Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA An. H DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG (CKS)
DI RUANG SADEWA 2 RSUD KRMT WONGSONEGORO SEMARANG

DISUSUN OLEH
LAILA QOTHRUNNADA
NIM. P1337420619042

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN NERS


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut penelitian nasional Amerika Guerrero et al (2000) di bagian
kegawatdaruratan menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma
pada anak-anak adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh
benda keras.Penyebab cedera kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan
kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala
karena trauma kemudian menurun pada usia dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor
dan kekerasan yang sebelumnya merupakan etiologi cedera utama, digantikan oleh
jatuh pada usia >45 tahun.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat
kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif – non
konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala
mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau permanen.
Trauma kepala dapat menyebabkan kematian atau kelumpuhan pada usia dini (Osborn,
2003). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna
kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk
menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram, 2007).
Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan
kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala,
75.000 diantaranya meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan
mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007)
Angka kejadian cedera kepala pada laki-laki 58% lebih banyak dibandingkan
perempuan. Hal ini disebabkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif
sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping
penanganan pertama yang belum benar benar rujukan yang terlambat (Sezanne C.
Smeltzer & Brenda G. Bare, 2013).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses
keperawatan pada pasien dengan cedera kepala sedang.
2. Tujuan Khusus Mahasiswa mampu :
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan cedera kepala
sedang di ruangan Sadewa II RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada keperawatan pada pasien dengan
cedera kepala sedang di ruangan Sadewa I RSUD K.R.M.T Wongsonegoro.
c. Membuat intervensi keperawatan pada keperawatan pada pasien dengan
cedera kepala sedang di ruangan Sadewa I RSUD K.R.M.T Wongsonegoro.
d. Melaksanakan implementasi keperawatan berdasarkan intervensi
keperawatan pada pasien dengan cedera kepala sedang di Sadewa I RSUD
K.R.M.T Wongsonegoro.
e. Melakukan evaluasi keperawatan keperawatan pada pasien dengan cedera
kepala sedang di ruangan Sadewa I RSUD K.R.M.T Wongsonegoro.
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan atau mengembangkan ilmu
keperawatan medikal bedah khususnya asuhan keperawatan pada pasien dengan
Cedera Kepala Sedang.
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data bagi peneliti
berikutnya khususnya yang terkait dengan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Cedera Kepala Sedang.
2. Manfaat praktis
a. Bagi perawat diharapakan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman
untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Cedera Kepala
Sedang.
b. Bagi management diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bagan bagi
kepala ruangan dalam melakukan monitoring tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Cedera Kepala Sedang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang terjadi karena,
fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio memar, leserasi dan
perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak
(Doenges, 2000).
Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan skala koma glassgow 9 -
13, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di
Rumah Sakit (Torner, 1999). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Arif, 2000). Cedera kepala merupakan
proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang
menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & Neil. 2006)
Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat
menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Gangguan yang
ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif,
psikis, intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan
oleh karena trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai
dari bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak (Soertidewi,
2006).
2. Etiologi
Penyebab cedera kepala antara lain (Rosjidi, 2007):
a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
c. Cedera akibat kekerasan.
d. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak.
e. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
f. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
3. Patofisiologi
Proses patofisiologi cedera otak dibagi menjadi dua yang didasarkan pada
asumsi bahwa kerusakan otak pada awalnya disebabkan oleh kekuatan fisik
yang lalu diikuti proses patologis yang terjadi segera dan sebagian besar bersifat
permanen. Dari tahapan itu, Arifin (2002) membagi cedera kepala menjadi dua:
1) Cedera otak primer
Cedera otak primer (COP) adalah cedera yang terjadi sebagai akibat
langsung dari efek mekanik dari luar pada otak yang menimbulkan kontusio
dan laserasi parenkim otak dan kerusakan akson pada substantia alba
hemisper otak hingga batang otak.
2) Cedera otak sekunder
Cedera otak sekunder (COS) yaitu cedera otak yang terjadi akibat proses
metabolisme dan homeostatis ion sel otak, hemodinamika intrakranial dan
kompartement cairan serebrosspinal (CSS) yang dimulai segera setelah
trauma tetapi tidak tampak secara klinis segera setelah trauma. Cedera otak
sekunder ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain kerusakan sawar
darah otak, gangguan aliran darah otak, gangguan metabolisme dan
homeostatis ion sel otak, gangguan hormonal, pengeluaran neurotransmitter
dan reactive oxygen species, infeksi dan asidosis. Kelainan utama ini
meliputi perdarahan intrakranial, edema otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan kerusakan otak.
Cedera kepala menyebabkan sebagian sel yang terkena benturan mati
atau rusak irreversible, proses ini disebut proses primer dan sel otak
disekelilingnya akan mengalami gangguan fungsional tetapi belum mati dan
bila keadaan menguntungkan sel akan sembuh dalam beberapa menit, jam
atau hari. Proses selanjutnya disebut proses patologi sekunder. Proses
biokimiawi dan struktur massa yang rusak akan menyebabkan kerusakan
seluler yang luas pada sel yang cedera maupun sel yang tidak cedera. Secara
garis besar cedera kepala sekunder pasca trauma diakibatkan oleh beberapa
proses dan faktor dibawah ini :
a. Lesi massa, pergeseran garis tengah dan herniasi yang terdiri dari
perdarahan intracranial dan edema serebral
b. Iskemik cerebri yang diakibatkan oleh : penurunan tekanan perfusi
serebral, hipotensi arterial, hipertensi intracranial, hiperpireksia dan infeksi,
hipokalsemia/anemia dan hipotensi, vasospasme serebri dan kejang.
4. Klasifikasi
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang
muncul setelah cedera kepala. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi
aspek, secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:
1) Mekanisme cedera kepala
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil/motor,
jatuh atau pukulan benda tumpul.Cedera kepala tembus disebabkan oleh
peluru atau tusukan.Adanya penetrasi selaput durameter menentukan
apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2) Beratnya cedera Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai
secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam
deskripsi beratnya penderita cedera kepala.
a. Cedera kepala ringan (CKR) GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan
kesadaran (pingsan) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia
retrograde.
b. Cedera kepala sedang (CKS) GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau
amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
c. Cedera kepala berat (CKB) GCS lebih kecil atau sama dengan 8,
kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3) Morfologi cedera Secara morfologi, kejadian cedera kepala dibagi menjadi:
a. Fraktur cranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup.
b. Lesi intracranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua
jenis lesi sering terjadi bersamaan. Cedera otak difus umumnya
menunjukkan gambaran CT-Scan yang normal, namun keadaan klinis
neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma.
Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak
difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan
Cedera Aksonal Difus (CAD).
5. Pemeriksaan
1) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya
lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72
jam setelah injuri
2) MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3) Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral,
seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma.
4) Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
5) X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang
6) BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7) PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8) CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachnoid.
9) ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal cidera kepala dapat dilakukan dengan :
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
g. Pembedahan

