ٌ ﻦ َﺑ ْﻌ ِﺪ ِه ْﻢ ﺧَْﻠْ ﻒ ِﻣَ ﺨَﻠ َ َﻓ
ﺠﱠﻨ َﺔ
َ ن ا ْﻟ
َ ﺧﻠُﻮ
ُ ﻚ َﻳ ْﺪ
َ ﻞ ﺻَﺎِﻟﺤًﺎ َﻓﺄُوَﻟِﺌ َ ﻋ ِﻤ
َ ﻦ َو
َ ب َوءَا َﻣَ ﻦ ﺗَﺎ
ْ ﻻ َﻣ ِإ ﱠ.ن ﻏَﻴًّﺎَ َﻳْﻠ َﻘ ْﻮ
ن ﺷَ ْﻴﺌًﺎ َ ﻈَﻠﻤُﻮ
ْ ﻻ ُﻳَ َو
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-
nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan
menemui kesesatan. kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal salih,
maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan)
sedikitpun.(Q.S. Maryam/19:59-60)
ρﻲ
ﻞ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ
َ ل ﻣَﺎ َأ َآ
َ ﺧﺒﱠﺎ ٌز َﻟ ُﻪ ﻓﻘَﺎ
ُ ﻋ ْﻨ َﺪ ُﻩ
ِ ﻋ ْﻨ ُﻪ َو
َ ﷲ ُ ﻲا َﺿِ ﺲ َر ٍ ﻦ َأ َﻧ
ْﻋ َ
298
ﷲ
َ ﻲا َ ﻃ ًﺔ ﺣَﺘﱠﻰ َﻟ ِﻘ َ ﺴ ُﻤ ْﻮ
ْ ﻻ ﺷَﺎ ًة َﻣ
َ ﺧ ْﺒﺰًا ُﻣﺮَ ﱠﻗﻘًﺎ َو
ُ
Dari Anas r.a. ia berkata: Tidak pernah Nabi saw makan roti yang halus
dan juga daging kambing yang telah siap dihidangkan sampai ia meninggal
dunia.” (H.R. al- Bukhârî)
ﻸ
َ ﻦ َﻣ
ْ ت اﻟﺴﱠﻤﻮَاتِ َﻣ
َ ﻞ َﻣَﻠ ُﻜ ْﻮ
ُﺧ َ ρﻲ
ُ ﻻ َﻳ ْﺪ ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ
َ س ﻗَﺎ
ٍ ﻋﺒﱠﺎ
َ ﻦ
ُ ل ا ْﺑ َ ﻗَﺎ
299
ﻄ َﻨ ُﻪ
ْ َﺑ
296
Ahmad Farîd, Al-Bahr al-Râ’iq fî al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h. 93-94
297
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 6, Kitâb al-At’imah Bâb Mâ Kâna al-Nabî saw. wa
Ashâbuh Ya’kulûna, h. 205; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h. 588
298
Al-Bukhārī, Sahîh al-Bukhârî, Juz 6, Kitâb al-At’imah Bâb al-Khubâ al-Muraqqaq wa
al-Akl ‘alâ al-Khiwâr wa al-Sufrah, h. 199
299
Al-Ghazālī, Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn, Juz3, h. 78 lam yujad aslan
214
Ibn ‘Abbâs berkata: Nabi saw. bersabda: “Kerajaan langit tidak dapat
dimasuki oleh orang selalu memenuhi perutnya.”
ﻲ
َ ﻄﻌَﺎ ِم ِه
ﻒ ا ْﻟ ِﻌﺒَﺎ َد ِة َو ِﻗﱠﻠ ُﺔ اﻟ ﱠ ْ َا ْﻟ ِﻔ ْﻜ ُﺮ ِﻧρ ﻲ
ُ ﺼ ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ
َ ﻦ ﻗَﺎ
ُﺴ
َﺤَ ل ا ْﻟ َ قَا
300
ا ْﻟ ِﻌﺒَﺎ َد ُة
al-Hasan berkata: Nabi saw. bersabda: “Berpikir itu setengah ibadah,
sedang sedikit makan adalah ibadah itu sendiri.”
asap dalam otak. Asy-Syibli mengtaakan: “Tidak pernah aku lapar karena
Allah dalam satu hari, kecuali akan aku temukan sebuah pintu dari hikmah
dan pelajaran yang belum pernah aku lihat sama sekali sebelumnya.”
b. Tidak lupa akan cobaan dan azab dari Allah. Sebab, kenyang seringkali
menyebabkan orang tidak jeli melihat dan memahami cobaan dan azab Allah.
Hamba yang cerdas akan selalu ingat terhadap bencana akhirat ketika melihat
kesulitan orang lain, sebuah sikap yang tidak dimiliki oleh orang yang selalu
kenyang.
Inilah salah satu sebab mengapa para nabi dan wali diistimewakan oleh
Allah dengan berbagai cobaan. nabi Yûsuf pernah ditanya: “Mengapa engkau
Yusuf menjawab: “Aku khawatir kalau aku kenyang, aku lupa terhadap orang
300
Ibid
215
c. Mematahkan keinginan nafsu untuk berbuat berbagai kemaksiatan dan
kekuatan, sedang bahan dari kesenangan nafsu dan kekuatan adalah makanan.
tentu akan banyak menyita waktunya untuk makan, dan ini juga akan
dokter, yaitu dokter berkebangsaan Hindi, Romawi, Irak, dan Sawwad. Ar-
Rasyid berkata: “(Aku minta) agar setiap orang dari kalian menerangkan obat
yang tidak mengandung efek samping yang berupa penyakit lain selain
penyakit yang dapat diobati oleh obat tersebut.” Maka dokter yang
oleh dokter berkebangsaan Sawwad yang paling terkenal dan mahir di antara
mereka, semua jenis obat yang mereka tawarkan ditolak. Dokter-dokter itupun
berkata: “Lalu menurutmu obat apa?” Dia menjawab: “Obat yang tidak
216
e. Memungkinkan seseorang mengutamakan orang lain dan bersedekah lebih
kepada anak-anak yatim dan fakir miskin, lalu ia berada di bawah naungan
perutnya, lalu ditunjuknya perut itu dengan jari tangannya sambil bersabda:
“Seandainya ini tidak berada dalam perut ini, tentu hal itu akan lebih baik
jayyid).
puasa (sîyâm) minimal satu bulan dalam satu tahun. Puasa ibarat rem bagi perut
manusia. Hal ini dapat dipahami dari redaksi yang digunakan dalam surat al-
Baqarah ayat 183 tentang kewajiban puasa. Dalam ayat tersebut Allah tidak
menggunakan kata “kataba” dalam bentuk aktif (binâ fâ’il), melainkan yang
digunakan adalah redaksi “kutiba” dalam bentuk pasif (binâ maf’ûl). Hal ini
sendiri.
bersabda:
301
Rincian yang lebih lengkap dapat dilihat: Ibrahim M. Jamal, Penyakit Hati, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1997), Cet. II, h. 154-164
217
ن
ْ ﺐ َﻓِﺈ
ْ ﺨ
َﺴ
ْ ﻻ َﻳ
َ ﺚ َﻳ ْﻮ َﻣ ِﺌٍﺬ َو
ْ ﻼ َﻳ ْﺮ ُﻓ َ ﺣ ِﺪ ُآ ْﻢ َﻓ
َ ن َﻳ ْﻮ ُم َأ
َ ﺟ ﱠﻨ ٌﺔ َﻓِﺈذَا آَﺎ ُ ﺼﻴَﺎ ُم وَاﻟ ﱢ
302
ﻞ إِﻧﱢﻲ ا ْﻣ ُﺮ ٌؤ ﺻَﺎﺋِ ٌﻢ ْ ﺣ ٌﺪ َأ ْو ﻗَﺎ َﺗَﻠ ُﻪ َﻓ ْﻠ َﻴ ُﻘ
َ ﺳَﺎﺑﱠ ُﻪ َأ
Dari Abû Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Allah azza
wajalla berfirman: ‘Semua amal anak Adam adalah miliknya, kecuali ibadah
puasa. Sesungguhnya ibadah puasa itu adalah milik-Ku dan Aku sendiri yang
akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Oleh karena itu, jika salah seorang di
antara kalian sedang berpuasa hendaknya ia tidak berkata kotor dan juga tidak
bertindak bodoh. Apabila ada orang yang mengganggunya, hendaklah ia berkata,
‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’” (H.R. al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwûd,
al-Nasâ’î, dan Ibn Mâjah)
Dalam riwayat Imam al-Bukhârî (w. 256 H.) digunakan redaksi sebagai
berikut:
ي ِﺑ ِﻪ
ْ ﺟ ِﺰ
ْ ﻲ َوَأﻧَﺎ َأ
ْ ﺼﻴَﺎ ُم ِﻟ
ﻲ اﻟ ﱢ
ْ ﺟِﻠ
ْ ﻦ َأ
ْ ﺷ ْﻬ َﻮ َﺗ ُﻪ ِﻣ
َ ﺷﺮَا َﺑ ُﻪ َوَ ﻃﻌَﺎ َﻣ ُﻪ َو َ ك ُ َﻳ ْﺘ ُﺮ
303
ﺸ ِﺮ َأ ْﻣﺜَﺎِﻟﻬَﺎ
ْ ﺴ َﻨ ُﺔ ِﺑ َﻌ
َﺤَ وَا ْﻟ
“(Allah berfirman): ‘Dia meninggalkan makanannya, minumannya, dan
syahwatnya karena Aku. Ibadah puasa adalah milik-Ku dan Aku sendiri yang
akan membalasnya. Amal kebaikan itu akan digandakan sebanyak sepuluh kali
lipat.’” (H.R. al-Bukhârî)
Dalam Hadis tersebut dinyatakan bahwa puasa itu adalah ibarat perisai. Ia
untuk tidak makan, tidak minum, tidak melakukan hubungan seksual, dan selalu
berperilaku baik.dia tidak akan berkata kotor, bertindak bodoh, mencela dan
302
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al- Saum Bâb Hal Yaqûlu Innî Sâ’im idzâ
Syutima, h. 228; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Siyâm Bâb Fadl al-Siyâm, h. 465; Abû
Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 2, Kitâb al-Saum Bâb al-Ghîbah lî al-Sâ’im, no. Hadis 2363 h.
307; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb al-Siyâm, Bâb Dzikr al-Ikhtilâf ‘alâ Abî Sâlih fî Hâdzâ al-
Hadîts, no. Hadis 2213, h. 370; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb al-Siyâm Bâb Mâ Jâ’a fî
al-Ghîbah wa al-Rafats lî al-Sâ’im, no. Hadis 1691, h. 539-540
303
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al- Saum Bâb Fadl al-Saum, h. 226
218
hawa nafsu dan syahwat. Rasulullah saw. telah memberikan nasehat kepada para
pemuda yang belum mampu untuk menikah agar mereka berpuasa. Ibadah puasa
tengah menggebu-gebu.
makan dan minum, maka akan tumbuh dalam dirinya rasa empati, ikut merasakan
penderitaan kaum papa. Sebagai biasnya dia akan mengasihani dan membantu
saudaranya yang bernasib kurang beruntung secara ekonomi. Dia akan selalu
tumbuh rasa tanggung jawab sosial. Hal ini tentunya akan menciptakan hubungan
sosial yang baik antara dirinya dengan orang-orang lain. Hubungan sosial yang
dalam hatinya.304
Dari Abû Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang
menunaikan puasa Ramadhan dengan dilandasi iman dan keikhlasan, maka dosa-
304
M. Usman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadist Nabi saw., h. 410
305
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al- Saum Bâb Sâma Ramadân Îmânan wa
Ihtisâban wa Niyyatan, h. 228
219
dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (H.R. al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwûd,
al-Tirmidzî, al-Nasâ’î, dan Ahmad)
306
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Siyâm Bâb Fadl al-Siyâm fî Sabîl al-Lâh liman
yutîquh bilâ Darar walâ Tafwît Haqq h. 466; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb al-Siyâm Bâb Tsawâb
Man Sâma Yauman fî Sabîl al-Lâh ‘Azza wa Jalla wa Dzikr Ikhtilâf ‘alâ Suhail ibn Abî Sâlih, no.
