Anda di halaman 1dari 40

ANALISIS PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

(GCG) TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN


(Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2014 – 2018)

Dosen Pengampu Mata Kuliah


Dr. Syaiful Iqbal, SE., M.Si., Ak.

Disusun oleh:

AGUM GUMELAR
196020300111017

MAGISTER ILMU AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kinerja perusahaan merupakan suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan
operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Kinerja merupakan
suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau
aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada jumlah standar
seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi,
pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Srimindarti, 2004).

Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau memaksimalkan kekayaan pemegang
saham melalui peningkatan kinerja perusahaan. Peningkatan kinerja perusahaan tersebut
dapat dicapai jika perusahaan mampu beroperasi dengan mencapai laba yang ditargetkan.
Melalui laba yang diperoleh tersebut perusahaan akan mampu memberikan dividen kepada
pemegang saham, meningkatkan pertumbuhan perusahaan dan mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Namun di lain pihak, manajer sebagai pengelola perusahaan
mempunyai tujuan yang berbeda terutama dalam hal peningkatan prestasi individu dan
kompensasi yang akan diterima. Jika manajer perusahaan melakukan tindakan-tindakan yang
mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan investor maka akan
menyebabkan jatuhnya harapan para investor tentang pengembalian (return) atas investasi
yang telah mereka tanamkan. Oleh karenanya dibutuhkan adanya suatu perlindungan
terhadap berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut (Almilia dan Sifa,
2006).

Ada beberapa hambatan yang dihadapi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan
yang pada umumnya hanya berkisar pada hal-hal yang sifatnya fundamental yaitu: 1)
Perlunya kemampuan perusahaan untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya secara
efisien dan efektif, yang bisa mencakup seluruh bidang aktivitas (sumber daya manusia,
akuntansi, manajemen, pemasaran dan produksi), 2) Adanya konsistensi terhadap system
pemisahan antara pemegang saham dan manajemen, sehingga secara praktis perusahaan
nanti mampu meminimalkan konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara pemegang
saham dan manajemen dan 3) Diperlukan kemampuan perusahaan untuk membuat atau
menciptakan kepercayaan pada penyandang dana ekstern, bahwa dana ekstern tersebut
digunakan secara tepat dan seefisien mungkin serta memastikan bahwa manajemen itu
bertindak yang terbaik untuk kepentingan perusahaan (Darmawanti, 2005).

Cara mengatasi hambatan tersebut, yaitu perusahaan harus memiliki suatu system
pengelolaan yang bisa dihandalkan, yang dapat memberikan perlindungan yang efektif
kepada para pemegang saham dan pihak kreditur, sehingga mereka mampu meyakinkan
dirinya akan memperoleh keuntungan atas investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi, dan
juga harus mampu menjamin terpenuhinya kepentingan karyawan serta perusahaan itu
sendiri (Tjager, 2003).

(Sedarmayanti, 2007) menyatakan bahwa kondisi yang dihadapi perusahaan-


perusahaan publik di Indonesia masih lemah dalam mengelola suatu perusahaan. Hal ini
ditunjukkan oleh masih lemahnya regulasi dan standar-standar akuntansi,
pertanggungjawaban terhadap para pemegang saham, standar-standar pengungkapan dan
transparansi serta proses-proses kepengurusan perusahaan. Kenyataan tersebut secara tidak
langsung menunjukkan masih lemahnya perusahaan-perusahaan publik di Indonesia dalam
menjalankan manajemen yang baik dalam memuaskan stakeholders perusahaan. Dalam
upaya mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, maka para pelaku bisnis di Indonesia
menyepakati penerapan good corporate governance (GCG), suatu sistem pengelolaan
perusahaan yang baik, hal ini sesuai dengan penandatanganan perjanjian Letter of intent
(LOI) dengan IMF tahun 1998, yang salah satu isinya adalah pencantuman jadwal perbaikan
pengelolaan perusahaan di Indonesia.

Corporate governance yang didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang


menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan. Definisi lain juga diungkapkan oleh Bank Dunia (Tunggal dan
Widjaja, 2002) yaitu “Corporate governance merupakan kumpulan hukum, peraturan dan
kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja perusahaan bekerja secara
efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan”. Pengertian corporate
governance dapat dimasukkan dalam dua kategori. Kategori pertama, lebih condong pada
serangkaian pola perilaku perusahaan yang diukur melalui kinerja, pertumbuhan, struktur
pembiayaan, perlakuan terhadap para pemegang saham, dan stakeholders. Kategori kedua,
lebih melihat pada kerangka secara normatif, yaitu segala ketentuan hukum baik yang berasal
dari sistem hukum, sistem peradilan, pasar keuangan, dan sebagainya yang mempengaruhi
perilaku perusahaan.

Krisis yang terjadi di Amerika Serikat menimbulkan efek bagi perekonomian dunia.
Indonesia yang terkena dampak krisis ekonomi global, isu mengenai sistem tata kelola
perusahaan (good corporate governance) telah menjadi bahasan yang sangat penting dalam
rangka mendukung pemulihan kegiatan dunia usaha dan pertumbuhan perekonomian setelah
masa-masa krisis. Hadirnya good corporate governance dalam pemulihan krisis di Indonesia
menjadi mutlak diperlukan, mengingat good corporate governance mensyaratkan suatu
pengelolaan yang baik dalam sebuah organisasi. Corporate governance lebih condong pada
serangkaian pola perilaku perusahaan yang diukur melalui kinerja, pertumbuhan, struktur
pembiayaan perlakuan terhadap para pemegang saham, dan stakeholders. Pentingnya hak
pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada
waktunya, serta kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara
akurat tepat waktu dan transparan mengenai semua hal yang berkaitan dengan kinerja
perusahaan kepemilikan dan pemegang kepentingan (stakeholder).

Penerapan dan pengelolaan Corporate Governance yang baik merupakan sebuah


konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi
dengan benar, akurat, dan tepat waktu. Selain itu juga menunjukkan kewajiban perusahaan
untuk mengungkapkan semua informasi kinerja keuangan perusahaan secara akurat, tepat
waktu dan transparan. Oleh karena itu, baik perusahaan publik maupun tertutup harus
memandang Good Corporate Governance (GCG) bukan sebagai aksesoris belaka, tetapi
sebagai upaya peningkatan kinerja dan nilai perusahaan (Tjager, 2003).

Munculnya berbagai skandal akuntansi yang terjadi pada perusahaan-perusahaan telah


mengakibatkan turunnya kepercayaan publik terutama investor terhadap pelaporan keuangan
yang disajikan oleh perusahaan. PT Katarina Utama Tbk (RINA) merupakan perusahaan
yang bergerak dalam bidang jasa pemasangan, pengujian dan uji kelayakan produk dan
peralatan telekomunikasi dan tercatat di BEI sejak 14 Juli 2009. RINA menggelar penawaran
saham perdana kepada publik dengan melepas 210 juta saham atau 25,93% dari total saham,
dengan harga penawaran Rp. 160,- per lembar saham. Dari hasil IPO, diperoleh dana segar
sebesar Rp 33,66 miliar. Rencananya 54,05% dari dana hasil IPO akan digunakan untuk
kebutuhan modal kerja dan 36,04% dana IPO akan direalisasikan untuk membeli berbagai
peralatan proyek

Kemudian pada Agustus tahun 2010 salah seorang dari pihak pemegang sahan PT
Katarina melaporkan bahwa telah terjadi tindalakan pelanggaran GCG. Dimana dan yang
harusnya digunakan untuk membeli peralatan, modal kerja, serta menambah kantorcabang,
tidak digunakan sebagaimana mestinya. Hingga saat ini manajemen perseroan belum
melakukan realisasi sebagaimana mestinya. Dari dana hasil IPO sebesar Rp 33,66 miliar,
yang direalisasikan oleh manajemen ke dalam rencana kerja perseroan hanya sebesar Rp 4,62
miliar, sehingga kemungkinan terbesar adalah terjadi penyelewengan dana publik sebesar Rp
29,04 miliar untuk kepentingan pribadi.

