Anda di halaman 1dari 21

2 LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian site layout


Penataan site (site layout) adalah tata letak penempatan fasilitas-fasilitas
penunjang proyek seperti kantor, gudang penyimpanan bahan, peralatan, material,
maupun penempatan instalasi listrik, fire extinguisher, jalan keluar masuk dan lain
sebagainya dalam suatu proyek konstruksi, sehingga proses konstruksi dapat
berjalan dengan lancar dan selesai tepat waktu.
Dalam penataan site, yang perlu direncanakan meliputi identifikasi fasilitas-
fasilitas penunjang proyek, perencanaan bentuk dan ukuran fasilitas, serta
penempatannya di lapangan. Perencanaan site layout sangat penting dalam
meningkatkan keselamatan kerja, efisiensi operasional, meminimalkan waktu
tempuh, mengurangi material handling, dan menghidari adanya gangguan/halangan
pada pergerakan material dan peralatan.
Penataan site yang baik dapat terwujud dengan adanya manajemen sumber
daya yang efektif dan efisien. Biasanya, sumber daya yang ada dalam suatu proses
konstruksi digolongkan menjadi enam macam, yaitu: waktu, biaya, pekerja,
peralatan, material, dan keselamatan kerja.
Tetapi, selain sumber daya-sumber daya tersebut, terdapat satu sumber daya
yang juga memegang peranan penting dalam suatu proses konstruksi, yaitu lahan
kosong / space. Pada beberapa proyek yang mempunyai lahan yang terbatas, space
ini harus direncanakan dan diutilisasikan dengan baik. Sebaliknya pada proyek
yang mempunyai lahan yang luas, penempatan daripada fasilitas-fasilitas proyek
perlu direncanakan dengan baik pula karena dapat mempengaruhi material
handling dan travel cost.
Sebagian besar daripada sumber daya konstruksi, seperti material, peralatan,
serta failitas-fasilitas penunjang memerlukan space. Oleh karena itu, perlu adanya
alokasi site space untuk sumber daya-sumber daya konstruksi sehingga sumber
daya-sumber daya tersebut dapat accessible and fungsional selama proses (Zouein
& Tommelien, 1999).

5
Universitas Kristen Petra
6

2.2. Masalah perencanaan Site Layout


Perencanaan layout merupakan masalah universal yang muncul pada
beberapa bidang ilmiah. Pada teknik industri, masalah yang terjadi adalah masalah
peletakan posisi yang optimum daripada fasilitas-fasilitas industri. Pada teknik
elektro, desain daripada VLSI microchips melibatka masalah yang disebut macro-
cell layout generation. Pada masalah ini, berbagai macam komponen harus
dialokasikan pada posisi yang optimum untuk meminimalisasikan area daripada
microchip (Schnecke & Vornberger, 1997).
Dalam bidang konstruksi, masalah perencanaan site layout yang dihadapi
adalah identifikasi berbagai jenis fasilitas yang diperlukan untuk mendukung
operasi pada proses konstruksi, menentukan ukuran dan bentuk fasilitas-fasilitas,
dan meletakkan fasilitas-fasilitas tersebut dengan batasan-batasan yang ada pada
site. Contoh-contoh daripada fasilitas-fasilitas di atas meliputi kantor, tool trailers,
tempat parkir, warehouses, batch plants, maintenance areas, fabrication yards,
staging areas, dan lay-down areas (Yeh, 1995).
Fasilitas-fasilitas di dalam proyek dibagi 2 jenis, yaitu fasilitas sementara
dan fasilitas permanen. Fasilitas sementara adalah fasilitas yang dapat diletakkan
di tempat kosong mana saja yang terdapat di lapangan. Sedang fasilitas permanen
adalah fasilitas yang memiliki tempat yang tetap di lapangan dan berhubungan
dengan fasilitas lainnya.
Mengabaikan perencanaan site layout pada perencanaan awal dapat
mengakibatkan adanya layout yang kurang sesuai sehingga memerlukan adanya
koreksi di lapangan. Adanya perbaikan di lapangan tersebut membutuhkan dana
yang lebih besar daripada adanya tindak pencegahan pada tahap awal perencanaan.
Hal ini dikarenakan, biasanya ketidaksesuaian layout timbul tidak pada tahap awal
proyek, melainkan pada tahap-tahap menjelang akhir proyek.
Perencanaan suatu site layout biasanya dilakukan oleh project manager
atau planner berdasar pengetahuan dan pengalaman mereka. Hal ini menyebabkan
adanya perbedaan yang signifikan daripada hasil perencanaan antara satu
perencana dengan perencana yang lain. Oleh karena itu, peneliti bidang konstruksi
memperkenalkan pendekatan-pendekatan perencanaan site layout yang sistematis
supaya perencanaan suatu site layout lebih perspektif. Antara pendekatan yang satu

Universitas Kristen Petra


7

dengan yang lain mempunyai perbedaan dalam hal penyediaan hasil yang
diinginkan (kelengkapan detail) hingga tingkat kesulitan dalam penyelesaian
perencanaan site layout.
Perencanaan site layout dapat diklasifikasikan berdasarkan dua aspek : (1)
method of facility assignment, dan (2) layout planning technique. Pada method of
facility assignment, di mana fasilitas-fasilitas sementara ditentukan pada site,
terdapat dua macam metode. Metode yang pertama disebut facility to location
assignment. Pada metode facility to location assignment ditentukan sebuah set
predefined facilities pada sebuah set predefined locations, sehingga jumlah lokasi
yang tersedia harus lebih dari sama dengan jumlah fasilitas yang ada. Metode yang
kedua disebut facility to site assignment. Pada metode facility to site assignment
ditentukan sebuah set predefined facilities pada beberapa unocuppied space yang
masih tersedia/belum ditempati pada site.
Pada metode facility to location assignment terdapat satu hal yang
terabaikan, yaitu ukuran fasilitas. Semua lokasi diasumsikan dapat sesuai (fit)
terhadap semua fasilitas. Asumsi ini merupakan kelemahan metode facility to
location assignment karena pada kenyataan selalu terdapat perbedaan substansial
dalam ukuran fasilitas pada site. Metode ini dapat lebih generik apabila
diasumsikan perencana site layout belum mengatur lokasi yang feasible untuk
penempatan fasilitas. Selain itu, pada metode facility to location assignment
kebutuhan akan ruang perlu dipenuhi secara simultan.
Pada metode facility to site assignment memperhatikan teknik yang
digunakan untuk melakukan proses assignment fasilitas-fasilitas sementara.
Berbagai teknik telah digunakan untuk melakukan proses assignment, mulai dari
matematika murni hingga knowledge-based system. Tetapi, peneliti-peneliti belum
menemukan teknik yang paling sesuai di antara teknik yang sudah ada, yang
digunakan untuk melakukan proses assignment ini.
Teknik matematika yang digunakan untuk proses assignment biasanya
melibatkan identifikasi dari satu atau lebih tujuan yang diusahakan dapat tercapai.
Tujuan utama yang biasanya diusahakan untuk tercapai adalah minimalisasi biaya
transportasi pada site. Tujuan-tujuan perencanaan site layout biasanya
diterjemahkan ke teknik matematika menjadi fungsi objektif. Berikut adalah

Universitas Kristen Petra


8

beberapa teknik matematika yang digunakan untuk menyelesaikan masalah


optimasi pada perencanaan site layout.
Fungsi-fungsi objektif kemudian dioptimasikan dengan memberikan
problem-spesific constraints sehingga didapat layout yang diinginkan. Sedang,
knowledge-based system memberikan peraturan-peraturan yang dapat membantu
perencana site layout untuk merencanakan site layout, sehingga tidak terlalu
mengutamakan proses yang berdasarkan optimasi tujuan yang lebih spesifik.
Antara fasilitas yang satu dengan yang lain sangat berkaitan untuk
menentukan posisi yang sesuai. Misalnya, Container yang berisi bahan bakar harus
diletakkan jauh dari bangunan dan tangki oksigen. Physical resources, seperti
trailer tidak dapat diletakkan pada space yang telah ditempati oleh physical
resources yang lain, karena sumber daya tersebut tidak bisa overlap. Hambatan
yang terjadi dari waktu ke waktu dapat berubah-ubah. Lay down area memerlukan
space untuk meletakkan precast members pada saat proses ereksi pada struktur
bangunan, dan space untuk meletakkan peralatan-peralatan yang nantinya akan
digunakan. Interactions
Antara fasilitas yang satu dengan yang fasilitas lain juga menunjukkan
kualitas daripada penempatan fasilitas-fasilitas tersebut, yang juga dari waktu ke
waktu dapat mengalami perubahan. Loader dan filling material berinteraksi selama
aktivitas backfilling, sehingga loader dan filling material harus diletakkan sedekat
mungkin antara yang satu dengan yang lain untuk meminimalkan travel time. Pada
saat aktivitas ini selesai, interaksi antara loader dan filling material juga berhenti.
Loader dapat digunakan untuk aktivitas yang lain dan direlokasikan sehingga dapat
berfungsi lebih baik (Zouein & Tommelien, 1999).
Hal-hal tersebut di atas menyebabkan terciptanya dynamic layout planning,
yaitu suatu model yang menciptakan layout yang dapat berubah sesuai waktu dan
progres daripada proses konstruksi.

Universitas Kristen Petra


9

2.2.1. Metode-metode pemecahan masalah perencanaan site layout


Peneliti-peneliti dalam bidang konstruksi telah melakukan banyak
menciptakan pendekatan-pendekatan/metode-metode untuk menghadapi masalah
perencanaan site layout. Pendekatan-pendekatan ini dapat dibagi menjadi 2
golongan yaitu : static layout planning dan dynamic layout planning.

2.2.1.1. Static layout planning


Static layout planning merupakan suatu perencanaan di mana hanya
direncanakan satu buah layout yang digunakan sepanjang proses konstruksi
berlangsung. Biasanya perencanaan layout ini bisa menjadi kurang sesuai dengan
keadaan sebenarnya setelah terdapat progress yang cukup signifikan dalam proses
konstruksi. Hal ini menyebabkan perencanaan site layout dengan menggunakan
metode ini sebenarnya kurang efektif dan efisien.

2.2.1.2 Dynamic layout planning


Dynamic layout planning merupakan suatu perencanaan di mana dapat
menciptakan perencanaan site layout yang berubah-ubah dari waktu ke waktu. Hal
ini sangat bermanfaat karena pada sebagian besar proyek konstruksi, site dapat
berubah-ubah seiring waktu dan progressnya.
Berikut adalah beberapa hal yang sering terjadi pada suatu proyek sehingga
memerlukan adanya perubahan site layout :
1- Semakin proyek berjalan, semakin banyak area yang diperlukan untuk fasilitas
permanen sehingga area untuk fasilitas-fasilitas pendukung semakin sedikit.
2- Jenis dan banyaknya material yang dikirimkan ke site sehingga juga perlu
adanya perubahan site. Hal ini dikarenakan perlu adanya area tambahan yang
disediakan untuk menyimpan material-material tersebut (Zouein & Tommelien,
1999).
3- Pada sebagian besar proyek, permintaan untuk peralatan berat dan fasilitas-
fasilitas penunjangnya selalu berubah sesuai dengan progress daripada proyek
tersebut. Hal ini menyebabkan perubahan site space yang diperlukan dan
perubahan letak fasilitas-fasilitas yang signifikan dari waktu ke waktu.
4- Jalan akses keluar masuk dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan.

Universitas Kristen Petra


10

Beberapa hal di atas ini yang menyebabkan perlu adanya dynamic model
dalam suatu perencanaan site layout.

2.2.2. Teknik-teknik pemecahan masalah perencanaan site layout


Para peneliti telah memanfaatkan beberapa teknik pemecahan masalah untuk
memecahkan masalah perencanaan site layout, dari teknik yang bersifat murni
matematika sampai dengan teknik yang menggunakan komputerisasi. Artificial
intelligence dan evolutionary algorithms juga digunakan untuk meyelesaikan
masalah ini.
Teknik yang digunakan dalam memecahkan masalah perencanaan site layout
ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu heuristical techniques dan mathematical
techniques.
2.2.2.1. Heuristical Techniques
Pada awal penelitian mengenai perencanaan site layout, penelitian lebih
terfokus pada suatu sistem yang lebih tergantung pada desain manual daripada
desain secara otomatis.
Salah satu model inovatif awal yang diciptakan adalah model SightPlan yang
diprakarsai oleh Tommelien (1992). SightPlan adalah suatu model sistem yang
dapat meniru bagaimana manusia merencanakan suatu layout, meng-encode bidang
pengetahuan dan secara heuristics mengikuti proses ini. Cheng & O’Connor (1996)
mengembangkan sebuah sistem yang dapat secara otomatis merencanakan site
layout untuk fasilitas-fasilitas sementara. Sistem ini menggabungkan database
management system (DBMS) dengan geographic information system (GIS).

2.2.2.2. Mathematical Techniques


Sebagian besar teknik matematika melibatkan identifikasi daripada satu atau
lebih tujuan yang harus dicapai. Tujuan-tujuan tersebut dalam bahasa
matematikanya disebut dengan fungsi objektif. Fungsi objektif ini yang digunakan
untuk menciptakan suatu teknik optimasi yang bergantung pada constraint-
constraint yang ada.

2.3. Computer-aided Design(CAD)–based untuk perencanaan site layout

Universitas Kristen Petra


11

CAD telah banyak digunakan dalam bidang konstruksi sejak akhir 1980.
Hal ini menjadi tidak dapat dihindarkan dalam disiplin teknik. Tetapi, penggunaan
aplikasi CAD pada proyek konstruksi tertinggal di belakang penggunaan CAD
untuk menggambar desain.
Menyadari potensial CAD, Mahoney dan Tatum membuat laporan
mengenai keuntungan dalam penggunaan CAD dalam mengatur dan merencanakan
berbagai site construction operations. Mahoney dan Tatum mengusulkan CAD
dapat digunakan untuk merencanakan site layout konstruksi, sehingga didapat
suatu sistem yang dapat memudahkan dan membuat visualisasi yang lebih akurat
antara hubungan bangunan permanen dengan fasilitas-fasilitas sementara pada site.
Site boundaries, bangunan yang sudah ada pada site, fasilitas-fasilitas
sementara semua memerlukan space dan mempunyai bentuk yang berbeda antara
yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, kebutuhan untuk menunjukkan
hubungan antara hal-hal di atas tersebut secara grafik dapat sangat berguna. Untuk
alasan tertentu, Cheng dan O’Connor menggunakan Geographical Information
System (GIS) untuk membantu melambangkan grafik pada permasalahan site
layout. Tetapi, implementasi secara penuh pada CAD-based site layout planning
systems, terutama yang menggunakan teknik matematika, masih terbatas
kemampuannya sampai sekarang.
Penelitian terakhir memperkenalkan pendekatan untuk memcahkan masalah
perencanaan site layout. Penelitian ini menggunakan General Algorithms (GA),
sebagai function optimizers, dalam menentukan lokasi fasilitas sementara berdasar
informasi grafik yang menggambarkan lingkungan CAD. Berdasarkan klasifikasi
yang telah dijelaskan di atas, pendekatan ini melakukan facility to site assignment
menggunakan mathematical site layout planning.
Secara sederhana GAs merupakan algoritma yang menyampaikan pesan
dalam bentuk kode solusi yang potensial pada masalah yang spesifik dalam
kromosom sederhana seperti struktur data dan melakukan rekombinasi pada
struktur sehingga dapat memperbaiki solusi. Karena karakteristik GAs yang tidak
menggunakan informasi gradien, GAs dapat diaplikasikan pada masalah yang
mempunyai fungsi yang non-differentiable dan juga fungsi yang mempunyai
multiple local optima.

Universitas Kristen Petra


12

Al-Tabtabi dan Alex mengusulkan penggunaan GAs pada optimasi cocok


untuk keadaan-keadaan:
1) Metode statistik dan matematika konvensional tidak cukup
2) Masalah sangat kompleks, karena solusi masalah yang mungkin terjadi
sangat besar untuk dianalisa pada waktu yang terbatas
3) Informasi yang ada kurang sufisien, sehingga metode konvensional tidak
dapat dilakukan
4) Solusi daripada masalah dapat di-encode dalam bentuk strings dan karakter
5) Masalah terlalu besar dan sulit dimengerti
6) Terdapat kebutuhan yang mendesak untuk solusi yang mendekati optimal
yang digunakan sebagai starting point untuk metode optimasi konvensional.

Beberapa keadaan yang di atas, mempromosikan penggunaan GAs


untuk menyelesaikan permasalahan perencanaan site layout. Pertama, pada saat
membuat model site konsruksi yang besar, solusi space yang tersedia sangat
besar. Ukuran solusi space yang tersedia meningkat secara eksponen dengan
banyaknya fasilitas-fasilitas sementara yang diperlukan dan area yang tersedia
untuk penempatan fasilitas-fasilitas. Misalnya, pada sebuah konstruksi site
seluas 100 x 100 m, dengan fasilitas sementara seluas 1 x 1 m sebanyak 4 buah.

Maka : µ = banyaknya lokasi yang tersedia untuk fasilitas-fasilitas sementara


r = banyaknya fasilitas-fasilitas sementara yang diperlukan

Tidak termasuk semua geometrichal constraints yang ada :


µ = 100 x 100 = 10000

Solution space = u P r = 10000


P 4 = 1 x 10 16

Alasan lain mengapa GAs cocok digunakan permasalahan site layout


adalah fakta di mana solusi dapat di-encode dengan mudah dalam bentuk
strings. Pada akhirnya, menemukan solusi yang komprehensif tidak mudah dan
sesederhana meminimalkan fungsi objektif.

Universitas Kristen Petra


13

Kondisi pada konstruksi melibatkan banyak constraints, variabel, dan


ketidakpastian yang juga dipertimbangkan dalam pendekatan secara
matematika. Secara praktikal, perbedaan antara solusi optimum dan mendekati
optimum tidak terlalu signifikan, di mana solusi optimum memerlukan
penambahan dari kondisi site yang tidak terduga.

2.4. Fungsi Objektif


Peneliti-peneliti yang menggunakan teknik matematika untuk
merencanakan site layout telah mengembangkan beberapa bentuk teknik untuk
menggambarkan optimization goal(s) atau fungsi objektif. Beberapa model dari
fungsi objektif dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Fungsi objektif yang digunakan dalam literatur ( Osman, 1997)
No Pseudo model of objective function
1 To minimize the frequency of trips made by construction personnel
2 To minimize the total transportation costs of resources between facilities
To minimize the cost of facility contruction and the interactive between
3 facilities
4 To minimize the total transportation costs of resources between facilities and
the total relocation costs

Fungsi objektif yang digunakan pada beberapa model pada tabel 2.1
menggunakan general form :

 P −1 P 
Min:  ∑ ∑ Wi j d i , j 
 i =1 j =i +1 
(Sumber : CAD based dynamic layout planning of construction sites using
genetic algorithms)
Di mana P adalah jumlah dari fasilitas permanen dan fasilitas sementara yang
ada pada site; i,j adalah pasangan yang pasti antara fasilitas permanen
dengan/atau fasilitas sementara pada site; d i, j adalah jarak antar fasilitas i dan

j; W i, j merupakan term yang mewakili biaya transportasi aktual per unit jarak

antara fasilitas i dan j atau relative proximity weight yang menunjukkan


kedekatan jarak yang dibutuhkan antaraa fasilitas i dan j.

Universitas Kristen Petra


14

Penggunaan biaya transportasi aktual untuk mewakili term W i, j

mempunyai tujuan objektif yang jelas, yaitu meminimalkan total biaya


transportasi antar fasilitas-fasilitas pada proyek. Tujuan objektif ini tidak
senyata apabila dibandingkan dengan penggunaan relative proximity weight.

Tabel 2.2. Skala yang biasa digunakan dalam perencanaan site layout
(Askin and Stanridge, 1993)
Desired relationship between Proximity
facilities Weight
Absolutely Necessary (A) 81
Especially Important (E) 27
Important (I) 9
Ordinary Closeness (O) 3
Unimportant (U) 1
Undesirable (X) 0

Tetapi, untuk mendapatkan nilai yang akurat dari biaya aktual


transportasi antar fasilitas dapat menjadi cukup sulit, terutama selama masa
perencanaan proyek. Keterbatasan ini menyebabkan perlunya penggunaan
relative proximity weight karena lebih memudahkan untuk perencana site
layout dalam hal menyiapkan data.
Beberapa skala telah diadopsi dalam aplikasi teknik untuk mewakili
relative proximity weight dan memfasilitasi representasi verbal dari skala-skala
tersebut. Satu skala yang biasa digunakan dalam perencanaan site layout dapat
dilihat pada tabel 2.2
Banyak skala dapat digunakan untuk mewakili relative proximity
weight, misalnya saja skala pada tabel 2.2. Perencana site layout dapat
menggunakan skala-skala lain sesuai masalah yang dihadapi. Tetapi, tugas
akhir ini akan menggunakan skala yang sesuai dengan tabel 2.2.

2.5. Perencanaan site layout dengan sistem Integrated CAD-based


Perencanaan site layout dengan sistem Integrated CAD-based merupakan
gabungan antara kemampuan grafis yang tinggi dari CAD platforms dengan
kemampuan optimasi dari genetic algorythms untuk menghasilkan suatu site
layout sesuai yang diinginkan.

Universitas Kristen Petra


15

Sistem Integrated CAD-based terdiri dari 3 komponen utama, yaitu: input


media, optimization engine, dan output media. Untuk melakukan fungsinya, sistem
Integrated CAD-based menggunakan tiga macam data utama, yaitu site
geometrical data, temporary facility data, dan facility cost data.

Tabel 2.3. Uraian main data yang diperlukan dalam sistem Integrated CAD-based

Data Keterangan
Data gambar site Gambar site layout proyek dalam bentuk CAD yang
layout menunjukkan fasilitas-fasilitas permanen dari proyek.
Data fasilitas-fasilitas Fasilitas-fasilitas sementara yang diperlukan beserta
sementara data-datanya, termasuk ukuran tiap-tiap fasilitas dan
letaknya mula-mula.
Data nilai kedekatan Nilai kedekatan antar fasilitas proyek, baik fasilitas
sementara maupun permanen dari suatu proyek.

Pada sistem Integrated CAD-based memanfaatkan kemampuan grafik dari


CAD sebagai input/output media. Fakta bahwa sebagian besar perusahaan
konstruksi menggunakan format CAD untuk perencanaan dan gambar proyek juga
menjadi salah satu alasan kemampuan grafik CAD digunakan dalam sistem
Integrated CAD-based. Hal ini menyebabkan perencanaan dan gambar-gambar site
dapat diinput secara langsung dalam sistem Integrated CAD-based.
Setelah dilakukan input, genetic algorythms digunakan untuk melakukan
proses optimasi menggunakan fungsi-fungsi objektif. Kemudian, sistem Integrated
CAD-based menghasilkan site layout(s) sesuai yang diinginkan dalam bentuk
gambar CAD, dengan semua fasilitas-fasilitas sementara telah diletakkan pada
lokasi yang optimal/seharusnya.
Upaya lanjutan dapat dilakukan untuk menggabungkan sistem perencanaan
site layout secara otomatis ini dengan fungsi perencanaan yang lain untuk
menghasilkan sistem manajemen proyek yang komprehensif.
Sistem Integrated CAD-based diimplementasikan secara penuh
menggunakan AutoCAD TM dan sangat diuntungkan dari fitur-fiturnya yang
programmable dan dapat digabungkan dengan kemampuan optimasi dari MS
Visual Basic TM .

Universitas Kristen Petra


16

2.5.1. Penggunaan kemampuan CAD


Melakukan proses optimasi tergantung dari identifikasi spesifikasi dari
input gambar CAD, seperti site boundaries, fasilitas permanen dan obstacles.
Keakuratan identifikasi space yang tersedia pada site untuk meletakkan fasilitas-
fasilitas sementara sangat penting untuk menghasilkan solusi yang feasible.
Pada konteks di sini, input dari AutoCAD dimanfaatkan untuk melakukan
dua macam tugas utama, yaitu: (1) space detection, dan (2) constraint satisfaction.
Space detection dilakukan hanya sekali untuk kepentingan eksekusi dari proses
optimasi. Sedang, constraint satisfaction merupakan lanjutan dari space detection
yang dilakukan selama proses optimasi.

2.5.1.1. Space detection


Space detection memperhatikan masalah identifikasi dari unoccupied space
yang tersedia untuk meletakkan fasilitas-fasilitas sementara pada site. Space
detection tergantung pada konsep space discretization, yang contohnya dapat
dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Ilustrasi contoh untuk space discretization.

Pada space discretization, space dalam bentuk 2-D yang dikelilingi oleh
boundaries dari site konstruksi dibagi menjadi orthogonal X-Y grid. Kemudian,

Universitas Kristen Petra


17

grid ini dikode, di mana setiap grid mempunyai koordinat (X,Y) yang berbeda-
beda.
Tingkat keakurasian yang dibutuhkan dalam penempatan fasilitas
menunjukkan penambahan atau tingkat dari othogonal grid. Misalnya, jika
fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk diletakkan pada site dengan akurasi 2m,
maka space discretization dilakukan seperti gambar 3 sebelah kiri.
Setelah pengkodean grid selesai, grid cells dengan unoccupied space
diidentifikasi, di mana uccopied space tidak termasuk dalam keseluruhan set.
Selain itu, pengkodean grid menggunakan koordinat (X,Y) membentuk building
block dari GA string coding.
Selama space detection, CAD melakukan dua langkah utama, yaitu: (1)
identifikasi space yang dikelilingi oleh site boundaries, dan (2) identifikasi dari
fasilitas permanen dan obstacles.

2.5.1.1.1 Identifikasi space yang dikelilingi oleh site boundaries


1) Dengan menggunakan koordinat rectilinear dari site boundaries, CAD
mengidentifikasi persamaan-persamaan yang menunjukkan ujung-ujung
dari site boundary:

2) Dengan menggunakan sebuah point di dalam boundary, CAD


mengidentifikasikan space yang dikelilingi oleh ujung-ujung dari site
boundary dengan menggunakan pertidaksamaan:

3) Dengan mengunci koordinat dari semua grid points dalam bounding box
dari site boundary, CAD memilih grid points yang dapat memenuhi secara
simultan semua pertidaksamaan linear yang menunjukkan grid spaces yang
dikelilingi oleh site boundary. Semua grid points yang tidak memenuhi
pertidaksamaan linear akan diletakkan di luar site boundary.

Universitas Kristen Petra


18

2.5.1.1.2 Identifikasi fasilitas permanen dan obstacles


Grid spaces yang terletak di dalam site boundary, yang telah ditempati oleh
fasilitas-fasilitas sementara akan dihilangkan dari pendeteksian pada ”1”. Grid
spaces yang tersisa menunjukkan solusi space untuk ditempati oleh fasilitas-
fasilitas sementara.

2.5.1.1.3. Ilustrasi
Untuk mengilustrasikan proses dari space detection, dapat dilihat contoh
pada gambar 2.2. Mengikuti identifikasi dari site boundaries sebagai satu set
persamaan linear, space dikelilingi oleh lima ujung dari site boundary dapat
diidentifikasikan sebagai space yang memenuhi semua pertidaksamaan secara
simultan:

Gambar 2.2. Ilustrasi contoh untuk space detection.

2.5.1.2. Constraint satisfaction


Constraint geometrik sangat penting dalam proses perencanaan site layout.
Hal terpenting dalam penempatan fasilitas-fasilitas sementara, yaitu: (1) berada di
dalam site boundaries, dan (2) tidak ada overlap yang terjadi antar fasilitas

Universitas Kristen Petra


19

sementara yang satu dengan fasilitas sementara yang lain atau antar fasilitas
sementara dengan fasilitas permanen.
Untuk memenuhi constraint geometrik, dapat dimanfaatkan dua cara, yaitu:
(1) checksite module dan (2) check overlap module. Kedua cara ini telah didesain
supaya dapat mengatasi fasilitas-fasilitas sementara yang mempunyai bentuk
rectangular.

2.5.1.2.1. Checksite module


Cara ini memastikan bahwa tiap fasilitas sementara: (1) terletak di dalam
site boundaries dan (2) tidak overlap dengan fasilitas permanen atau site obstacle.
Hal ini membutuhkan input berupa 4 variabel, yaitu: koordinat X dan koordinat Y
dari fasilitas sementara dan dimensi fasilitas sementara dalam bentuk X dan Y.
Checksite module menggunakan output berupa Boolean true/false. Dalam
operasinya, Checksite module mengikat semua koordinat grid yang telah ditempati
fasilitas dan membandingkannya dengan semua koordinat X dan koordinat Y yang
masih tersedia/belum ditempati.
If any (X,Y) of facility ¢ Available (X,Y)
Then CheckSite = False
Else CheckSite = True

Gambar 2.3. Ilustrasi contoh untuk checksite module.

a. Check overlap module


Cara ini memastikan dua fasilitas sementara atau lebih tidak overlap satu
sama lain. Dua langkah berturutan dilakukan dalam check overlap module:

Universitas Kristen Petra


20

a) Untuk memastikan fasilitas sementara yang telah dicek tidak menempati


space yang telah disediakan lebih dulu untuk fasilitas lain pada site.
If any (X,Y) of facility ¢ Occupied (X,Y)
Then CheckOverlap = False
Else CheckOverlap = True
b) Jika tidak ada overlap terjadi, maka:
CheckOverlap =
True, then the space is reserved for the temporary facility.
For Σ (X,Y) facility, Occupied (X,Y) = Facility (X,Y)

Gambar 2.4. Ilustrasi contoh untuk check overlap module.

2.5.2. Penggunaan genetic algorythms


Biasanya terdapat dua komponen utama dari genetic algorythms yang
merupakan masalah yang berhubungan, yaitu: (1) the string coding dan (2) evaluasi
fungsi objektif. String coding mengarah pada proses penterjemahan solusi menjadi
string yang berbeda-beda yang digunakan untuk memulai genetic algorithms..
Evaluasi fungsi objektif merupakan proses pemecahan untuk mengubah string
kembali menjadi masalah persamaan, dan kemudian mencek kelanjutan masalah
objektif yang dicapai.

Universitas Kristen Petra


21

2.5.2.1.GA string coding


Sebagian besar CAD platform menggunakan sistem koordinat rectilinear
dalam menunjukan kesatuan. The string encoding tergantung pada sistem
koordinaat rectilinear untuk mencapai transformasi dari grafik, seperti koordinat
(X,Y) menjadi struktur kromosom. Contoh ilustrasi: lokasi dari tiap fasilitas terlihat
pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Ilustrasi contoh untuk CAD-based GA string encoding.

Untuk kepentingan masalah optimasi dalam tugas akhir ini, dikembangkan


mesin optimasi special-purpose GA dan dintegrasikan dalam sistem otomatis. Oleh
karena itu, sistem otomatis ini merupakan suatu stand-alone fashion, di mana
sistem otomatis ini tidak memerlukan software GA komersial yang lainnya. Berikut
adalah flowchart penggunaan GA dalam proses optimasi.

Universitas Kristen Petra


22

Gambar 2.6. Flowchart penggunaan GA dalam proses optimasi.

