net/publication/357429317
CITATIONS READS
0 8,253
7 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Perdebatan Badan Konstituante Tentang Dasar Negara Era 1955-1959 View project
All content following this page was uploaded by Mohammad Ilham Faizi on 30 December 2021.
Dosen Pengampuh:
Prof. Dr. H. Kamsi, MA.
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Abstrak: Polemik relasi agama dan negara dalam perumusan konstitusi Negara
secara forum resmi dapat dijumpai sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) dan didalam Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) adalah badan yang dibentuk untuk menyatakan kemerdekaan
Negara. Dalam perdebatan itu, awalnya kelompok Islam mendukung ide Islam
sebagai dasar negara, sementara kelompok nasionalis mendukung ide negara
sekuler. Soekarno berpendapat bahwa antara negara dan agama harus dipisah;
agama bukanlah urusan negara. Sementara Natsir berpendapat, agama harus
ditempatkan menjadi satu dengan negara; negara harus mengurus agama dan
berjalan sesuai dengan ketentuan agama. Temuan penting dalam penelitian ini
ialah bahwa Negara Indonesia dalam perdebatan relasi agama dan negara
kemudian melahirkan pancasila sebagai kesepakatan dan konstitusi negara.
Namun sebelum itu, begitu panjang sejarahnya dan perbebatan sengit untuk pada
akhirnya mencapai kesepakatan.
Kata Kunci: Agama, Negara, Kemerdekaan, Konstitusi.
A. Pendahuluan
Polemik relasi agama dengan negara dalam perumusan konstitusi Negara ini
sebenarnya memiliki akar historis yang cukup lama. Ia tidak hanya bermula ketika
badan perumus UUD 1945 dibentuk. Persoalan ini sudah mengemuka sejak lama
historis, Negara Indonesia adalah masyarakat yang mendiami wilayah yang pasca
kolonial yang sesungguhnya sangat lekat dengan agama, keagamaan atau sistem
bernegara. Dalam dasar negara Pancasila, sila pertama “Ketuhanan yang Maha
hubungan agama dan negara, negara akan bersikap tegas dengan mendasarkan
pada agama tertentu (biasa disebut negara agama) atau malah sebaliknya tidak
agama, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Kongkhucu. Dengan
1
Ahmad Sadzali. “Hubungan Agama dan Negara di Indonesia: Polemik dan Implikasinya
dalam Pembentukan dan Perubahan Konstitusi”. Undang: Jurnal Hukum. Vol. 3 No. 2 (2020):
341-375, DOI: 10.22437/ujh.3.2.341-375.. hlm. 351.
demikian Indonesia bukanlah negara agama dan sekaligus juga bukan negara
sekuler.
mewarnai dan bahkan menjadi persolan serius dalam kehidupan sosial politik di
Indonesia. Polemik agama dan Negara kerap kali muncul dalam kontestasi politik,
yang memperlihatkan upaya politisasi. Jika polemik ini terus dipelihara hanya
disintegrasi bangsa.
B. Pembahasan
Persoalan wacana dan perdebatan tentang konsep kebangsaan pada masa sebelum
islam sebagai dasar negara dan kelompok lain yang menghendaki berlakunya
negara dan hukum lain yang juga berakar dalam kehidupan rakyat Indonesia.2
Kemerdekaan (BPUPKI) yang dibentuk pada bulan April tahun 1945 maupun
2
Moh. Mahfud MD, “Perjuangan dan Politik Hukum Islam di Indonesia” dalam Kamsi,
“Paradigma Politik Islam Tentang Relasi Agama dan Negara,” Jurnal In Right Jurnal Agama dan
Hak Azazi Manusia, Vol.2, No.1, (2012), hlm. 54.
jika akan merdeka.3 Pada masa inilah puncak pertentangan semakin tampak jelas
seperti ini selain memang telah ada sebelum Jepang datang, sebenarnya ini hasil
maksimal dari proses devide et empera yang dilakukan Jepang untuk memperkuat
kedudukannya.4
bangsa lainya suapaya membuat ketegangan antara golongan islam dan nasionalis.
kelompok yaitu elite nasionalis, elite priyayi, dan elite islam5. Dalam
bergantian, sehingga sejak itu hubungan politik islam dan negara terjadi saling
3
Ibid., hlm. 55.
4
Kamsi, Paradigma Politik Islam Tentang Relasi Agama dan Negara, hlm. 56.
5
Kamsi, “Citra Gerakan Politik Islam Dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan Bangsa
Indonesia (Studi Era Pra Kemerdekaan sampai dengan Era Orde Baru)”, Jurnal Millah, Vol. XIII,
No. 1, (Agustus 2013), hlm. 113.
6
Hubungan Antagonistik, adalah pola hubungan yang mencerminkan hubungan yang
hegemonik antara islam dengan pemerintah. Dapat dilihat dalam M. Syafi’i Anwar, Pemikiran dan
Aksi Islam Indonesia: Sebuah kajian Politik tentang Cendekian Muslim Orde Baru, (Jakarta:
Paramadina, 1995), hlm. 9.
keagamaan tertentu dalam negara serta mengadopsi sebagian nilai-nilai dan
dengan relasi agama dan negara tersebut sudah terjadi sebelum kemerdekaan
Negara Indonesia. Sebelum Negara Indonesia merdeka, syari’at islam ini sudah
ada dan populer diperdebatkan. Berdasarkan sejarah, yang sangat mungkin dapat
kelompok islam untuk menjadikan syari’at islam sebagai ideologi negara, inilah
tokoh ini memiliki posisi terkait definisi yang berbeda persoalan bagaimana
berpendapat, agama harus ditempatkan menjadi satu dengan negara; negara harus
mengurus agama dan berjalan sesuai dengan ketentuan agama. Pendukung cara
7
Maharani Sartika Dewi, Dinie Anggraeni Dewi. “Penerapan Nilai Pancasila Dari Arus
Sejarah Perjuangan Dan Dampak Globalisasi”. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Vol. 9 No. 2 (Mei, 2021), hlm. 307.
8
Kamsi, Pergulatan hukum Islam dan politik dalam sorotan, (Yogyakarta: Pustaka Imu
Group, 2014), hlm. 55-56.
9
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi ( Jakarta: Panitia Penerbitan Di Bawah Bendera
Revolusi, 1964), hlm. 407.
sedangkan pendukung ide Natsir kerap disebut sebagai golongan modernis Islam,
agama. Pendapat ini dapat dikatakan pemikiran sekuler. Yang mana paham ini
berdasar pada teori yang menyatakan bahwa agama sama sekali tidak menekankan
negara Islam tidak termasuk dalam tugas sebagaimana diwahyukan Tuhan kepada
seperti Mesir, Turki, Palestina, dan India. Saat merujuk Turki, Soekarno
Soekarno, dengan diletakkannya pada urusan personal, bukan berarti Islam telah
dihapuskan. Jadi tidak tepat jika menyebut Turki pada pemerintahan Mustafa
konfigurasi politik yang tidak produktif bagi kelanjutan cita-cita menjadi negara
menganjurkan agar agama dan negara harus menyatu. Sepintas Soekarno menilai
bahwa upaya untuk membentuk Negara Islam itu terlalu memaksakan kehendak
itu sempurna dan dengan demikian juga meliputi persoalan tentang kenegaraan. Ia
relasi antara manusia dan Tuhan saja (ibadah). Dalam pemahamannya, Islam
sudah mencakup semua aspek kehidupan manusia, mulai dari perihal keyakinan
atau aqidah, hingga hubungan antar sesama manusia. Dengan begitu, kedudukan
negara sangat penting bagi agama, begitu penting kedudukan agama bagi negara.
Lebih lanjut ia juga mengomentari soal deskripsi Islam yang cenderung distortif
mengintegrasikan antara agama dan negara sebagai dua hal yang tidak
13
Kamsi, Paradigma Politik Islam Tentang Relasi Agama dan Negara, hlm. 48.
14
Budiyono. “Hubungan Negara dan agama dalam Negara pancasila” Jurnal Fiat Justisia
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8 No. 3 (Juli-September 2014).
15
Ibid.
terpisahkan. Sejarah integrasi agama dan negara berjalan dengan intensif pada
tersebut, hukum negara menjadi hukum agama dan hukum agama juga menjadi
hukum negara. Relasi agama dan negara tersebut berjalan aman dan damai tanpa
adanya konflik. Kedua, golongan yang berpendapat bahwa agama dan negara
Paderi (perang para pemuka agama). Dari kejadian itu kemudian muncul
semboyan “adat bersendi syara’ dan syara’ bersendi Kitābullah” yang artinya;
eksistensi hukum adat diakui selama tidak bertentangan dengan ketentuan syariat
agama Islam.16
16
Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia,.
pemimpin, sebagaimana tradisi kerajaan Jawa. Para raja Jawa menghadiri kegiatan
ritual keagamaan hanya dua kali setahun di Masjid atau sekatenan. Para raja Jawa
Tiga tipologi gerakan agama tersebut telah mengalami dinamika yang progresif
dan silih berganti. Islam sebagai agama memainkan peran politik oposisi terhadap
Sedangkan pada masa pemerintahan kerajaan Islam Demak, Islam dan politik
beralih kepada kerajaan Mataram, maka tipologi hubungan Islam tidak mengambil
Mataram Islam mengambil model moderat yang berkarakter sinkretis. Peran raja
sebagai simbol keagamaan cukup hadir dua kali selama setahun, walaupun
ketat ketika Belanda datang menjajah Nusantara. Para ulama dan pemangku
17
Wahid, ”Kebebasan Beragama dan Hegemoni Negara”, Komaruddin Hidayat dan Ahmad
Gaus AF (ed.), Passing Over, hlm. 164-166
Muhammadiyah pimpinan KH Ahmad Dahlan, dan pada tahun 1926 di kalangan
1945. Pada masa awal kemerdekaan, agama dan neara mengalami masa-masa
krusial, mengingat persepsi hubungan agama dan negara masih belum tuntas di
beda mengenai hubungan agama dan negara yang ideal, sehingga sebagian
kelompok menganggap bahwa yang dimaksud hubungan agama dan negara yang
ideal adalah Piagam Jakarta, tetapi hal itu setelah melalui perdebatan dan diskusi
yang serius, maka KH A Wahid Hasyim sebagai salah satu tim mengakomodir
dan menerima penghapusan tujuh kata dengan hasil sebagaimana termaktub dalam
substansi negara Indonesia adalah berbentuk negara yang religius (religious nation
state). Negara tidak menafikan peran agama, dan agama juga tidak menolak
eksistensi negara. Antara agama dan negara memiliki peran penting dalam
18
M. Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam, terj. M. Thalib (Surabaya: Al-Ikhlas,
1990), hlm. 26-27.
transendental yang bisa menjadi dasar pijak semua agama dan golongan, sehingga
kesamaan dengan hasil penelitian R R Alford yang berjudul “Agama dan Politik”,
yang menyebutkan bahwa paham keagamaan yang plural jika masuk ke arena
politik praktis akan menimbulkan pertikaian dan jauh dari kompromi, sehingga
C. Kesimpulan
Polemik yang terjadi di Indonesia mengenai relasi antara agama dan negara sudah
lama terjadi bahkan jauh sebelum kemerdekaan. Polemik ini terjadi antara
negara dan agama dapat melebur menjadi satu nafas, sehingga negara dapat
berjalan sesuai agama dan ajaran agama dapat dilakukan oleh negara. Sedangkan
golongan nasionalis menginginkan agar agama terpisah dari negara. Polemik ini
kemerdekaan, sudah terjadi polemik terbuka di media massa antara Soekarno dan
perdebatan sengit terkait dengan penentuan bentuk negara yang akan dirumuskan
dalam Konstituante, dan yang terakhir pada amandemen UUD 1945 di era
reformasi.
Polemik agama dan negara ini berimplikasi pada lahirnya sebuah
menjadi sintesis dari ideologi yang berseberangan mengenai relasi agama dan
negara. Selain itu, dalam isi atau batang tubuh Konstitusi, polemik ini
tertentu; perlakuan secara sama terhadap semua agama yang diakui; pemberian
Budiyono, “Hubungan Negara dan agama dalam Negara pancasila”, Jurnal Fiat
Dewi, Maharani Sartika. Dewi, Dinie Anggraen, “Penerapan Nilai Pancasila Dari
Hadi, Sofyan, “Relasi Dan Reposisi Agama Dan Negara (Tatapan Masa Depan
2011.
Kamsi, “Paradigma Politik Islam Tentang Relasi Agama dan Negara”, Jurnal In
Right Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia, Vol.2, No.1, 2012.
----, “Citra Gerakan Politik Islam Dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan Bangsa
Indonesia (Studi Era Pra Kemerdekaan sampai dengan Era Orde Baru)”,
----, Pergulatan hukum Islam dan politik dalam sorotan, Yogyakarta: Pustaka Imu
Group, 2014.
Musa, M. Yusuf, Politik dan Negara dalam Islam, terj. M. Thalib, Surabaya: Al-
Ikhlas, 1990.
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Jakarta: Panitia Penerbitan Di Bawah
375.