Selain itu, Katarina diduga telah memanipulasi laporan keuangan audit tahun 2009
dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan. Bahkan
Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah memutus aliran listrik ke kantor cabang RINA di
Medan, Sumatera Utara, karena tidak mampu membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta
untuk tagihan selama 3 bulan berjalan.

Masalah penyimpangan lainnya Permasalahan yang terjadi bermulai dari adanya


ketidak-sesuaian gaji dan upah para pekerja Indonesia yang bila dibandingkan dengan tenaga
kerja dari negara lain yang sama levelnya sangat berbeda jauh. Gaji pekerja Freeport hanya
sebatas upah minimum regional (UMR). Meski dikatakan tidak melanggar hukum, namun
gaji yang diberikan tersebut jauh dari apa yang dibayangkan. Selain minimnya gaji atau upah
yang diberikan, pekerja di perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut sangat
tidak merata antara pekerja lokal asli Papua dengan pekerja asing. Dan ironisnya, para
pekerja lokal umumnya dipekerjakan di level paling bawah, lain halnya dengan pekerja asing.

Selain hal diatas masih terdapat bentuk pelanggaran lain diantaranya adalah ketidak-
sesuaian laporan dengan fakta di lapangan yang ditemukan oleh BPK. Penghitungan kerugian
atas dampak lingkungan dari pengoperasian tambang Freeport oleh tim pengawas dari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan
Perhutanan selama ini tak akurat. Sehingga, tim BPK mengkaji ulang laporan tersebut dan
menemukan beberapa kejanggalan seperti adanya kelebihan pencairan jaminan reklamasi
Freeport, kerugian negara yang sebenarnya dlsb.

Kasus selanjutnya yaitu Jamsostek merupakan satlah satu perusahaan yang bergerak
dibidang jasa dalam pemberian asuransi dan perlindungan tenaga kerja yang berbeda dengan
hukuman pelanggaran ham ringan . Siapa sangkan bahwa perusahaan sekelas ini ternyata
ditemukan banyak melakukan bentuk pelanggaran yang tidak sesuai dengan GCG. Adapun
bentuk bentuk pelanggaran tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

• Pertama, Jamsostek membentuk Dana Pengembangan Progran Jaminan Hari Tua


(JHT) sebesar Rp7,24 triliun yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah 22/2004.
• Jamsostek kehilangan potensi iuran karena terdapat penerapan tarif program yang tidak
sesuai dengan ketentuan. Pada laporan keuangan 2011, potensi penerimaan Jamsostek
yang hilang mencapai Rp36,5 miliar karena tidak menerapkan tarif jaminan kecelakaan
kerja sesuai ketentuan.
• BPK menemukan Jamsostek belum menyelesaikan aset eks investasi bermasalah,
yakni jaminan medium term notes (MTN). Adapun aset yang belum diselesaikan
adalah tanah eks jaminan MTN PT Sapta Prana Jaya senilai Rp72,25 miliar dan aset
eks jaminan MTB PT Volgren Indonesia.
Adanya bentuk pelanggaran ini kini membuat Jamsostek tidak diperkenankan lagi
memberikan jasanya dan saat ini dialihkan ke BPJS ketenagakerjaan ebagai badan yang
ditunjuk pemerintah dalam memberikan layanan perlindungan terhadap tenaga kerja melalui
jaminan pensiun dan jaminan hari tua.

Dengan melihat beberapa contoh kasus tersebut, sangat relevan bila ditarik suatu
pertanyaan tentang efektivitas penerapan Corporate Governance. Corporate Governanace
merupakan salah satu kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi
serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang
saham dan stakeholders lainnya (Ujiyanto, 2007).

Suatu pengukuran kinerja akan menghasilkan data, dan data yang telah dianalisis akan
memberikan informasi yang berguna bagi peningkatan pengetahuan para manajer dalam
mengambil keputusan atau tindakan manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi
(Vincent Gaspersz, 2005). Manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah:

1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan


lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat
dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upayaupaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward
atas perilaku yang diharapkan itu.

Ukuran yang dicapai dalam menilai kinerja perusahaan sangatlah bermacam-macam


dan berbeda-beda dari satu industri ke industri lainnya tergantung pada aktivitas pokok
perusahaan seperti produksi, keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, dan banyak lagi
kegiatan lainnya. Kinerja keuangan adalah salah satu tolak ukur dalam menilai suatu
perusahaan, kondisi keuangan yang bagus cenderung menarik perhatian investor, Dalam
hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan sering dijadikan dasar untuk penilaian
kinerja perusahaan (Kieso dan Weygandt, 2008).

Iqbal Bukhori (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh good corporate


governance dan ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan dengan indikator jumlah
dewan direksi, jumlah dewan komisaris, dan ukuran perusahaan. Secara empiris, menyatakan
bahwa penerapan corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini
mengambil populasi laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2010.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu, yaitu:

1. Tahun yang diamati, pada penelitian ini mengambil tahun 2008-2012. Alasan peneliti
menggunakan tahun 2008 sampai dengan 2012, karena periode tersebut menunjukkan
kondisi yang paling aktual berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti.
2. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada satu industri saja yaitu industri
manufaktur dengan tujuan untuk menghindari adanya bias yang disebabkan oleh
perbedaan industri.
3. Pada penelitian ini, mekanisme Corporate Governance yang digunakan adalah proporsi
dewan komisaris independen, jumlah dewan direksi, kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dan kinerja keuangan yang diukur melalui Tobin’s Q rasio.

Titi Purwantini (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh mekanisme good


corporate governance terhadap nilai perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan dengan
indikator independensi dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan kepemilikan
terkonsentrasi. Secara empiris, menyatakan bahwa penerapan good corporate governance
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dan kinerja keungan perusahaan. Penelitian
ini mengambil populasi laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI selama
periode 2005 sampai 2007.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, menarik untuk diteliti sejauh mana tingkat
keberhasilan perusahaan dalam menerapkan good corporate governance serta pengaruhnya
terhadap kinerja perusahaan. Penulis merasa tertarik untuk menulis skripsi dengan judul:
“Analisis Penerapan Good Corporate Governance (GCG) terhadap Kinerja
Perusahaan (Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun
2014 - 2018)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi


permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Kinerja Perusahaan?


2. Bagaimana pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Perusahaan?
3. Bagaimana pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Kinerja Perusahaan?
C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah untuk mengetahui secara empiris
pengaruh good corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan:

1. Untuk mengetahui pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Kinerja


Perusahaan.
2. Untuk mengetahui pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Perusahaan.
3. Untuk mengetahui pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Kinerja Perusahaan.
D. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan penelitian ini memberikan manfaat, diantaranya:
1. Bagi Seluruh Mahasiswa Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Ilmu Akuntansi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti empiris dari penelitian-penelitian
sebelumnya mengenai praktik Good Corporate Governance berkaitan dengan kinerja
perusahaan serta dapat dijadikan referensi dalam mengadakan penelitian lebih lanjut
tentang masalah yang sama dan dapat diterapkan di masa yang akan datang.
2. Bagi Peneliti
Menambah wawasan serta pengetahuan peneliti mengenai pengaruh penerapan
prinsip prinsip Good Corporate Governance terhadap kinerja perusahaan.
3. Bagi Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para
pembaca seperti investor, badan otoritas pasar modal, dan para analis keuangan
lainnya mengenai relevansi kinerja perusahaan yang dipengaruhi oleh penerapan
Good Corporate Governance.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenan dengan Variabel yang Diambil
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Persektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan memahami isu corporate
governance dan earning management. Agensi teori mengakibatkan hubungan yang
asimetri antara pemilik dan pengelola, untuk menghindari terjadi hubungan yang asimetri
tersebut dibutuhkan suatu konsep yaitu konsep Good Corporate Governance yang
bertujuan untuk menjadikan perusahaan menjadi lebih sehat. Penerapan corporate
governance berdasarkan pada teori agensi, yaitu teori agensi dapat dijelaskan dengan
hubungan antara manajemen dengan pemilik, manajemen sebagai agen secara moral
bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan
sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi yang sesuai dengan kontrak.
Dengan hal ini terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana
masing-masing pihak berusaha untuk mencapai kemakmuran yang dikehendaki, sehingga
muncullah informasi asimetri antara manajemen dengan pemilik yang dapat memberikan
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba dalam rangka
menyesatkan pemilik mengenai kinerja ekonomi perusahaan (Sefiana, 2009).
Masalah keagenan (agency problem) pada awalnya dieksplorasi oleh Ross (1973),
sedangkan eksplorasi teoritis secara mendetail dari teori keagenan pertama kali dinyatakan
oleh Jensen and Mecking (1976) menyebutkan manajer suatu perusahaan sebagai “agen”
dan pemegang saham “principal”. Pemegang saham yang merupakan principal
mendelegasikan pengambilan keputusan bisnis kepada manajer yang merupakan
perwakilan atau agen dari pemegang saham. Permasalahan yang muncul sebagai akibat
sistem kepemilikan perusahaan seperti ini bahwa adalah agen tidak selalu membuat
keputusan-keputusan yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan terbaik principal.
Perspektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan untuk memahami isu
Corporate Governanace dan manajemen laba. Adanya pemisahan kepemilikan oleh
principal dengan pengendalian oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung
menimbulkan konflik keagenen diantara principal dan agen. Jensen dan Meckling (1976),
menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi
diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan.
Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban
kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agen
tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya serta sebagai dasar pemberian
kompensasi kepada agen (Berkaoui, 2007).
Salah satu asumsi utama dari teori keagenan bahwa tujuan principal dan tujuan agen
yang berbeda dapat memunculkan konflik karena manajer perusahaan cenderung untuk
mengejar tujuan pribadi, hal ini dapat mengakibatkan kecenderungan manajer untuk
memfokuskan pada proyek dan investasi perusahaan yang menghasilkan laba yang tinggi
dalam jangka pendek daripada memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham melalui
investasi di proyek-proyek yang menguntungkan jangka panjang.
Corporate Governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori
keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada
investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan.
Corporate Governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan
memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/
menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak
menguntungkan berkaitan dengan dana atau kapital yang telah ditanamkan oleh investor
dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (Darmawati,
2005).
2. Good Corporate Governance

Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dengan


pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah keagenan.
Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah
bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil
alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak
mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan
keagenan antara pemilik dan manajer (Macey dan O’Hara, 2003).
Corporate Governance adalah rangkaian proses terstruktur yang digunakan untuk
mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis dan usahausaha korporasi dengan tujuan
untuk meningkatkan nilai-nilai perusahaan serta kontinuitas usaha. Terdapat beberapa
pemahaman tentang pengertian Corporate Governance yang dikeluarkan beberapa pihak baik
dalam perspektif yang sempit (shareholder) dan perspektif yang luas (stakeholders, namun
pada umumnya menuju suatu maksud dan pengertian yang sama.

Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG):

“Good Corporate Governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ
perusahaan guna memberikan nilai tambah pada perusahaan secara berkesinambungan dalam
jangka panjang bagi pemegang saham dengan tetap memperlihatkan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku”. (Komite
Nasional Kebijakan Corporate Governance, 2004).

Berdasarkan pengertian diatas, Corporate Governance didefinisikan sebagai suatu


sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola resiko yang
signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan
meningkatkan investasi pemegang saham dalam jangka panjang (Effendi, 2009).

GCG memacu terbentuknya pola manajemen yang professional, transparan, bersih dan
berkelanjutan. Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia tahun 2006 yang
disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menyebut lima asas GCG
yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran.

Penerapan Corporate Governance memberikan empat manfaat (FCGI, 2001), yaitu:


meningkatkan kinerja perusahaan, mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih
mudah, mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia,
dan meningkatkan shareholders’s value. Good Corporate Governance terdiri dari dua unsur,
yaitu unsur yang berasal dari dalam perusahaan (Corporate Governance internal perusahaan)
dan unsur yang berasal dari luar perusahaan (Corporate Governance eksternal Perusahaan).
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Hery (2010)
mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut:

“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus


(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan.
Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders)”.

Corporate Governance menurut Sutedi (2011:1) adalah:

“Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang
Saham/Pemilik Modal, Komisaris?dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika”.

Pasal 1 Surat KEPMEN BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tgl 31 Juli 2002 tentang
penerapan GCG pada BUMN yang dalam Effendi (2009), menyatakan:

“Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ
BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan
dan nilai-nilai etika”.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, GCG secara singkat dapat diartikan sebagai


seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai
tambah (value added) bagi para pemangku kepentingan. Hal ini disebabkan karena GCG
dapat mendorong terbentuknya pola kerja manajemenyang bersih, transparan dan
profesional. Penerapan GCG di perusahaan akan menarik minat para investor, baik domestik
maupun asing. Hal ini sangat penting bagi perusahaan yang ingin mengembangkan usahanya,
seperti melakukan investasi baru.
a. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Berbagai aturan main dan sistem yang mengatur keseimbangan dalam pengelolaan
perusahaan perlu dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk menuju
tata kelola perusahaan yang baik.
Menurut SK Menteri BUMN Nomor: Kep. 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan
Praktek Good Corporate Governance yang dikutip oleh Sedarmayanti diutarakan bahwa
prinsip-prinsip Good Corporate Governance meliputi:
1. Fairness (Kewajaran)

Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham, terutama kepada pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta
melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam.

Prinsip ini diwujudkan antara lain:

a. Dengan membuat peraturan korporasi yang melindungi kepentingan minoritas.


b. Membuat pedoman perilaku perusahaan (corporate conduct) dan atau kebijakan-
kebijakan yang melindungi korporasi terhadap perbuatan buruk orang dalam dan
konflik kepentingan.
c. Menetapkan peran dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2. Disclosure dan Transparancy (Transparansi)
Hak pemegang saham, yang harus diberi informasi benar dan tepat waktu mengenai
perusahaan, dapat berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan
mendasar atas perusahaan dan memperoleh bagian keuntungan perusahaan.
Pengungkapan yang akurat dan tepat waktu serta transparansi mengenai semua hal penting
bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan.

Prinsip ini diwujudkan antara lain:

a. Mengembangkan sistem informasi akuntansi yang berbasiskan standar akuntansi


b. Mengembangkan informasi teknologi dan management information system untuk
menjamin adanya pengukuran kinerja yang memadai dan proses pengambilan
keputusan yang efektif oleh Dewan Komisaris dan Direksi.
c. Mengumumkan jabatan yang kosong secara terbuka.

Adapun hal-hal yang harus diungkapkan adalah:

a. Financial and Operating Result


Laporan keuangan yang sudah di audit adalah sumber informasi untuk memonitor
kinerja keuangan perusahaan untuk meletakkan dasar bagi penilaian asset sekuritas.
Diskusi manajemen dan analisis operasi terkadang juga menyertai laporan keuangan,
pengungkapan hal-hal diatas akan bermanfaat bagi investor.
b. Tujuan Perusahaan
Tujuan perusahaan harus disosialisasikan kepada lingkungan bisnis dan masyarakat
umum. Informasi ini mungkin penting bagi investor dan pengguna lainnya untuk
mengevaluasi hubungan perusahaan dengan komunitas tempat mereka beroperasi dan
langkah-langkah perusahaan yang akan diambil perusahaan untuk mencapai tujuannya.
c. Kepemilikan Saham
Salah satu hak investor adalah mendapatkan informasi tentang struktur kepemilikan
perusahaan hingga hak-hak pemilik perusahaan. Pengungkapan yang diperlukan adalah
data pemegang saham mayoritas, hak-hak voting khusus, persetujuan pemegang saham
dan lain-lain.
d. Isu-isu material yang berhubungan dengan kepegawaian dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya.
Setiap informasi yang diungkapkan harus di audit terlebih dahulu agar mempunyai
standar kualitas yang tinggi, audit harus dilaksanakan oleh auditor independen untuk
memberikan informasi yang independent bagi pihak eksternal. Jalur informasi harus
mencerminkan keadilan, ketepatan waktu, dan efisiensi biaya agar informasi relevan.
3. Accountability (Akuntabilitas)

Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan efektif berdasarkan


keseimbangan kekuasaan antar manajer, pemegang saham, dewan komisaris, dan auditor,
merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada perusahaan dan pemegang
saham.
Prinsip ini diwujudkan antara lain :

a. menyiapkan laporan keuangan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
b. Mengembangkan Komite Audit dan risiko untuk mendukung fungsi pengawasan
oleh Dewan Komisaris.
c. Mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal.

Terdapat beberapa karakteristik akuntabilitas, sebagai berikut :

a. Anggota Dewan Direksi dan Komisaris harus bertindak didasari informasi yang
lengkap, dengan itikad baik sebesar-besarnya untuk kepentingan perusahaan dan
pemegang saham.
b. Bila keputusan Dewan Direksi dan Komisaris mempunyai pengaruh yang berbeda-
beda diantara pemegang saham, maka Dewan harus memuaskan keluhan pemegang
saham.
c. Dewan Direksi dan Komisaris harus menjamin ketaatan atas hukum yang diterapkan
dan perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham.
d. Dewan Direksi dan Komisaris harus memenuhi beberapa fungsi, yaitu:
1) Malakukan review atas strategi perusahaan, pelaksanaan rencana utama,
kebijakan resiko, anggaran tahunan dan rencana bisnis, pemantauan kinerja
perusahaan dan mengawasi harta utama, pembelanjaan dan akuisisi.
2) Menyeleksi, memberikan penghargaan, memantau hingga bila dibutuhkan
mengawasi succession planning.
3) Malakukan review atas gaji eksekutif dan memastikan pencalonan atas anggota
Dewan terbuka.
4) Memantau dan mengelola konflik kepentingan dari manajemen, pemegang
saham termasuk penyalahgunaan harta penyalahgunaan hubungan transaksi dari
berbagai pihak.
5) Memastikan integritas dari sistem pelaporan akuntansi dan financial perusahaan,
melalui audit yang independen, dan sistem pengendalian yang tepat.
6) Mengawasi proses transparansi dan transaksi.
4. Responsibility (Responsibilitas)
Peran pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan
kerjasama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepentingan dalam menciptakan
kekayaan, lapangan kerja, dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan.

Prinsip ini diwujudkan antara lain :

a. Tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang.


b. Menyadari akan adanya tanggung jawab social.
c. Menghindari penyalahgunaan kekuasaan.
d. Memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
Pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance dimaksudkan untuk mencapai
beberapa hal berikut :
a. Memaksimalkan nilai perseroan bagi pemegang saham dengan cara meningkatkan
prinsip transparansi,akuntabilitas, kewajaran, dan responsibilitas agar perusahaan
memiliki daya saing kuat, baik secara nasional maupun internasional, serta
menciptakan iklim yang mendukung investasi.
b. Mendorong pengelolaan perseroan secara professional, transparan, dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian dewan komisaris, direksi,
dan Rapat Umum Pemegang Saham.
c. Mendorong agar pemegang saham, anggota dewan komisaris dan anggota direksi
dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang
tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang
berkepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar perseroan”.

Sedangkan Prinsip-prinsip good corporate governance menurut Peraturan Bank


Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank
Umum, diantaranya: Transparency, Accountability, Responsibility, Independency dan
Fairness (TARIF). Prinsip-prinsip yang terkandung dalam good corporate governance
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Transparency (Keterbukaan)
Transparency yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan
relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan. Dalam
mewujudkan transparansi, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat,
dan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Selain
itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada
saat diperlukan. Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada
stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan transparan.
Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya
untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya. Kurangnya
pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan pihak luar untuk menentukan apakah
perusahaan tersebut memiliki dana dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya
informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko
serta pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital).
2. Accountability (Akuntabilitas)
Accountability (akuntabilitas) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif.
Bila prinsip accountability (akuntabilitas) ini diterapkan secara efektif, maka perusahaan
akan terhindar dari agency problem (benturan kepentingan peran). Pengelolaan
perusahaan harus didasarkan pada pembagian kekuasaan diantara manajer perusahaan,
yang bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya
yang diwakili oleh dewan direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan
(oversight) dan pengawasan.
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Responsibility (pertanggungjawaban) adalah kesesuaian atau kepatuhan di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku termasuk yang berkaitan dengan
masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup,
kesehatan/keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat.
4. Independency (Kemandirian)
Independency atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat. Independensi penting sekali dalam proses pengambilan keputusan.
Hilangnya independensi dalam proses pengambilan keputusan akan menghilangkan
objektivitas dalam pengambilan keputusan tersebut.
5. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)
Fairness yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Fairness
diharapkan membuat seluruh asset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati),
sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil).
Secara sederhana kesetaraan didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam
memenuhi hak-hak stakeholder. Dalam pengelolaan perusahaan perlu ditekankan pada
kesetaraan, terutama untuk pemegang saham minoritas. Investor harus memiliki hak-hak
yang jelas tentang kepemilikan dan sistem dari aturan dan hukum yang dijalankan untuk
melindungi hak-haknya.
Berdasarkan uraian di atas, prinsip-prinsip GCG pada hakikatnya sama yaitu
mempertanggungjawabkan kegiatan yang telah dipercayakan, transparansi atas informasi
dan keadaan yang sesugguhnya yang diamati perusahaan, persamaan perlakuan bagi
seluruh pemegang saham dan stakeholders, serta tanggung jawab legal manajemen.
(Effendi, 2009)
b. Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance

Ada lima manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang menerapkan Good Corporate
Governance menurut Hery (2010), yaitu :

1) GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya
perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan turut
membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembangan ekonomi nasional.
2) GCG dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional, dalam hal ini
menarik modal investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan
kepercayaan investor dan kreditur domestik maupun internasional.
3) Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan/menjamin bahwa
perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan.
4) Membangun manajemen dan Corporate Board dalam pemantauan penggunaan asset
perusahaan.
5) Mengurangi korupsi.
Penerapan Good corporate Governance dilingkungan BUMN dan BUMD
mempunyai tujuan sesuai KEPMEN BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1
Agustus 2001 pada pasal 4 yang dalam Hery (2010), yaitu :
a. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional;
b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisiensi, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ;
c. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial BUMN
terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN;
d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;
e. Meningkatkan iklim investasi nasional;
f. Mensukseskan program privatisasi.
c. Good Corporate Governance di Indonesia
Berbagai peristiwa dalam dasawarsa terakhir ini telah menjadikan Corporate
Governance menjadi isu penting di kalangan eksekutif, NonGovernment Organization
(NGO), Konsultan Korporasi, akademisi, dan pembuat kebijakan (pemerintah) di berbagai
belahan dunia. Isu yang terkait dengan Corporate Governance seperti isider trading,
transparansi, akuntabilitas, independensi, etika bisnis, tanggung jawab sosial, dan
perlindungan investor telah menjadi ungkapan lazim dibicarakan di kalangan pelaku usaha.
Corporate Governance juga telah menjadi salah satu isu penting bagi pelaku usaha di
Indonesia. Sentralisasi isu Corporate Governance dilatarbelakangi permasalahan yang terkait
dengan trend di industri pasar modal, korporasi, pasar audit, tuntutan akan transparansi dan
independensi, dan krisis financial Asia. Penerapan prinsip-prinsip GCG, yang didukung
dengan regulasi yang memadai, akan mencegah berbagai bentuk overstated, ketidakjujuran
dalam financial disclosure yang merugikan stakeholders (Daniri, 2005).
Penerapan GCG dapat meningkatkan kinerja perusahaan, dengan meningkatkan
kinerja keuangan, mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan
yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya Corporate Governance dapat meningkatkan
kepercayaan investor. Corporate Governance yang buruk menurunkan tingkat kepercayaan
investor, lemahnya praktik GCG merupakan salah satu factor yang memperpanjang krisis
ekonomi di Negara Indonesia (Carningsih, 2009).
3. Kinerja Perusahaan
a. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau
seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi
pada jumlah standar seperti biaya biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar
efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Ceacilia
Srimindarti, 2004).
Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh
kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang
dimiliki (Helfert, 1996 dalam Ceacilia Srimindarti, Fokus Ekonomi, 2004: 53).
Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian
pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui
hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses. Pengukuran
kinerja yang didefinisikan sebagai “performing measurement“ adalah kualifikasi dan
efisiensi perusahaan atau segmen atau keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama
periode akuntansi (Darmawati, 2005).
b. Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Vincent Gaspersz (2005: 68), tujuan dari pengukuran kinerja adalah untuk
menghasilkan data, yang kemudian apabila data tersebut dianalisis secara tepat akan
memberikan informasi yang akurat bagi pengguna data tersebut. Berdasarkan tujuan
pengukuran kinerja, maka suatu metode pengukuran kinerja harus dapat menyelaraskan
tujuan organisasi perusahaan secara keseluruhan tujuan organisasi secara keseluruhan
(goal congruence).
c. Manfaat Pengukuran Kinerja
Manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah:
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam
organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward
atas perilaku yang diharapkan itu.
d. Sistem Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sekumpulan ukuran kinerja yang
menyediakan informasi yang berguna bagi perusahaan, sehingga membantu mengelola,
mengontrol, merencanakan, dan melaksanakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan. Dengan adanya pengukuran kinerja maka perusahaan diharapkan mampu
bertahan dan mengikuti persaingan dan perkembangan yang ada. Sistem pengukuran
kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio tobin’s Q yang merupakan rasio
dari perbandingan antara equity market value dan equity book value (Herawaty, 2008).
Rasio Tobin’s Q adalah salah satu cara yang dapat digunakan dalam menilai kinerja
perusahaan. Rasio ini di kembangkan oleh Profesor James Tobin (1976). Rasio ini
merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini
tentang nilai hasil pengembalian dari setiap investasi. Jika rasio-q diatas satu, ini
menunjukkan bahwa estimasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai
yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi, hal ini akan merangsang investasi baru.
Jika rasio-q dibawah satu maka investasi dalam aktiva tidaklah menarik (Herawaty, 2008).
4. Dewan Komisaris Independen
Menurut Bank Indonesia (2006) dewan komisaris adalah sebuah dewan yang
bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur
perusahaan. Dewan komisaris memegang peranan penting dalam perusahaan terutama
dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Namun demikian, dewan komisaris
tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.
Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya,
Dewan Komisaris wajib membentuk paling kurang: Komite Audit; Komite Pemantau
Risiko; Komite Remunerasi dan Nominasi.
Kedudukan dewan komisaris termasuk komisaris utama adalah setara. Pada
umumnya dewan komisaris memiliki tugas dan wewenang antara lain:
a. Melakukan pengawasan atas jalannya usaha PT dan memberikan nasihat kepada
direktur.
b. Dalam melakukan tugas, dewan komisaris harus sesuai dengan kepentingan PT dan
maksud serta tujuan PT.
c. Kewenangan khusus dewan komisaris, bahwa dewan komisaris dapat diamanatkan
dalam anggaran dasar untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu direktur, apabila
direktur berhalangan atau dalam keadaan tertentu.
Agar pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, menurut pedoman
umum Good Corporate Governance Indonesia (KNKG, 2006; 13).
Ukuran dewan Komisaris adalah menghitung presentase jumlah total dari anggota
dewan komisaris, baik yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan sampel.
(Ujiyanto, 2007).
Board governance yang terdiri dari komisaris independen, komite audit, dan
sekertaris perusahaan bahwa untuk mencapai good corporate governance, jumlah
komisaris independen yang harus terdapat dalam perusahaan sekurang-kurangnya 30%
dari seluruh anggota dewan komisaris. Komisaris independen adalah anggota dewan
komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali, bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-
mata sesuai kepentingan perusahaan (Wardhani, 2008).
5. Kepemilikan Institusional
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki
peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara
manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi
mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal
ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak
mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba.
Kepemilikan institusional adalah besarnya jumlah saham yang dimiliki institusi dari
total saham yang beredar. Adanya kepemilikan institusional dapat memantau secara
profesional perkembangan investasinya sehingga tingkat pengendalian terhadap manajemen
sangat tinggi yang pada akhirnya dapat menekan potensi kecurangan. Pemegang saham
institusional seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, dan reksadana. Semakin besar
kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan
diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegah terhadap pemborosan yang dilakukan oleh
manajemen (Faizal, 2004).
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan
yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku
opportunistic manajer. Menurut Barnae dan Rubin (2005) bahwa institutional shareholders,
dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan
keputusan perusahaan. Begitu pula penelitian Wening (2009) semakin besar kepemilikan
oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk
mengoptimalkan nilai perusahaan. Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain:
1) Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat menguji
keandalan informasi.
2) Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas
yang terjadi di dalam perusahaan.
6. Dewan Direksi
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar. Direksi menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas merupakan
suatu organ yang di dalamnya terdiri dari satu atau lebih anggota yang dikenal dengan
sebutan direktur (Murwaningsari, 2007).
Direksi dalam menjalankan perseroan memiliki, tugas-tugas, yaitu :
a. Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas
pengurusan Perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan kepentingan
seluruh pihak yang berkepentingan dengan aktivitas Perseroan.
b. Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
Anggaran Dasar dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas Perseroan
telah sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang
berlaku, Anggaran Dasar, keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang
ditetapkan oleh Perseroan.
c. Direksi dalam memimpin dan mengurus Perseroan semata-mata hanya untuk
kepentingan dan tujuan Perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi
dan efektivitas Perseroan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja
perusahaan.
d. Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan Perseroan secara amanah
dan transparan. Untuk itu Direksi mengembangkan system pengendalian internal
dan system manajemen resiko secara terstruktural dan komprehensif.
e. Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan Perseroan
berbenturan dengan kepentingan pribadi.
Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial
dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan tugas dan
mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun,
pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan tanggung jawab
bersama. Kedudukan masing-masing anggota Direksi termasuk Direktur Utama adalah
setara. Tugas Direktur Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan
Direksi. Agar pelaksanaan tugas Direksi dapat berjalan secara efektif.
Penelitian yang dilakukan oleh Suranta dan Machfoedz (2003) merupakan penelitian
yang menguji pengaruh ukuran dewan direksi terhadap kinerja perusahaan, dimana pada
penelitian ini disimpullkan bahwa ukuran dewan direksi menunjukkan pengaruh positif
terhadap kinerja perusahaan.

