Anda di halaman 1dari 23

1

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Rumusan
Pasal 1 ayat (1) UUD1945 tersebut merupakan positivisasi falsafah untuk bernegara
secara demokratis berdasar konstitusi sebagaimana ditegaskan kemudian dalam ayat (2).
Demokrasi diyakini lagi disepakati menjadi pilihan paling tepat bangsa ini diantara
alternatif pilihan paham kuasa lain yang bertradisi monarkis maupun yang teokratis.
Namun begitu, salah satu muatan amanat aspirasi tertinggi bangsa Indonesia tersebut
akhir-akhir ini(untuk kesekiankalinya) kembali mengalami masalah yang serius, tak
saja dalam tataran ideologi namun juga praksis. Publik diresahkan dengan serangkaian
kasus cuci otak dan penipuan yang terkait dengan aktifitas makar pendirian sebuah
Negara Islam Indonesia (NII). Melalui tindakan terencana dan sadar untuk mengganti
ideologi negara Pancasila dengan ideologi negaraagama, munculnya (kembali) NII
adalah bukti mutakhir akan ancaman riil terhadap eksistensi NKRI.
Dalam berbagai wacana selalu terungkap bahwa telah menjadi kesepakatan
bangsa adanya empat pilar penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara bagi negara-
bangsa Indonesia. Bahkan beberapa partai politik dan organisasi kemasyarakatan telah
bersepakat dan bertekad untuk berpegang teguh serta mempertahankan empat pilar
kehidupan bangsa tersebut. Empat pilar dimaksud dimanfaatkan sebagai landasan
perjuangan dalam menyusun program kerja dan dalam melaksanakan kegiatannya.
Empat pilar tersebut adalah (1) Pancasila, (2) Undang-Undang Dasar 1945, (3) Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan (4) Bhinneka Tunggal Ika. Meskipun hal ini telah
menjadi kesepakatan bersama, atau tepatnya sebagian besar rakyat Indonesia, masih ada
yang beranggapan bahwa empat pilar tersebut adalah sekedar berupa slogan-slogan,
sekedar suatu ungkapan indah, yang kurang atau tidak bermakna dalam menghadapi era
globalisasi.
Untuk itulah perlu difahami secara memadai makna empat pilar tersebut,
sehingga kita dapat memberikan penilaian secara tepat, arif dan bijaksana terhadap
empat pilar dimaksud, dan dapat menempatkan secara akurat dan proporsional dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegar. Dari latar belakang tersebut maka perlu
disusun karya tulis guna mengetahui pertahanan negara melalui empat pilar dalam
menghadapi ancaman berdirinya negara islam dengan judul Isu Negara Islam
2

Indonesia Dipandang dari Perspektif Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa alasan dan tindakan yang dialakukan bagi penganut islam radikal untuk
mengubah NKRI menjadi negara Islam?
2. Bagaiamana isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari pancasila?
3. Bagaiamana isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari UUD
1945?
4. Bagaiamana isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia?
5. Bagaiamana isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari Bhinneka
Tunggal Ika?

C. Tujuan
1. Mengetahui alasan dan tindakan yang dialakukan bagi penganut islam radikal
untuk mengubah Indonesia menjadi negara Islam
2. Mengetahui isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari pancasila
3. Mengetahui isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari UUD 1945
4. Mengetahui isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia
5. Mengetahui isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari Bhinneka
Tunggal Ika











3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Alasan dan tindakan yang dilakukan dalam mengubah Indonesia menjadi
Negara Islam
Negara islam merupakan negara yang seluruh tata pemerintahan dan hukumnya
menggunakan pedoman ajaran Islam yang bersumber dari Al Quran dan hadist.
Jumlah penduduk Indonesia adalah mayoritas muslim. Melihat dari kenyataan ini, ada
beberapa tokoh tertentu yang mengusulkan untuk menjalankan hukum islam di
Indonesia. Hal ini tentunya akan menimbulkan perpecahan karena negara Indonesia
terdiri dari banyak agama yag tidak hanya muslim saja. Tetapi ajaran islam sendiri
sebenarnya itu menekankan Rohmatan Lilalamin bagi keseluruhan, dalam hal ini
tidak hanya bisa dari pandangan saja. Apalagi hal ini menyangkut negara tentunya
yang dipentingkan adalah rakyat. Baik beragama islam maupun non islam. Dalam
sebuah negara rakyat semuanya harus dipandang adil dan sama. Bila negara islam
diberlakukan hal ini tentunya tidak adil bagi rakyat yang beragama non muslim. Maka
dari itu fungsi negara untuk mengayomi rakyatnya tidak tercapai.
Bagi penganut islam radikal yang memiliki pemikiran keras, Indonesia harus
diubah menjadi negara Islam karena beberapa alasan:
1. Pancasila dan demokrasi dianggap thogut. Thogut adalah segala sesuatu yang
diikuti dan ditaati yang melampaui batas serta dijadikan pemutus perkara oleh
suatu kaum selain allah dan rasul. Hal ini tentunya tidak benar karena pancasila
yang dijadikan sebagai pedoman telah memiliki nilai-nilai keagamaan islam yakni
musyawarah, mufakat, keesaan tuhan dan keadilan. Dimana isi kandungan
pancasila ini telah tercantum dalam alquran. Bahwasannya nabi dalam
menyelesaikan setiap perkara selalu melaksanakan secara adil dan berdasarkan
musyawarah. Jadi tidak benar bila pancasila dan demokrasi adalah thogut.
2. Indonesia bersiakap liberal dengan ikatan hukum yang tidak tegas, selalu
bermasalah, memakan biaya yang sangat besar menghabiskan harta rakyat. Sudah
ada pedoman dari ajaran agama masih mengabaikan nya, malah membuat aturan
hukum (buatan manusia) yang selalu kelemahan-kelemahannya lebih besar.


4

Padahal yang kita sangka buruk itu belum tentu buruk di hadapan Allah SWT,
sebaliknya yang kita sangka baik belum tentu baik di hadapan Allah SWT. Pada
jaman sekarang ini orang yang sedikit belum tentu salah dibandingkan dengan
mayoritas yang ada. Masalah yang ada di Indonesia sekarang ini adalah masalah
yang ditinggal jaman penjajahan dan ditambah dengan tekanan atas nama
pergaulan Internasional. Umat Islamnya tetap terpecah belah, memang
dikondisikan demikian, kemudian persepsi kekhalifahan seolah-olah hanya harus
tinggal di Arab, Iran, atau dengan kekerasan seperti yang anda sebutkan itu.
Padahal jika kita bersatu menyamakan persepsi dan mencoba mempelajari sisi lain
dari sistem ke khalifahan tidak seperti yang dibayangkan seperti sistem mullah di
Iran atau sistem otokrasi di Arab Saudi. Begitupun kehidupan umat non muslim di
negara Iran atau Arab Saudi tertindas. Karena jelas sistem kekhalifahan para
pejabat pemerintahnya tidak mengambil untung selain untuk amaliyah semata, lain
halnya dengan yang ada sekarang berebut menduduki jabatan mencari keuntungan
nama dan harta. Di Indonesiasebagian seperti hukum waris, simpan pinjam, hukum
perkawinan sudah diterapkan secara Islam, muslimah sebagian besar sudah mulai
berjilbab, toh tidak mengganggu non muslim yang juga mempunyai aturan hukum
yang sudah dibuatkan.
Cara-cara yang dilakukan untuk berusaha mengubah negara NKRI menjadi
negara Islam adalah melalui kaderisasi. Dalam melakukan kaderisasi dilakukan
berbeda beda pada tiap golongan. Sama. Kelompok Ikhwanul Muslimin,
menjadikan NU sebagai target. Mereka bergerak lewat mahasiswanya yang
dinamakan usrah (keluarga). Usrah ini minimal 7 orang, dan maksimal 10 orang.
Ini ada amirnya dan amir inilah yang bertanggungjawab terhadap kelompok.
Bagaimana mengatasi kebutuhan kehidupan sehari-hari terpenuhi, misalnya kalau
ada anggota yang kesulitan bayar SPP.
Jadi mereka tak hanya bergerak di bidang politik, tapi juga bidang-bidang
lain. Nah, kelompok inilah yang kemudian menamakan diri sebagai Tarbiyah yang
bermarkas di kampus-kampus. Kelompok Tarbiyah inilah yang menjadi cikal bakal
PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Mereka umumnya alumni Mesir, Syiria atau
Saudi. Kelompok ini masih agak moderat karena masih mau menerima negara
nasional. Tapi substansi perjuangan formalisasi syariat sama dengan Hizbut Tahrir
atau Salafy.
5

Sedangkan untuk Hizbut Tahrir. Meski bernama partai, Hibut Tahrir, tak bisa
ikut pemilu. merealisasikan kepentingan politiknya. Hizbut Tahrir membentuk
beberapa tahapan dalam menuju pembentukan khilafah Islamiah. Pertama, taqwin
asyakhsyiah islamiah, membentuk kepribadian Islam. Mereka pakai sistem wilayah,
karena gerakan mereka internasional. Jadi untuk Indonesia wilayah Indonesia. Tapi
sekarang pusatnya tak jelas, karena di negaranya sendiri sangat rahasia. Mereka
dikejar-kejar karena Hizbut Tahrir ini organisasi terlarang. Tapi mereka sudah ada
di London, Austria, di Jerman dan sebagainya.
Ketiga, at-taamul maal ummah, interaksi dengan masyarakat secara
keseluruhan. Mereka membantu kepentingan-kepentingan. Keempat, harkatut
tatsqif, gerakan intelektualisasi. Ini diajari bagaimana menganalisa hubungan
internasional, mempelajari kejelekan-kejelekan ideologi kapitalisme. Pokoknya
yang ideologi modern itu mereka serang semua. Mereka melontarkan Islam sebagai
solusi atau alternatif.
Yang terakhir, at-taqwin daulah islamiah, membentuk Negara Islam. Sarana
Biwasailil jihad, dengan sarana jihad. Jadi bagi negara nasional, gerakan mereka,
bahaya. Karena gerakan selanjutnya adalah istilamul hukmi, merebut kekuasaan.
Meskipun utopia tapi kalau mereka pakai cara-cara kekerasan, kan berat. Karena
mereka didoktrin hizbut Tahrir.
Antara Ikhwan, Salafy dan Hizbut Tahrir secara ideologi bertemu, ada
kesamaan. Mereka sama-sama ingin menerapkan formalisasi syariat Islam. Hanya
bedanya, kalau Salafy cenderung ke peribadatan, atau dalam bahasa lain
mengislamkan orang Islam, karena dianggap belum Islam. Dan target utamanya
NU karena dianggap sarangnya bidah.

B. Isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari pancasila
Berakar dari sejarah bahwa Islam dalam Panitia Sembilan yang merumuskan
hukum dasar diantaranya adalah agar agama Islam menjadi agama negara. Selain
itu diusulkan pula dalam draft UUD 1945 agar Presiden Republik Indonesia harus
beragama Islam. Selain itu dihasilkan pula Piagam Jakarta ( Jakarta Charter )
6

dimana di dalamnya terkandung dasar negara dengan dasar pertama Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan Syariat Islam Bagi Para Pemeluk-Pemeluknya. Aspirasi agar
Indonesia mempunyai agama negara dan juga bahwa Presiden Republik Indonesia
harus beragama Islam tidak diterimaterutama oleh mereka anggota BPUPK yang
non-Islam. Jika klausul itu ada, bahkan mereka akanmempertimbangkan untuk
bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demikian puladalam
perjalanannya, Piagam Jakarta yang bermuatan tujuh kalimat itu tidak disahkan
oleh PanitiaPersiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai Pembukaan UUD 1945,
melainkan diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.Kala itu para pendiri bangsa
kemudianl meyakinkan kalangan Islam bahwa mereka tetap mendapattempat yang
layak dalam negara Indonesia tanpa harus mengalami formalisasi sebagai
agamanegara. Kalangan Islam diyakinkan bahwa kebebasan beragama dan
beribadah mereka akanterjamin tanpa harus secara formal menjadi negara agama.
Pancasila tidak sepaham dengan diubahnya NKRI menjadi negara Islam
karena pada dasar. Pancasila, terutama sila pertama menegaskan falsafah negara ini
bahwa Indonesia sama sekali bukannegara yang meninggalkan kehidupan beragama
atau bahwa agama hendak disterilkan dalambernegara. Sebaliknya, nilai-nilai
agama menjiwai segenap perikehidupan bernegara dan berbangsa.Indonesia adalah
negara yang relijius tanpa mengistimewakan reliji tertentu. Sebagai sebuah hukum
dasar, muatan konstitusi tersebut wajiblah dijunjung tinggi oleh pemerintah, suatu
constitutional obligation Presiden dan Wakil Presiden sebagai pemegang kekuasaan
eksekutif yang tertuang dalamPasal 9 ayat (1) UUD 1945. Abai dari kewajiban itu
dapat menjadi alasan konstitusional pemakzulanyang kemudian dapat berujung
pada pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dari
tampukkuasa.Memprihatinkannya, selama ini para penyelenggara negara terkesan
abai akan kewajibannyamenegakkan dan mempertahankan NKRI dan ideologi
Pancasila. Alih-alih direspon dengan tegas,selama ini berbagai kehendak dan
bahkan tindakan yang secara eksplisit anti konstitusionalisme, antiterhadap negara
Proklamasi 17 Agustus 1945 nampak dibiarkan. Media massa begitu
seringmenayangkan betapa kerap negeri ini ternoda dengan berbagai aksi kekerasan
beraromaradikalisme agama akibat aparat negara yang seolah tak berdaya.
Menilik sejarah, reaksi pemerintah terhadap gerakan yang diklaim berupaya
mengganti ideologinegara amatlah berbeda. Amat kentara sekali betapa pemerintah
7

begitu represif terhadap segalagerakan maupun pemikiran yang diasosiasikan
sebagai gerakan kiri (kerakyatan) dibandingkandengan gerakan kanan (agama).
Berbagai wacana dan gerakan kerakyatan kerapkali dicurigai,diasosiasi, dan
disimplifikasi sebagai gerakan komunistik. Kesadaran yang dicipta negara akan apa
yang disebutnya sebagai bahaya laten komunisme terasa hingga kini, diwariskan
dari generasi kegenerasi, sehingga jika menyebut komunisme saja, sontak orang
akan melakukan rejeksi. Anehnya,tidak demikian halnya dengan berbagai aksi
kekerasan nan ekstrim berlatar belakang agama.Malahan, berbagai kasus
penganiayaan, penyerangan, dan pelarangan terhadap minoritas agamasebagaimana
terjadi belakangan ini menunjukkan betapa para penyelenggara negara sendiri
dalambanyak hal berpihak dengan menggunakan keyakinan pribadi yang privat dan
mentransformasiny amenjadi kebijakan publik yang diskriminatif
C. Isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari UUD 1945
Isu berdirinya negara tentunya mendapatkan penolakan dalam UUD 1945.
Selain tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia yang heterogen terdiri dari banyak
suku dan agama. UUD 1945 sebagai konstitusi negara sebenarnya telah sesuai
dengan tuntuan agama. Tidak ada yang menyimpang antara UUD1945 dengan
agama. UUD 1945 tidak membenarkan yang salah ataupun yang salah dianggap
benar secara agama. Kandungan yang terdapat dalam pembukaan adalah telah
digunakan oleh umat islam terdahulu. Sebelumnya kita harus mengetahui prinsip-
prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD adalah
1. Sumber Kekuasaan Tuhan
Di alinea ketiga disebutkan bahwa pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia
itu atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, yang bermakna bahwa
kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia itu semata-mata karena
mendapat rahmat dan ridho Allah Yang Maha Kuasa. Suatu pengakuan adanya
suatu kekuasaan di atas kekuasaan manusia yang mengatur segala hal yang
terjadi di alam semesta ini. Dengan kata lain bahwa kekuasaan yang diperoleh
rakyat Indonesia dalam menyatakan kemerdekaan dan dalam mengatur
kehidupan kenegaraan bersumber dari Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini
ditegaskan lebih lanjut dalam dasar negara sila yang pertamaKetuhanan Yang
Maha Esa.
8

Namun di sisi lain, pada alinea ke-empat disebutkan bahwa Negara Republik
Indonesia tersusun dalam bentuk kedaulatan rakyat, yang berarti bahwa
sumber kekuasaan juga terletak di tangan rakyat. Hal ini ditegaskan lebih lanjut
dalam Bab I, pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa Kedaulatan adalah di
tangan rakyat, . . .
Dari frase-frase terbut di atas jelas bahwa sumber kekuasaan untuk mengatur
kehidupan kenegaraan dan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan Rakyat. Terdapat dua
sumber kekuasaan yang diametral.
Perlu adanya suatu pola sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang
bersumber dari dua sumber kekuasaan tersebut. Perlu pemikiran baru
bagaimana meng-integrasikan dua sumber kekuasaan tersebut sehingga tidak
terjadi kontroversi.
2. Hak Asasi Manusia
Dalam Pembukaan UUD 1945, pernyataan mengenai hak asasi manusia
tidak terumuskan secara eksplisit. Namun bila kita cermati dengan seksama
akan nampak bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 memuat begitu banyak
frase yang berisi muatan hak asasi manusia. Berikut disampaikan beberapa
rumusan yang menggambarkan tentang kepedulian para founding
fathers tentang hak asasi manusia yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
Kemerdekaan yang dinyatakan oleh rakyat dan bangsa Indonesia adalah
untuk menciptakan kehidupan kebangsaan yang bebas,salah satu hak asasi
manusia yang selalu didambakan, dan dituntut oleh setiap manusia.
Kemerdekaan Negara Indonesia berciri merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur, merupakan gambaran tentang negara yang menjunjung hak asasi
manusia. Hak kebebasan danmengejar kebahagiaan diakui di Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Keseluruhan alinea kesatu Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu
pernyataan tentang hak asasi manusia,
yakni kebebasandan kesetaraan. Kemerdekaan, perikemanusiaan dan
perikeadilan merupakan realisasi hak kebebasan dan kesetaraan.
9

Sementara pasal 27, 28, 29, 30dan 31 dalam batang tubuh UUD 1945 adalah
pasal-pasal yang merupakan penjabaran hak asasi manusia.
Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, dan beberapa pasal
dalam UUD 1945 telah memuat ketentuan mengenai hak asasi manusia. Tidak benar
bila UUD 1945 yang asli tidak mengakomodasi hak asasi manusia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, apalagi setelah diadakan perubahan UUD.
3. Sistem Demokrasi
Sistem pemerintahan bagi bangsa Indonesia terdapat dalam dalam alinea ke-
empat yang menyatakan: maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepadaKetuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan srosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Frase ini menggambarkan sistem pemerintahan
demokrasi.
Istilah kedaulatan rakyat atau kerakyatan adalah identik dengan demokrasi.
Namun dalam penerapan demokrasi disesuaikan dengan adat budaya yang
berkembang di Negara Indonesia. Sumber kekuasaan dalam berdemokrasi adalah
dari Tuhan Yang Maha Esa sekaligus dari rakyat. Dalam menemukan sistem
demokrasi di Indonesia pernah berkembang yang disebut demokrasi terpimpin,
suatu ketika demokrasi Pancasila, ketika lain berorientrasi pada faham liberalisme.
4. Faham Kebersamaan, Kegotong-royongan
Dalam Pembukaan UUD 1945 tidak diketemukan istilah individu atau orang,
berbeda dengan konstitusi Amerika Serikat, bahwa konstitusinya adalah untuk
mengabdi pada kepentingan individu. Begitu banyak istilahbangsa diungkap dalam
Pembukaan UUD 1945. Nampak dengan jelas bahwa maksud didirikannya Negara
Republik Indonesia yang utama adalah untuk melayani kepentingan bangsa dan
kepentingan bersama. Hal ini dapat ditemukan dalam frase sebagai berikut:
10

Misi Negara di antaranya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, bukan untuk melindungi masing-masing
individu. Namun dengan rumusan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan
individu diabaikan.
Yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara Indonesia adalah ;suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indnesia. Sekali lagi dalam rumusan tersebut
tidak tersirat dan tersurat kepentingan pribadi yang ditonjolkan, tetapi
keseluruhan rakyat Indonesia.
Dari uraian yang disampaikan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pembukaan UUD 1945 dan beberapa pasalnya mengandung prinsip-prinsip yang
mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :
Mendudukkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, wajib bersyukur atas
segala rahmat dan karuniaNya. Sehingga merupakan hal yang benar apabila
manusia berterima kasih atas kasih sayangNya, tunduk pada segala perintahNya
dan mengagungkan akan kebesaranNya.
Manusia memandang manusia yang lain dalam kesetaraan dan didudukkan
sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya sebagai ciptaan Tuhan. Manusia
diakui akan hak-haknya, diakui perbe-daannya, namun diperlakukan dalam
koridor hakikat yang sama. Keanekaragaman individu ditempatkan dalam
konteks Bhinneka Tunggal Ika. Pengakuan keanekaragaman adalah untuk
merealisasikan amanah Tuhan Yang Maha Esa, yakni untuk menciptakan
kebaikan, kelestarian dan keharmonian dunia.
Manusia yang menempati puluhan ribu pulau dari Sabang sampai Merauke, dan
dari pulau Miangas sampai pulau Rote membentuk suatu kesatuan geographical
politics, memiliki sejarah hidup yang sama, sehingga terbentuk karakter yang
sama, memiliki cita-cita yang sama, merupakan suatu bangsa yang disebut
Indonesia yang memiliki jatidiri sebagai pembeda dengan bangsa yang lain.
Jatidiri tersebut tiada lain adalah Pancasila yang menjadi acuan bagi warga-
bangsa dalam bersikap dan bertingkah laku dalam menghadapi berbagai
tantangan dalam berbangsa dan bernegara.
11

Bangsa Indonesia dalam mencari pemecahan masalah yang dihadapi bersama,
memilih cara yang disebut musyawarah untuk mencapai mufakat, suatu cara
menghormati kedaulatan setiap unsur yang terlibat dalam kehidupan bersama.
Hal ini yang merupakan dambaan bagi setiap manusia dalam hidup bersama.
Manusia dalam kehidupan bersama bercita-cita untuk mewujudkan
kesejahteraan. Bagi bangsa Indonesia cita-cita tersebut adalah kesejahteraan
bersama, kemakmuran bersama. Tiada akan ada artinya terwujudnya
kesejahteraan dan kemakmuran pribadi tanpa terwujudnya kesejahteraan dan
kemakmuran bersama.
Apabila prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila ini diterapkan
secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai
dengan ketentuan yang disyaratkan, maka akan tercipta suasana kehidupan yang
selaras, serasi dan seimbang, sehingga akan terasa suasana nyaman, nikmat dan
adil.
Selaras atau harmoni menggambarkan suatu situasi yang tertib, teratur,
damai, tenteram dan sejahtera bahagia. Hal ini disebabkan oleh karena masing-
masing unsur yang terlibat dalam kehidupan bersama memahami dengan
sungguh-sungguh kedudukan, hak dan kewajiban serta perannya dalam
kehidupan bersama sesuai dengan kodrat dan sifat alami yang dikaruniakan oleh
Tuhan. Apa yang dikerjakan tiada lain adalah semata-mata demi kemaslahatan
ummat manusia dan alam semesta. Situasi semacam ini yang akan mengantar
manusia dalam situasi kenikmatan duniawi dan ukhrowi.
D. Isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Dalam pasal 37 ayat 5 UUD 1945 dijelaskan bahwa Khusus mengenai
bentuk negara kesatuan RI tidak dapat dilakukan perubahan. Apabila NKRI
diganti menjadi negara Islam, maka bentuk negara juga diubah. Hal ini artinya
tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia nantinya. Selain karena hanya
mementingkan satu golongan umat islam, bentuk negara yang lain tentunya
belum tento cocok dengan kondidi masyarakat yang memiliki kebearagaman
geografis dan sosial budaya. Abukan palagi bentuk negara NKRI bersumber dari
hati bukan dari paksaan atas musyawarah bersama dan perjuangan bersama. Kita
12

juga tidak boleh melupakan sejarah dan juga perjuangan para tokoh negara
dahulu dalam mempertahankan NKRI. Karena NKRI sangat sulit didapatkan,
kita wajib menjaganya.
Selanjutnya akan ditelaah menelaah, sejauh mana Pembukaan UUD 1945
memberikan akomodasi terhadap bentuk negara tertentu, federasi atau kesatuan.
Pada alinea kedua disebutkan : . . . dengan selamat sentosa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kata atau istilah bersatu tidak
dapat dimaknai bahwa kedaulatan negara terpusat atau terdistribusi pada
pemerintah pusat dan negara bagian, sehingga tidak dapat dijadikan landasan
untuk menentukan apakah Negara Republik Indonesia berbentuk federal atau
kesatuan.
Mungkin salah satu landasan argument bagi bentuk negara adalah rumusan sila
ketiga yakni persatuan Indonesia. Landasan inipun dipandang tidak kuat
sebagai argument ditentukannya bentuk negara kesatuan. Untuk itu perlu
dicarikan landasan pemikiran mengapa bangsa Indonesia menentukan bentuk
Negara Kesatuan, bahkan telah dinyatakan oleh berbagai pihak sebagai
ketentuan final.
Bentuk Negara Kesatuan adalah ketentuan yang diambil oleh parafounding
fathers pada tahun 1945 berdasarkan berbagai pertimbangan dan hasil
pembahasan yang cukup mendalam. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa
Indonesia pernah juga menerapkan bentuk negara federal sebagai akibat atau
konsekuensi hasil konferensi meja bundar di Negeri Belanda pada tahun 1949.
Namun penerapan pemerintah federal ini hanya berlangsung sekitar 7 bulan
untuk kemudian kembali menjadi bentuk Negara kesatuan.
Sejak itu Negara Replublik Indonesia berbentuk kesatuan sampai dewasa ini,
meskipun wacana mengenai negara federal masih sering timbul pada
permukaan, utamanya setelah Negara-bangsa Indonesia memasuki era
reformasi. Namun nampaknya telah disepakati oleh segala pihak bahwa bentuk
negara kesatuan merupakan pilihan final bangsa.
13

Untuk dapat memahami bagaimana pendapat para founding fatherstentang negara
kesatuan ini ada baiknya kita sampaikan beberapa pendapat anggota Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, di antaranya
mengusulkan sebagai dasar negara yang akan segera dibentuk adalah faham
kebangsaan, sebagai landasan berdirinya negara kebangsaan atau nationale
staat. Berikut kutipan beberapa bagian dari pidato tersebut. Di antara bangsa
Indonesia, yang paling ada le desir detre ensemble, adalah rakyat
Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 milyun. Rakyat ini merasa dirinya
satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan suatu kesatuan, melainkan hanya
satu bagian daripada satu kesatuan. Penduduk Yogya pun adalah merasa le
desir detre ensemble, tetapi Yogya pun hanya sebagian kecil daripada satu
kesatuan. Di Jawa Barat Rakyat Pasundan sangat merasakan le desir detre
ensemble, tetapi Sunda pun satu bagian kecil daripada kesatuan.
Dari kutipan pidato tersebut tidak dapat dijadikan landasan argumentasi bagi
terbentuknya negara kesatuan. Apalagi kalau kita ikuti lebih lanjut pidato Bung
Karno yang justru memberikan gambaran negara kebangsaan pada negara-
negara federal seperti Jermania Raya, India dan sebagainya. Dengan demikian
sila ketiga Pancasila persatuan Indonesia, tidak menjamin terwujudnya
negara berbentuk kesatuan, tetapi lebih ke arah landasan bagi terbentuknya
negara kebangsaan atau nation-state.
Untuk mencari landasan bagi Negara kesatuan para founding fathers lebih
mendasarkan diri pada pengalaman sejarah bangsa sejak zaman penjajahan,
waktu perjuangan kemerdekaan sampai persiapan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Penjajah menerapkan pendekatan devide et impera, atau pecah dan
kuasai. Pendekatan tersebut hanya mungkin dapat diatasi oleh persatuan dan
kesatuan. Sejarah membuktikan bahwa perjuangan melawan penjajah selalu
dapat dipatahkan oleh penjajah dengan memecah dan mengadu domba. Hal ini
yang dipergunakan sebagai alasan dan dasar dalam menentukan bentuk negara
kesatuan.


14

E. Isu berdirinya Negara Islam di Indonesia dipandang dari Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika berfungsi sebagai perekat bangsa. Berdirinya negara
Islam nantinya justru akan menimbulkan perpecahan karena adanya perselisihan
antara warga non muslin dengan masyarakat muslim. Karena hukum yang
diterapkan bagi agama non muslim berbeda dengan warga muslim. Hal ini berarti
Bhinneka Tunggal Ika pun tidak mendukung akan berdirinya negara Islam.
Namun di sisi lain sebagian masyarakat memperta-nyakan atau
mempersoalkan makna Bhinneka Tunggal Ika dalam kaitannya dengan
implementasi Undang-undang No.32 tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah.
Mengacu pada pasal 10 UU tersebut, dinyatakan bahwa pemerintah daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya. Berbasis pada pasal tersebut, beberapa
pemerintah daerah tanpa memperha-tikan rambu-rambu dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara melaju tanpa kendali, bertendensi melangkah sesuai
dengan keinginan dan kemauan daerah, yang berakibat terjadinya tindakan yang
dapat saja mengancam keutuhan dan kesatuan bangsa yang menyimpang dari
makna sesanti Bhinneka Tunggal Ika.
Namun apabila dicermati dengan saksama, pasal 27 dan 45 UU tersebut
menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, kepala daerah dan anggota
DPRD wajib memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hal ini akan terlaksana dengan sepatutnya apabila prinsip Bhinneka
Tunggal Ika dapat dipegang teguh sebagai acuan dalam melaksanakan UU
Pemerintah Daerah dimaksud. Oleh karena itu berbagai pihak wajib memahami
makna yang benar terhadap Bhinneka Tunggal Ika, dan bagaimana meman-
faatkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan
kenegaraan pada umumnya.
Sejak awal telah begitu banyak pihak yang berusaha membahas untuk memahami
dan memberi makna Pancasila, serta bagaimana implementasinya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sementara itu pilar Bhinneka Tunggal Ika masih kurang
menarik bagi pihak-pihak untuk membahas dan memikirkan bagaimana
15

implementasinya, padahal Bhinneka Tunggal Ika memegang peran yang sangat
penting bagi negara-bangsa yang sangat pluralistik ini. Dengan bertitik tolak dari
pemikiran ini, dicoba untuk membahas makna Bhinneka Tunggal Ika dan
bagaimana implementasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga
Bhinneka Tunggal Ika benar-benar dapat menjadi tiang penyangga yang kokoh
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Penemuan dan Landasan Hukum Bhinneka Tunggal Ika
Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh
mPu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa
pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti
tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi Bhinna ika
tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, yang artinya Berbeda-beda itu, satu itu,
tak ada pengabdian yang mendua. Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip
dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi
adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu
itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka
Tunggal Ika yang diungkap oleh mPu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan
Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa
sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang
terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, Garuda Pancasila. Kata
bhinna ika, kemudian dirangkai menjadi satu kata bhinneka. Pada perubahan
UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan
resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD
1945.
Sasanti yang merupakan karya mPu Tantular, yang diharapkan dijadikan acuan bagi
rakyat Majapahit dalam berdharma, oleh bangsa Indonesia setelah menyatakan
kemerdekaannya, dijadikan semboyan dan pegangan bangsa dalam membawa diri
dalam hidup berbangsa dan bernegara. Seperti halnya Pancasila, istilah Bhinneka
Tunggal Ika juga tidak tertera dalam UUD 1945 (asli), namun esensinya terdapat
16

didalamnya , seperti yang dinyatakan : Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, terdiri atas anggota-anggota Dewan
Sementara itu penerapan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara harus berdasar pada Pancasila yang telah ditetapkan oleh bangsa
Indonesia menjadi dasar negaranya. Dengan demikian maka penerapan Bhinneka
Tunggal Ika harus dijiwai oleh konsep religiositas, humanitas, nasionalitas,
sovereinitas dan sosialitas. Hanya dengan ini maka Bhinneka Tunggal Ika akan
teraktualisasi dengan sepertinya.
Konsep dasar Bhinneka Tunggal Ika
Berikut disampaikan konsep dasar yang terdapat dalam Bhinneka Tunggal
Ika yang kemudian terjabar dalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka
Tunggal Ika yang dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam berbangsa dan
bernegara. Dalam rangka memahami konsep dasar dimaksud ada baiknya kita
renungkan lambang negara yang tidak terpisahkan dari semboyan Bhinneka
Tunggal Ika. Perlu kita mengadakan refleksi terhadap lambang negara tersebut.
Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam
kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme, suatu
faham yang membiarkan keanekaragaman seperti apa adanya. Membiarkan setiap
entitas yang menunjukkan ke-berbedaan tanpa peduli adanya common
denominatorpada keanekaragaman tersebut. Dengan faham pluralisme tidak perlu
adanya konsep yang mensubstitusi keanekaragaman. Demikian pula halnya dengan
faham multikulturalisme. Masyarakat yang menganut faham pluralisme dan
multikulturalisme, ibarat onggokan material bangunan yang dibiarkan teronggok
sendiri-sendiri, sehingga tidak akan membentuk suatu bangunan yang namanya
rumah.
Ada baiknya dalam rangka lebih memahami makna pluralistik bangsa
difahami pengertian pluralisme, agar dalam penerapan konsep pluralistik tidak
terjerumus ke dalam faham pluralisme.

17

Seperti dikemukan di atas, pola sikap bangsa Indone-sia dalam menghadapi
keaneka-ragaman ini berdasar pada suatu sasanti atau adagium Bhinneka Tunggal
Ika, yang bermakna beraneka tetapi satu, yang hampir sama dengan motto yang
dipegang oleh bangsa Amerika, yakni e pluribus unum. Dalam menerapkan
pluralitas dalam kehidupan, bangsa Indonesia mengacu pada prinsip yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa yang diutamakan adalah
kepentingan bangsa bukan kepentingan individu.
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika
Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi
pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat
pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta ini
terdapat begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan
Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk agama baru. Setiap
agama diakui seperti apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di
Indonesia dicari common denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui dari
setiap agama yag memiliki kesamaan, dan common denominator ini yang kita
pegang sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan sebagai acuan
dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula halnya dengan adat
budaya daerah, tetap diakui eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berwawasan kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang
oleh Ir Sujamto disebut sebagai faham Tantularisme, bukan faham sinkretisme,
yang mencoba untuk mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan unsur
yang datang dari luar.
2. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini bermakna
bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa
dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat
pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu terbentuknya
18

keakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang memperhitungkan pihak lain,
memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhinneka
Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan
bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas.
3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan
perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya
mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun.
Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan.
4. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna
perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan,
tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan t
erwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif, akomodatif,
dan rukun.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika
mendukung nilai: (1) inklusif, tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3)ko-
eksistensi damai dan kebersamaan, (4) kesetaraan, (5) tidak merasa yang paling
benar, (6) tolerans, (7) musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak
lain yang berbeda. Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak
memungkinkan terjadinya perkembangan tidak mungkin menghadapi arus
globalisasi yang demikian deras dan kuatnya, serta dalam menghadapi
keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan syarat
bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga keterbukaan dan berdiri
sama tinggi serta duduk sama rendah, memungkinkan terbentuknya masyarakat
yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling hormat menghormati, tidak merasa
dirinya yang paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang menjadi
keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan perundang-undangan
khususnya peraturan daerah harus mampu mengakomodasi masyarakat yang
pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang teguh pada dasar negara
Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan, utamanya
peraturan daerah yang memberi peluang terjadinya perpecahan bangsa, atau
yang semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan unsur bangsa harus
dihindari. Suatu contoh persyaratan untuk jabatan daerah harus dari putra
19

daerah, menggambarkan sempitnya kesadaran nasional yang semata-mata untuk
memenuhi aspirasi kedaerahan, yang akan mengundang terjadinya perpecahan.
Hal ini tidak mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan
menerapkan nilai-nilai tersebut secara konsisten akan terwujud masyarakat yang
damai, aman, tertib, teratur, sehingga kesejahteraan dan keadilan akan terwujud.
Implementasi Bhineka Tunggal Ika
Setelah difahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika,
maka langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika
ini diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Perilaku inklusif.
Di depan telah dikemukakan bahwa salah satu prinsip yang terkandung dalam
Bhinneka Tunggal Ika adalah sikap inklusif. Dalam kehidupan bersama yang
menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu
sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan
sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting
kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan
menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak
dapat diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama.
4. Mengakomodasi sifat pluralistik
Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang
dipeluk oleh masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku
bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada
jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain. Tanpa
memahami makna pluralistik dan bagaimana cara mewujudkan persatuan dalam
keanekaragaman secara tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi bangsa. Sifat
toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai
dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada
pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama,
merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan hidup perlu
dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi reformasi, di
20

Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang disebut pela gandong, suatu
pola kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri pada agama, tetapi semata-
mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai agama
berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan yang tidak bersifat
ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang berdiam di wilayah
tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya reformasi yang mengusung
kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah tergerus arus
reformasi.
3Tidak menang sendiri
Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya
sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur
dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat
merupakan hal yang harus berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan
ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan
divergensi, tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya konvergensi dari
berbagai keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk
mencapai mufakat.
5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus
dibuang jauh-jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki
harus dibuang dari kamus Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila
pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika menerap-kan adagium leladi sesamining dumadi,
sepi ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo. Eksistensi kita di dunia
adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih
pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-
kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak mungkin
terwujud. Bila setiap warganegara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika,
meyakini akan ketepatannya bagi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta
mau dan mampu mengimplementasikan secara tepat dan benar insya Allah, Negara
Indonesia akan tetap kokoh dan bersatu selamanya.
21

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Negara Islam adalah negara yang berdasarkan pada alquran dan hadist.
Indonesia tidak cocok untuk menerapkan negara Islam karena Indonesia terdiri
dari rakyat yang heterogen baik budaya, sosial dan agama. Secara umum
penganut Islam radikal mendasari adanya Thogut dan sikap liberal bagi
berdirinya negara Islam. Banyak cara yang dilakukan yakni taqwin asyakhsyiah
islamiah, (membentuk kepribadian Islam). At-taamul maal ummah (interaksi
dengan masyarakat secara keseluruhan). Dan terakhir at-taqwin daulah islamiah.
2. Pada dasarnya nilai - nilai yang terkandung dalam Pancasila telah mewakili
agama islam yakni diantaranya keesaan pada Allah dan juga penyelesaian
dengan mufakat. Jadi salah bila anggapan Pancasila salah jika pancasila harus
diubah dan bersifat Thogut bagi penganut islam radikal
3. UUD 1945 menyatakan tujuan negara yang telah dicita-citakan oleh bangsa
sejak zaman dahulu. Selain itu UUD 1945 juga tidak menentang agama Islam.
UUD 1945 dibuat demi kepentingan bersama. Jadi berdasarkan hal tersebut
negara Islam tidak perlu didirikan karena akan tidak sesuai dengan cita-cita dan
isi UUD 1945.
4. Telah dijelaskan bahwa bentuk negara kesatuan tidak dapat dilakukan
perubahan, berdirinya Negara Islam jelas mengubah bentuk kenegaraan dan hal
ini tidak sesuai dengan bentuk negara kita. Tidak ada yang salah dengan NKRI.
NKRI di dapat dari perjuangan rakyat Indonesia yang mayoritas agama Islam.
Mana mungkin sesama muslim akan menyakiti muslim yang lain.
5. Adanya Negara Islam justru akan menimbulkan perpecahan karena hanya
mementingkan satu golongan Islam saja. Padahal Indonesia terdiri dari banyak
macam agama. Kebhinneka Tunggal Ika an tidak akan tercapai.
B. Saran
1. Tindakan tegas untuk menegakkan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945 yang
menghendaki agar Indonesia dijadikan sebagai negara bagi semua golongan
2. Gerakan pembentuk negara Islam maupun gerakan separatis lainnya yang
mengancam negara harus diberi sanksi tegas
22

DAFTAR PUSTAKA
Al Hakim, Suparlan. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia.
Malang: UM Press
Ahton. 2006. Wajibkah negara Indonesia menjadi negara Islam?(Online).
www.berdirinya _negara_wajib
Amin, Arjoso. 2000. Pancasila Dasar Negara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Irhamni.2013.Gerakan radikal Islam Indonesia.(Online).20 Maret 2014.
www.Gerakan%20Islam%20Radikal%20di%20Indonesia%20_%20NU%20Jo
mbang%20Online%20_%20Situs%20Resmi%20PCNU%20Jombang
Nandar Ismu.2014. Gerakan HTI.(Online).21 Maret 2014.www.
google.pergerakanIslam_kampus

Rochmat. 2014.Tarbiyah Pancasila. Berhasilkan?.(Online). 20 Maret 2014. www.
Tarbiyah. Pancasila Tarbiyah%20Pancasila,%20Berhasilkah%20%20-
%20Anti%20Thoghut.html
Soeprapto.2013. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara. Jakarta: Pustaka
Ilmu
Wardaya, K. Manunggal.2013.Telaah Ringkas Mengenai Negara Islam Indonesia
(Nii)Dalam Perspektif Hukum Dan Sejarah Ketatanegaraan Indonesia. Bali:
UDAYANA








23

Anda mungkin juga menyukai