Anda di halaman 1dari 3

A.

Sejarah Pertentangan Islam dengan Pancasila

Pertentangan antara Islam dan Pancasila sebagian besar berakar pada perbedaan pandangan tentang
nilai-nilai dasar dan implementasi sistem pemerintahan. Sejarah pertentangan ini dapat ditilik dari
beberapa sisi.

Pertama, pada masa awal kemerdekaan Indonesia, terjadi perdebatan mengenai nilai dasar yang harus
menjadi dasar negara. Golongan Islam yang dipimpin oleh Partai Masyumi mengusulkan agar Indonesia
menjadi negara Islam, sedangkan golongan nasionalis yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta
mengusulkan agar Pancasila menjadi dasar negara. Pada akhirnya, setelah melalui perdebatan yang
panjang, Pancasila diakui sebagai dasar negara Indonesia.

Kedua, setelah Indonesia merdeka, Pancasila menjadi dasar negara dan ideologi nasional yang harus
dijalankan oleh semua warga negara, termasuk umat Islam. Namun, beberapa kelompok Islam
memandang bahwa Pancasila bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
agama. Beberapa kelompok Islam juga merasa bahwa Pancasila tidak memberikan ruang yang cukup
untuk pengembangan ajaran Islam di Indonesia.

Ketiga, konflik antara Islam dan Pancasila semakin memanas pada tahun 1965 ketika Partai Komunis
Indonesia (PKI) dicurigai melakukan kudeta terhadap pemerintah Soekarno. Pada saat itu, beberapa
kelompok Islam yang anti-komunis merasa bahwa Pancasila tidak mampu memberikan keamanan dan
keadilan sosial bagi umat Islam dan mengambil tindakan untuk melawan PKI.

Keempat, konflik antara Islam dan Pancasila semakin memburuk selama Orde Baru, di mana pemerintah
mengambil tindakan keras terhadap kelompok-kelompok Islam yang dianggap sebagai ancaman
terhadap keamanan negara. Beberapa kelompok Islam merasa bahwa tindakan ini bertentangan dengan
nilai-nilai dasar Islam dan melawan pemerintah.

Namun, setelah Orde Baru berakhir, hubungan antara Islam dan Pancasila semakin membaik.
Pemerintah Indonesia saat ini memandang Pancasila sebagai dasar negara yang mampu
mengakomodasi nilai-nilai agama dan kepercayaan. Pemerintah juga telah berupaya untuk memperkuat
hubungan antara agama dan negara dengan mendorong dialog antara kelompok agama dan pemerintah
serta dengan menjamin kebebasan beragama bagi seluruh warga negara.

Kelompok-kelompok Islam yang menentang Pancasila pada beberapa kesempatan juga mengangkat isu-
isu terkait dengan implementasi Pancasila, seperti misalnya isu korupsi dan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang dinilai merugikan umat Islam. Beberapa kelompok Islam juga menentang beberapa
kebijakan pemerintah yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti misalnya penerapan
UU Pornografi dan Pornoaksi yang dinilai melanggar kebebasan beragama.

Di sisi lain, ada juga kelompok Islam yang mendukung Pancasila sebagai dasar negara dan menilai bahwa
Pancasila dapat menjadi wadah untuk menjalin persatuan dan kesatuan bangsa yang majemuk.
Kelompok-kelompok Islam ini menekankan pentingnya menempatkan nilai-nilai agama dan kepercayaan
dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Meskipun demikian, pada dasarnya Islam dan Pancasila tidak bertentangan, sebab Islam memiliki
konsep-konsep yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila seperti keadilan, kemanusiaan, dan persatuan.
Oleh karena itu, upaya untuk memperkuat hubungan antara Islam dan Pancasila tetap perlu dilakukan
dengan mendorong dialog dan kerjasama antara kelompok agama dan pemerintah.

Pertentangan antara Islam dan Pancasila juga tercermin dalam berbagai isu sosial dan politik di
Indonesia, seperti isu kebijakan pendidikan, isu kebebasan beragama, isu LGBT, dan sebagainya.
Kelompok-kelompok Islam yang konservatif cenderung menolak kebijakan-kebijakan yang dianggap
bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam, sementara kelompok Islam yang moderat cenderung
mengambil sikap yang lebih inklusif dan membuka diri terhadap perspektif dan kepentingan yang
berbeda.

Meskipun terdapat perbedaan pandangan antara Islam dan Pancasila, namun pada dasarnya keduanya
dapat saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain. Pancasila dapat menjadi landasan moral dan
ideologis bagi negara yang inklusif dan menghargai keragaman, sementara Islam dapat memberikan
kontribusi dalam mendorong keadilan sosial dan pengembangan kehidupan spiritual individu dan
masyarakat.

Oleh karena itu, upaya untuk membangun dialog dan kerjasama antara kelompok agama dan
pemerintah serta antara kelompok agama yang berbeda sangat penting dilakukan guna mencapai
kesepakatan dan konsensus yang menghargai kepentingan dan keberagaman masyarakat.

B. Memahami Sejarah Darul Islam

Darul Islam adalah gerakan yang mengusung gagasan untuk membentuk negara Islam di Indonesia.
Gerakan ini dimulai pada tahun 1949 oleh sekelompok Muslim Indonesia yang ingin membentuk negara
yang berdasarkan syariat Islam.

Sejarah gerakan Darul Islam dimulai pada saat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada saat itu,
Indonesia masih dihadapkan pada berbagai masalah, seperti konflik antara pihak nasionalis dan pihak
kolonial Belanda, dan juga konflik antara kelompok-kelompok etnis di dalam negeri. Selain itu, Indonesia
juga dihadapkan pada masalah ekonomi yang serius dan kemiskinan yang melanda sebagian besar
masyarakat.

Pada saat itulah, muncul kelompok-kelompok Muslim yang ingin membentuk negara yang berdasarkan
syariat Islam. Kelompok-kelompok ini merasa bahwa dengan membentuk negara Islam, mereka dapat
menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh Indonesia.

Pada awalnya, gerakan Darul Islam dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, seorang tokoh
agama yang berasal dari Jawa Barat. Pada tahun 1949, Sekarmadji mengumumkan pembentukan negara
Islam di Indonesia yang diberi nama Negara Islam Indonesia (NII).
Namun, pembentukan NII tidak diakui oleh pemerintah Indonesia. Konflik pun terjadi antara pasukan NII
dengan pasukan pemerintah. Konflik ini berlangsung selama beberapa tahun dan menimbulkan banyak
korban jiwa.

Pada akhirnya, gerakan Darul Islam kalah dalam konflik dengan pemerintah Indonesia. Sekarmadji pun
ditangkap dan dieksekusi pada tahun 1962. Setelah itu, gerakan Darul Islam meredup dan tidak lagi
memiliki pengaruh yang signifikan dalam politik Indonesia.

Namun, gagasan untuk membentuk negara Islam masih ada di kalangan sebagian kecil masyarakat
Indonesia. Kelompok-kelompok ini masih ada hingga saat ini, meskipun tidak lagi menggunakan nama
Darul Islam.

Pada era Orde Baru (1966-1998), pemerintah Indonesia menekan gerakan Islamis dan melarang
organisasi-organisasi Islamis yang dinilai mengancam kestabilan dan kesatuan negara. Hal ini
menyebabkan gerakan Islamis, termasuk PPP, mengalami penindasan dan pembungkaman oleh
pemerintah.

Namun, setelah jatuhnya Orde Baru pada tahun 1998, partai-partai Islamis kembali diperbolehkan
beraktivitas dan bahkan mampu memenangkan banyak kursi di parlemen Indonesia. PPP kembali
menjadi partai politik yang berpengaruh di Indonesia, meskipun saat ini tidak lagi terkait langsung
dengan gerakan Darul Islam.

Selain itu, gagasan untuk membentuk negara Islam atau menerapkan syariat Islam masih ada di
kalangan sebagian kecil masyarakat Indonesia, terutama di daerah-daerah yang mayoritas penduduknya
beragama Islam. Namun, gagasan ini masih menjadi kontroversial dan seringkali bertentangan dengan
nilai-nilai kebangsaan Indonesia yang menghargai pluralisme dan kesetaraan.

Sebagai sebuah negara dengan keanekaragaman budaya dan agama yang tinggi, Indonesia harus terus
berupaya untuk memelihara kerukunan dan keharmonisan antar masyarakatnya. Oleh karena itu,
penting bagi semua pihak untuk menghargai perbedaan dan berdialog secara damai dalam mengatasi
perbedaan pandangan.

Anda mungkin juga menyukai