Hadis 2242, h. 373; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb al-Siyâm Bâb fî Siyâm Yaum fî Sabîl
al-Lâh, no. Hadis 1717, h. 547-548
307
al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb Siyâm Bâb Dzikr Ikhtilâf Yahyâ ibn Abî Katsîr wa
al-Nadr ibn Syaibân fîh, no. hadis 2207, h. 369
308
al-Ghazâlî, Ihyâ ‘ulûm al-Dîn, Juz 1, h. 235-237
220
“Memandang adalah salah satu anak panah iblis. Siapa yang
meninggalkannya karena takut kepada Allah, niscaya Allah ‘azza wa jalla
akan menganugerahkan kepadanya keimanan yang ia dapat rasakan manisnya
di kalbunya.” (H.R. al-Hâkim)309
b. Menjaga lisan dari bualan, dusta, ghibah, gunjingan, kekejian, perkataan kasar,
d. Menahan anggota badan lainnya dari berbagai dosa, seperti menahan kaki dan
tangan dari hal-hal yang dibenci dan menahan perut dari hal-hal yang syubhat.
e. Tidak memperbanyak makan makanan yang halal pada saat berbuka, karena
tidak ada yang paling dibenci oleh Allah selain perut yang penuh dengan
makanan halal.
(khauf) dan harap (rajâ), sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima
309
al-Hâkim mensahihkan sanadnya
310
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-Saum Bâb Fadl al-Saum, h. 226;
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Siyâm, Bâb Fadl al-Siyâm, h. 465; Abû Dâwûd, Sunan Abî
Dâwûd, Juz 2, Kitâb al-Saum Bâb al-Ghîbah lî al-Sâ’im, no. Hadis 2363, h. 307; al-Nasâ’î, Sunan
al-Nasâ’î, Kitâb al-Siyâm Bâb Dzikr al-Ikhtilâf ‘alâ Abî Sâlih fî Hâdzâ al-Hadîts, no. Hadis
2214, h. 370; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb al-Siyâm Bâb Mâ Jâ’a fî al-Ghîbah wa al-
Rafats lî al-Sâ’im, no. Hadis 1691, h. 539-540
221
sehingga termasuk ke dalam golongan muqarrabîn atau ditolak dan masuk ke
bin Abû al-Hasan al-Basrî melewati suatu kaum yang sedang tertawa.
Kemudian ada orang-orang yang berlomba hingga menang dan ada pula
kemenangan.”
syahwat. Sebab, dalam menunaikan ibadah haji seseorang tidak boleh melakukan
hubungan intim, tidak boleh cekcok, mencaci, menyakiti orang lain, atau
melakukan hal-hal yang dimurkai Allah. Ritual haji mampu meredam rasa
sombong, congkak, angkuh, dan merasa lebih baik ketimbang orang lain. Semua
orang memiliki kedudukan yang sama ketika menunaikan ibadah haji. Mereka
mengenakan busana yang sama tanpa perbedaan antara yang kaya dan yang
miskin atau antara atasan dengan bawahan. Semua merasa berada dalam posisi
222
dan kuat. Seseorang akan merasakan kejernihan hati, ketenangan jiwa, dan
mengalami kondisi spiritual yang dipenuhi dengan rasa cinta dan bahagia.311
perasaan dengki, hasud, dan benci kepada pihak lain. Sebaliknya, rasa cinta, kasih
sayang dan persaudaraannya dengan sesama akan lebih kental dan melekat dalam
hatinya.
Oleh karena itu, ibadah haji dapat menjadi salah satu terapi menawarkan
dan menyehatkan jiwa. Pada saat itu seseorang akan terasa mudah mengakui
segala tindakan dosa yang telah dilakukannya selama ini. Dan ia sadar bahwa
Rasulullah saw. menjanjikan pahala berupa ampunan dosa bagi orang yang
َ ﻗَﺎρ ﷲ
ل َا ْﻟ ُﻌ ْﻤ َﺮ ُة إِﻟَﻰ ِ لا َ ﺳ ْﻮ
ُ ن َر ﻋ ْﻨ ُﻪ َأ ﱠ َ ﷲُ ﻲا َﺿِ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْ ﻦ َأ ِﺑ ْﻋ َ
312
ﺠ ﱠﻨ َﺔ
َ ﻻ ا ْﻟ ﺲ َﻟ ُﻪ ﺟَﺰَا ٌء ِإ ﱠ
َ ﺞ ا ْﻟ َﻤ ْﺒ ُﺮ ْو ُر َﻟ ْﻴ
ﺤﱡ
َ ا ْﻟ ُﻌ ْﻤ َﺮ ِة ُﺗ َﻜﻔﱢ ُﺮ ﻣَﺎ َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻬﻤَﺎ وَا ْﻟ
Dari Abû Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “(Antara) umrah
sampai umrah berikutnya dapat melebur dosa-dosa yang ada di anatara keduanya.
Dan ibadah haji yang mabrur itu tidak lain balasannya adalah surga. (H.R. al-
Bukhârî,, Muslim, al-Tirmidzî, dan al-Nasâ’î)
223
dosa besar, maka dia akan pulang seperti pada hari dia baru dilahirkan oleh
ibunya.” (H.R. al-Bukhârî, Muslim, al-Tirmidzî, dan al-Nasâ’î)
karena itu, dia akan kembali dari hajinya dalam keadaan bebas dari perasaan
berdosa, jauh dari gundah. Dan pada saat yang bersamaan akan merasuk ke dalam
Agar ibadah haji dapat terlaksana dengan baik, maka selain ada adab-adab
lahir yang harus diperhatikan, menurut Imam al-Ghazâlî (w.505 H.) ada pula
314
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 2, Abwâb Bâb Mâ Jâ’a fî Tsawâb al-Hajj wa al-
‘Umrah , no. Hadis 807, h. 153; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb Manâsik al-Hajj Bâb Fadl al-
Hajj, no. Hadis 2628, h. 433; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Hajj Bâb Fadl al-Hajj
wa al-‘Umrah, no. Hadis 2887, h. 964
315
al-Ghazâlî, Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn, Jilid I, h. 263-267
224
d. Hendaknya ia meninggalkan segala macam akhlak tercela;
ia kehilangan harta.
Sejak manusia mengenal baca tulis al-Qur’an sekitar lima ribu tahun yang
lampau, tiada satu bacaanpun yang dapat menandingi al-Qur’an. Yang dipelajari
dari al-Qur’an tidak hanya susunan redaksi dan pemilihan kosa katanya,
generasi, dan dari sudut pandang yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan
kandungannya.
ﺼﺪُو ِر
ﻦ َر ﱢﺑ ُﻜ ْﻢ وَﺷِﻔَﺎ ٌء ِﻟﻤَﺎ ﻓِﻲ اﻟ ﱡ
ْ ﻈ ٌﺔ ِﻣ
َﻋِ س َﻗ ْﺪ ﺟَﺎ َء ْﺗ ُﻜ ْﻢ َﻣ ْﻮ ُ ﻳَﺎَأ ﱡﻳﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ
ﻣﻨِﻴﻦ ِ ﺣ َﻤ ٌﺔ ِﻟ ْﻠ ُﻤ ْﺆ
ْ وَ ُهﺪًى َو َر
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yûnus/10:57)
ﻻ َﻳﺰِﻳ ُﺪ
َ ﺣ َﻤ ٌﺔ ﻟِ ْﻠ ُﻤ ْﺆﻣِﻨِﻴﻦَ َو
ْ ن ﻣَﺎ ُه َﻮ ﺷِﻔَﺎ ٌء َو َر
ِ ﻦ ا ْﻟ ُﻘ ْﺮءَا
َ ل ِﻣ ُ َوُﻧ َﻨﺰﱢ
ﺧﺴَﺎرًا َ ﻻ ﻦ ِإ ﱠ
َ اﻟﻈﱠﺎِﻟﻤِﻴ
225
Dan Kami turunkan dari al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur'an itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. al-Isrâ/17:82)
ﻲ
ﺠ ِﻤ ﱞ
َﻋْ ﺖ ءَاﻳَﺎ ُﺗ ُﻪ َءَأ ْ ﺼَﻠ ﻻ ُﻓ ﱢ َ ﺠﻤِﻴًّﺎ َﻟﻘَﺎﻟُﻮا َﻟ ْﻮ
َﻋ ْ ﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُﻩ ُﻗ ْﺮءَاﻧًﺎ َأ َ َوَﻟ ْﻮ
ن ﻓِﻲَ ﻻ ُﻳ ْﺆ ِﻣﻨُﻮَ ﻦ َ ﻦ ءَا َﻣﻨُﻮا ُهﺪًى وَﺷِﻔَﺎ ٌء وَاﱠﻟﺬِﻳ َ ﻞ ُه َﻮ ِﻟﱠﻠﺬِﻳ ْ ﻲ ُﻗﻋ َﺮ ِﺑ ﱞ َ َو
ن َﺑﻌِﻴ ٍﺪ ٍ ﻦ َﻣﻜَﺎ ْ ن ِﻣَ ﻚ ُﻳﻨَﺎ َد ْو
َ ﻋﻤًﻰ أُوَﻟ ِﺌ
َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ
َ ءَاذَا ِﻧ ِﻬ ْﻢ وَ ْﻗ ٌﺮ َو ُه َﻮ
Dan jikalau Kami jadikan al-Qur’an itu suatu bacaan dalam selain bahasa
Arab tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?".
Apakah (patut al-Qur’an) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab?
Katakanlah: " al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang
beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan,
sedang al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti)
orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh". (QS. Fussilat/40:44)
ْ َوﻣَﺎاρ ﷲ
ﺟ َﺘ َﻤ َﻊ ﻗَ ْﻮ ٌم ِ لا ُ ﺳ ْﻮُ ل َر َ ل ﻗَﺎ َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْ ﻦ َأ ِﺑ ْﻋ َ
ﺖ
ْ ﻻ َﻧ َﺰَﻟ ﺳ ْﻮ َﻧ ُﻪ َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ ِإ ﱠ
ُ ﷲ َو َﻳ َﺘﺪَا َرِ با َ ن ِآﺘَﺎ َ ﷲ َﻳ ْﺘُﻠ ْﻮ
ِ تا ِ ﻦ ُﺑُﻴ ْﻮْ ﺖ ِﻣ ٍ ﻲ َﺑ ْﻴ ْ ِﻓ
ﻦ
ْ ﷲ ِﻓ ْﻴ َﻤُ ﻼ ِﺋ َﻜ ُﺔ َو َذ َآ َﺮ ُه ُﻢ ا َ ﺣﻔﱠ ْﺘ ُﻬ ُﻢ ا ْﻟ َﻤ
َ ﺣ َﻤ ُﺔ َوْ ﺸ َﻴ ْﺘ ُﻬ ُﻢ اﻟ ﱠﺮ
ِﻏَ ﺴ ِﻜ ْﻴ َﻨ ُﺔ َو
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ُﻢ اﻟ ﱠ َ
316
ﻋ ْﻨ َﺪ ُﻩ
ِ
Dari Abû Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah
sebuah kaum berkumpul di salah satu rumah Allah untuk melantunkan (bacaan)
kitab Allah dan saling mempelajarinya, kecuali ketentraman akan turun dalam
kalbu mereka, rahmat akan menyelimuti mereka, mereka akan dikelilingi oleh
para malaikat, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk
yang ada di sisi-Nya.” (H.R. Muslim, Abû Dâwûd, dan Ibn Mâjah)
ِ ﺳ ْﻮ َل اﷲُ ﺖ َر
ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ
َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َل
َ ﷲ
ُ ﻲا
َﺿ
ِ ﻲ ُأﻣَﺎ َﻣ َﺔ َر
ْ ﻦ َأ ِﺑَ ρ ﻲ َﻳ ْﻮ َم ا ْﻟ ِﻘﻴَﺎ َﻣ ِﺔ
ْﻋ ْ ن َﻓ ِﺈ ﱠﻧ ُﻪ َﻳ ْﺄ ِﺗ
َ َﻳ ُﻘ ْﻮ ُل ِإ ْﻗ َﺮؤُا ا ْﻟ ُﻘﺮْا
317
ﺻﺤَﺎ ِﺑ ِﻪْ ﺷ ِﻔ ْﻴﻌًﺎ َﻻ
َ
Dari Abû Umâmah r.a. dia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw.
bersabda: “Bacalah al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari
kiamat sebagai pemberi syafaat (pertolongan) bagi orang-orang yang membaca
dan mengamalkan kandungannya.” (H.R. Muslim)
َا ْﻟﻤَﺎ ِه ُﺮρ ﷲ ِ ل ا ُ ﺳ ْﻮ ُ ل َر َ ﺖ ﻗَﺎ ْ ﷲ ﻋَ ْﻨﻬَﺎ ﻗَﺎَﻟ ُ ﻲ ا َﺿ ِ ﺸ َﺔ َر َ ﻦ ﻋَﺎ ِﺋ ْﻋ َ
ن َو َﻳ َﺘ َﺘ ْﻌ َﺘ ُﻊ ِﻓ ْﻴ ِﻪَ ي َﻳ ْﻘ َﺮُأ ا ْﻟ ُﻘﺮْاْ ﺴ َﻔ َﺮ ِة ا ْﻟﻜِﺮَامِ ا ْﻟ َﺒ َﺮ َر ِة وَاﱠﻟ ِﺬ
ن َﻣ َﻊ اﻟ ﱠِ ﺑِﺎا ْﻟ ُﻘﺮْا
318
ن
ِ ﺟﺮَا ْ ق َﻟ ُﻪ َأﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ﺷَﺎ ﱞ
َ َو ُه َﻮ
316
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Dzikr wa al-Du’â wa al-Taubah wa al-Istighfâr
Bâb Fadl al-Ijtimâ’ ‘alâ Tilâwah al-Qur’ân wa ‘alâ al-Dzikr, h. 473-474; Abû Dâwûd, Sunan Abî
Dâwûd, Juz 2, Kitâb al-Salâh Bâb Fî Tsawâb Qirâ’ah al-Qur’ân, no. Hadis 1455, h. 71; Ibn Mâjah,
Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Âdâb Bâb Fadl al-Dzikr, no. Hadis 3791, h. 1245
317
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Masâjid wa Mawâdi’ al-Salâh Bâb Fadl
Qirâ’ah al-Qur’ân wa Sûrah al-Baqarah, , h. 321
226
Dari ‘Aisyah r.a. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang mahir
membaca al-Qur’an, maka kelak (dia di surga) bersama para malaikat yang mulia
dan baik. Sedangkan orang yang membaca al-Qur’an dengan terbata-bata dan dia
merasa berat, maka baginya dua pahala.” (al-Bukhârî, Muslim, al-Tirmidzî, Abû
Dâwûd, dan Ibn Mâjah)
ﺳ َﺪ
ُ ﻻ ﺗَﺤَﺎ َ ρﷲ ِ لا َ ﺳ ْﻮ ُ ل َر َ ل ﻗَﺎ َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْ ﻦ َأ ِﺑْﻋ َ
ﻞ َو اﻟ ﱠﻨﻬَﺎ ِر ِ ن َﻓ ُﻬ َﻮ َﻳ ْﺘُﻠ ْﻮ ُﻩ اﻧَﺎ َء اﻟﱠﻠ ْﻴ َ ﷲ ا ْﻟ ُﻘﺮْا ُ ﻞ اﺗَﺎ ُﻩ ا ٌﺟ ُ َﻦ رِ ﻻ ﻓِﻰ ا ْﺛ َﻨ َﺘ ْﻴ ِإ ﱠ
ﷲ
ُ ﻞ اﺗَﺎ ُﻩ ا ٌﺟ ُ ﻞ َو َر ُ ﺖ َآﻤَﺎ َﻳ ْﻔ َﻌ ُ ﻲ هَﺬَا َﻟ َﻔ َﻌ ْﻠ َ ﻞ ﻣَﺎ ُأ ْو ِﺗ َ ﺖ ِﻣ ْﺜ
ُ ل َﻟ ْﻮ ُأ ْو ِﺗ ْﻴُ َﻳ ُﻘ ْﻮ
ﺖ َآﻤَﺎ ُ ﻲ هَﺬَا َﻟ َﻔ َﻌ ْﻠ َ ﻞ ﻣَﺎ ُأ ْو ِﺗ َ ﺖ ِﻣ ْﺜ ُ ل َﻟ ْﻮ ُأ ْو ِﺗ ْﻴُ ﺣ ﱢﻘ ِﻪ َﻳ ُﻘ ْﻮ
َ ﻲ
ْ ﻻ ُﻳ ْﻨ ِﻔ ُﻘ ُﻪ ِﻓً ﻣَﺎ
319
ﻞ
ُ َﻳ ْﻔ َﻌ
Dari Abû Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw., beliau bersabda:
“Tidak diperkenankan bersikap dengaki kecuali dalam dua hal, yaitu: (Pertama)
Terhadap orang yang dianugerahkan al-Qur’an oleh Allah lalu dia membacanya
sepanjang siang dan malam, lalu ia (yang dengki) berkata, ‘Seandainya aku
diberikan seperti yang diberikan kepadanya, niscaya aku akan melakukan seperti
yang dilakukannya’. Dan (Kedua) terhadap orang yang dianugerahkan harta oleh
Allah lalu dia menafkahkannya (di jalan Allah) sesuai dengan peruntukkannya,
lalu ia (yang dengki) berkata, ‘Seandainya aku diberikan seperti yang diberikan
kepadanya, niscaya aku akan melakukan seperti yang dilakukannya’.” (H.R. al-
Bukhârî dan Ahmad)
ﺣ ْﺮﻓًﺎ
َ ﻦ َﻗ َﺮَأ ْ ﻗﺎل َﻣρ ﷲ ِ لا َ ﺳ ْﻮُ ن َر ﻋ ْﻨ ُﻪ َأ ﱠ
َ ﷲُ ﻲا َﺿ ِ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْ ﻦ َأ ِﺑ
ْﻋَ
ل اﻟﻢ ُ ﻻ َأ ُﻗ ْﻮ
َ ﺸ ِﺮ َأ ْﻣﺜَﺎِﻟﻬَﺎ
ْ ﺴ َﻨ ُﺔ ِﺑ َﻌ
َﺤَ ﺴ َﻨ ٌﺔ َو ا ْﻟ
َﺣَ ﷲ َﻓَﻠ ُﻪ ِﺑ ِﻪ
ِ با ِ ﻦ ِآﺘَﺎ ْ ِﻣ
320
ف
ٌ ف َو ِﻣ ْﻴ ٌﻢ ﺣَ ْﺮ ٌ ﻻ ٌم ﺣَ ْﺮ َ ف َوٌ ﻒ ﺣَ ْﺮٌ ﻦ َاِﻟْ ف َوَﻟ ِﻜٌ ﺣَ ْﺮ
Dari Abdullâh bin Mas’ûd r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Siapa
yang membaca satu huruf Kitabullah, maka dia akan mendapatkan satu kabaikan,
dan satu kebaikan itu akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak
mengatakan bahwa alif laam miim itu satu huruf. Akan tetapi (ia terdiri dari) alif
satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf.” (H.R. al-Tirmidzî)
318
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 6, Kitâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb Sûrah ‘Abasa, h. 80;
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Masâjid wa Mawâdi’ al-Salâh Bâb Fadl al-Mâhir bi al-
Qur’ân wa al-Ladzî Yatata’ta’u fîh, h. 319; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb Fadâ’il
al-Qur’ân Bâb Mâ Jâ’a fî Fadl Qâri’ al-Qur’ân, no. Hadis 3068, h. 244; Abû Dâwûd, Sunan Abî
Dâwûd, Juz 2, Kitâb al-Salâh Bâb fî Tsawâb Qirâ’ah al-Qur’ân, no. Hadis 1454, h. 70-71; Ibn
Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Âdâb Bâb Tsawâb al-Qur’ân, no. Hadis 3779, h. 1242
319
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 8, Kitâb al-Tamanni Bâb Tamannî al-Qur’ân wa al-
‘Ilm, h. 129, dan Bâb Qaul al-Nabî saw. Rajul Âtâh al-Lâh al-Qur’ân, h. 209; Ahmad, al-Musnad,
Juz 2, h. 9, 36; al-Nawawî, Riyâd al- Sâlihîn, h. 388
320
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb Fadâ’il al-Qur’ân Bâb Mâ Jâ’a fî Man
Qara’a Harfan min al-Qur’ân falah min al-Ajr, no. Hadis 3075, h. 248
227
ﻦ َﻗ َﺮَأ ُآﻞﱠ َﻳ ْﻮ ٍم
ْ ل َﻣ َ ﻗَﺎρ ﷲ ِ لا َ ﺳ ْﻮ
ُ ن َر ﻋ ْﻨ ُﻪ َأ ﱠ
َ ﷲُ ﻲا َﺿِ ﺲ َر ٍ ﻦ أَﻧ ْﻋ َ
ن
ْ ﻻ َأ ﺳ َﻨ ًﺔ ِإ ﱠ
َ ﻦ
َ ﺴ ْﻴ
ِ ﺧ ْﻤَ ب ُ ﻋ ْﻨ ُﻪ ُذ ُﻧ ْﻮ
َ ﻲ َﺤ ِ ﺣ ٌﺪ ُﻣَ ﷲ َأ ُ ﻞ ُه َﻮ اْ ﻲ َﻣ ﱠﺮ ٍة ُﻗ ْ ﻣِﺎ َﺋ َﺘ
321
ﻦ
ٌ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ دَ ْﻳ
َ نَ َﻳ ُﻜ ْﻮ
Dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa membaca
qul huwallâhu ahad sebanyak dua ratus kali setiap hari, maka dosa-dosanya
selama lima puluh tahun akan diampuni kecuali kalau dia memiliki tanggungan
hutang.” (H.R. al-Tirmidzî)
Keagungan yang dimiliki al-Qur’an sebagaimana yang tergambar dalam
teks-teks di atas inilah salah satu hal yang menyebabkan bahwa tilawah al-Qur’an
dipandang sebagai dzikir paling utama (afdal al-dzikr), terlebih jika diringi
al-Qur’an adalah membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari segala bentuk
Tuhan.322
rasa gundah yang timbul karena perasaan berdosa. Bahkan ia mampu mengobati
228
ب
ِ ﺤ ِﺔ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎَ ِﺑﻔَﺎ ِﺗρ ﻲ ﻦ َﻳ َﺪ ْﻳ ِﻪ َﻓ َﻌ ﱠﻮ َذ ُﻩ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ
َ ﺿ َﻌ ُﻪ َﺑ ْﻴ
َ ﻲ ِﺑ ِﻪ َﻓ َﻮ ْ ل َﻓ ْﺄ ِﺗ ِﻨَ َﻟ َﻤ ٌﻢ ﻗَﺎ
ﻦ ) َوإِﻟ ُﻬ ُﻜ ْﻢ إِﻟ ٌﻪ ِ ﻦ اﻻ َﻳ َﺘ ْﻴ ِ ﺳ ْﻮ َر ِة ا ْﻟ َﺒ َﻘ َﺮ ِة َوهَﺎ َﺗ ْﻴُ ل ِ ﻦ َأ ﱠو ْ ت ِﻣ ٍ َوَأ ْر َﺑ ِﻊ اﻳَﺎ
ﻦ
ْ ﺳ ْﻮ َر ِة ا ْﻟ َﺒ َﻘ َﺮ ِة وَا َﻳ ٍﺔ ِﻣ ُ ﺧ ِﺮ ِﻦا ْ ت ِﻣ ٍ ث اﻳَﺎ َ ﻼ َ ﻲ َو َﺛ ﺳﱢ ِ وﱠاﺣِ ٌﺪ( وَا َﻳ ُﺔ ا ْﻟ ُﻜ ْﺮ
ن َرﺑﱠ ُﻜ ُﻢ ف )ِإ ﱠ ِ ﻋﺮَا ْﻷ َ ﻻ ُه َﻮ( وَا َﻳ ُﺔ ا ﻻاِﻟ َﻪ ِإ ﱠ َ ﷲ َأﻧﱠ ُﻪ ُ ﺷ ِﻬ َﺪ ا َ)ن َ ﻋ ْﻤﺮَا ِ ل ِا