B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran ini merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting
(Abdul Hamid, 2010).
Adapun masalah - masalah yang dianggap penting dalam penelitian ini adalah Good
Corporate Governance dan kinerja perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, gambaran
menyeluruh penelitian ini yang mengangkat penelitian tentang dampak Good Corporate
Governance terhadap kinerja perusahaan.
Dari pengembangan hipotesis diatas, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai
berikut:
C. Hipotesis
Hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Rancangan hipotesis penelitian ini untuk
membuktikan apakah penerapan Good Corporate Governance memiliki hubungan dengan
kinerja perusahaan, maka dilakukan pengujian dengan hipotesis statistik sebagai berikut:
1. Dewan komisaris independen terhadap kinerja perusahaan
Proporsi dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau komisaris independen
juga mempengaruhi kinerja perusahaan yang bertindak sebagai penengah dalam perselisihan
yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta
memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik
untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate
governance. Semakin tinggi perwakilan dari outsider director (komisaris independen), maka
semakin tinggi independensi dan efektivitas corporate board sehingga dapat meningkatkan
kinerja perusahaan (Cahyani, 2009).
Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan
manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta dari
hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (KNKG,
2004). Sedangkan Kinerja Perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas
perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi
oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya sumber daya yang
dimiliki (Husein Umar, 2002). Dimana dengan proporsi Komisaris Independen yang
memadai pada suatu perusahaan maka akan membentuk Kinerja Perusahaan semakin baik.
Hubungan antara komisaris independen dan kinerja perusahaan juga didukung oleh
perspektif bahwa dengan adanya komisaris independent diharapkan dapat memberikan
fungsi pengawasan terhadap perusahaan secara objektif dan independen, menjamin
pengelolaan yang bersih dan sehatnya operasi perusahaan sehingga dapat mendukung kinerja
perusahaan (Darmawati, 2005). Berdasarkan uraian tersebut diatas serta mengacu pada
penelitian sebelumnya maka dapat dirumuskan:
H1 : Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap Kinerja Perusahaan.
2. Kepemilikan Institusional terhadap kinerja perusahaan
Menurut Jensen dan Meckling (1976) kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama yang membantu
mengendalikan masalah keagenan (agency conflict). Crutchley dan Hansen 1999
menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional yang tinggi dapat digunakan mengurangi
masalah keagenan. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol
eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi agency cost, sehingga perusahaan akan
menggunakan dividen yang rendah (Wahyudi dan Pawestri, 2005).
Adanya peningkatan kepemilikan institusional menyebabkan kinerja manajerial
diawasi secara optimal dan terhindar dari perilaku opportunistik. Adanya kepemilikan oleh
investor institusional seperti perusahaan efek, perbankan, perusahaan asuransi, dana pensiun
dan kepemilikan institusi lain akan mendorong pengawasan yang lebih optimal terhadap
kinerja manajemen sehingga kinerja perusahaan juga akan meningkat. Semakin besar
kepemilikan oleh institusi maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi
untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar
untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga akan meningkat.
Menurut Faisal (2005) menemukan hubungan yang berlawanan antara kinerja saham
dengan kepemilikan saham institusional. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang
besar (lebih dari 5 persen) mengindikasikan kemampuannya dalam memonitor manajemen.
Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen
melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan manajemen yang
dapat merugikan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Rafriny Amyulianthy (2012)
menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas serta mengacu pada penelitian sebelumnya maka dapat
dirumuskan:
H2 : Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap Kinerja Perusahaan.
3. Dewan Direksi
Board size atau ukuran dewan direksi adalah jumlah dewan direksi dalam perusahaan,
semakin banyak dewan dalam perusahaan akan memberikan suatu bentuk pengawasan
terhadap kinerja perusahaan yang semakin lebih baik, dengan kinerja perusahaan yang baik
dan terkontrol, maka akan menghasilkan profitabilitas yang baik dan nantinya akan dapat
meningkatkan harga saham perusahaan dan kinerja perusahaan pun juga akan ikut
meningkat. (Kusumawati, 2005).
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance dalam Pedoman Umum good
corporate governance (2006; 17) dewan direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota
direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas
dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya.
Dalam penelitian Amyulianthy (2012), didapatkan hasil bahwa ukuran dewan direksi
berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Peningkatan ukuran dewan direksi dapat
meningkatkan network dengan pihak luar perusahaan dan menjamin ketersediaan
sumberdaya. Berdasarkan uraian tersebut diatas serta mengacu pada penelitian sebelumnya
maka dapat dirumuskan:
H3 : Ukuran Dewan Direksi berpengaruh positif terhadap Kinerja Perusahaan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausal karena bertujuan meneliti hubungan sebab
akibat antara dua variabel yaitu variable independen dan variabel dependen. Objek penelitian
ini adalah mekanisme Good Corporate Governance dalam hal Dewan Komisaris
Independen, Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial dan
Kinerja Perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Penelitian ini dilakukan untuk
menghitung pengaruh Good Corporate Governance terhadap kinerja perusahaan.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2014-2018. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling, Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Purposive sampling dalam hal ini lebih khusus menggunakan metode judgment
sampling. Judgment sampling merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang
informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu yang umumnya
disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo,
2002).
Adapun kriteria pemilihan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
menerbitkan laporan keuangannya secara terusmenerus pada tahun 2014-2018
b. Laporan keuangan harus mempunyai tahun buku yang berakhir pada 31 desember, hal
ini untuk menghindari adanya pengaruh waktu parsial dalam menghitung Tobin’s Q
c. Perusahaan mempunyai struktur Dewan Komisaris, Kepemilikan Saham Institusional
dan Dewan Direksi.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan
sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung dan umumnya berupa
bukti, catatan/ laporan historis yang telah tersusun dalam arsip/ data dokumenter. Data
sekunder dapat diperoleh dari Bursa Efek Indonesia, Indonesian capital market directory,
dan internet dengan kriteria perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Laporan keuangan per 31 desember pada tahun 2014-2018
2. Data persentase saham kepemilikan institusional yang diambil dari catatan atas laporan
keuangan konsolidasian perusahaan
3. Jumlah ukuran dewan direksi dan dewan komisaris independent yang diambil dari
catatan atas laporan keuangan konsolidasian perusahaan
D. Metode Analisis Data
Tujuan penelitian ini untuk menguji pengaruh dari ukuran dewan komisaris
independen, ukuran dewan direksi, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial
yang merupakan variabel independen dalam penelitian ini dengan variabel dependennya
yaitu kinerja perusahaan. Pengujian variable-variabel ini menggunakan uji asumsi klasik dan
uji hipotesis dengan bantuan perangkat lunak SPSS 20.
1. Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan Statistik Deskriptif untuk mengetahui gambaran mengenai
standar deviasi, rata-rata, minimum, maksimum dan variable-variabel yang diteliti. Statsitik
deskriptif mendeskripsikan data menjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah
dipahami. Statistik deskriptif digunakan untuk mengembangkan profil perusahaan yang
menjadi sampel statsitik deskriptif berhubungan dengan pengumpulan dan peningkatan data,
serta penyajian hasil peningkatan tersebut (Ghozali, 2012).
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji dalam suatu model regresi linier terdapat
korelasi antara kesalahan pengguna periode satu dengan kesalahan pada periode t-1 (tahun
sebelumnya) (Ghozali, 2012). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari auto
korelasi. Pengujian ada tidaknya autokorelasi dapat diketahui dari uji Durbin-Watson (DW),
dan hasil pengujian ditentukan berdasarkan nilai Durbin-Watson (DW).
Berikut adalah keterangan untuk interpretasi statistik Durbin-Watson :
1) Terdapat autokorelasi : d < DwI atau d > 4 – DwI
2) Tidak dapat disimpulkan : 4 - Dwu < d < 4 – DwI
3) Tidak terdapat autokorelasi : Dwu < d < 4 – Dwu
b. Uji Multikolineritas
Pengujian multikolineritas dilakukan untuk menguji pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antara variabel independen. Jika terdapat Korelasi maka terdapat problem
multikolinearitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas di dalam regresi dapat
dilihat dari tolerance value dan nilai variance inflation factor (VIF). Model regresi yang bebas
multikolinieritas adalah yang mempunyai nilai tolerance di atas 0,1 atau VIF di bawah 10.
Apabila tolerance variance di bawah 0,1 atau VIF di atas 10, maka terjadi multikolinieritas,
(Ghozali, 2012).
c. Uji Heterokedastitas
Pengujian ini digunakan untuk menguji suatu model regresi terjadi ketidaksamaan
varians dari residual dari suatu pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang
tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk mengetahuinya digunakan grafik scatter plot, yaitu
dengan melihat pola-pola tertentu pada grafik (Ghozali, 2012). Salah satu cara untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastitas adalah dengan menggunakan grafik
Scatterplot antara nilai prediksi variable terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya
SRESID. Apabila nilai probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan lima persen
dan grafik scatterplot, titik-titik menyebar di atas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y,
maka dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heterokedastisitas
(Ghozali, 2012).
d. Uji Normalitas
Penelitian ini menggunakan uji normalitas untuk mengetahui data terdistribusi
normal atau tidak serta menguji normalitas data yang digunakan pada grafik histogram yang
membandingkan distribusi komulatif dari distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan
f mengamsumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Bila asumsi ini
dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Untuk menguji
normalitas data, penelitian ini mengguanakan analisis grafik. Pengujian normalitas melalui
analisis grafik adalah dengan cara menganalisis grafik normal probability plot yang
membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan
membentuk satu garis lurus diagonal, dan potongan data residual akan dibandingkan dengan
garis diagonal. Data dikatakan normal jika data atau titik-titik terbesar di sekitar garis
diagonal dan penyebarannya mengikuti diagonal, (Ghozali, 2012).
3. Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis menggunakan alat regresi berganda. Pemilihan regresi berganda untuk
mengetahui besarnya pengaruh dari setiap variable independen terhadap variable dependen.
Persamaan regresi berganda sebagai berikut :

Y = α + β 1 X1 + β 2 X2 + β 3 X3 + β 4 X4
Keterangan :

Y = Tobin’s Q

α = Konstanta

β = Koefisien regresi

X1= Proporsi dewan komisaris independent

X2=Ukuran dewan direksi

X3=Kepemilikan institusional

X4=Kepemilikan manajerial

a. Koefisien Determinasi (R2)


Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
variable independen (mekanisme corporate governance dalam hal dewan komisaris
independen, ukuran dewan direksi, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial)
dalam menjelaskan variable dependen (kinerja perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q.
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti
variable independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variable dependen (Ghozali, 2012).
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien detrminasi adalah bias terhadap jumlah
variable independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap penambahan satu variable
independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variable tersebut berpengaruh
secar signifikan terhadap variable dependen. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan
nilai Adjust R2, yang dapat naik turun apabila satu variable independent ditanbahkan ke
dalam model.
Jika nilai Adjust R2 adalah sebesar 1 berarti fluktuasi variable dependen seluruhnya
dapat dijelaskan oleh variable independen dan tidak ada factor lain yang menyerbabkan
fluktuasi variable dependen. Nilai Adjusted R2 berkisar antar 0 dan 1. Jika mendekati 1
berarti semakin kuat kemampuan variable independen dapat menjelaskan variable dependen.
Sebaliknya, jika nilai Adjusted R2 semakin mendekati angka 0 berarti semakin lemah
kemampuan variable independen dapat menjelaskan fluktuasi variable dependen (Ghozali,
2012).
b. Pengujian Parsial (uji t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas atau independent secara individual yaitu mekanisme corporate governance dalam
hal dewan komisaris independen, kepemilikan institusional dan ukuran dewan direksi dalam
menerangkan variasi variable dependen, yaitu kinerja perusahaan yang diukur dengan
Tobin’s Q.
Langkah yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan uji t adalah dengan
menentukan level of significance yang digunakan sebesar 5% atau (α) = 0,05. Jika sag t lebih
besar dari 0,05 maka Ha ditolak. Namun jika sig t lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima,
berarti ada pengaruh signifikan antara variable independen dengan variable dependen
(Ghozali, 2012).
c. Uji Hipotesis (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama atau
simultan terhadap variabel terikat. Hipotesis nol (Ho) menyatakan bahwa semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variable dependen, sedangkan (Hi) menyatakan bahwa semua variabel independent
mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Jika nilai fhitung lebih
besar daripada ftabel, maka Ho dapat ditolak dan Hi diterima. Sebaliknya jika fhitung lebih
kecil daripada ftabel maka Ho diterima dan Hi ditolak. Bila berdasarkan nilai probabilitas,
maka probabilitas > 0,05 (< 0,05), maka Ho diterima (ditolak), (Ghozali, 2012).
E. Operasional Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dua yaitu variable independen
dan variabel dependen. Variabel independen adalah mekanisme corporate governance
sedangkan variabel dependennya adalah mekanisme corporate governance sedangkan
variabel dependennya adalah kinerja keuangan perusahaan.
1. Variabel Dependen
Variabel terikat (dependent variable) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel independen (Indriantoro, 2002). Sebagai variabel terikat
(dependent variable) pada penelitian ini adalah kinerja perusahaan yang diukur dengan
menggunakan Tobin’s Q sebagai ukuran penilaian pasar (klapper dan Love,2002). Penulis
menyesuaikan rumus tersebut untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan berdasarkan
pasar. Rumus yang digunakan adalah Tobin’s Q dengan rincian rumus adalah sebagai berikut
(Klaper dan Love, 2002).

Tobin’s Q = (EMV+D)
(EBV+D)
Keterangan :

Q : Kinerja perusahaan, di ukur dengan Tobin Q rasio.

EMV :Nilai pasar equitas (Equity Market Value), diperoleh dari hasil perkalian
harga saham penutupan (Closing Price) akhir tahun dengan jumlah saham
yang beredar pada akhir tahun.

D : Nilai buku dari total hutang.

EBV : Nilai buku dari total ekuitas (equity book value)

Sumber: (Herawaty, SNA 11 Pontianak 2008)

Perhitungan secara sederhananya yaitu Market Value Equity (MVE) diperoleh dari
hasil perkalian harga saham penutupan (closing price) akhir tahun dengan jumlah saham
tanggal beredar pada akhir tahun, sementara Equity Book Value (EBV) diperoleh dari selisih
total asset perusahaan dengan total kewajibannya (Herawaty, 2008).
Beberapa penelitian terdahulu menggunakan Tobin’s Q model yang diberi symbol “Q”
untuh mengukur kinerja perusahaan. Perusahaan yang menunjukkan Tobin’s Q lebih besar
berarti perusahaan tersebut memenfaatkan sumber daya yang dimilikinya dengan baik
(Murwaningsari, 2007).

2. Variabel Independen
Variabel independen (variabel bebas) merupakan variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel lain. Sebagai variabel bebas (independent variable) pada penelitian
ini adalah indikator dari good corporate governance yaitu :
a. Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris independen adalah angota dewan komisaris yang tidak terafiliasi
dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta
bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan
perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, 2004).
Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator
persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran
anggota dewan komisaris perusahaan (Ujiyantho dan Bambang, 2007).
b. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan saham institusional (institusional Ownership) merupakan proporsi saham
yang dimiliki institusional pada akhir tahun yang diukur dalam persen. Variabel ini akan
menggambarkan tingakt kepemilikan saham oleh institusional dalam perusahaan. Tingkat
kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar
oleh pihak investor institusional, sehingga dapat menghalangi perilaku opportunis manajer
(Ujiyantho dan Bambang, 2007).
c. Ukuran Dewan Direksi
Board of Management (dewan direksi) adalah anggota dewan yang bertanggung jawab
terhadap kinerja perusahaan dan menjalankan manajemen perusahaan. Menggambarkan
jumlah anggota dewan direksi, diukur dengan mengetahui berapa banyak jumlah anggota
dewan direksi dalam suatu perusahaan (Murwaningsari, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedi, 2011, Good Corporate Governance, Jakarta Sinar Grafika.


Almilia, Luciana Spica dan Lailatul L. Sifa.2006 “Reaksi Pasar Publikasi Corporate
Governance Perception Index Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”,
Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.
Amyulianthy, Rafriny. (2012). Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap Kinerja
Perusahaan Publik Indonesia. http://www.schollar.google.com. Diakses 10 Februari
2017.
Barnae Amir dan Amir Rubin, 2005. ”Corporate Social Responsibility as a Conflict Between
Shareholders”. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Vol.16, No 2
Belkaoui Ahmed Riahi, 2007, “Teori Akuntansi”, Buku 2, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta.
Cahyani, Nuswandari, 2009, “Pengaruh Corporate governance perception index terhadap
kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur”, Vol. 16. No. 2, September, 2009,
hal: 70-84.
Carningsih, 2009, “Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Hubungan antara
Kinerja Keuangan dengan Nilai Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Properti dan
Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.
Daniri, Achmad. 2005. “Good Corporate Governance”: Konsep dan Penerapannya dalam
Konteks Indonesai”, Jakarta: PT Triexs Trimacindo.
Darmawati dkk. (2005). “Hubungan Corporate Governance dan Kinerja
Darmawati dkk. (2005). “Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan”. Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 8, No. 6, Hal. 65-81.
Macey dan O’Hara. (2003). The Corporate Governance of Banks. Federal Reserve Banks
Policy Review Vol. 9. No. 1
Effendi, Muh. Arief. 2009 “The Power of Good Corporate Governance: Teori dan
Implementasi”. Salemba Empat, Jakarta.
Faizal. 2004. Analisis Agency Cost, Struktur Kepemilikan dan mekanisme Corporate
Governance. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar.
FCGI, 2001, Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan, Jakarta, Edisi Ketiga.
Gaspersz, Vincent. 2005. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard
Dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan Pemeritah. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Ghozali, Imam. 2012. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 20”. Edisi VI.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hamid, Abdul.2010. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”. Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Herawaty, Vinola.2008. “Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable
dari Pengaruh Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan”, Simposium Nasional
Akuntansi (SNA) XI Pontianak.
Iman Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal. 2002. Memahami Konsep Coorporate
Governance. Harvirindo.
Iqbal Bukhori, Raharja. 2012. “Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran
Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar
di BEI tahun 2010)”. Diponegoro journal of accounting, volume 1, nomor 2, tahun
2012, hal 15-30
Jehsen, Michael C. & W.H. Meckling. (1976). “Theory of the firm: managerial behavior,
agency cost, and ownership structure”, Jounal of Financial Economics 3, Page: 305-
360.
Kieso E. Donald, dan Weygandt J Jerry, 2008, Akuntansi Intermediate. Jilid Satu, Edisi
Keduabelas, Erlangga.
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2004. Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia. Jakarta: KNKG.
Kusumawati, Dwi Novi dan Bambang Riyanto LS. 2005. Corporate Governance dan Kinerja:
Analisis Compliance Reporting dan Struktur Dewan terhadap Kinerja. Simposium
Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo.
Leora. F. Klapper & I. Love. (2002). “Corporate Governance, Investor Protection and
Performance in Emerging Market”. World Bank Working Paper. http:// ssrn. com.
Murwaningsari, Etty. 2007.“Pengaruh Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan
dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening”, Journal the 1st Accounting
Conference FEUI
Nur Indriantoro, dan Bambang Supomo, 2002. “Metodologi Penelitian Bisnis Untuk
Akuntansi dan Manajemen”, Edisi Pertama, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.
Perusahaan”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 8, No. 6, Hal. 65- 81.
Tjager. IN., Alijoyo, F.A., Djemat, H.R, dan Soembodo, B, 2003, “Corporate
Governance: Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Serial
Mastering Good Coprorate Governance”, Prenhanllindo, Jakarta.
Purwantini, V Titi. 2012. “Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap
Nilai Perusahaan dan Kinerja Keuangan Perusahaan”. Probank, e-jounal.stie.aub.ac.id
Sedarmayanti. 2007. Governance dan Good Corporate Governance. (Edisi Ketiga). Bandung:
Penerbit Mandar Maju.
Sefiana, Eka. 2009. Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public di BEI. Jurnal Riset Akuntansi- Fakultas
Ekonomi-Universitas Gunadarma, No. 2 Vol IX.
Srimindarti, Ceacilia.2004 Seri Fokus Ekonomi. Jilid I. Edisi ke-3. Bandung: Penerbit
Mandar Maju.
Suranta, Eddy dan Mas’ud Machfoedz.2003. “Analisis Struktur Kepemilikan, Nilai
Perusahaan, Investasi dan Ukuran Dewan Direksi”, Simposium Nasional Akuntansi
VI. Surabaya.
Ujiyantho, Muhammad Arief dan Bambang Agus Pramuka. 2007.“Mekanisme Corporate
Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”, Simposium Nasional
Akuntansi (SNA) X.
Wahyudi, U., dan H. P. Pawestri. 2005. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai
Perusahaan: Dengan Keputusan Keuangan sebagai Variabel Intervening. Simposium
Nasional Akuntansi 9 Padang: 1-25
Wardhani, R. 2008. Tingkat Konservatisme Akuntansi di Indonesia dan Hubungannya
dengan Karakteristik Dewan Sebagai Mekansme Corporate Governance. Simposium
Nasional Akuntansi XI. Pontianak.
Wening, Kartikawati. 2009. “Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan. http://hana.wordpres/2009/05/17/pengaruh kepemilikan-
institusionalterhadap-kinerja-keuangan-perusahaan/, diakses tanggal 30 Oktober 2012.
https://hukamnas.com/contoh-kasus-pelanggaran-good-corporate-governance.

Anda mungkin juga menyukai