Anda di halaman 1dari 5

Laporan Praktikum Hari, tanggal : Selasa, 24 November 2020

Epidemiologi Veteriner Dosen Pembimbing : Dr. Drh. Chaerul Basri, M.Epid


Kelompok Praktikum : 3/Paralel 2

Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit


RABIES
Anggota kelompok:

1. Syaiful Islam M. Yahya B04170052


2. Muhamar Aziz Akbar B04170062
3. Dimas Ahmad Rizaldi B04170080
4. Lintang Wulandari B04170089
5. Aisyah Nurfitria Ayumi B04170097

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN


MASYARAKAT VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
IPB UNIVERSITY
2020
1. Jelaskan mata rantai infeksi dari masing-masing penyakit tersebut yang terdiri
atas

a. Agen
Agen penyebab rabies adalah virus dari genus lyssa virus dan termasuk ke
dalam famili Rhabdoviridae. Virus ini bersifat neurotropik berbentuk
menyerupai peluru dengan panjang 130 – 300 nm dan diameter 70 nm. Virus
ini terdiri dari inti RNA (Ribo Nucleic Acid) rantai tunggal yang diselubungi
lipoprotein. Virus rabies dapat bertahan pada pemanasan dalam beberapa
waktu lama. Pada pemanasan suhu 560C, virus dapat bertahan selama 30
menit dan pada pemanasan kering mencapai suhu 1000C masih dapat
bertahan selama 2-3 menit. Di dalam air liur dengan suhu udara panas dapat
bertahan selama 24 jam. Semakin rendah suhunya semakin lama virus dapat
bertahan.

b. Sumber
Menurut WHO, anjing domestik merupakan reservoir yang paling umum
dari virus rabies, dengan lebih dari 95% kematian manusia yang disebabkan
oleh anjing yang memiliki virus rabies. Di sebagian besar negara
berkembang, anjing merupakan reservoir utama bagi rabies sedangkan hewan
liar yang menjadi reservoir utama rabies adalah rubah, musang, dan anjing
liar. Di Indonesia, hewan yang dapat menjadi sumber penularan rabies pada
manusia adalah anjing, kucing dan kera namun yang menjadi sumber
penularan utama adalah anjing, sekitar 98% dari seluruh penderita rabies
tertular melalui gigitan anjing.

c. Cara keluar
Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terifeksi dan
disebarkan melalui luka gigitan atau jilatan.

d. Cara transmisi
Mekanisme penularan paling umum adalah melalui inokulasi perifer virus
setelah gigitan hewan yang terinfeksi rabies . Melalui luka gigitan, jilatan
pada kulit yang lecet, selaput lendir mulut, hidung, mata, anus, genitalia, dan
melalui saliva atau air liur penderita rabies.

e. Cara masuk
Melalui gigitan anjing (Yousaf et al. 2012) dan melalui gigitan dari HPR
(Hewan Pembawa Rabies) yang terinfeksi (Dharmojono 2001). Terjadi
replikasi di jaringan perifer, sehingga virus tersebar di sepanjang saraf perifer
dan medula spinalis menuju ke otak, kemudian terjadi diseminasi dalam SSP
dan virus menyebar secara sentrifugal dari SSP menuju ke berbagai organ,
termasuk kelenjar ludah.

f. Inang rentan
Hewan sehat dan manusia (Dharmojono 2001).
2. Berdasarkan pengetahuan tentang mata rantai infeksi tersebut, susunlah strategi
Pencegahan, Pengendalian, dan Pemberantasan Penyakit tersebut dengan
format dalam tabel berikut:

Strategi Intervensi Aktifitas


Pencegahan Peningkatan edukasi Advokasi, sosialisasi, peningkatan
kapasitas dan pelibatan dukungan
masyarakat (Kemenkes 2016).
Pemberian informasi kesehatan yang
efektif tentang rabies dan pencegahannya
(Wagiu et al. 2013).
Vaksinasi Pemberian vaksin anti rabies
dilaksanakan terhadap semua anjing
peliharaan, juga beberapa ekor kera dan
kucing dan eliminasi total pada HPR di
daerah tertular (Mading dan Mau 2014).
Pengendalian Pencegahan Program pengendalian dan
pemberantasan dilakukan dengan
vaksinasi, eliminasi dan karantina hewan
peliharaan serta pengawasan lalu lintas
hewan (Mau 2012).
Hewan yang diperkirakan berpotensi
mengandung virus rabies diberikan
vaksinasi rabies. Sedangkan hewan
tersangka dikarantina paling kurang 10
hari (Faisal 2004).
Anjing yang sudah terinkubasi rabies
walau sudah divaksinasi akan tetap
menunjukan gejala rabies (Mading dan
Mau 2014).
Penurunan tingkat kontak Pengendalian lalu lintas hewan dan
petapan daerah bebas, daerah tertular,
dan daerah tersangka, serta
meminimalkan kontak dan isolasi.
Peningkatan resistensi Pemberian zat anti rabies (Human Rabies
Imunoglobilin = HRIg) pada luka gigitan,
kemudian dilanjutkan dengan pemberian
vaksin rabies pada sisi lain untuk
merangsang pembentukan anti rabies
yang aktif oleh tubuh sendiri (Faisal
2004).
Deteksi dini Pelaporan HPR yang menunjukkan gejala
rabies dan penanganan gigitan dari HPR.
Penderita dengan gejala rabies harus
dirawat di rumah sakit di ruang isolasi.
Ruangan sebaiknya gelap dan tenang,
petugas kesehatan yang menangani harus
memakai alat pelindung diri dari
kemungkinan tertular seperti kacamata
plastik, sarung tangan karet, masker dan
jas laboratorium lengan panjang
(Widoyono 2011).
Pemberantasan Euthanasia Hewan yang didiagnosa rabies harus
segera dieuthanasia dan dikubur di dalam
tanah sedalam minimal 2 m atau dibakar
(Fong dan Susanto 2014).

3. Dengan mengacu pada aturan dari OIE (www.oie.int). Sebutkan persyaratan


Zona atau Negara Bebas untuk masing-masing penyakit tersebut (lihat
terrestrial animal health code).
1. Suatu negara atau zona dapat dianggap bebas dari infeksi virus rabies bila:
memiliki catatan pelaporan penyakit hewan yang teratur dan tepat sesuai
dengan Bab 1.1.; infeksi virus rabies adalah penyakit yang harus
dilaporkan di seluruh negeri dan setiap perubahan dalam situasi
epidemiologi atau kejadian yang relevan dilaporkan sesuai dengan Bab 1.1
a. Semua hewan yang rentan yang menunjukkan tanda-tanda klinis yang
mengarah pada rabies harus menjalani investigasi lapangan dan
laboratorium yang sesuai;
b. Sistem pengawasan yang berkelanjutan sesuai dengan Bab 1.4. dan
Pasal 8.14.12. telah ada selama 24 bulan terakhir, dengan persyaratan
minimum adalah sistem peringatan dini untuk memastikan investigasi
dan pelaporan hewan yang dicurigai terinfeksi;
c. Langkah-langkah pengaturan untuk pencegahan infeksi virus rabies
dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi yang relevan dalam Kode
Terestrial termasuk Pasal 8.14.5. hingga 8.14.10 .;
d. Tidak ada kasus infeksi yang didapat dari dalam negeri dengan virus
rabies yang dikonfirmasi selama 24 bulan terakhir;
e. Jika kasus impor dikonfirmasi di luar stasiun karantina, investigasi
epidemologi telah mengesampingkan kemungkinan kasus sekunder.
2. Vaksinasi preventif hewan tidak mempengaruhi status bebas.
3. Kasus rabies pada manusia yang diimpor tidak mempengaruhi status
bebas.
DAFTAR PUSTAKA

Dharmojono. 2001. Lima Belas Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia.


Jakarta (ID): Milenia Populer.
Faisal Y. 2004. Macam-Macam Penyakit Menular dan Pencegahannya. Jakarta
(ID): Pustaka Populer Obor.
Fong F, Susanto D. 2014. Pencegahan penyakit rabies dengan pendekatan
lingkungan. Jurnal Kedokteran Meditek 15 (39).
Kementerian Kesehatan. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. [Internet].
Tersedia pada: www.depkes.go.id/.../download/.../profilkesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia.
Mading M, Mau F. 2014. SITUASI rabies dan upaya penanganan di kabupaten
flores timur provinsi nusa tenggara timur (NTT). Jurnal Ekologi Kesehatan
13 (2): 137 – 145.
Mau F. 2012. Epidemiologi rabies dan upaya pengendalian di kabupaten ngada
provinsi nusa tenggara timur. Buletin Penelitian Kesehatan 40 (4).
Wagiu RB, Rombot DV, Sapulete M. 2013. Perilaku masyarakat terhadap
pencegahan penyakit rabies di desa pahaleten kecamatan kakas kabupaten
minahasa. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropic 1 (1): 34-39.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis, Epidemiologi Penyakit Tropik (Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya). Jakarta (ID): Erlangga.
Yousaf MZ, Ashfaq UA, Zia S, Khan MR, Khan S. 2012. Rabies moleculer
virology, diagnosis, prevention and treatment. Virology Journal. 9(50).

Anda mungkin juga menyukai