ﻦ ) َﻓ َﺘﻌَﺎﻟَﻰَ ﺳ ْﻮ َر ِة ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ِﻨ ْﻴ ُ ﺧ ِﺮ ِ ض( وَا َ ﻷ ْر َ ت وَا ِ ﻖ اﻟﺴﱠﻤﻮَا َ ﺧَﻠ َ ي ْ ﷲ اﱠﻟ ِﺬ ُ ا
ﺸ ِﺮ
ْﻋ َ ﺟ ﱡﺪ رَﺑﱢﻨَﺎ( َو َ ﻦ) َوَأ ﱠﻧ ُﻪ َﺗﻌَﺎﻟَﻰ ﺠﱢ ِ ﺳ ْﻮ َر ِة ا ْﻟ ُ ﻦ ْ ﻖ( وَا َﻳ ٍﺔ ِﻣ ﺤﱡ َ ﻚ ا ْﻟ ُ ﷲ ا ْﻟ َﻤِﻠ
ُ ا
ﻞْ ﺸ ِﺮ َو ُﻗْﺤ َ ﺳ ْﻮ َر ِة ا ْﻟ ُ ﺧ ِﺮ ِﻦا ْ ت ِﻣ ٍ ث اﻳَﺎ ِ ﻼ
َ ت َو َﺛ ِ ل اﻟﺼﱠﺎﻓﱠﺎ ِ ﻦ َأ ﱠو ْ ت ِﻣ ٍ اﻳَﺎ
324
.ﻂ ﻚ َﻗ ﱡ ِ ﺸ َﺘ
ْ ﻞ َآَﺄ ﱠﻧ ُﻪ َﻟ ْﻢ َﻳ ُﺟ ُ ﻦ َﻓﻘَﺎ َم اﻟﺮﱠ ِ ﺣ ٌﺪ وَا ْﻟ ُﻤ َﻌ ﱢﻮ َذ َﺗ ْﻴ َ ﷲ َأ ُ ُه َﻮ ا
Dari Ubay bin Ka’ab r.a. dia berkata: “Aku pernah berada di sisi Nabi
saw.. lantas ada seorang badui seraya berkata: ‘Wahai Nabi Allah, sesungguhnya
aku mempunyai seorang saudara yang sedang sakit..’ Rasulullah bertanya, ‘Apa
sakit yang dideritanya?’ Orang badui itu menjawab, “Dia itu gila.’Rasulullah
bersabda, ‘Bawalah dia kepadaku!’ Maka orang badui itu membawa saudaranya
ke hadapan Rasulullah. Lalu Nabi saw. membacakan (doa) perlindungan untuknya
dengan surat al-Fatihah, empat ayat awal surat al-Baqarah, dua ayat: wa ilâhukum
ilahuw wâhid (Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Mahaesa. QS.2:163) dan ayat
kursi, tiga ayat terakhir dari surat al-Baqarah, sebuah ayat pada surat Ali ‘Imrân:
Syahidallâhu annahû lâ ilâha illâ huw (Allah menyatakan bahwa sesungguhnya
tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia. QS.3:18), sebuah ayat dari
surat al-A’râf: inna rabbakumul ladzî khalaqa al-samâwâti wa al-ard
(Sesungguhnya Tuhan kamu adalah yang menciptakan langit dan bumi. QS.7:54),
akhir surat al-Mu’minûn (Fata’âlallâh al-malik al-haq: Maka Mahatinggi Allah
Raja yang sebenar-benarnya.), satu ayat dari surat al-Jinn (wa annahû ta’âla jaddu
rabbinâ; Bahwasanya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami. QS.72:3), sepuluh ayat
awal surat al-Saffât, tiga ayat akhir surat al-Hasyr, al-Ikhlash dan al-
Mu’awwidzatain.’ Lantas lelaki gila itu berdiri seperti tidak pernah mengeluhkan
apapun sebelumnya.” (H.R. Ibn Mâjah)325
berkata:
.ﻦ
َ ﺤ ْﻴ
ِ ﺴ ُﺔ اﻟﺼﱠﺎِﻟ
َ ﺤ ِﺮ َو ُﻣﺠَﺎَﻟ
َﺴ
ﻋ ْﻨ َﺪ اﻟ ﱠ
ِ ع
ُ ﻞ وَاﻟﺘﱠﻀَﺮﱡ
ِ ﻦ َو ِﻗﻴَﺎ ُم اﻟﱠﻠ ْﻴ
ِﻄ
ْ ﻼ ُء اْﻟَﺒ
َﺧ
َ ن ﺑِﺎﻟﱠﺘ َﺪﱡﺑ ِﺮ َو
ِ ﺷﻴَﺎ َء ِﻗﺮَا َء ُة اْﻟُﻘﺮْا
ْ ﺴ ُﺔ َأ
َ ﺧ ْﻤ
َ ﺐ
ٍ َدوَا ُء َﻗْﻠ
Obat hati itu ada lima macam, yaitu: (1) Membaca al-Qur’an sambil
merenungi kandungannya, (2) perut yang kosong, (3) Qiyamullail atau shalat
324
Ibn Mājah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Tibb Bâb al-Faza’ wa al-‘Araq wa mâ
Yuta’awwadzdzu minh, no. Hadis 3549, h. 1175;
325
Menurut M. Usman Najati, hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Abdullah
bin Imam Ahmad dalam al-Zawâ’id dengan kualitas hasan. Lihat M. Usman najati, op.cit., h. 426
229
malam, (4) Berdoa atau bermunajat pada dini hari, dan (5) Bergaul dengan orang-
orang yang salih.326
sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abî Syaibah berikut ini:
digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit
psikis.
َ ρﷲ
ﺧ ْﻴ ُﺮ اﻟ ﱠﺪوَا ِء ِ لا
َ ﺳ ْﻮ
ُ ل َر
َ ل ﻗَﺎ
َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ
َ ﷲ
ُ ﻲا
َﺿ
ِ ﻲ َر
ﻋِﻠ ﱟ
َ ﻦ ْﻋ َ
328
ن
ُ ا ْﻟ ُﻘﺮْا
Dari Ali r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Obat yang paling baik
adalah al-Qur’an.” (H.R. Ibn Mâjah)
Menurut Imam al-Ghazâlî (w.505 H.), ada sepuluh adab atau amalan batin
326
al-Nawawî, al-Adzkâr, h. 100
327
M. Usman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadist Nabi saw., h. 427-428
328
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Tibb Bâb al-Istisyfâ bi al-Qur’ân, no.
Hadis 3501, h. 1158
329
Al-Ghazâlî, Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn, Juz 1, h. 281-289
230
a. Memahami kandungan dan ketinggian firman, karunia, dan kasih saying-Nya
ﻻ َﺗ َﺪ ﱡﺑ َﺮ ﻓِ ْﻴﻬَﺎ
َ ﻲ ِﻗﺮَا َء ٍة
ْ ﻻ ِﻓ
َ ﻻ ِﻓ ْﻘ َﻪ ﻓِ ْﻴﻬَﺎ َو
َ ﻋﺒَﺎ َد ٍة
ِ ﻲ
ْ ﺧ ْﻴ َﺮ ِﻓ
َ ﻻ
َ
“Tidak ada kebaikan ibadah yang tidak didasarkan kepada pemahaman dan
membaca (al-Qur’an) yang tidak ditadabburi kandungannya.”
e. Tafahum (memahami secara mendalam), yaitu mencari kejelasan dari setiap
j. Tabarri, yaitu melepaskan diri dari daya dan kekuatannya, dan memandang
6. Zikir
kebutuhan ruhani. Petunjuk yang diberikan Allah untuk memenuhi dua macam
231
kebutuhan tersebut merupakan upaya terbaik dalam membentuk insan paripurna
Salah satu petunjuk atau terapi batiniah yang Allah berikan adalah dengan
cara beribadah kepada Allah secara kontinu, berzikir kepada-Nya setiap waktu,
memohon ampun, dan selalu memanjatkan doa. Semua itu merupakan media yang
ن
ِ َﺗ ْﻜ ُﻔﺮُو ﻻ
َ ﺷ ُﻜﺮُوا ﻟِﻲ َو
ْ ﻓَﺎ ْذ ُآﺮُوﻧِﻲ َأ ْذ ُآ ْﺮ ُآ ْﻢ وَا
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) -Ku.
(QS.al-Baqarah/2:152)
ﻦ
ﻄ َﻤ ِﺌ ﱡ
ْ ﷲ َﺗ
ِ ﻻ ِﺑ ِﺬ ْآ ِﺮ ا
َ ﷲ َأ
ِ ﻦ ُﻗﻠُﻮ ُﺑ ُﻬ ْﻢ ِﺑ ِﺬ ْآ ِﺮ ا
ﻄ َﻤ ِﺌ ﱡ
ْ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا َو َﺗَ اﱠﻟﺬِﻳ
ب ُ ا ْﻟ ُﻘﻠُﻮ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram. (QS.al-Ra’d/13:28)
ﷲ
ِ ﻞا
ِﻀْ ﻦ َﻓ
ْ ض وَا ْﺑﺘَﻐُﻮا ِﻣ
ِ ﻷ ْر
َ ﺸﺮُوا ﻓِﻲ اِ ﺼَﻠﻮ ُة ﻓَﺎ ْﻧ َﺘ ﺖ اﻟ ﱠ ِ ﻀ َﻴ
ِ َﻓِﺈذَا ُﻗ
نَ ﷲ َآﺜِﻴﺮًا َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ ُﺗ ْﻔِﻠﺤُﻮ
َ وَا ْذ ُآﺮُوا ا
Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.(QS.al-Jumu’ah/62:10)
232
ن
ﷲ ِإ ﱠِ لا َ ﺳ ْﻮُ ل ﻳَﺎ َر َ ﻼ ﻗَﺎًﺟُ ن َرﻋ ْﻨ ُﻪ َأ ﱠَ ﷲ ُ ﻲا َﺿِ ﺴ ٍﺮ َر ْ ﻦ ُﺑِ ﷲ ْﺑ
ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ ا
َ ﻦ ْﻋَ
ﻻ
َ ل َ ﺖ ِﺑ ِﻪ َﻓﻘَﺎُ ﻲ ٍء َأ َﺗ َﺜ ﱠﺒْ ﺸ
َ ﻲ ِﺑْ ﺧ ِﺒ ْﺮ ِﻧ
ْ ﻲ َﻓَﺄ
ﻋَﻠ ﱠ
َ تْ ﻼ ِم َﻗ ْﺪ َآ ُﺜ َﺮ
َﺳْﻻِ ﺷﺮَا ِﺋ َﻊ ْا
َ
330
ﷲ َﺗﻌَﺎﻟَﻰ ِ ﻦ ِذ ْآ ِﺮ ا
ْ ﻃﺒًﺎ ِﻣْ ﻚ َرَ ل ِﻟﺴَﺎ ُﻧ
ُ َﻳﺰَا
Dari Abdullâh bin Busr r.a. ia berkata: Sesungguhnya seorang lelaki
berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya sudah banyak tentang syari’at Islam yang
saya ketahui, maka beritahukanlah kepadaku tentang sesuatu yang dapat saya
teguhkan (pelaksanaannya)!” Maka Nabi bersabda: “Hendaknya lisanmu selalu
basah karena zikir kepada Allah ta’âlâ.” (H.R. al-Tirmidzî dan Ibn Mâjah)
Ada satu hal yang mesti ditegaskan di sini bahwa fadilah zikir tidak
terbatas pada ucapan tasbih, tahlil, tahmid, takbir, atau yang semacamnya.
Menurut Imam Sa’îd bin Jubair r.a. (w.95 H.) dan sebagian ulama, bahwa setiap
orang yang melakukan berbagai ketaatan demi mengharap ridha Allah, maka dia
b. Zikir dapat menguatkan dan menyinari kalbu dan badan, serta memudahkan
rizki;
melahirkan sifat mahabbah (kasih sayang) yang merupakan ruh Islam dan
330
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 5, Abwâb al-Da’awât Bâb Mâ Jâ’a fî Fadl al-
Dzikr, no. Hadis 3435, h. 126-127; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Âdâb Bâb
Tsawâb al-Qur’ân, no. Hadis 3793, h. 1246; Ahmad Farîd, al-Bahr al-Râ’iq fî al-Zuhd wa al-
Raqâ’iq, h. 479. Nilai hadis ini adalah hasan
331
al-Nawawî, al-Adzkâr, h. 9
332
Ahmad Farîd, al-Bahr al-Râ’iq fî al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h. 100-105
233
d. Zikir dapat menimbulkan kedekatan seorang hamba dengan Allah
e. Orang yang berzikir (mengingat) kepada Allah, niscaya Allah akan ingat
kepadanya (QS.2:152);
i. Zikir dapat mejadi wasilah Allah memberikan karunia yang tidak diberikan
akhirat (QS.al-Hasyr:19);
k. Orang yang berzikir akan mendapatkan salawat dari Allah dan para malaikat
(QS.al-Ahzâb/33:41-43);
Nya;
(QS.An-Nisa/4:142);
p. Zikir lebih utama daripada doa. Jadi, doa yang diawali dengan zikir lebih
234
ت
ٍ ف اﻟﱠﻠ ْﻴﻞِ وَاﻟﱠﻨﻬَﺎ ِر ﻵﻳَﺎ
ِ ﻼ
َ ﺧ ِﺘ
ْ ض وَا
ِ ﻷ ْر
َ ت وَا
ِ ﺴ َﻤﻮَا
ﻖ اﻟ ﱠ
ِ ﺧ ْﻠ
َ ن ﻓِﻲ ِإ ﱠ
ب ِ ﻷوﻟِﻲ اﻷ ْﻟﺒَﺎُ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS.Ali
‘Imrân/3:190)
Rasulullah menitikkan air mata dan selanjutnya berkomentar kepada Bilâl bin
Rabah:
ini:
ﻦْ ﷲ ِﻣ ُ ﻖ ا
َ ﺧَﻠ
َ ض وَﻣَﺎ ِ ﻷ ْر َ ت وَاِ ﺴ َﻤﻮَا ت اﻟ ﱠ
ِ ﻈﺮُوا ﻓِﻲ َﻣَﻠﻜُﻮُ َأ َوَﻟ ْﻢ َﻳ ْﻨ
ﺚ َﺑ ْﻌ َﺪ ُﻩ
ٍ ﺣﺪِﻳ
َ ي ﺟُﻠ ُﻬ ْﻢ َﻓ ِﺒَﺄ ﱢ
َ ب َأَ ن َﻗ ِﺪ ا ْﻗ َﺘ َﺮَ ن َﻳﻜُﻮ
ْ ن ﻋَﺴَﻰ َأْ ﻲ ٍء َوَأْ ﺷ َ
ن َ ُﻳ ْﺆ ِﻣﻨُﻮ
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan
segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya
kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman
selain kepada al-Qur'an itu?(QS. al-A’râf/7:185)
ت
ُ ض َوﻣَﺎ ُﺗ ْﻐﻨِﻲ اﻵﻳَﺎ
ِ ﻷ ْر
َ ت وَا
ِ ﺴ َﻤﻮَا
ﻈﺮُوا ﻣَﺎذَا ﻓِﻲ اﻟ ﱠ ُ ﻞ ا ْﻧ ِ ُﻗ
ن َ ﻻ ُﻳ ْﺆ ِﻣﻨُﻮ
َ ﻦ َﻗ ْﻮ ٍم
ْﻋ
َ وَاﻟﻨﱡ ُﺬ ُر
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah
bermanfa`at tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi
orang-orang yang tidak beriman".(QS.Yûnus/10:101)
333
Ibn Katsîr. Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz1, h. 440
235
sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat
adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu
memikirkannya? (QS.Yûsuf/12:109)
ﺖ
ْ ُر ِﻓ َﻌ ﻒ
َ ﺴﻤَﺎ ِء َآ ْﻴ
ﺖ
وَإِﻟَﻰ اﻟ ﱠ ْ ﺧِﻠ َﻘ
ُ ﻒ
َ ﻞ َآ ْﻴ
ِ ن إِﻟَﻰ اﻹ ِﺑَ ﻈﺮُو ُ ﻼ َﻳ ْﻨ
َ َأ َﻓ
ﺖ
َﻓ َﺬ ﱢآ ْﺮ
ْ ﺤ
َﻄ ِﺳ ُ ﻒ َ ض َآ ْﻴ
ِ ﻷ ْر َ ﺖ
وَإِﻟَﻰ ا ْ ﺼ َﺒ
ِ ﻒ ُﻧ َ ل َآ ْﻴِ ﺠﺒَﺎِ وَإِﻟَﻰ ا ْﻟ
ﺮ ٌ ﺖ ُﻣﺬَ ﱢآَ إِﻧﱠﻤَﺎ َأ ْﻧ
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,
Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan,
karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. (QS.al-
Ghâsyiyah/88:17-21)
Nas-nas di atas menegaskan bahwa kesempurnaan akal tidak akan tercapai
kecuali dengan bertemunya zikir dan pikir. Ada keterpaduan (integrasi) antara
zikir dan pikir dalam diri seorang muslim, sehingga olah pikirnya yang senantiasa
kepada keimanan. Darinya muncul keyakinan bahwa di balik alam yang nyata ini
ada kekuatan yang jauh lebih dahsyat, yang mengatur dan menyusunnya,
cermat.334
pengakuan akan wujud Allah sehingga memunculkan rasa takut (khasy-yah) pada
334
Yusuf Qardhawi, Merasakan Kehadiran Tuhan, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003),
Cet. VII, h. 355-356
236
ﷲ
َ ﺨﺸَﻰ ا
ْ ﻚ إِﻧﱠﻤَﺎ َﻳ
َ ﻒ َأ ْﻟﻮَا ُﻧ ُﻪ َآ َﺬِﻟ
ٌ ﺨ َﺘِﻠ
ْ ﻷ ْﻧﻌَﺎ ِم ُﻣ
َ ب وَا
س وَاﻟ ﱠﺪوَا ﱢ ِ ﻦ اﻟﻨﱠﺎ َ َو ِﻣ
ر ٌ ﷲ ﻋَﺰِﻳ ٌﺰ ﻏَﻔُﻮ َ نا ﻋﺒَﺎ ِد ِﻩ ا ْﻟ ُﻌﻠَﻤَﺎ ُء ِإ ﱠ
ِ ﻦْ ِﻣ
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.
(QS.Fâtir/40:28)
Selain itu, al-Qur’an juga mengajak manusia untuk mentafakkuri dirinya
ﻦ
ْ ن
َو ِﻣ َ ﺸﺮُوِ ﺸ ٌﺮ َﺗ ْﻨ َﺘ
َ ب ُﺛﻢﱠ إِذَا َأ ْﻧ ُﺘ ْﻢ َﺑٍ ﻦ ُﺗﺮَا ْ ﺧَﻠ َﻘ ُﻜ ْﻢ ِﻣ
َ نْ ﻦ ءَاﻳَﺎ ِﺗ ِﻪ َأْ َو ِﻣ
ﻞ َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻜ ْﻢ
َ ﺟ َﻌ
َ ﺴ ُﻜﻨُﻮا إِﻟَ ْﻴﻬَﺎ َوْ ﺴ ُﻜ ْﻢ َأ ْزوَاﺟًﺎ ِﻟ َﺘ ِ ﻦ َأ ْﻧ ُﻔ
ْ ﻖ َﻟ ُﻜ ْﻢ ِﻣَ ﺧَﻠَ ن ْ ءَاﻳَﺎ ِﺗ ِﻪ َأ
ن َ ت ِﻟ َﻘ ْﻮ ٍم َﻳ َﺘ َﻔ ﱠﻜﺮُو
ٍ ﻚ ﻵﻳَﺎ َ ن ﻓِﻲ َذِﻟ ﺣ َﻤ ًﺔ ِإ ﱠ
ْ َﻣ َﻮ ﱠد ًة َو َر
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu
dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.(QS.al-Rûm/30:20-21)
ن
َ ﺼﺮُو
ِ ُﺗ ْﺒ ﻼ
َ ﺴ ُﻜ ْﻢ َأ َﻓ
ِ ﻲ َأ ْﻧ ُﻔ
ْ َو ِﻓ
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?
(QS. al-Dzâriyât/51:21)
Lihat pula ayat-ayat berikut ini: QS.’Abasa:17-22, al-Qiyâmah:37-38, al-
makna “Iqra bismi rabbik”. Artinya, apapun yang dilakukan harus dengan
menghasilkan keabadian.
237
Tak ayal lagi, kegiatan memikirkan ciptaan Allah akan melahirkan
Dan pada akhirnya ia akan menyadari akan segala kelemahan dirinya sendiri
8. Mengingat Kematian
Suatu ketika Ibn ‘Umar r.a. (w.73 H.) mendatangi Rasulullah saw.
bersama sepuluh orang sahabat lainnya. Lalu ada seorang sahabat dari kalangan
ﺧُﻠﻘًﺎ
ُ ﺴ ُﻨ ُﻬ ْﻢ
َﺣْ َأ
“Yang paling baik akhlaknya.”
ﺲ؟
ُ ﻦ َأ ْآ َﻴ
َ ي ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ِﻨ ْﻴ
َﻓ َﺄ ﱡ
“Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?”
ﻚ
َ أُوَﻟ ِﺌ.ﺳ ِﺘ ْﻌﺪَادًا
ْ ﺴ ُﻨ ُﻬ ْﻢ ﻟِﻤَﺎ َﺑ ْﻌ َﺪ ُﻩ ِإ
َﺣْ ت ذِ ْآﺮًا َوَأ
ِ َأ ْآ َﺜ ُﺮ ُه ْﻢ ِﻟ ْﻠ َﻤ ْﻮ
335
س
ُ ﻷ ْآﻴَﺎ َ ْا
“(Mukmin yang paling cerdas) adalah mereka yang paling banyak
mengingat kematian dan paling bagus persiapan untuk kehidupan sesudah
kematian. Merekalah orang-orang yang cerdas.” (H.R. Ibn Mâjah)
335
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitân al-Zuhd Bâb Dzikr al-Maut wa al-Isti’dâd
lah, no. Hadis 4259, h. 1423. Al-‘Iraqi berkata: Selain diriwayatkan oleh Ibn Mâjah, Hadis ini juga
diriwayatkan oleh Ibn Abi ad-Dunyâ dengan sanad yang bagus (jayyid). Hadis ini juga disahihkan
oleh al-Albânî. Lihat Ahmad Farîd, al-Bahr al-Râ’iq fî al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h. 194
238
Dalam hadis lain redaksinya adalah sebagai berikut:
ن
َ ﻦ دَا ُ َا ْﻟ َﻜ ْﻴρ ﷲ
ْ ﺲ َﻣ ِ لا
ُ ﺳ ْﻮ
ُ ل َر
َ ل ﻗَﺎ
َ س ﻗَﺎ
ٍ ﻦ َأ ْوِ ﺷﺪﱠا ِد ْﺑ َ ﻲ َﻳ ْﻌﻠَﻰ ْ ﻦ َأ ِﺑ
ْﻋَ
336
ت
ِ ﻞ ﻟِﻤَﺎ َﺑ ْﻌ َﺪ ا ْﻟ َﻤ ْﻮ
َ ﻋ ِﻤ
َ ﺴ ُﻪ َوُ َﻧ ْﻔ
“Orang yang cerdas adalah orang yang dapat mengendalikan nafsunya dan
beramal sebagi persiapan bekal setelah kematian.” (H.R. al-Tirmidzî, Ibn Mâjah,
dan Ahmad)
Dalam realitas sehari-hari diketahui bahwa orang yang tenggelam dalam
dunia, gandrung kepada tipu daya dan syahwatnya dapat dipastikan bahwa hati
hawa nafsu serta kelezatannya, bila sudah membekas dalam hati, niscaya orang
merasa berat meninggalkan dunia ini dan tak akan berpikir tentang mati.”
pernah lupa sama sekali akan janji pertemuan dengan kekasihnya. Jadi, kematian
yang tampaknya adalah kepunahan, pada hakikatnya adalah kelahiran yang kedua.
Dia adalah pintu gerbang menuju kehidupan yang kekal abadi. Tentang hal ini, al-
336
al-Tirmidzî Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb Sifah al-Qiyâmah, no. Hadis 2577, h. 54;
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitân al-Zuhd Bâb Dzikr al-Maut wa al-Isti’dâd lah, no. Hadis
4260, h. 1423.Ahmad, al-Musnad, 4, h. 124; Ahmad Farîd, al-Bahr al-Râ’iq fî al-Zuhd wa al-
Raqâ’iq, h. 150. Nilai Hadis ini hasan
239
“Kematian yang dikenal sebagai berpisahnya ruh dari badan merupakan sebab
yang mengantarkan manusia menuju kenikmatan yang abadi. Kematian adalah
perpindahan dari satu negeri ke negeri yang lain, sebagaimana diriwayatkan bahwa,
‘Sesungguhnya kalian diciptakan untuk hidup abadi, tetapi kalian haruslah berpindah
dari satu negeri ke negeri (lain), sehingga kalian menetap di satu tempat.’337
Untuk kehidupan jangka panjang tersebut, Allah mengingatkan bahwa
kehidupan itu jauh lebih baik daripada kehidupan dunia melalui firman-firman-
ﻼ
ً َﻓﺘِﻴ ن
َ ﻈَﻠﻤُﻮ
ْ ﻻ ُﺗ
َ ﻦ ا ﱠﺗﻘَﻰ َو
ِ ﺧ َﺮ ُة ﺧَ ْﻴ ٌﺮ ِﻟ َﻤ
ِ ﻞ وَاﻵ
ٌ ع اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ ﻗَﻠِﻴ
ُ ﻞ َﻣﺘَﺎ
ْ ُﻗ
...Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu
lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya
sedikitpun.(QS.al-Nisâ/4:77)
ﷲ اﺛﱠﺎ َﻗ ْﻠ ُﺘ ْﻢ
ِ ﻞ َﻟ ُﻜ ُﻢ ا ْﻧ ِﻔﺮُوا ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ا
َ ﻦ ءَاﻣَﻨُﻮا ﻣَﺎ َﻟ ُﻜ ْﻢ إِذَا ﻗِﻴ َ ﻳَﺎَأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ
ﺤﻴَﺎ ِة َ ع ا ْﻟ ُ ﺧ َﺮ ِة ﻓَﻤَﺎ َﻣﺘَﺎ
ِ ﻦ اﻵ
َ ﺤﻴَﺎ ِة اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ ِﻣ
َ ض أَرَﺿِﻴ ُﺘ ْﻢ ﺑِﺎ ْﻟ ِ ﻷ ْر َ إِﻟَﻰ ا
ﻞ ٌ ﻻ ﻗَﻠِﻴ ﺧ َﺮ ِة ِإ ﱠ
ِ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ ﻓِﻲ اﻵ
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada
kamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan
ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai
ganti kehidupan di akhirat? padahal keni`matan hidup di dunia ini (dibandingkan
dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (QS.al-Taubah/9:38)
ﻲ
َ ﺧ َﺮ َة َﻟ ِﻬ
ِ ن اﻟﺪﱠا َر اﻵ
ﺐ َوِإ ﱠ
ٌ ﻻ ﻟَ ْﻬ ٌﻮ َوَﻟ ِﻌ
ﺤﻴَﺎ ُة اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ ِإ ﱠ
َ وَﻣَﺎ َه ِﺬ ِﻩ ا ْﻟ
نَ ن َﻟ ْﻮ آَﺎﻧُﻮا َﻳ ْﻌَﻠﻤُﻮ ُ ﺤ َﻴﻮَا
َ ا ْﻟ
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main.
Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui. (QS. al-Ankabût/29:64)
ﻷوﻟَﻰ
ُ ﻦا
َ ﻚ ِﻣ
َ ﺧ َﺮ ُة ﺧَ ْﻴ ٌﺮ َﻟ
ِ وَﻟَﻶ
dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. (QS. al-
Duhâ//93:4)
337
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, h. 73
240
untuk memperbanyak amal saleh. Rasulullah saw. sendiri dalam beberapa
sabdanya mengingatkan:
ﺴ ِﻠ ٍﻢ
ْ ت آَﻔﱠﺎرَ ٌة ِﻟ ُﻜﻞﱢ ُﻣ
ُ َا ْﻟ َﻤ ْﻮ
Kematian dapat meleburkan (kafarat) dosa bagi setiap muslim.” (H.R. Abū
Nu’aim dalam “al-Hilyah”, al-Baihaqî dalam “al-Syu’ab” dan al-Khatîb dalam
“al-Târîkh” dari Anas r.a.)
Banyak mengingat kematian sebagaimana yang dianjurkan oleh agama
dapat menjadi media penyucian diri. Sebab, ia dapat mendorong seseorang untuk
ﻖ
َ ﺧَﻠ
َ ﻲ ٍء ﻗَﺪِﻳ ٌﺮ
اﱠﻟﺬِي ْ ﺷ َ ﻚ َو ُه َﻮ ﻋَﻠَﻰ ُآﻞﱢ ُ ك اﱠﻟﺬِي ِﺑ َﻴ ِﺪ ِﻩ ا ْﻟ ُﻤ ْﻠ َ َﺗﺒَﺎ َر
ر
ُ ﻼ َو ُه َﻮ ا ْﻟ َﻌﺰِﻳ ُﺰ ا ْﻟ َﻐﻔُﻮ
ً ﻋ َﻤ
َ ﻦ
ُﺴ
َﺣْ ﺤﻴَﺎ َة ِﻟ َﻴ ْﺒُﻠ َﻮ ُآ ْﻢ َأ ﱡﻳ ُﻜ ْﻢ َأ
َ ت وَا ْﻟ
َ ا ْﻟ َﻤ ْﻮ
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun.(QS.al-Mulk/67:1-2)
338
Al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ fî Dzikr al-Maut,
no. Hadis 2409, h. 378-379; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Katsrah Dzikr al-
Maut, no. Hadis 1821, h. 311-312; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb Dzikr
al-Maut wa al-Isti’dâd lah, no. Hadis 4258, h. 1422; Ahmad, al-Musnad, Juz 2, h. 293; al-
Nawawî, Riyâd al- Sâlihîn, Bâb Dzikr al-Maut wa Qasr al-Amal, h. 258-259; Sa’id Hawwa,
Mensucikan Jiwa, h.123; kualitas hadis ini hasan.
339
Ahmad Farid, al-Bahr al-Râ’iq fî al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h. 331
241
Setiap manusia harus menyadari bahwa kematian adalah misteri. Tidak
ada seorangpun yang tahu kapan dan di bumi belahan mana ia akan meninggalkan
dunia yang fana ini (QS.31:34; 7:34). Itulah sebabnya, orang-orang salih akan
senantiasa mempersiapkan diri dengan selalu berzikir dan beramal salih agar tidak
kaget saat kematian datang menjemput. Dari sini pula menjadi wajar, jika banyak
mengingat kematian.
al-Rabi’ bin al-Khaitsam pernah berkata: “Tidak ada hal ghaib yang
dinantikan dan lebih baik bagi orang mukmin selain dari kematian.”340
‘Umar ibn ‘Abd al-‘Azîz (w.101 H.) biasa mengumpulkan para fuqaha
setiap malam untuk mengingatkan kematian, hari kiamat, dan akhirat. Lalu
Pada suatu ketika beliau (‘Umar ibn ‘Abd al-‘Azîz) berkata kepada
khalifah yang pertama kali mati.” Beliau berkata lagi: “Tambahlah nasehat lagi!”
Ulama itu berkata: “Dari nenek moyangmu hingga Nabi Adam, tidak ada
sarana tazkiyah al-nafs, dia juga menjadi bukti kebeningan hati yang dimiliki oleh
242
Itulah sebabnya, para psikiater modern memahami tentang pentingnya
sangat memperhatikan masalah penyakit jiwa atau hati yang menimpa seseorang
di masyarakat. Mereka juga sangat memperhatikan rasa cinta dan kasih sayang di
Dari sini, jelaslah hikmah ajaran Islam yang mengajak manusia untuk
individu lain dalam ikatan cinta dan kasih sayang bisa memperkokoh
mengisolasi diri.
muslimin untuk memupuk rasa cinta dan kasih sayang, menjalin persaudaraan,
ﻋَﻠ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ِإ ْذ
َ ﷲ ِ ﻻ َﺗ َﻔ ﱠﺮﻗُﻮا وَا ْذ ُآﺮُوا ِﻧ ْﻌ َﻤ َﺔ ا َ ﺟﻤِﻴﻌًﺎ َو َ ﷲ ِ ﻞا ِ ﺤ ْﺒ
َ ﺼﻤُﻮا ِﺑ ِ ﻋ َﺘْ وَا
ﺧﻮَاﻧًﺎ َو ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ ﻋَﻠَﻰ ْ ﺤ ُﺘ ْﻢ ِﺑ ِﻨ ْﻌ َﻤ ِﺘ ِﻪ ِإ
ْ ﺻ َﺒ
ْ ﻦ ُﻗﻠُﻮ ِﺑ ُﻜ ْﻢ َﻓَﺄ َ ﻒ َﺑ ْﻴ
َ ﻋﺪَا ًء َﻓَﺄﱠﻟ ْ ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ َأ
ﷲ َﻟ ُﻜ ْﻢ ءَاﻳَﺎ ِﺗ ِﻪ َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢُ ﻦا ُ ﻚ ُﻳ َﺒﻴﱢ َ ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر َﻓَﺄ ْﻧ َﻘ َﺬ ُآ ْﻢ ﻣِ ْﻨﻬَﺎ َآ َﺬِﻟ َ ﺣ ْﻔ َﺮ ٍة ِﻣ
ُ ﺷﻔَﺎ َ
ن َ َﺗ ْﻬ َﺘﺪُو
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara;
dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar
kamu mendapat petunjuk.(QS.Ali ‘Imrân/3:103)
342
M. Usman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadist Nabi saw., h. 108-109
243
ِن ﺑِﺎ ْﻟﻤَ ْﻌﺮُوف
َ ﺾ َﻳ ْﺄ ُﻣﺮُو
ٍ ﻀ ُﻬ ْﻢ َأ ْوِﻟﻴَﺎ ُء َﺑ ْﻌ
ُ ت َﺑ ْﻌ ُ وَا ْﻟ ُﻤ ْﺆﻣِﻨُﻮنَ وَا ْﻟ ُﻤ ْﺆﻣِﻨَﺎ
ن
َ ن اﻟ ﱠﺰ َآﻮ َة َو ُﻳﻄِﻴﻌُﻮ َ ﺼَﻠﻮ َة َو ُﻳ ْﺆﺗُﻮ
ن اﻟ ﱠ َ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ َو ُﻳﻘِﻴﻤُﻮ
ِﻋَ نَ َو َﻳ ْﻨ َﻬ ْﻮ
ﻜﻴ ٌﻢ ِﺣ
َ ﷲ ﻋَﺰِﻳ ٌﺰ َ نا ﷲ ِإ ﱠ
ُ ﺣ ُﻤ ُﻬ ُﻢ ا
َ ﺳ َﻴ ْﺮ
َ ﻚ
َ اﻟﱠﻠﻪَ َو َرﺳُﻮَﻟ ُﻪ أُوَﻟ ِﺌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (QS. al-Taubah/9:71)
ﷲ َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ
َ ﺧ َﻮ ْﻳ ُﻜ ْﻢ وَا ﱠﺗﻘُﻮا ا
َ ﻦ َأ
َ ﺻِﻠﺤُﻮا َﺑ ْﻴ
ْ ﺧ َﻮ ٌة َﻓَﺄ
ْ ن ِإ
َ إِ ﱠﻧﻤَﺎ ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨُﻮ
ن َ ﺣﻤُﻮ َ ُﺗ ْﺮ
Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat.(QS. al-Hujurât/49:10)
ﻻ
َ ﺟ َﺮ ِإَﻟ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َوَ ﻦ هَﺎْ ن َﻣ َ ﺤﺒﱡﻮ ِ ﻦ َﻗ ْﺒِﻠ ِﻬ ْﻢ ُﻳ
ْ ن ِﻣ
َ ﻹ ْﻳﻤَﺎ
ِ ﻦ َﺗ َﺒ ﱠﻮءُوا اﻟﺪﱠا َر وَاَ وَاﱠﻟﺬِﻳ
ﺴ ِﻬ ْﻢ َوَﻟ ْﻮ
ِ ن ﻋَﻠَﻰ َأ ْﻧ ُﻔ َ ﺟ ًﺔ ﻣِﻤﱠﺎ أُوﺗُﻮا َو ُﻳ ْﺆ ِﺛﺮُو َ ﺻﺪُو ِر ِه ْﻢ ﺣَﺎُ ن ﻓِﻲ َ ﺠﺪُو ِ َﻳ
ن َ ﻚ ُه ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﻔِﻠﺤُﻮ
َ ﺴ ِﻪ َﻓﺄُوَﻟ ِﺌِ ﺷﺢﱠ َﻧ ْﻔ ُ قَ ﻦ ﻳُﻮ ْ ن ِﺑ ِﻬ ْﻢ ﺧَﺼَﺎﺻَ ٌﺔ َو َﻣ َ آَﺎ
Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman
(Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang
berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka
terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun
mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.(QS. al-
Hasyr/59:9)
343
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Birr wa al-Silah Bâb fî Fadl al-Hubb fî al-Lâh, h.
425; al-Tirmizî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb al-Zuhd bâb Mâ Jâ’a fî al-Hubb fî al-Lâh, no. Hadis
2499, h. 24; Ahmad Farîd, al-Bahr al-Râ’iq fî al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h. 381
244
ْ َو اﱠﻟ ِﺬρ ﷲ
ي ِ لا ُ ﺳ ْﻮ ُ ل َر َ ل ﻗَﺎ َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْ ﻦ َأ ِﺑ ْﻋ َ
ﻻ ُﺗ ْﺆ ِﻣ ُﻨﻮْا ﺣَﺘﱠﻰ َﺗﺤَﺎ ﱡﺑﻮْاَ ﺣﺘﱠﻰ ُﺗ ْﺆﻣِ ُﻨﻮْا َو َ ﺠ ﱠﻨ َﺔ
َ ﺧﻠُﻮا ا ْﻟ
ُ ﻻ َﺗ ْﺪَ ﻲ ِﺑ َﻴ ِﺪ ِﻩ
ْ ﺴ ِ َﻧ ْﻔ
ﻼ َم ﻓِ ْﻴﻤَﺎ
َﺴ
ﻲ ٍء إِذَا َﻓ َﻌ ْﻠ ُﺘ ُﻤ ْﻮ ُﻩ َﺗﺤَﺎ َﺑ ْﺒ ُﺘﻢْ؟ َأ ْﻓﺸُﻮا اﻟ ﱠْ ﺷ
َ ﻋﻠَﻰ َ ﻻ َأ ُدﻟﱡ ُﻜ ْﻢ َ َأ َو
344
َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻜ ْﻢ
Dan dari Abû Hurairah ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Demi Zat
yang jiwaku berada di tangan-Nya! Tidaklah kalian masuk surga sampai kalian
beriman, dan tidaklah kalian beriman (dengan sempurna) sampai kalian saling
menyayangi. Tidakkah akan aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian
kerjakan, niscaya kalian saling menyayangi? Sebarkanlah salam di antara kalian.
(H.R. Muslim, al-Tirmidzî, Abû Dâwûd, dan Ibn Mâjah)
Hadis di atas mengisyaratkan bahwa saling mencintai merupakan syarat
keimanan dan syarat untuk dapat masuk surga. Orang mukmin yang hakiki adalah
orang yang mencintai dan dicintai orang lain. Rasulullah saw. bersabda:
345
ﻒ
ُ ﻻ ُﻳ ْﺆَﻟ
َ ﻒ َو
ُ ﻻ َﻳ ْﺄَﻟ
َ ﻦ
ْ ﺧ ْﻴ َﺮ ِﻓ ْﻴ َﻤ
َ ﻻ
َ ﻒ َو
ٌ َﻦ ُﻣ ْﺆﻟ
ُ َا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ
“Orang mukmin itu dicintai. Dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak
mencintai dan dicintai (orang lain).” (H.R. Ahmad)
karena Allah, bukan demi manfaat sesaat, keuntungan jangka pendek, kepentingan
ﻰ
ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﺣَﺘ ﱠ
َ ﻦ َأ
ُ ﻻ ُﻳ ْﺆ ِﻣ َ ﻗَﺎρ ﷲ
َ ل ِ لا
َ ﺳ ْﻮ
ُ ن َر
ﻋ ْﻨ ُﻪ َأ ﱠ َ ﷲُ ﻲا َﺿ ِ ﺲ َر ٍ ﻦ َأ َﻧ
ْﻋَ
346
ﺴ ِﻪ
ِ ﺤﺐﱡ ِﻟ َﻨ ْﻔِ ﺧ ْﻴ ِﻪ ﻣَﺎ ُﻳ
ِ ﻻ
َ ِ ﺤﺐﱠ ِ ُﻳ
344
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îmân Bâb Bayân annah lâ Yadkhulu al-Jannah illâ
al-Mu’minûn wa anna Mahabbah al-Mu’minîn minj al-Îmân wa anna Ifsyâ al-Salâm Sabab li Husûlihâ,
h. 41; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb al-Isti’dzân wa al-Âdâb Bâb Mâ Jâ’a fî Ifsyâ
al-Salâm, no. Hadis 2829, h. 156; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 4, Kitâb al-Âdâb Bâb fî
Ifsyâ al-Salâm, no. Hadis 5193, h. 350; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb al-Muqaddimah
Bâb fî al-Îmân, no. Hadis 68, h. 26
345
Ahmad, al-Musnad, Juz 5, h. 335
346
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 1, Kitâb al-Îmân bâb min al-Îmân an Yuhibba li
Akhîh mâ Yuhibbu li Nafsih, h. 9; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îmân Bâb al-dalîl ‘alâ anna
245
Dari Anas r.a. ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Tidak
(sempurna) iman salah seorang di antara kalian sehingga ia mencintai untuk
saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (H.R. al-Bukhârî, Muslim,
al-Nasâ’î, dan Ibn Mâjah)
Cinta kasih yang dibangun di atas keikhlasan karena Allah akan
melahirkan keringanan mereka untuk saling menolong kapan dan di mana saja
berada.
al-Rabî’ al-Ansâri (w.2 H.) dengan Abdurrahmân bin ‘Auf (w.32 H.) radhiyallâhu
orang Ansar yang paling kaya. Aku akan membagi hartaku menjadi dua bagian,
untuk diriku dan untuk dirimu. Aku juga memiliki dua orang istri. Maka pilihlah
wanita mana yang paling kamu sukai, lantas sebutkan namanya kepadaku, untuk
kemudian akan aku ceraikan. Jika masa iddahnya sudah habis, akan aku nikahkan
min Khisal al-Îmân an Yuhibba li Akhîh mâ Yuhibbu li Nafsih min al-Khair, h. 38; al-Nasâ’î, Sunan
al-Nasâ’î, Kitâb al-Îmân wa Syarâ’i’ih Bâb ‘Alâmah al-Îmân, no. Hadis 5026, h. 803; Ibn Mâjah,
Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb al-Muqaddimah Bâb al-Îmân, no. Hadis 66, h. 26; Ahmad Farîd, al-
Bahr al-Râ’iq fî al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h. 366
347
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 3, Kitâb al-Mazâlim Bâb lâ Yazlimu al-Muslim al-
Muslim walâ Yuslimuh, h. 98; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Birr wa al-Silah wa al-Âdâb
Bâb Tahrîm al-Zulm, h. 430; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 2, Abwâb al-Hudûd Bâb Mâ Jâ’a
fî al-Satr ‘alâ al-Muslim, no. Hadis 1449, h. 439; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 4, Kitâb al-
Âdâb Bâb al-Mu’âkhâh, no. Hadis 4893, h. 273
246
dia denganmu.” Mendapat tawaran seperti itu, Abdurrahmân berkata: “semoga
hingga pada akhirnya sukses menjadi konglomerat Madinah dan menikah dengan
wanita lain.348
349
ي
ْ ﻖ ُﻳ ْﻌ ِﺪ
ِ ﺨُﻠ
ُ ﺳ ْﻮ ُء ا ْﻟ
ُ
Akhlak yang buruk itu dapat menular.
Oleh karena itu, memilih teman yang berakhlak mulia merupakan sesuatu
yang sangat urgen. Bukankah jika bergaul dengan pandai besi akan terkena
percikan api sebagaimana bergaul dengan tukang minyak wangi akan terkena
348
M. Usman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadist Nabi saw ., h. 115
349
M. Fadhilah Zaidi, Mahfuzhat: Khazanah Mutiara Hikmah dari Pesantren, (Ciputat:
Penerbit Kalimah, 2000), Cet. I, h. 77
247
ﻃ ﱢﻴ َﺒ ًﺔ
َ ﺠ َﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻪ ِر ْﻳﺤًﺎ ِ ن َﺗ ْ ع ِﻣ ْﻨ ُﻪ َوِإﻣﱠﺎ َأَ ن َﺗ ْﺒﺘَﺎ
ْ ﻚ َوِإﻣﱠﺎ َأ َ ﺤ ِﺬ َﻳ
ْ ن ُﻳ ْ إِﻣﱠﺎ َأ
350
ﺠ َﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻪ ِر ْﻳﺤًﺎ ُﻣ ْﻨ ِﺘ َﻨ ًﺔ
ِ ن َﺗ
ْ ﻚ َوِإﻣﱠﺎ َأ َ ق ِﺛﻴَﺎ َﺑ
َ ﺤ ِﺮ
ْ ن ُﻳ
ْ ﺦ ا ْﻟ ِﻜ ْﻴ ِﺮ إِﻣﱠﺎ َأ
ُ َوﻧَﺎ ِﻓ
Dari Abû Mûsâ al-Asy’arî r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk itu ibarat
penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi bisa jadi akan
memberimu minyak, atau kamu akan membeli minyak darinya, atau kamu akan
mendapati aroma wangi darinya. Sementara pandai besi, maka bisa jadi dia akan
membakar busanamu (ketika sedang meniup api) atau kamu akan menjumpai
aroma tidak sedap darinya.” (H.R. al-Bukhârî, Muslim, dan Abû Dâwûd)
Pada kesempatan lain beliau juga bersabda:
ﻦ
ِ ﻋﻠَﻰ ِد ْﻳ
َ ﻞ
ُﺟ َ ﻗَﺎρ ﻲ
ُ ل اَﻟﺮﱠ ن اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ
ﻋ ْﻨ ُﻪ َأ ﱠ
َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْ ﻦ َأ ِﺑ ْﻋ َ
351
ﻞ
ُ ﻦ ُﻳﺨَﺎِﻟ
ْ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ َﻣ
َ ﻈ ْﺮ َأ
ُ ﺧِﻠ ْﻴِﻠ ِﻪ َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻨ
َ
Dari Abû Hurairah r.a. sesungguhnya Nabi saw. bersabda: “(Keyakinan)
seseorang itu sesuai dengan agama temannya. Oleh karena itu, (apabila) salah
seorang di antara kalian (ingin mengetahui lebih dalam mengenai seseorang),
maka hendaklah dia melihat siapa yang menjadi sahabat orang tersebut.” (H.R.
al-Tirmidzî dan Abû Dâwûd)
Sedemikian penting dan besarnya pengaruh teman bagi seseorang, pada
352
ﷲ َﻣﻘَﺎُﻟ ُﻪ
ِ ﻋﻠَﻰ ا
َ ﻚ
َ ﻻ َﻳ ُﺪﱡﻟ
َ ﻚ ﺣَﺎُﻟ ُﻪ َو
َ ﻀ
ُ ﻻ َﻳ ْﻨ َﻬ
َ ﻦ
ْ ﺐ َﻣ
ْ ﺤ
َﺼْ ﻻ َﺗ
َ
Janganlah kamu bersahabat dengan seseorang yang keadaannya dan
ucapannya tidak membangkitkan dan tidak menunjukkan dirimu kepada Allah.
Menurut Syaikh Ahmad bin Muhammad bin ‘Ajîbah al-Hasani
untuk ingat kepada Allah adalah apabila anda melihatnya, niscaya anda akan
ingat kepada Allah. Jika anda dalam kelalaian lalu melihatnya, niscaya anda akan
350
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 3, Kitâb al-Buyû’ Bâb fî al-‘Attâr wa Bay’ al-Misk,
h. 16 & Juz 6, Kitâb al-Dzabâ’ih wa al-Said wa al-Tasmiyah ‘alâ al-Said Bâb al-Misk, h. 231;
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Birr wa al-Silah wa al-Âdâb Bâb Istihbâb Mujâlasah al-
Sâlihîn wa Mujânabah Quranâ al-Sû, h. 446; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 4, Kitâb al-Âdâb
Bâb Man Yu’maru an Yujâlasa, no. Hadis 4829, h. 259
351
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb al-Zuhd Bâb 32, no. Hadis 2484, h. 17;
Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 4, Kitâb al-Âdâb Bâb Man Yu’maru an Yujâlasa, no. Hadis
4833, h. 259; Imam al-Tirmidzî mengatakan bahwa nilai hadis ini adalah hasan
352
Syaikh Ahmad bin Muhammad bin ‘Ajîbah al-Hasani, Īqâz al-Himam, (Beirut: Dr al-
Fikr, t.t.), h. 74
248
tersadar dari kelalaian. Jika anda dalam keadaan gemar beribadah (raghbah) lalu
anda melihatnya, niscaya anda akan tergerak untuk bersikap zuhud. Jika anda
dalam kemaksiatan lalu melihatnya, niscaya anda akan segera bertaubat. Atau
jika anda tidak mengenal Tuhan lalu melihatnya, niscaya anda akan tergerak
adalah seseorang yang berbicara karena Allah, menunjukkan kepada Allah, dan
tersembunyi baginya segala hal selain Allah. Jika ia berbicara, maka ia akan
menghimpun dan menjinakkan hati-hati. Jika dia diam, maka diamnya akan
menggerakkan anda menuju Zat Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib.
dimilikinya. Oleh karena itu, bergaul dengan jenis orang seperti ini merupakan
akhlaknya, maka akan semakin mudah terbentuknya tradisi atau kebiasaan buruk
penyelewengan, maka dia merasa tidak ada yang salah dan perlu dirisaukan.
Padahal setiap kali anak manusia berbuat kesalahan, maka akan tercipta satu titik
hitam dalam kalbunya. Begitu pula sebaliknya, jika ia berbuat kebaikan, niscaya
ﺷ ِﺮ َﺑﻬَﺎ
ْ ﺐ ُأ
ٍ ي َﻗ ْﻠ ﻋ ْﻮدًا َﻓَﺄ ﱡُ ﻋ ْﻮدًاُ ﺼ ْﻴ ِﺮ
ِ ﺤ َ ب آَﺎ ْﻟ
ِ ﻦ ﻋَﻠَﻰ ا ْﻟ ُﻘُﻠ ْﻮ ُ ض ا ْﻟ ِﻔ َﺘ
ُ ُﺗ ْﻌ َﺮ
ﺣﺘﱠﻰ َ ﺖ ِﻓ ْﻴ ِﻪ ُﻧ ْﻜﺘَ ٌﺔ َﺑ ْﻴﻀَﺎ ُء
َ ﺐ أَ ْﻧﻜَﺮَهَﺎ ُﻧ ِﻜ
ٍ ي َﻗ ْﻠ
ﺳ ْﻮدَا ُء َو َأ ﱡ َ ﺖ ِﻓ ْﻴ ِﻪ ُﻧ ْﻜﺘَ ٌﺔ َ ُﻧ ِﻜ
ﺖ
ِ ﻀﺮﱡ ُﻩ ِﻓ ْﺘ َﻨ ٌﺔ ﻣَﺎ دَا َﻣ
ُ ﻼ َﺗ َ ﺼﻔَﺎ َﻓ
ﻞ اﻟ ﱠ ِ ﺾ ِﻣ ْﺜَ ﻦ ﻋَﻠَﻰ َأ ْﺑَﻴ ِ ﻋﻠَﻰ َﻗ ْﻠ َﺒ ْﻴ َ ﺼ ْﻴ َﺮ
ِ َﺗ
353
Ibid
354
Ibid, h. 74-75
249
ف
ُ ﻻ َﻳ ْﻌ ِﺮ
َ ﺨﻴًﺎ
ﺠﱢ
َ ﺳ َﻮ ُد ُﻣ ْﺮﺑَﺎدًّا آَﺎ ْﻟ ُﻜ ْﻮ ِز ُﻣ
ْ ﺧ ُﺮ َأ
َ ض َواْﻻ ُ ﻻ ْر َ ت َو ْا ُ اﻟﺴﱠﻤﻮَا
355
ﻦ َهﻮَا ُﻩ
ْ ب ِﻣ َ ﺷ ِﺮْ ﻻ ﻣَﺎ ُأ ﻻ ُﻳ ْﻨ ِﻜ ُﺮ ُﻣ ْﻨ َﻜ ًﺮا ِإ ﱠ
َ َﻣ ْﻌ ُﺮ ْوﻓًﺎ َو
Berbagai fitnah akan disodorkan pada hati sebagaimana (proses membuat)
tikar sehelai demi sehelai. Hati manapun yang menyerap fitnah, maka akan
ternoda satu titik hitam. Dan hati manapun yang mengingkarinya, maka akan
tertoreh titik putih sehingga permukaan hati tersebut akan sangat putih mirip
dengan batu besar yang mulus. Satu fitnahpun tidak akan bisa menimbulkan
mudharat pada hati tersebut selama langit dan bumi masih ada. Sedangkan hati
yang satunya lagi akan sangat hitam seperti panci (untuk memasak) yang terbalik.
Dia tidak bisa mengetahui sesuatu yang ma’ruf dan tidak mengingkari sesuatu
yang mungkar. (Dia tidak mengetahui) kecuali hawa nafsu yang meresap (ke
dalam hatinya). (H.R. Muslim dan Ahmad dari Hudzaifah)
Jika keadaannya demikian, maka semuanya akan kembali kepada sikap
setiap orang. Akankah dia memilih orang-orang salih sebagai temannya sehingga
akan ikut memutihkan hatinya dan mendapatkan kedekatan dirinya kepada Sang
Khalik, atau ia akan memilih orang-orang yang buruk akhlaknya sebagai teman
yang pada akhirnya akan menghitamkan hatinya dan menjauhkannya dari Allah?
355
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îmân Bâb Bayân anna al-Islâm Bada’a
Gharîban wa Saya’ûdu Gharîban, h. 72; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, Juz 5, h. 386, 405
250
BAB V
PENUTUP
Ternyata, predikat uswah hasanah yang melekat pada diri Rasulullah saw.
dapat difungsikan dalam seluruh sisi kehidupan manusia, termasuk dalam hal
fenomena psikologis yang terjadi pada diri manusia. Menangis sebagai salah satu
pengalaman yang biasa, menjadi tidak biasa ketika terjadi pada diri beliau.
dipastikan bahwa tidak ada tangisan beliau yang bernilai buruk. Saat membaca
dan mendengarkan al-Qur’an, acap kali beliau tak mampu membendung tetesan
air mata. Beliau juga sering kali menganjurkan kepada umatnya untuk banyak
menangis dan sedikit tertawa dengan merenungi arti kehidupan. Beliau juga
tangisan seperti inilah yang sarat makna sehingga dianjurkan untuk ditradisikan
dan dihidupkan oleh setiap muslim dalam menjalani hari-hari yang fana.
berlebihan yang diiringi dengan kata-kata celaka (wail dan tsubur) serta ucapan-
ucapan batil lainnya. Perilaku yang tidak wajar dan telah membudaya ini menjadi
ketidakrelaan atas kematian yang ditangisi. Ini artinya, orang tersebut tidak ridha
dengan keputusan Allah. Padahal, jika kita beriman dan meyakini Allah sebagai
251
Zat Yang Mahabaik dan bijaksana, tidak sepatutnya perilaku tercela itu dilakukan.
Oleh karena itu, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya mayit itu akan disiksa
terjadi jika si mayit sebelumnya berwasiat untuk ditangisi atau dia tidak melarang
Namun, jika tangisan itu dilakukan secara wajar, dia boleh-boleh saja.
Sebab, tangisan itu dianggap sebagai wujud kasih sayang sesama manusia.
yang dibolehkan adalah menangis karena melihat kesulitan dan penderitaan orang
lain. Tangisan empati ini dapat mengasah kalbu manusia sehingga menjadi bersih
dan jernih.
Dengan demikian, menangis tidak bebas nilai. Baik dan buruknya nilai
baik, maka tangisannyapun baik. Dan jika motifnya buruk, maka tangisannyapun
buruk.
Oleh karena itu, penulis kembali menegaskan, bahwa tetesan air mata
yang terjadi pada diri Rasulullah saw. adalah karena kelembutan dan kejernihan
hati beliau, dan karenanya bernilai ibadah di sisi Allah. Tangisan beliau adalah
tangisan hamba yang salih (‘abd sâlih). Dengan demikian, menangis adalah salah
252
DAFTAR PUSTAKA
Abâdi, Muh. Syams al-Haqq, ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Dâwûd, Beirût:
Dâr al-Fikr, t.t.
Arif, Abul Fida M. Izzat, Air Mata Orang-orang Shalih, Jakarta: Penerbit Pustaka
Tazkia, 2004, Cet. Ke-1.
Al- ‘Asqalânî, Ibn Hajar, Fath al-Bâri Syarh Sahîh al-Bukhârî, Beirût: Dâr al-
Fikr, 1414/1993.
Al-Barr, Ibn ‘Abd, Jâmi’ Bayân al-‘lm wa Fadlih, Beirût: Dâr al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, t.t.
253
Dâwûd, Abû, Sunan Abî Dâwûd, Jakarta: Dâr al-Hikmah, t.t.
Effendi, Djohan, Menemukan Makna Hidup, Jakarta: Mediacita, 2001, Cet. Ke-1.
Al-Ghazâlî, Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn, Indonesia: Dâr Ihyâ al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t
Hart, Michael H., Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah,
Jakarta: Pustaka Jaya, 1991, Cet.ke-13.
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Penerbit Tintamas, 1984, Cet. ke-9.
Al-Hasani, Syaikh Ahmad bin Muhammad bin ‘Ajibah, Îqâz al-Himam, Beirût:
Dâr al-Fikr, t.t
Ilyas, Ilyas Anton dan Ilyas, Edwar, Qamus Ilyas al-‘Ashrî Arabi Injilîzî, Beirût;
Dâr al-Halb, 1972
Jamal, Ibrahim M., Penyakit Hati, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997, Cet. Ke-2
Al-Jauzî, Ibn al-Qayyim, Syarh Sunan Abî Dâwûd, Beirût: Dâr al-Fikr, t.t.
254
_ _ _ _ , Muhammad Rasulullah juga Manusia Biasa, Jakarta: Pustaka Firdaus,
1985, Cet.ke-1.
Al-Malîbari, Zain al-Dîn, Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, Indonesia: Dâr Ihyâ
al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t.
Manzûr, Ibn, Lisân al-‘Arab, Beirût: Dâr al-Fikr, 1990, Cet. ke-1.
Mujib, Abdul, Apa Arti Tangisan Anda, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Najati, M. Utsman Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadist Nabi saw., Jakarta:
Mustaqim, 2003, Cet. Ke-1
255
Qaradawi, Yusuf, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw., Bandung: Penerbit
Kharisma, 1984, Cet. ke-1.
256
Schimmel, Annemarie, Dan Muhammad adalah Utusan Allah, Bandung: Penerbit
Mizan, 2000, Cet. Ke-7.
Shihab, M. Quraish, Menyingkap Tabir Ilahi, Ciputat: Penerbit Lentera hati, 2001,
Cet. Ke-4.
Al-Siddîqî, Muhammad bin ‘Allân, Dalîl al-Fâlihîn, Beirût: Dâr al-Fikr, t.t.
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002,
Cet. Ke-2.
Usman, Muhammad, Al-Quran dan Psikologi, Jakarta: Aras Pustaka, 2001, Cet.
Ke-1.
257
Yahya, Harun, Moralitas Al-Qur’an, Jakarta: Robbani Press, 2002.
Yaqub, Ali Mustafa, Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka firdaus, 1996, Cet. Ke-2.
258
259