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Biasanya klien datang ke RS karena terjadinya penurunan kesadaran akibat
trauma pada kepala.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien datang ke RS karena mendapat trauma pada kepala, baik oleh
benda tumpul ataupun tajam, jatuh, dll. Dengan keluhan pusing atau sampai
terjadi pemurunan kesadaran.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu dikaji apakah sebelumnya klien mengalami
cedera kepala, riwayat hipertensi, riwayat DM, dan apakah klien mempunyai
alergi obat.
e. Riwayat penyakit keluarga
Dikaji apakah keluarga ada yang pernah mengalami kejadian yang sama dan
adakah keluarga yang menderita hipertensi dan DM.

Pengkajian Fokus :
a. Pola Nutrisi
Biasanya terjadi mual, muntah serta penurunan nafsu makan.
b. Pola Eliminasi
Terjadi inkontinensia urin dan gangguan saat BAB.
c. Pola Personal Hygiene
Akan terjadi defisit perawatan diri akibat rasa pusing, lemah atau terjadi
penurunan kesadaran
d. Pola Istirahat dan Tidur
Gangguan pola tidur dapat berupa kesulitan tidur akibat rasa pusing atau
terjadi penurunan kesadaran
e. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Klien mengalami kegelisahan, rasa pusing atau sakit kepala pada lokasi
trauma dengan skala yang berbeda pada setiap individu.
f. Pola Respirasi
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif.
g. Pola Neurologis
Terjadi penurunan kesadaran, pusing, vertigo, hilang keseimbangan.
h. Pola Aktivitas dan Latihan
Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan sampai terjadi penurunan
kesadaran.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialami
baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosa keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2016)
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang telah
diidentifikasi dalam diagnose keperawatan.
Tujuan perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan
untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien.
Kriteria proses perawatan membuat rencana tindakan asuhan keperawatan
untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan meliputi perencanaan
terdiri atas prioritas, tujuan dan rencana tindakan keperawatan, bekerjasama
dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan, perencanaan
bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien,
mendokumentasikan rencana keperawatan (Nursalam, 2007).
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan atau realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukkan. Kegiatan dalam pelakasanaan juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama
dan sesudah dilakukkan tindakan, dan menilai data baru yang mungkin muncul
(Nikmatur Rohmah & Saiful Wahih, 2014)
5. Evaluasi Keperawan
Evaluasi keperawatan merupakan penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap-tahap perencanaan (Rohmah, 2012). Tujuan dari evaluasi ini adalah
untuk :
 Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
 Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
 Meneruskan rencana tindakan keperawatan
BAB III
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS CEDERA KEPALA
SEDANG DI RSUD KRMT WONGSONEGORO

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
1. Klien / Pasien
1) Nama : An.H
2) Usia : 4 tahun
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Alamat : Gemuh
5) Pendidikan : TK
6) Pekerjaan : Pelajar
7) Agama : Islam
8) Suku : Jawa
9) Tanggal Masuk : 22 Oktober 2021
10) Diagnosa medis : Cedera Kepala Sedang
11) No. CM : 552880
2. Penanggung Jawab
1) Nama : Ny. E
2) Umur : 21 tahun
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Hubungan dengan klien : Ibu
5) Alamat : Gemuh

B. KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluh nyeri kepala dan memar di area wajah.

C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga pasien mengatakan pasien masuk IGD RSUD KRMT
Wongsonegoro Semarang pada tanggal 22 Oktober 2021 pukul 16.00 WIB
dengan menggunakan kendaraan pribadi. Pasien datang dengan keluhan
post jatuh dari pohon setinggi 2 meter saat bermain bersama teman-
temannya, pasien tiba di RS dengan keadaan mimisan dan tidak sadar.
Pasien dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan hasil TTV, pernafasan
24x/menit, nadi: 121x/menit, S: 37,5 ºC, SpO2 98%. Pasien mendapat terapi
infus RL 20 tpm, injeksi ranitidine 1x1, dan injeksi citicoline 2x1. Setelah
itu pasien dipindahkan ke ruang Sadewa 1 menggunakan bed.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga pasien mengatakan pasien sebelumnya tidak pernah kecelakaan
(jatuh) separah ini, keluarga pasien mengatakan dulu pernah jatuh namun
hanya luka luka ringan saja.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit
seperti yang dialaminya saat ini, keluarga pasien juga tidak ada yang
mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes melitus dan tidak
ada yang mempunyai penyakit menular seperti HIV, TBC, hepatitis dan lain
sebagainya.

D. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4 M5 V6
BB : 15 kg TB : 70 cm
Suhu : 37,5 ºC, RR : 22 x/menit, Nadi : 98 x/menit, SpO2 : 95%
b. Pemeriksaan fisik (head to toe)
1) Kepala : bentuk mesochepal, tidak ada lesi.
a) Rambut : hitam, lurus, tidak berketombe, tampak bersih.
b) Mata : bentuk simetris, tidak tampak sekret, pupil isokor tidak ada
midriasis, konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
c) Wajah : bentuk oval
d) Hidung : bentuk simetris, tidak ada sumbatan, terdapat sekret.
e) Mulut : simetris, tidak menceng, mukosa lembab bibir
tidak sianosis, lidah kotor, tidak ada stomatitis.
f) Telinga : bentuk simetris, tidak ada serum.
2) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe, tidak ada
peningkatan JVP.
3) Dada
a) Paru-paru
- Inspeksi : gerakan dada simetris, tidak tampak retraksi dinding
dada, tidak ada lesi.
- Palpasi : tidak idak terdapat krepitasi dan benjolan, focal
premitus teraba.
- Perkusi : terdengar sonor.
- Auskultasi : tvesikuler, tidak ada nafas tambahan.
b) Jantung
- Inspeksi : tampak iktus cordis
- Palpasi : tidak teraba nyeri
- Perkusi : terdengar pekak pada ICS 2 kanan dan kiri sampai
dengan ICS 5 kiri.
- Auskultasi : terdengar suara jantung lup dup, tidak ada suara
tambahan.
4) Abodemen
- Inspeksi : Tidak adanya asites
- Auskultasi : Bising usus 12x/menit
- Perkusi : Tympani
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
5) Kulit : Kulit berwarna coklat, kulit terasa hangat, terdapat luka lebam di
wajah.
6) Ekstremitas
- Atas : Terpasang infus RL 20tpm ditangan kanan, tidak terdapat
edema pada ekstremitas atas, terpasang gips di sebelah kanan.
- Bawah : adanya luka dikaki sebelah kanan

E. PEMERIKSAAN POLA FUNGSIONAL


1) Pola Nutrisi
- Sebelum sakit : Pasien makan 3x sehari, 1 porsi habis. Makanan yang
dikonsumsi pasien berupa nasi sayur dan lauk. Kemudian pasien minum 6-
5 gelas perhari(1500) berupa air putih
- Selama sakit : Keluarga pasien mengatakan selama sakit nafsu makan pasien
berkurang. Hanya habis 1/3 porsi makanan.
2) Pola Persepsi Kesehatan – Pemeliharaan Kesehatan
- Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan setiap pasien ada gangguan
kesehatan selalu periksa ke dokter.
- Di rumah sakit : Keluarga pasien mengatakan menolak untuk dilakukan
operasi.
3) Pola Eliminasi
- Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan saat dirumah BAK lancar
dengan frekuensi 5-6 x sehari, BAB 1x sehari lancar.
- Setelah sakit : Keluarga pasien mengatakan BAB lancar, namun sudah 5
hari pasien belum BAB.
4) Pola Aktivitas Dan Latihan
- Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan aktivitas pasien dirumah
mandiri, belajar dan bermain bersama teman-temannya
- Selama sakit : Keluarga pasien mengatakan melakukan semua aktivitas
dengan dibantu keluarganya.
5) Kebutuhan Istirahat-tidur
- Sebelum sakit :
Sebelum sakit kebutuhan istirahat-tidur pasien tercukupi, pasien biasanya
dalam sehari tidur 7-10 jam.
- Selama sakit :
Keluarga pasien mengatakan tidak ada perubahan dalam pola tidurnya di
rumah sakit, namun sering terbangun akibat nyeri.
6) Pola Persepsi Koginitif
- Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan berkomunikasi menggunakan
bahasa jawa, penglihatan baik tidak berkacamata, tidak ada gangguan
pendengaran.
- Di rumah sakit : Keluarga pasien dirumah sakit mampu mengingat dengan
baik, dan pasien tidak tau tentang penyakitnya saat ini.
7) Koping atau toleransi stres
Pengambilan keputusan dalam menjalankan tindakan dilakukan oleh pihak
keluarga, terutama ibu dan nenek pasien
8) Pola hubungan
Pasien mempunyai hubungan baik dengan kedua orang tuanya dan teman-
temannya, pasien tingga bersama orang tua dan neneknya.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan MSCT Scan Kepala Tanpa Kontras
Kesan :
- Gambaran brain swelling
- Disertai tanda-tanda peningkatan TIK saat ini
- Fraktur os frontal kiri dan dinding lateral kavumnasi.
- Sinusitis etmoid dan maksilaris dupleks.
b) Foto Rontgen Antebrachi Dekstra AP-Lateral
- Struktur tulang tampak normal.
- Tampak buckling korteks pada os radius distal dekstra.
- Tak tampak lesi litik dan skelerotik pada tulang.
- Tak tampak penyempitan celah sendi
- Tak tampak lusensi dan klasifikasi soft tissue
Kesan :
Buckling korteks pada os radius distal dekstra.
c) Program Terapi
- Infus RL 15 tpm
- Ranitidin 1x2 mg
- Ketorolac inj 2x15 mg
- Citocilin inj 2x250 mg
- Manitol 4x40 cc
- Mecobalamin inj 1x250 mg
- Cefixime sirup 100mg (3x1 cth)
G. ANALISA DATA
NO TANGGAL DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1 25 Oktober DS: Pasien mengatakan nyeri Agen Nyeri akut
2021 kepala dan tangan pencedera (D.0077)
P: Nyeri kepala timbul saat fisik
bergerak/bergeser
Q: di tusuk-tusuk
R: kepala
S: Skala 4
T: Hilang timbul
DO: Pasien tampak meringis
kesakitan
2 25 Oktober DS: Keluarga klien Cedera kepala Risiko perfusi
2021 mengatakan pasien serebral tidak
mengalami post jatuh dari efektif (D.0017)
pohon setinggi 2 meter.
DO: pasien tampak menangis
memegangi kepala
Suhu: 36,6ºC
RR : 22x/menit
N: 91x/menit
GCS : E4V5E6