Universitas Kristen Petra


23

2.5.2.2.Initialization of population
Proses GA diawali dengan initial population of solution. Banyaknya initial
solutions yang dihasilkan mempengaruhi sukses atau tidaknya GA dalam mencapai
tujuan/goal. Peningkatan ukuran populasi mengakibatkan GA:
1. Mengalami peningkatan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan
populasi yang baru.
2. Menyebabkan convergence rate menjadi lambat.
3. Menyebabkan GA mendapatkan solusi optimum yang lebih banyak
Untuk membantu GA dalam melakukan blind search, sedikit penambahan
populasi dilakukan dalam proses optimasi. Selain bekerja dengan populasi yang
besar melalui GA, initial population dipilih sebagai n solusi terbaik dari sebuah
initial pool of n solutions, di mana n adalah subset dari N. Berikut adalah langkah-
langkah yang dilakukan dalam proses penambahan ini:
1. Menghasilkan secara acak initial pool of solutions N.
2. Memilih n solusi terbaik dari initial pool sebagai populasi pertama.
3. Memulai GA.
Jadi, GA memberi keuntungan dari kehadiran dari initial population yang
besar yang membantu pencarian secara acak tanpa harus membayar large
computational penalty dengan melakukan dealing dengan populasi yang besar tiap
proses generasi.

2.5.2.3. GA generations
Proses generasi yang dilakukan pada tugas akhir ini adalah steady-state
generation. Traditional GAs bergerak dari generasi (i) ke generasi (i+1) melalui
generasi dari populasi baru. Steady-state generation bergerak dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui pengenalan offspring baru untuk menggantikan solusi
terburuk pada populasi. Apabila offspring baru tidak lebih baik dari solusi terburuk,
maka offspring tersebut tidak diperhatikan, dan offspring baru lainnya dipilih.
Penelitian sebelumnya telah berhasil memanfaatkan steady-state generation dalam
menangani masalah optimasi site layout.
Eliminasi offspring terburuk berarti solusi baru telah dihasilkan, dan
keseluruhan populasi akan mengalami peningkatan. Generasi dari offspring baru
mengikutsertakan tiga operator genetik tradisional:

Universitas Kristen Petra


24

a. Replication: traditional rouletter wheel selection dilakukan berdasarkan


kecocokan nilai untuk solusi individual. Dengan pemanfaatan replikasi
steady-state population, dua offspring dipilih untuk menggantikan dua
solusi terburuk pada populasi.
b. Crossover: traditional rouletter wheel selection yang sama seperti proses
replication dilakukan untuk memilih parents yang akan di-crossover. Single
point crossover sederhana digunakan untuk meminimalkan pemisahan
schemata. Setelah proses crossover, dua pengecekan dilakukan terhadap
offspring, yaitu:
1) Constraint satisfaction : untuk memeriksa feasibility dari solusi-
solusi yang baru.
2) Objective function improvement: untuk memeriksa solusi-solusi
yang baru tidak lebih buruk dari solusi-solusi yang digantikan.
c. Mutation: mutasi diguinakan untuk memecahkan stagnasi dengan
memperkenalkan informasi genetik yang baru pada populasi. Selama
pengetesan sistem otomatis perencanaan site layout dengan GA tanpa
mutasi menghasilkan solusi yang mendekati optimum. Solusi mendekati
optimum ini perlu adanya perbaikan supaya menjadi solusi yang optimum.
Perbaikan ini melibatkan pergerakan kecil dari satu atau lebih fasilitas
sementara dalam arah yang spesifik. Modifikasi mutation operator
dikembangkan untuk melakukan fungsi ini. Mutation operator secara acak
melakukan langkah-langkah berikut:
1. Memilih fasilitas sementara untuk dipindahkan
2. Memilih tujuan pergerakan (terhadap X dan Y axis)
3. Memilih arah pergerakan (arah positif atau negatif)
4. Apply pergerakan satu unit fasilitas yang telah dipilih pada langkah 1
dan arah yang dipilih pada langkah 2 dan 3. Kemudian, solusi baru
diperiksa untuk constraint satisfaction dan objective function
improvement. Apabila tidak memenuhi, prosedur mutasi diulang
kembali.

Universitas Kristen Petra


25

Gambar 2.7. Flowchart mutation operator

2.5.2.4. Convergence condition


Biasanya, proses generasi GA terus berlangsung hingga kondisi konvergen
tercapai. Pada penelitian GA di sini, kondisi konvergen tercapai ketika variasi ( ∆ )
pada populasi, atau dengan kata lain, terdapat sedikit perbedaan antara nilai
maksimum dan nilai minimum populasi. Kondisi konvergen terjadi apabila
memenuhi kondisi berikut:

Di mana Min adalah solusi minimum pada populasi terakhir, Max adalah solusi
maksimum pada populasi terakhir, dan Convergence value tergantung user
(biasanya 5-10%)
Selama melakukan eksperimen dengan GA, ditemukan bahwa modifikasi
mutation operator membantu GA untuk mencapai lebih banyak solusi optimum.
Sebaliknya, hal ini menyebabkan proses konvergen yang lebih lambat.

Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai