Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Pancasila dalam dimensi Civil Religion dan


problematikanya

Disusun oleh:

1. Laisa Nazilatul Khasanah (202110160311324)


2. Muhammad Ridha Andra Pratama (202110160311323)
3. Muhammad Rizal Saputra (202110160311313)
4. Muhammad Nabil Julianto (202110160311307)
5. Maulidhia Fajar (202110160311274)
6. Fabian Reyhan Augustyo (202110160311324)
7. Geraldine Endy (202110160311271)

Kelas: Manajemen F

Universitas Muhammadiyah Malang

2022

I
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................... I

DAFTAR ISI .................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3 Tujuan Pengkajian .............................................................. 2
1.4 Metode Penulisan ............................................................... 2

BAB II PANCASILA DALAM DIMENSI CIVIL RELIGION


DAN PROBLEMATIKANNYA

2.1 Pembahasan ......................................................................... 3

2.2 Analisis Kasus .....................................................................4

2.2.1 Kondisi Pluralisme keagamaan .................................... 4

2.2.2 Masyarakan Dihadapkan Pada Kebutuhan ...................


5

2.2.3 Sistem Makna Pengganti .............................................. 6

2.3 Solusi dan Aksi ................................................................... 6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................... 7

3.2 Saran .................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 8

II
III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Latar belakang tulisan ini bermula dari kegelisahan akademik
yang cukup kuat. Bahwa hampir setiap hari rakyat Indonesia
menyaksikan berbagai masalah yang muncul di tengah
kehidupannya. Padahal Indonesia ini terkenal dengan negara yang
religius bahkan secara sosiologis mayoritas penduduknya adalah umat
Islam. Adapun berbagai masalah yang mengemuka tersebut antara lain
mulai dari kasus korupsi, konflik antarumat beragama, dan lain
sebagainya. Adanya golongan mayoritas yang menghormati hak-hak
kelompok minoritas dan masyarakat yang warga negaranya saling
memberi peluang yang sama untuk mendapatkan kehidupan yang
layak. Republik Indonesia merupakan negara kesatuan dengan tingkat
pluralitas yang cukup tinggi di bidang agama, suku, ras dan
golongan. Civil religion mencakup pengalaman hidup keagamaan
yang terkait dengan masalah sosial dan berdimensi politik. Civil
religion menurut Robert N. Bellah tidak dalam arti agama secara
konvensional tapi suatu bentuk kepercayaan serta gugusan nilai dan
praktik yang memiliki semacam (teologi) dan ritual tertentu yang di
dalam realisasinya menunjukkan kemiripan dengan agama.

Boleh jadi, agama sipil adalah sebuah sistem atau praktik-


praktik yang tidak ada hubungannya dengan agama. Bellah lebih
menekankan fungsi agama sipil sebagai a middle term yang didukung
oleh lembaga agama dan negara sehingga civil religion itu menjadi
rambu-rambu kehidupan dalam beragama, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Dalam konteks ini, John A. Coleman mendefinisikan
civil religion sebagai paket yang berisi konsep-konsep umum tentang
perilaku pribadi dan kelompok dalam bermasyarakat dan bernegara
yang dinyatakan melalui simbol-simbol tertentu yang dilegalisir oleh

4
lembaga agama dan negara. Jadi, pemaknaan agama sipil merupakan
alternatif untuk mengantisipasi konflik yang muncul karena
«truthclaim» dari salah satuagama atau dominasi kekuasaan negara
dalam mengatur kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang menjadi tujuan utama dari dibentuknya civil religion?

2. Apakah pancasila bisa dijadikan sebagai civil religion di


Indonesia?

3. Apakah pancasila sebagai civil religion bisa diterapkan di


Indonesia yang memiliki berbagai macam kepercayaan adat
istiadat?

1.3 Tujuan Pengkajian


1. Mengetahui tujuan dibrntuknya civil religion

2. Menjelaskan pemaknaan civil religion di Indonesia dan


menjelaskan eksistensi pancasila sebagai civil religion di
Indonesia

3. Mengetahui apakah civil religion bisa diterapkan di Indonesia

1.4 Metode penulisan


Penulisan makalah ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan
mengumpulkan data dengan meneliti artikel, laporan penelitian, dan
melalui eksplorasi internet.

5
BAB II
ISI

2.1 Pembahasan
Civil religion secara harviah berarti agama sipil (rakyat), akan
tetapi jika dilihat secara apa adanya seakan-akan merupakan agama
tersendiri. Oleh karenanya lebih tepat jika diartikan “Keberagaman
Sipil “. Negara Indonesia sendiri bukanlah Negara agama (teokrasi),
juga bukan Negara yang secular tetapi Indonesia tepat berada di
tengah-tengah yaitu Negara Pancasila dengan segenap nilai-nilainya.
Agaknya dari sinilah terma civil religion dapat ditarik ke wilayah
negara Indonesia, sebab kata "Tuhan" dalam sila pertama tersebut
tidak menunjukkan dan tidak berafeliasi pada agama tertentu apakah
Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha juga Kong Hu Cu sebagai
agama resmi (official religions) yang diakui secara de jure oleh
Pemerintah Indonesia. Kondisi faktual inilah yang dapat dijadikan
modal untuk menawarkan Pancasila sebagai kontrak sosial bagi
pengembangan civil religion terhadap komunitas masyarakat
beragama di Indonesia.

Pilihan kata Tuhan tersebut sebagai salah satu dimensi


keagamaan publik yang diekspresikan dan dapat disebut sebagai
simbol agama sipil Indonesia. Dengan demikian, Pancasila dan UUD
45 adalah konstitusi demokratis yang memberikan peluang kepada
semua agama untuk menerimanya sebagai agama sipil. Sebab, ia
menghadirkan klaim-klaim agama publik, bukan agama konfesional.
Inilah yang ditegaskan oleh Kuntowijoyo bahwa Pancasila mungkin
saja berkembang kearah "agama sipil" yang mempunyai sanksi dan
kontrol melalui "dukungan moral" kalau memang dikehendaki.
Penggunaan kata " Tuhan " pada sila pertama yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa memiliki arti yang sangat netral, artinya tidak memihak
pada salah satu agama tertentu, kiranya dapat dijadikan sebagai titik

6
temu bagi umat beragama. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
Pancasila, bagaimanapun juga, merupakan Tuhan yang integratif,
netral, dan diterima setiap kelompok agama. Akan tetapi, Tuhan yang
diakui itu bukanlah Tuhan yang lebih mengutamakan pelaksanaan
hukum daripada Tuhan yang mencintai. Karena, Tuhan yang dihayati
bangsa Indonesia adalah Tuhan yang diajarkan agamanya masing-
masing. Itulah oleh berbagai kalangan bahwa Pancasila dapat disebut
sebagai civil religion. Disebut agama karena menginginkan sumber
otoritas yang bebas dari rezim yang berkuasa (Negara) dan disebut
sipil karena dia ingin bebas dari pengaruh agama tertentu.

2.2 Analisis Kasus


Ketika wacana civil religion dibawa kepada konteks Indonesia,
maka akan timbul pertanyaan mungkinkah tema tersebut dapat
digulirkan, lalu bagaimana cara untuk mengeksplorasikannya kondisi
yang dapat menyebabkan munculnya civil religion;

2.2.1 kondisi pluralisme keagamaan, yang tidak


memungkinkan bagi salah satu agama untuk digunakan oleh
seluruh masyarakat sebagai sumber makna general,

2.2.2 bagaimanapun juga, masyarakat dihadapkan pada


kebutuhan untuk melekatkan sebuah makna dalam aktifitasnya,
khususnya ketika aktifitas itu berkaitan dengan individu dari
beragam latar belakang keagamaan,

2.2.3 diperlukan sebuah sistem makna pengganti dan, jika telah


ditemukan, mereka yang aktifitasnya difasilitasi oleh sistem
tersebut akan cenderung memujanya.

Nampaknya memang civil religion hanya mungkin dapat


dikembangkan dalam suatu Negara dimana terdapat berbagai macam
agama yang diakui oleh Negara tersebut seperti Indonesia. Dengan
kata lain jika sebuah Negara yang berdasar (berafeliasi) pada suatu
agama tertentu seperti Roma, Arab Saudi, Kuwait, Iran, maka sudah

7
pasti dapat dikatakan civil religion tidak akan dapat dikembangkan.
Keanekaragaman bangsa Indonesia merupakan kenyataan yang harus
diterima secara positif dan kreatif oleh semua umat beragama. Jika
kekayaan tersebut dapat berjalan secara sinergi maka Negara ini akan
disegani Negara lain karena pembangunan akan berjalan secara
maksimal tanpa harus diinterupsi oleh konflik antar penganut agama.
Oleh karenanya, kerukunan merupakan salah satu modal dalam
pembangunan.

2.3 Solusi dan aksi


Indonesia dengan dasar Negara (Philosophische Grondslag)
yaitu Pancasila yang merupakan hasil rumusan founding fathers tentu
sangat terbuka untuk mengembangkan wacana civil religion. Dilihat
dari aspek historis, kesadaran para founding fathers akan adanya
keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia patut diacungi
jempol, sebab jauh-jauh sebelumnya mereka sudah memikirkan
bagaimana mengakomodasi segala kepentingan yang berasal dari
berbagai macam sukubangsa terlebih lagi dari berbagai macam agama
yang ada. Walaupun pada awalnya terjadi perdebatan hebat tentang
landasan filosofis yang akan dijadikan pijakan bagi Republik
Indonesia. Nasionalis muslim atau setidaknya yang secara Islami
mengilhami orang-orang nasionalis, menginginkan Indonesia yang
merdeka berlandaskan Islam, dan itu berarti mengimplikasikan
berdirinya Negara Islam Indonesia (Islamic State of Indonesia). Akan
tetapi nasionalis sekuler, yang kebanyakan dari mereka adalah
penganut Islam sendiri dan non muslim, menolak gagasan tersebut,
sehubungan dengan kenyataan bahwa, ada juga non-muslim yang
turut berjuang melawan kolonialis. Nasionalis sekuler itu juga
mengingatkan bahwa menjadikan Indonesia sebagai sebuah Negara
Islam sama saja dengan merendahkan, secara tidak adil penganut
agama lain kedalam warga Negara kelas dua.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian tentang “civil religion di Indonesia’
tersebut di atas, dapat diketahui bahwa konsep civil religion
menginginkan tampilnya agama sipil pada aras nilai moral atau etika
sosial untuk mewujudkan makna general di dalam rumah kehidupan
guna merajut keberagamaan dalam berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia
bukanlah agama, tidak bertentangan dengan agama dan tidak dapat
menggantikan kedudukan agama. Kendatipun begitu, penelitian ini
ber kesimpulan bahwa Pancasila “dapat” menjadi “civil religion di
Indonesia”, setidaknya sudah berkembang seiring dengan kehendak
rakyat yang mengarah, dan menempatkan Pancasila sebagai sandaran
transendental (agama sipil). Pancasila dengan lima silanya adalah
gambaran riil tentang civil religion. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan gambaran tentang prinsip utama di dalam civil religion.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, demikian pula Sila Keadilan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwujudan dari
konsep persaudaraan yang didasarkan atas keadilan dan kemanusiaan.
Yang diperlukan adalah implementasi nilai-nilai Pancasila secara
nyata bukan hanya berada pada tataran intellectual discourse sehingga
berbagai macam tindakan diskriminasi baik yang dilakukan oleh
penguasa Negara (rezim) atau kelompok mayoritas terhadap
kelompok minoritas penganut agama dan kepercayaan termasuk
penganut agama-agama lokal harus diakhiri, bahkan lebih jauh lagi,
apalagi pada era reformasi ini, eksistensi agama-agama tersebut
hendaknya diberikan ruang untuk mengekspresikan keyakinannya.

9
3.2 Saran
Pancasila sebagai agama sipil membangkitkan kesadaran
keberagamaan baru bahwa rakyat Indonesia harus bisa hidup bersama
(living together), berdampingan, penuh kedamaian, berprinsip
ukhuwah Waṭaniyyah (persaudaraan sebangsa). Dengan semboyan
Bhineka Tunggal Ika menjadikan semangat nasionalisme demi
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

10
Daftar Pustaka
Bellah, Robert N. dan Philip E. Hammond. 2003. Varieties of Civil
Religion: Beragam Bentuk Agama Sipil dalam Beragam Bentuk
Kekuasaan Politik, Kultural, Ekonomi, & Sosial. terj. I. Khoiri.
Yogyakarta: IRCiSoD.

Hammond, Phillip E. 2003. “Bentuk-bentuk Elementer Agama Sipil.”


dalam Varieties of Civil Religion; Beragam bentuk Agama Sipil
dalam Beragam Bentuk Kekuasaan Politik, Kultural, Ekonomi, &
Sosia, ed. R. N. Bellah and P. E. Hammond. Yogya-karta: IRCiSoD.

Hefner, Robert W. 2001. Civil Islam: Islam dan Demokratisasi di


Indonesia. terj. A. Baso. Jakarta: ISAI bekerja sama dengan The Asia
Foundation

Schumann, Olaf. 2000. “Bellah dan Wacana ‘Civil Religion’ di


Indonesia.” dalam Beyond Belief: Menemukan Kembali Agama Esei-
esei tentang Agama di Dunia Modern, terj. R. H. Alam. Jakarta:
Paramadina

Hikam, Muhammad A. S. 1996. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta:


LP3ES.

Juergensmeyer, Mark. 1998. Menentang Negara Sekuler: Kebangkitan


Global Nasionalisme Religu terjadi. Noorhaidi. Bandung: Mizan.

11

Anda mungkin juga menyukai