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)
2) Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d cedera kepala (D.0017)
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tgl/Hari No Dx Tujuan Intervensi TTD
Senin, 1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri N
25/10/2021 (D.0077) keperawatan selama 3x24 (I.08238)
(13.00) Jam diharapkan tingkat - Identifikasi lokasi, durasi,
nyeri (L.08066) menurun , frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
- Keluhan nyeri menurun -Berikan teknik
- Meringis menurun - nonfarmakologis untuk
Gelisah menurun mengurangi rasa nyeri
dengan terapi teknik
relaksasi nafas dalam
-Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
seperti suhu, ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
-Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Senin, 2 Risiko Setelah dilakukan tindakan Mananjemen peningkatan
25/10/2021 perfusi keperawatan 2x24 jam tekanan intrakranial
(13.10) serebral diharapkan perfusi serebral (I.09325)
tidak efektif (L.02014) meningkat -Identifikasi penyebab
d.d cedera dengan kriteria hasil: peningkatan TIK
kepala - Sakit kepala menurun -Monitor tanda/gejala
(D.0017) - Gelisah menurun peningkatan TIK
- Kecemasan menurun -Berikan posisi semi
fowler
-Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
-Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis,jika perlu
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/tgl Jam Dx Implementasi Respon Pasien TTD
Senin, 13.00 1 Pemberian analgetik DS : Pasien mengatakan bersedia Nada
25/10/2021 - inj ketorolac diberi injeksi obat
- inj fenitoin DO : Pasien tampak menangis saat
injeksi obat

13.20 1 Mengidentifikasi lokasi, DS : Pasien mengatakan nyeri Nada


durasi, frekuensi, kualitas, P : nyeri muncul ketika bergerak
intensitas nyeri Q : ditusuk-tusuk
R : kepala
S : skala 4
T : hilang timbul
DO : Pasien tampak merintih
kesakitan

14.00 1 Mengkontrol lingkungan DS : Keluarga pasien mengatakan Nada


yang memperberat rasa nyeri lingkungan sudah nyaman.
seperti suhu, ruangan, DO : Pasien tampak senang bermain
pencahayaan, kebisingan) dengan ibunya.

15.00 2 Identifikasi penyebab DS : Keluarga pasien mengatakan Nada


peningkatan TIK pasien post jatuh dari pohon setinggi
2m.
DO : TIK disebabkan oleh cedera
kepala karena jatuh

15.00 2 Memonitor tanda/gejala DS : Keluarga pasien mengatakan Nada


peningkatan TIK pasien sering menangis karena sakit
kepala
DO : Pasien tampak sering menangis
di kamarnya.
Selasa, 12.30 1 Mengidentifikasi lokasi, DS : Pasien mengatakan nyeri pasien Nada
26/10/2021 durasi, frekuensi, kualitas, sudah berkurang setelah diberi obat
intensitas nyeri analgetik
P : nyeri muncul ketika bergerak
Q : ditusuk-tusuk
R : kepala
S : skala 2
T : hilang timbul
DO : Pasien tampak lebih ceria dari
hari sebelumnya.

13.00 2 Minimalkan stimulus dengan DS : Keluarga pasien mengatakan Nada


menyediakan lingkungan lingkungan sudah nyaman.
yang tenang DO : Pasien tampak tertidur nyenyak

14.30 2 Memberikan posisi semi DS : Pasien mengatakan lebih Nada


fowler nyaman setelah diberi posisi semi
fowler
DO : Posisi pasien menjadi semi
fowler

V. EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal/jam Diagnosa Evaluasi TTD
Keperawatan
25/10/2021 Nyeri Akut b.d S: Pasien mengatakan nyeri berkurang Nada
(16.00) agen pencedera P: nyeri muncul ketika bergerak
fisik (D.0077) Q: ditusuk-tusuk
R: kepala
S: 3
T: hilang timbul
O: Pasien tampak lebih rileks
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
- Mengidentifikasi lokasi, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Berikan kolaborasi obat analgetik
25/10/2021 Risiko perfusi S: Pasien mengatakan pusing dan nyeri kepala Nada
(16.00) serebral tidak berkurang
efektif d.d O: Pasien tampak rileks dan nyaman
cedera kepala A: Masalah perfusi serebral tidak efektif teratasi
(D.0017) sebagian
P: Lanjutkan intervensi
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
- Berikan posisi semi fowler
26/10/2021 Nyeri Akut b.d S: Pasien mengatakan nyeri berkurang Nada
(15.30) agen pencedera P: nyeri muncul ketika bergerak
fisik (D.0077) Q: ditusuk-tusuk
R: kepala
S: 2
T: hilang timbul
O: Pasien tampak lebih ceria
A: Masalah nyeri akut teratasi
P: Intervensi dihentikan, pasien boleh pulang

26/10/2021 Risiko perfusi S: Pasien mengatakan pusing dan nyeri kepala Nada
(15.40) serebral tidak sudah hilang
efektif d.d O: Pasien tampak rileks dan nyaman
cedera kepala Pasien tampak bisa melakukan aktivitas
(D.0017) A: Masalah perfusi serebral tidak efektif teratasi
P: Intervensi dihentikan, pasien boleh pulang
BAB IV

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. PEMBAHASAN
Setelah penulis melakukan “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala Sedang
di RSUD wongsonegoro ”. Pengkajian pada klien yaitu An.H dilakukan pada tanggal
25 Oktober 2021. Selama penulis melakukan tahapan asuhan keperawatan banyak hal
– hal yang menjadi faktor pendukung penulis dalam melakukan asuhan keperawatan
ini , yakni adanya arahan dan bimbingan dari pembimbing lapangan (CI) , pembimbing
akademik maupun perawat ruangan, dan terjalin kerjasama yang baik antara penulis
dan keluarga klien. Sehingga memudahkan penulis dalam pembuatan laporan kasus ini.
Sedangkan faktor yang menjadi penghambat bagi penulis dalam melakukan asuhan
keperawatan ini adalah penulis mengalami kesulitan dalam hal pengumpulan data dan
pencatatan yang disebabkan oleh tidak lengkapnya catatan direkam medis pada klien.

B. SIMPULAN
Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada klien CKS dengan Nyeri Akut
berhubungan dengan agen cidera fisik dan Risiko perfusi serebral tidak efektif
berhubungan dengan cedera kepala di Ruang sadewa 1 RSUD Wongsonegoro yang
dilakukan selama 2 x 24 jam sejak tanggal 25 Oktober 2021 sampai dengan 26 Oktober
2021 pada klien dengan menggunakan proses asuhan keperawatan, maka penulis
menyimpulkan sebagai berikut : Pasien mengeluh nyeri kepala dan diagnosa
keperawatan yang didapat yakni Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik
(D.0077) Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala
(D.0017).
DAFTAR PUSTAKA

1. Budi, Catur S. (2019). Keperawatan Medika Bedah Persarafan. Yogyakarta : Pustaka


Baru Press
2. Haryono, R. & Maria P. (2020). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Pustaka
Baru Press
3. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia: definisi
dan indikator diagnostik Edisi 1. Jakarta: DPP PNI
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standart Luaran Keperawatan Indonesia: definisi
dan kriteria hasil keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PNI
5. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: definisi
dan Tindakan keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PNI
6. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai